• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM PELAKSANAAN PARA PIHAK ARISAN ONLINE MENURUT HUKUM PERDATA (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor. 106/Pdt.G/2017/PN Plk) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS HUKUM PELAKSANAAN PARA PIHAK ARISAN ONLINE MENURUT HUKUM PERDATA (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor. 106/Pdt.G/2017/PN Plk) SKRIPSI"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat – syarat Guna Mencapai Gelar

Sarjana Hukum

Disusun Oleh :

INDRIWATI TITANIA HUTAURUK 150200302

Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)

NAMA : INDRIWATI TITANIA HUTAURUK

NIM : 150200302

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN

JUDUL SKRIPSI : ANALISIS HUKUM PELAKSANAAN PARA PIHAK ARISAN ONLINE MENURUT HUKUM PERDATA (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor.

106/Pdt.G/2017/PN Plk)

Melalui ini saya menyatakan :

1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut diatas adalah benar tidak merupakan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, Februari 2019

Indriwati Titania Hutauruk Nim. 150200302

(4)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur Penulis panjatkkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala petunjuk rahmat dan karunia-Nya, Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum. Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ANALISIS HUKUM PELAKSANAAN PARA PIHAK ARISAN ONLINE MENURUT HUKUM PERDATA (Studi Putusan Nomor. 106/Pdt.G/2017/PN Plk)”.

Skripsi ini disusun guna melengkapi dan memenuhi tugas dan syarat untuk meraih gelar Sarjaana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, di mana hal tersebut merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang ingin menyelesaikan perkuliahannya. Demi terwujudnya penyelesaian dan penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak yang dengan ikhlas memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan doa sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih sebesarnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Univeritas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. O.K. Saidin, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Puspa Melati,SH., M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(5)

Keperdataan dan selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktunya dalam membimbing, memberi nasehat, dan memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Ibu Dr. Maria Kaban, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya dalam membimbing, memberi nasehat, dan memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Bapak Syamsul Rizal, SH., M.Hum selaku selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Univeritas Sumatera Utara.

9. Bapak Hemat Tarigan, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan nasihat dan arahan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Seluruh Bapak dan Ibu Staf Pengajar dan Pegawai Fakultas Hukum Univeritas Sumatera Utara membantu penulis selama masa perkuliahan.

11. Teristimewa Kepada Ayah Tercinta Ir. Arnold Hutauruk dan Mama Tersayang Yoan Yulianti yang selalu memberikan Motivasi dan Semangat terutama Doa yang begitu besar untuk penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

12. Terimakasih Untuk Adik – adik Saya Tercinta Nadia Friscilla Hutauruk, Nazwa Valerin Hutauruk, Dan Yericho Allehandro Hutauruk yang memberikan Doa yang begitu besar untuk penulis.

(6)

13. Terimakasih Kepada Seluruh kerabat serta Keluarga Besar Penulis yang telah mendukung penulis dalam penyusunan skripsi ini.

14. Terimakasih Kepada Sahabat Kecilku Erly Marissa Wati Br Panjaitan dan Yosi Audya Nainggolan yang memberikan semangat dan memberikan doa kepada penulis.

15. Terimakasih Kepada Sahabat-Sahabat Terbaik penulis sekaligus Teman Seperjuangan Penulis Sayangi Joseph Armando Tambunan, Gabriela Chatrin Simanjuntak, dan Rahmad Riski Putra yang telah membantu penulis dalam segala hal dan selalu memberikan dukungan serta motivasi kepada penulis dalam proses penulisan skripsi ini.

16. Terimakasih Kepada Teman-teman penulis lainnya, Elva Yohana Sianturi, Biva Maria Vianney, Juni Elfinora, Ribka Yosephine, Lampos Rivaldo, Noni Meylisa Sarmaulina Sipayung, Jacki Damanik, Rudolf Raja Sitorus, Zakeus Doloksaribu, Meydana Sitorus, Arti Clara, dan kepada seluruh Teman-teman Stambuk 2015, Teman-teman Grup A Fakultas Hukum, dan Teman-teman Departemen Hukum Perdata (BW) yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas doa dan dukungan semangat yang diberikan kepada penulis selama perkuliahan ini.

17. Terimakasih Kepada Adik

18. Dan segenap pihak yang membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas doa dan dukungan semangat yang dibagikan bersama.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang telah kita lakukan mendapatkan Balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis memohon maaf kepada

(7)

Penulis,

(Indriwati Titania Hutauruk)

(8)

DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... vi

ABSTRAK... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Permasalahan... 4

C. Tujuan Penulisan... 4

D. Manfaat Penulisan... 5

E. Metode Penelitian... 6

F. Keaslian Penulisan... 10

G. Sistematika Penulisan... 11

BAB II KEKUATAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN YANG PARA PIHAK PELAKSANA ARISAN ONLINE A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian... 14

1. Pengertian Perjanjian... 14

2. Jenis - Jenis Perjanjian... 20

3. Syarat - Syarat Sahnya Perjanjian... 34

4. Asas - asas Perjanjian... 37

5. Akibat Hukum Perjanjian dan Pembatalan Perjanjian... 44

B. Tinjauan Umum Tentang Arisan Online... 46

1. Pengertian arisan online... 46

2. Pihak - pihak dan manfaat arisan online... 48

3. Jenis - jenis arisan online... 50

4. Wanprestasi dalam arisan... 53

C. Perlindungan Hukum terhadap Para Pihak dalam Arisan Online... 56

(9)

PARA PIHAK DALAM PELAKSANAAN ARISAN ONLINE A. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian... 62 1. Hak dan Kewajiban Owner/Pengurus Arisan... 62 2. Hak dan Kewajiban Peserta Arisan... 64 B. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Yang Timbul dalam

Perjanjian Pelaksanaan Arisan Online... 66 C. Tanggung Jawab yang dilakukan Para Pihak dalam

Pelaksanaan Arisan Online... 70 BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERTIMBANGAN MAJELIS

HAKIM DALAM PUTUSAN Nomor.106/Pdt.G/2017/PN Plk A. Kasus Posisi... 73 B. Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Wanprestasi dalam

Pelaksanaan Arisan Online... 80 C. Bagaimana Pertimbangan dan Analisis Majelis Hakim

dalam Putusan Nomor.106/Pdt.G/2017/PN Plk... 81 1. Pertimbangan Hukum atas Putusan Pengadilan... 81 a. Perbedaan Pertimbangan Hakim Pengadilan Tinggi dengan

Mahkamah Agung... 81 b. Dasar Mahkamah Agung Menguatkan Putusan Pengadilan

Negeri Palangka Raya... 82 2. Analisis Putusan Nomor.106/Pdt.G/2017/PN Plk... 82 D. Tanggapan... 84 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 86 B. Saran... 88

(10)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(11)

konvensional yakni dengan cara bertemu langsung beralih menggunakan sistem online, sehingga menyebabkan permasalahan yang timbul semakin kompleks.

Salah satu kasus yang berhubungan dengan arisan online termaktub dalam Putusan Nomor. 106/Pdt.G/2017/PN Plk, dimana para tergugat melakukan wanprestasi yakni tidak membayar iuran arisan kepada pihak penggugat setelah menang/menerima arisan. Adapun permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana kekuatan hukum terhadap perjanjian yang dilakukan para pihak pelaksana Arisan Online. Mekanisme penyelesaian sengketa dan tanggung jawab para pihak dalam pelaksanaan Arisan Online, dan bagaimana Analisis Hukum Terhadap Pertimbangan Majelis hakim dalam Putusan Nomor.

106/Pdt.G/2017/PN Plk.

Jenis Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, penelitian dalam skripsi ini bersifat deskriptif analisis. Penelitian bersifat deskriptif merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan, dan menganalisis peraturan hukum.

Berdasarkan hasil penelitian, bahwa kekuatan hukum terhadap Perjanjian yang dilakukan Para Pihak Pelaksana Arisan Online berdasarkan Pada pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjelaskan memang tidak mensyaratkan bahwa perjanjian harus dalam bentuk tertulis. Perjanjian arisan tersebut bersifat perjanjian lisan dengan saling percaya antara satu dengan yang lain akan menimbulkan hak dan kewajiban di antara para pesertanya. Jika ditinjau dari Penyelesaian Sengketa dan Tanggung Jawab Para Pihak dalam pelaksanaan Arisan Online, Bentuk penyelesaian sengketa transaksi dilakukan dengan menggunakan mekanisme penyelesaian sengketa alternatif berupa arbitrase, negosiasi, mediasi dan konsiliasi. Tanggung jawab hukum dalam hukum perdata berupa tanggung jawab seseorang terhadap perbuatan yang melawan hukum. Pada Analisis Terhadap Putusan Nomor.106/Pdt.G/2017/Pn Plk bahwa dalam sahnya perjanjian Pada Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak ada sama sekali menyarankan perjanjian dibuat dengan tertulis tetapi apabila terjadi wanprestasi sangat sulit untuk membuktikannya, sehingga diperlukan pengakun dari pihak lawan yang membuat perjanjian tersebut dan didengar oleh saksi-saksi di Persidangan, maka perjanjian tersebut telah terbukti adanya wanprestasi.

Kata Kunci : Perjanjian, Hukum Perdata, Arisan Online

*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara

**) Dosen Pembimbing I

***) Dosen Pembimbing II

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan jaman ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, maka perdagangan yang pada awalnya dilakukan secara bertemu langsung dan bertatap muka antar para pihaknya juga mengalami perubahan.

Perkembangan teknologi tersebut diantaranya adalah dengan ditemukannya internet yaitu teknologi yang memungkinkan kita melakukan pertukaran informasi dengan siapapun dan dimanapun orang tersebut berada tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.

Perkembangan tersebut tidak hanya pada apa yang diperdagangkan tetapi juga pada tata cara dari perdagangan itu sendiri. Pada awalnya perdagangan dilakukan secara barter antara dua belah pihak yang langsung bertemu dan bertatap muka yang kemudian melakukan suatu kesepakatan mengenai apa yang akan dipertukarkan tanpa ada suatu perjanjian. Setelah ditemukannya alat pembayaran maka lambat laun barter berubah menjadi kegiatan jual beli sehingga menimbulkan perkembangan tata cara perdagangan.

Tren yang berkembang pada saat ini, perdagangan cenderung menginginkan kemudahan dalam sistem regulasi keuangan. Arisan merupakan kegiatan sebagai kelompok masyarakat Indonesia untuk menyederhanakan konsep mengenai salah

satu regulasi keuangan. Arisan disebut sebuah sistem regulasi, karena di dalamnya

ada aturan-aturan bagi para anggotanya. Regulasi tersebut kemudian menjadi

(13)

sistem yang mengatur segala aktivitas terkait dengan uang yang dikelola di dalamnya.

Arisan merupakan kegiatan pengumpulan dana yang ditarik dengan cara diundi atau bergiliran1. Pada umumnya dalam arisan, anggota mengumpulkan uang yang bernilai sama pada tiap-tiap periode tertentu kemudian setelah uang terkumpul salah satu dari anggota kelompok akan keluar sebagai pemenang.

Arisan memang tidak bisa lepas dari gaya dan perilaku kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Kaitannya dengan sifat dasar sosial masyarakat tidak bisa dipisahkan satu sama lain, sehingga membuat masyarakat gemar melaksanakan arisan. Kegiatan sosial arisan berfungsi sebagai salah satu media untuk saling memberi, saling membantu dan sebagai ajang silaturahmi dalam membentuk kerukunan antar sesama.

Proses globalisasi melahirkan suatu fenomena yang mengubah model komunikasi konvensional dengn melahirkan kenyataan dalam dunia maya (virtual reality) yang dikenal sekarang dengan internet. Widodo mengemukakan dalam bukunya bahwa : “ Internet memberikan manfaat diantaranya dengan adanya internet dalam kehidupan manusia, manusia mendapatkan kenyamanan, keamanan dan kecepatan, teknologi internet mampu mengkoneksikan antar subsistem jaringan menjadi satu jaringan super besar yang dapat saling terhubung (online) seluruh dunia dan teknologi internet mampu mengkonvergensikan data, informasi, audio dan visual yang dapat berpengaruh pada kehidupan2”.

1 Dilihat https://kbbi.web.id/arisan.html , arti kata arisan, diakses pada tanggal 10 september 2018 pukul 12.00 Wib

2 Joko Widodo, Analisis Kebijakan Publik : Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik, ( Malang : Bayu Media Publishing, 2011), hal.5

(14)

3

Namun karena perkembangan inilah proses arisan yang biasanya berkomunikasi secara langsung sekarang dapat melalui media sosial dan disebut sebagai arisan online. Transaksi pada arisan online untuk memenuhi iuran arisan bisa melalui media ATM maupun E-commerce. proses ini mengakibatkan pengelolahan mempunyai dampat positif dan dapat juga mengakibatkan dampak negatif bagi si peserta dan lingkungannya. Adapun faktor yang sering terjadi pada sistem arisan online ini biasanya karena kurangnya suatu perjanjian3.

Perjanjian pada arisan online masing mengunakan sistem saling percaya satu sama lain. Dimana perjanjian ini disebut dengan perjanjian yang dibuat secara lisan dimana perjanjian ini tetap sah dan mengikat kepada kedua belah pihak, karena harus dilandasi dengan kata sepakat dan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Biasanya perjanjian lisan dibuat apabila isi perjanjiannya tergolong sederhana dan nilainya kecil. Berbeda halnya jika perjanjian itu nilainya besar dan memiliki resiko tinggi, pada umumnya dibuat secara tertulis. Perjanjian yang dibuat secara tertulis, tujuan utamanya adalah untuk kepentingan pembuktian apabila dikemudian hari terdapat sengketa para pihak yang berjanji. Bagi para pihak yang tidak melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dapat digugat oleh pihak yang merasa dirugikan untuk mendapatkan ganti rugi. Dengan menunjukankan surat perjanjian, akan dapat mengungkapkan peristiwa yang dibuat dimasa yang lalu.4

Suatu kontrak atau perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian, yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab yang halal, sebagaimana

3 Ibid

4 Gatot Supramono, Perjanjian Utang Piutang,( Jakarta : Kencana, 2013), hal. 17-18.

(15)

ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya.5 Jika melihat salah satu syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, yaitu adanya kecakapan maka akan menjadi permasalahan jika pihak dalam jual beli melalui internet adalah anak di bawah umur, hal ini mungkin terjadi karena untuk mencari identitas yang benar melalui media internet tidak mudah, juga apabila melihat unsur yang lain seperti terjadinya kesepakatan menjadi pertimbangan untuk menentukan relevansi penerapan asas-asas hukum yang selama ini berlaku dalam dunia internet6.

Dalam era informasi sekarang ini terdapat salah satu kasus yang dapat terjadi pada putusan Mahkamah Agung Nomor. 106/Pdt.G/2017/Pn Plk dimana pada kasus ini menjatuhkan perkara bahwa penggugat dan para tergugat mengadakan kesepakatan bersama melakukan arisan online bersifat perjanjian lisan dengan saling percaya antar satu sama lain. Pada proses arisan online ini penggugat dan para tergugat mengadakan perjanjian melalui media apliksi facebook messenger.

Seiring waktu, arisan berjalan dengan lancar sebagaimana arisan pada umumnya.

Kemudian lama berjalan arisan ini para tergugat yang sudah mendapatkan giliran atau kena arisan atau menang arisan tidak lagi membayar iuran arisan yang seharusnya mereka bayarkan. Penggugat pada saat itu hanya menjaga agar kelancaran arisan ini tetap berjalan dengan prinsip percaya kepada para tergugat meminjamkan uang untuk menutupi iuran arisan yang belum dibayarkan oleh para

5 Suharnoko, Hukum Perjanjian (Teori dan Analisa Kasus) (Jakarta : Prenada Media, 2004), hal. 1.

6 Ibid

(16)

5

tergugat. Para tergugat hanya menyakinkan penggugat atas dasar saling percaya satu dengan yang lainnya. Bahwa ternyata para tergugat tidak mengembalikan kepada penggugat secar tunai naun secara cicilan dan akhirnya tersendat sampai tidak lagi membayar kepada penggugat. Jumlah besar iuran arisan yang harus ditutupi oleh penggugat lumayan besar sehingga penggugat dapat menutupi seluruh iuran arisan yang para tergugat harus bayarkan. Pada saat itu penggugat berusaha untuk menyelesaikan permasalahan ini secara musyawarah dan kekeluargaan akan tetapi para tergugat tidak ada itikad bik untuk menyelesaikan permasalahan ini dan para tergugat menghilang begitu saja tanpa dapt dihubungi kembali.

Dengan usaha yang lain penggugat mengirimkan satu persatu Somasi kepada para tergugat untuk membayarkan/mengembalikan dana yang sudah disetorkan oleh penggugat untuk menutupinya, sampai dengan gugatan ini sampai kepada Pengadilan Negeri Palangka Raya para tergugat tetap tidak pernah membayar arisan lagi dampai penggugat dikejar oleh para peserta arisan lainnya karena tidak mampu membayar iuran arisan. Pada perbuatan ini para tergugat yang telah menang arisan atau sudah kena arisan tergolong perbuatan ingkar janji atau wanprestasi. Akibat perbuatan para tergugat yang ingkar janji (wanprestasi) membuat penggugat mengalami kerugian secara moril atau rill dan tercemar nama baiknya dimasyarakat terutama dalam dunia bisnis.

Bahwa untuk menjamin agar nantinya gugatan penggugat tidak sia-sia dikemudian hari maka cukup beralasan penggugat mohon kepada majelis hakim melakukan sita jaminan terhadap harta benda milik para tergugat, baik harta benda bergerak maupun tidak bergerak agar digunakan sebagai jaminan atas pembayaran

(17)

kerugian yang dialami penggugat. Bahwa untuk menjamin agar nantinya para tergugat dapat memenuhi kewajibannya melaksanakan putusan pengadilan, penggugat mohon agar para tergugat dihukum membayar uang paksa (dwangsoom) kepad penggugat setiap mereka lalai memenuhi isi putusan pengadilan ini. Oleh karena bukti yang diajukan oleh penggugat dalam perkara ini adalah bukti yang kuat dan otentik maka kiranya putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu walaupun ada upaya hukum perlawanan/Verzet, Banding ataupun Kasasi dan bahwa perkara ini lahir akibat perbuatan ingkar janji (wanprestasi) yang dilakukan oleh perbuatan para tergugat.

B. Permasalahan

Berdasarkan pada latar belakang penulisan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1) Bagaimana Kekuatan Hukum terhadap Perjanjian yang dilakukan Para Pihak Pelaksana Arisan Online ?

2) Bagaimanakah Penyelesaian Sengketa dan Tanggung Jawab Para Pihak dalam Pelaksanaan Arisan Online ?

3) Bagaimana Analisis Hukum terhadap Pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor . 106/Pdt.G/2017/PN Plk?

C. Tujuan Penulisan

Dalam buku “ Pengantar Penelitian Hukum ” Prof. Soerjono Soekanto menyebutkan bahwa langkah selanjutnya setelah merumuskan masalah adalah merumuskan tujuan penulisan. Tujuan penulisan dirumuskan secara deklaratif dan

(18)

7

merupakan pernyataan - pernyataan tentang apa yang hendak dicapai ddengan penelitian tersebut.7

Adapun yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk meneliti Kekuatan Hukum terhadap Perjanjin yang dilakukan Para Pihak Pelaksana Arisan Online.

2. Untuk mengetahui Penyelesaian Sengketa dan Tanggung Jawab Para Pihak dalam Pelaksanaan Arisan Online.

3. Untuk mengetahui Analisis Hukum terhadap Pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor .106/Pdt.G/2017/ PN Plk.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan yang diharapkan oleh penulis ialah :

1. Manfaat teoritis

Untuk memberikan suatu pengetahuan, pengembangan wawasan,dan pemikiran mahasiswa/kalangan akademis mengenai suatu kegiatan hukum yang dilakukan melalui media elektronik terutama yang berkenaan dengan perjanjian.

2. Manfaat praktis

Untuk menjadi masukan dan sebagai referensi bagi siapa saja yang hendak melakukan kegiatan hukum melalui media elektronik, sehingga melalui skripsi ini dapat menjadi bahan untuk memperdalam pengetahuan mengenai suatu perjanjian yang dibuat melalui media elektronik.

E. Metode Penelitian

7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 2012, hal. 18.

(19)

Dalam menyusun atau menulis sebuah skripsi, harus didasarkan pada data teoritis maupun data di lapangan yang diperoleh secara obyektif sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penulis dalam penulisan karya ilmiah ini lebih berdasarkan kepada landasan teoritis dalam mencari pokok permasalahan dengan berpedoman kepada studi kepustakaan (library research) .

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Bambang sunggono menyatakan bahwa dalam penulisan sebuah karya ilmiah ada 2 (dua) jenis metode penelitian, yaitu:

A. Penelitian yuridis normatif disebut juga dengan penelitian hukum doktrinal karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya kepada peraturan-peraturan yang tertulis dan bahan hukum yang lain.

Penelitian hukum ini juga disebut sebagai penelitian kepustakaan ataupun studi dokumen disebabkan penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada diperpustakaan. Penelitian kepustakaan demikian dapat pula dikatakan sebagai lawan dari penelitian empiris (penelitian lapangan).8

B. Penelitian yuridis empiris disebut juga dengan penelitian hukum non doktrinal karena penelitian ini berupa studi-studi empiris untuk menemukan teori-teori mengenai proses terjadinya dan mengenai proses bekerjanya hukum di dalam masyarakat. Atau yang disebut juga sebagai Socio Legal Research.9

8 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 81.

9 Ibid., hal. 43.

(20)

9

Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode penelitian hukum yuridis normatif dan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, acap kali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (laws in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. Sedangkan penelitian hukum empiris adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti secara langsung di lapangan. Sehingga peneliti berusaha memberikan gambaran dan menguraikan mengenai prosedur hukum dalam hal pelaksanaan perjanjian antara para pihak yang melaksanakan Arisan Online menurut Hukum perdata dan pelaksanaan tanggung jawab para pihak tersebut.

2. Sumber Data

Data sekunder yaitu data yag diperoleh secara tidak langsung dari objek yag di teliti, antara lain; buku-buku literatur, laporan penelitian, tulisan para ahli, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan objek yang diteliti.

Dalam penelitian ini yang merupakan penelitian yuridis normatif, sebagai bahan dasar penelitiannya, menggunakan data sekunder, yakni bahan-bahan yang diperoleh dari bahan pustaka lazimnya. Data sekunder yang digunakan sebagai bahan dasar penelitian ini terdiri atas :

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum yang terdapat pada aturan perundang-undangan atau berbagai perangkat hukum, seperti Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan Kitab Undang-Undang Hukum

(21)

Perdata (KUH Perdata), dalam penelitian semacam ini, hukum ditempatkan sebagai terikat dan faktor-faktor non-hukum yang mempengaruhi hukum dipandang sebagai variabel bebas dan peraturan lainnya.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku teks, laporan-laporan, karya ilmiah, pandapat sarjana, dan hasil- hasil penelitian, dan bahan lainnya yang dapat dan berfungsi untuk memberikan penjelasan lebih lanjut atas bahan hukum primer.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier yang mencakup bahan yang memberi petunjuk/penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti: kamus hukum, ensiklopedia, jurnal ilmiah, bahan-bahan lain yang relevan,10 dan Analisis terhadap putusan Mahkamah Agung No.

106/Pdt.G/2017/PN Plk.

3. Alat Pengumpulan Data

Data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini sebagai bahan dasar penelitian dikumpulkan dengan menggunakan studi dokumen (documents study) atau studi kepustakaan (library research) sebagai alat pengumpulan data.11 Studi dokumen tersebut merupakan penelitian bahan hukum primer, yaitu peraturan-peraturan perundang-undangan yang berkiatan

10 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009), hal. 97.

11 Ibid., hal. 66

(22)

11

dengan hukum perjanjian, khususnya mengenai analisis hukum atas timbulnya wanprestasi didalam suatu perjanjian ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUH Perdata ).

4. Analisis Data

Analisis data adalah pengolahan data yang diperoleh baik dari penelitian pustaka maupun penelitian lapangan. Data sekunder yang didapat dari kepustakaan dipilih serta dihimpun secara sistematis sehingga dapat dijadikan acuan dalam melakukan analisis. Dari hasil penelitian baik pustaka maupun lapangan ini dilakukan pembahasan secara deskriptif analisis. Deskriptif adalah pemaparan hasil penelitian dengan tujuan agar diperoleh suatu gambaran yang menyeluruh namun tetap sistematik terutama mengenai fakta yang berhubungan dengan permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini.

F. Keaslian Penulisan

Sepanjang pengamatan dan penelusuran yang telah dilakukan, belum ada penelitian tentang Analisis Hukum Pelaksanaan Para Pihak Arisan Online Menurut Hukum Perdata (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor.

106/Pdt.G/2017/PN Plk), sesuai dengan judul skripsi ini. Telah dilakukan juga pemeriksaan judul skripsi tersebut kepada Arsip Perpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara / Pusat Dokumentasi dan Informasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang menyatakan bahwa “Tidak Ada Judul yang Sama”. Maka berdasarkan hal ini wajarlah bila penelitian terhadap judul skripsi tersebut tetap dilanjutkan. Diadakan juga penelusuran mengenai berbagai judul karya ilmiah melalui media internet, dan sepanjang penelusuran yang dilakukan belum ada yang pernah diteliti dalam

(23)

bentuk skripsi, karena skripsi ini dibuat sendiri dengan menggunakan berbagai literatur,sehingga penulisan skripsi ini masih asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.

G. Sistematika Penulisan

Dalam menghasilkan penulisan skripsi yang baik, maka pembahasannya harus diuraikan secara sistematika. Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa tahapan yang disebut dengan bab. Dimana msing-masing bab dibagi dalam beberapa sub bab yang msing-masing bab diuraikan masalahnya secara tersendiri, namun masih dalam konteks yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Secara sistematis penulis menempatkan materi pembahasan keseluruhan kedalam 5 ( lima ) bab terperinci, adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bagian pendahuluan ini akan membahas mengenai gambaran umum tentang skripsi yang terdiri dari Latar Belakang penulisan skripsi, Pemasalahan yang diambil oleh penulis dalam skripsi, Tujuan penulisan, Manfaat penulisan, Metode penelitian yang akan diteliti oleh penulis, Keaslian penulisan, dan Sistematika penulisan.

BAB II KEKUATAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN YANG DILAKUKAN PARA PIHAK PELAKSANA ARISAN ONLINE

(24)

13

Pada bagian bab ini akan membahas mengenai tinjauan umum tentang perjanjian, tinjauan umum tentang arisan, perlindungan hukum terhadap para pihak dalam arisan online, pelanggaran-pelanggaran hukum yang terjadi dalam arisan online, dan Kekuatan Hukum Terhadap Perjanjian yang dilakukan para pihak pelaksana Arisan Online.

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DAN TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PELAKSANAAN ARISAN ONLINE

Pada bagian bab ini akan membahas mengenai Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian, Mekanisme Pelaksanaan Perjanjian Pelaksanaan Arisan Online, Penyelesaian Sengketa Yang Timbul Dalam Perjanjian Pelaksanaan Arisan Online, dan Tanggung Jawab yang dilakukan Para Pihak dalam Pelaksanaan Arisan Online.

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG Nomor.106/Pdt.G/2017/PN Plk

Pada bagian bab ini akan membahas mengenai Kasus Posisi, Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Pelaksanaan Arisan Online, Pertimbangan dan Analisis Majelis Hakim dalam Putusan Mahkamah Agung No.106/Pdt.G/2017/PN Plk dan terakhir berupa Tanggapan.

(25)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bagian bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini. Bab ini berisi kesimpulan dari permasalahan pokok keseluruhan isi. Saran merupakan upaya yang diusulkan agar hal-hal yang dikemukakan dalam pembahasan permasalahan dapat lebih berdaya guna.

(26)

BAB II

KEKUATAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN YANG DILAKUKAN PARA PIHAK PELAKSANA ARISAN ONLINE

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian

Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1313, yaitu bahwa perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan terjemahan dari perkataan overeekomst dalam bahasa Belanda. Kata overeekomst tersebut lazim diterjemahkan juga dengan kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut sama artinya dengan perjanjian. Adapula yang berpendapat bahwa perjanjian tidak sama dengan persetujuan. Perjanjian merupakan terjemahan dari oveereenkomst sedangkan perjanjian merupakan terjemahan dari toestemming yang ditafsirkan sebagai wilsovereenstemming (persesuaian kehendak/kata sepakat).

Perbedaan pandangan dari para sarjana, timbul karena adanya sudut pandang yang berbeda, yaitu pihak yang satu melihat objeknya dari perbuatan yang dilakukan subyek hukumnya. Sedangkan pihak yang lain meninjau dari sudut hubungan hukum. Hal itu menyebabkan banyak sarjana yang memberikan batasan sendiri mengenai istilah perjanjian

(27)

tersebut.Untuk membuat suatu perjanjian hendaknya kita terlebih dahulu memahami arti dari perjanjian tersebut. Apabila dilihat dari literatur banyak kita temui beraneka ragam pengertian perjanjian, di mana masing- masing dari sarjana memberikan pengertian sendiri-sendiri, hal mana pengertian tersebut dibuat oleh pakar hukum, oleh karena hal inilah kita tidak menemukan keseragaman pengertian perjanjian. Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap dan pula terlalu luas.12

Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan di lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin, yang merupakan perjanjian juga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur didalam KUH Perdata Buku III. Perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III kriterianya dapat dinilai secara materil, dengan kata lain dinilai dengan uang. Di mana disini terlihat jelas bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji pada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal.13

Menurut M. Yahya Harahap perjanjian atau verbintennis mengandung pengertian:“Suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk

12 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 65.

13 R.Subekti, Hukum Perjanjian Cetakan ke-21, PT. Intermasa, Jakarta, 2005, hal. 1.

(28)

17

memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasinya”. 14 Berdasarkan pengertian singkat di atas dijumpai di dalamnya beberapa unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain “Hubungan hukum (rechtbetrekking) yang menyangkut Hukum Kekayaan antara dua orang (persoon) atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi “.

Menurut Subekti, “perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.15

Suatu perjanjian adalah semata-mata suatu persetujuan yang diakui oleh hukum. Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok dalam dunia usaha, dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang seperti jual beli barang, tanah, pemberian kredit, asuransi, pengangkutan, pembentukan organisasi usaha dan sebegitu jauh menyangkut juga tenaga kerja.16 Ada beberapa penulis yang memakai perkataan persetujuan yang tentu saja tidak salah, karena peristiwa termaksud juga berupa suatu kesepakatan atau pertemuan kehendak antara dua orang atau lebih untuk melaksanakan sesuatu dan perkataan persetujuan memang lebih sesuai dengan perkataan Belanda overeenkomst yang dipakai oleh BW, tetapi karena perjanjian oleh masyarakat sudah dirasakan sebagai suatu istilah

14 Ibid.,hal. 6

15 R. Subekti, Hukum Perjanjian, (R. Subekti, I), Intermasa, Jakarta, 1979, hal. 1

16 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal. 93.

(29)

yang mantap untuk menggambarkan rangkaian janji-janji yang pemenuhannya dijamin oleh hukum.17

Menurut Salim HS,Perjanjian adalah Hubungan huku m antara subjek yang satu dengan subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya. 18 R.M. Sudikno Mertokusumo mengemukakan bahwa perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.19

Menurut R. Setiawan, menyebutkan bahwa perjanjian ialah suatu perbuatan hukum di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.20 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, berpendapat bahwa perjanjian merupakan perbuatan hukum dimana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih.21 Dari pendapat-pendapat di atas, maka pada dasarnya perjanjian adalah proses interaksi atau hubungan hukum dan dua perbuatan hukum yaitu penawaran oleh pihak yang satu dan penerimaan

17 R.Subekti, Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional, (R. Subekti, II), Alumni, Bandung, 1984, hal. 1

18 Salim HS, Hukum Kontrak, Teori & Tekriik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008),hal. 27

19 R.M.Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum ( Suatu Pengantar ), (Yogyakarta:

Liberty, 1988), hal. 97

20 R.Setiawan, Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya, Bina Cipta, Bandung, 1987, hal. 49

21 Sri Sofwan Masjchoen, Hukum Jaminan di Indonesia, Op. Cit., hal. 1.

(30)

19

oleh pihak yang lainnya sehingga tercapai kesepakatan untuk menentukan isi perjanjian yang akan mengikat kedua belah pihak.

Selanjutnya pengertian perjanjian yang dibahas pada Pasal 1313 KUH Perdata, ternyata mendapat kritik dan para sarjana hukum karena masih mengandung kelemahan-kelemahan. Sehingga di dalam prakteknya menimbulkan berbagai keberatan sebab di satu pihak batasan tersebut sangat kurang lengkap, namun di lain pihak terlalu luas. Rumusan pengertian tentang perjanjian menurut KUH Perdata tersebut memberikan konskuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, di mana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitor) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditor). Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih (Pasal 1313 BW). Pengertian perjanjian ini mengandung unsur :

a. Perbuatan

Penggunaan kata “Perbuatan” pada perumusan tentang Perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan;

b. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih,

Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok/pas satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.

(31)

c. Mengikatkan dirinya,

Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.

Sebelum suatu perjanjian disusun perlu diperhatikan identifikasi para pihak, penelitian awal tentang masing-masing pihak sampai dengan konsekuensi yuridis yang dapat terjadi pada saat perjanjian tersebut dibuat.22 Setelah subjek hukum dalam perjanjian telah jelas, termasuk mengenai kewenangan hukum masing-masing pihak, maka pembuat perjanjian harus menguasai materi atas perjanjian yang akan dibuat oleh para pihak. Dua hal paling penting dalam perjanjian adalah objek dan hakikat daripada perjanjian serta syarat-syarat atau ketentuan yang disepakati.

Dalam berbagai hukum perjanjian, apabila suatu perjanjian telah memenuhi semua syarat - syaratnya dan menurut hukum perjanjian telah memenuhi rukun dan syarat-syaratnya perjanjian tersebut mengikat dan wajib dipenuhi serta berlaku sebagai hukum, dengan kata lain, perjanjian itu menimbulkan akibat hukum yang wajib dipenuhi oleh pihak-pihak terkait, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi “ Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya ”. Pada asasnya perjanjian hanya mengikat pihak-pihak yang membuatnya, seperti tampak dalam

22 Salim H.S, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU), (Jakarta: Sinar grafika, 2007),hal.124

(32)

21

bunyi pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata, hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 1315 KUH Perdata.23 Perjanjian itu merupakan sumber perikatan yang terpenting, karena perikatan adalah suatu pengertian abstrak sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang konkrit atau suatu peristiwa yang nyata mengikat para pihak yang membuat suatu perjanjian.

2. Jenis – Jenis Perjanjian

Menurut Sutarno, perjanjian dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu:

a. Perjanjian timbal balik

Perjanjian timbal balik adalah peranjian yang dibuat dengan meletakkan hak dan kewajiban kepada kedua pihak yang membuat perjanjian.

Misalnya perjanjian jual beli Pasal 1457 KUHPerdata dan perjanjian sewa menyewa Pasal 1548 KUHPerdata. Dalam perjanjian jual beli hak dan kewajiban ada di kedua belah pihak. Pihak penjual berkewajiban menyerahkan barang yang dijual dan berhak mendapat pembayaran dan pihak pembeli berkewajiban membayar dan hak menerima barangnya.

b. Perjanjian sepihak

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan kewajiban pada salah satu pihak saja. Misalnya perjanjian hibah. Dalam hibah ini kewajiban hanya ada pada orang yang menghibahkan yaitu memberikan barang yang dihibahkan sedangkan penerima hibah tidak

23 Chairun Pasaribu dan Suharawardi Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, Jakarta, 2011, hal.263

(33)

mempunyai kewajiban apapun. Penerimahibah hanya berhak menerima barang yang dihibahkan tanpa berkewajiban apapun kepada orang yang menghibahkan.

c. Perjanjian dengan percuma

Perjanjian dengan percuma adalah perjanjian menurut hukum terjadi keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah (schenking) dan pinjam pakai Pasal 1666 dan 1740 KUHPerdata.

d. Perjanjian konsensuil, riil dan formil

Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang dianggap sah apabila telah terjadi kesepakatan antara pihak yang membuat perjanjian.

Perjanjian riil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi barangnya harus diserahkan. Misalnya perjanjian penitipan barang pasal 1741 KUHPerdata dan perjanjian pinjam mengganti Pasal 1754 KUHPerdata.

Perjanjian formil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi undang-undang mengharuskan perjanjiantersebut harus dibuat dengan bentuk tertentu secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat umum notaris atau PPAT. Misalnya jual beli tanah, undang-undang menentukan akta jual beli harus dibuat dengan akta PPAT, perjanjian perkawinan dibuat dengan akta notaris.

e. Perjanjian bernama atau khusus dan perjanjian tak bernama

(34)

23

Perjanjian bernama atau khusus adalah perjanjian yang telah diatur dengan ketentuan khusus dalam KUHPerdata Buku ke tiga Bab V sampai dengan Bab XVIII. Misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, hibah dan lain - lain. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam undang-undang. Misalnya perjanjian leasing, perjanjian keagenan dan distributor, perjanjian kredit.24

Sedangkan menurut Achmad Busro, jenis perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara, adapun perbedaannya adalah sebagai berikut:

a. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak

Perjanjian timbal balik yaitu perjanjian yang dapat menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak yang melakukannya. Misalnya : kewajiban yang timbul dalam perjanjian jual beli, pihak penjual mempunyai kewajiban pokok menyerahkan barang yang dijualnya, dipihak lain pembeli mempunyai kewajiban untuk membayar harga yang telah disepakati. Perjanjian sepihak yaitu perjanjian dimana salah satu pihak saja yang dibebani suatu kewajiban. Misalnya : dalam perjanjian pemberian hibah, hanya satu pihak saja yang mempunyai kewajiban.

b. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian dengan alas hak membebani Perjanjian cuma-cuma yaitu suatu perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak tanpa adanya imbalan dari pihak lain.

Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang lain, antara prestasi dan kontra prestasi

24 Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung, 2003, hal.

82

(35)

tersebut terdapat hubungan menurut hukum meskipun kedudukannya tidak harus sama. Misal: Disatu pihak berprestasi sepeda, di pihak lain berprestasi kuda. Jadi disini yang penting adanya prestasi dan kontra prestasi.

c. Perjanjian konsensuil, riil dan formil

Perjanjian konsensuil yaitu adanya suatu perjanjian cukup dengan adanya kata sepakat dari para pihak. Misalnya: Masing-masing pihak sepakat untuk mengadakan jual beli kambing. Perjanjian riil yaitu perjanjian disamping adanya kata sepakat masih diperlukan penyerahan bendanya. Misalnya: Dalam jual beli kambing tersebut harus ada penyerahan dan masih diperlukan adanya formalitas tertentu. Adapun untuk perjanjian formil dalam perjanjian jual beli kambing di atas dengan dibuatkan akta tertentu.

d. Perjanjian bernama, tidak bernama dan perjanjian campuran.

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang telah ada namanya seperti dalam buku III KUHPerdata Bab V sampai dengan Bab XVIII.

Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak ada namanya.

Ketentuannya diatur dalam buku III KUHPerdata Bab I sampai dengan Bab IV yang merupakan ketentuan umum. Perjanjian campuran adalah perjanjian yang terdiri dari beberapa perjanjian bernama juga kemungkinan pula terdapat perjanjian tidak bernama.

e. Perjanjian kebendaan dan obligatoir

(36)

25

Perjanjian kebendaan yaitu perjanjian untuk menyerahkan hak kebendaan. Sedangkan perjanjian obligatoir yaitu perjanjian yang dapat menimbulkan kewajiban kepada pihak-pihak, misalnya: jual beli.

f. Perjanjian yang sifatnya istimewa

1. Perjanjian liberatoir yaitu perjanjian untuk membebaskan dari kewajiban. Misal dalam Pasal 1438 KUHPerdata mengenai pembebasan hutang dan pasal-pasal berikutnya (Pasal 1440 dan Pasal 1442 KUHPerdata).

2. Perjanjian pembuktian, yaitu perjanjian dimana para pihak sepakat menentukan pembuktian yang berlaku bagi para pihak.

3. Perjanjian untung-untungan, seperti yang ada dalam Pasal 1774 yaitu perjanjian yang pemenuhan prestasinya digantungkan pada kejadian yang belum tentu terjadi.

4. Perjanjian publik, yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa. Contoh: Perjanjian yang dilakukan antara mahasiswa tugas belajar (ikatan dinas).25

Dalam hukum adat, perjanjian real justru yang lebih menonjol sesuai dengan sifat hukum adat bahwa setiapperbuatan hukum (perjanjian) yang obyeknya benda tertentu, seketika terjadi persetujuan kehendak serentak keetika itu juga terjadi peralihan hak. Hal ini disebut "kontan dan tunai".

26Salim H.S. memaparkan jenis perjanjian dengan cara yang sedikit berbeda

25 Achmad Busro, Hukum Perikatan, Semarang, Oetama, 1985, hal. 4

26 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Penerbit Alumni, Bandung, 1982, hal. 86

(37)

dibandingkan dengan para sarjana di atas. Salim H.S di dalam bukunya menyebutkan bahwa jenis kontrak atau perjanjian adalah:

a. Kontrak Menurut Sumber Hukumnya

Kontrak berdasarkan sumber hukumnya merupakan penggolongan kontrak yang didasarkan pada tempat kontrak itu ditemukan. Perjanjian (kontrak) dibagi jenisnya menjadi lima macam, yaitu:

1) Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti halnya perkawinan;

2) Perjanjian yang bersumber dari kebendaan, yaitu yang berhubungan dengan peralihan hukum benda, misalnya peralihan hak milik;

3) Perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban;

4) Perjanjian yang bersumber dari hukum acara, yang disebut dengan bewijsovereenkomst;

5) Perjanjian yang bersumber dari hukum publik, yang disebut dengan publieckrechtelijke overeenkomst ;

b. Kontrak Menurut Namanya

Penggolongan ini didasarkan pada namaperjanjian yang tercantum di dalam Pasal 1319 KUHPerdata dan Artikel 1355 NBW. Di dalam Pasal 1319 KUHPerdata dan Artikel 1355 NBW hanya disebutkan dua macam kontrak menurut namanya, yaitu kontrak nominaat (bernama) dan kontrak innominaat (tidak bernama). Kontrak nominnat adalah kontrak yang dikenal dalam KUHPerdata. Yang termasuk dalam kontrak nominaat adalah jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam

(38)

27

pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian.

Sedangkan kontrak innominaat adalah kontrak yang timbul, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

Jenis kontrak ini belum dikenal dalam KUHPerdata. Yang termasuk dalam kontrak innominat adalah leasing, beli sewa, franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, keagenan, production sharing, dan lain-lain. Namun, Vollmar mengemukakan kontrak jenis yang ketiga antara bernama dan tidak bernama, yaitu kontrak campuran.

Kontrak campuran yaitu kontrak atau perjanjian yang tidak hanya diliputi oleh ajaran umum (tentang perjanjian) sebagaimana yang terdapat dalam title I, II, dan IV karena kekhilafan, title yang terakhir ini (title IV) tidak disebut oleh Pasal 1355 NBW, tetapi terdapat hal mana juga ada ketentuan-ketentuan khusus untuk sebagian menyimpang dari ketentuan umum. Contoh kontrak campuran, pengusaha sewa rumah penginapan (hotel) menyewakan kamar-kamar (sewa menyewa), tetapi juga menyediakan makanan ( jual beli ), dan menyediakan pelayanan (perjanjian untuk melakukan jasa-jasa).

Kontrak campuran disebut juga dengan contractus sui generis, yaitu ketentuanketentuan yang mengenai perjanjian khusus paling banter dapat diterapkan secara analogi (Arrest HR 10 Desember 1936) atau orang menerapkan teori absorpsi (absorptietheorie), artinya diterapkanlah peraturan perundangundangan dari perjanjian, dalam peristiwa yang terjadi merupakan peristiwa yang paling menonjol, sedangkan dalam tahun 1947 Hoge Raad

(39)

menyatakan diri (HR,21 Februari 1947) secara tegas sebagai penganut teori kombinasi.

c. Kontrak Menurut Bentuknya

Di dalam KUHPerdata, tidak disebutkan secara sistematis tentang bentuk kontrak. Namun apabila kita menelaah berbagai ketentuan yang tercantum dalam KUHPerdata maka kontrak menurut bentuknya dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu kontrak lisan dan tertulis. Kontrak lisan adalah kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh para pihak cukup dengan lisan atau kesepakatan para pihak (Pasal 1320 KUHPerdata). Dengan adanya konsensus maka perjanjian ini telah terjadi.

Termasuk dalam golongan ini adalah perjanjian konsensual dan riil. Pembedaan ini diilhami dari hukum Romawi.

Dalam hukum Romawi, tidak hanya memerlukan adanya kata sepakat, tetapi perlu diucapkan kata-kata dengan yang suci dan juga harus didasarkan atas penyerahkan nyata dari suatu benda. Perjanjian konsensual adalah suatu perjanjian terjadi apabila ada kesepakatan para pihak. Sedangkan perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata. Kontrak tertulis merupakan kontrak yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan. Hal ini dapat kita lihat pada perjanjian hibah yang harus dilakukan dengan akta notaris (Pasal 1682 KUHPerdata).

Kontrak ini dibagi menjadi dua macam, yaitu dalam bentuk akta di bawah tangan dan akta autentik. Akta autentik terdiri dari akta pejabat dan akta para pihak. Akta yang dibuat oleh notaris itu merupakan akta pejabat. Contohnya, berita acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam sebuah PT. Akta yang

(40)

29

dibuat di hadapan notaris merupakan akta yang dibuat oleh para pihak di hadapan notaris. Di samping itu, dikenal juga pembagian menurut bentuknya yang lain, yaitu perjanjian standar. Perjanjian standar merupakan perjanjian yang telah dituangkan dalam bentuk formulir.

d. Kontrak Timbal Balik

Penggolongan ini dilihat dari hak dan kewajiban para pihak. Kontrak timbal balik merupakan perjanjian yang dilakukan para pihak menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban pokok seperti pada jual beli dan sewa menyewa.

Perjanjian timbal balik ini dibagi menjadi dua macam, yaitu timbal balik tidak sempurna dan yang sepihak.

1) Kontak timbal balik tidak sempurna menimbulkan kewajiban pokok bagi satu pihak, sedangkan lainnya wajib melakukan sesuatu. Di sini tampak ada prestasi-prestasi seimbang satu sama lain. Misalnya, si penerima pesan senantiasa berkewajiban untuk melaksanakan pesan yang dikenakan atas pundaknya oleh orang pemberi pesan. Apabila si penerima pesan dalam melaksanakankewajiban-kewajiban tersebut telah mengeluarkan biaya-biaya atau olehnya telah diperjanjikan upah, maka pemberi pesan harus menggantinya.

2) Perjanjian sepihak merupakan perjanjian yang selalu menimbulkan kewajiban-kewajiban hanya bagi satu pihak. Tipe perjanjian ini adalah perjanjian pinjam mengganti. Pentingnya pembedaan di sini adalah dalam rangka pembubaran perjanjian.

e. Perjanjian Cuma-Cuma atau dengan Alas Hak yang Membebani

(41)

Penggolongan ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi dari pihak lainnya. Perjanjian cuma-cuma merupakan perjanjian, yang menurut hukum hanyalah menimbulkan keuntungan bagi salah satu pihak.

Contohnya, hadiah dan pinjam pakai. Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang membebani merupakan perjanjian, disamping prestasi pihak yang satu senantiasa ada prestasi (kontrak) dari pihak lain, yang menurut hukum saling berkaitan.

Misalnya, A menjanjikan kepada B suatu jumlah tertentu, jika B menyerahkan sebuah benda tertentu pula kepada A.

f. Perjanjian Berdasarkan Sifatnya

Penggolongan ini didasarkan pada hak kebendaan dan kewajiban yang ditimbulkan dari adanya perjanjian tersebut. Perjanjian menurut sifatnya dibagi menjadi dua macam, yaitu perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst) dan perjanjian obligatoir. Perjanjian kebendaan adalah suatu perjanjian, yang ditimbulkan hak kebendaan, diubah atau dilenyapkan, hal demikian untuk memenuhi perikatan. Contoh perjanjian ini adalah perjanjian pembebanan jaminan dan penyerahan hak milik. Sedangkan perjanjian obligatoir merupakan perjanjian yang menimbulkan kewajiban dari para pihak.

Disamping itu, dikenal juga jenis perjanjian dari sifatnya, yaitu perjanjian pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian yang utama, yaitu perjanjian pinjam meminjam uang, baik kepada individu maupun pada lembaga perbankan. Sedangkan perjanjian accesoir merupakan perjanjian tambahan, seperti perjanjian pembebanan hak tanggungan atau fidusia.

g. Perjanjian dari Aspek Larangannya

(42)

31

Penggolongan perjanjian berdasarkan larangannya merupakan penggolongan perjanjian dari aspek tidak diperkenankannya para pihak untuk membuat perjanjian yang bertentang dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Ini disebabkan perjanjian itu mengandung praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Di dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,perjanjian yang dilarang dibagi menjadi tiga belas jenis, sebagaimana disajikan berikut ini:

1) Perjanjian oligopoli, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya untuk secara bersama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa. Perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat.

2) Perjanjian penetapan harga, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggaran pada pasar yang bersangkutan sama. Pengecualian dari ketentuan ini adalah :

a) Suatu perjanjian yang dibuat usaha patungan, dan

b) Suatu perjanjian yang didasarkan pada undang-undang yang berlaku.

3) Perjanjian dengan harga berbeda, yaituperjanjian yang dibuat antara pelaku-pelaku usaha yang mengakibatkan pembeli yang satu harus

(43)

membayar dengan harga berbeda dariharga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang atau jasa yang berbeda.

4) Perjanjian dengan harga di bawah harga pasar, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga yang berada di bawah harga pasar, perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

5) Perjanjian yang memuat persyaratan, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya.

Tindakan ini dilakukan dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

6) Perjanjian pembagian wilayah, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha persaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa. Perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat.

7) Perjanjian pemboikotan, yaitu suatu perjanjian yang dilarang, yang dibuat pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk mengahalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usah yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun luar negeri.

8) Perjanjian kartel, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha persaingnya, yang bermaksud untuk

(44)

33

mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

9) Perjanjian trust, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerjasama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perseroan anggotanya. Perjanjian ini bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

10) Perjanjian oligopsoni, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jas dalam pasar yang bersangkutan. Perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

11) Perjanjian integrasi vertikal, perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan / atau jasa tertentu. Setiap rangkaian produksi itu merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung yang dapat mengakibatkan

(45)

terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.

12) Perjanjian tertutup, yaitu perjanjianyang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepad pihak dan atau pada tempat tertentu.

13) Perjanjian dengan pihak luar negeri, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pihak lainnya di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkanterjadinya praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat.

Dari berbagai perjanjian yang dipaparkan di atas, menurut Salim H.S, jenis atau pembagian yang paling asasi adalah pembagian berdasarkan namanya, yaitu kontrak nominaat dan innominaat. Dari kedua perjanjian ini maka lahirlah perjanjian-perjanjian jenis lainnya, seperti segi bentuknya, sumbernya, maupun dari aspek hak dan kewajiban. Misalnya,perjanjian jual beli maka lahirlah perjanjian konsensual, obligator dan lain-lain.27

3. Syarat – Syarat Sahnya Perjanjian

Menurut Marhainis Abdul Hay,28 lahirnya suatu perjanjian terjadi apabila ada kata sepakat dan pernyataan sebelah menyebelah. Kata sepakat dalam hal ini adalah mengenai hal-hal yang pokok baik berbentuk lisan ataupun tulisan, sedangkan pernyataan sebelah menyebelah terjadi apabila satu pihak yang menawarkan menyatakan tentang perjanjian dan pihak lawan setuju tentang apa

27 Salim H.S., Hukum Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal. 27-32

28 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, op.cit., hlm. 108-115.

(46)

35

yang dinyatakan sebelumnya. Dalam Pasal 1320 KUH Perdata disebutkan bahwa:

“Untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat :

a. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

b. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

c. suatu hal tertentu;

d. suatu sebab yang halal”.

Dalam rumusan Pasal di atas disebutkan bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat. Kedua syarat pertama dinamakan syarat subyektif, karena kedua syarat tersebut menyangkut subyek perjanjian, sedangkan kedua syarat terakhir disebut syarat obyektif, karena menyangkut obyek dari perjanjian.

Terdapatnya cacat kehendak (yang disebabkan adanya keliru, paksaan, ataupun penipuan) atau tidak cakap untuk membuat perikatan mengakibatkan dapat dibatalkannya perjanjian. Jika obyeknya tidak tertentu atau tidak dapat ditentukan atau klausanya tidak halal maka perjanjian batal demi hukum. Sesuai dengan asas konsensualisme, suatu perjanjian lahir pada saat tercapainya kata sepakat mengenai hal-hal pokok.

Untuk mengetahui lahirnya suatu perjanjian perlu diketahui apakah telah tercapai kata sepakat atau belum. Pengertian kata sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overrenstemende wilsklaring) antara pihak- pihak. Perjanjian harus dianggap dilahirkan pada saat dimana pihak yang melakukan penawaran (offerte) menerima jawaban yang termaktub dalam surat

(47)

tersebut (acceptatie), sehingga pada detik itulah dianggap sebagai detik lahirnya sepakat.29

Menurut Rutten, penawaran dirumuskan sebagai suatu usul yan ditujukan kepada pihak lain untuk menutupi perjanjian, usul mana telah dirumuskan sedemikian rupa sehingga penerimaan oleh pihak lain segera melahirkan perjanjian. 30 Penerimaan/akseptasi mengikat orang yang menyatakan akseptasinya, sejak saat akseptasi diberikan, kecuali penerimaan tersebut dilakukan dengan bersyarat. Cara menyatakan penerimaan/akseptasi adalah bebas, kecuali oleh orang yang menawarkan diisyaratkan suatu bentuk akseptasi tertentu.

Untuk lahirnya perjanjian yang sah, pernyataan kehendak harus merupakan perwujudan kehendak yang bebas, tanpa paksaan (dwang), kekhilafan (dwaling) atau penipuan (bedrog). Paksaan menurut KUH Perdata adalah suatu perbuatan yang menakutkan seseorang yang berpikiran sehat dimana terhadap orang yang terancam karena paksaan tersebut timbulketakutan baik terhadap dirinya maupun terhadap kekayaan dengan suatu kerugian yang terang dan nyata, sedangkan kehilafan dapat terjadi mengenai orang atau barang yang menjadi tujuan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Penipuan dalam suatu perjanjian maksudnya adalah suatu tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak sehingga menyebabkan pihak lain dalam kontrak tersebut telah menandatangani kontrak itu, padahal tanpa tipu muslihat tersebut pihak lain itu tidak akan menandatangani kontrak yang bersangkutan.

29 Subekti, op.cit., hal. 27

30 Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Buku I, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal. 237.

(48)

37

Mengenai kapan suatu kesepakatan kehendak terjadi yang menentukan pula kapan suatu perjanjian telah mulai berlaku, dikenal beberapa teori tentang kesepakatan kehendak31 :

a. Teori kehendak (wilstheorie), yang menentukan apakah telah terjadi suatu perjanjian adalah kehendak para pihak. Menurut teori ini perjanjian mengikat kalau kedua kehendak telah saling bertemu.

b. Teori pengiriman (verzentdtheorie) mengajarkan bahwa kata sepakat terbentuk pada saat dikirimnya jawaban oleh pihak yang kepadanya telahditawarkan suatu perjanjian, karena sejak saat pengiriman tersebut, sipengirim jawaban telah kehilangan kekuasaan atas surat yang dikirim itu.

c. Teori pengetahuan (vernemingstheorie) mengajarkan bahwa kata sepakat telah terbentuk pada saat pihak yang menawarkan mengetahui bahwa tawarannya telah disetujui oleh pihak lainnya.

d. Teori kepercayaan (vertrouwenstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak secara obyektif dapat dipercaya.

Asser,32 membedakan syarat-syarat perjanjian menjadi beberapa bagian perjanjian, yaitu bagian inti (wezenlijk oordeel) dan bagian yang bukan inti (non wezenlijk oordeel). Bagian inti disebut esensialia, sedangkan bagian bukan inti terdiri dari naturalia dan accidentalia.

Sifat yang harus ada di dalam perjanjian merupakan esensialia, yaitu sifat yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta (contstructiev

31 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, op.cit., hal. 24

32 Ibid.

Referensi

Dokumen terkait

oleh orang lain karena pekerjaannya serabutan. Aku ingin suamiku bekerja yang layak misalnya perusahaan atau yang sejenis”. Kemudian konselor melanjutkan konfrontasi agar

Selain itu aplikasi informasi tentang makanan aneka pasta juga dapat menarik pengguna informasi, karena terdapat beberapa animasi teks, bunyi, dan warna-warna yang membuat

dipilih adalah karyawan yang membuat laporan keuaangan perusahaan dan dapat menjelaskan mengenai laporan keuangan yang dibuatnya. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini

Sistem pengawasan pasar merupakan sistem yang dibuat oleh bursa efek dengan tujuan agar sistem tersebut dapat memberikan optimalisasi keamanan transaksi dari praktek penipuan,

Implementasi Sikades (Sistem Informasi Kependudukan Desa) Untuk Kemudahan Layanan Administrasi Desa Berbasis Web Mobile.Jurnal informatika.. 2014, Rancang Bangun Sistem

Dim hasil_1 As Double Dim hasil_2 As Double Dim hasil_3 As Double Dim hasil_4 As Double Dim hasil_5 As Double Dim hasil_6 As Double Dim leaving_flow

Rendahnya nilai kalori yang dihasilkan disebabkan karena kandungan lemak, protein, dan karbohidrat yang rendah pada nugget jamur kuping.. Tekstur merupakan penginderaan

Oleh karena sebab itu untuk mempertahankan kotuinitas perusahaan maka perrusahaan tersebut akan melakukan kegiatan pemasaran atau penjualan guna memperoleh laba yang merupakan