• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN NEGARA DALAM MENANGGULANGI SAMPAH RUANG ANGKASA ( SPACE DEBRIS ) DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERAN NEGARA DALAM MENANGGULANGI SAMPAH RUANG ANGKASA ( SPACE DEBRIS ) DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN NEGARA DALAM MENANGGULANGI SAMPAH RUANG ANGKASA ( SPACE DEBRIS ) DITINJAU DARI HUKUM

INTERNASIONAL SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

140200372

Celvin Christian Handoko

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUATERA UTARA

MEDAN 2017

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PERAN NEGARA DALAM MENANGGULANGI SAMPAH RUANG ANGKASA ( SPACE DEBRIS ) DITINJAU DARI HUKUM

INTERNASIONAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

140200372

Celvin Christian Handoko

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Internasional

NIP. 195710301984031002 Abdul Rahman , SH., M.Hum

Pembimbing I Pembimbing II

Dr.Sutiarnoto, SH., M.Hum

NIP.19561010198601003 NIP. 195710301984031002 Abdul Rahman , SH., M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

NAMA : CELVIN CHRISTIAN HANDOKO

NIM : 140200372

DEPARTEMEN : HUKUM INTERNASIONAL

JUDUL SKRIPSI

Dengan ini menyatakan :

PERAN NEGARA DALAM MENANGGULANGI SAMPAH RUANG ANGKASA ( SPACE DEBRIS ) DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL

1. Bahwa yang saya tulis sesuai apa yang tersebut di atas adalah benar tidak merupakan jiplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain .

2. Apabila terbukti dikemudian skripsi tersebut adalah jiplakan, maka segala akibat hukum yang timbul akan menjadi tangung jawab saya

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, 14 November 2017

CELVIN CHRISTIAN HANDOKO

(4)

ABSTRAK

Celvin Christian Handoko*

Dr.Sutiarnoto, S.H.,M.Hum.**

Abdul Rahman, S.H.,M.Hum***

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana seharusnya peran suatu negara dalam menanggulangi Space Debris didasarkan pada perjanjian internasional yang terdiri dari Space Treaty 1967, Rescue Agreement 1968, Liability Convention 1972, Registration Conventin 1975, Moon Agreement1980, dan juga didasarkan pada prinsip-prinsip hukum lingkungan serta tangung jawab negara. Hasil dari penelitian yang disajikan dilakukan secara sistematis, juga terperinci, melalui pengumpulan berbagai data yang dilakukan dengan melalui mencari informasi-informasi melalui studi pustaka atau juga melalui data-data sekunder, yang mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang berkaitan dengan pokok permasalahan.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa peran negara dalam menangulangi Space Debris merupakan kunci penting dalam perwujudan hukum ruang angkasa yang maksimal dan pemeliharaan terhadap lingkungan yang merupakan tujuan dari hukum lingkungan sendiri. Selain itu adanya peran negara daam menanggulangi Space Debris, menunjukkan adanya perwujudan tanggung jawab negara terhadap dunia Internasional yang dapat membuktikan eksistensi negara sebagai subjek hukum yang paling penting dalam hukum Internasional melalui peran negara terhadap penanggulangi Space Debris.

Kata Kunci:Space Debris, Tanggung Jawab Negara, Peran Negara, Kedudukan Negara, Lingkungan

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

*** Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(5)

KATA PENGANTAR

Dengan kerendahan hati penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi inisebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul dari skripsi ini adalah : “PERAN NEGARA DALAM MENANGGULANGI SAMPAH RUANG ANGKASA (SPACE DEBRIS) DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL”.

Penulis menyadari penulisan dari skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, penggunaan istilah, maupun sistem penulisan. Maka dari itu penulis akan merasa terhormat jika ada kritik dan saran yang membangun sehingga dapat menjadi perbaikan di masa yang akan datang.

Daam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak baik secara moril dan materiil, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesarbesarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara ;

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universtas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. O.K. Saidin, S.H.,M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Wakil

(6)

Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ;

3. Bapak Abdul Rahman, S.H., M.H., selaku Ketua Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus Dosen Pembimbing II yang telah membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini ;

4. Bapak Dr. Sutiarnoto, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universias Sumatera Utara, sekaligus Dosen Pembimbing I yang medukung penulis dalam pemilihan judul dan membimbing penulis hingga penyelesaian skripsi ini ;

5. Ibu Maria Kaban, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis yang telah membimbing penulis selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Segenap Dosen Fakultas Hukum Universias Sumatera Utara yang telah membimbing penulis selama masa perkuliahan ;

7. Seluruh staf dan pegawai Fakultas Hukum Universias Sumatera Utara yang telah memberikan pelayanan dan arahan yang baik terkait dengan kegiatan perkuliahan ;

8. Teristimewa yang penulis hormati Papa Wilianto Handoko, S.E., dan Mama Lusiani Boen, S.E., yang telah sabar dan terus memberi dukungan kepada penulis. Semoga Tuhan tetap melindungi Papa dan Mama,memberkati setiap langkah dan perbuatannya, Amin;

(7)

9. Kedua saudara saya, abang dan adik saya, Abang Heryanto Handoko, S.T., yang selalu memberikan nasihat dan arahan dalam menghadapi hidup,dan Adik Paula Ester Handoko yang selalu memberikan semangat kepada penulis saat penlis mengerjakan skrpsi ini;

10. Almahrum Nenek Tercinta Erni (Tjio Tjai Ik) yang telah merawat penulis dari mulai bayi hingga dewasa dengan penuh kesabaran dan selalu memberikan nasihat-nasihat yang berfaedah yang selalu penulis ingat sampai sekarang ini;

11. Teman-teman dari ILSA yang telah memberikan inspirasi dan semangat kepada penulis;

12. Teman-teman Grup D Stambuk 2014 yang telah memberikan motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan

13. Rekan-rekan saya di luar kampus yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, 10 Desember 2017

Hormat Penulis

CELVIN CHRISTIAN HANDOKO

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 5

D. Keaslian Penulisan ... 6

E. Tinjauan Kepustakaan ... 7

F. Metode Penelitian ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II KEDUDUKAN NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL ... 18

A. Tanggung Jawab Negara Terhadap Negara Lain dalam Hubungan Internasional ... 19

B. Peran Negara dalam Hubungan Diplomatik ... 27

C. Keikutsertaan Negara dalam Hubungan Diplomatik ... 28

(9)

BAB III PENGARUH SPACE DEBRIS DALAM DUNIA

INTERNASIONAL ... 31

A. Hal-hal yang Diatur dalam Liability Convention 1972 tentang Space Debris ... 31

B. Pengaruh Space Debris terhadap Hukum Lingkungan ... 38

C. Kasus-kasus Jatuhnya Benda Angkasa di Dunia Internasional ... 44

BAB IV PERAN NEGARA DALAM MENANGGULANGI SPACE DEBRIS ... 48

A. Peran Indonesia dalam Mendukung Perkembangan Hukum Ruang Angkasa ... 48

B. Bentuk Tanggung Jawab Negara terhadap Space Debris ... 54

C. Tanggung Jawab Negara dalam Menanggulangi Space Debris ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA

(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ruang angkasa merupakan ruang yang berada di atas ruang udara. Pemberian pemahaman ini dilakukan untuk membedakan pemahaman mengenai ruang udara dan ruang angkasa, dalam hal ini beberapa ahli berpendapat bahwa ruang udara merupakan ruang yang berada di atas permukaan bumi yang berisi udara untuk mengangkat pesawat udara, dan pada ruang udara terdapat kedaulatan suatu negara, sementara ruang angkasa terdapat di atas ruang udara yang tidak bisa dimiliki oleh siapapun tapi dapat bebas dimanfaatkan untuk kepentingan bersama dengan tujuan damai. Dari pemahaman inilah dapat kita lihat adanya perbedaan antara ruang angkasa dengan ruang udara,namun antara keduanya tidak dapat ditentukan batas yang pasti, karena ada kesulitan yang praktis.

Ruang angkasa mulai dikenal sejak peluncuran satelit pertama yaitu satelit Sputnik pada tangal 4 Oktober 1957. Sejak saat itulah ruang angkasa dikenal dan menjadi lahan subur untuk peluncuran satelit-satelit lain, khususnya dari negara Adikuasa pada masa itu seperti : Amerika dan Uni Soviet, satelit-satelit tersebut diorbitkan untuk mengelilingi bumi untuk berbagai maksud dan tujuan seperti : memprediksi cuaca, pendidikan, militer, dan hal lainnya.1

1 Huala Adolf.2002.Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, hal 137

(11)

Data yang ada, menunjukkan sejak tahun 1957 sampai tahun 1985, sekitar 12000 satelit telah diluncurkanke luar angkasa dari berbagai negara. Dari jumlah yang sedemikian banyaknya, terdapat 5000 satelit yang masih aktif, selebihnya tidak berfungsi lagi. Dari satelit-satelit yang aktif itu, terdapat 50 satelit yang menggunakan sumber energy nuklir.

Perkembangan teknologi yang terjadi sekarang ini juga semakin mendukung semakin meningkatnya frekuensi peluncuran satelit-satelit untuk berbagai kepentingan hidup manusia. Negara-negara banyak yang bersaing keras untuk meluncurkan satelit ke ruang angkasa untuk menunjukkan kekuatan negara masing-masing. Amerika Serikat dengan NASAnya telah menciptakan pesawat ulang-alik yang dapat membawa beberapa satelit sekaligus ke ruang angkasa,menempatkannya di orbinya, serta kembali ke bmi yang semakin menyeabkan banyaknya jumlah satelit yang ada di ruang angkasa .Demkian juga dengan Soviet dengan proyek Soyuz, Sputnik, serta Cosmosnya. Bahkan Indonesia sendiri juga memiliki beberapa satelit komunikasi di ruang angkasa,yang dulu dawali oleh adanya satelit PALAPA A-1, yang diluncurkan oleh Indonesia dengan bantuan Amerika Serikat pada tahun 1970.2

Data pada tahun 2015, meunjukkan jumlah satelit aktif dari berbagai negara di ruang angkasa hanya berjumlah 1305 unit dari jumlah satelit yang diterbangkan ke ruang angkasa sampai sekarang ini, sisanya menjadi sampah ruang angkasa (Space Debris) yang berjumlah hingga mencapai 170 juta unit yang mengitari orbit bumi yang terdiri dari satelit yang sudah tidak aktif dan puing-puing hasil

(12)

tabrakan antar satelit yang tidak aktif. Ukuran terkecil sampah ruang angkasa(Space Debris) yang mencapai 170 juta unit itu adalah 10 cm(puing- puing) .3

Sebagai manusia biasa kita tidak bisa terus memantau kondisi ruang angkasa meskipun teknologi yang ada yang sekarang sudah berkembang menjadi lebih canggih, bayangkan saja ada berapa banyak jumlah benda langit yang melintasi ruang angkasa seperti pecahan bebatuan Asteroid, Asteroid, Meteor, Komet, dan benda lain yang mungkin belum pernah dilihat oleh manusia mengingat betapa luasnya jagat raya yang belum kita ketahui ujungnya yang senantiasa bergerak mengitari planet, dan memungkinkan untuk melewati orbit bumi yang

Peristiwa masuknya Space Debris ke atmosfer bumi dan terjatuh di permukaan bumi juga beberapa kali terjadi, beberapa diantaranya ada yang menyebabkan kerugian berupa kerusakan tertentu dan tidak menutup kemungkinan dapat juga dapat merengut nyawa seseorang, serta memiliki kemungkinan untuk menyebabkan kerusakan terhadap sumber daya yang ada, seperti kebakaran hutan, jatuhnya satelit non-aktif yang bertenaga nuklir ke wilayah perairan yang menyebabkan pencemaran wilayah air dalam jangka waktu yang lama sehingga permasalahan Space Debris juga merupakan masalah/isu linkungan hidup.

3 Obengplus.com/articles/6086/1/Satelit-di-Ruang –Angkasa-Ada-Berapa-Banyak- Jumlahnya.html(diakses tanggal 10 Oktober 2017).

(13)

menyebabkan tabrakan dengan sampah ruang angkasa(Space Debris) sehingga menyebabkan Space Debris tersebut masuk dan jatuh ke permukaan bumi.

Space Debris juga menyebabkan terganggu dan terhambatnya kegiatan ruang angkasa yang dilakukan oleh negara-negara, karena banyaknya space debris yang berterbangan mengitari orbit bumi yang menyebabkan tingginya tingkat terjadi tabrakan di luar angkasa antara pesawat ruang angkasa yang melakukan eksplorasi di luar angkasa dengan space debris yang mengitari orbit bumi.

Pasal 6 dan 7 Outer Space Treaty 1967 menyatakan bahwa “Negara Peluncur dan Negara Sponsor bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan di luar angkasa dan kerugian yang ditimbulkan akibat kegiatan itu. Dari Perjanjian(Treaty) ini dapat diambil kesimpulan bahwa setiap negara yang memanfaatkan ruang angkasa bertangung jawab atas kegiatan-kegiatan ruang angkasa dalam hal ini termasuk peluncuran satelit sampai pada satelit yang menjadi Space Debris, dari treaty tersebut lahir beberapa perjanjian untuk melengkapi treaty tersebut,salah satunya adalah Liability Convention 1972, Konvensi ini mengatur tentang tanggung jawab negara jika terjadi kerugian akibat peluncuran benda ruang angkasa saja, dalam hal ini penulis berpikir, jika dalam pasal 6 dan 7 Outer Space Treaty 1967 menyatakan bahwa setiap negara bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan di luar angkasa, dalam hal ini dapat diartikan bahwa negara bertanggung jawab atau memiliki peran dalam menanggulangi(mengontrol/mengatasi) satelit-satelit non aktif(Space Debris ) mengapa pertanggungjawaban tersebut hanya diberikan jika terjadi kerugian saja.

(14)

Uraian di atas menyebabkan rasa ingin tahu muncul dalam diri penulis untuk melakukan penelitian mengenai bagaimana seharusnya peran negara itu dalam menanggulangi atau mengahadapi permasalah Space Debris berdasarkan kesimpulan dari berbagai Perjanjian Internasional (Treaty, Convention, Agreement)yang berhubungan dengan ruang angkasa, sehingga penulis memilih judul:”Peran Negara Dalam Menanggulangi Sampah Ruang Angkasa(Space Debris) Ditinjau Dari Hukum Internasional “

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis mengemukakan permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah kedudukan negara dalam hukum Internasional ? 2. Bagaiimanakah pengaruh Space Debris dalam dunia Internasional ? 3. Bagaimanakah peran negara dalam menggulangi Space Debris ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Secara rinci, tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut;

a. Untuk mengetahui dimana kedudukan negara dalam hukum Internasional.

b. Untuk mengetahui dampak dari “Sampah Ruang Angkasa( Space Debris)”

dalam dunia Internasional, baik terhadap hukum lingkungan Internasional maupun terhadap kedaulatan negara.

(15)

c. Untuk mengetahui bagaimana seharusnya peran negara-negara dalam menanggulangi Space Debris.

2. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Secara teoritis

Untuk pengembangan studi ilmu hukum selanjutnya, khususnya di bidang Hukum Internasional yaitu Hukum Udara dan Ruang Angkasa. Serta penulis berharap agar hasil penulisan skripsi ini dapat menjadi bahan pembelajaran dalam Hukum Udara dan Ruang Angkasa.

b. Secara praktis

Memberikan sumbangan ide maupun pemikiran dalam membuat peraturan, maupun Kovensi Internasional mengenai penanggulangan Space Debris yang merupakan bahaya tersembunyi bagi masyarakat Internasional sehingga dapat mengisi kekosongan hukum.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran terhadap judul skripsi yang ada di Perpusakaan, belum ada tulisan skripsi yang mengangkat judul tentang Peran Negara Dalam Menanggulangi Sampah Ruang Angkasa (Space Debris) Ditinjau Dari Hukum Internasional. Adapun judul yang hampir mirip dengan judul skripsi di atas antara lain:

(16)

Lowis Rikardi Nadeak (2011) tentang Tanggung Jawab Negara Terhadap Peluncuran Benda Ruang Angkasa Ditinjau Dari Space Liability 1972.

Permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Bagaimana perkembangan hukum Internasional mengenai kegiatan di ruang angkasa?

2. Bagaimana prinsip tanggung jawab negara menurut hukum Internasional?

3. Bagaimana tanggung jawab negara terhadap peluncuran benda ruang angkasa ditinjau dari Space Liability Convention 1972?

Oleh karena itu, tulisan ini bukan merupakan hasil penggandaan dari karya tulis orang lain dan keaslian dari penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Space Treaty 1967

Dimanfaatkannya ruang angkasa sebagai lahan yang subur bagi negara- negara dalam mengirimkan satelit-satelit ke ruang angkasa untuk berbagai kepentingan dari negara-negara yang bersangkutan, kemudian menimbulkan beberapa prinsip mengenai pemanfaatan Ruang Angkasa melalui PBB, yaitu dengan dikeluarkannya Resolusi No. 1962 pada tanggal 13 Desember 1962 yang berisi prinsip-prinsip penting dalam pemanfaatan ruang angkasa.

(17)

Perkembangan yang semakin terjadi dari tahun ke tahun yakni dari sejak diluncurkannya satelit pertama ke ruang angkasa hingga tahun 1966 menyebabkan terjadinya penambahan prinsip dalam pemanfaatan ruang angkasa, seperti Resolusi No. 2222 yang dikeluarkan oleh PBB tentang pelarangan penempatan senjata nuklir di ruang angkasa, yang dilanjutkan dengan ditandatanganinya Outer Space Treaty 1967, perjanjian ini mengandung 17 prinsip dalam pemanfaatan ruang angkasa yang merupakan perubahan dan penambahan dari Resolusi No.1962. Pasal-pasal terpenting dalam perjanjian ini, yaitu:

Pasal 1 menegaskan bahwa eksplorasi dan pemanfaatan ruang angkasaharus menguntungkan dan untuk kepentingan semua negara. Ruang Angkasa bebas untuk dieksplorasi dan dimanfaatkan oleh semua negara, tangpa memandang tingkat perkembangan ekonominya.

Pasal 2 meneapkan bahwa benda-benda angkasa tidak boleh dimiliki oleh suatu negara.

Pasal 3 menegaskan bahwa kegiatan-kegiatan ruang angkasa harus selalu sesuai dengan hukum Internasional dan Piagam PBB serta harus selalu memelihara perdamaian dan keamanan Internasional dan memajukan kerjasama dan saling pengertian Internasional.

Pasal 4 menjabarkan pasal-pasal di atas, yaitu bahwa negara-negara dilarang untuk menempatkan senjata-senjata nuklir di pesawat atau stasiun

(18)

ruang angkasa. Disebtkan pula bahwabuln dan benda-benda angkasa lainnya hanya boleh dimanfaatkan untuk tujuan damai.

Pasal 6 dan 7 menegaskan bahwa: Negara Peluncur dan Negara Sponsor bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan di luar angkasa dan kerugian yang ditimbulkan akibat kegiatan itu.

Pasal-pasal di atas merupakan dasar prinsip-prinsip yang dipegang dalam pembuatan skripsi ini, terutama pada pasal 1 ditegaskan bahwa eksplorasi ruang angkasa harus menguntungkan dan untuk kepentingan semua negara, ruang angkasa bebas untuk dieksplorasi dan dimanfaatkan oleh semua negara, tanpa memandang tingkat ekonominya. 4

Pasal 6 dan 7 menegaskan bahwa: Negara Peluncur dan Negara Sponsor bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan di luar angkasa dan kerugian yang ditimbulkan akibat kegiatan itu. Dari pasal ini dapat kita lihat adanya kekosongan hukum karena hanya ada pengaturan mengenai pertanggungjawaban jika terjadi kerugian akibat benda yang diluncurkan ke ruang angkasa (Liability Convention 1972) dan tidak ada pengaturan mengenai tanggung jawab terhadap kegiatan pengeksplorasian ruang angkasa,

Berkaitan dengan topik pembahsan skripsi ini maka kata menguntungkan harus lebih diperhatikan disini, karena hasil eksplorasi yang meninggalkan Space Debris sama sekali tidak menguntungkan dan dapat menimbulkan kerugian serta menghambat kepentingan negara dalam memanfaatkan ruang angkasa.

4 Huala Adolf,Op.Cit, hal.139.

(19)

dapat dibuktikan dengan banyaknya jumlah Space Debris yang melayang- layang di orbit bumi.

Dari prinsip-prinsip tersebut lahirlah beberapa perjanjian Internasional:5

a. Rescue Agreement 1968 ( The Agreement of the Rescue of Astronaut, the Return f the Astronaut, and the Return of Object Lauched into Outer Space);

b. Liabilty Convention 1972 (The Convention on the Liability of for Damage Caused by Space Objects);

c. Registration Convention 1975 (The Convention on Registration of Objects Launched into Outer Space);

d. Moon Agreement 1980 (The Agreement Governing the Activities of States in the Moon and Other Celestial Bodies).

2. Kualifikasi Negara Dalam Pemanfaatan Ruang Angkasa

Pemanfaatan ruang angkasa oleh suatu negara, hanya bisa dilakukan bila suatu negara memiliki kualifikasi, dalam hal ini adalah dengan mengkutsertakan diri dalam perjanjian internasional tentang hukum angkasa dan mengikuti prinsip-prinsip dalam pemanfaatan ruang angkasa( Space Treaty 1967). Selain hal tersebut kualifikasi suatu negara akan dapat terlihat jika suatu negara telah memenuhi hal-hal dasar tentang syarat berdirinya suatu negara (unsur-unsur negara dalam Konvensi Montevideo 1933), sehingga suatu negara dapat diakui sebagai negara dan subjek hukum Internasional.

(20)

Menurut Henry C Black, negara didefinisikan sebagai sekumpulan orang yang secara permanen menempati suatu wilayah yang tetap, diikat oleh ketentuan-ketentuan hukum, yang melalui pemerintahnya, mampu menjalankan kedaulatannya yang merdeka dan mengawasi masyarakat dan harta bendanya dalam wilayah perbatasannya, mampu menyatakan perang dan damai serta mampu mengadakan hubungan Internasional dengan masyarakat Internasional lainnya.6

Unsur-unsur Negara menurut Montevideo Convention 1933(penjelasan oleh Oppenheim-Lauterpacht):7

a. A permanent population;

b. A definite territory;

c. A government; and

d. A capacity to enter into relation with the other states

Keempat unsur tersebut di atas harus dipenuhi agar suatu negara dapat dikatakan negara dalam arti yang sesungguhnya, dan dalam hal kapasitas suatu negara dalam mengadakan hubungan dengan negara lain harus ada atau diberikan suatu pengakuan kepada negara yang ingin mengadakan hubngan itu oleh negara yang bersangkutan.

Di samping keempat ciri yang telah disebutkan di atas, ada dua ciri lain yang juga seharusya dimiliki oleh suatu negara yakni negara tersebut harus

6 Ibid.,hal .2.

7 Ibid., hal.3 .

(21)

dapat mempertanggungjawabkan perbuatan pejabat-pejabatnya terhadap pihak negara lainyang menunjukkan bahwa negar tersebut memiliki kemampan Internasional, dan ciri keenam yaitu suatu negara tersebut harus merdeka, karena suatu negara yang belum merdeka bukanlah merupakan suatu subjek hukum.

Suatu negara memiliki yang namanya kedaulatan, kedaulatan merupakan kekuasaan yang dimiliki oleh negara untuk menjalankan keistimewaannya/kemampuan /kuasanya dalam wilayah negaranya.

Kedaulatan suatu negara bukanlah tanpa batas, tetapi dibatasi oleh kedaulatan negara lain.

Negara dalam menjalankan kedaulatannya negara tidak boleh sampai melanggar kedaulatan negara lain, jika hal itu terjadi, maka negara harus memberikan penjelasan kepada negara yang dialanggar kedaulatannya tersebut, hal inilah yang kita kenal dengan istilah tanggung jawab negara,

3. Liabilty Convention 1972

Negara sebagai pihak yang meluncurkan bertanggung jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh benda yang diluncurkannya ke angkasa terhadap pihak yang dirugikan akibat benda angkasa yang diluncurkan tersebut, dalam hal ini pemberian ganti rugi yang diberikan oleh suatu negara dibagi lagi dalam beberapa bentuk pertanggungjawaban yang terdapat dalam artikel II- VI Liability Convention 1972 yang pada skripsi ini akan dibahas

(22)

beserta dengan prinsip-prinsip Liability Convention 1972 dalam pemberian pertanggungjawaban.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Eksistensi rangkaian suatu metode penelitian dapat diawali dari penentuan jenis penelitiannya, yang mana jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian yuridis normatif atau disebut juga sebagai penelitian doktrinal. Penelitian normatif, adalah merupakan penelitian pustaka, sehingga dalam pengpulan data-data penulis tidak perlu mencari langsung ke lapangan, akan tetap cukup dengan penumpulan data sekunder yang kemudian dikonstruksikan dalam satu rangkaian hasil penelitian.

Penelitian yuridis normatif sebagai studi pustaka, pada dasarnya adalah berfungsi untuk menujukkan jalan pemecahan permasalahan penelitian. Dalam penulisan hukum ini menggunakan penelitian hukum normatif (doktrin) yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian noratif yang dapat diartikan sebagai suatu prosedur pemecahan masalah yang ditelti dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek atau subjek yang diteliti pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

2. Jenis Data

Dalam penelitian hukum normatif ini , jenis data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu merupakan data yang dikumpulkan oleh orang lain. Pada

(23)

waktu penelitian dimulai data telah tersedia, atau dapat disebut sebagai data given begitu tersedia, karena tidak diketahui metode penelitian dan validitasnya.

Dimana data sekunder yang dimaksud adalah data yang memberikan informasi terkait mengenai sampah ruang angkasa (Space Debris) dan kondisi lingkungan angkasa, serta dampk yang ditimbulkan akibat pembiaran terhadap sampah ruang angkasa erterbangan di angkasa. Dala penelitian ini, penulis memperoleh data studi kepustakaan berupa literatur, majalah, koran, makalah, peraturan perundang-undangan, internet, dan semua bahan sekuner lainnya terkait dengan penelitian ini.

3. Sumber Data

Penelitian hukum normatif berdasarkan ketentuan jenis data yang digunakan adalah data sekunder meliputi 3 sumber bahan ukum yaitu sebagai berikut:

a. Bahan Hukum Primer,

Berupa bahan hukum yang bersifat mengikat karena dikeluarkan oleh pemerintah yang dapat berupa, norma dasar atau kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasi, yurisprudensi, traktat, bahan hukum dari zaman kolonial Belanda yang masih berlaku.

b. Bahan Hukum Sekunder,

(24)

Bahan yang member penjelasan mengena bahan hukum primer, yang mana dalam penelitia ini sumber bahan sekunder berasal dari buku-buku ilmiah, hasil penelitian terdahulu, makalah-makalah ilmiah, koresponensi dan dokumen-doumen yang terkait dengan penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier

Merupakan bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan mengenai bahan Hukum Primer dan Sekunder yang berupa Ensiklopedia, Kamus Bahasa Inggris, Kamus Bahasa Indonesia ,dan Kamus Hukum.

4. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam suatu penelitian ada banyak macamnya tergantung pada masalah yang dipilih serta metode penelitian yang digunakan.

Sesuai dengan yang telah ditegaskan sebelumnya bahwa jenis peneltian ini adalah penelitian hukm Normatif, sehingga data-data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari membaca, mengkaji, dan menelaah data yang berasal dari buku-buku, literatur, makalah, dokumen-dokumen, koran, majalah, karya tulis ilmiah, serta berbagai sumber kajian yang mengulas mengenai permasalahan Sampah Ruang Angkasa (Space Debris) yang dikaitkan dengan ketentuan hukum Internasional yang berkaitan, seperti Hukum Lingungan Internasional dan Hukum Udara dan Ruang Angkasa, karena permasalahan Space Debris ini merupakan suatu isu lingkungan yang ruang lingkupnya berada di ruang angkasa.

(25)

5. Analisis Data

Pada penelitian Hukum Normatif yang menelaah data sekunder, penulis disini menggunakan analisis logis, sistematis, dan yuridis untuk mengolah data-data yang telah dikumpulkan, dianalisis, dan disimpulkan, guna mencapai tujuan dari penelitian yaitu untuk mencari jawaban dari rumusan masalah yang diteliti, agar hasil ari penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan .

G. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini, penulis membahas tetang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan .

BAB II KEDUDUKAN NEGARA DALAM HUKUM INERNASIONAL

Pada bab ini, penulis membahas mengenai Tanggung Jawab Negara Terhadap Negara Lain dalam Hubungan Intrnasional, Peran Negara dalam Hubungan Diplomatik, dan Keikutsertaan Negara dalam Hubungan Diplomatik.

BAB III PENGARUH SPACE DEBRIS DALAM DUNIA

INTERNASIONAL

(26)

Pada bab ini, penulis membahas mengenai Hal-hal yang Diatur dalam Liability Convention 1972 tentang Space Debris, Pengaruh Space Debris terhadap Hukum Lingkungan, dan Kasus-kasus Jatuhnya Benda Angkasa di Dunia Internasional.

BAB IV PERAN NEGARA DALAM MENANGGULANGI SPACE DEBRIS

Pada bab ini, penulis membahas mengenai Peran Indonesia dalam Mendukung Perkembangan Hukum Ruang Angkasa, Bentuk Tanggung Jawab Negara Terhadap Space Debris, dan Tanggung Jawab Negara dalam Menanggulangi Space Debris.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini, penulis akan membahas kesimpulan yang merupakan intisari dari pembahasn terhadap permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini, sedangkan saran yang ada diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi pembacanya dan dapat berguna bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan ruang angkasa.

(27)

BAB II

KEDUDUKAN NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

A. Tanggung Negara Terhadap Negara Lain Dalam Hubungan Internasional

Setiap Negara pastinya mempunyai kedaulatan, namun sebenarnya dengan adanya kedaulatan tersebut tidaklah berarti bahwa negara itu bebas dari tanggung jawab. Karena setiap penggunaan kedaulatan, terdapat suatu kewajiban untuk tidak menyalahgunakan kedaulatan tersebut. Karena suatu negara dapat dimintai pertangungjawaban untuk tindakan-tindakannya yang menyalahgunakan kedaulatan yang ada padanya.

Latar belakang timbulnya tanggung jawab negara dalam hukum Internasional yaitu bahwa tidak ada satu negara pun yang dapat menikmati hak-haknya tanpa menghormati hak-hak negara lain. Setiap pelanggaran terhadap hak negara lain, menyebabkan negara tersebut wajib untuk memperbaiki pelanggaran hak itu. Dengan kata lain, negara tersebut harus mempertanggungjawabkannya, misalnya, karena telah melanggar kedaulatan wilayah negara lain, merusak wilayah atau benda negara lain, dan lain sebagainya.8

Hukum tentang tanggung jawab negara tekait dengan yuridiksi negara.

Hukum tentang yuridiksi negara adalah hukum yang mengatur kekuasaan negara untuk melakukan satu tindakan (dalam hal ini pelaksanaan yuridiksi).

(28)

Sedangkan hukum tentang tanggung jawab negara adalah hukum mengenai kewajiban negara yang timbul manakala negara telah atau tidak melakukan tindakan.

Menurut Professor Higgins, hukum tentang tangung jawab negara adalah hukum yang mengatur tentang akuntabilitas (accountability) terhadap pelanggaran hukum Internasional. Jika suatu negara melangar suatu kewajiban Internasional, negara tersebut bertanggung jawab(responsibility) untuk pelanggaran yang dilakukannya.

Tampak bahwa Profesor Higgins menggunkan kata accountability disamping istilah responsibility. Kata accountability memiliki 2 pengertian.

Pertama, kaa tersebut berarti bahwa negara memiliki keinginan untuk melaksanakan perbuatan dan/atau kemampuan mental (mental capacity) untuk menyadari apa yang dilakukannya. Kedua, kata tersebut berarti tangung jawab (liability) untuk tindakan negara yang melanggar hukum Internasional dan bahwa tangung jawab tersebut (liability) harus dilaksanakan.9

Pembahasan mengenai tanggung jawab negara ini merupakan hal yang penting karena negara merupakan subjek hukum paling utama dalam hukum Internasional. Berikut beberapa alasan negara dikatakan sebagai subjek hukum paling utama dalam hukum Internasional:10

1. Alasan historis

9 Ibid., hal.256.

10 Ivankrif.blogspot.co.id./2013/01/alasan-negara-subjek-utama.html (diakses tanggal 20 desember 2017).

(29)

Dalam sejarah perkembangan hukum Internasional pada awalnya hanya mengenal negara sebagai subjek hukumnya, belum ada subjek hukum internasional lainnya. Jadi negara dapat dikatakan sebagai subjek pertama dari hukum Internasional dan dari interaksi antara subjek pertama inilah (negara) muncul subjek hukum Internasional sekarang.

2. Alasan normatif

Perangkat –perangkat hukum Internasional banyak memberikan hak-hak dan kewajiban pada negara, hal ini dapat kita lihat dari konvensi-konvensi yang ada yang diperuntukkan bagi negara-negara untuk menjalaninya, misalnya: UNCLOS 1982 yang berkaitan dengan wilayah laut, Outer Space Treaty 1967 tentang Eksplorasi dan Pemanfaatan Ruang Angkasa dalam hal ini termasuk bulan dan benda-benda ruang angkasa lainnya,dan lain sebagainya.

3. Alasan administrasi

Negara merupakan subjek hukum Internasional yang paling lengkap unsurnya berdasarkan Konvensi Montevideo1933 yaitu terdapat wilayah, penduduk, pemerintah, dan kapasitas untuk mengadakan hubungan dengan negara lain, sementara subjek hukum Internasional lain unsur-unsurnya tidak selengkap negara, kecuali Tahta Suci di Vatikan, namun dalam hal Tahta Suci lebih bergerak khusus di bidang keagamaan berbeda dengan negara.

Umumnya, para ahli hukum Internasional dalam menganalisa tanggung

(30)

tanggung jawab negara. Menurut Shaw, yang menjadi karakteristik penting dari adanya tanggung jawab negara ini bergantung pada faktor-faktor dasar berikut:

1. Adanya suatu kewajiban hukum yang berlaku antara dua negara tertentu;

2. Adanya suatu perbuatan atau kelalaian yang melanggar kewajiban hukum Internasional tersebut yang melahirkan tanggung jawab negara;

3. Adanya kerusakan atau kerugian sebagai akibat adanya tindakan melanggar hukum atau kelalaian.

Karakteristik tersebut kerap kali dinyatakan dalam praktek pengadilan dalam menangani sengketa yang berkaitan dengan tanggung jawab negara.Sebagai contoh, dalam sengketa The Spanish Zone of Maroco Claims 1925, dalam kasus ini, hakim Huber menegaskan bahwa tangung jawab merupakan konsekuensi logis dari adanya satu hak. Hak-hak yang mempunyai sifat Internasional yang tersangkut di dalam tanggung jawab Internasional.

Tanggung jawab ini melahirkan kewajiban untuk mengganti kerugian manakala suau negara tidak dapat memenuhi kewajibannya. Pernyataan historis hakim Huber ini dalam teks aslinya berbunyi sebagai berikut:11

“Resposibility is the necessary corollary of a right. All rights of an International character involve International responsibility.Responsibility results in the duty to make reparation if the obligation in question is not met.”

11 Huala Adolf.Op.Cit., hal.257.

(31)

Negara sebagai subjek hukum Internasional harus senantiasa melakukan hubungan dengan negara lain , karena apabila suatu negara tidak mengadakan hubungan dengan negara lain maka negara tersebut akan perlahan hilang dan dianggap tidak memiliki kapasitas untuk mengadakan hubungan dengan negara lain yang merupakan salah satu unsurnya dalam Konvensi Montevideo 1933.

Adanya hubungan antar negara dilakukan karena suatu negara tidak dapat hidup sendiri, dan membutuhkan bantuan negara lain, karena pastinya terdapat keterbatasan sumber daya pada wilayah suatu negara, misalnya:

Singapura membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan air bersih di negaranya, dan lain sebagainya.12

Hubungan Internasional merupakan interaksi yang terjadi antara suatu negara dengan negara lain. Interaksi yang dilakukan memiliki tujuan utama yaitu untuk menciptakan hubungan timbal balik yang menimbulkan keuntungan antara negara-negara terkait yang melakukan hubungan Internasional tersebut.13

Hubungan Internasional antara negara dengan negara menimbulkan adanya hak dan kewajiban antar negara-negara anggota yang melakukan perjanjian, dan dalam hal ini negara bertanggung jawab untuk memenuhi kewajiban yang dijanjikan dan juga berhak meminta pertanggungjawaban

12 Ivankrif.blogspot.co.id./2013/01/alasan-negara-subjek-utama.html (diakses tanggal 20 desember 2017).

(32)

kepada negara yang melakukan perjanjian dengannya untuk memperoleh hak negara tersebut atau bila terjadi kelalaian atau pelanggaran kewajiban yang seharusnya dipenuhi.

Tanggung jawab suatu negara yang dikarenakan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum Internasional baik sevara sengaja maupun tidak sengaja biasanya berupa ganti kerugian.Berikut macam-macam tanggung jawab negara dalam hukum Internasional:14

1. Tanggung jawab perbuatan melawan hukum(Delictual Liability)

Tanggung jawab seperti ini lahir karena adanya kesalahan atau kelalaian suatu negara terhadap orang asing di dalam wilayah negaranya atau wilayah negara lain.Yang bisa timbul karena:

a. Eksplorasi ruang Angkasa b. Eksplorasi Nuklir

c. Kegiatan-kegiatan Lintas Batas Nasional

2. Tanggung jawab atas pelanggaran perjanjian (Contractual Ability)

Suatu negara dapat juga bertanggung jawab atas pelanggaran perjanjian menurut hukum Internasional.Tanggung jawab seperti ini dapat timbul apabila negara melanggar suatu perjanjian yang menyebabkan kerugian pada negara lain atau kontrak-kontrak komersial dengan perusahaan asing yang membuat perusahaan asing tersebut dapat menuntut ganti rugi atas kerugian yang dideritanya.

14 Huala Adolf.Op.Cit., hal.262.

(33)

Dalam keadan tertentu, suatu pelanggaran terhadap suatu kewajiban Internasional tidak mengakaibatkan negara tersebut bertanggung jawab terhadapnya. Secara umum, keadaan-keadaan yang dimaksud tersebut adalah:15

1. Adanya persetujuan dari negara yang dirugikan (consent)

Maksunya adalah memperoleh suatu persetujuan oleh negara bersangkutan sebelum melakukan sebuah tindakan. Contoh yang umum tentang hal ini adalah pengirima tentara ke negara lain atas permintaanya. Persetujuan ini harus diberikan sebelum atau pada saat pelanggaran itu terjadi. Persetujuan yang diberikan setelah terjadinya pelanggaran sama artinya dengan penanggalan hak untuk mengklaim ganti rugi. Namun dalam hal ini, persetujuan yang diberikan kemudian itu tidak menghilangkan unsur pelangaran hukum Internasional.

2. Diterapkannya sanksi-sanksi yang sah

Suatu tindakan pelanggaran dikesampingkan manakala tindakan itu dilakan sebagai suatu upaya yang sah menurut hukum Internasional sebagai akibat adanya pelanggaran internasional yang dilakukan oleh negara lainnya. Pada masa sebelum 1945, tindakan-tindakan seperti ini tampak dalam tindakan pembalasan terhadap negara lainyang sebelumnya telah melakukan pelanggaran dengan kekerasan (senjata).

3. Keadaan Memaksa (Force Major)

(34)

Force Major telah lama diterima sebagai alasan pembebasan tanggung jawab negara. Pasal 23 Rancangan komisi Hukum Internasional tentang tanggung jawab negara menentukan bahwa kesalahan negara dapat dihindari atau karena adanya kejadian yang tidak dapat diduga sebelumnya di luar control / pengawasan suatu negara yang membuatnya dan yang secara materii tidak mungkin bagi negara yang bersangkutan untuk memenuhi kewajiban Internasional tersebut. Sebagai contoh enang hal ini dapat kita lihat dalam sengketa the Gill. Dalam kasus ini, rumah seorang warga Inggris yang berdiam di Mexico hancur sebagai akibat adanya enyerangan tiba-tiba dan tidak terduga oleh sekelmpok tentara anti pemerinta Mexico. Komisi yang dibentuk untuk menangani perkara ini berpendapat bahwa tidak dapat dicegahnya tindakan itu bukan karena kelalaian pemerintah Mexico, tetapi karena memang pemerintah Mexico tidak mungkin mengambi tindakan dalam menghadapi keadaan yang tiba- tiba tersebut.

4. Tindakan yang sangat diperlukan (Doctrine of necessity)

Doctrine of necessity menyataka bahwa suatu negara dapat melakukan suatu tindakan yang merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan kepentingan yang esensil terhadap bahaya yang sangat besar. Dapat kita liha dari kasus the Torrey Canyon, dalam kasus ini, kapal tanker minyak Liberia karam dan menumpahkan minyak dalam jumlah yang besar di laut lepas ( di luar laut territorial Inggris), kemudian Inggris pun melakukan tindakan penyelamatan namuntidak membawa hasil yang berarti, akhirnya

(35)

Inggris meledakkan kapal tanker tersebut. Tentang peledakan ini, Komisi Hukum Internasional berpendapat bahwa tindakan inggris tersebut dibenarkan karena tindakan Inggris tersebut memang sangat diperlukan untuk menyelamatkan kapal inggris dari pencemaran yang terus berlanjut.

Dalam hal ini terdapat perbedaan antara doctrine of nessecity dengan force major, untuk doctrine of nessecity tindakan pelanggaran hukum terpaksa dilakukan oleh suatu negara karena tindakan tersebut adalah satu-satunya cara untuk melindungi kepentingan vitalnya, sedangkan force major adalah suatu keadaan dimana kekuatan yang bersifat di luar kemampuan dan tidak dapat dihindari serta suatu tindakan pelanggaran yang dilakukan karena adanya kondisi yang berada di luar control atau pengawasan negara.

5. Tindakan Bela Diri (Self Defence)

Negara dapat juga dibebaskan dari tanggung jawab atas perbuatan yang tidak sah apabila tindakan tersebut dilakukan untuk membela diri. Yang menjadi tolak ukur dari suatu tidakan pembelaan diri adalah bahwa perbuatan tersebut harus sesuai dengan Piagam PBB. Jika tidak, tindakan tersebut tidak menghapus tanggung jawab tersebut.

Tanggung jawab suatu negara merupakan sesuatu yang diperlukan agar terciptanya keharmonisan dalam hubungan Internasional maupun kehidupan Internasional, tanpa adanya prinsip tanggung jawab negara, maka setiap negara dapat sewenang-wenang menjalankan kekuasaanya tanpa menghargai

(36)

B. Peran Negara Dalam Hubungan Diplomatik

Diplomatik berasal dari bahasa latin diploma atau bahasa Inggris diplomacy yaitu piagam. Dalam arti luas diplomatic diartikan sebagai sarana- sarana yang sah dan legal yang digunakan oleh suatu negara utuk melakukan politik luar negerinya. Untuk menjalin hubungan diantara negara-negara itu, biasanya negara tersebut saling menempatkan perwakilannya (Kedutaan atau Konsuler).

Hubungan diplomatik sering dilakukan secara terbuka, artinya hubungan antar bangsa yang rakyatnya diberi informasi tentang isi perjanjian antara negara-negara peserta. Namun, hubungan diplomatik juga dapat dilakukan secara tertutup artinya bahwa hubungan yan dilakukan hanya diantara negara- negara peserta saja.16

Peran negara di dalam hubungan diplomatik sendiri bisa sebagai negara penerima ataupun negara yang mengirim perwakilan dari negaranya baik itu perwakilan diplomatik maupun perwakilan konsuler. Dalam Konvensi Wina 1961 Pasal 20-36 dikatakan bahwa negara penerima harus memberikan kemewahan bagi pejabat diplomatik untuk melaksanakan fungsi-fungsi dan misinya, seperti memeberikan kekebalan terhadap diri pribadi, kekebalan terhadap kantor perwakilan dan rumah kediaman, serta kekebalan terhadap koresponden(imunitas surat-menyurat).Untuk negara pengirim sendiri yang

16 winn-star.blogspot.co.id/2014/02/hubungan-diplomatik-dan-peranan.html?m=1.

(37)

mengirimkan wakilnya untuk menjalin suatu hubungan dengan negara yang bersangkutan wajib memberikan informasi mengenai kualifikasi wakilnya dan meminta persetujuan dari negara yang bersangkutan.

Suatu negara yang mengadakan hubungan dengan negara lain,baik itu hubungan diplomatic maupun hubungan lainnya dapat dikatakan sebagai negara yang sesungguhnya karena telah memenuhi unsur-unsur negara dalam MontevideoConvention 1933 Pasal 1 yakni wilayah, penduduk, pemerintah, dan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan negara lain. 17

C. Keikutsertaan Negara dalam Hubungan Diplomatik

Setiap negara yang merdeka dan berdaulat mempunyai right obligation, hak ini ada yang aktif yaitu hak suatu negara untuk mengakrediasi wakilnya ke negara lain dan yang pasif yaitu kewajiban suatu negara untuk menerima wakil-wakil dari negara asing.Dalam perkembangan selanjutnya, hak yang pasif sudah secara umum ditinggalkan, hukum Internasional tidak mengharuskan suatu negara membuka hubungan diplomatic dengan negara lain, seperti juga tidak ada keharusan untuk menerima misi diplomat asing ke suatu negara, demikian juga negara tidak mempunyai hak untuk meminta negara lain untuk menerima wakil-wakilnya.18

(38)

Menurut hukum Internasional, terdapat kaitan yang erat dalam pembukaan hubungan diplomatic suatu negara dengan pengakuan yang diberikan terhadap negara yang ingin mengadakan hubungan diplomatic dan pemerintahnya. Hal ini menunjukkan unsur negara yaitu kapasitas dalam berhubungan dengan negara lain berkaitan dengan pengakuan yang diberikan dan kesepakatan negara yang ingin mengadakan hubungan tersebut.

Keikutsertaan suatu negara dalam mengadakan hubungan diplomatik merupakan hal yang sangat penting karena selain merupakan sarana untuk membuktikan kemampuan suatu negara dalam mengadakan hubungan yang merupakan salah satu unsur negara dalam Konvensi Montevideo 1933, juga merupakan sarana untuk memelihara hubungan persahabatan antara negara yang melakukan hubungan.

Pembuktian kemampuan suatu negara dalam mengadakan hubungan dengan negara lain menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki kualifikasi untuk bertindak dalam dunia Internasional, dalam hal ini berkaitan dengan keikutsertaan negara dalam pemanfaatan Ruang Angkasa untuk berbagai kepentingan.

Pemanfaatan ruang angkasa oleh suatu negara harus didasarkan pada perjanjian Internasional yang ada tentang ruang angkasa, dalam hal ini negara harus mengikuti ketentuan dan prinsip yang ada dalam perjanjian internasional tersebut dalam setiap kegiata yang dilakukannya dalam hal memanfaatkan ruang angkasa.

(39)

Keikutsertaan negara dalam perjanjian Internasional merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh setiap negara yang ingin memanfaatkan ruang angkasa. Jika suatu negara ingin memanfaatkan ruang angkasa dengan tida mengikuti ketentuan dalam perjanjian Internasional tentang hukum angkasa, maka suatu negara akan mendapatkan tekanan dari negara-negara peserta perjanjian Internasional tentang hukum angkasa tersebut, karena perjanjian tersebut sendiri dibuat untuk keuntungan semua negara, sehingga negara yang tidak megikutserakan dirinya dalam perjanjian Internasional tersebut akan dianggap oleh negara peserta tadi sebagai suatu ancaman terhadap negara- negara tersebut. Dapat kita lihat dari adanya aturan mengenai pemanfaatan ruang angkasa untuk tujuan damai (Space Treaty 1967), jika suatu negara tdak mengikuti aturan tersebut dan meluncurkan objek yang berisi senjata nuklir yang dapat diluncurkan dari ruang angkasa maka pastilah negara lain akan merasa terancam akan hal tersebut, dan pengucilan serta pemutusan hubungan dengan negara yang tidak mengikuti perjanjian tersebut akan terjadi, yang akan menyebabkan negara tersebut menjadi perlahan hilang, karena kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain merupakan unsur dari suatu negara sehingga negara tersebut dapat dikatakan sebagai negara.

(40)

BAB III

PENGARUH SPACE DEBRIS DALAM DUNIA INTERNASIONAL

A. Hal-hal yang Diatur dalam Liability Convention 1972 tentang Space Debris

Liability Convention 1972 merupakan salah satu perjanjian internasional yang mengatur mengenai tanggung jawab terhadap kerusakan yang terjadi akibat pengiriman benda ruang angkasa (Space Object) untuk melengkapi Outer Space Treaty 1967 yaitu perjanjian tentang prinsip-prinsip tentang kegiatan negara dalam eksplorasi serta pemanfaatan ruang angkasa, termasuk Bulan dan benda-benda angkasa lainnya.

Dalam Liability Convetion 1972 diatur tentang :

1. Absolute Liability( Tanggung Jawab Secara Mutlak) Article II

“A launching State shall be absolutely liable to pay compensation for damage caused by its space object on the surface of the earth or to aircraft in flight.”19

Pasal II tersebut menyatakan bahwa negara peluncur akan bertanggung jawab secara mutlak terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh benda angkasa yang diluncurkannya terhadap kerusakan yang ada di permukaan bumi atau pesawat udara yang sedang dalam penerbangan.

19 Mieke Komar Kantaatmadja.1984.Berbagai Masalah Hukm Udara dan Ruang Angkasa.Bandung:Remadja Karya CV, hal.160.

(41)

Dalam hal ini pihak yang dirugikan tidak perlu lagi untuk membuktikan atau memberikan pembuktiantentangadanya unsur kesalahan pada pihak penyebab kerugian, tetapi cukup dengan menunjukkan fakta tentang adanya kerugian pada negara tersebutoleh benda ruang angkasa yang diklasifikasikan sebagai milik negara peluncur tersebut..

2. Liability Based on Fault (Tanggung Jawab Berdasarkan Kesalahan) Article III

“In the event of damage being caused elsewhere than on the surface of the earth to a space object of one launching State or to persons or property on board such a space object by a space object of another launching State, the latter shall be liable only if the damage is due to its fault or the fault of the persons for whom it is responsible.”20

Prinsip ini diberlakukan apabila kerugian itu terjadi bukan di permukaan bumidan diudara, akan tetapi terjadi di luar angkasa, misalnya

Pasal III tersebut menyatakan dalam hal terjadi kerusakan bukan di atas permukaan bumi dan menimpa benda antariksa milik negara peluncur lainnya, atau orang dan harta milik yang ada di dalam benda antariksa milik negara peluncur lain, maka negara peluncur yang menimbulkan kerugian akan bertanggung jawab hanya pada kerusakan yang terjadi apabila negara lainnya dapat membuktikan adanya kesalahan atau kelalaian dari pihak peluncur tersebut.

(42)

dalam hal benda ruang angkasa suatu negara mnimbulkan kerugian pada negara lain karena merusak atau menabrak benda benda angkasa milik peluncur lain .

3. Join and Several Liability (Tanggung Jawab Gabungan atau Beberapa) Article IV

In the event of damage being caused elsewhere than on the surface of earth to a space object of the launching State or to persons or property on board such a space object by a space object of another launching State, and of damage thereby being caused to a third State or to its natural or juridical persons, the first two States shall be jointly and severally liable to the third State, to the extent indicated by the following:21

(1) if the damage has been caused to the third State o the surface of the earth or to aircraft in flight, their liability to the third State shall be absolute ;

(2) if the damage has been caused to a space object of the third Sate or to persons or property on board that space object elsewhere than on the surface of the earth, the liability to the third State shall be based on the fault of either of the first two States or on the fault of persons for whom either is responsible.

(3) In all cases of joint and several liability referred to in paragraph 1, the burden of compensation for the damage shall be apportioned

21 Mieke Komar Kantaatmadja.Loc.Cit.

(43)

between the first two States in accordance with the extend to which they were at fault ; if the extent of the fault of each States cannot be established, the burden or compensation shall be without prejudice to the right of the third State to seek the entire compensation due under this Convention from any or of all the launching States which are jointly and severally liable.

Ada dua buah bentuk pertanggung jawaban dalam joint and several liability yaitu gabungan atau beberapa negara. Pasal IV ini berkaitan dengan kasus-kasus yang melibatkan kerusakan yang diakibatkan oleh pihak ketiga sebagai akibat dari tabrakan antara benda-benda ruang angkasa dari negara lain.

Article V

(1) Whenever two or more States jointly launch a space object, they shall be jointly and severally liable for any damage caused.

(2) A launching State which has paid compensation for damage shall have the right to present a claim of indemnification to other participants in the joint launching. The participants in a joint launching may conclude agreements regarding the apportioning among themselves of the financial obligation in respect of which they are jointly and severally liable. Such agreements shall be without prejudice to the right of a State sustaining damage to seek the entire compensation due under

(44)

this Convention from any or all the launching States which are jointly and severally liable.

(3) A State from where territory or facility a space object is launched shall be regarded as a participant in a joint launching.22

Pasal V meliputi pertanggungjawaban karena kerusakan yang diakibatkan oleh benda-benda ruang angkasa yang diluncurkan oleh lebih dari satu negara. Dalam pasal IV dan V Liability Convention 1972 menjelaskan mengenai dalam peristiwa seperti apa saja bisa dikenakan joint and several liability.

4. Pembebasan dari tanggung jawab (Exoneration From Liability) Article VI

(1) Subject to the provisions of paragraph 2, exoneraton from absolute liability shall be granted to the extent that a launching State establishes that the damage has reslted either wholly or partially from gross negligence or from an act or omission done with intent to cause damage on the part of a claimant State or of natural or juridical persons it represents.

(2) No exoneration whatever shall be granted in cases where the damage has resulted from activities conducted by a launching State which are not in conformity with international law including, in particular, the Charter of the United Nations and the Treaty on Principles Governing the Activities

22 Ibid., hal 161.

(45)

of States in the Exploration and Use of Outer Space, including the Moon and Other Celestial Bodies.

Pasal VI ini adalah mengenai pembebasan dari

“pertanggungjawaban secara mutlak”. Pasal VI ini merupakan pasal yang telah mengubah aturan “pertanggungjawaban secara mutlak”yang dibebankan kepada negara peluncur menjadi “pembebasan dari pertanggungjawan secara mutlak”.

Pembebasan tanggungjawab secara mutlak ini harus diberikan sejauh negara peluncur menyatakan bahwa kerusakan tersebut secara keseluruhan atau sebagian disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian berat atau kejahatan atau pelanggaran dengan maksud menyebabkan kerugian bagi pihak penuntut atau terhadap orang-orang, alam, dan badan hukum atau negara yang mewakilinya.23

5. Prinsip-prinsip dalam Liability Convention 1972

Berikut garis besar prinsip-prinsip dalam Liability Convention 1972:21 a. Negara peluncur atau negara yang ikut bersama-sama meluncurkan

atau negara yang memberikan fasilitas peluncuran atau Organisasi Internasional yang ikut serta dalam peluncuran benda-benda ruang angkasa harus bertanggung jawab secara Internasional aas kerusakan dan atau kerugian yang diderita oleh negara lain baik terhadap harta benda dan manusia, badan hukum maupun terhadap masalah kerugian

(46)

yang diderita suatu pesawat udara dalam penerbangan sebagai akibat dari pelaksanaan keantariksaan dari negara peluncur.Prinsip tanggung jawab ini terdapat dalam artikel I,II,IV, dan V.

b. Terdapat dala artikel I, yang dimaksud dengan benda-benda angkasa atau Space Object adalah juga termasuk segala peralatan dan aau bagian dari benda angkasa yang diluncurkan ke ruang angkasa.

c. Kerusakan yang terjadi harus dipertanggung jawabkan secara Internasional oleh negara peluncur, dimana keruakan-kerusakan itu dapat terjadi di permukaan bumi, misalnya terhadap lingkungan, harta benda, dan sebagainya sesuai dengan Liability Convention 1972.

d. Tanggung jawab yang dipikul oleh negara peluncur adalah tangung jawab berdasarkan kesalahan(artikel II,III,IV, dan VI).

e. Tanggung jawab akibat jatuhnya benda-benda ruang angkasa atau kerusakan yang terjadi sebagai akibat kegiatan ruang angkasa dapat dipikul oleh lebih dari satu negara secara bersama-sama dalam peluncuran benda-benda ruang angkasa( artikel V).

f. Tuntutan negara yang dirugikan dapat dilakukan terhadap negara peluncur dengan suatu pembayaran ganti rugi melalui saluran diplomatic, bila tidak ada hubungan diplomatic antara negara peluncur dengan negara yang menderita kerugian maka dapat dilakukan dengan meminta bantuan terhadap negara lain yang mempunyai hubungan diplomatikdengan negara peluncur (artikel VIII dan artikel IX).

(47)

g. Mata uang dari pembayaran ganti rugi yang dilakukan adalah mata uang dari negara yang dirugikan, kecuali jika ganti rugi akan dilakukan dalam bentuk lain sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak (artikel XIII).

h. Penuntutan pembayaran ganti rugi dapat dilakukan melalui Komisi Penuntut yang dibentuk berdasarkan persetujuan antara pihak penuntut dan pihak yang dituntut (artikel XVI, XVII, XVIII, XIX, dan XX).

B. Pengaruh Space Debris terhadap hukum lingkungan

Sebelum membahas pengaruh Space Debris terhadap hukum lingkungan perlu diketahui bahwa Space Debris merupakan sisa hasil kegiatan manusia yang sudah tidak ada menfaatnya lagi, peberian pengertian ini dibutuhkan untuk memberikan batasan antara Space Debris dengan benda-benda angkasa angkasa lainnya, karena dalam hal ini, kita tidak mungkin mengklasifikasikan bebatuan angkasa lainnya yang terdpat di luar angkasa sebagai Space Debris, karena asal benda tersebut memang sudah ada di angkasa dan bukan hasil kegiatan manusia , sehingga tidak dapat diklasifikasikan sebagai Space Debris.

Di samping manfaat yang begitu besar yang dapat diambil dari eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa bagi umat manusia, telah pula dirasakan adanya dampak negatif dari kegiatan tersebut. Di antara dampak negatif itu yang dapat disebutkan adalah terjadinya dampak lingkungan, dan dampak

(48)

dan lingkungan serta dapat mengakibatkan hambatan dan kerugian bagi pembangunan nasional.

Menarik pelajaran dari pencemaran lingkungan sebagaimana dapat dilihat dari banyaknya kasus pencemaran lingkungan yang terjadi di bumi, di laut, di dalam wilayah kedaulatan udara suatu negara, hal itu dapat pula terjadi di ruang angkasa, bulan dan benda-benda langit lainnya sebagai akibat dari kegiatan negara-negara dalam melakukan eksplorasi dan eksploitasi ruang angkasa. Pencemaran lingkungan dapat menimbulkan berbagai implikasi dan kadang-kadang menimbulkan implikasi politik karena sifatnya yang transnasional dan menyangkut berbagai kepentingan negara yang mempunyai kebutuhan berbeda sehingga penyelesaiannya atau cara mengatasinya dapat menimbulkan kesulitan.24

Akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ruang angkasa yang semakin lama semakin pesat, dan kegiatan ruang angkasa yang semakin lama semakin luas, maka dirasakan perlu untuk dapat mengakomodasikan terjadinya perubahan aspek-aspek sosial, ekonomi, politik, dan militer dalam suatu peraturan hukum internasional. Hal ini telah berhasil dituangkan dalam perjanjian internasional yang khusus mengatur kegiatan negara-negara di ruang angkasa. Demikian pula untuk memecahkan masalah pencemaran lingkungan akibat kegiatan negara-negara di ruang angkasa, ditambah lagi dengan adanya suatu tendensi dimulainya komersialisasi kegiatan ruang

24 Saefullah Wiradipraja.1988. Hukum Angkasa dan Perkembangannya.Bandung:Remadja Karya CV, hal182

(49)

angkasa yang memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan yang lebih luas, hal ini perlu pula kiranya diatur dalam suatu peraturan hukum internasional sesuai dengan kepentingan negara-negara yang mempunyai kebutuhan saling berbeda dan saling bergantung pada abad kedua puluh ini.25

Berikut beberapa jenis pencemaran yang sudah mulai tampak dan dapat menimbulkan bahaya serta kerugian bagi kehidupan manusia dan lingkungan:26

1. Penggunaan sumber tenaga nuklir di ruang angkasa

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ruang angkasa telah demikian jauh sehingga telah dapat dikembangkan penggunaan sumber tenaga nuklir (Nuclear Power Sources-NPS) untuk kegiatan di ruang angkasa. Penggunaan NPS dapat memberikan beberapa keuntungan, diantaranya ialah dapat menjadi sumber tenaga yang cukup potensial dan dapat dipakai untuk jangka waktu yang cukup lama sehingga untuk kegiatan di ruang angkasa tidak lagi bergantung sepenuhnya pada sumber tenaga solar.

Ternyata penggunaan NPS di ruang angkasa dapat menimbulkan dampak negative bila sebuah satelit yang mengunakan sumber tenaga nuklir tersebut mengalami kerusakan sehinga dapat menimbulkan bahaya radiasi atau kontaminasi nuklir, baik pada ruas ruang angkasa ataupun pada ruas bumi bila ia jatuh ke bumi. Sebagai contoh dapat disebutkan peristiwa jatuhnya satelit

25 Sukanda Husin.2016. Hukum Lingkungan Internasional.Jakarta :PT Raja Grafindo Persada,

(50)

Cosmos 954 milik Uni Soviet yang jatuh di wilayah Canada dan satelit Cosmos 1402, juga kepunyan Uni Soviet, yang jatuh di bagian tenggara Kepulauan Diego Garcia.

Dengan terjadinya peristiwa kecelakaan tersebut di atas maka Komite Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Pengunaan Ruang Angkasa untuk Maksud Damai (United Nations Committee on The Peaceful Uses of Outer Space – UN – COPUOS) telah membahas masalah penggunaan NPS di ruang angkasa.

Masalah lain yang masih berhubungan dengan penggunaan nuklir ialah dilakukannya percobaan-percobaan nuklir di ruang angkasa oleh negara adikuasa. Sebagai salah satu contoh dapat dilihat percobaan nuklir yang dilakukan oleh Amerika Serikat pada tahun 1962. Dalam percobaan itu telah dilakukan suatu ledakan yang berkekuatan1,4 megaton, yang telah mengakibatkan suatu zone radiasi di daerah Van Allen Belt.

2. Pecahan benda angkasa

Mengenai jatuhnya pecahan benda angkasa ke bumi dapat dicatat beberapa peristiwa, di antaranya ialah :

- Pecahan benda angkasa telah jatuh di atas sebuah kapal Jerman yang sedang berlayar di Atlantik, 1969;

- Jatuhnya Cosmos 954 kepunyaan Uni Soviet di Canada, 1978;

- Jatuhnya pecahan skylab kepunyaan Amerika Serikat di sekitar Australia dan Samudera Hindia, 1979;

(51)

- Jatuhnya Cosmos 1402 kepunyaan Uni Soviet di tenggara Kepulauan Diego Garcia, 1983;

- Jatuhnya beberapa pecahan benda angkasa di Indonesia diantaranya di Joilolo, Maluku, 1988; dan banyak lagi peristiwa lainnya.

Demikianlah sedikit gambaran dari sekian banyak pecahan benda angkasa yang dapat dimonitor dan jatuh di permukaan bumi.

Untuk dapat mengetahui berapa banyak pecahan benda angkasa yang jatuh ke permukaan bumi diperlukan suatu observasi yang cukup cermat, tetapi hal semacam ini sukar dilaksanakan mengingat luasnya lautan dan daerah di bumi yang tidak didiami oleh manusia. Kiranya sulit pula untuk meramalkan kapan dan di mana jatuhnya pecahan benda angkasa yang tidak terbakar habis sewaktu memasuki atmosfer bumi. Mengenai luas daerah yang akan terkena bila ada pecahan benda angkasa yang jatuh diperkirakan sepanjang 1.000 mil dan selebar 200 mil.

Dapat dikatakan bahwa jatuhnya benda angkasa dapat mengakibatkan bencana yang cukup serius apabila ia jatuh di daerah yang padat penduduknya. Besarnya kerusakan atau kerugian yang diakibatkannya ditentukan oleh besar dan beratnya pecahan benda angkasa dan tempat atau daerah ia jatuh. Kerugian akan besar sekali bila yang jatuh ke bumi adalah sebuah tangki bahan bakar yang masih berisi bahan bakar atau pecahan benda angkasa yang mengandung bahan radioaktif. Selain kemungkinan jatuhnya benda angkasa ke bumi, ia juga dapat

(52)

mengakibatkan terjadinya tubrukan di ruang angkasa. Hal itu sangat membahayakan penerbangan ruang angkasa dan stasiun ruang angkasa.

Dengan semakin banyaknya peluncuran benda angkasa ke ruang angkasa, maka kegiatan ruang angkasa dapat mencapai suatu titik yang dapat membahayakan umat manusia dan lingkungannya.

3. Lapisan ozon

Masalah lain adalah terjadinya kontaminasi stratosferik yang dapat mengubah lapisan ozon (O3) yang merupakan lapisan pelindung permukaan bumi dari bahaya radiasi sinar ultraviolet. Sebagaimana diketahui, lapisan ozon dapat terganggu oleh gas dengan konsentrasi tinggi seperti karbondioksida dan klorin. Kegiatan ruang angkasa mungkin dapat merupakan salah satu penyebab menipisnya lapisan ozon tersebut, tetapi hal ini masih perlu diteliti lebih lanjut.

Pengriman satelit ke luar angkasa yang selama ini telah dilakukan oleh negara berdasarkan data tahun 2017 telah menghasilkan kurang lebih 170 juta Space Debris yang terdiri dari satelit non-aktif(ada yang menggunakan energy nuklir) dan kepingan-kepingan dari badan satelit non aktif yang bertabrakan satu sama lain yang panjang dan lebar dari kepingan Space debris yang paling kecil adalah 10 cm.

Hukum lingkungan Internasional secara umum dapat diartikan sebagai seperangkat aturan yang negara-negara berdaulat terikat untuk menerapkannya dalam upaya untuk mencegah dan memitigasi kerusakan-kerusakan terhadap

(53)

lingkungan dan ekosistemnya sebagai akibat dari adanya suatu kegiatan manusia. Perkembangan hukum lingkungan Internasional modern dimulai dengan dikeluarkannya Deklarasi Stockholm 1972. Prinsip Deklarasi ini mengharuskan negara untuk bekerjasama dalam membangun Hukum Lingkungan Internasional.27

C. Kasus-kasus Jatuhnya benda Angkasa di Dunia Internasional

Adanya Space Debris merupakan salah satu permasalahan dalam hukum lingkungan itu sendiri, karena hukum lingkungan tadi seperti yang telah disebutkan sebelumnya selain untuk mencegah dan mengurangi kerusakan akibat kegiatan manusia, juga bertujuan untuk memelihara lingkungan yang menjadi tempat hidup manusia. Sementara Space Debris merupakan suatu ancaman terhadap lingkungan yang dapat merusak dan mencemari lingkungan karena sewaktu-waktu dapat masuk dan jatuh ke permukaan bumi, misalnya satelit non aktif yang menggugakan nuklir sebagai sumber energinya, jatuh di laut atau lingkungan hutan yang dapat menmbulkan pencemaran radioaktif dan kerusakan bagi lingkungan hidup manusia.

Aktivitas ruang angkasa yang begitu pesat menyebabkan semakin menumpuknya Space Debris. Seiring dengan berlalunya waktu dari sejak diluncurkannya satelit I tahun 1957, telah terdapat beberapa kejadian

(54)

jatuhnya sampah ruang angkasa (Space Debris). Berikut berapa kasus kerugian akibat Space Debris yag pernah terjadi di dunia Internasional:

1. Cosmos 954 Case

Satelit Cosmos 954 merupakan satelit milik Uni Soviet yang jatuh di Kanada pada tahun 1978, diketahui bahwa satelit itu merupakan NPS (Nuclear Source-Power) yang merupakan salah satelit yang memanfaatkan energy nuklir untuk beroperasi di ruang angkasa. Sebuah kerusakan terjadi pada Cosmos 1954 yang kemudian mencegah pemisahan yang aman reactor nuklir on-board di ruang angkasa yang kemudian jatuh di Kanada bagian utara yang menyebabkan tersebarnya puing-puing radioaktif di wilayah tersebut yang mendorong pembersihan yang luas, hal ini tentu saja menebabkan kerugian bagi negara Kanada karena terjadi pencemaran lingkungan di wilayah negaranya.28

2. Jatuhnya bagian motor Cosmos-3M milik Rusia di Gorontalo

Pemerintah Kanada selaku pihak yang dirugikan mempunyai hak untuk menuntut pihak Uni Soviet karena benda angkasa milik Uni Soviet ersebut telah jatuh ke wilayah Kanada dan menyebabkan kerusakan.

Kejadian ini terjadi pada tanggal 26 Maret 1981 di Gorontalo dimana jatuh tabung bahan bakar USSR yang melalui hasil identifikasi menunjukkan, bahwa benda langit tersebut adalah bagian dari moter Cosmos -3 M milik Rusia, baying kana a yang terjadi bila benda angkasa itu jatuh pada rumah

28 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kosmos.954

Referensi

Dokumen terkait

Memang orang materialis tidak mengatakan bahwa manusia sama dengan benda seperti kayu dan batu, tetapi materialisme mengatakan bahwa pada akhirnya/pada

Meskipun ada saja sejumlah masalah pelanggan yang tidak dapat diselesaikan dengan sukses, organisasi yang memiliki tim dengan posisi terbaik, menggunakan alat terbaik,

Manfaat yang akan diperoleh dapat berupa perkembangan riset tentang pengaruh CEO duality dan interlocking directorship terhadap smoothness laba perusahaan manufaktur yang

Alasan peneliti dalam meneliti penelitian ini salah satunya adalah karena gambar karikatur yang terdapat pada editorial Clekit Jawa Pos edisi... 4 oktober 2011, di mana

Di dalam tempat wisata tersebut terdapat fasilitas–fasilitas yang di gunakan sesuai pada fungsinya dan juga memiliki aspek rupa atau tampilan yang monoton

Bagaimana hasil belajar siswa kelas X SMK Muhammadiyah Prambanan pada mata pelajaran Gambar Teknik Mesin I sebelum dilakukan perlakuan pembelajaran dengan media

Pass bahan bakar menyatakan jumlah sirkulasi bahan bakar ke teras reaktor dan parameter optimasi pass adalah nilai power peaking factor mendekati 1, discharge burn up

Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi maka refleksi untuk menelusuri kekurangan pada siklus I dan diperbaiki pada tindakan siklus II dari hasil evaluasi siklus I belum