• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Soekidjo, 2003).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Soekidjo, 2003)."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing.

Sehingga yang bermaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berbicara, berjalan, menangis, tertawa, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Soekidjo, 2003).

Menurut Blum (1974) dalam Soekidjo (2003) mengemukakan bahwa perilaku merupakan faktor yang dominan mempengaruhi kesehatan setelah lingkungan, dimana perilaku selalu berperan dalam lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial maupun sosial budaya dan kemudian baru ditunjang oleh tersedianya fasilitas kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat, dan terakhir adalah faktor keturunan, dimana faktor ini erat kaitannya dengan gen yang diturunkan terhadap individu.

Blum (1974) menambahkan bahwa dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat termasuk kepada orangtua yang ada anaknya mengalami penderita gizi buruk, memerlukan intervensi dengan dua upaya yang saling bertentangan melalui :

(2)

1. Tekanan (Enforcement)

Upaya agar masyarakat mau mengadopsi perilaku kesehatan dengan baik adalah cara tekanan, paksaan atau koersi (coertion). Upaya ini bisa dalam bentuk undang-undang, peraturan-peraturan, intruksi-intruksi,tekanan-tekanan dan sanksi-sanksi.

2. Edukasi (education)

Upaya agar masyarakat mau mengadopsi perilaku kesehatan dengan benar, adalah dengan cara persuasi, bujukan, himbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan kesedaran dan sebagainya. Seperti memberikan penyuluhan dan pendidikan dan sebagainya.

Menurut Green (1980) dalam soekidjo (2003) kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor, yakni faktor perilaku dan faktor diluar perilaku. Selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk oleh 3 faktor sehingga dapat mempengaruhi perilaku orangtua terhadap anak balita penderita gizi buruk diantaranya di Kabupaten Aceh Barat daya, yaitu :

1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

2. Faktor Pendukung (Enabling Factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana kesehatan, seperti kontrasepsi dan obat-obatan.

3. Faktor Pendorong (Reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan ataupun petugas lainnya, merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

(3)

Dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orangtua atau masyarakat yang bersangkutan. Ketersediaan fasilitas dan sikap serta perilaku para petugas kesehatan, orangtua terhadap kesehatan anaknya dan saling mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

Dilihat dari sudut pandang WHO menganalisa sekaligus menambah argumen Green bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 faktor pokok dan alasannya yakni (Soekidjo, 2003) :

1. Pemikiran dan perasaan yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek : Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.

Kepercayaan sering di peroleh dari orangtua , kakek atau nenek , dimana seseorang itu menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.

Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek . Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat.

Sikap membuat seorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain.

2. Orang penting untuk referensi, apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh seperti guru, ulama, kepala desa dan orangtua.

3. Sumber-sumber daya yang mencakup fasilitas-fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sebagainya, semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau kelompok masyarakat. Pengaruhnya terhadap perilaku bisa bersifat positif maupun negatif.

(4)

4. Perilaku normal, kebiasaan nilai dan sumber didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup, yang pada umumnya disebut kebudayaan.

Perilaku yang normal adalah salah satu aspek kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku.

2.1.1. Proses Adopsi Perilaku

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa peilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baik), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni : kesadaran, interes, evaluasi, percobaan dan adopsi.

Namun demikian dalam penelitian lanjutan Roger (1983), telah menemukan model baru dalam memperbaiki penelitiannnya proses perubahan perilaku terdahulu dengan tiori yang di kenal “ Deffusion of innovation “ meliputi :

1. Knowledge (pengetahuan) terjadi bila individu (ataupun suatu unit perbuatan keputusan lainnya) diekspos terhadap eksistensi inovasi dan memperoleh pemahamannya.

2. Persuasion (Persuasi) terjadi bila suatu induvidu ( ataupun suatu unit keputusan lainnya) suatu sikap mendukung atau tidak mendukung terhadap inovasi.

3. Decision (keputusan) terjadi bila individu (atau unit pembuat keputusan lainnya) terlibat dalam berbagai aktivitas yang mengarah kepada pilihan untuk menerapkan dan menolak inovasi.

4. Implementation (implementasi) terjadi bila individu (atau unit keputusan lainnya) menggunakan inovasi.

(5)

5. Confirmation (komfirmasi) terjadi bila individu (atau unit pembuatan keputusan lainnya) mencari dukungan atas keputusan inovasi yang sudah dibuat, akan tetapi ia sendiri mungkin mencanangkan keputusan sebelumnya jika di arahkan terhadap pesan-pesan yang menimbulkan konflik tentang inovasi tersebut.

Apabila penerimaan perilaku baru dan adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersbut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku ini tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Soekidjo, 2003).

2.2. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Soekidjo, 2003).

2.2.1. Tingakatan Pengetahuan di dalam Domain Kognitif

Pengetahuan yang dicapai di dalam domain kognitif mempunyai 5 tingkatan yakni:

1. Tahu, diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali atau recall terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat yang paling rendah. Kata kerja bahwa untuk mengukur orang tahu tentang apa yang telah

(6)

dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya.

2. Comprehension (memahami), Diartikan sebagai sesuatu untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obejek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, memperkirakan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil atau sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis, adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis tersebut dapat dilihat dari penggunaan kata kerja.

5. Sintesis, menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam bentuk suatu keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi- formulasi yang ada. Dan evaluasi, berkaitan dengan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-peniaian itu berdasarkan suatu kriteria tersendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Soekidjo, 2003).

(7)

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penilaian atau responden. Kedalaman pengetahuan orangtua yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas.

2.3. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan manifestasi sikap itu tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunujukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb dalam Soekidjo (2003), salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek.

Ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut :

1. Sikap seseorang tidak dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang tersebut.

2. Sikap tidak berdiri sendiri melainkan senantiasa mengandung relasi terhadap suatu objek. Dengan kata lain sikap terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.

3. Sikap dapat berubah-ubah oleh karena itu dipelajari oleh sebagian orangtua sebaliknya.

(8)

4. Objek sikap dapat merupakan satu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi sikap dapat berkenaan dengan satu objek saja tetapi juga berkenaan dengan sederetan objek-objek yang serupa.

5. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah yang membedakan sikap dengan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimilki seseorang (Soekidjo, 2003).

2.3.1. Komponen Pokok Sikap

Dalam bagian lain Allport (1945) yang dikutip oleh Nurasiyah (2007), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yakni; kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek; kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek; kecendrungan untuk bertindak ( trend to behave ). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).

Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Soekidjo, 2003).

Selanjutnya ciri-ciri sikap menurut WHO adalah :

1. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.

2. Sikap akan ikut atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu pada pengalaman orang lain.

3. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pada pengalaman seseorang.

4. Didalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi peggangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat.

(9)

2.3.2. Berbagai Tingkatan Sikap

Sebagai halnya dengan pengetahuan sikap ini terdiri dari bebagai tingkatan yakni :

1. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan obyek.

2. Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap ini, karena dengan suatu usaha untuk menjawab suatu pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan terlepas pekerjaan itu benar atau salah adalah bahwa orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (valuing), mengajak orng lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ini.

4. Bertanggung jawab (responsible), betanggung jawab atas segala sesuatuyang

telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi dalam tingkatan sikap (Soekidjo, 2003).

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.

Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek.

2.3.3. Perubahan Sikap

Theory of Reasoned Action (TRA) pertama kali diperkenalkan pada tahun

1967 untuk melihat hubungan keyakinan, sikap, niat dan perilaku. Fishbein, 1967 mengembangkan TRA ini dengan sebuah usaha untuk melihat perubahan hubungan sikap dan perilaku (Glanz, 2002).

(10)

Faktor yang paling penting dalam seseorang berperilaku adalah adanya niat.

Niat akan ditentukan oleh sikap seseorang. Kemudian sikap ditentukan oleh keyakinan seseorang akibat dari tindakan yang akan dilakukan. Diukur dengan evaluasi terhadap masing-masing akibat. Jadi, seseorang yang memiliki keyakinan yang kuat akan akibat dari tindakan yang dilakukan secara positif akan menghasilkan sikap yang positif pula. Sebaliknya jika seseorang tidak yakin akan akibat dari perilaku yang dilakukan dengan positif akan menghasilkan sikap yang negatif (Glanz, 2002).

Niat seseorang untuk berperilaku juga dapat dipengaruhi oleh norma individu dan motivasi untuk mengikuti. Norma individu dapat dipengaruhi oleh norma-norma atau kepercayaan dimasyarakat.

Gambaran : Kepercayaan, Sikap, Niat, dan Perilaku ( Subjective norm, Attitutdes, Intention, and Behavior)

Sikap terhadap perilaku

Norma Subjektif mengenai perilaku

Niat untuk melakukan perilaku

Perilaku

(11)

2.4. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour).

Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.

Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak- pihak lain (Soekidjo, 2003).

Selanjutnya tingkat-tingkat tindakan secara teoritas adalah:

1. Persepsi (perception), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

2. Respon terpimpin (guided respons), dalam melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar, sesuai dengan contoh adalah merupakan praktik indikator tingkat dua.

3. Mekanisme (mechanism), apabila seseorng telah dapat melakukan sesuatu dengan benar maka secara otomatis, atau sesutau itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat ketiga.

4. Adaptasi (adaptation), merupakan suatu tindakan yang sudah berkembang baik, artinya tindakan ini sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan mewawancarai terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakakan atau kegiatan responden (Soekidjo,2003).

(12)

2.5. Teori Perubahan Perilaku

Banyak teori-teori yang berkaitan dengan perubahan perilaku seseorang dalam keseharian. Diantaranya menurut teori Anderson dalam Muzaham (1995) yang dikutip oleh Ari (2009). yaitu ada tiga faktor yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan :

1. Mudahny menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan (karakteristik predisposisi) 2. Adanya faktor-faktor yang menjamin terhadap pelayanan kesehatan yang ada

(karakteristik pendukung)

3. Adanya kebutuhan pelayanan kesehatan (karakteristik kebutuhan)

Ilustrasi: Model Anderson

2.6. Pengertian Gizi Buruk dan Status Gizi a. Definisi Gizi Buruk.

Gizi buruk mempunyai beberapa pendapat tentang definisinya, diantaranya Depkes RI mendefinisikan gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein tingkat berat akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan/atau menderita sakit dalam waktu lama. Itu di tandai dengan status gizi yang sangat kurus (menurut BB terhadap TB ) dan atau hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmik kwahiorkor (Depkes RI, 2006). Menurut WHO gizi

buruk adalah bentuk terparah (akut) dari proses terjadinya kekurangan gizi anak balita atau kurang gizi yang dapat diketahui dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (Soekirman, 2002).

Predisposing Enabling Need Health Service Use

(13)

b. Status Gizi.

Menurut Masetyo (1991), Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat atau kondisi yang dapat diukur.

Indikator status gizi salah satunya adalah ukuran tubuh (antropomentri) merupakan refleksi dari pengarah faktor genetik dan lingkungan.

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variable tertentu, atau perwujudan dari natriture dalam bentuk variabel tertentu. Di masyarakat cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah antropometri gizi. Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting, pada masa bayi- balita berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizinya (Supariasa, 2002).

Kesesuaian komposisi dan nilai gizi makanan berperan dalam menentukan kualitas hidup anak. Kemunduran dan keterbelakangan serta rendahnya daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit dapat dijadikan cermin seberapa jauh makanan anak dapat diperhatikan oleh orang tua mereka.

Dalam menilai status gizi dapat dilakukan dengan empat cara yaitu (Supariasa, 2002) :

1. Secara antropometri yaitu dengan mengukur berat badan, tinggi badan, atau mengukur bagaian tubuh tertentu seperti lingkar lengan atas, lingkar kepala, tabel lapisan lemak dan lain-lain.

2. Secara klinis yaitu dengan pemeriksaan jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, mukosa oral dan lain-lain.

(14)

3. Secara biokimia yaitu dengan pemeriksaan darah, urin, tinja, dan beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.

4. Secara biofisik yaitu dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan status jaringan.

2.6.1. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri

Antropometri gizi adalah berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indeks Antropometri. Indeks Antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah Berat Badan menurut umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) atau Panjang Badan menurut Umur (PB/U) dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) (Supariasa, 2002).

Di Indonesia untuk peningkatan status gizi yang sering dilakukan adalah secara antropometri. Salah satu indeks yang sering digunakan adalah mengukur BB/U. Indeks ini menggambarkan status gizi seseorang saat ini.

1.Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil, oleh karena itu indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini, dengan pedoman yang dikenal star baku dalam KMS (Kartu menju sehat) dimana:

(15)

a. Kelebihan Indeks BB/U

1. Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum 2. Baik untuk mengukur status gizi saat akut dan kronis

3. Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil 4. Dapat mendeteksi kegemukan.

b. Kelemahan Indeks BB/U

1. Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat edema maupun ascites.

2. Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah umur lima tahun.

3. Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau gerakan pada anak saat penimbangan.

4. Sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya setempat.

Dalam hal ini orang tua tidak mau menimbangkan anaknya karena dianggap seperti barang dagangan.

2. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan nampak dalam waktu yang realtif lama. Untuk balita digunakan isitilah Panjang Badan menurut Umur (PB/U).

2.1. Keuntungan Indeks TB/U

(16)

2.1.1. Baik untuk menilai status gizi masa lampau.

2.1.2. Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa.

2.2. Kelemahan Indeks TB/U

2.2.1. Tinggi Badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin menurun.

2.2.2. Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak, sehingga diperlukan 2 orang untuk melaksanakannya.

2.2.3. Ketepatan umur sulit untuk diperoleh.

Untuk menilai status gizi seseorang atau masyarakat digunakan Daftar Baku Antropometri. Saat ini dikenal dua baku antropometri untuk menilai status gisi yaitu Baku Harvard dan Baku WHO-NCHS (World Health Organization-National Center for Health and Statistic). Salah satu sasaran yang dianjurkan pada Semiloka

Antropometri di Cilito Februari 1991 adalah penggunaan secara seragam di Indonesia baku rujukan pertumbuhan perorangan maupun masyarakat. Penilaian status gizi berdasarkan BB/U dan PB/U dapat dihitung dengan menggunakan Z-score atau standart deviasi (SD).

Penilaian status gizi berdasarkan Panjang Badan terhadap Umur (PB/U) menurut klasifikasi WHO yang dikutip Supariasa (2002), dibagi menjadi tiga kategori anatara lain : Tinggi Normal dan Pendek.

2.6.2. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Menurut Jeliffe yang dikutip oleh Supariasa (2002), pertumbuhan adalah peningkatan secara bertahap dari tubuh, organ dan jaringan dari masa konsepsi sampai dengan remaja. Pertumbuhan berarti bertambah besar dalam arti fisik akibat

(17)

membesarnya sel-sel tubuh manusia. Sedangkan perkembangan berarti pertambahan keterampilan dan fungsi kompleks dari seseorang akibat bertambahnya jumlah sel.

Pertumbuhan dan perkembangan pada prakteknya saling berkaitan, sehingga sulit untuk mengadakan pemisahan. Sejak masa bayi sampai dewasa terjadi pertumbuhan dan perkembangan dari segi jasmaniah, mental dan intelektual.

Perkembangan kecerdasan manusia sejalan dengan pertumbuhan jaringan otaknya, berbeda dengan pertumbuhan bagian tubuh yang lain. Pertumbuhan otak berlangsung cepat dalam waktu yang relatif singkat. Waktu lahir, otak bayi telah mencapai 25 % berat otak orang dewasa dan pada usia 12 bulan mencapai 70 %.

Sedangkan pertumbuhan bagian tubuh yang lain hanya mencapai 5 % pada waktu lahir dan baru 50 % pada waktu umur 10 tahun. Jadi masa kritis tersebut anak menderita kurang gizi, maka pertumbuhan otak menjadi terhambat dan tidak di kejar untuk memperbaikinya dikemudian hari (Kadsu, 2004).

2.6.3. Pola Asuh Terhadap Anak

Pengasuhan berasal dari kata asuh (to rear) yang mempunyai makna menjaga, merawat, dan mendidik anak yang masih kecil serta membimbing menuju pertumbuhan kearah kedewasaan dengan memberikan pendidikan, makanan, dan sebagainya terhadap mereka yang diasuh Sunarti, (1989) yang dikutip oleh Nurasyah (2007). Sedangakan menurut Engle (1997) pola asuh adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental, sosial dari anak yang sedang tumbuh dan anggota keluarga lainnya ( Nurasiyah, 2007).

(18)

Pengasuhan juga menyangkut aspek manajerial, berkaitan dengan kemampuan merencanakan, melaksanakan, serta mengontrol atau mengevaluasi semua hal yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Kemampuan orangtua dalam mengevaluasi bisa ditunjukkan dari kemampuan mengantisipasi hal-hal atau kondisi yang dapat mengganggu optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan anak Sunarti, (2004) yang dikutip oleh Nurasiyah (2007).

2.6.4. Peranan Orangtua Terhadap Anak

Orangtua adalah ibu dan ayah dari pendertia anak gizi buruk. Peranan orangtua, baik ibu maupun ayah merupakan kunci di dalam menjaga, merawat dan mendidik anak yang berkualitas sehingga mencapai sukses. Oleh sebab itu di dalam pertumbuhan anak, perhatian orangtua adalah hal yang tiak bisa dipungkiri.

Orangtua berkewajiban menjaga anaknya dari berbagai serangan penyakit, memberi makanan yang cukup dan memenuhi gizi sesuai dengan pertumbuhannya.

Seorang ayah berperan sebagai pengayom dalam rumah tangga di mana anak akan merasa terlindungi di dalam proses hidup kesehariannya. Sedangkan seorang ibu, berperan untuk merawat anak-anak dirumah dari dalam kandungan hingga mencapai usia dewasa, kemuidan memperhatikan pola makan anak, gizi anak, pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan usianya. Selain itu peranan nenek, bibi, dan pembantu rumah tangga dalam mengasuh anak-anak juga sangat diperhitungkan di saat orangtua tidak bersama anak. Namun peranan mereka tidak sebanding dengan peran orangtua dalam mengasuh anak. (www.Pola Asuh.com)

2.6.5. Praktek Pemberian Makanan Anak

(19)

Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak, karena anak sedang tumbuh sehingga kebutuhannya berbeda dengan orang dewasa.

Kekurangan makanan yang bergizi akan menyebabkan retardasi (perlambatan pembaharuan) pertumbuhan anak (Soetjiningsih, 2003). Upaya untuk memberikan makanan pada anak dengan cara yang baik, tidak memaksa, walaupun anak dalam keadaan menangis, menolak atau sulit makan akan memberikan dampak positif terhadap keadaan gizi. Anak-anak yang selalu diupayakan untuk mendapatkan makanan walaupun menangis, dan menolak makanan, keadaan gizinya lebih baik dibandingkan dengan mereka yang tidak diperhatikan atau didiamkan saja (Jahari, 2000).

2.6.6. Food Habit (kebiasaan makan)

Pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang (keluarga) memilih makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, kebudayaan dan sosial (Suhardjo, 1989). Sikap orang terhadap makanan dapat bersifat positif , negatif bersumber pada nilai-nilai efektif yang berasal dari lingkungan (alam, budaya, sosial, ekonomi) dimana manusia atau kelompok manusia itu tumbuh (Khumaidi, 1994).

Setiap manusia membutuhkan makanan untuk mempertahankan hidupnya.

Sikap manusia terhadap makanan banyak dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman dan respon-respon yang diperlihatkan oleh orang lain terhadap makanan sejak masa kanak-kanak.

2.7. Tinjauan Kurang Energi Protein (KEP)

(20)

KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG) (Depkes, 2000).

2.7.1. Klasifikasi KEP

Untuk tingkat Puskesmas, penentuan kurang energi protein (KEP) yang dilakukan dengan menimbang berat badan anak dibandingkan dengan umur dengan menggunakan KMS dan tabel berat badan menurut umur (BB/U) baku median WHO- NCHS.

Klasifiksi kurang energi protein (KEP) (Depkes, 2000) :

a. Kurang energi protein (KEP) ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita kuning.

b. Kurang energi protein (KEP) sedang bila hasil penimbangan BB/U < 60 % baku median , sehingga untuk menentukan KEP berat/gizi buruk digunakan tabel BB/U baku median WHO-NCHS.

2.7.2. Gejala Klinis Balita KEP Berat/Gizi Buruk

Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak kurus. Gejala KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat di bedakan sebagai marasmus, kwashiorkor, atau marasmic-kwashiorkor. Tanpa mengukur/

melihat BB bila disertai edema yang bukan karena penyakit lain adalah kurang energi protein (KEP) /gizi buruk tipe kwashiorkor.

a. Kwashiorkor

- Edema, kedua punggung dan kaki bengkak.

-Wajah membulat dan sembab

(21)

-Pandangan mata sayu (apatis)

-Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok.

-cengeng dan rewel.

-Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman di tungkai atau dipantat.

-Sering disertai penyakit infeksi, umumnya akut, anemia dan diare.

b. Marasmus

-Tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit.

-Wajah seperti orang tua.

-Cengeng dan rewel.

-Rambut tipis jarang dan kusam.

-Pantat kendur dan keriput.

-Perut cekung

c. Marasmus-Kwashiorkor adalah Penyakit ini memperlihatkan gejala klinis campuran antara marasmus dan kwashiorkor (Depkes RI,2006).

d. Gejala klinis yang umum adalah gagal tumbuh kembang, disamping itu terdapat satu atau lebih gejala kwasiorkor seperti adema, dermatitis, mental hipertrofi otot jaringan lemak subkutan berkurang, kerdil, anemia, defisiensi vitamin.

(22)

2.8. Kerangka Konsep.

Keterangan :

Untuk mengungkap gambaran perilaku orangtua, maka kerangka konsep

yang digunakan adalah menurut teori Lawrence Green (1980), bahwa dari data karakteristik dan sumber informasi dimana umur, penghasilan yang terbatas, jumlah anak yang banyak serta sumber informasi yang terbatas, ditambah dengan faktor predisposing yakni kurangnya pengetahuan orangtua terhadap gizi, sikap orangtua terhadap tumbuh kembang anak dan dipengaruhi juga oleh tradisi dan kebiasaan

Karakteristik -Umur

-Pendidikan -Pekerjaan -Penghasilan

Predisposing Factors:

-Pengetahuan -Sikap

-Tradisi

Enabling Factors:

-Ketersediaan keaneka ragaman pangan

-Fasilitas kesehatan Reinforcing Factors:

-Petugas kesehatan

Perilaku Orangtua terhadap Anak Balita penderita gizi buruk

Sumber Informasi -Keluarga

-Media cetak/

Elektonik -Teman

(23)

setempat, faktor enabling meliputi kurangnya ketersediaan pangan di keluarga, juga ditambah dengan kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan berupa posyandu / puskesmas yang kurang memadai serta faktor reinforcing dimana inisiatif petugas kesehatan masih dibutuhkan dalam memantau perkembangan kesehatan masyarakat, sehingga berpengaruh pada perilaku orangtua terhadap anak balita penderita gizi buruk.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Judarwanto (2006), kesulitan makan adalah jika anak tidak mau atau menolak untuk makan, atau mengalami kesulitan mengkonsumsi makanan atau minuman dengan

Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak usia prasekolah adalah dengan menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif

Bagan di atas menjelaskan bahwa konsumsi pangan anak usia dini yang meliputi jenis makanan, frekuensi makan dan jumlah konsumsi energi dan protein dapat menggambarkan keadaan

Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl tidak berada langsung di atas galian penampungan kotoran tetapi dibangun terpisah dan dihubungkan oleh suatu saluran

Menurut (American Psychiatric Association, 2013) untuk mendeskripsikan anak-anak yang sulit diberi makan karena sejumlah kecil makanan yang akan mereka terima. Karakteristik

Petujuk penyapihan dapat dilakukan dengan cara pada saat jam makan dapar memberikan anak makanan padat terlebih dahulu kemudian susu formula, sehingga anak makan selagi lapar dan

Pukulan overhead ( dilakukan di atas kepala ) merupakan pukulan taktik yang paling penting dalam permainan bulutangkis. Pukulan ini dapat dilakukan dengan

berdasarkan saat ini tetapi seperti apa dia mungkin akan menjadi dimasa depannya. Lingkungan yang penuh dengan caring sangat potensial untuk mendukung perkembangan