• Tidak ada hasil yang ditemukan

E-PAPER PERPUSTAKAAN DPR RI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "E-PAPER PERPUSTAKAAN DPR RI"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

E-PAPER

PERPUSTAKAAN DPR RI

Telepon : (021) 5715876, 5715817, 5715887 Fax : (021) 5715846

e-mail: perpustakaan@dpr.go.id

Become a Fan Perpustakaan DPR RI

http://perpustakaan.dpr.go.id http://epaper.dpr.go.id

Selasa 31 Maret 2020

No. Judul Surat Kabar Hal.

1. Gesit Dalam Ketidakpastian: OPINI Bisnis Indonesia 2

2. Virus Korona Anggaran Pilkada 2020 Direalokasi untuk Penanganan Covid-19 Kompas - 3. Artikel Opini. Pandemi Covid-19. Efek Korona dan digitalisasi Kompas - 4. Artikel Opini. Pandemi Covid-19. Pandemi, resesi dan mitigasi Kompas -

5. Kajian Data. Ujian UMKM menahan Korona Kompas -

6. Kajian Data. Upaya melawan hoaks Covid-19 Kompas -

7. Jakarta Siap Karantina Kompas 12

8. Ekonomi Harus Tetap Bergerak Media Indonesia -

9. Rupiah Bergerak Menguat Terpengaruh Sentimen Positif Ekonomi China Rakyat Merdeka -

10. Ekonom Minta Pemerintah Kaji Ulang Recovery Bonds Republika -

11. Uang Beredar pada Februari 2020 Masih Meningkat Republika -

12. Ada corona, Bank Dunia proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini cuma 2,1%

Kontan -

13. BI: Likuiditas perekonomian (M2) meningkat pada Februari 2020 Kontan -

(2)

Selasa, 31 Maret 2020 Bisnis Indonesia Hal. 2

Merebaknya pandemi COVID19 telah mengubah kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di banyak negara, mulai dari terguncangnya sistem kesehatan nasional karena gelombang pasien yang tidak pernah terbayangkan jumlahnya, fatalitas kematian hingga lumpuhnya ekonomi. Dari sisi ekonomi, pertama, first round effect pandemi ini adalah menurunnya konsumsi masyarakat akibat situasi yang menuntut setiap orang untuk melakukan isolasi diri. Kedua, hilangnya pekerjaan dari sebagian masyarakat, baik pekerja harian maupun pekerja di pabrik. Faktor kedua ini yang lebih mengkhawatirkan jika tidak ada bantuan pemerintah, apalagi jika penyebaran virus ini tak dapat dikendalikan dalam beberapa bulan ke depan. Perlu diketahui, konsumsi rumah tangga memegang peran 56,62% dari pembentukan Produk Domestik Bruto Indonesia tahun lalu. Second round effect yang dirasakan ekonomi adalah menurunnya produksi, karena terhambatnya suplai bahan baku dan tenaga kerja di industri.

Belum lagi jika mempertimbangkan faktor ketidakpastian di pasar valuta asing dan pasar keuangan yang menyebabkan impor bahan baku menjadi kian sulit. Gangguan sisi pasok industri ditambah dengan penurunan permintaan konsumsi masyarakat akhirnya menyebabkan menurunnya produksi dan penjualan. Jika dimaknai lebih jauh, ini berarti kalau tidak ada perubahan positif dalam penanganan masalah kesehatan beberapa bulan ke depan, penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa dipastikan kian dalam. Indonesia bersama 198 negara lainnya berada dalam situasi berat, karena menghadapi masalah kesehatan yang besar dan tekanan ekonomi luar biasa. Di tengah situasi ekonomi yang melemah, resep makro ekonomi menyatakan urgensi peran pemerintah dalam ekonomi untuk menyeimbangkan kembali permintaan yang menurun melalui kebijakan fiskal. Pemerintah harus aktif meningkatkan pengeluaran pemerintah melalui berbagai saluran sehingga aktivitas produksi nasional kembali bergulir dan terakselerasi. Peningkatan pengeluaran pemerintah juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan, sehingga masyarakat memperoleh pendapatan dan memiliki daya beli kembali. Peran pemerintah dalam ekonomi ini menjadi semakin sentral ketika masyarakat menghadapi masalah pandemi corona dengan magnitude sangat besar. Ekonom Pierre-Oliver Gourinchas (2020) bahkan mengatakan dalam situasi dunia saat ini, kebijakan fiskal pemerintah menjadi seperti intensive care unit, beds, and ventilators bagi sistem ekonomi. Berkaitan dengan kebijakan fiskal, pertanyaan mendasarnya adalah apa yang harus disasar dan bagaimana strategi implementasinya. Di tengah situasi pelemahan ekonomi, yang harus menjadi sasaran utama pemerintah adalah memastikan setiap orang dan rumah tangga memiliki uang yang cukup untuk mengakses kebutuhan sehari-hari. Prioritas kedua, mengurangi tingkat kebangkrutan, baik UMKM maupun korporasi, yang sifat produksinya padat karya. Prioritas ketiga, meningkatkan anggaran kesehatan untuk penanganan pandemi. Mengapa prioritas ini sangat penting? Karena semakin lama pandemi ini terjadi, kian tinggi biaya ekonomi dan nonekonomi yang ditanggung masyarakat dan pemerintah. Berarti pemerintah harus memberikan bantalan ekonomi yang lebih besar dan lebih lama bagi masyarakat dan dunia usaha. Secara internal, pemerintah sendiri memiliki tantangan untuk memastikan bahwa kebijakan stimulus ekonomi efektif dan kredibel atau benar-benar tepat sasaran, tepat jumlah dan tepat waktu. Tantangan terbesar saat ini adalah ketepatan waktu. Secara teknokratik pemerintah mampu mendesain program stimulus yang tepat dengan acuan banyak negara dengan jumlah anggaran yang relatif memadai. Pemerintah harus gesit, misalnya, dalam kemampuan kementerian melakukan penyesuaian anggaran dengan cepat agar mesin program bisa cepat berjalan di lapangan dan berdampak langsung ke masyarakat. Pola re-focusing dan realokasi tidak bisa lagi menggunakan business process seperti biasanya. Desperate situation needs desperate measures. Dari sisi teknokrasi, rekomendasi yang dapat ditawarkan adalah, pertama, mengevaluasi kembali beberapa program stimulus dengan memprioritaskan pada pihak yang benar-benar paling rentan terdampak ekonominya. Artinya, program fokus pada menjaga tingkat konsumsi rumah tangga dan pekerja yang telah di PHK atau tidak dapat bekerja karena keadaan. Untuk ini pemerintah dapat menetapkan peserta kartu Pra Kerja sementara waktu hanya bagi pekerja yang terkena PHK saja. Pemerintah juga dapat menetapkan fokus Dana Desa hanya pada Program Padat Karya Tunai, tidak untuk yang lain, agar bisa menciptakan lapangan pekerjaan di desa. Supaya daya beli tetap terjaga, pemerintah daerah dapat mendukung pemerintah pusat dengan menciptakan program keluarga harapan plus dengan penambahan nilai manfaat. Kedua, fokus pada upaya meringankan beban UMKM dan industri padat karya. Misalnya dengan memberikan subsidi tagihan listrik UMKM dan industri padat karya Ketiga, investasi masif dalam sektor kesehatan untuk menghambat proses penularan lebih jauh dengan cara membuka unit pelaksana pengujian COVID-19 yang lebih banyak dengan kapasitas yang cukup, penyediaan ventilator dan peralatan medis yang memadai dan insentif bagi tenaga medis.

Dalam ketidakpastian yang tinggi tentu tidak ada ruang bagi policy error karena dampak akan dirasakan oleh masyarakat luas.

Namun, pada saat yang sama, keadaan sulit ini juga tidak memberikan kita luxury waktu yang panjang dalam mengambil keputusan. Jadi, kuncinya ada pada teknokrasi dan kelincahan birokrasi.

(3)

JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat bersama pemerintah dan penyelenggara pemilihan umum sepakat menunda pelaksanaan Pilkada 2020 melalui penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Anggaran Pilkada 2020 yang sudah dialokasikan pemerintah daerah di APBD akan direalokasikan untuk penanganan wabah Covid-19. Terkait dengan hal itu, pemerintah diminta segera menyiapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) dengan mempertimbangkan kemungkinan penyelenggaraan pilkada ditunda selambat-lambatnya sampai September 2021. Adapun Pilkada 2020 dijadwalkan berlangsung pada 23 September 2020 di 270 daerah. Hal ini juga sesuai dengan amanat Pasal 201 Ayat (6) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang menyatakan pemungutan suara diselenggarakan pada September 2020. Karena waktu pemungutan suara diatur dalam UU, diperlukan payung hukum setingkat UU untuk menunda pemungutan suara. Kesepakatan penundaan Pilkada 2020 dicapai dalam rapat dengar pendapat (RDP) di antara Komisi II DPR, perwakilan pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Senin (30/3/2020), di Jakarta. Hadir dalam RDP itu antara lain Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia, Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo, Ketua KPU Arief Budiman, dan anggota KPU Pramono Ubaid Tanthowi, Ketua Bawaslu Abhan dan anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar, serta Pelaksana Tugas Ketua DKPP Muhammad. Rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR, pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Senin (30/3/2020) berlangsung di Kompleks Parlemen Senayan di Jakarta.

Hadir antara lain Ketua KPU Arief Budiman (kedua dari kiri) dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (ketiga dari kiri). Seusai pertemuan tertutup itu, Doli mengatakan, dua poin utama yang disepakati dalam rapat tersebut ialah penundaan Pilkada 2020 dan penerbitan perppu sebagai landasan hukum bagi penundaan tersebut. Ketiga pihak setuju menunda Pilkada 2020 dengan pertimbangan keselamatan dan kesehatan masyarakat di tengah pandemi penyakit Covid-19. Namun, penundaan itu bukan berarti seluruh tahapan akan kembali diulang, melainkan meneruskan tahapan yang sebelumnya sudah berjalan, tetapi ditunda karena wabah penyakit Covid-19. Pada 20 Maret 2020, KPU sudah menunda empat tahapan yang seyogianya berlangsung pada Maret-Mei 2020 karena Covid-19. Tahapan itu di antaranya terkait pemutakhiran data pemilih dan verifikasi berkas dukungan pasangan bakal calon dari jalur perseorangan. ”Kami berharap pemerintah segera menyusun rancangan perppu tersebut dan dibicarakan kembali dengan kami di DPR mengenai kapan sebaiknya batas waktu penundaan itu. Sementara ini, KPU mengajukan tiga opsi penundaan dan belum ada kesepakatan batas waktu penundaan itu karena masih melihat perkembangan Covid-19,” kata Doli. Opsi pertama yang diajukan KPU adalah pemungutan suara dilakukan pada 9 Desember 2020. Opsi kedua pemungutan suara dilakukan pada 17 Maret 2021 dan opsi ketiga pemungutan suara berlangsung pada 29 September 2021. Dari ketiga opsi tersebut, menurut Doli, bisa saja nanti isi perppu yang diterbitkan pemerintah mencantumkan waktu penundaan ”selambat-lambatnya pada September 2021”. Hal ini sebagai salah satu cara menyiasati ketidakpastian waktu terhentinya pandemi Covid-19. Dalam RDP kemarin, para pihak memang belum menyepakati batas waktu penundaan pilkada karena unsur ketidakpastian penyelesaian wabah Covid-19. Namun, ada kecenderungan pilkada tidak mungkin dilakukan pada 2020. Kepastian batas waktu penundaan itu akan diputuskan dalam pertemuan lanjutan. Kami sepakat penanganan Covid-19 ini diutamakan daripada soal kontestasi politik. Dana (pilkada) yang belum terpakai itu bisa digunakan pemerintah daerah untuk mengatasi Covid-19. Pramono mengatakan, kecenderungan terbesar adalah pilkada dilaksanakan pada 29 September 2021 atau diundur satu tahun dari jadwal seharusnya. Kecenderungan itu mengemuka apabila melihat kondisi yang berkembang dan ketidakpastian dalam penanganan penyakit Covid-19. Namun, kapan pastinya penundaan itu dilakukan akan diputuskan dalam pertemuan lanjutan di antara DPR, pemerintah, dan KPU. ”Perppu disetujui karena dalam kondisi seperti ini tidak mungkin merevisi terbatas UU Pilkada. DPR tidak mungkin melakukan rapat-rapat komisi yang intens berkali-kali dengan beberapa pihak untuk merevisi UU. Oleh karena itu, penerbitan perppu disepakati,” kata Pramono.

Realokasi dana pilkada Selain memutuskan menunda pilkada dengan perppu, disepakati pula dalam RDP tersebut penyerahan sisa anggaran pilkada yang belum terpakai sekitar Rp 9 triliun dari total anggaran Rp 14 triliun kepada masing-masing kepala daerah agar digunakan untuk menangani Covid-19. ”Kami sepakat penanganan Covid-19 ini diutamakan daripada soal kontestasi politik. Dana yang belum terpakai itu bisa digunakan pemerintah daerah untuk mengatasi Covid-19,” ujar Pramono.

Kesimpulan RDP penundaan Pilkada 2020 Bawaslu mendukung keputusan penundaan pilkada dengan perppu. Secara teknis penerbitan perppu memang paling memungkinkan di dalam kondisi darurat. Namun, anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar, mengingatkan, penyerahan dana sisa pilkada kepada kepala daerah harus diatur dalam norma hukum tertentu apakah dicantumkan pula dalam perppu atau diatur dalam peraturan Menteri Dalam Negeri. Dia mengatakan, dana-dana yang telanjur dipakai dalam tahapan pilkada sebaiknya diatur atau dijamin keabsahannya oleh peraturan sehingga tidak ada pertanyaan mengenai dana Pilkada 2020. Dia juga mengingatkan, ada lima tahapan pilkada yang dilakukan sejauh ini. Selain itu, ada empat tahapan yang ditunda serta masih ada enam tahapan lain yang sudah pasti ditunda dengan keluarnya perppu. ”Perppu harus jelas mengatakan penundaan terhadap sisa tahapan pilkada, yakni setidaknya paling lambat September 2021. Dengan demikian, kita mengikuti aturan dalam Pasal 121 UU Pilkada tentang pilkada lanjutan,” katanya. Peneliti Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif, Muhammad Ihsan Maulana, mengatakan, guna menentukan pilihan waktu yang ideal untuk melanjutkan tahapan pilkada, diperlukan kajian. Namun, ujarnya, yang paling aman, pemungutan suara pilkada ditunda hingga September 2021. Namun, hal itu dengan catatan wabah Covid-19 telah teratasi. Menurut dia, pilihan-pilihan waktu pelaksanaan yang ditunda itu perlu dituangkan dalam perppu. Selanjutnya, penyelenggara pemilu akan mengatur waktu pelaksanaan lebih detail lewat peraturan KPU terkait tahapan pilkada yang baru.

(4)

Selasa, 31 Maret 2020 Kompas Hal. -

PANDEMI COVID-19 Efek Korona dan Digitalisasi Karena bencana korona datang tiba-tiba, mitigasi publik sempat mengalami kegagapan dalam menggunakan teknologi digital (digitalization shock). Namun, pelbagai pihak mulai beradaptasi dengan sistem digital. Oleh ARI WIRYA DINATA Merebaknya Covid-19 menjadi awal kejayaan era digitalisasi (digitalization age).

Hampir semua instansi, baik pemerintahan maupun swasta, melaksanakan program digitalisasi sehubungan dengan imbauan Presiden Jokowi untuk bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan beribadah dari rumah. Seketika tagar #dirumahaja menjadi sangat populer dan menjadi komoditas kampanye sosial massal. Begitu pula dengan imbauan para pekerja medis ”kami tetap bekerja untuk Anda, Anda tetap tinggal di rumah untuk kami”. Walaupun masih banyak warga negara yang belum mematuhi secara penuh anjuran pencegahan penyebaran Covid-19 ini, beberapa lembaga pemerintahan dan swasta mulai memikirkan usaha preventif yang dapat dilakukan demi mencegah penyebaran virus dalam jumlah masif. Karena bencana korona datang tiba-tiba, mitigasi publik sempat mengalami kegagapan dalam menggunakan teknologi digital (digitalization shock). Namun, pelbagai pihak mulai beradaptasi dengan sistem digitalisasi dalam interaksi dan menjalankan pelbagai pekerjaan. Di dunia pendidikan sistem e-learning (pembelajaran elektronik) jadi alternatif melaksanakan proses belajar-mengajar menggantikan sistem belajar dan mengajar tatap muka. Beberapa pendidikan tinggi mulai beradaptasi dengan sistem belajar daring, pelayanan bimbingan skripsi, peminjaman buku di perpustakaan, hingga ujian menggunakan sistem daring. Walau tak mudah, pemanfaatan teknologi ini membuka tabir keahlian dan mode pembelajaran yang baru, baik bagi mahasiswa maupun bagi pengajar. Di dunia peradilan, berbagai persidangan di pengadilan negeri dan pengadilan tinggi di seluruh Indonesia diminta ditunda. Tentu ini tak sesuai prinsip keadilan. Karena dengan tertunda proses persidangan, tertunda pula hak pencari keadilan mendapatkan keadilan. Justice delayed is justice denied, terlambat memberikan keadilan juga merupakan bentuk ketidakadilan.

Merebaknya Covid-19 menjadi awal kejayaan era digitalisasi (digitalization age). Penundaan persidangan selama penanganan Covid-19 sejatinya juga bertentangan dengan prinsip peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan yang diatur dalam Pasal 2 Ayat (4) UU No 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Sederhana berarti pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan secara efektif dan efisien, cepat dalam waktu singkat dan tidak berlarut-larut, biaya ringan berarti biaya perkara dapat dijangkau oleh masyarakat. Digitalisasi di peradilan Sebenarnya, Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) serta lingkup peradilan yang berada di bawahnya sudah memiliki sarana dan prasarana yang dapat mendukung pelaksanaan prinsip itu, bahkan sudah diterapkan dalam berbagai penanganan kasus. Hanya saja, di musim wabah ini, penggunaan teknologi itu menjadi sangat urgen guna mencegah terlambatnya proses keadilan. Seperti di MK, sebagai lembaga peradilan modern, MK selama ini sudah menerapkan penerimaan permohonan berperkara melalui laman daring di laman mereka dan juga memiliki sarana konferensi video untuk melakukan persidangan jarak jauh. MA memiliki Peraturan MA (Perma) No 3/2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan secara Elektronik dan Perma No 4/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung No 2/2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. Ketentuan perma ini memang diperuntukkan bagi penyelesaian perkara perdata. Adanya instrumen pendaftaran dan persidangan daring ini dapat membantu proses persidangan di tengah wabah korona, meski awalnya sistem ini dibangun guna mencegah praktik mafia peradilan yang sering berkelindan di ranah kekuasaan yudikatif. Beberapa sektor lain, seperti swasta yang memang tak dapat mengubah sistem pelayanannya menjadi digital sepenuhnya, mengusahakan untuk menggunakan sistem pergantian (shifting) jam kerja. Dengan begitu, jumlah orang yang bekerja dalam waktu yang bersamaan dapat ditekan agar kemungkinan risiko penyebaran virus dapat ditekan.

Publik memang harus bahu-membahu melawan korona. Semangat ke-Indonesia-an kita tengah diuji saat ini: semangat saling gotong royong dalam mencegah penyebaran wabah korona. Kepedulian, toleransi, dan empati menjadi jiwa bangsa yang harus diperekat di tengah musibah ini. Wabah dan isu kesehatan lingkungan adalah isu yang memiliki ketergantungan. Ibarat efek domino yang dampaknya dapat dengan mudah menular tanpa mengenal status dan jabatan. Oleh karena itu, digitalisasi adalah salah satu cara terbaik mencegah penyebaran virus korona. Publik memang harus bahu-membahu melawan korona. Tentu kita tak ingin cerita satir dalam novel karya Rachel Carson berjudul The Silent Spring menjadi kenyataan dalam kehidupan kita akibat virus korona. Kita tak ingin adegan menyeramkan dalam film Korea berjudul Train to Bussan jadi nyata. Kita tak ingin Ramadhan tahun ini jadi Ramadhan yang sunyi, The Silent Ramadhan, akibat keegoisan kita semata yang tak mau patuh pada imbauan pemimpin kita. (Ari Wirya Dinata Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Bengkulu)

(5)

PANDEMI COVID-19 Pandemi, Resesi, dan Mitigasi Pandemi, selain punya implikasi negatif pada ekonomi, juga harus menjadi sarana pembelajaran umat manusia dalam rangka membentuk peradaban di masa depan. Pascapandemi, berbagai praktik baik harus diteruskan. Oleh A. PRASETYANTOKO Sejarawan Yuval Hariri dalam wawancara dengan CNN menyatakan, pandemi yang kita hadapi saat ini terburuk sejak setidaknya 100 tahun terakhir. Tak satu pun orang, lembaga. atau negara yang punya pengalaman menangani pandemi sebesar ini. Akibatnya, tak ada rujukan dalam membuat simulasi, merancang skenario, dan menyiapkan mitigasi. Hingga saat ini sulit dilakukan simulasi karena terlalu banyak asumsi. Skala penyebarannya terlalu luas, sementara dinamikanya masih terus berkembang. Level tragic milestones, sebagaimana dinyatakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sudah jauh terlewati. Pandemi Covid-19 telah menimbulkan krisis kemanusiaan dan krisis ekonomi secara bersamaan, salah satu yang terparah dalam peradaban masyarakat modern. Fokus utama saat ini pada upaya mitigasi keselamatan (safety) dan kesehatan (healthy), sementara dampak pada sektor ekonomi terus terjadi. Tiga pusat manufaktur dunia, yakni China, Jerman, dan Amerika Serikat, sudah terpapar sehingga rantai pasok global terancam lumpuh. Secara umum, ada tiga skenario pemulihan menghadapi guncangan pandemi virus korona ini. Skenario pertama, V-shape, yaitu pola penurunan yang segera diikuti pemulihan secara cepat. China mungkin bisa dikategorikan dalam skenario ini setelah berhasil mengatasi pandemi dengan pendekatan ketat melalui lockdown. Tak satu pun orang, lembaga. atau negara yang punya pengalaman menangani pandemi sebesar ini. Berdasarkan skenario The Economist Survey 2020, jika pandemi China berakhir Maret, pertumbuhan akan terkoreksi jadi 5,4 persen. Proyeksi ini tentu berasumsi tak terjadi efek domino ke seluruh dunia akibat penyebaran Covid-19. Jika seluruh dunia mengalami persoalan, tak tertutup kemungkinan pertumbuhan China tertekan lagi akibat perlambatan global. Skenario kedua, U-shape, atau pola penurunan yang diikuti perlambatan cukup panjang sebelum akhirnya bangkit kembali. Skenario ketiga, L-shape, atau pola penurunan yang tak pernah diikuti pemulihan. Melihat indikasinya, beberapa negara di kawasan Eropa akan mengalami skenario ketiga ini, khususnya Italia dan mungkin Jerman. Secara umum, dampak pandemi pada ekonomi akan ditentukan dua hal: seberapa luas skala penyebaran dan seberapa cepat pemerintah mengatasi. Semakin lama mitigasi dilakukan, semakin luas pandemi, semakin parah kerusakan ekonomi dan semakin lama pemulihannya. Jadi, cara pemerintah menangani pandemi merupakan kunci penentu pemulihan ekonomi itu sendiri. Resesi global Terlalu awal memperkirakan kapan pandemi akan berakhir. Namun, tak terlalu dini menyimpulkan resesi global akan terjadi. Paling tidak, itulah pendapat Kenneth Rogoff, profesor ekonomi dari Universitas Harvard. Sayangnya, pendapat ini masuk akal merujuk pada indikasi terkini; resesi global hampir pasti terjadi. Barry Eichengreen, profesor ekonomi yang mengamati sejarah krisis dari Universitas California, Berkeley, mengatakan, krisis kali ini belum pernah terjadi sebelumnya. Pertama, transmisi dampak pandemi pada ekonomi tak terkalahkan dalam hal skala (size) dan kecepatannya (rapidity). Kedua, sifat dari gejolak yang ditimbulkan memukul dua sisi sekaligus, yaitu produksi dan konsumsi, sehingga melumpuhkan aktivitas ekonomi. Sebagai ilustrasi dampak pandemi pada ekonomi, Bloomberg (6/3/2020) menunjukkan betapa perekonomian China begitu terpukul: penjualan mobil turun 80 persen, penumpang perjalanan turun 85 persen dari posisi normal, sementara restoran dan ritel lain nyaris terhenti. Perekonomian kuartal I-2020 ini akan melambat menjadi 1,2 persen saja. Bloomberg menyebut ada empat skenario yang mungkin terjadi akibat pandemi korona. Skenario pertama, Covid-19 menimbulkan gejolak pada perekonomian China dan kemudian berdampak pada perekonomian global.

Skenario kedua, Covid-19 mengakibatkan perekonomian China mengalami perlambatan cukup lama dan menimbulkan efek regional di kawasan Asia, seperti Jepang dan Korea Selatan. Dengan kata lain, China mengalami pola U-shape. Pola ini akan menurunkan pertumbuhan global menjadi 2,3 persen terkoreksi dari 3,1 persen di proyeksi sebelumnya. Barry Eichengreen, profesor ekonomi yang mengamati sejarah krisis dari Universitas California, Berkeley, mengatakan, krisis kali ini belum pernah terjadi sebelumnya. Skenario ketiga, Covid-19 tak hanya menyerang China dan beberapa mitra utama di Asia, tetapi juga memukul Italia, Perancis, dan Jerman. Namun, tak memberikan tekanan berarti pada perekonomian AS, India, Inggris, Brasil, dan Kanada.

Jika situasi ini yang terjadi, pertumbuhan global akan melambat menjadi hanya 1,2 persen. Sementara Eropa dan Jepang akan mengalami resesi, AS hanya akan tumbuh 0,5 persen. Skenario keempat, mengasumsikan semua negara yang ada dalam simulasi mengalami gejolak parah akibat Covid-19 sama seperti kondisi China kuartal I-2020. Jika skenario ini yang terjadi, pertumbuhan global nyaris nol persen. AS bersama Eropa dan Jepang mengalami resesi. Melambatnya perekonomian AS, Eropa, dan Jepang akan memukul balik China sehingga dalam skenario ini China hanya akan tumbuh 3,5 persen, terendah sejak era reformasi Deng Xioping pada 1980-an. Dalam skenario terakhir, dunia akan kehilangan produksi 2,7 triliun dollar AS atau setara perekonomian Inggris sekarang. Melihat perkembangan situasi di mana begitu banyak negara tengah berjuang mengatasi dampak Covid-19 ini, sangat dikhawatirkan skenario keempat akan terjadi. Richard Baldwin dan Beatrice Weder di Mauro memprakarsai penulisan buku digital dengan judul Economics in the Time of Covid-19. Dalam kata pengantarnya, Baldwin menjelaskan implikasi pandemi tidak hanya ke semua sektor ekonomi dan memukul sisi produksi dan konsumsi, tetapi juga keyakinan orang pada masa depan ekonomi. Begitulah guncangan dan gejolak pada siklus ekonomi dibentuk melalui semua lini. Resesi akan segera menyusul pandemi, semakin luas negara yang terjangkit dan semakin lama mitigasi dilakukan, resesi akan semakin parah, dan pemulihan juga semakin tak mudah. Upaya mitigasi Bagaimana dampak skenario global pada perekonomian kita? Skenario pertama dan kedua akan membuat perekonomian kita terkoreksi 0,3 persen saja. Skenario ketiga akan mengoreksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2,8 persen dan jika skenario keempat terjadi, pertumbuhan akan tergerus 4,6 persen dari proyeksi semula. Bisa dibayangkan jika skenario keempat ini terjadi, perekonomian kita hanya akan tumbuh di bawah 1 persen. Mitigasi risiko biasanya mempertimbangkan dua hal: besaran dampak yang ditimbulkan (impact) dan kemungkinannya terjadi (likelihood). Jika dalam empat skenario di atas sudah digambarkan besaran dampak yang akan ditimbulkan, pertanyaannya seberapa besar kemungkinan skenario terburuk (keempat) terjadi. Merujuk pernyataan Rogoff, sangat mungkin perekonomian global akan memasuki skenario keempat atau terjadi resesi secara penuh. Merujuk pernyataan Rogoff, sangat mungkin perekonomian global akan memasuki skenario keempat atau terjadi resesi secara penuh. Pemerintah, otoritas moneter, dan keuangan sudah bergerak. Dalam satu bulan ini, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan (BI 7- Days Repo Rate) sebanyak dua kali menjadi 4,5 persen.

Meski begitu, kebijakan ini tak mampu membuat pasar tenang. Sehari setelah pengumuman penurunan suku bunga acuan (20/3/2020), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot hingga 3.900-an meski akhirnya ditutup pada level 4.105. Pada hari yang sama nilai tukar ditutup pada Rp 15.950 per dollar AS. Belajar dari pengalaman banyak negara di dunia, kebijakan moneter tak banyak membantu. Di AS, meskipun The Fed Fund Rates diturunkan hingga 0-0,25 persen, penurunan pasar saham utama, seperti Dow Jones dan Wall Street, tak mampu dikendalikan. Justru ada kekhawatiran, jika ekspansi moneter terlalu agresif, akan terbentuk gelembung (financial bubbles) di pasar keuangan. Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan kebijakan relaksasi perhitungan kualitas kredit dan penundaan pembayaran utang. Dengan begitu, baik perbankan maupun dunia usaha bisa lebih fokus pada masalah operasional guna memastikan keberlanjutan usaha. Risiko paling besar dari gejolak ini adalah maraknya kredit macet serta penutupan usaha sehingga bisa memukul perekonomian dan meningkatkan angka pengangguran. Pemerintah telah mengeluarkan paket stimulus kebijakan pertama, kedua, dan menyusul paket ketiga. Paket pertama senilai lebih kurang Rp

(6)

10 triliun fokus pada stimulus sektor pariwisata, termasuk memberikan subsidi maskapai penerbangan yang merana akibat pandemi ini. Paket kedua berupa relaksasi fiskal senilai Rp 22,9 triliun meliputi pembebasan pajak pribadi di sektor tertentu dan perseroan (PPh 21 dan 22), pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 30 persen selama 6 bulan untuk 19 sektor. SEKRETARIAT KEPRESIDENAN Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas membahas antisipasi mudik Lebaran 2020 dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (30/3/2020). Paket kebijakan pertama perlu dievaluasi karena belum fokus pada masalah pokoknya, yaitu mitigasi pandemi Covid-19 itu sendiri. Pencegahan penularan harus dilakukan secara ketat dan penanganan korban harus memadai. Selain itu, implikasi langsung pada penurunan pendapatan masyarakat yang terpapar harus segera dikompensasi. Urgensi stimulus ekonomi dalam rangka memitigasi pandemi sangat tinggi, mengingat semakin lama penanganan dilakukan, semakin parah kerusakan ekonomi yang ditimbulkan. Pandemi global ini meninggalkan pelajaran penting, kebijakan ekonomi perlu lebih berorientasi kepada korban, yaitu mengupayakan keselamatan dan kesehatan manusia.

Baru kemudian memikirkan stimulus sektoral yang paling berat terkena dampaknya. Pemerintah perlu merevisi paket kebijakan pertama karena sama sekali tidak berpihak kepada korban. Meluasnya pandemi, yang memang tidak diperkirakan sebelumnya, harus menjadi pelajaran berharga guna mengoreksi kebijakan ekonomi. Masa depan Financial Times (20/3/2020) menurunkan artikel berjudul ”Yuval Noah Harari: The World After Coronavirus” mengulas pandangan sejarawan Harari soal masa depan dunia pascapandemi. Berbagai keputusan orang dan pemerintah beberapa minggu ke depan dalam hal penanganan krisis korona akan menentukan masa depan dunia, tak hanya di sektor kesehatan, tetapi juga ekonomi, politik, dan kebudayaan.

Dengan kata lain, pandemi global beserta respons kebijakannya akan menentukan peradaban manusia di masa depan. Di saat normal, sulit memaksa orang menerima kebijakan bekerja di rumah atau sekolah dan kuliah berbasis daring secara penuh.

Karena korona, bahkan generasi yang sudah sangat sulit beradaptasi dengan teknologi terpaksa mempelajari dan menggunakannya. Mungkin menggerutu, tapi tak punya alasan menolaknya. Dengan kata lain, pandemi global beserta respons kebijakannya akan menentukan peradaban manusia di masa depan. Penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari-hari hampir sempurna, bahkan memasuki wilayah yang dalam situasi normal sulit dilakukan. Di China, dalam rangka mengawasi pergerakan penduduk diterapkan sistem pemantauan 24 jam ke semua wilayah melibatkan ekosistem teknologi, mulai dari drone, internet of things, kecerdasan buatan, hingga data raksasa. Dan, harus diakui, salah satu keberhasilan China memitigasi virus korona adalah kemampuannya memaksa penduduk melakukan isolasi diri dengan disiplin tinggi. Dalam situasi normal, kebijakan ini pasti menimbulkan kontroversi. Salah satu implikasi pandemi bagi kehidupan sehari-hari adalah soal kesadaran akan standar kesehatan. Dalam situasi normal, sulit mengedukasi masyarakat dalam skala global dalam waktu singkat untuk rajin cuci tangan. Namun, akibat Covid-19, kebiasaan terkait kesehatan pribadi dengan sendirinya diadopsi.

Pandemi selain punya implikasi negatif pada ekonomi juga harus menjadi sarana pembelajaran umat manusia dalam rangka membentuk peradaban di masa depan. Pascapandemi berbagai praktik baik harus diteruskan dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan dan peradaban itu sendiri. Maka, sungguh disayangkan sikap pemerintah yang cenderung menutupi kenyataan dan memitigasi masalah dengan cara anti-pengetahuan. Selain menggerus kepercayaan warga, sikap ini juga akan membuat kita semua kehilangan kesempatan melakukan edukasi kepada masyarakat agar punya kesadaran dan pengetahuan lebih baik tak hanya soal kesehatan, tetapi juga masalah solidaritas dan kemanusiaan. Harari benar, pandemi akan menunjukkan watak dasar kita: manusia, pemerintah, dan bangsa macam apa kita ini sebenarnya. (A Prasetyantoko, Rektor Unika Atma Jaya Jakarta)

(7)

Ujian UMKM Menahan Korona Ketangguhan UMKM di Indonesia kembali diuji saat menghadapi dampak penyebaran virus korona Covid-19. Oleh ANTONIUS PURWANTO KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA Salah satu peserta yang mengikuti pameran UMKM dan Koperasi di Java Mall, Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (16/3/2020). Merebaknya virus Covid-19 di berbagai tempat serta upaya pencegahannya mulai berdampak pada lesunya perdagangan dan melambatkan sektor perekonomian. Ketangguhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia kembali diuji dalam menghadapi dampak ekonomi akibat penyebaran virus korona Covid-19. Selain membutuhkan dukungan pemerintah, pelaku UMKM perlu melakukan terobosan dan strategi agar tetap mampu bertahan di tengah lesunya ekonomi riil saat ini. Sejarah perekonomian Indonesia mencatat besarnya kontribusi UMKM dalam menghadapi beragam krisis yang mendera negeri ini. Pada masa krisis moneter 1998, UMKM menjadi penyangga ekonomi nasional. Sementara di masa krisis keuangan global 2008, UMKM tetap kuat menopang perekonomian nasional. Namun kini sektor UMKM kembali diuji ketahanannya ketika virus korona Covid-19 merebak dalam tiga bulan terakhir. Sebagian pengamat memperkirakan sektor UMKM akan mengalami kesulitan menahan dampak yang timbul akibat wabah Covid-19 tersebut. UMKM dinilai sebagai sektor yang paling rentan terhadap krisis ekonomi karena Covid-19. Pasalnya, jenis usaha ini sangat bergantung pada perputaran uang hasil penjualan barang dagangan. Jika penyebaran virus korona dan dampaknya tak ditangani secara cepat, sektor UMKM dikhawatirkan akan terpuruk. Padahal, sektor UMKM selama ini mampu menyerap tenaga kerja hingga 97 persen atau 116,98 juta orang. Adapun jumlah UMKM pada 2018 tercatat 64,19 juta unit (99,99 persen). Pelaku UMKM bergerak di perdagangan, pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan, pengolahan, bangunan, komunikasi, hotel, restoran dan jasa-jasa. UMKM menyumbang 60 persen bagi produk domestik bruto (PDB). Baca juga: Harapan Industri Seiring Pulihnya Mitra Dagang Lesunya UMKM Dalam sejumlah media diberitakan, pelaku UMKM mulai menghadapi beragam kesulitan bisnis sejak wabah Covid-19 meluas di Tanah Air. Ketua Asosiasi UMKM Indonesia Ikhsan Ingratubun menyebutkan, omzet UMKM mulai turun sejak Februari tahun ini. Kemudian pada Maret ini, ada sejumlah UMKM yang tidak mendapat pemasukan sama sekali. Bahkan, ada beberapa UMKM yang sampai memberhentikan karyawannya karena kesulitan finansial. KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO Pengunjung memilih kain batik di salah satu stan peserta pameran Indocraft 2020 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Jumat (13/3/2020). Menurut Ikhsan, sektor UMKM yang paling terdampak dari penyebaran virus korona meliputi fashion, kerajinan tangan, jasa transportasi daring, dan kuliner. Kesulitan yang dihadapi antara lain sulitnya penyerapan produk-produk UMKM. Menurut dia, jika masalah ini tak segera ditangani dengan baik, dikhawatirkan akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan. Terpukulnya sektor UMKM akibat wabah virus korona itu sebenarnya sudah diprediksi Pusat Penelitian Ekonomi LIPI (P2E LIPI). Seperti dikutip dari media, Kamis (26/2/2020), Kepala Pusat Penelitian Ekonomi LIPI (P2ELIPI) Agus Eko Nugroho memperkirakan, melambatnya ekonomi global akibat wabah virus korona akan memberikan dampak signifikan terhadap kelangsungan ekonomi UMKM. Sektor pariwisata menjadi sektor yang paling terdampak dari merebaknya virus korona. Dalam kajiannya, LIPI memproyeksikan bahwa salah satu yang terkena imbas pada sektor pariwisata adalah UMKM, terutama pada unit usaha makanan dan minuman serta kerajinan dari kayu dan rotan. Pada kedua unit usaha tersebut, lingkup usaha mikro yang paling besar terdampak adalah usaha mikro pada unit usaha makanan dan minuman sebesar 27 persen dan kerajinan dari kayu dan rotan sebesar 17,03 persen. Untuk sektor pariwisata, total kerugian diperkirakan 2 miliar dollar AS dengan penurunan pertumbuhan pesawat sebesar 0,013 persen, penyediaan akomodasi sebesar 0,008 persen, dan makanan minuman sebesar 0,006 persen. Adapun Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop dan UKM) sampai saat ini masih mendata jumlah UMKM yang terdampak penyebaran virus korona. Data sementara menunjukkan, setidaknya sudah ada 500 lebih UKM yang mengadu lewat call center dan WhatsApp center. Persoalan yang dihadapi UMKM beragam, mulai dari turunnya omzet penjualan, kesulitan bahan baku, turunnya permintaan, hingga sulitnya pendistribusian.

Angka tersebut diperkirakan meningkat jika persoalan-persoalan tersebut tidak segera ditangani. KOMPAS/SUCIPTO Sebuah warung makan Padang di Balikpapan Utara, Balikpapan, Kalimantan Timur, tidak menerima pelanggan makan di tempat untuk menghindari penyebaran virus korona jenis baru, Rabu (25/3/2020). Baca juga: Belenggu Bahan Baku di Industri Makanan dan Minuman Di sisi lain, bisnis UKM juga terhambat dengan adanya langkah pembatasan sosial atau social distancing untuk memutus mata rantai penyebaran virus korona. Kebijakan pemerintah membatasi pergerakan masyarakat dan imbauan agar masyarakat tetap berada di rumah bisa menyebabkan aktivitas ekonomi menjadi berkurang. Hal itu tampak dari sepinya pembeli di warung, pertokoan, hingga pusat perbelanjaan. Bahkan, sejumlah pusat perbelanjaan telah memutuskan tutup sementara.

Ujungnya, pendapatan pelaku UMKM menjadi berkurang. Persoalan lesunya UMKM tak hanya dialami Indonesia. Di negara besar, seperti Amerika Serikat, pelaku UMKM juga merasakan dampak ekonomi akibat penyebaran virus korona. Data Goldman Sachs menunjukkan, 96 persen pemilik usaha kecil dan menengah di Amerika Serikat turut merasakan dampak pandemi Covid-19 dan 75 persen dari usaha mereka mengalami penurunan penjualan. Langkah pemerintah Menghadapi kegelisahan pelaku UMKM tersebut, pemerintah kemudian turun tangan dengan merelokasi anggaran dan refocusing kebijakan guna memberikan insentif ekonomi bagi pelaku UMKM dan informal. Diharapkan dengan kebijakan itu, mereka bisa tetap berproduksi dan beraktivitas dan tidak melakukan PHK. Presiden Joko Widodo menyampaikan, nasabah usaha mikro dan usaha kecil akan diberikan penundaan cicilan sampai satu tahun dan juga penurunan bunga. Hal yang sama berlaku bagi pengemudi ojek daring dan sopir taksi yang mengambil kredit sepeda motor atau mobil, serta nelayan yang sedang memiliki kredit perahu. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kemudian mengeluarkan beberapa kebijakan countercyclical melalui Peraturan OJK (POJK) tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai solusi dari dampak penyebaran Covid-19. Peraturan OJK (POJK) Republik Indonesia Nomor 11/Pojk.03/2020 itu menyatakan bahwa bank akan menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi untuk debitor yang terkena dampak penyebaran Covid-19, termasuk debitor UMKM. Aturan ini diharapkan dapat mendorong optimalisasi fungsi intermediasi perbankan, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan. POJK menjelaskan, debitor, termasuk UMKM, adalah mereka yang mengalami kesulitan memenuhi kewajiban pada bank karena terdampak akibat penyebaran Covid-19. Sektor ekonomi yang terdampak, antara lain pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan. Kualitas kredit yang direstrukturisasi dapat ditetapkan lancar apabila diberikan kepada debitor yang terkena dampak penyebaran Covid-19 dan restrukturisasi dilakukan setelah debitor terkena dampak penyebaran Covid-19. Restrukturisasi kredit akan dilakukan sesuai peraturan OJK mengenai penilaian kualitas aset. Penilaian kualitas aset tersebut, antara lain dengan cara penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit, dan konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara. Debitor yang terkena dampak Covid-19 sebelum pemberlakuan POJK, bank tetap dapat menetapkan kualitas kredit menjadi lancar. Dengan demikian, pada saat periode pelaporan akhir Maret 2020, mereka dilaporkan lancar. Kelonggaran kredit dari pemerintah tersebut barangkali belum langsung menjawab persoalan mendasar UMKM. Persoalannya, jika benar sampai akhir Mei 2020 nanti pembatasan sosial atau social distancing secara mandiri tetap berlaku, akan cukup banyak pelaku usaha yang kembang kempis meneruskan usahanya. Karena itu, pada saat bersamaan, pemerintah berencana memberikan kartu sembako kepada keluarga miskin. Mereka nanti akan

(8)

menerima Rp 200.000 per keluarga. Keluarga miskin diharapkan tetap bisa memutar ekonomi negara di akar rumput dengan tetap berbelanja sehingga UMKM tetap ada pembelinya. Kebijakan relaksasi kredit bagi pelaku UMKM tidak hanya diambil Indonesia. Di Australia, Asosiasi Perbankan Australia (ABA) juga memberikan keringanan bagi pelaku UMKM untuk tidak membayar utang selama enam bulan. Dengan keringanan tersebut, para pelaku bisnis usaha kecil dan menengah bisa menggunakan 8 miliar dollar Australia, atau lebih dari Rp 75 triliun untuk bertahan hidup selama beberapa bulan ke depan.

Sektor usaha kecil dan menengah di Australia mempekerjakan 5 juta warga atau sekitar 20 persen dari penduduk Australia.

Tantangan dan peluang Tak hanya bersandar pada kelonggaran kredit dari pemerintah, pengusaha UMKM juga bisa melakukan beragam terobosan dan strategi agar dapat bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi saat ini. Salah satunya dengan lebih mengoptimalkan platform digital dalam kegiatan pemasarannya. Dengan memanfaatkan platform digital, para pelaku UMKM akan memiliki kesempatan yang sama dengan pelaku usaha lain untuk menjual produknya. Pemanfaatan platform digital juga menguntungkan UMKM karena dapat menghemat biaya operasional. Selain itu, UMKM sebaiknya juga berfokus atau memprioritaskan layanan pada kelompok pelanggan yang loyal. Selain pemanfaatan platform digital, UMKM bisa berinovasi dengan menciptakan produk unggulan yang berbeda dengan yang beredar di pasaran. Keuangan juga perlu dikelola dengan baik dengan memperketat arus kas dan terperinci. Tidak ada salahnya aset yang kurang produktif dilepas.

Dengan beragam strategi itu, pelaku UMKM diharapkan tetap mampu bertahan di tengah kesulitan bisnis menghadapi pandemi virus korona. Di sisi pemerintah, kebijakan relaksasi kredit bagi pelaku UMKM memang akan mengurangi beban pelaku UMKM dalam jangka pendek. Namun, langkah tersebut tidaklah cukup. Justru di masa krisis seperti ini, pemerintah bisa melakukan pemetaan persoalan dan membenahi UMKM. Salah satunya dengan tetap menyediakan skema permodalan yang ramah terhadap UMKM. Selama ini, UMKM acapkali kesulitan mendapatkan modal dari bank karena sulitnya memenuhi syarat creditworthiness yang menjadi standar bank dalam memberikan pinjaman. Creditworthiness diartikan sebagai syarat-syarat kelayakan untuk mendapatkan kredit dari bank. Sejarah membuktikan sektor UMKM mampu tetap bertahan di tengah situasi ekonomi yang serba tidak pasti. Tak hanya menghasilkan barang dan jasa yang menjadi kebutuhan masyarakat, UMKM juga memanfaatkan sumber daya lokal, seperti pekerja lokal dan bahan baku lokal. Hal itu tentunya menjadi keunggulan UMKM dibandingkan sektor industri lain yang mengandalkan bahan baku impor. Krisis akibat pandemi virus korona bisa menjadi ujian ketangguhan bagi pelaku UMKM sekaligus tantangan dan peluang. Kejelian pelaku usaha melihat peluang dari setiap peristiwa yang terjadi di tengah masyarakat menjadi kunci bertahan atau tidaknya UMKM menghadapi tantangan ekonomi saat ini. (LITBANG KOMPAS)

(9)

Upaya Melawan Hoaks Covid-19 Frekuensi hoaks terkait Covid-19 terus meningkat sejak Januari hingga Maret 2020. Pada Januari, tercatat 40 kasus hoaks, Februari 98 kasus hoaks, dan Maret melonjak naik menjadi 246 kasus hoaks. Oleh TOPAN YUNIARTO Informasi bohong atau hoaks tak hanya deras mengalir saat Pemilu 2019. Kini, hoaks pun meluas di tengah wabah Covid-19. Jika pada Pemilu 2019 sasaran hoaks adalah kontestasi, terutama saat pemilihan presiden, kini sasaran hoaks adalah kepanikan warga akibat pandemi. Sesuai data yang dirilis Kementerian Komunikasi dan Informatika pada 29 Maret 2020 pukul 19.00, tercatat 384 informasi hoaks yang beredar melalui media sosial, aplikasi percakapan Whatsapp, dan tautan pada situs internet. Dengan menggunakan pendekatan analisis isi, Litbang Kompas mengklasifikasikan data rekapitulasi hoaks terkait Covid-19 yang dirilis Kemenkominfo tersebut pada dua hal, yakni hoaks berdasarkan permasalahan dan hoaks berdasarkan sasaran. Baca juga : Jiwa Raga Sehat, Covid-19 Lenyap Hoaks berdasar permasalahan Covid-19 dapat dibagi menjadi tujuh kategori: sebaran, penyebab, penularan, penanganan, lockdown, obat, dan dampak Covid-19. Sementara hoaks menurut sasaran dapat dibagi menjadi lima kategori, yakni pasien di rumah sakit, pejabat atau figur publik, korban meninggal, relasi agama, dan kepanikan masyarakat. Frekuensi hoaks terkait Covid-19 terus meningkat sejak Januari hingga Maret 2020.

Pada Januari, tercatat 40 kasus hoaks, Februari 98 kasus hoaks, dan Maret melonjak naik menjadi 246 kasus hoaks. Demikian juga sebaran hoaks di masyarakat diperkirakan juga meluas, seiring bertambahnya kasus Covid-19 di Tanah Air. Tema informasi hoaks ataupun disinformasi juga bergeser dari waktu ke waktu. Jika pada awalnya hoaks membicarakan kasak-kusuk terkait ada atau tidaknya pasien masuk sebuah rumah sakit di suatu kota atau kabupaten, konten hoaks berikutnya yang beredar menyasar sejumlah pejabat, tokoh, dan publik figur yang dikabarkan terkena serangan virus ini. Lebih luas lagi, hoaks juga menyoal kebijakan karantina wilayah atau yang biasa disebut lockdown. Baca juga : Ekonomi Pariwisata Sesudah Wabah Virus Korona Hoaks berdasar masalah Terdapat beragam konten hoaks yang terkait dengan permasalahan Covid-19 yang bisa dikategorikan dalam tujuh hal: sebaran, penyebab, penularan, penanganan, lockdown, obat, dan dampak Covid-19. Konten hoaks terkait masalah Covid-19 tak selamanya membuat pembaca ketakutan, tetapi kadang-kadang justru membuat lucu karena informasi yang tersaji kerap tidak masuk akal. Terkait sebaran Covid-19, ada sejumlah tema yang berelasi langsung dengan wilayah atau daerah, seperti: ”Virus Korona Diduga Sudah Menyebar dan Masuk ke Indonesia di Gedung BRI 2”

(24/1/2020), ”Orang Terinfeksi Virus Korona di Rumah Sakit Wahidin Makassar” (26/1), ”Virus Korona Telah Masuk di Palembang” (29/1), ”Warga Jombang Terkena Virus Korona” (1/2), ”Bali dan Istana Sudah Diserang Virus Korona” (18/2),

”Malioboro dan Tempat Wisata di Yogyakarta Tutup 16-31 Maret 2020” (16/3), ”Warga Klaten Terpapar Virus Korona” (16/3), dan beragam hoaks lain yang juga menyebutkan sebaran Covid-19 di wilayah. Sementara, hoaks terkait lockdown yang menyebar di masyarakat di antaranya ”Kokas (Mal Kota Kasablanka) di-lockdown karena Virus Korona (13/3)”, ”Akhirnya Pemerintah Memutuskan Indonesia Lockdown” (20/3), ”Pasar Ngunut Tulungagunng di-Lockdown Selama Sepekan” (20/3), ”RS Premier Bintaro Lockdown” (20/3), ”Jakarta Lockdown, Warga di Luar Jakarta Tidak Boleh Masuk Kecuali Ada Izin dari Polisi”

(21/3), ”Jakarta Lockdown Mulai 28 Maret 2020” (28/3), dan banyak lagi ragam hoaks terkait lockdown yang berseliweran di media sosial. Hoaks berdasarkan sasaran Berdasarkan sasaran, ragam informasi hoaks dapat dikategorikan dalam lima hal:

pasien di rumah sakit, pejabat atau figur publik, korban meninggal, relasi agama, dan kepanikan masyarakat. Terpaan hoaks terkait pasien di rumah sakit di antaranya: ”Pasien Terjangkit Virus Korona di RSUD Tarakan” (29/1/2020), ”Pasien Virus Korona Sudah Masuk di RSUD Rabaik Muara Enim” (1/2), ”Informasi Kedatangan Pasien Suspect Korona di RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar” (13/1), ”RS Sanglah Denpasar Menerima Pasien Positif Korona secara Diam-diam” (3/3), ”Mitra Gojek yang Diduga Suspect Korona Melarikan Diri dari Rumah Sakit Persahabatan” (16/3), ”Pasien PDP Covid-19 Kabur dari Ruang Isolasi RSUD Embung Fatimah” (22/3), dan ragam konten hoaks terkait pasien Covid-19 lainnya yang diidentifikasi Kemenkominfo sebagai informasi yang tidak benar. Selain menyasar kepada pasien, informasi hoaks juga santer beredar dan menyerang sejumlah pejabat negara atau figur publik. Informasi hoaks tersebut antara lain: ”Presiden China Umumkan Virus Korona Sudah Jadi Epidemi dan Memohon Doa Umat Islam” (30/1), ”Menteri Kesehatan Rusia Mengatakan bahwa Korona Virus adalah Buatan Manusia” (3/3), ”Mendagri Tito Karnavian dan Istri Terkena Korona” (15/3), ”Wapres KH Ma’ruf Amin Mengungkapkan bahwa Susu Kuda Liar dapat Menangkal Virus Korona” (12/3), ”Presiden Jokowi Positif Virus Korona” (16/3), ”Vladimir Putin Menurunkan 800 Harimau dan Singa agar Warga Tinggal di Rumah” (22/3), dan konten hoaks lainnya yang terkait dengan negarawan atau tokoh. Upaya mengatasi hoaks Kemenkominfo memberikan cara mengatasi hoaks atau informasi bohong.

Pertama, berhati-hatilah dengan judul yang provokatif. Berita hoaks sering kali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menunjuk kepada pihak tertentu. Isinya pun bisa diambil dari berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki pembuat hoaks. Oleh karena itu, jika menjumpai berita berjudul provokatif, sebaiknya masyarakat mencari referensi berupa berita serupa dari situs daring resmi atau media arus utama, lalu membandingkan isinya, sama atau berbeda. Dengan demikian, setidaknya warga sebagai pembaca bisa memperoleh kesimpulan lebih berimbang. Jika menjumpai berita berjudul provokatif, sebaiknya masyarakat mencari referensi berupa berita serupa dari situs daring resmi atau media arus utama. Kedua, cermati alamat situs media daring. Untuk informasi yang diperoleh dari situs web e atau mencantumkan tautan, cermatilah alamat URL atau tautan situs yang dimaksud. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi, misalnya menggunakan domain blog, informasinya bisa dibilang meragukan. KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA Melalui akun Facebooknya seperti yang terlihat Minggu (21/3/2020), SB (19) yang ditangkap Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat diduga menyebar hoaks tentang sejumlah kematian akibat Covid-19 di Lombok. Ketiga, periksa fakta. Perhatikan dari mana berita berasal dan sumbernya.

Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran utuh atas suatu fakta dari sebuah informasi atau peristiwa. Keempat, cek keaslian foto. Di era teknologi digital saat ini, bukan hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca. Cara untuk mengecek keaslian foto bisa juga dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan. Kelima, ikut serta grup diskusi antihoaks. Di Facebook terdapat sejumlah Fanpage dan grup diskusi antihoaks, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage dan Group Indonesian Hoax Buster, dan Fanpage Indonesian Hoaxes. Di grup-grup diskusi ini, netizen bisa ikut bertanya apakah suatu informasi termasuk hoaks atau bukan sekaligus melihat klarifikasi yang sudah diberikan oleh orang lain. Menyaring informasi dari beragam media memang tidak mudah dan membutuhkan sedikit usaha. Adanya kesadaran masyarakat untuk menyaring informasi mana yang sekiranya perlu dibagikan dan mana yang tidak perlu dibagikan, menjadi langkah tepat di saat masyarakat dilanda kecemasan dan kepanikan akibat pandemi global Covid-19. (LITBANG KOMPAS)

(10)

Selasa, 31 Maret 2020 Kompas Hal. 12

DKI Jakarta memastikan stok pangan siap hingga dua bulan ke depan. Selain itu, disusun sejumlah skenario penerapan, termasuk solusi bagi para pekerja informal dengan pendapatan harian. Oleh TIM KOMPAS JAKARTA, KOMPAS — Pelaksanaan karantina wilayah di DKI Jakarta menunggu keputusan pemerintah pusat. Saat ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan persiapan-persiapan jika harus dilakukan, termasuk soal distribusi pangan. Kepada media, Senin (30/3/2020) petang, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan bahwa pemprov sudah mengirim surat kepada pemerintah pusat terkait upaya karantina wilayah. Keputusan ada pada pemerintah pusat. ”DKI Jakarta memang mengusulkan itu,” ujar Anies. Di dalam usulan, Pemprov DKI Jakarta menyampaikan ada lima sektor yang harus tetap bisa berkegiatan, yaitu energi, pangan, kesehatan, komunikasi, dan keuangan. Hingga ada keputusan dari pemerintah pusat, Pemprov DKI Jakarta memilih menyiapkan semua skenario karantina wilayah. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan bahwa pemprov sudah mengirim surat kepada pemerintah pusat terkait upaya karantina wilayah. ”Hari-hari ini kami mengatur itu semua, termasuk menyusun distribusi logistik untuk masyarakat,” kata Anies. Dalam penjelasan tertulis, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menyatakan, hal yang paling penting dan perlu dilakukan Gubernur DKI Jakarta adalah pengamanan sosial. Selain menjamin kebutuhan hidup warganya, perlu ada jaminan bagi para pekerja informal dan harian yang mengandalkan penghasilan harian. Bila pekerja sektor itu dijamin kebutuhan pokoknya, menurut Prasetio, mereka bisa diatur tidak keluar rumah. Dengan begitu, imbauan pembatasan sosial dan jarak fisik di Jakarta bisa terkendali. Hal senada disampaikan Mohammad Arifin, anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta. Terkait upaya pencegahan penularan virus korona, ia mengingatkan perlunya fasilitas pengiriman bahan pangan, setidaknya sampai di kawasan permukiman, termasuk permukiman padat. ”Jadi, barangnya didekatkan ke warga, jangan sampai warga harus bepergian jauh keluar untuk dapat bahan pokok,”

ujarnya. Secara terpisah, Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya Arief Prasetyo Adi mengatakan, stok beras di Food Station, Pasar Induk Beras Cipinang, serta stok Pasar Jaya, jika ditotal keseluruhannya, stok di Jakarta aman untuk dua bulan.

Sementara itu, Pemerintah Kota Tangerang sudah menyiapkan skenario jika pemerintah pusat mengeluarkan aturan karantina wilayah. Mereka sudah membuat program Kampung Siaga Covid-19. Karantina wilayah Terkait karantina, Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Turro Wongkaren menjelaskan, sejatinya konsep karantina wilayah memiliki bermacam penerapan, tergantung budaya, demografi, dan geografi suatu wilayah. Kalaupun Jakarta hendak menerapkan karantina wilayah, tidak bisa disamakan dengan praktik di negara lain dengan struktur sarana dan prasarana berbeda. ”Etika karantina wilayah tidak bisa diutarakan tiba-tiba karena dapat memicu kepanikan massal. Pengumuman dilakukan setidaknya sepekan sebelum diterapkan,” paparnya. Karantina wilayah berarti memastikan tidak hanya rantai suplai kebutuhan pokok tercukupi dan transparan, tetapi ada sumber daya manusia yang mampu mengoperasikannya. Misalnya, memastikan aliran pangan sampai di wilayah pemukiman dan disebarkan sesuai jumlah penduduk. Langkah karantina radikal yang bisa diambil menerapkan jam malam. Pendekatan ini dinilai lebih cocok untuk Jakarta, wilayah urban sekaligus perkampungan dengan penduduk profesional ataupun pekerja informal. Penerapannya tetap memerhatikan orang-orang yang masih harus kerja di luar, seperti kurir makanan dan belanjaan, serta profesional garda depan yang tetap bertugas pada masa tanggap darurat. Jumlah kasus Perlunya karantina untuk memutus rantai penularan dinilai mendesak, termasuk di Jakarta, salah satu episentrum penularan. Anies menegaskan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan lurah untuk memastikan rukun tetangga (RT), rukun warga (RW), dan Dasawisma Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga di akar rumput memantau warga yang menunjukkan gejala Covid-19. ”Para wali kota telah menyediakan tempat untuk isolasi sementara individu menunggu hasil pemeriksaan,” katanya. Data Dinas Pertamanan dan Kehutanan DKI Jakarta, sepanjang 6-29 Maret, jumlah pemulasaran dan pemakaman jenazah dengan prosedur Covid-19 sebanyak 238 jenazah. Jumlah ini lebih besar dari jumlah kematian yang dinyatakan positif Covid-19 karena kematian orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) sebelum hasil laboratorium keluar tidak bisa dihitung sebagai Covid-19. Prosedur pemakaman harus sesuai protokol, yakni dengan dibungkus plastik, menggunakan peti, dimakamkan kurang dari empat jam, tidak boleh dihadiri keluarga, dan petugas menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap. ”Para almarhum memang belum terbukti mengidap Covid-19, tetapi jangan anggap remeh. Lindungi diri sendiri dan orang sekitar,” ujar Anies. Menurut Ketua Tim Tanggap Covid-19 DKI Jakarta Catur Laswanto, data hingga Senin petang, jumlah kasus positif Covid-19 sebanyak 720 orang. Sebanyak 48 orang sembuh dan 76 meninggal. Sebanyak 150 pasien positif isolasi mandiri karena kondisinya memungkinkan tak dirawat di rumah sakit. ”Masih ada 599 individu menunggu hasil pemeriksaan laboratorium. Dari sisi tenaga kesehatan di 30 rumah sakit, ada 81 positif Covid-19,” kata Catur. Adapun jumlah ODP sebanyak 2.288 orang dan 1.971 sudah sehat. Jumlah PDP sebanyak 1.046 orang dengan 388 individu sembuh.(DNE/HLN/JOG/MTK/GIO)

(11)

Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan roda perekonomian harus tetap berjalan kendati pemerintah dan seluruh elemen masyarakat saat ini sedang berfokus menanggulangi pandemi virus korona (covid-19) yang melanda Indonesia dan seluruh dunia. “Penting sekali bagi kita untuk memberikan sinyal positif, bahwa di tengah-tengah kita sangat harus fokus terhadap wabah covid-19 ini di mana kita menanggulanginya, tetapi ada hal penting juga yang harus kita lakukan yakni tetap perekonomian kita harus jalan,” ujar Erick Thohir di Jakarta, kemarin. Menteri BUMN itu mengakui bahwa perjuangan melawan pandemi covid-19 yang dilakukan pemerintah bersama seluruh elemen bangsa sangatlah berat, tetapi kewajiban untuk membangun negeri harus tetap berjalan. “Karena itu kita tahu banyak sekali proyek-proyek strategis yang ada di BUMN, apakah yang namanya pembangunan kilang, destinasi wisata, dan lain-lainnya ini harus tetap berjalan,” kata Erick dalam telekonferensi pers bersama Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia di Kementerian BUMN, Jakarta. Erick dan Bahlil sebelumnya menandatangani nota kesepahaman untuk saling mendukung fungsi dan tugas dua instansi negara tersebut. Melalui penandatanganan kesepahaman tersebut, berbagai proyek strategis negara diharapkan tetap terus berjalan. Salah satunya melalui kerja sama dengan BKPM sebagai instansi yang berwenang untuk memberikan izin. Kerja sama yang dapat dilakukan antara BUMN dan BKPM antara lain berupa pertukaran informasi dan data untuk peningkatan realisasi investasi, percepatan perizinan berusaha, kegiatan promosi bersama (joint promotion), serta fasilitasi investasi perusahaan BUMN yang berada di bawah pembinaan Kementerian BUMN. BUMN, imbuh Erick, terus melakukan peninjauan arus uang di perusahaan BUMN untuk menentukan proyek yang perlu didahulukan atau ditunda sementara. Di kesempatan yang sama, Bahlil menuturkan perusahaan BUMN banyak memiliki proyek strategis dan kerap terkendala pada persoalan perizinan. BKPM hadir untuk memberikan pelayanan khusus kepada perusahaan milik negara guna memastikan proyek yang di-kerjakan tetap berjalan. “Harapan kami, dengan MoU ini, kita bisa menghilangkan sekat-sekat itu,” pungkas Bahlil. Proyek strategis Erick juga memaparkan beberapa proyek strategis seperti pengadaan listrik 35 ribu mega watt yang tengah digarap PLN menjadi salah satu yang perlu didahulukan pengerjaannya. “Jangan sampai kita telat lagi. Ketika negara lain ecover kita masih terjebak korona lagi. Ini yang tidak boleh. Saya ingin memastikan, kita jalan terus, tapi tolong dipastikan mana yang penting dan mana yang ditunda,” jelas Erick. Selain proyek strategis PLN, Erick juga memastikan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung terus berjalan. “Jadi yang namanya key performance indicator atau KPI yang kita perlihatkan kepada Bapak Presiden Joko Widodo, kita jalan terus, termasuk proyek kereta cepat,” tandas Erick. (E-3)

(12)

Selasa, 31 Maret 2020 Rakyat Merdeka Hal. -

Merdeka.com - Nilai tukar (kurs) Rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan hari ini, Selasa (31/3). Pagi ini, Rupiah dibuka di Rp 16.345 per USD, melemah tipis dibanding penutupan perdagangan sebelumnya di Rp 16.337 per USD. Dikutip data Bloomberg, Rupiah sempat melemah hingga menyentuh Rp 16.355 per USD, namun kemudian terus bergerak menguat. Saat ini, Rupiah menguat dan berada di level Rp 16.319 per USD. "Hari ini rupiah bisa mendapatkan sentimen positif dari data indeks aktivitas manufaktur dan nonmanufaktur China versi pemerintah untuk bulan Maret yang dirilis melebihi ekspektasi dan masuk zona ekspansi, 52 vs 44,9 dan 52,3 vs 42,1," kata Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston di Jakarta, dikutip Antara. Menurut dia, hasil tersebut menunjukkan pemulihan ekonomi China telah berhasil mengatasi pandemi wabah COVID-19. Pulihnya ekonomi China bisa membantu perekonomian negara mitra yang membutuhkan material dan pasar Negeri Tirai Bambu itu. Selain itu, penguatan indeks saham AS juga bisa memberikan sentimen positif ke rupiah hari ini. Indeks Dow Jones pada Senin (30/3) ditutup menguat 3,19 persen. Kendati demikian, penambahan penyebaran wabah masih menjadi sentimen negatif karena masalah utama belum terselesaikan. Ariston memperkirakan rupiah pada hari ini akan bergerak di kisaran Rp16.200 per USD hingga Rp16.400 per USD. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyebut bahwa cadangan devisa cukup meski pihaknya banyak melakukan intervensi menstabilkan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD). Seperti diketahui, mata uang Garuda melemah sampai ke level Rp16.300 per USD. "Kami pastikan jumlah cadangan devisa yang kami miliki lebih dari cukup. Dengan tekanan nilai tukar yang cukup besar tentu ada penurunan," ujar Perry di Jakarta, Kamis (26/3). "Kami memastikan jumlah cadangan devisa lebih dari cukup untuk bagaimana mendukung upaya stabilisasi nilai tukar rupiah," sambungnya. Bank Indonesia mencatat pada akhir Februari 2020, cadangan devisa tercatat USD 130,44 miliar. Cadangan devisa tersebut turun apabila dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya yaitu USD 131,7 miliar. Perry menambahkan, bank sentral tidak hanya mengandalkan cadangan devisa untuk menstabilkan Rupiah. "Cadangan devisa adalah first line of defense, itu lebih dari cukup. Tapi kami juga mempunyai second line of defence, yaitu bilateral swap dengan sejumlah bank sentral," tandasnya. [azz]

(13)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira meminta pemerintah untuk mengkaji ulang rencana penerbitan surat utang pemulihan atau recovery bonds bagi dunia usaha terdampak Covid-19. Ia menilai skema surat utang pemulihan bagi dunia usaha itu dikhawatirkan bisa mengulangi bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang pernah dikucurkan sekitar tahun 1998. "Tidak perlu lagi melakukan recovery bonds karena risiko cukup bahaya baik secara ekonomi dan politik," katanya di Jakarta, Senin (30/3). Menurut dia, tidak ada jaminan bagi dunia usaha yang akan diberikan pinjaman itu tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga memotong gaji dan tunjangan karyawan. "Kalau kami melihat dari kejadian BLBI itu, justru uang likuiditas itu kemungkinan bisa dibawa keluar dari Indonesia, atau disalahgunakan jadi kemungkinan besar seperti itu," imbuhnya. Bhima mengatakan cara lain untuk membantu dunia usaha yang terdampak Covid-19 adalah dengan mengoptimalkan insentif fiskal, mendorong realokasi anggaran hingga mengefektifkan insentif yang ada. "Dulu juga begitu bantuan likuiditas, dulu untuk perbankan sekarang dunia usaha, bunga kecil tapi pokoknya tidak balik, jadi ada risiko yang seperti itu, kita punya pengalaman buruk," ucapnya.

Sebelumnya, Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono dalam keterangannya di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Kamis (26/3) mengatakan surat utang pemulihan nantinya diterbitkan untuk Bank Indonesia atau bagi sektor swasta yang masih memiliki likuiditas. Dana dari penerbitan surat utang ini, lanjut dia, akan disalurkan kepada dunia usaha melalui pemberian kredit khusus dengan bunga ringan. Dunia usaha yang bisa mendapatkan kredit khusus itu, kata dia, harus memenuhi syarat yaitu tidak boleh melakukan PHK. Apabila melakukan PHK, suatu badan usaha harus tetap mempertahankan 90 persen karyawan dengan gaji yang tidak boleh berkurang. Sementara itu, terkait landasan hukum penerbitan recovery bonds ini, pemerintah sedang menyiapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). "Ini ada perubahan peraturan, karena ada keterbatasan BI yang hanya boleh membeli surat utang dari pasar sekunder," katanya.

(14)

Selasa, 31 Maret 2020 Republika Hal. -

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) merilis likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) yang meningkat pada Februari 2020. Dilansir siaran pers, Selasa (31/3), posisi M2 pada Februari 2020 tercatat Rp 6.116,5 triliun atau tumbuh 7,9 persen (yoy). Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 7,1 persen (yoy). Akselerasi pertumbuhan M2 disebabkan oleh peningkatan seluruh komponennya, baik uang beredar dalam arti sempit (M1), uang kuasi, maupun surat berharga selain saham. Uang beredar dalam arti sempit (M1) meningkat, dari 7,9 persen (yoy) pada Januari 2020 menjadi 8,6 persen (yoy) pada Februari 2020. Ini disebabkan oleh pertumbuhan uang kartal dan giro rupiah. Uang kuasi pada Februari 2020 juga meningkat dari 6,8 persen (yoy) pada Januari 2020 menjadi 7,5 persen (yoy) pada Februari 2020. Peningkatan juga terjadi pada surat berharga selain saham, dari 31,8 persen pada bulan sebelumnya menjadi 34,7 persen (yoy) pada Februari 2020. Berdasarkan faktor yang memengaruhi, peningkatan M2 pada Februari 2020 disebabkan oleh ekspansi operasi keuangan pemerintah. Hal tersebut tercermin pada peningkatan tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat, dari 1,8 persen (yoy) pada Januari 2020 menjadi 11,9 persen (yoy) pada Februari 2020. Penyaluran kredit pada Februari 2020 melambat menjadi 5,5 persen (yoy) dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 5,7 persen (yoy). Sementara itu, pertumbuhan aktiva luar negeri bersih pada Februari 2020 sebesar 9,9 persen (yoy), relatif stabil dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya.

(15)

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi virus corona berdampak pada prospek pertumbuhan ekonomi global sepanjang tahun ini, tak terkecuali Indonesia. Bank Dunia memproyeksi, ekonomi Indonesia akan mengalami tekanan mendalam sehingga hanya mampu tumbuh 2,1% di 2020. Dalam laporan ekonomi regional edisi April, Asia Timur dan Pasifik di Masa Covid-19, Selasa (31/3), Bank Dunia memprediksi pertumbuhan konsumsi rumah tangga, komponen yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia, akan turun sangat tajam pada tahun ini, yaitu hanya 1,5% dibandingkan pertumbuhan tahun lalu 5,2%. “Ini seiring dengan implementasi restriksi pergerakan manusia untuk menekan penyebaran virus corona,” tulis Bank Dunia. Begitu juga dengan investasi (PMTB) yang diperkirakan tidak akan mengalami pertumbuhan sepanjang tahun ini atau 0%, dibandingkan tahun lalu yang masih tumbuh 4,4%. Sebaliknya, konsumsi pemerintah diperkirakan akan menjadi komponen yang memperkuat ekonomi Indonesia sejalan dengan berbagai paket kebijakan stimulus fiskal yang dikeluarkan oleh pemerintah. Bank Dunia memproyeksi pertumbuhan konsumsi pemerintah naik dari 3,2% pada tahun lalu menjadi 5% pada tahun ini. Namun di tengah tajamnya penurunan pertumbuhan ekonomi dan perdagangan global, pertumbuhan ekspor dan impor Indonesia akan berlanjut mengalami kontraksi untuk dua tahun berturut-turut di 2020. Pertumbuhan ekspor dan impor barang maupun jasa diprediksi tertekan masing-masing sebesar -2% dan -7%, dibandingkan tahun lalu -0,9% dan -7,7%. Di sisi lain, defisit neraca transaksi berjalan (CAD) juga diproyeksi akan kembali melebar dari 2,7% terhadap PDB pada 2019 menjadi 2,8% terhadap PDB pada tahun ini. Ini sejalan dengan laju sektor pariwisata yang nyaris berhenti dan jatuhnya harga komoditas. Kendati demikian, Bank Dunia menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami rebound dengan rata-rata pertumbuhan 5,4% pada tahun 2021-2022 mendatang. Perbaikan pertumbuhan ekonomi diharapkan terjadi seiring dengan pulihnya agregat permintaan global maupun domestik. Proyeksi tersebut senada dengan Bank Indonesia yang dalam Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) 2019 menyatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kembali meningkat ke kisaran 5,2%-5,6% seiring dengan membaiknya ekonomi global dan harga komoditas, serta kembali berjalannya aktivitas produksi dan investasi global pasca Covid-19. BI menilai, kebijakan domestik berupa berlanjutnya peningkatan kuota ekspor tembaga, hilirisasi, dan pembangunan kawasan industri akan berdampak positif terhadap perbaikan kinerja ekspor dan pada gilirannya memperbaiki kinerja investasi terutama investasi nonbangunan. Perbaikan investasi juga dipengaruhi oleh upaya pemerintah dalam memperbaiki iklim investasi melalui rancangan omnibus law Undang- undang (UU) Cipta Kerja dan UU Ketentuan Umum dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian. "Kebijakan akomodatif oleh Bank Indonesia mendorong pembiayaan ekonomi sehingga akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi di masa-masa selanjutnya. Resiliensi konsumsi swasta diprakirakan tetap terjaga, ditopang oleh peningkatan pendapatan terutama yang bersumber dari perbaikan ekspor,"

tutur BI.

(16)

Selasa, 31 Maret 2020 Kontan Hal. -

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) meningkat pada Februari 2020.

Bank Indonesia (BI) mencatat posisi M2 pada bulan lalu sebesar Rp 6.116,5 triliun atau tumbuh 7,9% yoy alias lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan bulan Januari 2020 yang sebesar 7,1% yoy. "Akselerasi pertumbuhan M2 disebabkan oleh peningkatan seluruh komponennya, baik uang beredar dalam arti sempit (M1), uang kuas, maupun surat berharga selain saham," tulis bank sentral dalam laporan yang diterima oleh Kontan.co.id, Selasa (31/3). Terperinci, pertumbuhan M1 meningkat dari 7,9% yoy pada Januari 2020 menjadi 8,6% yoy pada Februari 2020. Ini disokong oleh pertumbuhan uang kartal serta giro rupiah. Posisi uang kartal di masyarakat (di luar perbankan dan BI) pada bulan lalu sebesar Rp 608,0 triliun atau tumbuh 6,6% yoy atau meningkat tipis dari bulan sebelumnya yang sebesar 6,4% yoy. Sementara giro rupiah juga mengalami peningkatan pertumbuhan dari 9,0% yoy pada Januari 2020 menjadi 10,0% yoy. Peningkatan ini berasal dari peningkatan saldo giro rupiah baik milik nasabah korporasi maupun perorangan. Hanya saja, pertumbuhan dana float (saldo) uang elektronik yang diterbitkan lagi-lagi menurun pertumbuhannya. Sebelumnya, saldo terkoreksi 7,9% yoy di bulan Januari 2020, sementara di bulan lalu menjadi terkoreksi 9,9% yoy. "Uang elektronik pada Februari 2020 tercatat Rp 2,3 triliun dengan pangsa 0,15%

terhadap M1," jelas BI. Sementara uang kuasi tercatat sebesar Rp 4.584,4 triliun atau mengalami peningkatan pertumbuhan dari 6,8% yoy pada Januari 2020 menjadi 7,5% yoy. Ini seiring dengan peningkatan simpanan berjangka, tabungan, serta giro valuta asing (valas). Asal tahu saja, kontribusi uang kuasi terhadap M2 sebesar 75,0%. Sejalan dengan pertumbuhan tersebut, surat berharga selain saham juga mengalami peningkatan pertumbuhan, yaitu dari 31,8% yoy pada Januari 2020 menjadi 34,7% yoy. Ini didorong oleh peningkatan surat berharga yang dimiliki oleh perusahaan korporasi finansial dalam rupiah. Lebih lanjut, berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi M2, peningkatan pada bulan lalu disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan aktiva dalam negeri bersih. Aktiva dalam negeri bersih meningkat pertumbuhannya dari 6,2% yoy menjadi 7,2%

yoy pada Februari 2020. Ini disebabkan oleh ekspansi operasi keuangan pemerintah yang tercermin dari tagihan bersih kepada pemerintah pusat yang tumbuh 11,9% yoy atau lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 1,8% yoy. "Ekspansi tersebut disebabkan oleh peningkatan tagihan sistem moneter kepada pemerintah pusat berupa obligasi dalam valas, diiringi dengan penurunan kewajiban sistem moneter kepada pempus berupa simpanan," kata BI. Sementara itu, penyaluran kredit masih mengalami perlambatan pertumbuhan, yakni dari 5,7% yoy menjadi 5,5% yoy pada Februari 2020. Perlambatan terlihat pada kredit modal kerja, investasi, maupun konsumsi pada golongan nasabah korporasi maupun perorangan. Bank sentral juga mencatat aktiva luar negeri bersih tercatat stabil sebesar 9,9% yoy. Ini disebabkan oleh peningkatan tagihan sistem moneter kepada bukan penduduk sejalan dengan depresiasi nilai tukar rupiah. "Ini juga diimbangi dengan peningkatan pertumbuhan kewajiban sistem moneter kepada bukan penduduk, terutama berupa simpanan non residen serta kepemilikan surat berharga oleh non residen dalam valas," tandas BI.

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia

Diatur dalam POJK nomor 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum POJK ini mengatur klasifikasi bank dikelompokkan berdasarkan Kegiatan Usaha yang sesuai dengan Modal Inti yang

1.3. Menganalisis pengaruh Produk Domestik Regional Bruto terhadap Kemiskinan di Jawa Tengah. Menganalisis pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Kemiskinan di Jawa

Pengajuan permohonan penundaan kewajiban Pembayaran Utang di masa pendemi Covid-19 sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam POJK Nomor 11/POJK.03/2020, syarat

Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 5/POJK.03/2016 tentang Rencana Bisnis Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 17,

Bahwamenjawab dalil jawaban Para Tergugat pada angka 13 mengenai ketentuan POJK Nomor 48/POJK/03/2020 tentang stimulus perekonomian nasional sebagai kebijakan

Dengan diterbitkannya peraturan OJK nomor 4/POJK.03/20'15 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Perkreditan Rakyat dan SE OJK nomor 5/SE.O)K/2O16 tentang Penerapan Tata

Kemudian sudah adanya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 14/POJK.05/2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus