• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERIAN AIR SECARA TERPUTUS (Intermittent) PADA PERTANAMAN PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS CIHERANG SERTA PENGARUHNYA TERHADAP HASIL PANEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMBERIAN AIR SECARA TERPUTUS (Intermittent) PADA PERTANAMAN PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS CIHERANG SERTA PENGARUHNYA TERHADAP HASIL PANEN"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

PERTANAMAN PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS CIHERANG SERTA PENGARUHNYA TERHADAP HASIL PANEN

SKRIPSI

MUNAWAROTUL ARDI 140308003

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(2)

i

PEMBERIAN AIR SECARA TERPUTUS (Intermittent) PADA PERTANAMAN PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS CIHERANG

SERTA PENGARUHNYA TERHADAP HASIL PANEN

SKRIPSI

Oleh:

MUNAWAROTUL ARDI

140308003/KETEKNIKAN PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperolehgelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(3)

i

Judul Skripsi : Pemberian Air Secara Terputus (Intermittent) Pada Pertanaman Padi (Oryza sativa L.) Varietas Ciherang Serta Pengaruhnya Terhadap Hasil Panen

Nama : Munawarotul Ardi NIM : 140308003

Program Studi : Keteknikan Pertanian

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Sumono, M.S)

Mengetahui,

(Dr. Taufik Rizaldi, STP, MP) Ketua Program Studi Keteknikan Pertanian

Tanggal Lulus : 14 Oktober 2019

(4)

i Panitia Penguji Skripsi

Prof. Dr. Ir. Sumono, M.S Dr. Ir. Edi Susanto, M.Si Nazif Ichwan, STP, M.Si Dr. Taufik Rizaldi, STP, MP

(5)

i

ABSTRAK

MUNAWAROTUL ARDI : Pemberian Air Secara Terputus (Intermittent) Pada Pertanaman Padi (Oryza sativa L.) Varietas Ciherang Serta Pengaruhnya Terhadap Hasil Panen, dibimbing oleh SUMONO.

Cara pemberian air pada pertanaman padi (Oryza sativa L.) dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi padi (Oryza sativa L.). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemberian air secara terputus (intermittent) pada pertanaman padi (Oryza sativa L.) varietas ciherang serta pengaruhnya terhadap hasil panen. Penelitian dalam skala rumah kaca menggunakan rancangan acak lengkap non faktorial, terdiri dari 3 perlakuan, yaitu perlakuan pemberian air terputus 2 hari, 3 hari, dan 4 hari. Parameter yang diamati meliputi bahan organik tanah, bobot basah tanaman, bobot kering tanaman, bobot basah bulir, bobot kering panen bulir, dan produktivitas hasil penelitian di uji secara statistik menggunakan Analysis Of Varience (ANOVA) dan diteruskan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Hasil penelitian menunjukkan tanah inceptisol bertekstur lempung liat berpasir dan mengandung bahan organik 2,58%. Bobot basah tanaman pemberian air terputus 4 hari memiliki nilai tertinggi 131,27 gr dan bebeda nyata dengan pemberian air terputus 2 hari dan 3 hari. Bobot kering tanaman pemberian air terputus 4 hari tertinggi 27,70 gr dan berbeda nyata dengan pemberian air terputus 2 hari dan 3 hari. Bobot kering panen bulir padi pemberian air terputus 4 hari memiliki nilai tertinggi 23,17 gr dan berbeda nyata diantara ketiga perlakuan. Produktivitas tanaman padi bila dihitung berdasarkan lahan seluas 1 (satu) hektar, tertinggi pada perlakuan pemberian air terputus 4 hari 3,70 ton/ha, namun masih lebih rendah dibandingkan dengan dilapangan.

Kata kunci :padi ciherang, bahan organik, terputus, produktivitas.

ABSTRACT

MUNAWAROTUL ARDI : Intermittent Water Supply on Rice Plantations (Oryza sativa L.) Ciherang Varieties and Its Influence on Yields, supervised by SUMONO.

The supply of water into rice plants (Oryza sativa L.) is able to affect the results of the harvest. The aim of this study was to discuss several methods of intermittent water supply on varieties of ciherang, and its effects on yields. This study on of the greenhouse using non factorial completely randomized design, It consists of three treatments, namely water supply interrupted 2 days, 3 days, and 4 days. The parameters observed, Were soil organic matter, plant wet weight, plant dry weight, dry weight of harvested grain and productivity. The result, of the research were statistically tested using Analysis Of Variance (ANOVA) and continued by Duncan Multiple Range Test (DMRT). The result showed that inceptisol soil had sandy clay texture and contained organic material of 2.58%. The wet weight of the interrupted plants 4 days had the highest value of 131,27 gr and significantly different from the interrupted plants 2 days, and 3 days. The dry weight of the interrupted plants 4 days had the highest value of 27,70 gr and significantly different from the interrupted plants 2 days, and 3 days. The dry weight of discontinuous harvest treatment interrupted plants 4 days had the highest value of 23.17 gr and was significantly different between the three treatments. Productivity of rice plants rice productivity when calculated based on 1 (one) hektare area, the highest level of rice in the treatment on water supply interrupted 4 days 3,70 ton/ha, but still in the lower than in the field.

Key words: ciherang rice, organic materials ,intermittent, productivity.

(6)

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 22 Mei 1996 dari Bapak Muslim dan Ibu Nelyanti. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara.

Tahun 2014 penulis lulus dari MAN 3 Medan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan lulus pada pilihan pertama di Program Studi Keteknikan Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA). Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Jaringan Irigasi Namu Sira-Sira Kanan, Langkat pada bulan Juli sampai Agustus 2017.

(7)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Pemberian Air Secara Terputus (Intermittent) Pada Pertanaman Padi (Oryza sativa L.) Varietas Ciherang Serta Pengaruhnya Terhadap Hasil Panen” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, MS selaku ketua dosen pembimbing yang banyak membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun untuk kesempurnaan pada masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Oktober 2019

Penulis

(8)

iv

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA... 5

Pemberian Air Pada Sawah ... 5

Metode Pemberian Air ... 7

Metode Pemberian Air Terputus ... 8

Tanah Inceptisol ... 11

Tekstur Tanah... 12

Bahan Organik Tanah ... 13

Pemakaian Air ... 15

Padi Varietas Ciherang ... 16

Botani ... 16

Syarat Tumbuh ... 17

Produksi dan Produktivitas ... 19

MOTODOLOGI PENELITIAN ... 22

Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

Bahan dan Alat Penelitian ... 22

Metode Penelitian... 23

Prosedur Penelitian dan Parameter Penelitian... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

Tekstur Tanah... 30

Bahan Organik ... 30

Respon Pertumbuhan Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Terhadap Pemberian Air ... 31

Bobot Basah Tanaman Padi ... 32

Bobot Kering Tanaman Padi ... 33

Bobot Basah Kering Panen Bulir Padi ... 34

KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

Kesimpulan ... 37

Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38 LAMPIRAN

(9)

v

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Kriteria Penilaian Bahan Organik Tanah ... 15

2. Produktivitas IR64, Ciherang, Situ Bagendit, dan Cigeulis pada tujuh lokasi uji multilokasi di Jawa Barat ... 19

3. Hasil Analisa Tekstur Tanah ... 30

4. Hasil Analisa Bahan Organik ... 30

5. Hasil Rata-Rata Tanaman Padi ... 31

6. Uji DMRT Bobot Basah Tanaman Padi... 32

7. Uji DMRT Bobot Kering Tanaman Padi ... 33

8. Uji DMRT Bobot Kering Panen Bulir Padi ... 34

(10)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Flowchart Penelitian... 41

2. Tekstur Tanah Berdasarkan Segitiga USDA... 42

3. Hasil Analisa Bahan Organik ... 43

4. Hasil Analisa Tekstur Tanah ... 44

5. Peta Pengambilan Tanah ... 45

6. Bobot Basah Tanaman Padi ... 46

7. Analisis Sidik Ragam Bobot Basah Tanaman Padi ... 46

8. Bobot Kering Tanaman Padi ... 47

9. Analisis Sidik Ragam Bobot Kering Tanaman Padi ... 47

10. Bobot Kering Panen Bulir Padi ... 48

11. Analisis Sidik Ragam Bobot Kering Panen Bulir Padi ... 48

12. Produktivitas Tanaman Padi ... 49

13. Dokumentasi Penelitian ... 50

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di Negara agraris seperti Indonesia, dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam kesejahteraan kehidupan penduduk Indonesia. Padi merupakan suatu tanaman pangan yang berpotensi ekonomis untuk dikembangkan. Konsumsi padi menepati urutan pertama diantara komoditas pangan yang lainnya. Padi yang menghasilkan beras menjadi tumpuan utama ketahanan pangan nasional (Deptan, 2008).

Beras adalah kebutuhan pokok pangan masyarakat Indonesia. Beras dikonsumsi oleh hampir 95% penduduk Indonesia (Suryana 2004), namun produksi beras sampai sekarang masih belum memenuhi kebutuhan masyarakat dalam negeri. Jumlah penduduk Indonesia yang semakin banyak mengakibatkan permintaan terhadap beras sebagai bahan pangan pokok semakin meningkat.

Untuk memenuhi kebutuhan beras, pemerintah menjalankan programnya berusaha meningkatkan produksi padi dengan mengembangkan sistem irigasi terputus yang baik, melalui rehabilitasi irigasi terputus yang ada maupun pemberian air terputus yang baru.

Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian, yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Tujuan utama irigasi adalah mewujudkan kemanfaatan air yang menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani. Tersedianya air irigasi memberikan

(12)

manfaat dan kegunaan lain, maka dari itu pemerintah menggembangkan irigasi terputus pada padi sawah untuk menghemat air (Mawardi, 2007).

Padi sawah membutuhkan pemberian air terputus yang baik karena padi sawah banyak membutuhkan air dari masa pengolahan tanah dan pertumbuhannya hingga saat mendekati masa panen. Di lapangan tidak selamanya ketersediaan pemberian air terputus mencukupi (terbatas), karena kurangnya curah hujan atau pun tidak seimbangnya ketersediaan air pemberian air terputus dengan luas padi yang akan diairi. Untuk itu perlu dicari metode pemberian air pada sistem pemberian air terputus terbatas yang masih mampu menghasilkan produksi padi yang tinggi. Ada beberapa cara metode pemberian air, yaitu dengan metode macak-macak, intermittent atau berselang, dan penggenangan (Gaol dkk., 2014).

Ketiga metode pemberian air tersebut akan membutuhkan air berbeda dan tentunya berpengaruh terhadap efisiensi pemberian airnya. Varietas padi yang berbeda kemungkinan akan memberikan respon yang berbeda pula terhadap metode pemberian air pemberian air terputus. Hal ini sesuai dari pernyataan Rachmawati dan Retnaningrum (2013) bahwa kebutuhan air tanaman padi ditentukan oleh jenis tanah, kesuburan tanah, iklim (basah atau kering), umur tanaman varietas padi yang ditanam.

Dalam penelitian ini menggunakan tanah inceptisol. Tanah inceptisol dapat disebut tanah muda karena pembentukannya agak cepat sebagai hasil pelapukan bahan induk. Inceptisol mempunyai kandungan liat yang rendah, yaitu

< 8% pada kedalaman 20-50 cm. Tanah Inceptisol digolongkan ke dalam tanah yg mengalami lapuk sedang dan tercuci. Jenis ini menempati hampir 4% dari luas keseluruhan wilayah tropika atau 207 juta hektar. Oleh karena itu sebagian besar

(13)

jenis tanah ini mengalami pelapukan sedang dan tercuci karena pengaruh musim basah dan kering yang sangat mempengaruhi tingkat pelapukan dan pencucian (Salim, 1998).

Jika rata-rata kebutuhan air irigasi sebesar 1 liter/detik/ha dengan 100 hari umur padi, hasil panen beras 3.000 kg/ha. Dari beberapa cara pemberiam air yang selama ini banyak dilakukan, maka untuk pemberian air secara terputus merupakan metode yang paling bijak dalam menghemat air dan sekaligus meningkatkan produksi (Suryana, 2004). Pemberian air secara terputus-putus (intermittent) dapat dilakukan dengan berbagai variasi, bertujuan untuk meningkatkan produksi padi dan efisiensi pemberian air yang tinggi. Tentunya variasi pemberian air dengan metode terputus-putus (intermittent) juga ditentukan oleh jenis tanaman padinya. Varietas tanaman padi sawah yang dibudidayakan pada umumnya adalah Ciherang, Mekongga, serta Inpari dan dari ketiganya varietas Ciherang yang paling banyak digunakan. Padi ciherang merupakan salah satu varietas padi yang unggul, selain itu memiliki karakteristik umur tanaman yang cukup singkat ,yaitu 116 hingga 125 hari (Suprihatno dkk., 2010). Untuk itu perlu dikaji variasi pemberian air secara terputus pada pertanaman padi. Varietas Ciherang yang dapat memberikan hasil panen lebih tinggi dan pemakaian air yang lebih rendah.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Pemberian Air Secara Terputus (Intermittent) Pertanaman Padi (Oryza sativa L.) Varietas Ciherang terhadap Hasil Panen.

(14)

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai syarat untuk menyelesaikan skripsi dan memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Sebagai informasi bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian pada pemberian air secaraterputus (intermittent) pada tanaman padi (Oryza sativa L.) varietas ciherang serta pengaruhnya terhadap hasil panen.

3. Efisiensi Sebagai informasi bagi masyarakat untuk mengetahui pemberian air secara terputus (intermittent) pada tanaman padi (Oryza sativa L.) varietas ciherag serta pengaruhnya hasil panen

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Pemberian Air Pada Sawah

Pemberian air adalah suatu usaha untuk memberikan air guna keperluan pertanian, pemberian dilakukan secara tertib dan teratur untuk daerah pertanian yang membutuhkannya, kemudian setelah dipergunakan, air dibuang ke saluran pembuangan air secara tertib dan teratur pula. Pemberian air bertujuan untuk menambahkan air ke dalam tanah untuk menyediakan cairan yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman, mendinginkan tanah dan atmosfer, sehingga menimbulkan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanaman, menghilangkan zat-zat yang ada dalam tanah yang tidak baik bagi tanaman, melunakkan tanah bagi pengerjaan lahan dan menghindarkan gangguan dalam tanah dan di atas tanah seperti serangan hama dan gulma, serta mengalirkan air yang mengandung zat-zat berguna bagi tanaman (Siregar, 1981).

Varley (1995) membagi pemberian air kedalam beberapa tipe yaitu : a. Pemberian air teknis dan semi teknis, merupakan kategori utama dipandang

dari segi luas sawah yang terpemberian air terputus melalui jaringan saluran primer, sekunder, dan tersier yang biasanya bersumber dari sebuah sungai.

Jaringan pemberian air terputus ini memiliki bangunan permanen (dam, bangunan-bangunan bagi (diversion boxes), bangunan-bangunan pematah arus (break structure), pintu air) dan kemampuan mengukur dan megendalikan aliran air. Pemberian air teknis lebih berkaitan dengan bangunan permanen dan pintu-pintu yang menghubungkan saluran-saluran menurut tingkatannya dibandingkan pemberian air semi teknis, yang sering kali tidak dapat mengukur air.

(16)

b. Pemberian air sederhana, program sederhana ini ditujukan bagi pembangunan dan perbaikan jaringan pemberian air kecil (kurang dari 2000 hektar) melalui teknologi sederhana. Kualitas jaringan pemberian air ini dapat lebih baik dari apa yang disebut pemberian air teknis.

c. Pasang surut, sesungguhnya bukan pemberian air sebab biasanya sangat sedikit atau tidak ada pengendalian aliran air. Tetapi pasang surut memerlukan konstruksi saluran dan O & P

d. Lain-lain, ini adalah kategori “penampungan” dan mengacu pada pemberian air daerah rawa, biasanya terdapat didaerah pedalaman yang tidak terpengaruh oleh pasang surut, maupun air tanah yang beberapa diantaranya dikembangkan oleh perorangan dengan skala kecil dan sebagian disponsori pemerintah.

e. Tadah hujan, ini mengacu pada sawah yang mendapat air dari air curah hujan tanpa pembuatan saluran. Tadah hujan ini tidak dikelola oleh DPU, sawah tadah hujan sering tidak diperhitungkan dengan tepat sebagai sumber produksi beras.

Berdasarkan Keputusan Menteri PU No. 498 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri Pertanian No.79/Permentan/05.140/12/2012 yang menyatakan bahwa jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air pemberian air. Rencana operasi jaringan pemberian air merupakan rancangan upaya untuk memanfaatkan air dan jaringan pemberian air secara optimal seperti pengaturan pintu-pintu pada bangunan air (bendung, bangunan, dll) untuk menyadap air dari sumber air,

(17)

mengalirkan air kedalam jaringan pemberian air, memasukkan air ke petak-petak sawah serta membuang kelebihan air ke saluran pembuang.

Jaringan irigasi berfungsi untuk mendistribusikan air dari sumbernya ke areal pertanian. Pemberian airdimaksudkan untuk menjamin target produksi dapat dicapai dan penggunan air sesuai dengan keperluan air tanaman dengan biaya operasi dan pemeliharaan minimal (Majuar, 2013).

Pemberian air diberikan menurut interval waktu tertentu agar kelembaban tanah dapat selalu terjaga dari titik kritisnya. Bila pemberian air terputus diberikan setelah kelembaban tanah mencapai titik kritisnya maka tanaman akan mengalami cekaman air (stress air) yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Frekuensi pemberian air tidak berpengaruh terhadap hasil gabah isi padi sawah, tetapi penggunaan pemberian air berkala tentunya lebih menguntungkan daripada pemberian air secara terus-menerus atau tergenang (Borrell dkk., 1998).

Sistem pemberian air penggenangan terus-menerus pada padi sawah menyebabkan banyaknya air yang terbuang, terutama ketika kanal rusak atau tidak terawat. Pemberian air terputus intermittent dengan menjaga air tetap macak- macak bahkan terkadang kering dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air.

Efisiensi penggunaan air pada budidaya padi sawah dengan kondisi tidak tergenang sebesar 19,581% sedangkan pada pengairan penggenangan terus- menerus efisiensinya sebesar 10,907% (Sumardi dkk., 2007).

Metode Pemberian Air

Purba (2011) menyatakan bahwa ada 3 (tiga) macam cara pemberian air pemberian air terputus untuk padi, yaitu penggenangan air, macak- macak dan pengaliran air terputus-putus.

(18)

1. Pemberian Air Untuk Menjaga Tinggi Genangan

Penggenangan air pemberian air terputus dapat dilakukan secara terus- menerus dengan ketinggian yang sama sepanjang pertumbuhan tanaman. Keadaan ini bisa dilakukan apabila jumlah air yang tersedia dalam kondisi yang cukup.

Dengan tinggi genangan kurang dari 5 cm maka diperoleh produksi yang tinggi dan air lebih efisien (hemat).

2. Pemberian Air Secara Macak-macak

Cara pemberian ini dilakukan macak-macak dengan tinggi genangan 0,5 cm, bila air terdapat dalam jumlah yang melimpah. Air dialirkan dari petak sawah ke petak lainnya melalui batang bambu atau lubang di pematang sepanjang masa pertumbuhan tanaman.

3. Pemberian Air Secara Terputus-putus

Pemberian air secara terputus-putus adalah cara memberikan dengan penggenangan yang diselingi dengan pengeringan (pengaturan) pada jangka waktu tertentu, yaitu saat pemupukan dan penyiangan. Cara ini disarankan karena dapat meningkatkan produksi dan menghemat penggunaan air.

Metode Pemberian Air Terputus-Putus

Intermittent adalah salah satu cara pemberian ke petak sawah yang

didasarkan pada interval waktu tertentu dengan debit dan luas area yang sudah ditetapkan terlebih dahulu sehingga diperoleh hasil yang optimal. Intermittent berfungsi untuk mempertahankan lapisan permukaan tanah tetap jenuh karena itu genangan di atas sawah tetap dipertahankan (Huda, 2012).

Pemberian air pada waktu dengan tinggi tertentu dan dihentikan pada waktu tertentu dan seterusnya. Pemberian air secara terputus - putus bisa dihitu

(19)

ng dengan menggunakan rumus : I = 2,5 : 3 : 2: 2, artinya tinggi air diberikan 2,5 cm dalam petakan sawah; diberikan selama 3 hari berturut-turut;

kemudian dikeringkan selama 2 hari berturut-turut dan air dihentikan sepenuhnya 2 minggu sebelum panen. Selain itu pemberian air terputus-putus dapat juga dilakukan dengan cara : (a). penggenangan air selama 30 hari sebelum tanam, bertujuan membantu proses pelapukan sisa akar, jerami padi atau gulma dan mempermudah dalam proses pengolahan lahan; (b). pengeringan lahan selama 3 sampai 5 hari, bertujuan agar butiran lumpur dapat melengket satu sama lainnya;

(c). pemberian air selama 2 sampai 3 hari sebelum tanam, bertujuan mempermudah pemberian pupuk dasar dan mempermudah penenaman; (d). tinggi genangan pada fase anakan 2,5 cm; (e). fase primordia tinggi genangan 7 sampai 10, tujuannya pada fase primordia ini kelembaban suhu tanaman perlu dijaga agar proses pembentukan bakal malai tidak terganggu; (f). fase pengisian malai tinggi genangan 5 cm dan (g). sawah dikeringkan 2 minggu sebelum panen, bertujuan agar pemasakan malai padi merata (Sesbany, 2010).

Metode SRI (System of Rice Intensification) pada budidaya padi dilakukan dengan memberikan air pemberian air terputus secara terputus-putus (intermittent). Pemberian air terputus diberikan pada saat tanah cukup kering

(batas bawah) sampai genangan dangkal (batas atas). Setelah batas atas tercapai pemberian air terputus dihentikan dan genangan air di lahan dibiarkan berkurang hingga batas bawah kembali tercapai. Batas atas pemberian air terputus adalah macak-macak atau genangan (Suryana, 2004).

Metode SRI (System of Rice Intensification) pada budidaya padi dilakukan dengan memberikan air pemberian air terputus secara terputus (intermittent).

(20)

Metode pemberian air terputus ini disertai metode pengelolaan tanaman yang baik dapat meningkatkan produktivitas tanaman padi hingga 30-100% bila dibandingkan dengan menggunakan metode pemberian air terputus kovensional (tergenang terus-menerus). Pemberian air terputus diberikan pada saat tanah cukup kering (batas bawah) Sampai genangan dangkal (batas atas). Setelah batas atas tercapai, pemberian air terputus dihentikan dan genangan air di lahan dibiarkan berkurang hingga batas bawah kembali tercapai. Batas atas pemberian air terputus adalah macak-macak (pada fase vegetatife) atau genangan 2 cm (pada fase generatife) (Suprihatno dkk., 2010).

Dari hasil penelitian Regazoni dkk., (2016) menggunakan pemberian air terputus pipa dalam penelitiannya. Air yang diberikan pada petak sawah konvensional digenangi terus menerus setinggi 2 cm dari awal penanaman sampai 85 HST dan pengeringan sawah dilakukan saat pemupukan dan pada masa persiapan panen (86 - 100 HST). Petak SRI air diberikan secara terputus-putus (intermittent) dari awal penanaman sampai 85 HST. Penggenangan sawah setinggi 2 cm dilakukan hanya saat dilakukan penyiangan dan pengeringan sawah dilakukan pada masa persiapan panen (86 – 100 HST).

Dari hasil penelitian Pinem (2016) didapat hasil peroleh pada metode terputus-putus bobot kering tanaman padi sebesar 87,5 dan bobot basah sebesar 161,66. Pada metode macak-macak bobot kering tanaman 84,1 dan bobot basah 160. Pada metode penggenangan bobot kering tanaman 77,5 dan bobot basah 156,6. dapat dilihat bahwa bobot basah untuk metode terputus lebih besar daripada bobot basah pada metode macak-macak dan pada metode penggenangan.

Begitu juga dengan bobot kering untuk metode terputus lebih besar dari pada

(21)

bobot kering metode macak-macak dan metode penggenangan. Sehingga dapat dilihat bahwa metode terputus lebih optimal daripada metode macak-macak dan metode penggenangan. Dari hasil penelitian Pinem (2016) dia melakukan penelitian di rumah kaca, sehingga perlu dilakukan penelitian kembali dilahan, dan perlu memperlama waktu pengeringan untuk metode terputus-putus untuk bibit padi varietas unggul lainnya.

Tanah Inceptisol

Inceptisol (inceptum atau permulaan) dapat disebut tanah muda karena

pembentukannya agak cepat sebagai hasil pelapukan bahan induk. Inceptisol mempunyai kandungan liat yang rendah, yaitu < 8% pada kedalaman 20-50 cm.

Tanah Inceptisol digolongkan ke dalam tanah yg mengalami lapuk sedang dan tercuci. Jenis ini menempati hampir 4% dari luas keseluruhan wilayah tropika atau 207 juta hektar. Oleh karena itu sebagian besar jenis tanah ini mengalami pelapukan sedang dan tercuci karena pengaruh musim basah dan kering yang sangat mempengaruhi tingkat pelapukan dan pencucian (Salim, 1998).

Sifat fisik dan kimia tanah Inceptisol antara lain; bobot jenis 1,0 g/cm3, kalsiumkarbonat kurang dari 40 %, kejenuhan basa kurang dari 50 % pada kedalaman 1,8 m, COLE (Coefficient of Linear Extensibility) antara 0,07 dan 0,09, nilai porositas 68 % sampai 85 %, air yang tersedia cukup banyak pada 0,1 – 1 atm (Resman dkk., 2006). Karakteristik tanah Inceptisol memiliki solum tanah agak tebal yaitu 1-2 meter, warna hitam atau kelabu sampai dengan cokelat tua, tekstur pasir, debu, dan lempung, struktur tanah remah konsistensi gembur, pH 5,0 sampai 7,0, bahan organik cukup tinggi (10% sampai 31%), kandungan unsur hara

(22)

yang sedang sampai tinggi, produktivitas tanahnya sedang sampai tinggi (Nuryani, 2003).

Inceptisol yang banyak dijumpai pada tanah sawah memerlukan masukan

yang tinggi baik untuk masukan anorganik (pemupukan berimbang N, P, dan K) maupun masukan organik (pencampuran sisa panen kedalam tanah saat pengolahan tanah, pemberian pupuk kandang atau pupuk hijau) terutama bila tanah sawah dipersiapkan untuk tanaman palawija setelah padi. Kisaran kadar C- Organik dan kapasitas tukar kation (KTK) dalam inceptisol dapat terbentuk hampir di semua tempat, kecuali daerah kering, mulai dari kutub sampai tropika (Munir, 1996).

Tekstur Tanah

Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan kempuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Tektur tanah akan mempengaruhi kemampuan tanah menyimpan dan menghantarkan air, menyimpan dan menyediakan hara tanaman. Tanah bertekstur pasir yaitu tanah dengan kandungan pasir > 70 %, prositasnya rendah ( 35 % kemampuan menyimpan air dan hara tanaman tinggi. Air yang ada diserap dengan energi yang tinggi, sehingga liat sulit dilepaskan terutama bila kering sehingga kurang tersedia untuk tanaman. Tanah liat juga disebut tanah bobot karena sulit diolah, tanah berlempung, merupakan tanah dengan proporsi pasir, debu, dan liat sedemikian rupa sehingga sifatnya berada diantara tanah berpasir dan berliat. Jadi aerasi dan tata udara serta udara cukup baik, kemampuan menyimpan dan menyediakan air untuk tanaman tinggi. Mineral liat merupakan kristal yang terdiri dari susunan silika tetrahedral dan alumia oktahedral. Didalam tanah selain dari mineral liat,

(23)

muatan negatif juga berasal dari bahan organik. Muatan negatif ini berasal dari inonisasi hidrogen pada gugusan karboksil atau penolik (Islami dan Utomo, 1995).

Tekstur tanah, biasa juga disebut besar butir tanah, termasuk salah satu sifat tanah yang paling sering ditetapkan. Hal ini disebabkan karena tekstur tanah berhubungan erat dengan pergerakan air dan zat terlarut, udara, pergerakan panas, bobot volume tanah, luas permukaan spesifik (specific surface), kemudahan tanah memadat (compressibility), dan lain-lain (Hillel, 1982).

Bahan Organik Tanah

Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah, yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik penting dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap struktur tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah yang diperlakukan. Pada tanah lempung yang berat, terjadi perubahan struktur gumpal kasar dan kuat menjadi struktur yang lebih halus tidak kasar, dengan derajat struktur sedang hingga kuat, sehingga lebih mudah untuk diolah. Komponen organik seperti asam humat dan asam sulvat dalam hal ini berperan sebagai sementasi pertikel lempung dengan membentuk komplek lempung-logam-humus (Stevenson, 1982).

Pada tanah pasiran bahan organik dapat diharapkan merubah struktur tanah dari berbutir tunggal menjadi bentuk gumpal, sehingga meningkatkan derajat struktur dan ukuran agregat atau meningkatkan kelas struktur dari halus menjadi sedang atau kasar. Bahkan bahan organik dapat mengubah tanah

(24)

yang semula tidak berstruktur (pejal) dapat membentuk struktur yang baik atau remah, dengan derajat struktur yang sedang hingga kuat (Scholes dkk., 1994).

Mekanisme pembentukan agregat tanah oleh adanya peran bahan organik ini dapat digolongan dalam empat bentuk: (1) Penambahan bahan organik dapat meningkatkan populasi mikroorganisme tanah baik jamur dan actinomycetes. Melalui pengikatan secara fisik butir-butir primer oleh miselia jamur dan actinomycetes, maka akan terbentuk agregat walaupun tanpa adanya fraksi lempung; (2) Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara bagian–bagian positip dalam butir lempung dengan gugus negatif (karboksil) senyawa organik yang berantai panjang (polimer);

(3) Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara bagianbagian negatif dalam lempung dengan gugusan negatif (karboksil) senyawa organik berantai panjang dengan perantaraan basa-basa Ca, Mg, Fe dan ikatan hidrogen; (4) Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara bagian-bagian negatif dalam lempung dengan gugus positif (gugus amina, amida, dan amino) senyawa organik berantai panjang (polimer) (Seta, 1987).

Penetapan bahan organik di laboratorium dapat dilakukan salah satunya dengan metode Walkley & Black. Prinsip Metode Walkley & Black adalah C- organik dihancurkan oleh oksidasi Kalium bikromat yang berlebih akibat penambahan asam sulfat. Kelebihan kromat yang tidak direduksi oleh C-organik tanah kemudian ditetapkan dengan jalan titrasi dengan larutan ferro. C-organik

(25)

dapat dihitung dengan Persamaan (1) dan kriteria penilaian bahan organik dapat dilihat pada Tabel 1.

rganik ( ) ,

,

………..( )

Dimana :

%C- Organik : Persentase kandungan C-Organik

T : Volume titrasi Fe (NH4)2(SO4) 0,5 N dengan tanah S : Volume titrasi Fe (NH4)2(SO4) 0,5 N blanko (tanpa tanah) BCT : Bobot Contoh Tanah

ahan rganik –organik , ……….………..(2) (Mukhlis, 2007).

Tabel 1 Kriteria penilaian bahan organik tanah

Kriteria % C- Organik

Sangat Rendah < 1,00

Rendah 1,00 – 2,00

Sedang 2,01 – 3,00

Tinggi 3,01 – 5,00

Sangat Tinggi >5,00

(Staff Pusat Penelitian Tanah, 1983).

Pemakaian Air

Air adalah sumber daya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup semua makhluk hidup. Air juga sangat diperlukan untuk kegiatan industri, perikanan, pertanian dan usaha-usaha lainnya. Dalam penggunaan air sering terjadi kurang hati-hati dalam pemakaian dan pemanfaatannya sehingga diperlukan upaya untuk menjaga keseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air melalui pengembangan, pelestarian, perbaikan dan perlindungan.

(Purba, 2011).

(26)

Pemakaian air pada awalnya dikeringkan selama ± 10 hari sejak pindah tanam, sampai permukaan sawah retak-retak, tapi tidak sampai kering. Setelah masa pengeringan cukup, lahan diairi sedalam 2 cm, kemudian dibiarkan sampai lahan mengering sendiri. Pergantian antara pengeringan dan pengairan pada pola SRI dilakukan sebanyak 6-7 kali selama musim tanam dengan masa pengeringan 6-10 hari. Khusus untuk pengairan yang terakhir yang dimulai sejak sebelum fase primodia, lahan sawah digenangi terus menerus dan proses pematangan gabah bisa lebih cepat dan merata. Sedangkan pemberian air yang cukup lama sejak sebelum fase primodia, bertujuan untuk menekan pertumbuhan anakan yang sudah tidak lagi diperlukan, merberikan cukup air bagi pembentukan bunga dan pembentukan bulir padi. Berkaitan pada penggenangan pada saat penyiangan, air pemberian air terputus diberikan sampai genangan 2 cm untuk memudah kan alat operasi penyiangan. Setelah penyiangan selesai biasanya sawah dibiarkan menjadi macak-macak dengan sendirinya (Mulyadi dkk.,2001)

Padi Varietas Ciherang

Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan utama di Indonesia dengan tingkat produksi maupun konsumsi padi selalu menempati urutan pertama diantara komoditas pangan lainnya, yang menghasilkan beras sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia pada umumnya. Sekitar 90%

penduduk Indonesia menggunakan beras sebagai bahan pangan pokok karena beras dapat menyumbangkan 40-80% kalori dan 45-55% protein. Sumbangan beras dalam mengisi kebutuhan gizi tersebut makin besar pada lapisan penduduk berpenghasilan rendah (Koswara, 2009).

(27)

1. Botani

Padi merupakan tanaman pangan yang dimasukan ke dalam familia Gramineae. Tanaman padi banyak dibudidayakan masyarakat karena buahnya

banyak dikonsumsi sebagai bahan makanan pokok yaitu beras. Menurut De Datta (1981) klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut:

Regnum : Plantae

Division : Spermatophyta Sub-divisio : Angiospermae

Classis : Monikotil (monocotyledoneae) Ordo : Glumiflorae (Poales)

Familia : Gramineae (Poaceae) Sub-familia : Oryzoideae

Genus : Oryza

Species : Oryza sativa L. Varietas Ciherang 2. Syarat Tumbuh

Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki satu tahun sekitas 1500-2000 mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah 23oC dan tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi bekisar antara 0-1500 m dpl. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam jumlah yang cukup, padi dapat tumbung dengan baik pada

(28)

tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 18-22 cm dengan pH antara 4-7 (Siswoputranto, 1976).

Faktor-faktor yang menentukan jarak tanaman padi sawah tadah huajn tergantung pada:

a) Jenis tanaman

Jenis padi banyak menghasilkan anakan. Jumlah anakan yang banyak memerlukan jarak tanam yang lebih besar, sebaliknya jenis padi yang memiliki jumlah anakan sedikit memerlukan jarak tanam yang lebih sempit.

b) Kesuburan tanah

Penyerapan hara oleh akar tanaman padi akan mempengaruhi penentuan jarak tanam, sebab perkembangan akar atau tanaman itu sendiri pada tanah yang subur lebih baik dari pada perkembangan akar atau tanaman pada taah yang kurang subur. Air yang diberikan dalam jumlah cukup sebenarnya bermanfaat juga untuk mencegah pertumbuhan gulma, menghalau wereng yang bersembunyi di batang padi sehingga lebih mudah disemprot dengan peptisida, serta mengurangi serangan hama (Siregar dan Hardian, 1987).

Kondisi yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu posisi topografi yang berkaitan dengan kondisi hidrologi, porositas tanah yang rendah dan tingkat keasaman tanah yang netral, sumber air alam, serta kanopinas modifikasi sistem alam oleh kegiatan manusia.

Tanaman padi dapat tumbuh di lahan yang pasang surut. Hanya saja padi yang ditanam di lahan ini haruslah yang toleran terhadap keadaan air yang asin. Hal ini

(29)

disebabkan masuknya air laut ke lahan pertanaman padi (Suparyono dan Setyono, 1997).

3. Produksi dan Produktivitas

Salah satu cara untuk meningkatkan potensi produksi pertanian adalah dengan menggunakan pemberian air terputus yang efisien. Sumber air dan lahan yang menguntungkan dalam pemberian air terputus pertanian adalah salah satu yang penting dalam memajukan pertanian. Dengan menggunakan metode pemberian air terputus yang layak dan tepat pelaksanaanya, waktu dan pengaplikasian air yang benar dan pengangkutan air pemberian air terputus yang tepat sehinga meminimalkan air terbuang. Dan cara ini dapat membuat produksi pertanian meningkat (Mandal dan Jana, 2000).

Tabel 2 Produktivitas IR64, Ciherang, Situ Bagendit, dan Cigeulis pada tujuh lokasi uji multilokasi di Jawa Barat

Varietas Produktivitas (t/ha)

Cigeulis 6,62

Ciherang 6,42

Situ Bagendit 6,42

IR64 6,26

Sumber: BPTP Jawa Barat (2007)

Produktivitas varietas Cigeulis 6,61 t/ha, Ciherang 6,42 t/ha, Situ Bagendit 6,42 t/ha, dan IR64 6,26 t/ha (Tabel 2). Varietas Ciherang masih memiliki liki keunggulan dalam hal produktivitas, rasa nasi, segmen pasar, dan umur relatif genjah, sehingga varietas unggul yang baru sulit berkembang apabila tidak memiliki potensi hasil tinggi, harga jual tinggi, rasa nasi enak, tahan hama penyakit dan umur genjah. Varietas Cigeulis dan Situ Bagendit memiliki potensi untuk berkembang di Jawa Barat karena memiliki sifat-sifat yang hampir sama dengan Ciherang. Pada kegiatan Prima Tani di Kabupaten Kuningan, varietas

(30)

Cigeulis, Cibogo, dan Situ Bagendit memberikan hasil yang tinggi, masing- masing 6,8, 9,0, dan 6,53 t/ha (Badan Litbang Pertanian 2007).

De Datta (1981) menyatakan bahwa upaya untuk meningkatkan produksi pertanian (padi) telah banyak dilakukan baik oleh pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan perguruan tinggi. Akan tetapi didalam pelaksanaannya diperoleh fakta bahwa hasil potensial produksi padi berbeda dengan hasil nyata yang diperoleh petani. Perbedaan hasil ini secara garis besar disebabkan oleh dua faktor yaitu:

1. Faktor non-teknis yaitu keadaan yang menghalangi petani untuk menggunakan teknologi yang direkomendasikan yang meliputi: pengetahuan petani sebagai indikatornya pengalaman petani didalam berusaha tani, prasarana transportasi sebagai indikatornya adalah jarak lahan garapan dengan tempat tinggal petani.

2. Faktor teknis sebagai indikatornya adalah ketersediaan air pemberian air terputus. Dimana faktor non-teknis dan faktor teknis tersebut akan mempengaruhi pertimbangan petani sebagai menajer untuk mengambil keputusan dalam penggunaan input seperti bibit, pupuk, tenaga kerja, dan obat-obatan. Dengan demikian faktor-faktor non-teknis dan faktor teknis bekerja secara simultan (besama-sama) akan menentukan petani dalam penggunaan pupuk, tenaga kerja efektif, dan obat-obatan yang akan menetukan tingkat produksi dan produktivitas usaha tani padi sawah.

Salah satu upaya peningkatan produktivitas tanaman padi adalah dengan mencukupkan kebutuhan haranya. Pemupukan bertujuan untuk menambah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman sebab unsur hara yang terdapat di dalam tanah

(31)

tidak selalu mencukupi untuk memacu pertumbuhan tanaman secara optimal. Penggunaan pupuk kimia secara terus menerus menyebabkan peranan pupuk kimia tersebut menjadi tidak efektif. Kurang efektifnya peranan pupuk kimia dikarenakan tanah pertanian yang sudah jenuh oleh residu sisa bahan kimia. Selama ini petani cenderung menggunakan pupuk anorganik secara terus-menerus. Pemakaian pupuk anorganik yang relatif tinggi dan terus-menerus dapat menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan tanah, sehingga menurunkan produktivitas lahan pertanian.

Menurut Varley (1995) faktor-faktor yang sangat mempengaruhi produktivitas padi adalah faktor pemberian air terputus. Pemberian air terputus mempunyai dampak yang sangat besar terhadap hasil produksi padi. Salah satu pendekatan sederhana adalah memperkirakan perubahan yang diharapkan akan terjadi sekiranya investasi di bidang pemberian air terputus memang memberikan sumbangan besar terhadap peningkatan produksi padi. Karena pemberian air terputus sangat menguntungkan bagi tanaman pada musim kemarau baik dari segi luas areal yang ditanami maupun hasil yang dicapai.

(32)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juli 2018 di Rumah Kaca dan Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Pengambilan sampel tanah inceptisol dilakukan di Kampus 2 USU Kwala Bekala (Lampiran 5).

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit padi varietas Ciherang untuk objek yang akan ditanam, air digunakan untuk memantapkan tanah dan menyiram tanaman, tanah inceptisol digunakan untuk menanam padi, polybag ukuran 10 kg sebagai wadah untuk tanah.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul yang digunakan untuk menggali tanah, oven untuk mengeringkan bulir padi, timbangan untuk menghitung bobot bulir padi, sekop untuk memasukkan tanah kedalam polybag ukuran 10 kg, pengayak tanah digunakan untuk menyaring tanah agar

lebih halus, penggaris digunakan untuk mengukur kedalaman air, jaring digunakan sebagai pelindung tanaman dari hama, tali sebagai perekat antar sambungan jaring, thermometer digunakan untuk mengukur suhu rumah kaca, pancang kayu sebagai pondasi untuk pembuatan jaring hama, pisau, ember dan gembor digunakan untuk menyiram tanaman, stopwatch untuk menghitung waktu perkolasi tanaman, alat tulis dan kalkulator sebagai media untuk membuat perhitungan data penelitian, kamera digital untuk mendokumentasikan selama penelitian.

(33)

Metode Penelitian

Metode penelitian menggunakan metode eksperimen di Rumah Kaca dan analisa Hasil Produksi dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan rancang acak lengkap non faktorial dengan 3 perlakuan sebagai berikut :

Ulangan pada RAL :

t(n- ) ……….( ) dimana :

t = banyaknya perlakuan n = banyaknya ulangan = derajat bebas galat RAL ( )

Jadi, dalam penelitian ini menggunakan 6 ulangan Perlakuan :

1. P1: 2,5 : 3: 2 :2 = tinggi air diberikan 2,5 cm pada polybag, diberikan selama 3 hari berturut – turut kemudian dikeringkan selama 2 hari berturut – turut dan air dihentikan 2 minggu sebelum panen.

2. P2: 2,5: 3 :3 :2 = tinggi air diberikan 2,5 cm pada polybag, diberikan selama 3 hari berturut – turut kemudian dikeringkan selama 3 hari berturut – turut dan air dihentikan 2 minggu sebelum panen

(34)

3. P3: 2,5: 3 : 4 : 2 = tinggi air diberikan 2,5 cm pada polybag, diberikan selama 3 hari berturut – turut kemudian dikeringkan selama 4 hari berturut – turut dan air dihentikan 2 minggu sebelum panen.

Total perlakuan adalah 3 perlakuan metode pemberian air terputus dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 6 kali, sehingga terdapat 18 satuan percobaan.

ŷij = µ+αi+

ε

ij... (4)

Keterangan:

Yij = hasil pengamatan dari faktor pemberian air terputus pada taraf ke-i dan ulangan ke-j

µ = nilai tengah sebenarnya

αi = pengaruh faktor pemberian air terputus pada taraf ke-i

ε

ij = pengaruh galat pada perlakuan pemberian air terputus padi taraf ke-i dan

taraf ulangan ke-j

Analysis Of Variance (ANOVA) dilakukan untuk menguji bobot basah

tanaman dan bobot kering tanaman serta bobot kering panen bulir padi.

Prosedur Penelitian dan Parameter Penelitian

1. Mengambil Sampel di Lapangan dan Penelitian di Rumah Kaca

a. Mengambil sampel tanah sebanyak ± 300 kg, kemudian dikering anginkan.

b. Mengayak tanah dengan ayakan 10 mesh.

c. Menimbang tanah yang sudah diayak sebanyak 10 kg, kemudian dimasukkan ke dalam polybag ukuran 10 kg dengan tanah sawah jenis

(35)

inceptisol, kondisi tanah diusahakan disesuaikan dengan kondisi

lapangan.

d. Menyiram tanah dalam polybag hingga jenuh untuk pemantapan tanahnya, melakukan penyiraman terus-menerus sampai tanah mantap, kriteria tanah mantap yaitu tidak terjadi lagi penurunan ketebalan tanah dan air yang terdrainase konstan.

e. Menyeleksi benih dengan cara perendaman benih dalam larutan air selama 24 sampai 48 jam.

f. Mengambil benih yang tenggelam, lalu dicuci dan disiapkan untuk disemaikan, sedangkan benih yang mengapung dapat dibuang.

g. Memisahkan benih dan dikering anginkan selama 24 jam.

h. Menanam benih padi yang telah dikering anginkan ke polybag ukuran 10 kg.

j. Menanam padi secara tunggal (1 biji/polybag) agar memperoleh banyak anakan (tunas), dalam kondisi kapasitas lapang.

k. Menanam benih secara dangkal dan tidak tergenang air.

l. Meletakkan semaian padi kedalam polybag.

m. Melakukan pemeliharaan tanaman dan memeriksa apakah ada tanaman yang mati (segera diganti dengan tanaman yang baru).

n. Melakukan pemberian air dengan cara terputus (Intermittent) pada polybag.

2. Pengujian di laboratorium

(36)

a. Menganalisis tekstur tanah dengan metode hydrometer dan menentukan tekstur dengan menggunakan segitiga USDA. Adapun cara kerjanya sebagai berikut:

1. Menimbang 50 g tanah kering udara yang telah diayak dengan ayakan 10 mesh, kemudian masukkan ke Erlenmeyer 1 liter.

2. Menambahkan air biasa sampai dengan 250 ml, 10 ml Na4P2O710H2O 1 N, dikocok sampai rata, dibiarkan semalam.

3. Mengguncang selama 15 menit pada alat pengguncang

4. Memindahkan tanah ke dalam silinder 500 cc dan menambahkan aquadest sampai tanda garis.

5. Mengocok selinder sebanyak 20 kali sebelum pembacaan, bila perlu tambahkan Amyl alkohol untuk menghilangkan buih yang dapat mengganggu pembacaan.

6. Memasukan Hydrometer ke dalam silinder dengan hati-hati untuk pembacaan I setelah 40 detik dari saat pengocokan.

7. Setelah 2 jam masukan lagi Hydrometer untuk pembacaan II, untuk memperoleh liat.

8. Hitung persentase pasir, liat dan debu

9. Menentukan tekstur tanah dengan menggunakan segitiga USDA.

b. Menganalisis bahan organik dengan metode Walkley &Black

1. Menimbang 0,5 g tanah kering udara, kemudian dimasukan tanah kedalam Erlenmeyer 500 cc.

2. Menambahkan 5 ml K2Cr2O7 N (pergunakan pipet) lalu diguncang dengan tangan.

(37)

3. Menambahkan 10 ml H2SO4 pekat, kemudian diguncang 3-4 menit, selanjutnya diamkan selama 30 menit.

4. Menambahkan 100 ml air suling dan 5 ml H3PO4 85 %, NaF 4 % 2,5 ml, kemudian menambahkan 5 tetes diphenylamine, diguncang sampai larutan berwarna biru tua.

5. Mentitrasikan dengan Fe(NH4)2(SO4)2 0,5 N dari buret hingga warna berubah menjadi hijau.

6. Melakukan kerja No. 2 s/d 5 (tanpa tanah) untuk mendapatkan vol.

titrasi Fe(NH4)2(SO4)2 0,5 N untuk blanko.

7. Menghitung persen C-organik menggunakan Persamaan (1) 8. Menghitung persen bahan organik menggunakan Persamaan (2) 3. Melakukan Pemberian Terputus 2 hari

a. Memberikan air pada tanaman sampai ketinggian 2,5 cm pada hari pertama

b. Memberikan air pada tanaman yang sudah berkurang pada hari pertama untuk mendapatkan tinggi genangan 2,5 cm kembali

c. Memberikan air tanaman untuk mencapai tinggi genangan 2,5 cm kembali

d. Melakukan pemberhentian air selama 2 hari setelah hari ke tiga pemberian air dan kemudian dilanjutkan kembali memberikan air sampai 2 minggu sebelum panen

e. Kemudian 2 minggu sebelum panen air dihentikan seluruhnya 4. Melakukan Pemberian Terputus 3 hari

(38)

a. Memberikan air pada tanaman sampai ketinggian 2,5 cm pada hari pertama

b. Memberikan air pada tanaman yang sudah berkurang pada hari pertama untuk mendapatkan tinggi genangan 2,5 cm kembali

c. Memberikan air tanaman untuk mencapai tinggi genangan 2,5 cm kembali

d. Melakukan pemberhentian air selama 3 hari setelah hari ke tiga pemberian air dan kemudian dilanjutkan kembali memberikan air sampai 2 minggu sebelum panen

e. Kemudian 2 minggu sebelum panen air dihentikan seluruhnya 5. Melakukan Pemberian Terputus 4 hari

a. Memberikan air pada tanaman sampai ketinggian 2,5 cm pada hari pertama

b. Memberikan air pada tanaman yang sudah berkurang pada hari pertama untuk mendapatkan tinggi genangan 2,5 cm kembali

c. Memberikan air tanaman untuk mencapai tinggi genangan 2,5 cm kembali

d. Melakukan pemberhentian air selama 4 hari setelah hari ke tiga pemberian air dan kemudian dilanjutkan kembali memberikan air sampai 2 minggu sebelum panen

e. Kemudian 2 minggu sebelum panen air dihentikan seluruhnya 6. Menghitung bobot basah dan bobot kering tanaman

a. Menimbang bobot basah tanaman

(39)

d. Mengeringkan tanaman padi menggunakan oven dengan suhu 700C selama 48 jam

e. Menimbang bobot kering tanaman

Dilakuan hasil pengujian hasil pengukuran bobot basah dan bobot kering tanaman dengan ANOVA pada tingkat signifikasi α , dengan hipotesis :

Ho : Tidak ada perbedaan yang signifikan bobot kering tanaman dengan 3 cara pemberian air

Ha : Ada perbedaan yang signifikan bobot kering tanaman diantara dengan 3 cara pemberian air

7. Menghitung bobot kering panen bulir

a. Menimbang bobot kering panen bulir padi

Dilakuan hasil pengujian hasil pengukuran bobot kering panen bulir padi dengan ANOVA pada tingkat signifikasi α ,

dengan hipotesis :

Ho : Tidak ada perbedaan yang signifikan bobot kering panen bulir padi dengan 3 cara pemberian air

Ha : Ada perbedaan yang signifikan bobot kering panen bulir padi diantara dengan 3 cara pemberian air

Lalu dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) terhadap hasil uji dari ANOVA, apabila terdapat perbedaan yang signifikan dari tiga cara pemberian air tersebut, terhadap bobot basah dan bobot kering tanaman padi serta bobot kering panen bulir padi.

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tekstur Tanah

Hasil analisa tekstur tanah, dapat diketahui bahwa tanah inceptisol bertekstur lempung liat berpasir (Tabel 3) dan hasil laboraturiumnya disajikan pada Lampiran 4

Tabel 3 Hasil analisa tekstur tanah.

Jenis Tanah

Fraksi

Tekstur Tanah Pasir (%) Debu (%) Liat (%)

Inceptisol 53.28 15.56 31.16 Lempung Liat Berpasir Dari Tabel 3 diketahui bahwa tekstur tanah inceptisol bertekstur lempung liat berpasir dapat dilihat dari perbandingan fraksi pasir, debu, dan liat dimana fraksi pasir lebih besar pada tanah inceptisol ini dibandingkan dengan fraksi debu dan liat. Tanah yang didominasi oleh partikel pasir umumnya memiliki kemampuan menahan air yang rendah dan tidak memiliki sifat plastis dan lekat.

Menurut Hillel (1982) pasir yaitu butiran yang berdiri sendiri dan berperan penting pada kerangka tanah. Tekstur tanah disebut besar butir tanah termasuk salah satu sifat tanah yang paling sering ditetapkan. Pasir memiliki luas permukaan yang kecil, sehingga berperan kecil terhadap peristiwa kimia tanah, tetepi memiliki kemampuan menyimpan air yang rendah.

Bahan Organik

Hasil analisa kandungan bahan organik disajikan pada Tabel 4 dan hasil uji laboraturiumnya disajikan pada Lampiran 3

Tabel 4 Hasil analisa kandungan bahan organik tanah Jenis Tanah Kadar C-Organik

(%)

Kandungan Bahan

Organik (%) Kriteria

Inceptisol 1,49 2,58 Rendah

(41)

Dari Tabel 4 didapat hasil rata-rata pengukuran kadar C-Organik sebesar 1,49% dan rata-rata kandungan bahan organik didapat sebesar 2,58% dengan kriterian rendah. Menurut Pusat Penelitian Tanah (1983) dengan nilai C-Organik tanah 1,00 – 2,00% dikategorikan rendah. Rauf (2017) menyatakan bahwa di tanah sawah sebagian daerah Sumatera Utara mengandung kadar bahan organik yang rendah, bekisar antar 0,14% - 2,24%.

Respon Pertumbuhan Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Terhadap Pemberian Air

Hasil Rata-rata respon pertumbuhan tanaman padi disajikan pada Tabel 5, dan Gambar 1

Tabel 5 Rata-rata respon pertumbuhan tanaman padi (Oryza sativa L.) Perlakuan Bobot Basah

Tanaman (g)

Bobot Kering Tanaman

(g)

Bobot Kering Panen Bulir Padi (g)

PAT 2 hari 81,58 15,33 11,50

PAT 3 hari 87,01 16,73 15,17

PAT 4 hari 131,27 27,70 23,17

PAT : Pemeberian Air Terputus

Gambar 1. Rata-rata respon pertumbuhan tanaman padi

y = 24,845x + 50,263 R² = 0,8309

y = 6,185x + 7,55

R² = 0,8337 y = 5,835x + 4,9433 R² = 0,9561 0

20 40 60 80 100 120 140

2 3 4

Bobot Basah Tanaman, Bobot Kering Tanaman, dan Bobot Kering Panen Bulir (gr)

Pembarian Air Terputus (PAT)

Bobot Basah Tanaman Bobot Kering Tanaman Bobot Kering Panen Bulir Hari

(42)

Hasil percobaan yang disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 1, menunjukkan bahwa pemberian air terputus yang berbeda pada setiap perlakuan menunjukkan respon yang berbeda terhadap bobot basah tanaman (g), bobot kering tanaman (g), bobot kering panen bulir padi (g). Untuk mengetahui perbedaan yang signifikan diantara perlakuan diuji dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT).

1. Bobot Basah Tanaman

Bobot basah tanaman padi menunjukkan hasil produksi tanaman yang diperoleh dengan menimbang bobot keseluruhan tanaman padi yang dipanen (daun dan batang). Hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 6 dan hasil rata-rata jumlah bobot basah tanaman padi dapat dilihat pada Tabel 5. Dari analisis sidik ragam pada Lampiran 7 dapat dilihat bahwa pemberian air menunjukkan pengaruh nyata terhadap bobot basah tanaman padi. Uji DMRT taraf 5 % pengaruh pemberian air terhadap bobot basah tanaman disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Uji DMRT taraf 5% pengaruh perlakuan pemberian air terputus terhadap bobot basah tanaman padi (Oryza sativa L.) (g).

Jarak DMRT Perlakuan Rataan Notasi

0,05 0,05

- - PAT 4 Hari 131,500 a

2 20,887 PAT 3 Hari 87,167 b

3 21,900 PAT 2 Hari 82 b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% .

PAT : Permberian Air Terputus

Pada Tabel 6, bobot basah tanaman pada perlakuan pemberian air terputus 4 hari menunjukkan hasil padi tertinggi dan menunjukkan pengaruh berbeda nyata terhadap pemberian air terputus 3 hari dan pemberian air terputus 2 hari. Hal ini disebabkan pada perlakuan pemberian air terputus 4 hari, tanah diberikan air

(43)

selama 3 hari dan dikeringkan selama 4 hari sehingga pada kondisi ini tanah lebih banyak mendapatkan oksigen, dibandingkan pemberian air terputus 2 hari dikeringkan dan 3 hari dikeringkan, sehingga hasil produksinya lebih tinggi.

Menurut Ferdiansyah (2010) dimana kondisi tidak tergenang akan menghasilkan lebih banyak udara (oksigen) masuk ke kedalam tanah dan akar berkembang lebih besar sehingga dapat menyerap nutrisi lebih banyak.

2. Bobot Kering Tanaman

Bobot kering tanaman padi menunjukkan hasil produksi tanaman yang diperoleh dengan menimbang bobot keseluruhan tanaman padi yang dipanen (daun dan batang). Hasil rata-rata jumlah bobot kering tanaman padi dapat dilihat pada Tabel 5. Dari analisis sidik ragam pada Lampiran 9 dapat dilihat bahwa pemberian air menunjukkan pengaruh nyata terhadap bobot kering tanaman padi.

Uji DMRT taraf 5%pengaruh pemberian air terhadap bobot kering tanaman padi disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Uji DMRT taraf 5% pengaruh perlakuan pemberian air terputus terhadap bobot kering tanaman padi (Oryza sativa L.) (g).

Jarak DMRT Perlakuan Rataan Notasi

0,05 0,05

- - PAT 4 Hari 27,667 a

2 5,305 PAT 3 Hari 16,833 b

3 5,562 PAT 2 Hari 15,333 b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

PAT : Pemberian Air Terputus

Pada Tabel 7, bobot kering tanaman pada perlakuan pemberian air terputus 4 hari menunjukkan hasil padi tertinggi dan menunjukkan pengaruh berbeda nyata terhadap pemberian air terputus 3 hari dan pemberian air terputus terputus 2 hari.

Pada perlakuan pemberian air terputus 4 hari produksi tanaman lebih tinggi di

(44)

bandingkan pemberian air terputus 2 hari dan 3 hari. Sesuai dengan bobot keringnya, bahwa pemberian air terputus 4 hari terus menerus mempunyai kesempatan mendapatkan oksigen lebih banyak, dibandingkan pemberian air terputus terputus 2 hari dan 3 hari, sehingga hasil produksinya lebih tinggi.

Regazzoni dkk., (2013) pengaruh interval hari penggenangan dan pengeringan lahan terhadap produktivitas tanaman padi serta interval pemberian air hari tergenang dan hari kering yang tepat akan memberikan produktivitas tanaman padi yang terbaik.

3. Bobot Kering Panen Bulir Padi

Bobot kering panen bulir padi menunjukkan hasil produksi tanaman yang diperoleh dengan menimbang bobot bulir tanaman padi yang dipanen (buah).

Hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 10 dan hasil rata-rata jumlah bobot kering panen bulir padi dapat dilihat pada Tabel 5. Dari analisis sidik ragam pada Lampiran 11 dapat dilihat bahwa pemberian air menunjukkan pengaruh nyata terhadap bobot kering panen bulir padi. Uji DMRT taraf 5% pengaruh pemberian air terhadap bobot kering panen bulir padi disajikan pada Tabel 8

Table 8 Uji DMRT taraf 5% pengaruh perlakuan pemberian air terputus terhadap bobot kering panen bulir padi (Oryza sativa L.) (g).

Jarak DMRT Perlakuan Rataan Notasi

0,05 0,05

- - PAT 4 Hari 23,167 a

2 5,907 PAT 3 Hari 15,167 b

3 6,194 PAT 2 Hari 11,500 b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% .

PAT : Pemberian Air Terputus

Pada Tabel 8, bobot kering panen bulir padi pada perlakuan pemberian air terputus 4 hari menunjukkan hasil padi tertinggi dan menunjukkan pengaruh

(45)

berbeda nyata terhadap pemberian air terputus 3 hari dan pemberian air terputus 2 hari. Pada perlakuan pemberian air terputus 4 hari produksi bobot kering panen bulir lebih tinggi di bandingkan pemberian air terputus 2 hari dan 3 hari. Hal disebabkan pada perlakuan pemberian air terputus 4 hari air diberikan lebih sedikit sehingga pada kondisi ini tanah lebih banyak mendapatkan oksigen, dibandingkan pemberian air terputus 2 hari dan 3 hari, sehingga hasil produksinya lebih tinggi. Ferdiansyah (2010) dimana kondisi tidak tergenang akan menghasilkan lebih banyak udara (oksigen) masuk ke dalam tanah dan akar berkembang lebih besar sehingga dapat menyerap nutrisi lebih banyak.

Berdasarkan rataan hasil bobot kering panen bulir padi untuk masing- masing perlakuan dengan jarak tanam padi 25 cm × 25 cm dapat dihitung produktivitasnya. Untuk luas 1 (satu) hektar diperlukan jumlah rumpun padi sebanyak 160.000 rumpun, sehingga produktivitas padi Ciherang pada penelitian ini setara dengan 1,84 ton/ha, 2,42 ton/ha, dan 3,70 ton/ha berturut-turut pada pemberian air terputus 2 hari, 3 hari, dan 4 hari. Hasil tersebut masih lebih rendah, bila dibandingkang dengan hasil penelitian Polikitan dkk., (2011) produktivitas padi Ciherang dilapangan sebesar 6,1 ton/ha. Hal ini dapat disebabkan penelitian ini kandungan bahan organik tanahnya yang rendah dan kemungkinan karena tanahnya tidak dipupuk, dan di tanam di rumah kaca yang kurang mendapatkan sinar matahari secara optimal.

Apabila dilihat dari Gambar 1, bahwa makin lama waktu pengeringan tanah dari penggenangan, semakin tinggi produktivitas padi Ciherang yang menunjukkan hubungan linier. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih ada

(46)

kemungkinan produktivtas padi masih akan meningkat dengan lebih lamanya waktu pengeringan dan untuk itu perlu dilakukan penelitian.

(47)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jenis tanah yang digunakan adalah Inceptisol dengan tekstur tanah lempung berpasir, kandungan bahan organik rata-rata 2,58 % dengan kriteria rendah.

2. Bobot kering panen bulir padi varietas Ciherang pada perlakuan pemberian air terputus 4 hari memiliki hasil yang tertinggi, hal ini berbeda nyata dengan perlakuan pemberian air pemberian air terputus 2 hari, dan pemberian air pemberian air terputus 3 hari.

Saran

1. Perlu penelitian lanjutan dengan pengukuran kadar oksigen dalam tanah, memperbaiki kondisi lingkungan pertanamannya, seperti kesuburan kimia tanahnya, energi matahari yang diterima, dan kandungan bahan organik tanah untuk mendapatkan produktivitas hasil yang optimal.

2. Perlu penelitian lanjutan dengan perlakuan pengeringan tanah dan penggenangan yang lebih dari 4 hari.

(48)

DAFTAR PUSTAKA

BLP [Badan Litbang Pertanian]. 2007. Laporan Akhir Tahun. Prima Tani Kabupaten Kuningan.

Borrell, A.K., R.M. Kelly, dan D.E. Van Cooten. 1998. Improving management of rice in semi-arid eastern Indonesia: Response to irrigation, plant type and nitrogen. Austr. J. of Exp. Agric. 38: 261-271.

BPTP [Balai Pengkajian Teknologi Pertanian]. 2007. Laporan Tahunan. Jawa Barat.

De Datta, S.K. 1981. Principles and Practices of Rice Production. John Wiley &, Inc. Canada.

Departemen Pertanian. 2008. Kebijakan Teknis Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan. Departemen Pertanian, Jakarta.

Ferdiansyah, M. 2010. Uji Beberapa Varietas Padi Sawah (Oryza Sativa L.) Pada System Of Rice Intensification (Sri). Skripsi. Universitas Sumatera Utara.

Medan.

Gaol, S.K., L.H. Hanum, dan G. Sitanggang, 2014. Pemberian Zeolit Dan Pupuk Kalium Untuk Meningkatkan Ketersediaan Hara K Dan Pertumbuhan Kedelai Di Entisol. Jurnal Online Agroekoteknologi . 2:1151 - 1159.

Hillel, D. 1982. Introduction to Soil Rhysics. Academic Press. California.

Huda, M. 2012. Cooperative Learning. Pustaka Belajar. Yogyakarta.

Islami, T. dan W.H. Utomo, 1995. Hubungan Tanah Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press. Malang.

Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Beras. Buku Pangan.

http://tekpan.unimus.ac.id [28 Desember 2017].

Majuar, E. 2013. Partisipasi Petani Dalam Sistem Pengambilan Keputusan.

Peningkatan Kinerja Jaringan Pemberian air terputus. Politeknik. Medan.

Mandal, C.R, dan P.K. Jana. 2000. Water Resource Utilization & Micro Irrigation. Kalyani Publishers. New Delhi.

Mawardi, E. 2007. Desain Hidrolik Bangunan Irigasi. Alfabeta. Jakarta.

Mukhlis. 2007. Analisis Tanah Tanaman. USU Press. Medan.

Gambar

Tabel 5 Rata-rata respon pertumbuhan tanaman padi (Oryza sativa L.)  Perlakuan  Bobot Basah

Referensi

Dokumen terkait

Sekolah Lurah di Universitas Islam Indonesia berbeda dengan Institut Pemerintahan dalam Negeri (IPDN) dikarenakan sekolah tersebut mencetak lulusan kader pemerintah

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

Setelah mengetahui data hasil penelitian dan menganalisis data mengenai Daya Tahan Kardiovaskuler Atlet Walisongo Sport Club (WSC) UIN Walisongo Semarang peneliti

Pola kontrak kerjasama antara pengusaha ayam pedaging di Desa Keude Blang Aceh Utara dengan PT Indojaya Agrinusa dalam hal pembagian keuntungan dituangkan dengan jelas dalam

Tujuan dari penelitian ini yaitu menghitung profitabilitas pelanggan atau pasien pada Rumah Sakit Bhayangkara Tk.II dengan menggunakan sistem perhitungan biaya yaitu Activity

Waktu yang tepat untuk menggosok gigi adalah.... Sehabis makan dan sebelum tidur

Kepentingan kepada jurulatih : Jurulatih pasukan UTM juga boleh mengenalpasti tahap sebenar kelajuan dan ketangkasan setiap pemain seterusnya dapat merancang program latihan

Tujuan: Mengetahui sebaran kasus kusta baru berdasarkan faktor lingkungan dan sosial ekonomi dengan kejadian kusta di Kecamatan Konang dan Geger Kabupaten