• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap peningkatan pendapatan Indonesia. Kementerian Pertanian menyatakan bahwa pada tahun 2013, sektor perkebunan mampu menyumbang devisa bagi Indonesia senilai 21,4 miliar dolar AS dari perolehan ekspor dengan volume 23,3 juta ton. Penyumbang terbesar volume total ekspor pertanian dan perkebunan adalah sub sektor perkebunan dengan kontribusi sebesar 97,7% dan dari segi nilai sebanyak 96,3%. Perolehan devisa ini terutama ditopang komoditi sawit 11,5 miliar dolar AS, karet 5,27 miliar dolar AS, kakao 780 dolar AS dan kopi 920 juta dolar AS (Antara News, 2014).

Sektor perkebunan mempunyai peran strategis terhadap pertumbuhan ekonomi. Ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1998, sektor perkebunan menunjukkan peran strategisnya. Disaat banyak sektor ekonomi mengalami kemunduran bahkan kelumpuhan, perkebunan justru memberikan manfaat terbesar bagi pelakunya. Tidak hanya manfaat dadakan dari ekspor (windfall profit) sebagai akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, tetapi perkebunan juga telah menjadi salah satu penopang penting bangsa Indonesia dalam menghadang krisis moneter (Ditjenbun, 2012).

Sektor perkebunan tidak hanya memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia, tetapi juga berkontribusi langsung bagi

(2)

kesejahteraan masyarakat sekitar perkebunan dalam bentuk kemitraan dan bina lingkungan, dan mendorong penyerapan tenaga kerja yang tidak sedikit. Pada tahun 2013, sebanyak 21,4 juta orang tenaga kerja telah terserap di sektor perkebunan (Antara News, 2014). Hal ini sejalan dengan tujuan penyelenggaraan perkebunan menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2004, yaitu untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan penerimaan negara, meningkatkan penerimaan devisa negara, menyediakan lapangan kerja, meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan daya saing, memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri serta mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.

Sektor perkebunan di Indonesia dikelola oleh tiga kelompok besar pelaku usaha perkebunan, yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perusahaan perkebunan swasta dan perkebunan rakyat (Ditjenbun, 2012). Salah satu BUMN yang bergerak di bidang usaha perkebunan adalah PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) dimana seluruh unit kerjanya tersebar di wilayah Sumatera dan Aceh.

PT. Perkebunan Nusantara III bersifat padat karya, kaya dengan sumber daya manusia yang pada bulan Mei tahun 2014 tercatat memiliki ± 28,000 orang karyawan (PTPN III, 2014) .

Pada tahun 2013, PT. Perkebunan Nusantara III menunjukkan fenomena terjadinya penurunan tingkat keterikatan kerja karyawan. Hal ini tergambar dari beberapa indikator, yaitu terjadinya penurunan produksi tandan buah segar sawit dari 1,777,644 ton pada tahun 2012 menjadi 1,695,987 ton pada tahun 2013.

Penurunan produksi yang terjadi sebesar 4,59%. Sementara trend produksi selama

(3)

5 tahun sebelumnya terus meningkat. Sejalan dengan itu, produktivitas kelapa sawit 2013 menurun 11.38% dibandingkan tahun 2012, dari 23.46 ton/ha menjadi 20.79 ton/ha. Disamping itu, tingkat turnover karyawan tahun 2013 meningkat 16,81% dibandingkan tahun 2012 dari 119 orang menjadi 139 orang. Mayoritas turnover disebabkan tindakan indisipliner berupa mangkir dan melanggar

peraturan perusahaan (PTPN III, 2014).

Menurut Schiemann (2009), keterikatan kerja karyawan dapat digambarkan dari pencapaian kinerja, jumlah hasil yang diinginkan perusahaan, retensi karyawan, kualitas produk, kepuasan dan loyalitas pelanggan serta kinerja finansial perusahaan.

Vazirani (2007) mengatakan bahwa seorang karyawan yang sangat terikat akan secara konsisten bekerja melampaui harapan. Perusahaan yang memiliki karyawan dengan keterikatan kerja yang tinggi memiliki kinerja yang lebih tinggi.

Hal ini sejalan dengan Gallup yang menyimpulkan dalam penelitiannya pada tahun 2004 bahwa perusahaan dengan karyawan yang terikat, cenderung tinggi produktivitasnya, pendapatan perusahaan diatas rata-rata, loyalitas pelanggan lebih tinggi, tingkat kepuasan kerja karyawannya tinggi, tingkat turnover dan tingkat absensi karyawannya rendah (Vazirani, 2007).

Gallup dalam hasil penelitiannya pada tahun 2004 menyatakan bahwa karyawan yang terikat memiliki karakteristik sungguh-sungguh dalam bekerja dengan memaksimalkan potensi yang dimiliki berupa pikiran, emosi dan fisik untuk kemajuan perusahaan. Karyawan yang tidak terikat hanya bekerja dan fokus pada tugas yang diberikan saja. Sedangkan karyawan yang tidak terikat secara

(4)

aktif, yang merasa tidak bahagia dalam bekerja, menunjukkan ketidakbahagiaan mereka, melawan segala sesuatu secara nyata, menanam benih negativitas di setiap ada kesempatan, mengacaukan pencapaian rekan kerjanya yang terikat, menimbulkan permasalahan, konflik dan tegangan yang mengakibatkan ketidakseimbangan dalam organisasi (Vazirani, 2007).

Schaufeli & Bakker (2010) menguraikan bagaimana para pekerja yang terikat merasakan pekerjaan menjadi perangsang dan sumber energi bagi mereka, dan sesuatu dimana mereka sungguh-sungguh ingin mencurahkan waktu dan upayanya; berupaya keras, dan merasa menyatu dengan pekerjaan dimana mereka berkonsentrasi secara penuh dalam pekerjaannya.

Kahn (1990) menguraikan karyawan yang terikat sebagai karyawan yang fisik, kognitif dan emosionalnya tercurah secara penuh dalam peran kerja mereka.

Bakker & Demerouti (2008) pula menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa pekerja yang terikat lebih kreatif, lebih produktif dan lebih berkeinginan untuk memberikan kinerja terbaiknya.

Pendek kata, hal ini sejalan dengan apa yang ditekankan oleh Bakker (2010) bahwa sumber daya manusia yang memiliki tingkat keterikatan yang tinggi menjadi hal yang penting bagi organisasi. Organisasi akan mendapat manfaat jika karyawannya secara sadar terikat, pada level tinggi, dengan pekerjaan mereka.

Model keterikatan kerja karyawan yang dikembangkan Bakker &

Demerouti (2008) yang dikenal dengan Job Demands – Resources (JD-R) Model, menggambarkan bahwa faktor lingkungan pekerjaan dan faktor individu karyawan itu sendiri, dapat memprediksi keterikatan kerja karyawan ketika mereka

(5)

dihadapkan dengan tuntutan kerja (beban kerja, tuntutan emosi, dan tuntutan mental) yang tinggi.

Faktor lingkungan pekerjaan yang disebut Bakker & Demerouti (2008) sebagai job resources meliputi lingkungan fisik, sosial dan organisasional pekerjaan. Terpenuhinya kepuasan atas kebutuhan dasar, dukungan sosial dari kolega dan atasan, umpan balik (feedback) atasan atas kinerja, kebebasan mengambil keputusan (otonomi), reward dan pengakuan, kesesuaian nilai-nilai diri dengan perusahaan, peluang belajar dan berkembang, dan keberagaman skill, mengawali proses motivasional yang membawa menuju keterikatan kerja, dan akhirnya berdampak pada kinerja yang lebih tinggi.

Vazirani (2007) mengatakan bahwa penyebab tidak terikatnya karyawan dengan pekerjaan mereka berhubungan dengan lingkungan kerja yang negatif.

Selanjutnya ia mengatakan bahwa semakin kondusif lingkungan kerja, semakin tinggi tingkat keterikatan kerja karyawan.

Sejalan dengan itu, Oshagbemi (1999) mengatakan bahwa lingkungan kerja yang kondusif yang membentuk sikap atau reaksi emosional yang positif terhadap lingkungan kerja disebut sebagai kualitas kehidupan kerja.

Kanten & Sadullah (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kualitas kehidupan kerja mempengaruhi keterikatan kerja karyawan. Pemenuhan kualitas kehidupan kerja bagi karyawan mengindikasikan bahwa perusahaan menempatkan sumber daya manusianya sebagai individu yang dapat dipercaya, individu yang bertanggung jawab dan mampu memberikan kontribusi yang bernilai, dan karenanya karyawan perlu diperlakukan sebagai individu yang

(6)

bermartabat dan berharga melalui pemenuhan lingkungan kerja yang memuaskan bagi karyawan. Gaji yang adil dan mencukupi, lingkungan kerja yang sehat dan aman, kebebasan berekspresi melakukan yang terbaik, penghargaan pada hak-hak karyawan, teknologi yang mendukung, beban kerja yang wajar, citra perusahaan yang memuaskan, mutu produk/jasa, peluang penggunaan kemampuan yang dimiliki dan keseimbangan waktu kerja dengan kehidupan pribadi dan kehidupan keluarga, pada akhirnya membuat karyawan mengembangkan, menggunakan dan mencurahkan seluruh kemampuan terbaiknya dalam bekerja, yang dikenal dengan keterikatan kerja. Seluruh dimensi kualitas kehidupan kerja yang diteliti memiliki hubungan positif dengan keterikatan kerja, kecuali dimensi keseimbangan waktu kerja dengan kehidupan pribadi dan kehidupan keluarga yang dalam penelitian Kanten & Sadullah (2012) tidak menunjukkan korelasi positif.

Selanjutnya, faktor yang mempengaruhi keterikatan kerja, yang bersumber dari dalam diri karyawan, sesuai JD-R Model, digambarkan oleh Bakker &

Demerouti (2008) dengan istilah personal resources. Karyawan yang memiliki skor tinggi dalam optimism (kecenderungan untuk percaya bahwa mereka akan mencapai hasil yang baik dalam hidup), memiliki keyakinan bahwa mereka dapat memenuhi tuntutan yang dihadapi (self efficacy), tetap bertahan meski menghadapi kesulitan (resilience) dan percaya bahwa mereka dapat memuaskan kebutuhan mereka melalui partisipasi dalam peran di organisasi (self esteem), semua itu akan membuat mereka lebih termotivasi secara intrinsik untuk mencapai sasaran, lebih puas dan lebih tinggi keterikatannya dalam pekerjaan.

(7)

Luthans, Youssef & Avolio (2007) mengistilahkan personal resources dengan modal psikologis, yang merupakan suatu keadaan psikologis positif yang berkembang pada individu yang dicirikan dengan self efficacy, optimism, hope dan resilience. Sinergi dan interaksi antar komponen modal psikologis tersebut secara

keseluruhan akan menghasilkan perilaku kerja yang positif dan kinerja yang lebih baik dibandingkan interaksi secara parsial, seperti : hanya hope & optimism saja.

Selanjutnya Sweetman & Luthans (2010) dalam hasil penelitiannya menguraikan kenapa modal psikologis terkait dengan keterikatan kerja. Karyawan yang tinggi dalam modal psikologis memiliki keuletan dan ketekunan, didorong oleh keyakinan mereka pada keberhasilan ke depan. Modal psikologis juga senantiasa menyediakan harapan untuk tercapainya sasaran, bahkan dalam menghadapi tantangan baru, mereka tetap mengharapkan hal-hal baik terjadi pada mereka.

Xanthopoulou, Bakker, Demerouti & Schaufeli (2007) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa 3 elemen modal psikologis (self efficacy, self esteem dan optimism) meramalkan keterikatan kerja. Karyawan yang terikat

sangat self-efficacious; mereka yakin bahwa kemampuan yang dimilikinya dapat mengendalikan peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi dan dapat menyesuaikan dengan tuntutan yang mereka hadapi dalam konteks luas. Karyawan yang terikat memiliki kecenderungan untuk percaya bahwa mereka akan mengalami hasil yang baik dalam hidup (optimistic) dan bisa memuaskan kebutuhan mereka dengan berpartisipasi dalam peran kerja di organisasi (self esteem berbasis organisasi).

Meski ini semua sangat mencirikan karyawan secara individual, organisasi dapat

(8)

menciptakan lingkungan yang positif dan mendukung yang dapat mendorong berkembangnya modal psikologis staf mereka. Modal psikologis dapat dikembangkan untuk mengembalikan kinerja yang melemah dan menghasilkan manfaat kompetitif.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keterikatan kerja karyawan merupakan variabel penting bagi perusahaan yang keadaannya dapat berubah sewaktu-waktu, dapat meningkat ataupun menurun. Kualitas kehidupan kerja dan modal psikologis adalah dua variabel yang berdasarkan hasil penelitian terdahulu dapat mempengaruhi keterikatan kerja karyawan.

Terjadinya fenomena menurunnya tingkat keterikatan kerja karyawan PTPN III, dikaitkan dengan uraian berbagai teori dan temuan penelitian para ahli tentang keterikatan kerja karyawan serta peran modal psikologis dan kualitas kehidupan kerja di dalamnya, maka peneliti ingin melihat lebih jauh tentang Pengaruh Kualitas Kehidupan Kerja dan Modal Psikologis terhadap Keterikatan Kerja Karyawan PT. Perkebunan Nusantara III.

B. Rumusan Masalah

Untuk lebih memperjelas dan mengarahkan permasalahan yang mendasari, maka rumusan permasalahan adalah sebagai berikut :

1. Sejauhmana pengaruh kualitas kehidupan kerja dan modal psikologis terhadap keterikatan kerja karyawan PT. Perkebunan Nusantara III;

2. Bagaimana gambaran kualitas kehidupan kerja karyawan PT. Perkebunan Nusantara III;

(9)

3. Bagaimana gambaran modal psikologis karyawan PT. Perkebunan Nusantara III;

4. Bagaimana gambaran keterikatan kerja karyawan PT. Perkebunan Nusantara III.

C. Keaslian Penelitian

Penelitian dengan topik keterikatan kerja karyawan PT. Perkebunan Nusantara III dikaitkan dengan peran kualitas kehidupan kerja dan modal psikologis, sepengetahuan peneliti belum pernah diteliti oleh peneliti lain.

Sejumlah literatur yang telah dikaji menunjukkan bahwa penelitian yang melibatkan keterikatan kerja adalah penelitian Hadi dan Indrianti (2012) tentang hubungan antara modal psikologis dengan keterikatan kerja pada perawat.

Kemudian, penelitian Herbert (2011) mengenai peran modal psikologis terhadap keterikatan kerja dan variabel lain pada perusahaan konstruksi. Ahli lainnya adalah Hodges (2010) yang melakukan studi eksperimen tentang dampak modal psikologis terhadap keterikatan kerja dan variabel lainnya pada perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuangan. Selanjutnya, Kanten & Sadullah (2012) yang meneliti hubungan kualitas kehidupan kerja dan keterikatan kerja pada perusahaan marmer.

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kualitas kehidupan kerja dan modal psikologis

(10)

berpengaruh positif secara signifikan terhadap keterikatan kerja karyawan PT. Perkebunan Nusantara III.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti empiris mengenai pengaruh kualitas kehidupan kerja dan modal psikologis terhadap keterikatan kerja karyawan perusahaan perkebunan, sehingga dapat menjadi masukan bagi disiplin ilmu psikologi sains, psikologi industri dan organisasi, peminatan pengembangan sumber daya mansusia dan disiplin ilmu lainnya yang terkait.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) dengan uraian sebagai berikut :

a. Sebagai informasi praktis tentang keterikatan kerja karyawan perkebunan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

b. Memberikan alternatif solusi dalam permasalahan kinerja perusahaan perkebunan dikaitkan dengan peranan keterikatan kerja karyawan.

c. Membantu menemukenali faktor-faktor modal psikologis dan kualitas kehidupan kerja karyawan yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan keterikatan kerja .

(11)

d. Menjadi referensi untuk menentukan strategi dalam manajemen sumber daya manusia yang dapat diterapkan di perusahaan agar muncul perilaku kerja karyawan yang sesuai dengan harapan, diiringi dengan kinerja optimal karyawan yang pada akhirnya dapat memelihara kesinambungan (sustainability) perusahaan.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini berisikan teori pendukung dan penelitian terdahulu tentang masing-masing variabel seperti teori keterikatan kerja karyawan, teori kualitas kehidupan kerja, teori modal psikologis, hubungan antara kualitas kehidupan kerja dan modal psikologis dengan keterikatan kerja karyawan, kerangka konseptual hubungan antar variabel, dan hipotesa.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tempat penelitian, identifikasi variabel, defenisi operasional, populasi dan sampel, alat ukur, validitas & reliabilitas alat ukur, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

(12)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini mengurai hasil penelitian dan pembahasan. Hasil penelitian terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, deskripsi data empirik dan hipotetik variabel penelitian, kategorisasi data variabel penelitian, hasil uji asumsi penelitian dan uji hipotesis penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menjelaskan kesimpulan penelitian dan saran-saran.

Referensi

Dokumen terkait

Suprihadi, A., 2013, Akses Humanis Layanan Perpustakaan: Sebagai Upaya Peningkatan Pemaanfaatan Perpustakaan dan Peningkatan Kualitas Masyarakat, dalam Layanan Berbasis Humanis:

Peubah biologi yang diamati meliputi: 1) lama waktu perkembangan yang dibutuhkan sejak telur diletakkan oleh imago betina sampai menetas menjadi nimfa instar

UNAIR NEWS – Tim peneliti program Calon Pengusaha Pemula Berbasis Teknologi (CPPBT) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga mengadakan acara pengenalan produk

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui volume sedimen yang menjadi salah satu penyebab meluapnya saluran primer avour Sidokare, menghitung debit rancangan drainase

Kesultanan Aceh yang pernah dikenal sampai keluar negeri. Peninggalan berupa bangunan Cagar Budaya ini berada di sekitar lingkungan siswa. Salah satu peninggalan Sultan

Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG DAFTAR BIDANG USAHA YANG TERTUTUP DAN BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL. Bidang Usaha

e-speaking terdiri dari perintah suara membuka program, menutup program, dan perintah suara mendikte kata dalam microsoft word, yang dapat dilakukan pada menu command, menu

Hal tersebut dapat menghemat tenaga tanpa harus meng-copy beberapa lembar kertas dan disebarkan atau ditempelkan pada madding perusahaan, serta menghemat waktu dalam