• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN ILMU PADA MASA MODERN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERKEMBANGAN ILMU PADA MASA MODERN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN ILMU PADA MASA MODERN

Perkembangan zaman berlangsung begitu cepat. Masyarakat berjalan secara dinamis mengiringi perkembangan zaman tersebut. Seiring dengan hal itu, filsafat sebagai suatu kajian ilmu juga berkembang dan melahirkan tiga dimensi utama sekaligus sebagai obyek kajiannya. Sejarah pemikiran para filosuf oleh dunia Barat telah dibagi menjadi tiga periode, yaitu pertama, zaman kuno yang terbagi dua periode, yaitu zaman pra-Socrates dan pasca-Socrates, di mana pada zaman ini terdapat kemajuan manusia. Kedua, zaman pertengahan, yakni zaman di mana alam pikiran dikungkung atau didominasi oleh Gereja. Zaman ini telah menunjukkan kemunduran pemikiran manusia, kebebasan pemikiran sangat terbatas, perkembangan sains amat sulit dan perkembangan filsafat tersendat-sendat. Ketiga, zaman modern, yakni zaman sesudah abad pertengahan berakhir hingga sekarang. Terlepas dari pembatasan itu, yang jelas zaman modern sangat dinanti-nantikan oleh banyak pemikir manakala mereka mengingat zaman kuno ketika peradaban begitu bebas, pemikiran tidak dikekang oleh tekanan-tekanan di luar dirinya. Kondisi semacam itulah yang hendak dihidupkan kembali pada zaman modern. Definisi/Karakteristik pemikiran pada Masa Modern

Filsafat modern lahir melalui proses panjang yang berkesinambungan, dimulai dengan munculnya abad Renaissance. Istilah ini diambil dari bahasa Perancis yang berarti kelahiran kembali. Karena itu, disebut juga dengan zaman pencerahan (Aufklarung). Pencerahan kembali mengandung arti “munculnya kesadaran baru manusia” terhadap dirinya (yang selama ini dikungkung oleh gereja). Manusia menyadari bahwa dialah yang menjadi pusat dunianya bukan lagi sebagai obyek dunianya.

Zaman modern ditandai dengan berbagai penemuan dalam bidang ilmiah. Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman modern ini sesungguhnya sudah dirintis sejak zaman Renaissance. Awal mula dari suatu masa baru ditandai oleh usaha besar dari Descartes untuk memberikan kepada filsafat suatu bangunan yang baru. Filsafat berkembang bukan pada zaman Renaissance itu, melainkan kelak pada zaman sesudahnya (Zaman Modern).

Renaissance lebih dari sekedar kebangkitan dunia modern. Renaissance ialah periode penemuan manusia dan dunia, merupakan periode perkembangan peradaban yang terletak di ujung atau sesudah Abad Kegelapan sampai muncul Abad Modern. Zaman ini juga disebut sebagai zaman Humanisme. Maksud ungkapan ini ialah manusia diangkat dari Abad Pertengahan yang mana manusia dianggap kurang dihargai sebagai manusia. Kebenaran diukur berdasarkan ukuran Gereja (Kristen), bukan menurut ukuran yang dibuat manusia. Humanisme menghendaki ukuran haruslah manusia. Karena manusia mempunyai kemampuan berpikir, maka humanisme menganggap manusia mampu mengatur dirinya dan mengatur dunia.

Jadi, zaman Modern filsafat didahului oleh zaman Renaissance. Sebenarnya secara esensial zaman Renaissance itu, dalam filsafat, tidak berbeda dari zaman modern. Ciri-ciri filsafat Renaissance ada pada filsafat modern. Tokoh pertama filsafat modern adalah Descartes. Pada filsafat kita menemukan ciri-ciri Renaissance tersebut. Ciri itu antara lain ialah menghidupkan kembali Rasionalisme Yunani (Renaissance), Individualisme, Humanisme, lepas dari pengaruh agama dan lain-lain.

Sejak Kant, persoalan filsafat yang terpenting ialah soal pengetahuan manusia. Kenyataan oleh Kant dibag dua, yaitu kenyataan dunia empiris dan kenyataan dunia nominal ( Reinen vernuft dan Praktischen Vernunft ). Maka timbul aliran besarnya : Idealisme mementingkan subjek , dan empirisme mementingkan subjek. Di samping itu, pandangan-pandangan pesimisme dan metafisika.

Filsafat modern menampakkan karakteristiknya dengan lahirnya aneka aliran-aliran besar filsafat, yang diawali oleh Empirisme dan Idealisme. Sifat-sifat abad ke-20 adalah lawan dari sifat-sifat abad ke-19 : anti posivitis, tidak mau bersistem, realistis, menitikberatan pada manusia, pluralistis, (lawanya monistis: yang mengatakan bahwa semua adalah satu). Selain

(2)

kedua aliran itu, juga akan diketengahkan aliran-aliran besar lainnya yang ikut berperan mengisi lembaran filsafat modern, yaitu idealisme, materialisme, positivisme, fenomenologi, eksistensialisme dan pragmatisme.

Para filosof zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. Namun tentang aspek mana yang berperan ada beda pendapat. Aliran rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti berasal dari rasio (akal). Aliran empirisme, berpangkalan dari materi sebagai “arah brpikir” merupakan lanjutan dari positivisme. Sekarang hampir dimana-mana telah ditinggalkan. Lalu muncul aliran kritisisme, yang mencoba memadukan kedua pendapat berbeda itu.

Tokoh/filosof yang hidup pada masa modern a. Tokoh Rasionalisme

1). Rene Descartes (1596-1650)

Rene Descastes (Certasius/1596-1650) yang digelar sebagai “Bapak filsafat mo-dern”. Descartes berasal dari Perancis, lahir tahun 1596 di sebuah kota bernama La Haye, dan wafat tahun 1650 di Stockholm. Karya pentingnya ialah Discours de la Methode (Uraian tentang Metode), terbit tahun 1637; Mediationes de Prima Philosophia (Renungan Tentang filsafat), terbit tahun 1641; dan Principia Philosophic (Prinsip-prinsip Filsafat), terbit tahun 1644.

2). Spinoza (1632-1677)

Nama lengkapnya ialah Baruch de Spinoza, dalam bahasa Latin disebut Benedictus dan dalam bahasa Portugis dengan Bento. Spinoza lahir di Amesterdam, Belanda tahun 1632 dan wafat tahun 1677 di Den Haag. Sebagai filsuf pengikut rasionalisme, Spinoza sangat tertarik kepada Descartes. Kecuali ahli dalam bidang filsafat, filsuf ini juga ahli dalam bidang politik, teologia dan etika. Ini terekam dalam tiga bukunya, yaitu Tractus Theologico Politicus (terbit tahun 1670), Ethica, Or dine Ceometrico Demonstrate (terbit tahun 1677), dan Tractus Politicus (terbit tahun 1677).

3). Leibniz (1646-1716)

Gottfried Eilhelm von Leibniz adalah filosof Jerman, pusat metafisikanya adalah idea tentang substansi yang dikembangkan dalam konsep monad.

b. Tokoh Empirisme

1). John Locke (1632-1704)

John Locke adalah filosof Inggris. la lahir di Wrington, Somersetshire, pada tahun 1632. Tahun 1647-1652 ia belajar di Westminster. Tahun 1652 ia memasuki Universitas Oxford, mempelajari agama Kristen. Sementara ia mempelajari vaknya, ia juga mempelajari pengetahuan di luar tugas pokoknya.

2). David Hume (1711-1776)

David Hume (1711-1776) lahir di Edinburg, Scotland tahun 1711 dan wafat tahun 1776 di kota yang sama. Karya terpentingnya ialah A Treatise on Human Nature, terbit tahun 1738-1740; An Enquiry Concerning Human Understanding, terbit tahun 1748; dan An Enquiry into the Principles of Moral, (terbit tahun 1751).

c. Tokoh Kriticisme

1). Immanuel Kant (1724-1804). d. Tokoh Idealisme dan Pemikirannya

1). J. G. Fichte (1762-1914) 2). F. W. J. Schelling (1775-1854) 3). Hegel (1770-1831) e. Materialisme 1). Ludwig Feuerbach (1804-1872) 3

(3)

2). Karl Marx (1818-1883) f. Tokoh Positivisme 1). Auguste Comte (1798-1857) g. Tokoh Fenomenologi 1). Edmund Husserl (1859-1938) 2). Max Scheler (1874-1928)

h. Tokoh Eksistensialisme dan Pemikirannya 1). Martin Heidegger (1889-1976)

2). Soren Kierkegard (1813-1855) i. Tokoh Pragmatisme dan Pemikirannya

1). William James (1842-1910) 2). John Dewey (1859-1952)

Pemikiran tokoh/ filosof yang hidup pada masa modern 2.3.1 Tokoh Rasionalisme dan Pemikirannya

a. Rene Descartes (1596-1650)

Semboyan dari aliran ini ialah ungkapan Descartes yang berbunyi: Cogito ergo sum/I think therefore I’m (saya berpikir maka saya ada).

Dari ungkapan sederhana ini, dapat diambil beberapa rumusan, sebagai berikut: 1. Eksistensi manusia yang paling sempurna ialah rasionya, sehingga rasio berperan

sebagai “pengenal dirinya” sesuai dengan koherensi antara berpikir dan berada. Artinya keberadaan manusia terwujud/terkonsep setelah dia memikirkan dirinya. 2. Dengan rasio, manusia berhasil menemukan kesan (pengetahuan baru) tentang dirinya

yang tidak atau kurang diketahui sebelumnya, kecuali melalui sumber lain, yaitu kitab suci.

3. Rasio tidak hanya sebagai penemu kesan (pengetahuan dan kebenaran) melainkan kebenaran/pengetahuan hanyalah yang diperoleh melalui rasio tersebut.

Untuk menemukan basis yang kuat bagi filsafat, Descartes meragukan (lebih dahulu) segala sesuatu yang dapat diragukan. Mula-mula ia mencoba meragukan semua yang dapat diindera. Dia meragukan adanya badannya sendiri. Keraguan itu menjadi mungkin karena pada pengalaman mimpi, halusinasi, ilusi, dan juga pada pengalaman dengan roh halus ada yang sebenarnya itu tidak jelas. Pada keempat keadaan itu seseorang dapat mengalami sesuatu seolah-olah dalam keadaan yang sesungguhnya. Setelah fondasi itu ditemukan, mulailah ia mendirikan bangunan filsafat di atasnya. Akal itulah basis yang paling terpercaya dalam berfilsafat.

b. Spinoza (1632-1677)

Berbeda dengan Descartes, sesuai dengan semboyannya “Deus sen Natura” (Tuhan atau alam), Spinoza adalah seorang rasionalis yang mistik. Menurut Spinoza, seluruh kenyataan merupakan kesatuan, dan kesatuan sebagai satu-satunya substansi sama dengan Tuhan atau alam. Segala sesuatu termuat dalam Tuhan-alam. Tuhan sama dengan aturan kosmos, Kehendak Tuhan berarti sama dengan kehendak alam, sehingga hukum-hukum alam sama dengan kehendak Tuhan.

c. Leibniz (1646-1716)

Metafisika Leibniz sama memusatkan perhatian pada substansi, yaitu prinsip akal yang mencukupi, yang secara sederhana dapat dirumuskan “sesuatu harus mempunyai alasan”. Bahkan Tuhan harus mempunyai alas an untuk setiap yang diciptakan-Nya. Leibniz berpendapat bahwa substansi itu banyak, ia menyebut substansi-substansi itu monad. Setiap monad berbeda satu dari yang lain, dan Tuhan (sesuatu yang supermonad dan satu-satunya monad yang tidak dicipta) adalah pencipta monad-monad itu.

(4)

2.3.2 Tokoh Empirisme dan Pemikirannya a. John Locke (1632-1704)

John Locke berpendapat bahwa segala sesuatu berasal dari pengalaman indrawi, bukan budi (otak). Otak tak lebih dari sehelai kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi (konsep tabula rasa). Dengan demikian, John Locke menyamakan pengalaman batiniah (yang bersumber dari akal budi) dengan pengalaman lahiriah (yang bersumber dari empiri). Ungkapan yang sering digunakan ialah: Exprience, in that all knowledge is founded (Pengalaman, semua pengetahuan berdasarkan pengalaman).

b. David Hume (1711-1776)

Pemikiran empirisnya terakumulasi dalam ungkapannya yang sangat singkat, yaitu: I never catch my self at any time with out a perception (Saya selalu memiliki persepsi pada setiap pengalaman saya). Dari ungkapan ini Hume menyampaikan bahwa, “seluruh pemikiran dan pengalaman tersusun dari rangkaian-rangkaian kesan (impression) dan impression inilah sebagai bahan dari ilmu.

2.3.3 Tokoh Kriticisme dan Pemikiranya

Untuk menghilangkan pertentangan di antara rasionalisme dan empirisme, Kant mengadakan pemaduan di antara dua aliran ini dalam hal perumusan kebenaran. Dalam kaitan ini Kant mengatakan: Pengetahuan merupakan hasil kerjasama dua unsur; pengalaman dan kearifan akal budi. Pengalaman inderawi merupakan unsur a posteriori (yang datang kemudian), sedangkan akal budi merupakan unsur a priori (yang datang lebih dahulu).

Kant mengkritik Empirisme dan Rasionalisme, karena keduanya hanya mementingkan satu dari dua unsur ini, sehingga hasilnya setiap kali berat sebelah. Padahal, katanya, pengetahuan selalu merupakan sintesis. Untuk menekan pertentangan itu Kant megadakan tiga pembedaan perumusan kebenaran, yaitu akal budi (verstand), rasio (vernunft) dan pengalaman inderawi.

2.3.4 Tokoh Idealisme dan Pemikirannya a. G. Fichte (1762-1914)

Fichte adalah tokoh idealisme subyektif, yaitu pandangan bahwa sumber pengenalan/pengetahuan bukanlah rasio teoritis atau praktis seperti kata Immanuel Kant, melainkan pada aktivitas Ego.

b. F. W. J. Schelling (1775-1854)

Schelling adalah tokoh idealisme obyektif sebagai kebalikan dari idealisme subyektif. Menurut Schelling, kebenaran gambaran tentang dunia tidaklah ditentukan oleh subyek (ego), melainkan oleh obyek pengamatan, yaitu bagaimana obyek itu menampilkan dirinya, atau bagaimana obyek menyadarkan subyek. Apabila aku (ego) menentukan kehendak, hal itu diharuskan oleh kemestian yang mendahului kehendak, yaitu seluruh obyek pengamatan kecuali sebagai pemberi kehendak, juga sebagai pemberi arah bahkan mampu merubah kehendak.

c. Hegel (1770-1831)

Hegel adalah tokoh idealisme mutlak, yang sangat berperan bagi penyempurnaan idealisme. Hegel berhasil menampilkan idealisme yang terpadu setelah dikoyak-koyak oleh Fichte dan Schelling. Apabila Fichte bersifat subyektif dan Schelling bersifat obyektif, maka Hegel melihat secara keseluruhan (totalitas). Membuktikan kebenarannya yang mutlak itu, Hegel menyusun alur pikir yang disebut dengan dialektika, yaitu tesis, antitesis dan sintesis.

2.3.4 Tokoh Materialisme dan Pemikirannya a. Ludwig Feuerbach (1804-1872)

(5)

Menurutnya hanya alamlah yang ada. Manusia adalah alamiah juga seperti halnya benda seperti kayu dan batu. Memang orang materialis tidak mengatakan bahwa manusia sama dengan benda seperti kayu dan batu, tetapi materialisme mengatakan bahwa pada akhirnya/pada prinsipnya/pada dasarnya manusia hanyalah sesuatu yang material; dengan kata lain materi, betul-betul materi. Menurut bentuknya memang manusia lebih unggul ketimbang sapi, batu, atau pohon, tetapi pada eksistensinya manusia sama saja dengan sapi.

b. Karl Marx (1818-1883)

Pokok pemikiran Marx diambil dari ajaran Filsafat Hegel dan Filsafat Feurbach. Dari Hegel diambil metode dialektikanya dan mengenai sejarah, sedang dari Feurbach diambil teori materialismenya. Ajaran filsafat Karl Marx disebut juga materialisme dialektika, dan disebut juga materialisme historis. Disebut sebagai materialisme dialektika karena peristiwa kehidupan yang didominasi oleh keadaan ekonomis yang materiil itu berjalan melalui proses dialektika: tese, antitese dan sintese. Disebut materialisme historis, karena menurut teorinya, bahwa arah yang ditempuh sejarah sama sekali ditentukan oleh perkembangan sarana-sarana produksi yang materiil.

2.3.5 Tokoh Positivisme dan Pemikiranya

Auguste Comte (1798-1857), berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen.Jadi pada dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang khas berdiri sendiri. Ia hanya menyempurnakan Empirisme dan Rasionalisme yang bekerja sama. Dengan kata lain, ia menyempurnakan metoda ilmiah dengan memasukkan perlunya eksperimen dan ukuran-ukuran. Jadi, pada dasarnya positivisme itu sama dengan Empirisme plus Rasionalisme.

2.3.6 Tokoh Fenomenologi dan Pemikirannya a. Edmund Husserl (1859-1938)

Beliau adalah filosof Jerman dan pendiri Fenomenologi. Pemikiran terpentingnya adalah: (1) Teori kebenaran; menurut Husserl kebenaran haruslah digabung di antara subyek dengan obyek. Obyek diberi kesempatan memperkenalkan dirinya kepada subyek yang mengamati, sesuai dengan semboyan zurukh zu den schen selbs (kembalilah kepada benda-benda sendiri). (2) Tiga jenis reduksi; agar intuisi dapat menangkap gejala-gejala di atas secara benar, maka manusia harus melepaskan diri dari pengalaman-pengalaman dan gambaran sebelumnya yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari. Caranya ialah dengan tiga jenis reduksi, yaitu: reduksi fenomenologis, reduksi eiditis, reduksi fenomenologi transendental.

b. Max Scheler (1874-1928)

Max Scheler merupakan pelanjut tradisi fenomenologi. Pemikiran eksklusif Scheler dibanding fenomenolog (filsuf fenomenologi) lainnya ialah tentang agama. Menurutnya, agama dan filsafat merupakan dua entitas otonom sesuai dengan posisinya. Kendati memiliki otonomi eksklusif, namun di antara keduanya memiliki keterikatan. Misalnya, dengan memahami metafisis dalam filsafat tidak serta merta dapat memahami konsep metafisika agama, karena keduanya memiliki aktus kodrati yang berbeda. Sebab itu kebenaran agama hanya dapat diterima atas dasar kepercayaan religius, bukan kebenaran metafisis-filosofis.

2.3.7 Tokoh Eksistensialisme dan Pemikirannya a. Martin Heidegger (1889-1976)

Pemikiran Heidegger ialah mengenai ada/realitas dan waktu (sein und zeit), yaitu apakah ada itu konkrit atau tidak. Persoalan yang menjadi sorotan utamanya ialah pemaknaan “Aku ada”. Menurutnya, manusia adalah suatu makhluk yang

(6)

terlempar di dunia ini tanpa persetujuannya. Ia seolah berada di jurang ketiadaan (nothingness) yang sangat dalam yang menyebabkannya gelisah. Hal ini menurutnya, merupakan kelemahan manusia dan sebagai dorongan agar ia dapat memahami akan eksistensinya. Sebagai puncak eksistensi, manusia berbeda dengan benda-benda sekitarnya. Namun manusia mempunyai kecenderungan untuk menjadi suatu benda.

b. Soren Kierkegard (1813-1855)

Kierkegard dipandang sebagai tokoh eksistensialisme teis, yaitu berupaya mengangkat eksistensi manusia tanpa harus membuang jauh Tuhan dari kehidupan manusia. Ungkapannya ialah: “Saya menjadi sebagaimana saya ada”. Melalui ungkapan ini Kierkegard menempatkan manusia sebagai satu-satunya yang berkeistensi yang berhadapan dengan eksistensi Tuhan. Hanya manusia yang bereksistensi bukan berarti yang lain tidak ada. Hanya saja tingkat eksistensi dunia, binatang-binatang dan makhluk lainnya lebih rendah, karena mereka hanya ada, tidak mengada.

2.3.8 Tokoh Pragmatisme dan Pemikirannya a. William James (1842-1910)

Pemikiran terpentingnya ialah mengenai makna pragmatisme. Pragmatisme merupakan filsafat ala Amerika yang berciri pragmatis. Orang Amerika tidak puas dengan filsafat teoritis yang bertanya “apa itu”, tetapi memasuki filsafat praktis yang bertanya “apa gunanya”. Sistematisasi dari jenis kedua inilah yang melahirkan filsafat pragmatisme. Oleh karena itu, dikaitkan dengan aliran rasionalisme dan empirisme, pragmatisme berada di antara dua aliran tersebut. Pandangan filsafatnya, diantaranya menyatakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri lepas dari akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena dalam praktek, apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. b. John Dewey (1859-1952)

Menurut pemikiran John Dewey, bahwa ia berpikir tak ada sesuatu yang tetap. Manusia senantiasa bergerak dan berubah. Jika mengalami kesulitan, segera berpikir untuk mengatasi kesulitan itu. Maka dari itu berpikir tidak lain daripada alat untuk bertindak. Kebenaran dari pengertian dapat ditinjau dari berhasil tidaknya mempengaruhi kenyataan.

Kesimpulan

3.1.1 Filsafat modern (Filsafat abad ke-20) merupakan kelanjutan dari Filsafat sebelumnya yaitu pada abad ke-19. Hal ini ditandai dengan munculnya penemuan-penemuan bidang ilmiah oleh para filosof yang hidup pada masa modern.

3.1.2 Aliran-aliran yang muncul di zaman modern banyak sekali dan sukar untuk digolongkan dengan munculnya beberapa aliran besar fiksafat diantaranya yaitu idealisme, materialisme, positivisme, fenomenologi, eksistensialisme dan pragmatisme.

3.1.3 Pemikiran yang muncul di era modern sangatlah beragam dan sesuai dengan pemikiran masing-masing tokoh/filosof yang memegang aliran masing-masing.

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Hasan Bakti. 2001. Filsafat Umum. Jakarta: Gaya Media Pratama..

Syadali, Ahmad dan Mudzakir. November 1997. Filsafat Umum. Cet. 1. Bandung: Pustaka Setia.

http://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/10/08/sejarah-perkembangan-ilmu-pengetahuan-pada-zaman-modern. diakses pada 5 April 2013 09:00 WIB

________

Imroatul Azizah

(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu dengan dosen Afid Burhanuddin, M.Pd.)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil proses adalah citra Ortofoto dan Digital Surface Model yang dapat diselesaikan dalam 8 jam proses komputasi.. Kemampuan Produksi

Perancangan Aeromodelling Remote Control Menggunakan Kamera Digital Untuk Media Laporan Berita Lalu Lintas Di Jalan Raya adalah sebuah alat yang dibuat untuk mengambil sebuah

Masing-masing sisi kubus yang ditampakkan pada jaring-jaring tersebut dibagi menjadi empat bagian seperti pada gambar dan diberikan.. penomoran dengan bilangan-bilangan 1, 2, 3, dan

Dimana hasil dari pemberdayaan dana ZIS melalui program-program ini dapat mencetak generasi sukses mulia, atau lebih kepada investasi Sumber Daya Manusia (SDM)

Skripsi yang berjudul : Program Layanan Informasi pada Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Madrasah Tsanawiyah Negeri Mulawarman, ditulis oleh Aisya Yuhanida Noor

Agar data yang dikelola senantiasa lengkap baik relatif terhadap kebutuhan pemakai maupun terhadap waktu, dengan melakukan penambahan baris-baris data ataupun melakukan

Rencana Strategis Kecamatan Muara jawa 2011-2015 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 memuat visi, misi, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang

Jika suhu dinaikkan, maka energi kinetic dari partikel-partikel zat reaktan yang baertumbukkan akan semkin cepat sehingga zat produk yang diperoleh makn yang baertumbukkan