• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA CYBERCRIME DALAM PERBUATAN PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA CYBERCRIME DALAM PERBUATAN PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA CYBERCRIME DALAM PERBUATAN PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK DITINJAU DARI

UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI DAN ELEKTRONIK

DAN HUKUM PIDANA

TESIS Oleh:

ABDURRAHMAN HARIT’S KETAREN NIM: 157005014

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA CYBERCRIME DALAM PERBUATAN PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK DITINJAU DARI

UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI DAN ELEKTRONIK

DAN HUKUM PIDANA

TESIS

Oleh:

ABDURRAHMAN HARIT’S KETAREN NIM: 157005014

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(3)
(4)

Telah Di uji Pada

Tanggal : Kamis, 8 Februari 2018

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum ANGGOTA : 1. Dr. Marlina, SH. M.Hum

2. Dr. Jelly Leviza, SH. M.Hum 3. Dr. Mahmud Mulyadi, SH. M.Hum 4. Dr. M. Eka Putra, SH, M.Hum

(5)

ABSTRACT

Abdurrahman Harit’s Ketaren1 Prof. Dr. Syafruddin Kalo S.H, M.Hum2

Dr. Marlina Sh. M.Hum3 Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum4

The side effect of rapid development of internet technology is new crimes such as data manipulation espionage, provocation, money laundering, software theft, hardware annihilation, good name disgrace, cyber-bully, and so on. Therefore, the title of this research is “ A Juridical Analysis on the Cyber Criminal Act Of Good Name Disgrace, Viewed from Law No. 8/2011 on Electronic Information and Transaction and Criminal Law.”

The research used juridical normative method. The data were obtained from primary, secondary, tertiary legal materials. The data were gathered by conducting library research and analyzed by using qualitative analysis.

The result if the research showed that criminal act in disgracing good name in the Penal Code in Article 310 and in Article 27, paragraph 3 of law No. 8/2011 on Electronic Information and Transaction has been fulfilled. The regulation on offence in disgracing good name can be found in the Penal Code Article 310 and laws Transaction Article 27, paragraph 3 before Law No. 8/2011 on Electronic Information and Transaction is in effect so that there is the legal absence in which criminal act of disgracing good name is only regulated in Penal Code; therefore Law On Electronic Information and Transaction is established in order to create legal certainty on disgracing good name in electronic media. The conclusion is that the ruling No. 384/Pid.Sus/2015/PN.Mtr is not in accordance with the result of this research.

Keywords: Disgracing Good Name, Cyber Crime

1 Graduate student of Jurisprudance, University of Sumatera Utara

2 Supervisor I

3 Supervisor II

4 Supervisor III

(6)

ABSTRAK

Abdurrahman Harit’s Ketaren1 Prof. Dr. Syafruddin Kalo S.H, M.Hum**

Dr. Marlina Sh. M.Hum***

Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum****

Perkembangan internet ini memang luar biasa. Perkembangan yang pesat dalam teknologi internet menyebabkan kejahatan baru di bidang itu juga muncul, misalnya kejahatan manipulasi data, spionase, sabotase, provokasi, money loundring, hacking, pencurian software, maupun perusakan hardware, pencemaran nama baik, cyberbully, dan berbagai macam lainnya.Maka judul Penelitian ini “Analisis Yuridis Tindak Pidana Cyber Crime Dalam Perbuatan Pidana Pencemaran Nama Baik Di Tinjau Dari Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 Tentang Informasi Transaksi dan Elektronik Dan Hukum Pidana”

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum yuridis normatif. Sumber data yang di dapat berasal dari bahan hukum primer, bahan hukum dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data adalah studi kepustakaan (libary research). Metode analisis adalah metode analisis kualitatif.

Berdasarkan penelitian yang saya lakukan diketahui bahwa unsur-unsur tindak pidana pencemaran nama baik terdapat pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu pada pasal 310 dan pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terpenuhi unsur-unsur yang ada di dalam pasal tersebut. Pengaturan mengenai delik pencemaran nama baik dapat dijumpai dalam KUHP pasal 310 maupun Undang-Undang di luar KUHP, yaitu UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pasal 27 ayat 3 sebelum adanya Undang-Undang Informasi Transaksi dan Elektronik No. 8 Tahun 2011 terjadi kekosongan hukum di mana tindak pidana pencemaran nama baik hanya di atur di KUHP karena adanya kekosongan ini maka di bentuklah Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik agar menciptakan kepastian hukum ketika

pencemaran nama baik dilakukan di media elektronik. Analisis putusan No. 384/Pid.Sus/2015/PN. Mtr bahwa putusan tidak sesuai dengan hasil dari penelitian

ini.

Kata Kunci: Pencemaran Nama Baik, Cyber Crime

1) Mahasiswa Magister Hukum Universitas Sumatera Utara

**) Dosen Pembimbing I

***) Dosen Pembimbing II

****) Dosen Pembimbing III

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat dan rahmat dan anugerahNyalah tesis ini dapat di selesaikan tepat pada waktunya sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Hukum pada Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Adapun tesis ini berjudul “ Analisis Yuridis Tindak Pidana Cybercrime Dalam Perbuatan Pidana Pencemaran Nama Baik Ditinjau Dari Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 Tentang Informasi Transaksi Dan Elektronik Dan Hukum Pidana”

Melalui ini penulis juga hendak mengucapkan terima kasih yang sebesar- besararnya kepada :

1. Ayah dan Ibu Penulis, (alm) Ir. H. Kumala Ketaren M.M dan T. Zam-Zam Safina beserta saudara penulis, Budi Prakarsa Ketaren, SH. M.Hum, Siti Maimana Sari Ketaren, SH, M.Hum, Faisal Lafi Sa’din Ketaren, S.Ab. M.Ba yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil hingga penulis menyelesaikan studi S2 ini.

2. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing I, Dr. Marlina, SH. M.Hum selaku Dosen Pembimbing II, Dr. Jelly Leviza, SH. M.Hum selaku Dosen Pembimbing III, Dr. Mahmud Mulyadi, SH. M.Hum. selaku Penguji I, dan Dr. M. Eka Putra,SH, M.Hum selaku Penguji II.

(8)

3. Para staf dan pegawai di Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum USU yang telah banyak membantu di dalam proses administrasi selama penulis menyelesaikan studi hingga meja hijau.

4. Teman-teman di Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum USU yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.

5. Teman-teman para staff pada Bidang Aset di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Pemprovsu yang selalu mengingatkan penulis agar menyelesaikan penulisan ini.

Adapun penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis tidaklah sempurna dan masih memiliki banyak kekurangan. Dan oleh karenanya dengan segala kerendahan hati panulis menyatakan terbuka dan bersedia menerima segala kritik dan masukan agar ke depannya kualitas penulisan dapat lebih ditingkatkan lagi

Penulis berharap tesis ini dapat membantu ataupun memberikan sumbangsih bagi perkembangan dunia akedimisi di Indonesia khususnya di dalam bidang hokum.

Akhirnya kata, apabila terdapat kekurangan ataupun kata-kata yang kurang berkenan penulis sampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya.

Medan, Oktober 2018

Penulis

(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Abdurrahman Harit’s Ketaren Jenis Kelamin : Pria

Tempat/Tgl Lahir : Medan, 12 Mei 1994 Alamat : Jl. Singgalang No. 4 Medan Pekerjaan : Pegawai Swasta

Agama : Islam

Riwayat Pendidikan :

- TK. Kemala Bhayangkari Medan (1999-2000) - SD Kemala Bhayangkari Medan (2000-2006) - SMP Negeri 2 Medan (2006-2009) - SMA Harapan Mandiri Medan (2009-2011)

- S1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (2011-2015)

- S2 Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum Univeristas Sumatera Utara (2015-2018)

(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 12

C.Tujuan Penelitian` ... 13

D.Manfaat Penelitian ... 14

E. Keaslian Penelitian ... 14

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 15

1.Kerangka Teori ... 15

2. Konsepsi ... 25

G. Metode Penelitian ... 26

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 27

2. Sumber Data ... 27

3. Teknik Pengumpulan Data ... 28

4. Analisis Data ... 28

BAB II DASAR HUKUM DARI TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK A. Ruang Lingkup Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik ... 30

B. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik ... 40

(11)

C. Suatu Perbuatan Di Kategorikan Memenuhi Unsur-Unsur Tindak Pencemaran Nama Baik Menurut peraturan peraturan per undang- undangan yang berlaku ... 48

1. Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 Tentang Informasi Transaksi dan Elektronik ... 48 2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ... 50

BAB III ASPEK HISTORIS DAN YURIDIS DARI UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI DAN ELEKTRONIK RELEVANNYA DENGAN TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK SEBAGAI CYBER CRIME

A. Latar Belakang Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 Tentang Informasi Transaksi dan Elektronik ... 59 B. Beberapa Bentuk Cyber Crime Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 2011

Tentang Informasi Transaksi dan Elektronik... 67 C. Pengaturan Hukum Pidana Terkait Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik

Sesudah Dan Sebelum Lahirnya Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 Tentang Informasi Transaksi dan Elektronik ... 74

1. Sebelum Lahirnya Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 Tentang Informasi Transaksi dan Elektronik ... 74 2. Sesudah Lahirnya Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 Tentang

Informasi Transaksi dan Elektronik ... 77

(12)

BAB IV ANALISIS PUTUSAN TINDAK PIDANA PENCEMERAN NAMA BAIK DENGAN PUTUSAN NO 384/Pid.Sus/2015/PN. Mtr

A. Kronoligi Kasus ... 81

B. Dakwaan Putusan ... 82

C. Tuntutan ... 85

D. Fakta-fakta hukum ... 86

E. Putusan ... 88

F. Analisis Kasus 1. Dakwaan ... 90

2. Pertimbangan Hakim ... 90

3. Putusan ... 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA

(13)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Internet adalah suatu jaringan komunikasi digital yang sampai saat ini telah menghubungkan lebih dari 25.000 (dua puluh lima ribu) jaringan dari hampir seluruh negara di dunia.

Internet ini berasal dari Amerika Serikat dan sampai sekarang masih sangat bergantung pada network yang dimiliki oleh National Science Foundation di Amerika Serikat.

Internet yang kita kenal sekarang ini berasal dari suatu jaringan (network) yang diciptakan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat pada awal tahun 1970- an. Network ini dinamakan ARPAnet, di bangun oleh Advanced Research Projects Agency (ARPA) dengan tujuan untuk menghubungkan berbagai lokasi militer dan lokasi riset, di samping juga merupakan proyek riset tersendiri yang bertujuan untuk membangun sistem jaringan yang handal.1 Keterhubungan melalui jaringan internet dijalankan melalui berberapa metode, di antarannya adalah metode “protokol” yang diciptakan untuk memungkinkan terminal komputer yang berlainan jenis dan sistem untuk berkomunikasi antara yang satu dengan yang lainnya. Metode protokol ini dikembangkan metode pengiriman data melalui jalur komunikasi dengan menggunakan kelompok-kelompok data dengan tujuan masing-masing dalam suatu

1 Asril Sitompul, Hukum Internet (Pengenalan Mengenai Masalah Hukum Di Cyberspace),(

Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal 1

(14)

paket, metode ini sekarang dikenal dengan nama Transmission Control Protocol/Internet Protocol (TCP/IP).

Pada akhir tahun 1980-an, National Science Foundation (NSF), yaitu lembaga yang didirikan di Amerika Serikat, secara bertahap mulai mengembangkan jarigannya sendiri yang dinamakan NSFNET dengan mengunakan teknologi yang dikembangkan oleh Arpanet, dan juga mengembangkan high-speed backbone network yang semula digunakan untuk memungkinkan kampus-kampus dan lembaga-lembaga riset untuk mengunakan network tersebut dan penggunaan ini kemudian meningkat dengan diperkenalkannya e-mail dan juga pengiriman data dan informasi antarlokasi. Dengan perkembangan ini muncullah apa yang dikenal sekarang dengan Internet.

Saat ini internet telah dikenal hampir di seluruh dunia dan jutaan orang telah merasakan manfaatnya. Banyak perusahaan yang telah menjalankan bisnisnya di bidang internet ini dan saat ini dapat dikatakan bahwa internet telah menjadi sektor bisnis tersendiri.

Perkembangan internet ini memang luar biasa. Pada tahun 1998 saja di perkirakan lebih dari 100 (seratus) juta orang yang connect ke internet dan jumlah ini meningkat 2 (dua) kalinya pada tahun 1999 dan diperkirakan akan lebih meningkat lagi pada tahun 2000-an. Indonesia yang untuk pertama kali terhubung dengan internet pada tahun 1993, pada tahun berikutnya saja telah mempunyai 32 (tiga puluh dua) network yang terhubung ke internet.2

2 Ibid., hlm 2

(15)

Berkenaan dengan pembangunan teknologi, dewasa ini seperti kemajuan dan perkembangan teknologi informasi melalui internet (Interconnection Network), peradaban manusia dihadapkan pada fenomena baru yang mampu mengubah hampir setiap aspek kehidupan manusia. Pembangunan di bidang teknologi informasi (dengan segala aspek pendukungnya) diharapkan akan membawa dampak posistif bagi kehidupan manusia, yang pada akhirnya akan bermuara pada terciptanya peningkatan kesejahteraan umat manusia.

Kemajuan dan perkembangan teknologi, khususnya telekomunikasi, multimedia dan teknologi informasi (telematika) pada akhirnya dapat merubah tatanan organisasi dan hubungan sosial kemasyarakat. Hal ini tidak dapat dihindari, karena fleksibilitas dan kemampuan telematika dengan cepat memasuki berbagai aspek kehidupan manusia.3

Semakin berkembangnya teknologi informasi sekarang ini, baik berupa internet atau media lain yang sama, menimbulkan berbagai akibat. Ada akibat positif maupun akibat negatif yang timbul dari perkembangan teknologi informasi tersebut.

Banyak kemudahan yang dapat kita peroleh dari pemanfaatan teknologi informasi tersebut, khususnya dari internet, dan tidak dapat dipungkiri juga, bahwa teknologi informasi khususnya internet tersebut dapat menjadikan kejahatan yang semula hanya bersifat konvensional seperti pencurian, penipuan, pengancaman, dan lain sebagainya

3 Dikdik M.Arief Mansur, Elisatris Gultom, Cyber Law (Aspek Hukum Teknologi Informasi), (Bandung : PT. Refika Aditama, 2005), hal 2

(16)

menjadi lebih canggih melalui penggunaan media komputer secara online dengan resiko tertangkap yang sangat kecil.4

Pesatnya perkembangan teknologi itu telah membentuk masyarakat informasi internasional, termasuk di Indonesia. Sehingga, satu sama lain menjadikan belahan dunia ini sempit dan berjarak pendek. Berbisnispun begitu mudahnya, seperti membalikkan telapak tangan saja.

Menurut Menteri Negara Komunikasi dan Informasi Syamsul Muarif, teknologi telah mengubah pola kehidupan manusia di berbagai bidang, sehingga secara langsung telah mempengaruhi munculnya perbuatan hukum baru di masyarakat. Bentuk-bentuk perbuatan hukum itu perlu mendapatkan penyesuaian, seperti melakukan harmonisasi terhadap beberapa perundangan yang sudah ada, mengganti jika tidak sesuai lagi, dan membentuk ketentuan hukum yang baru.

Pembentukan peraturan perundangan di era teknologi informasi ini harus dilihat dari berbagai aspek. Misalnya dalam hal pengembangan dan pemanfaatan rule of law dan internet, jurisdiksi dan konflik hukum, pengakuan hukum terhadap dokumen serta tanda tangan elektronik, perlindungan dan privasi konsumen, cybercrime, pengaturan konten dan cara-cara penyelesaian sengketa domain.5

Awal mulanya jaringan internet hanya dapat digunakan oleh lingkungan pendidikan (perguruan tinggi) dan lembaga penelitian. Kemudian tahun 1995, internet baru dapat digunakan untuk publik. Beberapa tahun kemudian, Tim Berners-

4 http://ern.pendis.depag.go.id/DokPdf/jurnal/6.%20Achmad%20Tahir.Pdf diakses tanggal 9 Januari 2017, jam 11.55 Wib

5 Dikdik M.Arief Mansur, Elisatris Gultom, Op.Cit., hlm 3

(17)

Lee mengembangkan aplikasi world wide web (www) yang memudahkan orang untuk mengakses informasi di internet. Setelah dibukannya internet untuk keperluan publik semakin banyak muncul aplikasi-aplikasi bisnis di internet.

Aplikasi bisnis yang berbasiskan teknologi internet ini mulai menunjukkan adanya aspek finansial. Misalnya, internet digunakan sebagai sarana untuk memesan/reservasi tiket (pesawat, kereta api), hotel pembayaran tagihan telepon, listrik, dan sebagainya. Hal ini mempermudah konsumen dalam menjalankan aktivitas/transaksi bisnisnya. Konsumen tidak perlu keluar rumah dan antri untuk memperoleh layanan yang diinginkan karena dapat dilakukan di dalam rumah, begitu pula tingkat keamanan yang relatif lebih terjaga.6

Sebagai akibat dari perkembangan yang demikian, maka secara lambat laun, teknologi informasi dengan sendirinya juga telah mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global. Di samping itu, perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial secara signifikan berlangsung demikian cepat. Sehingga dapat dikatakan teknologi informasi saat ini telah menjadi pedang bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.7

Kemajuan teknologi menimbulkan dampak negatif, tetapi justru bagi sebagian orang, kemajuan teknologi seperti internet banyak memberikan manfaat, baik dari

6 Ibid., hlm 5

7 Ahmad Ramlli, Cyber Law Dan HAKI- Dalam System Hukum Indonesia, (Bandung : Rafika Aditama, 2004), hal 1

(18)

segi keamanan maupun kenyamanan. Batas ruang dan waktu menjadi hilang atau tipis dengan adanya jaringan komputer internet.8 Perbuatan-perbuatan melawan hukum tersebut, maka ruang lingkup hukum harus diperluas untuk menjangkau perbuatan- perbuatan tersebut.

Kemudan lahirlah suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika. Hukum siber (cyber law), secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan untuk informasi dan komunikasi. Demikian pula hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum teekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law) dan hukum mayantara. Istilah istilah- tersebut lahir mengingat kegiatan yang di lakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual.

Permasalahan hukum yang sering kali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik. Suatu misal perkembangan teknologi internet.

8 Dikdik M.Arief Mansur, Elisatris Gultom, Op.Cit., hlm 3

(19)

Perkembangan yang pesat dalam teknologi internet menyebabkan kejahatan baru di bidang itu juga muncul, misalnya kejahatan manipulasi data, spionase, sabotase, provokasi, money loundring, hacking, pencurian software, maupun perusakan hardware, pencemaran namabaik, cyberbully, dan berbagai macam lainnya.9

Bahkan laju kejahatan melalui jaringan internet (cyber crime) tidak diikuti dengan kemampuan pemerintah untuk mengimbanginya sehingga sulit untuk mengendalikannya. Munculnya kasus cybercrime di indonesia telah menjadi ancaman stabilitas Kamtibmas dengan eskalatif yang cukup tinggi. Pemerintah dengan perangkat hukumnya belum mampu mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer khususnya di jaringan internet dan internet (internetwork).10

Perbuatan melawan hukum cyber sangat tidak mudah diatasi dengan mengandalkan hukum positif konvensional.11 Karena berbicara mengenai kejahatan, tidak dapat dilepaskan dari lima faktor yang saling kait mengkait, yaitu pelaku kejahatan, modus kejahatan, korban kejahatan, reaksi sosial atas kejahatan dan hukum. Hukum memang menjadi instrumen penting dalam pencegahan dan penangulangan kejahatan, di samping instrumen-instrumen lain yang tidak kalah penting. Untuk membuat sesuatu ketentuan hukum terhadap hukum yang berubah sangat cepat, seperti teknologi informasi ini bukanlah suatu perkara yang mudah.

9 Agus Raharjo, Cybercrime-Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hal 213

10 Ibid., hal 214

11 Ahmad Ramli. Op. Cit., hlm 5

(20)

Sering kali hukum (peraturan) tampak cepat menjadi usang manakala mengatur bidang yang mengalami perubahan yang cepat, sehingga situasinya seperti terjadi kekosongan hukum. Terhadap kejahatan di internet atau cybercrime ini tampaknya memang terjadi kekosongan hukum.

Pembuat undang-undang saat merumuskan redaksi undang-undang hanya membuat suatu moment opname belaka terhadap suatu suatu segi pergaulan sosial, maka dikemudian hari sudah barang tentu rumus undang-undang itu tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat, sehingga diperlukan penafsiran. Logemann dengan tepat menyatakan bahwa undang-undang itu bersifat statis.12

Sebenarnya dalam persoalan cybercrime, tidak ada kekosongan hukum, ini terjadi jika di gunakan metode penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum dan ini yang mestinya di pegang oleh aparat penegak hukum dalam menghadapi perbuatan- perbuatan berdimensi baru yang secara khusus belum diatur dalam undang-undang.

Persoalan menjadi lain jika ada keputusan politik untuk menetapkan cybercrime dalam perundangan-perundangan tersendiri di luar KUHP atau undang-undang khusus lainnya. Persoalan mengenai penafsiran ini, para hakim belum sepakat mengenai ketegori beberapa perbuatan. Misalnya carding, ada hakim yang menafsirkan masuk dalam kategori pencurian. Sebetulnya perlu dikembangkan pemahaman kepada para hakim mengenai teknologi informasi agar penafsiran

12 Budi Suhariyanto, Tindak Pidana Teknologi Informasi (CYBERCRIME), (Jakarta : PT.

Raja Grafindo Persada,2012), hal 4

(21)

mengenai suatu bentuk cybercrime ke dalam pasal-pasal dalam KUHP atau undang- undang lain tidak membingungkan.

Tindakan legislatif yang cermat dengan mengingat suatu hal, yakni jangan sampai perundang-undangan menjadi terpana pada perkembangan teknologi sehingga membuat peraturan overlegislate, yang pada gilirannya justru akan membawa dampak negativ, baik di bidang hukum lainnya maupun di bidang sosial ekonomi.13

Dewasa ini, banyak kasus cybercrime yang melanda negeri kita indonesia dan paling banyak melakukan tindak pidana pencemaran nama baik melalui media sosial seperti Instagram, Twitter, Facebook dll, banyak juga yang melakukan tindak pidana ini melalui SMS,BBM,WhatsApp yang merupakan media elektronik dan masih banyak media-media elektronik lainnya yang bisa di pakai untuk Tindak Pidana ini.

Tindak pidana ini bukan hanya mencangkup tentang tindak pidana yang di lakukan oleh media elektronik melainkan bisa melalui surat, koran dan media masa lainnya, Tindak Pidana ini merupakan delik aduan yang apabilla para korban dari Tindak Pidana ini tidak mengadu kepada kepolisian maka para pelaku pencemaran nama baik tidak dapat di proses. Banyak orang atau para pelaku tidak menyadari bahwa tindakan mereka telah melanggar pasal 27 UU ITE No.11 Tahun 2008 Jo pasal 45 pasal 19 2016 Revisi UU ITE yang berbunyi “ Setiap orang yang sengaja dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentrasmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dallam

13 Ibid., hlm 5

(22)

Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).14

Adapun beberapa kasus pencemaran nama baik di indonesia yang telah banyak terjadi tidak hanya di kalangan masyarakat biasa melainkan juga di kalangan artis/selebritis maupun juga pejabat negara.

Beberapa contoh kasus umum yang kita ketahui adalah kasus antara Ahmad Dhani yang telah melaporkan Farhat Abbas dengan tuduhan pencemaran nama baik dan beberapa waktu lalu, presiden ke -6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono melaporkan politisi Zainal Ma’arif ke Polda Metro Jaya, dengan menggunakan pasal pencemaran nama baik ini.15

Adapun kasus dalam perkara pidana No. 384/Pid.Sus/2015/PN Mtr yang dalam perkara ini terdakwa bernama FURQAN ERMASNYAH telah memposting kritikan yang terdakwa buat di account facebook miliknya yang bernama Rudy Lombok di Forum Diskusi membangun NTB sebanyak tiga kali yaitu :

1. “FILM terbaru dengan pemeran utama TAUFAN RAHMADI di produksi oleh INSTITUT FILM dibiayai oleh BADAN PROMOSI PARISATA DAERAH NTB silahkan ditonton, dengan cerita tentang PROMOSI PRIBADI bukan tentang promosi PARIWISATA NTB”

14Undang-Undang No 19 Tahun 2016 Tentang Revisi Undang-Undang ITE No. 11 Tahun 2008

15 http://kanalhukum.id/analisis/penyalahgunaan-pasal-pencemaran-nama-baik/40 di akses pada tanggal 5 april 2014 pukul 21.45

(23)

2. “ANEHNYA SEBUAH BUKTI PERJALANAN ada yang aneh dalam BOARDING PASS tiket antara penggurus BPPD NTB dan SALES MANAGER GARUDA INDONESIA dengan PESAWAT, JAM PENERBANGAN dan NOMOR PENERBANGAN yang sama TAPI BERBEDA BOARDING PASS”

3. “KORUPSIKAH BPPD NTB? Mengapa website bppdntb.com ditutup?

Apakah ada unsur korupsinya? Dengan menjual paket tours dan memberikan rekeneing atas nama MIASA yang notabene seorang guide mana anggota BPPD NTB silahkan menjelaskan kepada masyarakat.. uang 6 Milyar Rupiah tersebut adalah uang besar”

Dengan di unggahnya status tersebut ke media sosial maka saksi korban yaitu TAUFAN RAHMADI mengetahui perilahal postingan yang dilakukan oleh terdakwa melalui media sosial setelah diceritakan oleh saksi MOHAMAD NURSANDI dan saksi DARWIN WITARSA, yang pada intinya menyebutkan bahwa didalam Group Facebook Forum Diskusi Membangun NTB terdakwa memposting kalimat yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang di tujukan kepada saksi TAUFAN RAHMADI dan Kantor BPPD NTB.

Kasus ini menarik karena pelaku telah menuduh BPPD NTB melakukan tindak pidana korupsi di mana apabila benar BPPD NTB telah melakukan tindak pidana tersebut maka pelaku telah menjadi whistleblower di mana pelaku dapat di putuskan bebas dan malah yang korban yaitu BPPD NTB dapat di pidana dengan tuduhan tindak pidana korupsi.

(24)

Berdasarkan uraian yang telah di paparkan di atas, penting untuk diteliti tindak pidana cybercrime khusus perbuatan pencemaran nama baik karena :

1. Agar mengetahui apakah kasus di atas sesuai dengan peraturan perundang undangan yang ada pada saat ini.

2. Agar mengetahui apakah kasus di atas memang telah memenuhi unsur dari tindak pidana pencemaran nama baik.

3. Agar mengetahui kepastian hukum yang ada dalam putusan tersebut.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting di dalam penyusunan suatu penulisan hukum. Perumusan masalah di dalam suatu penelitian dimaksudkan untuk menegaskan masalah yang akan diteliti, sehingga tujuan yang akan dicapai menjadi lebih jelas dan sistematis. Dengan demikian diperoleh hasil yang diharapkan.

Sehubungan dengan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya peneliti mengindentifikasi masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana suatu perbuatan dikategorikan memenuhi unsur-unsur tindak pidana pencemaran nama baik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku?

2. Bagaimana pengaturan hukum pidana terkait tindak pidana pencemaran nama baik sebelum dan sesudah lahirnnya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik?

3. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara pidana pencemaran nama baik berdasarkan putusan No. 384/Pid.Sus/2015/PN Mtr?

(25)

C.Tujuan Penelitian

Suatu penelitian harus memiliki tujuan yang jelas dan pasti agar penelitian tersebut memiliki arahan dan pedoman yang pasti. Tujuan penelitian pada prinsipnya mengungkapkan apa yang hendak dicapai oleh peneliti sebagai solusi dari permasalahan yang dihadapi.16

Adapun Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini antara lain sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan hukum pidana terkait dengan tindak pidana pencemaran nama baik setelah dan sebelum lahirnya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai suatu tindak pidana pencemaran nama baik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan hukum suatu

perkara pidana pencemaran nama baik berdasarkan putusan No. 384/Pid.Sus/2015/PN Mtr.

D. Manfaat Penelitian 1) Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan pustaka yang berkenaan dengan permasalahan cybercrime dalam tindak pidana pencemaran nama baik.

16 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum , (Jakarta : 2006, UI Press), hal 1

(26)

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.

2) Manfaat Praktis

Manfaat praktis dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

a. Agar masyarakat dapat mengetahui tentang tindak pidana pencemaran nama baik, agar selanjutnya diharapkan masyarakat lebih berhati-hati dalam memposting apapun di media sosial maupun media elektronik.

b. Untuk menjadi referensi aparat penegak hukum dalam menangani suatu perkara pidana pencemaran nama baik.

c. Untuk menjadi referensi pemerintah dalam membuat peraturan-peraturan perundang-undangan agar sesuai dengan fenomenal yang ada di masyarakat sekarang.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan, di Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), belum ada penelitian yang sama terkait pembahasan “ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA CYBER CRIME DALAM PERBUATAN PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK DI TINJAU DARI UNDANG-UNDANG ITE DAN HUKUM PIDANA”

Tesis ini adalah asli, bukan merupakan suatu tiruan maupun duplikat dari bentuk karya ilmiah sejenis atau bentuk lainnya yang telah dipublikasikan. Tesis ini

(27)

belum pernah dipakai untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara (USU) atau instansi lainnya.

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep 1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat dan teori mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan pertimbangan dan pegangan teoritis.17Pentingnya kerangka teoritis dalam penelitian hukum, merupakan unsur yang sangat penting karena fungsi teori dalam penelitian adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati, dan dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif.18 Adapun teori-teori yang dapat digunakan dalam penulisan ini adalah :

1. Teori Perbuatan Pidana

Moeljatno mengatakan bahwa pengertian perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Pada kesempatan yang lain, dia juga mengatakan dengan substansi yang sama bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang di larang dan diancam dengan pidana, barangsiapa melanggar larangan tersebut.

Marshall mengatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan atau omisi yang dilarang oleh hukum yang berlaku. Dalam Konsep KUHP tindak pidana

17 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian,( Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 80

18 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hal. 19

(28)

diartikan sebagai perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan harus juga bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat. Setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan hukum, kecuali ada alasan pembenar.19

Menurut Profesor Pompe, perkataan strafbaar freit itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum” atau sebagai de normovertreding (verstoring de rechtsorde).20

Perbedaan yang ada antara teori dengan hukum positif itu sebenarnya hanyalah bersifat semu. Oleh karena itu, yang terpenting bagi teori itu adalah bahwa tidak seorangpun dapat dihukum kecuali apabila tindakannya itu memang benar- benar bersifat melanggar hukum dan telah dilakukan berdasarkan sesuatu bentuk schuld, yakni dengan sengaja ataupun tidak sengaja, sedang hukum positif kita pun tidak mengenal adanya suatu schuid tanpa ada suatu wederrechttelijkheid. Dengan demikian, sesuailah sudah apabila pendapat menurut teori dan pendapat menurut hukum positif kita itu, kita satukan di dalam suatu teori yang berbunyi geen straf zonder schuld atau “tidak ada sesuatu hukuman dapat dijatuhkan terhadap seseorang

19 Andi Hamzah, Asas- Asas Hukum Pidana, (Jakarta : Rineka Cipta, 1994), hal. 89

20 P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997), hal. 180

(29)

tanpa adanya kesengajaan ataupun ketidaksengajaan”, yang berlaku baik bagi teori maupun bagi hukum positif.21

Sebagian besar dari para guru besar berpendapat bahwa wederrechttelijkheid dan schuld itu merupakan unsur-unsur yang selalalu melekat pada setiap strafbaar feit.

Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam KUHP itu pada umumnya dapat kita jabarkan kedalam unsur-unsur yang pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua macam unsur, yakni unsur-unsur subjektif dan unsur-unsur objektif. Unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri sipelaku, dan termasuk kedalamnya, yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya, sedangkan yang di maksud dengan unsur objektif itu adalah unsur yang ada hubungannya dengan keadaan, yaitu di dalam keadaan dimana tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. 22

Perbuatan pidana hanya menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan dengan suatu ancaman pidana. Apakah orang yang melakukan perbuatan dijatuhi pidana, tergantung apakah dalam melakukan perbuatan itu orang tersebut memiliki kesalahan.23

21 Ibid., hal. 182

22 Ibid., hal. 192

23 Moeljatno, Perbuatan Pidana dan PertanggungJawaban Pidana, (Jakarta : Bina Aksara 1983), hal. 35

(30)

Teori perbuatan pidana/tindak pidana di anggap relevan dalam penelitian di atas karena membutuhkan suatu landasan teori agar dapat mengetahui bagaimana suatu perbuatan pidana dapat di kategorikan sebagai perbuatan tindak pidana pencemaran nama baik.

2. Teori Pemidanaan

Teori Pemidanaan terbagi atas 3 Teori yaitu teori retributif, teori relatif, dan teori gabungan. Teori retributif memandang bahwa pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan, jadi berorientasi pada perbuatan dan letak pada kejahatan itu sendiri. Pemidanaan di berikan karena si pelaku harus menerima sanksi itu demi kesalahannya. Menurut teori ini, dasar hukuman harus dicari dari kejahatan itu sendiri, karena kejahatan itu telah menimbulkan penderitaan bagi orang lain, sebagai imbalannya (vergelding) si pelaku harus diberi penderitaan.24

Setiap kejahatan harus diikuti dengan pidana, tidak boleh tidak, tanpa tawar menawar. Seseorang mendapat pidana oleh karena melakukan kejahatan. Tidak dilihat akibat-akibat apapun yang timbul dengan dijatuhkannya pidana, tidak peduli apakah masyarakat mungkin akan dirugikan. Pembalasan sebagai alasan memidana suatu kejahatan.25

24Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana,(Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal 105.

25 Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, (Bandung : PT.

Rafika Aditama, 2009), hal 12

(31)

Ciri pokok atau karakteristik teori retributif, yaitu :26

1. Tujuan Pidana adalah semata-mata untuk pembalasan

2. Pembalasan adalah tujuan utama dan di dalamnya tidak mengandung sarana-sarana untuk tujuan lain misalnya untuk kesejahteraan masyarakat 3. Kesalahan merupakan satu-satunya syarat untuk adanya pidana

4. Pidana harus disesuaikan dengan kesalahan si pelanggar

5. Pidana melihat ke belakang, ia merupakan pencelaan yang murni dan tujuannya memperbaiki, mendidik atau memasyarakatkan kembali si pelanggar.

Teori retributif dalam tujuan pemidanaan disandarkan pada alasan bahwa pemidanaan merupakan “morally Justifed” (pembenaran secara moral) karena pelaku kejahatan dapat dikatakan layak untuk menerimannya atas kejahatanya. Asumsi yang penting terhadap pembenaran untuk menghukum sebagai respon terhadap suatu kejahatan yang mendasari aturan hukum yang di lakukannya secara sengaja dan sadar dan hal ini merupakan bentuk dari tanggung jawab moral dan kesalahan hukum si pelaku.

Menurut Kant dan Hegel, ciri khas dari teori absolut adalah keyakinan mutlak akan keniscayaan pidana, sekalipun pemidanaan sebenarnya tidak berguna, bahkan bilapun membuat keadaan pelaku kejahatan menjadi lebih buruk. Kejahatan adalah peristiwa yang berdiri sendiri, ada kesalahan yang harus di pertanggung jawabkan,

26 http://rahmanamin1984.blogspot.co.id/2015/05/teori-teori-pemidanaan-dalam-hukum.html di akses pada tanggal 24 maret 2017, pukul 11.04 WIB

(32)

dengan cara ini persoalan dituntaskan. Kesalahan (dosa) hanya dapat ditebus dengan menjalani penderitaan. 27

Menurut Remmelink, teori retributif atau teori absolut dapat dikatakan sama tuanya dengan awal pemikiran tentang pidana. Syarat pembenaran penjatuhan pidana tercakup dalam kejahatan itu sendiri. Pemikiran ini beranjak dari pandangan yang absolut terhadap pidana. Dalam konteks ajaran ini, pidana merupakan res absoluta ab affectu futuro (sutau keniscayaan yang terlepas dari dampaknya di masa depan).

Dilakukannya kejahatan, maka membawa konsekuensi dijatuhkannya pemidanaan.

Teori retributif dalam tujuan pemidanaan di sandarkan pada alasan bahwa pemidanaan merupakan “morally Justifed” (pembenaran secara moral) karena pelaku kejahatan dapat di katakan layak untuk menerima atas kejahatannya. Asumsi yang penting terhadap pembenaran untuk menghukum sebagai respon terhadap suatu kejahatan karena pelaku kejahatan telah melakukan pelangaran terhadap norma moral tertentu yang mendasari aturan hukum yang dilakukannya secara sengaja dan sadar dan hal ini merupakan bentuk dari tanggung jawab moral dari kesalahan hukum si pelaku.28

Sedangkan teori relatif memandang pemidanaan bukan sebagai pembalasan atas kesalahan si pelaku, tetapi sebagai sarana mancapai tujuan bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan. Dan teori ini muncul tujuan pemidanaan sebagai sarana pencegahan, yaitu pencegahan umum yang tujukan pada

27 http://nafi-harahap.blogspot.co.id/2014/10/teori-retributif-atau-teori-absolut.html di akses pada tanggal 24 maret 2017, pukul 11.13 WIB

28 Mahmud Mulyadi, Revitalisasi Alas Filosofis Tujuan Pemidanaan Dalam Penegakan Hukum Pidana Indonesia, Medan, (Karya Ilmiah Staff Pengajar Fakultas Hukum USU, 2006), hal 7

(33)

masyarakat. Berdasarkan teori ini, hukuman yang dijatuhkan untuk melaksanakan maksud atau tujuan dari hukuman itu, yakni memperbaiki ketidakpuasan masyarakat sebagai akibat kejahatan itu. Tujuan hukuman itu, yakni memperbaiki ketidakpuasan masyarakat sebagai akibat kejahatan itu. Tujuan hukuman harus di pandang secara ideal, selain dari itu, tujuan hukuman adalah untuk mencegah (prevensi) kejahatan.29

Menurut Leonard, teori relatif pemidanaan bertujuan mencegah dan mengurangi kejahatan. Pidana harus dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku penjahat dan orang lain yang berpotensi atau cenderung melakukan kejahatan. Tujuan pidana adalah tertib masyarakat, dan untuk menegakan tata tertib masyarakat itu diperlukan pidana.30

Pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang telah melakukan suatu tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan- tujuan tertentu yang bermanfaat. Dasar pembenaran pidana terletak pada tujuannya adalah untuk mengurangi frekuensi kejahatan. Pidana di jatuhkan bukan karena orang membuat kejahatan, melainkan supaya orang jangan melakukan kejahatan sehingga teori ini sering juga di sebut teori tujuan (utilitarian theory).31

Adapun ciri pokok atau karakteristik teori relatif (utilitarian), yaitu:32 1. Tujuan pidana adalah pencegahan (prevention)

2. Pencegahan bukan tujuan akhir tetapi hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan masyarakat.

29 Leden Marpaung., Op Cit., hlm 96-97

30 Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana (Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi), (Jakarta : Pustaka Pelajar, 2005) hal 96-97

31 Dwidja Priyanto, Op.Cit, hlm 26.

32 Ibid., hlm 27

(34)

3. Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada si pelaku saja (misalnya karena sengaja atau culpa) yang memenuhi syarat untuk adanya pidana.

4. Pidana harus ditetapkan berdasar tujuannya sebagai alat untuk pencegahan kejahatan.

5. Pidana melihat ke muka (bersifat prospektif), pidana dapat mengandung unsur pencelaan, tetapi unsur pembalasan tidak dapat diterima apabila tidak membantu pencegahan kejahatan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.

Teori relatif memandang bahwa pemidanaan mempunyai tujuan lain yang lebih berarti dari tujuan pembalasan, yaitu perlindungan masyarakat dan pencegahan kejahatan, baik prevensi umum maupun prevensi khusus. Tujuan pemidanaan untuk prevensi umum di harapkan memberikan peringatan kepada masyarakat supaya tidak melakukan kejahatan. Prevensi umum ini menurut van Veen mempunyai tiga fungsi, yaitu menegakkan wibawah pemerintah, menegakkan norma dan membentuk norma.

Prevensi khusus dimaksudkan bahwa dengan pidana yang dijatuhkan memberikan deterrence effect kepada si pelaku sehingga tidak mengulangi perbuatannya kembali.

Sedangkan fungsi perlindungan kepada masyarakat memungkinkan bahwa dengan pidana pencabutan kebebasan selama beberapa waktu, maka masyarakat terhindar dari kejahatan yang mungkin dilakukan oleh pelaku. Nigel walker menamakan aliran ini sebagai paham reduktif (reductivism) karena dasar pembenaran dijatuhkannya pidana dalam pandangan aliran ini adalah untuk mengurangi frekuensi kejahatan

(35)

(....the justification for penalizing offences is that this reduces their frequency).33 Penganut reductivim meyakini bahwa pemidanaan dapat mengurangi pelanggaran melalui satu atau bebearapa cara berikut ini:34

1. Pencegahan terhadap pelaku kejahatan (deterring the offender), yaitu membujuk si pelaku untuk menahan diri atau tidak melakukan pelanggaran hukum kembali melalui ingatan mereka terhadap pidana yang di jatuhkan 2. Pencegahan terhadap pelaku yang potensial (dettering potential imitators), dalam hal ini memberikan rasa takut kepada orang lain yang potensial untuk melakukan kejahatan dengan melihat contoh pidana yang telah dijatuhkan kepada pelaku sehingga rasa takut akan kemungkinan dijatuhkan pidana kepadanya.

3. Perbaikan si pelaku (reforming the offender), yaitu memperbaiki tingkah laku sipelaku sehingga muncul kesadaran si pelaku untuk cenderung tidak melakukan kejahatan lagi walaupun tanpa adanya rasa ketakutan dari ancaman pidana

4. Mendidik masyarakat supaya lebih serius memikirkan terjadinya kejahatan, sehingga dengan cara ini, secara tidak langsung dapat mengurangi frekuensi kejahatan.

5. Melindungi masyarakat (protecting the public), melalui pidana penjara yang cukup lama

33 Mahmud Mulyadi., Op.Cit., hlm 9

34 Ibid., hlm 10

(36)

Teori gabungan, menurut teori ini berusaha keras meretas jalan dan menemukan jalan dan menemukan benang merah antara kedua teori di atas. Teori gabungan mengakui bahwa pembalasan (retributive) merupakan dasar dan pembenaran dijatuhkannya pidana, namun seharusnya perlu diperhatikan bahwa penjatuhan pidana ini harus membawa manfaat untuk mencapai tujuan lain, misalnya kesejahteraan masyarakat (social welfare). Tokoh teori gabungan ini adalah Pallegrino Rossi (1787-1848), dalam bukunya yang berjudul “Traite de Droit Penal”

menyatakan bahwa pembenaran pidana terletak pada pembalasan dan hanya orang yang bersalah yang boleh di pidana. Pidana yang dijatuhkan harus sesuai dengan kejahatan yang dilakukan, sehingga beratnya pidana harus sesuai dengan beratnya kejahatan yang dilakukan.35

Teori pemidanaan gabungan ini di anggap relevan dalam penelitian di atas karena membutuhkan suatu landasan teori agar dapat mengetahui bagaimana suatu perbuatan pidana pencemaran nama baik dapat di pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Konsepsi

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analistis.36 Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition. Konsepsi ini bertujuan untuk menghindari salah

35 Ibid., hlm 11

36 Sacipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti,2000) hal. 21

(37)

pengertian atau penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Oleh karena itu dalam penelitian ini didefinisikan beberapa konsel dasar atau istilah, agar dalam pelaksanaannya diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah di tentukan, yaitu;

a. Internet adalah Internet adalah suatu jaringan komunikasi digital yang sampai saat ini telah menghubungkan lebih dari 25.000 (dua puluh lima ribu) jaringan dari hampir seluruh negara di dunia.Internet ini berasal dari Amerika Serikat dan sampai sekarang masih sangat bergantung pada network yang dimiliki oleh National Science Foundation di Amerika Serikat.37

b. Teknologi informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.38

c. Cybercrime adalah Tindak Pidana yang berkenaan dengan sistem informasi,sistem informasi (informasi system) itu sendiri, serta sistem komunikasi yang merupakan sarana untuk penyampaian/pertukaran informasi kepada pihak lainnya (transmitter/originator to reciptient).39

d. Perbuatan Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Pada kesempatan yang lain, dia juga mengatakan dengan substansi yang sama bahwa perbuatan pidana

37 Asril Sitompul, Op.Cit., hlm.1

38 Undang-Undang No 11 tahun 2008., Op.Cit., hlm.3

39 Didik M.Arief Mansur dan Elisataris Gultom., Op.Cit., hlm 10

(38)

adalah perbuatan yang di larang dan diancam dengan pidana, barangsiapa melanggar larangan tersebut.40

e. Pencemaran nama baik adalah perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya jelas agar hal itu diketahui umum yang di lakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukan atau di tempelkan di muka umum.41

G. Metode Penelitian

Metode penelitian diperlukan agar tujuan penelitian dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Metode penelitian ini berfungsi sebagai pedoman dan landasan tata cara dalam melakukan operasional penelitian untuk menulis suatu karya ilmiah yang peneliti lakukan. Ada 2 (dua) macam tipologi penelitian hukum yang lazim digunakan yaitu penelitian hukum normatif. Dalam penulisan skripsi ini, metode penelitian yang dipakai adalah sebagai berikut :

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mengkaji hukum sebagai norma. Penelitian yuridis normatif tersebut mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, KUHP dan putusan pengadilan No.

384/Pid.Sus/2015/PN Mtr.42

40 Mahrus Ali, Op.Cit., hlm. 97

41 Kitap Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 310

42 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum,(Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal.105

(39)

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan pada penulisan ini adalah data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan atau literatur yang berkaitan dengan objek penelitian. Sumber bahan data hukum dalam penelitian ini, antara lain:

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum (perundang-undangan) atau mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak berkepentingan.43

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku teks, jurnal- jurnal, pendapat sarjana dan hasil-hasil penelitian.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.44 Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data yang dilakukan maka, peneliti tidak akan dapat memperoleh data yang dibutuhkannya. Teknik pengumpulan data yang digunakan

43 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014), hal.84

44M.Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum, (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2013), hal.62

(40)

dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research), yaitu dengan mengumpulkan data dan informasi yang baik berupa buku, karangan ilmiah, peraturan perundang-undangan dan bahan tertulis lainnya yang berkenaan dengan penelitian ini, yaitu dengan cara mencari, mempelajari, dan mencatat serta menginterpretasikan hal-hal yang berkaitan dengan obyek penelitian.45

4. Analisa Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan suatu uraian dasar sehingga, dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.46Metode analisis yang akan digunakan untuk penelitian hukum normatif ini adalah dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Perolehan data dari analisis kualitatif ini ialah diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam (triangulasi).47Data kualitatif adalah data yang nonangka, yaitu berupa kata, kalimat, pernyataan dan dokumen. Dalam penelitian kualitatif, analisa data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data.48

45Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994), Cet.Ke-5, hal.225

46 Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitaif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1991), hal.103

47 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif ,(Bandung : Alfabeta, 2013), hal.87

48Ibid, hal 90

(41)

BAB II

DASAR HUKUM TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK

A. Ruang Lingkup Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik

Menurut frase (bahasa Inggris), pencemaran nama baik diartikan sebagai defamation, Slander, libel yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi pencemaran nama baik, fitnah (lisan), fitnah (tertulis). Slander adalah oral defamation (fitnah secara lisan) sedangkan Libel adalah written defamation (fitnah secara tertulis). Dalam bahasa Indonesia belum ada istilah untuk membedakan antara slander dan libel.49

Ahli Toni Samsul Hidayat, SPd mengatakan bahwa yang dimaksud dengan

“Penghinaan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti merendahkan martabat atau memandang rendah (hina atau tidak penting) seseorang/pihak tertentu, misalkan dengan melontarkan kata-kata makian, kata-kata jorok, kotor, atau kata-kata tidak senonoh baik secara lisan maupun tulisan, sedangkan yang dimaksud dengan

“Pencemaran nama baik” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti menjadikan nama baik seseorang buruk atau menodai nama baik seseorang/pihak tertentu.

Seseorang yang dengan sengaja melakukan perbuatan menyampaikan sesuatu baik lisan maupun tulisan yang menyebabkan martabat orang lain menjadi rendah

49 http://andimujahidin.com/2008/01/sejarah-dan-perkembangan-internet/ diakses pada tanggal 14 oktober 2017 pukul 11.32 WIB.

(42)

atau menyebabkan rusaknya nama baik orang lain dapat disebut sebagai penghinaan dan pencemaran nama baik;

Menurut Ahli Dr. Lalu Parman, SH, MH menerangkan bahwa dalam rumusan Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) hanya menyebut istilah atau kualifikasi tindak pidana yaitu penghinaan dan/atau pencemaran nama baik tetapi tidak memberikan batasan ataupun penjelasan apa yang dimaksud penghinaan dan atau pencemaran nama baik. Artinya dalam ketentuan pasal tersebut terdapat kekaburan norma hukum (voge of norm);50

Ahli Dr. Lalu Parman, SH, MH menerangkan ada beberapa cara untuk menafsirkan makna istilah penghinaan dan atau pencemaran nama baik, salah satunya adalah melalui penafsiran sistematis yaitu dengan mengaitkan antara pasal yang satu dengan pasal yang lain dalam satu sistem perundang-undangan yang dalam hal ini Ahli merujuk pada Pasal 310 KUHP, dimana unsur-unsur dalam Pasal 310 KUHP adalah sebagai berikut :

Menyerang kehormatan atau nama baik adalah merendahkan perasaan pribadi atau harga diri atau nama baik yaitu kehormatan yang diberikan oleh masyarakat kepada seseorang karena kedudukan dalam masyarakat;

Menuduh adalah kata-kata yang secara logis dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksudkan adalah pemberitahuan atas sesuatu perbuatan yang seakan-akan

50 Putusan No. 384/Pid.Sus/2015/PN.Mtr

(43)

dilakukan oleh orang yang dituduh artinya perbuatan itu sesungguhnya tidak dilakukan oleh yang dituduh;51

Menurut Ledeng Marpaung, istilah tindak pidana penghinaan pada umumnya juga biasa digunakan untuk tindak pidana terhadap kehormatan. Dipandang dari segi sisi sasaran atau objek delik, yang merupakan maksud atau tujuan dari Pasal tersebut yakni melindungi kehormatan, maka tindak pidana terhadap kehormatan, lebih tepat.

Tindak pidana kehormatan/penghinaan adalah tindak pidana yang menyerang hak seseorang berupa merusak nama baik atau kehormatan seseorang.

Kejahatan penghinaan oleh Adami Chazawi membedakannya menjadi:

panghinaan umum (diatur dalam bab XVI buku II KUHP), dan penghinaan khusus (tersebar diluar bab XVI buku II KUHP). Objek penghinaan umum adalah berupa rasa harga diri atau martabat mengenai kehormatan dan mengenai nama baik orang pribadi (bersifat pribadi). Sebaliknya penghinaan khusus, objek penghinaan adalah rasa/perasaan harga diri atau martabat mengenai kehormatan dan nama baik yang bersifat komunal atau kelompok.52

Berdasarkan pasal 310 KUHP dalam bukunya R. Soesilo menerangkan bahwa, “menghina” adalah “menyerang kehormatan dan nama baik sesorang”. Pihak yang di serang ini biasanya merasa “malu”, “kehormatan” yang diserang di sini hanya

51 Ibid.,

52 http://www.negarahukum.com/hukum/delik-penghinaan.html di unggah pukul 22.17 Tanggal 11/16/2017

(44)

mengenai kehormatan tentang “ nama baik”, bukan “kehormatan” dalam lapangan seksual.53

Berbeda dengan kejahatan konvensional, yang penjahatnya bisa siapa saja (orang umum berpendidikan maupun orang awam berpendidikan) dan alat yang digunakan dapat digolongkan sebagai white colour crime karena pelaku cybercrime adalah orang yang menguasai penggunaan internet beserta aplikasinya atau ahli di bidangnya. Selain itu perbuatan tersebut sering kali dilakukan secara transnasional atau melintasi batas negara sehingga dua kriteria kejahatan melekat sekaligus dalam kejahatan cyber ini, yaitu white colour crime dan transnational crime. Modern di sini diartikan sebagai kecanggihan dari kejahatan tersebut sehingga pengungkapannya pun melalui sarana yang canggih pula.54

Peringkat Indonesia dalam kejahatan di dunia maya (menggunakan internet) telah menggantikan posisi Ukraina yang sebelumnya menduduki posisi pertama.

Indonesia menempati persentasi tertinggi di dunia maya. Data tersebut berasal dari penelitian Verisign, perusahaan yang memberikan pelayanan intelijen di dunia maya yang berpusat di California Amerika Serikat.55

Kejahatan yang terjadi di dunia maya merupakan hal yang sering terjadi di zaman era globalisasi ini, dikarenakan masih banyak yang belum menyadari perbuatan yang telah dia lakukan di dunia maya telah terindikasi tindak pidana,

53 R.Soesilo, Kitap Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentar lengkap dengan pasal demi pasal, Bogor, Politeia, Bogor, hlm 30

54 Merry Magdalena dan Maswigrantoro Roes Setyadi, Cyberlaw Tidak Perlu Takut., Yogyakarta., Andi, 2007, hlm 82.

55 Ade Arie Sam Indradi, Carding-Modus Operandi, Penyidikan dan Penindakan, Jakarta, Grafika Indah, 2006 ., hlm. 1

(45)

adapun contoh dari tindak pidana tersebut adalah hacking atau meretas akun seseorang, penipuan, penghinaan dan pencemaran nama baik, paling banyak pengguna media sosial tidak sadar akan perbuatannya tersebut, sehingga dampaknya semakin banyak kasus tentang pencemaran nama baik.

Tindak pidana pencemaran nama baik merupakan kejahatan hukum yang perlu untuk diperhatikan. Banyak kasus-kasus pencemaran nama baik yang saat ini berkembang luas seiring terdapatnya media, baik media cetak maupun media elektronik. Pencemaran nama baik seseorang atau fitnah adalah ketentuan hukum yang paling sering digunakan untuk melawan media masa. Pencemaran nama baik yang disebarkan secara tertulis dinekal sebagai libel, sedangkan yang diucapkan disebut slander.56

Belakangan ini persoalan eksintensi delik pencemaran nama baik kembali mengemuka dan dipermasalahan oleh banyak pihak. Munculnya perhatian publik terhadap delik ini diakibatkan oleh beberapa kasus pencemaran nama baik yang terjadi. Pasal-Pasal pencemaran nama baik juga sering kali dijadikan sebagai alat untuk menjerat seseorang “Whislte Blower” (Peniup Pluit/Pemukul Kentongan), yaitu:57

1. Seseorang yang mengungkapkan pelanggaran atau perbuatan salah yang terjadi dalam suatu organisasi kepada publik atau orang yang memiliki otoritas.

56 A.Febrianti Rasyid.,Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Tulisan (Studi Kasus Putusan No. 822/Pid.B/2011/Pn.Mks.)., 2014., Universitas Hasanudin., hlm. 1

57 Ibid., hlm 1

(46)

2. Seorang pekerja yang memiliki pengetahuan atau informasi dari dalam tentang aktifitas illegal yang terjadi didalm organisasinya dan melaporkannya ke Publik.

Pencemaran nama baik lazimnya merupakan kasus delik aduan. Seseorang yang nama baiknya dicemarkan bisa melakukan tuntutan ke pengadilan negeri sipil, dan jika menang bisa mendapatkan ganti rugi. Hukuman pidana juga bisa diterapkan kepada pihak yang melakukan pencemaran nama baik. Ancaman yang paling sering dihadapi media atau wartawan adalah menyangkut Pasal-Pasal penghinaan atau pencemaran nama baik. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana setidaknya terdapat 16 Pasal yang mengatur penghinaan. Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden diancam oleh Pasal 134, 136, dan 137. Penghinaan terhadap Raja, Kepala Negara sahabat, atau Wakil Negara asing diatur dalam Pasal 142, 143, dan 144. Penghinaan terhadap institusi atau badan umum (seperti DPR, Menteri, MPR, Kejaksaan, Kepolisian, Gubernur, Bupati, Camat, dan sejenisnya) diatur dalam Pasal 207, 208, dan 209. Jika penghinaan itu terjadi atas orangnya (pejabat pada instansi negara) maka diatur dalam Pasal 310, 311, dan 315. Selain itu, masih terdapat sejumlah Pasal yang bisa dikategorikan dalam delik penghinaan ini, yaitu Pasal 317 (fitnah karena pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa), Pasal 320 dan 321 (pencemaran atau penghinaan terhadap seseorang yang sudah mati).58

Pemberlakuan Pasal penghinaan dan pencemaran nama baik dengan lisan atau tulisan pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP, sering disorot tajam

58 Ibid., hlm 2

Gambar

Tabel  No.  1.    Pengaturan  Hukum  Pidana  terhadap  Tindak  Pidana  Pencemaran  Nama  Baik   Menurut KUHP dan Undang-Undang Informasi Transaksi dan Elektronik
gambar yang disiarkan;

Referensi

Dokumen terkait

Audit laporan keuangan dilakukan untuk menentukan apakah laporan keuangan telah dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu dan pihak yang bertanggung jawab dalam mengaudit laporan

Demikian pula halnya dengan mayoritas penduduk di Kabupaten Kotawaringin Timur, dimana sekitar 71% penduduknya berada di daerah pedesaan, dengan sektor pertanian

Lembar Penilaian Tes Kemampuan Menghafal Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 11- 20 Siswa Kelas VIII SMP Takhassus Plus Al-Mardliyah Kaliwungu Selatan Kendal.. No Nama Siswa

Data produksi karkas ayam broiler yang meliputi bobot potong dan bobot karkas umur lima minggu dengan perlakuan 0,0; 0,5; 1,0; dan 1,5% tepung kulit manggis tertera

Hasil analisis varian pada taraf signifikansi 5 % menyatakan bahwa masing-masing perlakuan didapat hasil yang berbeda nyata artinya es krim dengan perlakuan

Dengan demikian, hasil analisis data kuantitatif yang menunjukkan bahwa terjadi penurunan tarif pajak efektif kini setelah amnesti pajak mencerminkan bahwa

Agresi merupakan pelampiasan dari perasaan frustasi. Sebagai contoh ada seseorang yang sangat kehausan dan kehabisan koin untuk membeli minuman dari mesin minuman yang ada

diketahui bahwa nilai t-statistik lebih kecil daripada nilai t-tabel pada tingkat siginifikansi 0,05 (t-statistik > t-tabel 1,64) maka hipotesis 5 yang menyatakan