• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar (Notoatmodjo,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar (Notoatmodjo,"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori 1. Perilaku

a. Perilaku Manusia

Semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar (Notoatmodjo, 2005).

Psikologi memandang perilaku manusia (Human Behavior) sebagai reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks. Perilaku secara luas tertentu tidak hanya dapat ditinjau dalam kaitannya dengan sikap manusia. Pembahasan perilaku dari teori motivasi, dari sisi teori belajar, dan dari sudut pandang lain, akan memberikan penekanan yang berbeda-beda. Namun satu hal selalu dapat disimpulkan, yaitu bahwa perilaku manusia tidaklah sederhana untuk dipahami dan diprediksikan. Begitu banyak faktor-faktor internal dan eksternal dari dimensi masa lalu, saat ini, dan masa datang yang ikut mempengaruhi perilaku manusia.

Disamping berbagai faktor penting seperti hakikat stimulus itu sendiri, latar belakang pengalaman individu, motivasi, status kepribadian, dan sebagainya. Memang sikap individu memegang peranan dalam menentukan begaimanakah perilaku seseorang dilingkungannya. Pada gilirannya, lingkungan secara timbal balik akan mempengaruhi sikap dan

(2)

perilaku. Interaksi antara situasi lingkungan dengan sikap, dengan berbagai faktor didalamnya maupun diluar diri individu akan membentuk suatu proses kompleks yang akhirnya menentukan bentuk perilaku seseorang (Azwar, 2005).

Berbicara tentang perilaku manusia itu selalu unik / khusus. Artinya tidak sama antar dan inter manusianya, baik dalam hal kepandaian, bakat, sikap, minat, maupun kepribadian. Manusia berperilaku atau beraktifitas karena adanya tujuan untuk mencapai suatu tujuan atau global. Dengan adanya need atau kebutuhan diri seseorang maka akan muncul motivasi atau penggerak / pendorong, sehingga manusia atau individu itu beraktifitas / berperilaku, baru tujuan tercapai dan individu mengalami kepuasan. Siklus melingkar kembali memenuhi kebutuhan berikutnya atau kebetuhan yang lain dan seterusnya dalam suatu proses terjadinya perilaku manusia (Widyatun, 1999).

Sumber : Widyatun, 1999

Gambar 2.1 Teori Lingkungan Need/ kebutuhan

Motivasi / dorongan

SIKAP Aktivitas/ Perilaku

HAM Komunikasi

Personality Goal / tujuan

(3)

Sedangkan menurut Bandura (1977) mengemukakan suatu formulasi mengenai perilaku, dan sekaligus dapat memberikan informasi bagaimana peran perilaku itu terhadap lingkungan dan terhadap individu atau organisme yang bersangkutan. Formulasi Bandura berwujud B=behavior, E=envinronment, P=person atau organisme. Perilaku lingkungan dan individu itu sendiri saling berinteraksi satu dengan yang lain. Ini berarti bahwa perilaku individu dapat mempengaruhi individu itu sendiri, dismping itu perilaku juga berpengaruh pada lingkungan, demikian pula lingkungan, dapat mempengaruhi individu, demikian sebaliknya (Walgito, 2003).

Sumber : Walgito, 2003

Gambar 2.2 Formulasi Bandura b. Jenis perilaku

Sebagaimana diketahui bahwa perilaku / aktifitas yang ada pada individu atau organisme itu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari adanya stimulus atau rangsang yang mengenai individu atau organisme itu. Perilaku atau aktifitas itu merupakan jawaban atau respon terhadap stimulus yang mengenainya.

B (behavior)

E (environment)

P (person)

(4)

Skinner (1976) membedakan perilaku menjadi (a) perilaku yang mengalami (innate behavior), (b) perilaku operan (operant behavior). Perilaku alami yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme dilahirkan, yakni yang berupa reflek-reflek dan insting, sedangkan perilaku operan yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar (Walgito, 2003). c. Pembentukan Perilaku

Menurut walgito (2003), pembentukan perilaku dibagi menjadi 3 cara sesuai keadaan yang diharapkan, yakni :

1. Cara pembentukan perilaku dengan kondisioning atau kebiasaan

Salah satu cara pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan kondisioning atau kebiasaan. Dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan, akhirnya akan terbentuklah perilaku tersebut. Cara ini didasarkan atas teori belajar kondisioning baik dikemukakan oleh Pavlov maupun oleh Thorndike dan Skinner terdapat pendapat yang tidak seratus persen sama, namun para ahli tersebut mempunyai dasar pandangan yang tidak jauh berbeda satu dengan yang lain. Kondisioning Pavlov dikenal dengan kondisioning klasik, sedangkan kondisioning Thorndike dan skinner dikenal sebagai kondisioning operan. Walaupun demikian ada yang menyebut kondisioning Throndike sebagai kondisioning instrumental, dan kondisioning Skiner sebagai kondisioning operan. Seperti telah dipaparkan di depan atas dasar pandangan ini untuk pembentukan perilaku didasarkan dengan kondisioning atau kebiasaan.

(5)

2. Pembentukan perilaku dengan pengertian (insight)

Disamping pembentukan perilaku dengan kondisioning atau kebiasaan, pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan pengertian atau insight. Cara ini berdasarkan atas teori belajar kognitif, yaitu belajar dengan disertai dengan adanya pengertian. Bila dalam eksperimen Throndike dalam belajar yang dipentingkan adalah soal latihan, maka dalam eksperimen Kohler dalam belajar yang penting adalah pengertian atau insight. Kohler adalah seorang tokoh dalam psikologi Gestalt dan termasuk dalam aliran kognitif.

3. Pembentukan perilaku dengan menggunakan model

Disamping cara-cara pembentukan perilaku seperti tersebut diatas, pembentukan perilaku masih dapat ditempuh dengan menggunakan model atau contoh. Pemimpin dijadikan model atau contoh oleh yang dipimpinnya. Cara ini didasarkan atas teori belajar sosial (social learning theory) atauobservational learning theoryyang dikemukakan oleh Bandura (1977). Bagaimana pendapat Bandura mengenai perilaku telah di paparkan dibagian depan.

d. Beberapa teori perilaku

Perilaku manusia itu didorong oleh motif tertentu sehingga manusia itu berperilaku. Dalam hal ini ada beberapa teori, diantara teori-teori tersebut dapat dikemukakan:

1) Teori ini dikemukakan oleh Mc Dougall sebagai pelopor dari psikologi sosial, yang menerbitkan buku psikologi sosial yang pertama kali, dan

(6)

mulai saat itu psikolog sosial menjadi pembicaraan yang cukup menarik. Menurut Mc Dougall perilaku itu disebabkan karena insting, dan Mc Doughall menganjurkan suatu daftar insting. Insting merupakan perilaku yang bawaan, dan insting akan mengalami perubahan karena pengalaman. Pendapat Mc Doughall ini mendapat tanggapan yang cukup tajam dari F. Alport yang menerbitkan buku psikologi sosial pada tahun 1924, yang berpendapat bahwa perilaku manusia itu di sebabkan karena faktor, termasuk orang-orang yang ada disekitarnya dengan perilakunya.

2) Teori dorongan (drive theory)

Teori ini bertitik tolak pada pandangan bahwa organisme itu mempunyai dorongan-dorongan atau drive tertentu. Dorongan-dorongan ini berkaitan dengan kebutuhan organisme yang mendorong organisme berperilaku. Bila organisme itu mempunyai kebutuhan dan organisme ingin memenuhi kebutuhannya maka akan terjadi ketegangan dalam diri organisme itu. Bila organisme berperilaku dan dapat memenuhi kebutuhannya, maka akan terjadi pengurangan atau reduksi dari dorongan-dorongan tersebut. Karena itu teori ini menurut Hull disebut teoridrive reduction.

3) Teori insentif (incentive theory)

Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perilaku organisme itu disebabkan karena adanya insentif. Dengan insentif maka akan mendorong organisme berbuat atau berperilaku. Insentif atau juga

(7)

disebut sebagai reinforcement ada yang positif dan ada yang negatif. reinforcement yang positif adalah berkaitan dengan hadiah, sedangkan reinforcement yang negatif berkaitan dengan hukuman. Reinforcement yang positif akan mendorong organisme dalam berbuat, sedangkan yang negatif akan dapat menghambat dalam organisme berperilaku. Ini berarti bahwa perilaku timbul karena adanya insentif atau reinforcement. Perilaku semacam ini dikupas secara tajam dalam psikologi belajar.

4) Teori Atribusi

Teori ini ingin menjelaskan sebab-sebab perilaku orang apakah perilaku itu disebabkan oleh disposisi internal (misal, motif atau sikap) ataukah oleh keadaan eksternal. Teori ini dikemukakan oleh Fritz Heiderdan, teori ini menyangkut lapangan psikologi sosial. Pada dasarnya perilaku manusia itu dapat atribusi internal, tetapi juga dapat atribusi eksternal. Mengenai hal ini lebih lanjut akan dibicarakan dibagian belakang.

5) Teori Kognitif

Apabila seseorang harus memilih perilaku mana yang mesti dilakukan, maka yang bersangkutan akan memilih alternatif perilaku yang akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi yang bersangkutan. Ini yang disebut sebagai modelsubjective expexted utility (SEU). Dengan kemampuan memilih ini berarti faktor berfikir berperan dalam menentukan pemilihannya. Dengan kemampuan berfikir seseorang

(8)

akan dapat melihat apa yang telah terjadi sebagai bahan pertimbangannya disamping melihat apa yang dihadapi pada waktu sekarang dan juga dapat melihat kedepan apa yang akan terjadi dalam seseorang bertindak. Dalam model SEU kepentingan pribadi yang menonjol. Tetapi dalam seseorang berperilaku kadang-kadang kepentingan pribadi dapat disingkirkan.

e. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), perilaku ditentukan oleh 3 faktor, yaitu :

1) Faktor Predisposisi (Presdiposisi Factors)

Faktor presdiposisi mencakup beberapa hal, antara lain pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan masalah kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya.

2) Faktor Pendukung (Enabling Factors)

Faktor ini mencakup ketersediaan alat, sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan masyarakat.

3) Faktor Penguat (Reinforcing Factors)

Sikap dan perilaku petugas, dukungan suami dan perilaku tokoh masyarakat.

(9)

f. Faktor yang menyebabkan perbedaan individu berperilaku : 1) Persepsi

Persepsi adalah proses mental yang terjadi pada diri manusia yang akan menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar, memberi serta meraba (kerja indra) disekitar kita (Widayatun, 1999).

Michell dalam Walgito (2002) menyatakan bahwa persepsi adalah suatu proses yang didalamnya mengandung proses seleksi ataupun sebuah mekanisme pengorganisasian sebagai proses seleksi atau skreaming berarti, bahwa beberapa informasi akan diproses dan yang lainnya tidak diproses.

2) Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2007).

3) Sikap

Sikap / attitude dapat didefinisikan sebagai “a presdipotion to react in some mannert an individual or situation“, yang secara bebas dapat diartikan sebagai suatu rangsang yang timbul dari seseorang atau situasi (Indrawijaya, 2002).

4) Kepribadian

Menurut Kurt Lewin (1935) dalam hal ini kepribadian adalah fungsi dari pembawaan sejak lahir dari lingkungan (pengalaman).

(10)

5) Belajar

Merupakan suatu proses / pembentukan perubahan tingkah laku yang mengarah pada penguasaan pengetahuan, kecakapan, ketrampilan, kebiasaan, sikap yang semuanya diperoleh, disimpan, dan dilaksanakan (Afifudin, 1981).

g. Batasan Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan yang diawali dengan adanya pengetahuan tentang manfaat suatu hal, yang menyebabkan orang tersebut melaksanakan suatu kegiatan. Selanjutnya sikap yang positif ini akan mempengaruhi niat untuk ikut dalam suatu kegiatan, dan niat ini akan menjadi tindakan apabila mendapat dukungan sosial dan tersedianya fasilitas (Fisbein & Aizen) dalam Indrawijaya (2002). Niat ini akan menjadi tindakan apabila mendapat dukungan sosial dan tersedianya fasilitas–fasilitas. Kegiatan yang dilakukan inilah yang disebut Perilaku.

Skinner (1938) seorang ahli dalam Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1) Perilaku Tertutup

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon ini belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

(11)

2) Perilaku Terbuka

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau respon yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

h. Asumsi Determinan Perilaku Manusia

Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultansi (akibat) dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Secara lebih terperinci, perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya. Apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan tersebut dipengaruhi pula oleh faktor lain seperti pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosio-budaya masyarakat dan sebagainya ( Notoatmodjo, 2003). 2. Pengetahuan

a. Pengertian

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. (Notoatmodjo, 2007).

Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmodjo, 2007).

(12)

b. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan mempunyai 6 tingkatan sebagai berikut:

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai peningkatan suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tingkat ini adalah mengikat kembali terhadap sesuatu spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari, oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2) Memahami (Comprehention)

Diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3) Aplikasi (Application)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sesungguhnya. Aplikasi disini diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode dan prinsip dalam situasi yang lain.

4) Analisis (Analysis)

Merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu objek keadaan komponen-komponen tapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

(13)

5) Sistesis (Syntesis)

Menunjukan pada suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi. Penilaian-penilaian itu berdasarkan kriteria yang ditentukan atau menggunakan kriteria yang telah ada.

c. Proses terjadinya pengetahuan menurut Roger (1974) dalam Notoatmodjo (2003)

1). Awarenes(kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2). Interest (merasa tertarik) dimana orang mulai tertarik terhadap stimulus.

3). Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

4). Trialdimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

5). Adoption dimana subjek telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan kesadaran terhadap stimulus.

(14)

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

1). Pendidikan bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu. Makin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi dan semakin banyak pengetahuan yang dimiliki.

2). Usia semakin cukup umur seseorang, tingkat pengetahuannya akan lebih matang dalam berfikir dan bertindak.

3). Pengalaman pengalaman merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan karena dari pengalaman orang lain dapat dijadikan sebagai acuan untuk dapat meningkatkan pengetahuan. 4). Support sistem lingkungan disekitar kita juga dapat mempengaruhi

tingkat pengetahuan manusia, karena dari lingkungan ini di dapat pengetahuan serta mengetahui sesuatu yang belum diketahui. 3. Sikap (atitude)

a. Pengertian

Sikap / attitude dapat didefinisikan sebagai “ a presdipotion to react in some mannert an individual or situation “, yang secara bebas dapat diartikan sebagai suatu rangsang yang timbul dari seseorang atau situasi (Indrawijaya, 2002).

b. Tingkatan-tingkatan sikap 1). Menerima (Receiving)

Menerima artinya bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimunus yang diberikan (objek).

(15)

2). Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya,mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan merupakan suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.

3). Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah suatu indikasi sikap.

4). Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. 5). Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak

langsung. Menurut Azwar, Azrul (2000:99) “secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden suatu objek secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden”. c. Teori Sikap

1) Belajar melakukan proses asosiasi perlu sikap pengukuran kembali. 2) Teori keseimbangan model keseimbangan dari ras suku. Kemungkinan dari dua susunan struktur yang tidak seimbang cenderung menjadi struktur yang seimbang melalui perubahan dalam satu unsur atau lebih.

(16)

3) Teori ketidaksesuaian akan berubah demi mempertahankan konsistensi dengan perilaku nyata.

4) Teori atribusi orang bersikap dengan mempertimbangkan kondisi dan efeksi dari psikomotor di dalam kesadaran mereka.

4. Kehamilan Trimester III a. Kehamilan

Kehamilan merupakan suatu proses yang alamiah dan fisiologis setiap wanita yang memiliki organ reproduksi sehat, yang telah mengalami menstruasi, dan melakukan hubungan seksual dengan seorang pria yang organ reproduksinya sehat sangat besar kemungkinannya mengalami kehamilan (Mandriwati, 2008). Sedangkan kehamilan menurut BKKBN (2004) adalah dimulainya pembuahan sel telur oleh sperma sampai dengan lahirnya janin; kehamilan normal sampai dengan 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir.

b. Kehamilan Trimester III

Menurut Novaria dan Budi (2007) kehamilan trimester tiga merupakan masa kehamilan yang dimulai dari usia kehamilan 7 bulan atau sekitar 28 minggu sampai 9 bulan atau 40 minggu.

Pada usia kehamilan 28 minggu fundus berada pada pertengahan antara pusat dan xiphoid. Pada usia kehamilan 32-36 minggu fundus mencapai prosesus xiphoid. Payudara penuh dan nyeri tekan, sering kencing kembali terjadi, sakit punggung dan sering kencing

(17)

meningkat. Ibu mungkin menjadi sulit tidur. Kontraksi Braxton Hicks meningkat (Pusdiknas, 2003).

5. Hubungan Seksual Pada Kehamilan Trimester III a. Seks pada kehamilan

Banyak wanita hamil beranggapan bahwa dalam kondisi mengandung, tubuh mudah lemah. Mereka menjadi malas beraktivitas termasuk hubungan seks, padahal hubungan seksual dimasa kehamilan tidaklah membahayakan janin dan dirinya.

Ketakutan seperti itu sebenarnya tidak perlu. Walau dalam kondisi berbadan dua, alangkah baiknya hubungan seks tetap dilakukan. Namun, dalam hal ini, prosesnya harus betul-betul diperhatikan. Misalnya, menghindari tekanan langsung pada rahim yang sedang membesar.

Salah satu masalah yang sering mengganggu wanita saat berhubungan seks adalah kesulitan untuk berbaring terlentang pada saat hamil tua. Jika mereka berbaring pada posisi ini, tekanan darah akan turun drastis. Keadaan ini akan membuat mereka seperti pingsan, berkeringat, dan pucat. Kondisi yang dikenal dengan sebutan “sindrom hipotensif terlentang” ini disebabkan penekanan rahim yang sedang membesar pada pembuluh darah besar. Penekanan ini menyebabkan terhambatnya aliran darah dari bagian bawah ke jantung. Namun, jika berbalik ke posisi miring, gejala-gejala tersebut biasanya akan hilang (Maulana, 2008).

(18)

Bagi sebagian wanita, kehamilan justru meningkatkan dorongan seksual. Hal tersebut dipengaruhi terhadap perubahan fisik dan psikis yang terjadi pada masing-masing wanita tergantung dari kesehatan dan fungsi seksual wanita yang sedang hamil tersebut. Selain itu, tentu juga dipengaruhi oleh sikap dan perilaku seksual suaminya (Arief, 2008).

Melakukan hubungan seks hingga menjelang persalinan untuk kehamilan normal tidak menjadi masalah. Namun untuk kehamilan yang beresiko tinggi jika aktivitas ini dilakukan bisa menyebabkan bayi lahir prematur (Hadi, 2006).

b. Resiko

Pada waktu hamil hubungan seks harus dihindari pada keadaan keguguran berulang, hamil dengan perdarahan, hamil dengan tanda infeksi, kehamilan dengan ketuban yang telah pecah, atau hamil dengan luka disekitar alat kelamin luar (Manuaba, 1998).

Selain tiga bulan pertama kehamilan, pasangan sebaiknya juga lebih berhati-hati dalam melakukan hubungan seksual pada saat tiga bulan menjelang melahirkan. Sebab, dikhawatirkan terjadi kelahiran dini.

Pada saat wanita mencapai orgasme, terjadi kekejangan pada otot seluruh tubuh, termasuk otot rahim. Kekejangan otot rahim yang terlalu kuat inilah yang bisa mengakibatkan keguguran. Tak jarang, wanita yang tengah hamil mengalami perdarahan setelah berhubungan badan.

(19)

Didalam pembuluh rahim terdapat pembuluh darah yang masuk ke ari-ari. Pembuluh darah inilah yang yang menyuplai oksigen ke bayi. Pada saat wanita orgasme, pembuluh darah ini terjepit. Akibatnya, dikhawatirkan suplai oksigen ke bayi terhambat. Tapi, selama kontraksi yang terjadi tak berkepanjangan, tak ada yang perlu dikhawatirkan.

Karena itulah, wanita yang pernah mengalami keguguran disarankan untuk lebih berhati-hati melakukan hubungan seksual saat hamil, bahkan kalau mungkin dihindari ( Arief, 2008).

c. Frekuensi

Hubungan seksual selama hamil tetap boleh lakukan. Tapi, pada tiga bulan pertama kehamilan, sebaikya frekuensi hubungan seksual tak dilakukan sesering seperti biasanya. Jika hubungan seksual dipaksakan pada masa tiga bulan pertama usia kehamilan, dikhawatirkan bisa terjadi keguguran spontan.

Frekuensi hubungan seksual juga sangat bergantung pada kondisi wanita. Banyak sekali wanita yang sedang hamil tua merasa lelah karena beban yang lebih berat dibandingkan saat usia kehamilannya masih muda (Arief, 2008).

d. Posisi

Perubahan lain yang dapat terjadi pada aktvitas seks adalah pada masa hamil. Keinginan seks pada waktu hamil sebagian besar tidak berubah bahkan sebagian kecil makin meningkat, berkaitan dengan

(20)

meningkatnya hormon estrogen. Oleh karena itu, hubungan seksual waktu hamil bukanlah merupakan halangan. Pada kehamilan makin tua teknik pelaksanaannya agak sulit, karena perut makin membesar. Pada saat itu dapat dilakukan posisi siku lutut wanita. Dikemukakan bahwa menjelang dua minggu persalinan diharapkan jangan melakukan hubungan seks, karena dapat terjadi ketuban pecah dan memulai persalinan (Manuaba, 1998).

Dalam keadaan hamil muda, semua posisi masih mungkin dilakukan, meski tentu mengatur posisi yang paling nyaman. Saat usia kehamilan sudah diatas tujuh bulan, biasanya sudah muncul hambatan karena rahim sudah membesar. Jika segala posisi dipaksakan, tentu akan membebani pihak istri. Karena itu dalam keadaan hamil besar sebaiknya hubungan seksual dilakukan dengan pria pada posisi di belakang wanita.

Hubungan dilakukan sambil berbaring miring menghadap satu arah. Selain lebih mengurangi ketidaknyamanan pada wanita, posisi ini juga bisa mengurangi tekanan pada dinding rahim. Namun terkadang yang menjadi masalah, tak selalu mudah melakukan penetrasi dari belakang.

Posisi hubungan seksual yang disarankan bagi wanita hamil:

1) Pria diatas tapi miring kesalah satu sisi atau bertahan dengan lengan, agar berat badannya tak menekan wanita.

(21)

3) Pria duduk diatas kursi atau tempat tidur dan wanita berada diatasnya. Selain tak membebani kehamilan, posisi ini juga memudahkan wanita mengatur irama hubungan sekaligus mengurangi tekanan di dinding rahim.

4) Pria-wanita berbaring menghadap satu arah dengan posisi wanita di depan pria. Penetrasi pria dilakukan dari arah belakang.

5) Wanita dalam posisi lutut-siku (menungging). Penetrasi dilakukan pria dari belakang.

(Arief, 2008).

e. Manfaat hubungan seksual pada kehamilan

1) Ikatan fisik dan emosional pasangan suami istri karena pasangan suami istri akan memulai perjalanan baru sebagai orang tua. Semakin intim hubungan pasangan, semakin mudah pasangan melewati jalan tersebut.

2) Persiapan otot panggul untuk melahirkan, seks akan membantu otot panggul tetap sehat dan kuat untuk menjalani pengalaman fisik ekstrim yang menunggu penyembuhan otot panggul setelah melahirkan.

3) Kenikmatan, menjadi hamil adalah suatu pengalaman baru dan tidak ada alasan mengapa pengalaman ini tidak dapat sekaligus menjadi pengalaman seksual.

(22)

f. Kontra indikasi melakukan hubungan seksual saat hamil

1) Setiap kali terjadi perdarahan yang tidak diketahui sebabnya. 2) Selama trimester pertama, bila wanita punya riwayat keguguran

atau ancaman keguguran serta menunjukkan tanda-tanda keguguran.

3) Selama 8-12 minggu terakhir, bila wanita punya riwayat keguguran atau ancaman keguguran.

4) Bila membran amnion (selaput ketuban) pecah.

5) Bila terjadi plasenta previa (plasenta terletak didekat atau diatas leher rahim), sehingga dapat keluar terlalu dini pada hubungan seksual, menyebabkan perdarahan yang mengancam ibu serta janinnya.

6) Selama trimester akhir pada kehamilan kembar (Arief, 2008).

(23)

B. Kerangka Teori

Sumber: Lawrence Green ( Notoatmodjo, 2003 ) Gambar 2.3 Kerangka Teori Predisposing Factors:  Pengetahuan  Sikap  Kepercayaan  Nilai  Tingkat pendidikan  Sosial ekonomi Enabling Factors:  Lingkungan fisik  Fasilitas kesehatan Reinforcing Factors:  Perilaku nakes  Sikap Toma  Dukungan sosial PERILAKU KESEHATAN

(24)

C. Kerangka Konsep

(variabel bebas) (variabel terikat)

Gambar 2.4 Kerangka Konsep

D. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara pengetahuan ibu hamil dengan perilaku seksual yang dilakukan selama kehamilan trimester III.

2. Ada hubungan antara sikap ibu dengan perilaku seksual yang dilakukan selama kehamilan trimester III.

Pengetahuan ibu hamil tentang hubungan seksual Sikap ibu hamil terhadap hubungan seksual

Perilaku seksual pada ibu hamil selama

kehamilan trimester III

Gambar

Gambar 2.1 Teori LingkunganNeed/ kebutuhan
Gambar 2.4 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Rencana Strategis Dinas Koperasi, UKM, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Enrekang tahun 2014 – 2018 selanjutnya disebut RENSTRA Dinas Koperasi, UKM dan

Permasalahan mendasar pembelajaran sosiologi di tingkat SMA saat ini adalah proses pembelajaran sosiologi cenderung mengajarkan doktrin norma, moral, etika yang

Buku ilmiah populer Etnobotani Tumbuhan Leucosyke capitellata di Kawasan Hutan Bukit Tamiang Kabupaten Tanah Laut mempunyai nilai 92,71% dengan kriteria sangat valid yang

Departemen Agama Repub lik Indonesia , selanjutnya di sebut sebagai DEPAG, Dan Yayasan Makkah Almukarramah yang didi rikan dengan keputusan Menteri Dalam Negeri

Nilai α merupakan tinggi dari garis trend pada titik rata- rata waktu; dan β merupakan slope atau konstanta. perubahan vertikal

b. Untuk mencapai struktur atom yang stabil, maka ada atom yang cenderung melepaskan elektron dan ada yang cenderung menangkap elektron.. 3) Unsur gas mulia tdk dpt

akan dianalisis dalam penelitian ini berupa kutipan-kutipan (kata, frasa, kalimat naratif, maupun dialog), yang berkaitan dengan tubuh dan penubuhan yang digambarkan

HAK MENDAPATKAN BUKTI PENYERTAAN DALAM FWD ASSET HAK MENDAPATKAN BUKTI PENYERTAAN DALAM FWD ASSET HAK MENDAPATKAN BUKTI PENYERTAAN DALAM FWD ASSET HAK MENDAPATKAN BUKTI PENYERTAAN