• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.

Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan? Yaitu neraka Jahannam; mereka masuk ke dalamnya; dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman. Orang-orang kafir itu telah menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah supaya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah:

"Bersenang-senanglah kamu, karena sesungguhnya tempat kembalimu ialah neraka"

(TQS Ibrahim [14]: 28-30).

Kesudahan nasib manusia di akhirat amat ditentukan oleh tindakan mereka sendiri selama hidup di dunia. Ayat ini adalah di antara yang menjelaskan realitas tersebut secara gamblang.

Perilaku orang-orang yang menjerumuskan diri mereka dan orang lain di neraka jahannam digambarkan ayat ini. Dengan gambaran tersebut, diharapkan manusia terhindar dari perilaku buruk yang mengantarkan kepada neraka tersebut.

Mengganti Nikmat dengan Kufur

Allah SWT berfirman: Alam tara ilâ al-ladzîna baddalû ni’matal-Lâh kufr[an] (tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar ni`mat Allah dengan kekafiran). Imam al-Qurthubi meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas bahwa orang-orang yang diceritakan dalam ayat ini adalah musyrik Quraisy. Menurut al-Syaukani dalam tafsirnya,

(2)

Fath al-Qadîr,

ini merupakan pendapat jumhur mufassirin berpendapat bahwa yang dimaksud mereka dalam ayat ini adalah kafir Makkah. Ayat ini juga turun berkaitan dengan mereka.

Meskipun demikian, ditegaskan Ibnu Katsir bahwa makna ayat ini bersifat umum mencakup semua orang kafir. Sebab, Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi alam semesta dan nikmat bagi manusia. Barangsiapa yang menerima dan mensyukurinya, masuk surga. Sebaliknya, siapa saja yang menolak dan mengingkarinya, maka masuk neraka.

Penjelasan senada juga dikemukakan al-Hasan. Sebagaimana dikutip al-Qurthubi, al-Hasan mengatakan bahwa ayat ini meliputi semua orang musyrik.

Ini merupakan khithâb (seruan) yang ditujukan kepada Rasulullah SAW dan semua orang yang tepat dengan seruan tersebut. Seruan tersebut mengandung makna ta’jî

b (

memunculkan rasa heran) pada diri Raslullah SAW terhadap orang-orang kafir yang melakukan sejumlah perilaku buruk dan jahat yang menyebabkan mereka sengsara.

Perbuatan buruk pertama yang disebutkan adalah: baddalû ni’matal-Lâh kufr[an] (orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran). Menurut Fakhruddin al-Razi ada tiga kemungkinan maksud dari

‘mengganti nikmat Allah dengan kekufuran’.

Pertama,

mereka mengganti sikap syukur mereka kepada nikmat Allah dengan kekufuran. Ketika mereka diwajibkan mensyukuri kenikmatan, tetapi mereka justru melakukan kekufuran. Seolah-olah mereka telah mengubah dan mengganti total syukur dengan kekufuran.

Kedua, yang mereka tukar adalah nikmat Allah SWT itu sendiri dengan kekufuran. Pasalnya, mereka telah mengingkari kenikmatan tersebut, kemudian Allah SWT mencabut nikmat itu dari mereka. Sehingga, yang tersisa hanya kekufuran sebagai pengganti kenikmatan.

Ketiga, sesungguhnya Allah SWT memberi kenikmatan kepada mereka berupa Rasul SAW dan Alquran. Namun mereka lebih memilih kekufuran daripada keimanan. Dijelaskan juga oleh al-Thabari, makna telah menukar kenikmatan Allah dengan kekufuran; bahwa Allah SWT telah memberikan kenikmatan kepada Quraisy dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW dari

(3)

kalangan mereka dan menjadi rasul yang memberikan rahmat bagi mereka. Namun mereka mengingkari dan mendustakannya; sehingga mereka menukar kenikmatan Allah dengan kekufuran. Ituah perbuatan dan perilaku buruk mereka.

Menjerumuskan Pengikutnya ke Neraka

Perbuatan buruk mereka yang kedua adalah: Wa ahallû qawmahum dâr al-bawâr (dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan?). Kata

ah

allû qawmahum

dalam ayat ini berarti    anzalûhum

(menjatuhkan, menjerumuskan mereka). Menjerumuskan kaum mereka adalah dengan menghalangi mereka (untuk mengimani kenikmatan Allah SWT itu). Demikian  penjelasan Abdurrahman al-Sa’di. Sedangkan yang dimaksud dengan

qawmahum,

menurut al-Zamakhsyari dalam tafsirnya, al-Kasysyâf,

adalah orang-orang yang mengikuti mereka atas kekufuran. Tak jauh berbeda, Ibnu ‘Athiyah juga menafsirkan

qawmahum

sebagai orang-orang yang menaati mereka.

Kaum yang mengikuti mereka itu pun dijerumuskan ke dalam dâr al-bawâr. Diterangkan oleh banyak mufassir, kata

al-bawâr berarti al-halâk

(kebinasaan). Sehingga dâr al-bawâr

berarti dâr al-halâk

(tempat kebinasaan, kehancuran). Yang dimaksud dengan lembah kebinasaan diterangkan dalam ayat selanjutnya Allah SWT berfirman:

Jahannam yashlawnahâ

(4)

(yaitu neraka Jahannam; mereka masuk ke dalamnya).

Menurut al-Zamakhsyari, kata Jahannam merupakan athf al-bayân (menambahkan kata baru yang berfungsi sebagai penjelas). Itu artinya, yang dimaksud dengan

dâr al-bawâr adalah Jahannam.

Demikian penjelasan para mufassir, seperti Ibnu Zaid, sebagaimana dikutip al-Qurthubi dalam tafsirnya,

al-Jâmi’ li A hkâm al-Qur`ân.

Dikatakan juga oleh al-Samarqandi, bahwa frasa:

Jahannam yashlawnahâ

(neraka Jahannam yang mereka masuki) berarti mereka masuk ke dalamnya di akhirat.

Kemudian ditegaskan dengan firman-Nya: Wabi`sa al-qarâr (dan itulah seburuk-buruk tempat

kediaman). Kata bi`sa merupaka

kata yang digunakan untuk celaan terhadap segala sesuatu. Sedangkan kata al-qarâr

di sini berarti al-mustaqarr

(tempat kediaman). Sehingga bi`sa al-qarâr

berarti tempat kembali yang paling buruk. Dikatakan al-Samarqandi, bi`sa al-qarâr

berarti

bi`sa al-mustaqarr Jahannam

(seburuk-buruknya tempat kediaman adalah adalah neraka Jahannam).

Menjadikan Sekutu bagi Allah SWT

Perbuatan buruk ketiga yang mereka lakukan adalah: Waja’alû lil-Lâh andâd[an] liyudhillû ‘an

sabîlihi (orang-orang kafir itu telah

(5)

menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah supaya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya).

Kata andâd[an] merupakan

bentuk jamak dari kata nidd[an].

Dijelaskan Fakhruddin al-Razi, yang dimaksud dengan al-andâd

adalah

al-asybâh wa al-syurakâ`

(serupa dan sekutu). Menurutnya, sekutu yang dimaksudkan mengndung tiga kemungkinan makna.

Pertama, mereka memberikan bagian tertentu untuk berhala dalam kenikmatan yang

dianugerahkan Allah SWT kepada mereka. Contoh ucapan mereka dalam ini adalah: I ni un

tuk Allah, dan ini untuk sekutu-sekutu kami.

Kedua

, mereka menyekutukan antara berhala dan al-Khaliq dalam peribadatan. Dan ketiga

, mereka menyampaikan secara terang-terangan keberadaan sekutu bagi Allah. Ucapan mereka dalam hal ini seperti ketika berhaji:

Labayka lâ syarîka laka illâ syarîka huwa laka tamlikuhu wa mâ milk

(kami menghadiri panggilanmu, tidak ada sekutu bagi-Mu kecuali sekutu yang menjadi milik-Mu).

Menjadikan sekutu selain Allah SWT jelas merupakan kesesatan. Selain membuat mereka tersesat, tindakan tersebut juga dapat menyesatkan orang lain. Ini ditegaskan dalam frasa selanjutnya: liyudhillû ‘an sabîlihi. Mereka menyesatkan manusia dari sabîlihi. Pengertian sabîli hiadalah

dînihi

(agama-Nya). Sehingga, sebagaimana dijelaskan al-Samarqandi, frasa tersebut bermakna:

liyushrifû al-nâs ‘an dîn al-Islâm

(untuk memalingkan manusia dari agama Islam). Dikatakan juga oleh Ibnu Katsir, di samping telah menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah yang mereka sembah, mereka juga mengajak manusia untuk melakukan hal yang sama.

Kemudian Allah SWT memerintahkan Rasulullah SAW untuk menyampaikan ancaman terhadap mereka: Qul tamatta’û (katakanlah: "Bersenang-senanglah kamu). Artinya,

bersnang-senanglah di dunia dengan kekufuran kalian. Kalimat ini, sekalipun menggunakan

(6)

shîghah fi’l al-amr

(bentuk kata perintah), akan tetapi menghasilkan makna al-tahdîd wa al-wa’îd

(ancaman). Makna ini dapat disimpulkan dari kalimat berikutnya:

Fainna mashîrakum ilâ al-nâr

(karena sesungguhnya tempat kembalimu ialah neraka"). Ini sebagaimana firman Allah SWT:

Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan

(TQS Fushilat [41]: 40). Dijelaskan Imam al-Qurthubi, ancaman terhadap mereka ini

mengisyaratkan sedikitnya kenikmatan dunia. Pasalnya, kenikmatan dunia tersebut terputus.

Kata mashîrakum berarti maruddukum wa marji’ukum (tempat kembali kalian). Sehingga ayat

ini berarti: Tempat kembali kalian di

akhirat kelak adalah neraka Jahannam. Bukan yang lain.

Inilah balasan yang setimpal atas kejahatan dan kekufuran mereka di dunia. Diterangkan Ibni Katsir, ayat ini sebagaimana firman Allah SWT

: Kami biarkan mereka bersenang-senang sebentar, kemudian Kami paksa mereka (masuk) ke dalam siksa yang keras

(TQS Lukman [31]: 24). Juga firman Allah SWT: (

Bagi mereka) kesenangan (sementara) di dunia, kemudian kepada Kami-lah mereka kembali, kemudian Kami rasakan kepada mereka siksa yang berat, disebabkan kekafiran mereka (TQS Yunus [10]: 70).

Demikianlah perilaku jahat orang-orang kafir selama di dunia. Kenikmatan yang Allah SWT anugerahkan kepada mereka tidak disyukuri. Di antara kenikmatan besar adalah diutusnya Rasulullah SAW dan risalah yang  beliau bawa, Islam. Kenikmatan tersebut mereka tolak dan ingkari. Mereka sendirilah mengubah kenikmatan dengan kekufuran, yang akhirnya berbuah kesengsaraan. Mereka dimasukkan ke dalam neraka Jahannam. Tak berhenti pada dirinya.

Mereka memalingkan manusia dari Islam dan menjerumuskan mereka ke dalam neraka.

Semoga kita termasuk yang terselamatkan dari proganda sesat mereka. Wal-Lâh a’lam bi al-shawâb.

Ikhtisar:

1. Perilaku orang yang dimasukkan ke dalam neraka Jahannam: (a) menukar kenikmatan

(7)

Allah dengan kekufuran; (b) menjerumuskan kaumnya di neraka Jahannam; (c) menyesatkan manusia di jalan Allah

2. Kita tidak boleh terpengaruh dengan mereka, apalagi mengikuti propaganda sesat mereka.

Referensi

Dokumen terkait

Setan adalah musuh bagi manusia. Sebagaimana layaknya musuh, maka yang diinginkan setan terhadap manusia  adalah kecelakaan., kesengsaraan, dan kerugian. Sebaliknya, dia tidak

Kemudian disebutkan tentang salah satu otoritas Allah SWT yang diberikan kaum musyrik kepada sesembahan mereka, yakni: syara’û lahum min al-dîn mâ lam ya`dzan bihil-Lâh

Mereka tidak seperti orang-orang yang ketika diingatkan dengan ayat-ayat Allah, mereka terlihat tersungkur atasnya, menghadap kepada orang yang mengingatkan, dan menampakkan

Maka apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari Tuhannya sama dengan orang yang (setan) menjadikan dia memandang baik perbuatannya yang buruk itu dan mengikuti

Jika Allah SWT telah menghancurkan umat-umat terdahulu yang mendustakan para rasul, sementara umat itu lebih kuat dari mereka, maka apa yang terbayang oleh mereka dengan hukuman

Ditegaskan ayat ini, apabila terjadi perselisihan --baik antara rakyat dengan rakyat atau rakyat dengan penguasa-- maka mereka diperintahkan untuk mengembalikannya kepada Allah

Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka

Sesungguhnya mereka, seandainya melakukan tadabbur terhadap Alquran, maka akan melihat ilmu dan hukum-hukum di dalamnya menunjukkan secara pasti bahwa Kitab itu tidak mungkin