• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

1. Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah

Menurut Darise ( 2007 : 43 ), “ Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan’. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, PAD terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Berdasarkan UU nomor 22 tahun 1999 pasal 79 disebutkan bahwa pendapatan asli daerah terdiri dari :

a. Hasil pajak daerah b. Hasil retribusi daerah

c. Hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan milik daerah yang dipisahkan dan

d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah

Berdasarkan Undang-Undang No.34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan retribusi Daerah, yang dimaksud dengan “Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada

(2)

daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah pembangunan daerah”. Pasal 2 ayat (1) dan (2) didalam Undang –Undang nomor 18 tahun 1999 disebutkan bahwa jenis pajak daerah yaitu :

1. Jenis pajak daerah Tingkat I terdiri dari : a. Pajak kenderaan bermotor

b. Bea balik nama kenderaan bermotor c. Pajak bahan bakar kenderaan bermotor 2. Jenis pajak dearah Tingkat II terdiri dari :

a. Pajak hotel dan restoran b. Pajak hiburan

c. Pajak reklame

d. Pajak penerangan jalan, dan lain-lain.

Disamping Pajak Daerah, Sumber pendapatan asli daerah yang cukup besar peranannya dalam menyumbang pada terbentuknya pendapatan asli daerah adalah retribusi daerah. Retribusi daerah merupakan salah satu jenis penerimaan daerah yang dipungut sebagai pembayaran atau imbalan langsung atas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat. Menurut Undang-Undang No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan

(3)

dan atau diberikan oleh PEMDA oleh kepentingan orang pribadi atau badan. Jadi dalam hal retribusi daerah balas jasa dengan adanya retribusi daerah tersebut dapat langsung ditunjuk. Misalnya retribusi jalan, karena kendaraan tertentu memang melewati jalan di mana retribusi jalan itu dipungut, retribusi pasar dibayar karena ada pemakaian ruangan pasar tertentu oleh si pembayar retribusi.

Tarif retribusi bersifat fleksibel sesuai dengan tujuan retribusi dan besarnya biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah masing-masing untuk melaksanakan atau mengelola jenis pelayanan publik di daerahnya. Semakin efisien pengelolaan pelayanan publik di suatu daerah, maka semakin kecil tarif retribusi yang dikenakan. Jadi sesungguhnya dalam hal pemungutan iuran retribusi itu dianut asas manfaat (benefit principles). Dalam asas ini besarnya pungutan ditentukan berdasarkan manfaat yang diterima oleh si penerima manfaat yang dari pelayanan yang diberikan oleh pemerintah.

b. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah

Sebagimana dinyatakan Halim (2004;67), PAD merupakan sumber murni daerah yang terdiri dari :

a. Pajak daerah-daerah

Pajak Daerah merupakan salah satu pendapatan yang memberi kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah. Menurut Siahaan (2005:7) “pajak adalah pembayaran wajib yang dikenakan berdasarkan undang-undang yang tidak dapat

(4)

dihindari bagi yang berkewajiban dan bagi mereka yang tidak mau membayar pajak dapat dilakukan paksaan. Dengan demikian, akan terjamin bahwa kas negara selalu berisi uang pajak”. Sedangkan menurut pendapat ahli yang lain yaitu mengenai pajak daerah menurut Sunarto (2005:15) beliau menyatakan bahwa “pajak daerah merupakan pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang berguna untuk menunjang penerimaan pendapatan asli daerah dan hasil penerimaan tersebut masuk di dalam APBD”. Didalam segi kewenangan pemungutan pajak atas objek di daerah, dibagi atas dua hal yaitu:

1. Pajak daerah yang dipungut oleh provinsi

Pajak provinsi didalam kewenagan pungutannya terdapat pada pemerintah daerah provinsi. Didalam pajak provinsi jenis pajak tersebut ada beberapa jenis berdasarkan undang-undang No. 34 tahun 2000, (RI,2000) tentang pajak daerah adalah :

a) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas air.

b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas air c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

d) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air bawah tanah dan air permukaan

(5)

2. Pajak daerah yang dipungut oleh Kabupaten atau Kota.

Pajak Kabupaten/kota kewenangan pemungutan ada pada pemerintah daerah kabupaten atau kota. Jenis pajak kabupaten atau kota berdasarkan Undang undang No. 34 tahun 2000 (RI, 2000) tentang Pajak Daerah ditetapkan sebanyak tujuh, yaitu:

(a). Pajak Hotel

(b). Pajak Restoran

(c). Pajak Hiburan

(d). Pajak Reklame

(e). Pajak Penerangan Jalan

(f). Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

(g). Pajak Parkir

b. Retribusi Daerah

Retribusi daerah adalah Penerimaan pemerintah daerah selain dari pajak daerah dan bagi hasil pajak pusat yang diperuntukkan ke pemerintah daerah berasal dari retribusi daerah. Akan tetapi, untuk retribusi tiap daerah memiliki potensi yang berbeda satu sama lain, untuk itu pemerintah daerah harus dapat melihat peluang apa saja yang dapat dilakukan dalam menggali penerimaan dari retribusi untuk menunjang penerimaan. Di dalam jenis pungutannya pajak dan retribusi tidaklah

(6)

sama, perbedaannya ialah pada Take and Give. Pajak merupakan iuran wajib yang dibayarkan wajib pajak ke kas negara tanpa ada kontra prestasi langsung dan yang dapat dipaksakan serta memiliki sanksi yang tegas yang ditetapkan sesuai dengan undang-undang. Sedangkan retribusi menurut Siahaan (2005:5) “retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada negara adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya secara perorangan”. Namun tidak semua jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya. Tetapi, hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial-ekonomi layak dijadikan sebagai objek retribusi. Menurut Undang-undang No. 18 Tahun 1997 (RI, 1997) menyebutkan bahwa “retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan” Jasa tertentu atau jasa jasa khusus tersebut dikelompokkan ke dalam empat bagian yakni:

1. Retribusi jasa umum, yaitu retribusi atas jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jasa umum, antara lain pelayanan kesehatan, peleyanan kebersihan, retribusi parkir ditepi jalan umum, retibusi pelayanan pemakaman, penggantian biaya cetak KTP dan akta pencatatan sipil. Yang tidak termasuk jasa umum yakni jasa urusan umum pemerintah.

(7)

2. Retribusi jasa usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemda dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya disediakan oleh sektor swasta. Jasa usaha, antara lain penyewaan aset yang dimiliki/ diakui oleh pemerintah daerah, penyediaan tempat penginapan, usaha bengkel kendaraan, tempat pencucian mobil, penjualan bibit, retribusi pasar grosir, retribusi penginapan.

3. Retribusi Perizinan Tertentu, yaitu retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Mengingat bahwa fungsi perizinan dimaksudkan untuk mengadakan pembinaan, pengaturan, pengadilan, dan pengawasan, maka pada dasarnya pemberian izin oleh pemerintah daerah tidak harus dipungut retribusi. Akan tetapi, untuk melaksanakan fungsi tersebut, pemerintah daerah mungkin masih mengalami kekurangan biaya yang tidak selalu dapat dicukupi dari sumber-sumber penerimaan daerah. Perizinan tertentu yang dapat dipungut retribusi, antara lain izin mendirikan bangunan, izin penggunaan tanah, retribusi izin trayek, retribusi izin Tempat Penjualan Miniman Beralkohol.

4. Retribusi Lain-lain, sesuai dengan Undang-undang No.34 tahun 2000 telah ditetapkan retribusi jasa umum, jasa usaha, dan juga retribusi perizinan tertentu.

(8)

Sesuai dengan undang-undang tersebut daerah juga diberikan kewenangan untuk menetapkan jenis retribusi daerah lainnya yang dipandang sesuai dengan daerahnya, apakah ada potensi yang lain yang dapat dijadikan oleh pemerintah daerah sebagai retribusi.

c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang di pisahkan.

Menurut Halim (2004:68) Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut 1) bagian Laba perusahaan milik daerah , 2) bagian laba lembaga keangan bank, 3) bagian laba lembaga keuangan non bank, 4) bagian laba atas penyertaan modal/ investasi.

d. Lain-lain PAD yang sah.

Menurut Halim (2004:69) jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut :

1). Hasil penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan

2). Penerimaan jasa giro

3). Penerimaan bunga deposito

4). Denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan

(9)

2. Dana Alokasi Umum (DAU)

a. Pengertian Dana Alokasi Umum ( DAU )

Menurut Darise ( 2007 : 84 ) Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari Pendapatan APBN yang dilakukan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

DAU bersifat “Block Grant” yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Adapun cara menghitung DAU menurut ketentuan adalah sebagai berikut:

a. Dana Alokasi umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN.

b. Dana Alokasi umum (DAU) untuk daerah propinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari dana alokasi umum sebagaimana ditetapkan diatas.

c. Dana Alokasi umum (DAU) untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk daerah/kabupaten yang ditetapkan APBN dengan porsi daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

(10)

d. Porsi daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan proporsi bobot daerah kabupaten/kota di seluruh Indonesia (Prakosa, 2004).

b. Tujuan Dana Alokasi umum

Mengacu pada Peraturam Pemerintah No 104 tahun 2000, mardiasmo (2002: 157) menggungkapkan bahwa “ tujuan Dau adalah untuk horizontal equity dan sufficiency”. Tujuan horizontal equity merupakan kepentingan pemerintahan pusat dalam rangka melakukan distribusi pendapatan secara adil dan merata agar tidak terjadi kesejangan yang lebar antar daerah. Sementara itu yang menjadi kepentingan daerah adalah kecukupan (sufficiency), terutama adalah untuk menutup fiscal gap. Fiscal gap terjadi karena karakteristik daerah di indonesia sangat bereneka ragam. Ada daerah yang di anugerahi kekayaan alam yang sangat melimpah. Ada juga daerah yang sebenarnya tidak memiliki kekayaan alam yang besar namun karena struktur perekonomian mereka telah tertata dengan baik maka potensi pajak dapat di optimalkan segingga daerah tersebut menjadi kaya. Namun, banyak juga daerah yang secara alamiah mapun struktur ekonomi masih sangat tertinggal. Untuk itulah maka transfer dari perimbangan pusat dalam bentuk DAU masih di berikan untuk mengatasi kesengajanan antar daerah (fiscal gap). Salah satu dana perimbangan dari pemerintah ini adalah DAU yang pengalokasiannya menekan aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaraan urusan pemerintah.

(11)

Dalam hal penyampaian DAU Menurut peraturan menteri No 250/PMK.07/2014, kepala badan pusat statistik menyampaikan data dasar perhitungan DAU kepada menteri keuangan paling lambat bulan juli tahun anggaran sebelumnya, yang meliputi:

a. Jumlah penduduk

b. Indeks pembangunan manusia

c. Produk domestic regional bruto per kapita dan d. Indeks kelemahan konstruktual

3. Dana alokasi khusus (DAK)

a. Pengertian Dana Alokasi Khusus ( DAK )

Berdasarkan Undang-undang No. 33 Tahun 2004, Dana Alokasi Khusus merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Dalam website www.depkeu.djpk.go.id kebijakan DAK bertujuan :

1. Diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan di bawah rata-rata nasional, dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat yang telah merupakan urusan daerah.

(12)

2. Menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/ terpencil, daerah rawan banjir/longsor, serta termasuk kategori daerah ketahanan pangan dan daerah pariwisata.

3. Mendorong peningkatan produktivitas perluasan kesempatan kerja dan diversifikasi ekonomi terutama di pedesaan, melalui kegiatan khusus di bidang pertanian, kelautan dan perikanan, serta infrastruktur.

4. Meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pelayanan dasar dan prasarana dasar melalui kegiatan khusus di bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

Pemanfaatan DAK diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang. Dengan adanya pengalokasian DAK diharapkan dapat mempengaruhi pengalokasian anggaran belanja modal, karena DAK cenderung akan menambah aset tetap yang dimiliki pemerintah guna meningkatkan pelayanan publik.

b. pengalokasian Dana Alokasi Khusus

Tujuan pengalokasian DAK antara lain adalah untuk meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana fisik yang menjadi prioritas nasional dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi guna menyerasikan laju pertumbuhan antar daerah serta pelayanan antar sektor. Sejak 2006, ada tujuh bidang pelayanan pemerintahan yang

(13)

mendapatkan DAK, yakni pendidikan, kesehatan, infrastruktur (prasarana jalan, irigasi, dan air bersih), prasarana pemerintahan, pertanian, perikanan dan kelautan, serta lingkungan hidup. Di antara ketujuh bidang itu, bidang pendidikan, kesehatan dan infrastruktur jalan selalu mendapat porsi DAK terbanyak. Total alokasi DAK untuk ketiga bidang tersebut mencapai sekitar tiga perempat dari total DAK. Sebagaimana sudah diketahui DAK merupakan modifikasi dari model dana Inpres pada era Orde Baru. Perbedaannya antara lain adalah bahwa dana Inpres memiliki dua pendekatan, yaitu pendekatan sektoral dan wilayah. Dana Inpres sektoral terdiri dari dana Inpres SD, dana Inpres kesehatan, dana Inpres penghijauan dan reboisasi, dana Inpres peningkatan jalan dan dana Inpres pasar. Dana Inpres wilayah terdiri dari dana Inpres Dati I (provinsi) dan dana Inpres Dati II (kabupaten/kota). Berbeda dengan dana Inpres, DAK hanya dialokasikan untuk kabupaten/kota.

Bidang pembiayaan DAK bertambah sesuai dengan perkembangan RKP yang merupakan acuan rencana pembangunan nasional. Dalam konteks itu, perkembangan jumlah nominal DAK dalam APBN tergantung pada kemampuan keuangan negara. Selama periode 2001–2007, jumlah nominal dan proporsi DAK terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya PDB. Penetapan jumlah DAK dan alokasinya kepada daerah merupakan hasil keputusan antara Panitia Anggaran DPR dengan Pemerintah yang terdiri dari unsur Depkeu, Depdagri, Bappenas, dan departemen teknis yang bidang tugasnya menerima alokasi DAK. Meskipun demikian, pengertian DAK dalam UU No. 32 atau 33/2004, atau

(14)

bahkan PP No. 55/2005, tidak secara eksplisit menyatakan bahwa DAK hanya diperuntukkan bagi daerah kabupaten/kota. Nota Keuangan RI 2007, Departemen Keuangan Meskipun mekanisme penetapan DAK melibatkan beberapa lembaga, keputusan akhir mengenai total jumlah DAK dan alokasinya per bidang maupun per daerah menjadi wewenang Menteri Keuangan setelah berkonsultasi dengan DPR. Peran lembaga lainnya hanya sebagai fasilitator. Departemen teknis, misalnya, hanya berperan dalam memberikan data teknis tiap daerah sesuai dengan bidang tugasnya. Menurut seorang responden di Depkeu, data teknis di berbagai bidang umumnya tidak up-to-date; hal ini menjadi kendala dalam upaya perhitungan alokasi DAK kepada daerah secara tepat. Sebagian responden menyatakan bahwa salah satu faktor penyebab kurang tersedianya data yang komprehensif adalah kurang terakomodasinya hasil musyawarah rencana pembangunan (musrenbang) dari tingkat desa hingga tingkat kabupaten/kota.

4. Dana Bagi Hasil (DBH)

a. Pengertian Dana Bagi Hasil ( DBH )

Menurut Pipin syafirin dan Debah Jubaedah (2005:108) “Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi”.

(15)

b. Sumber-sumber Dana Bagi Hasil

Menurut UU no 35 Tahun 2005, dana bagi hasil bersumber dari: 1. Pajak, DBH yang bersumber dari pajak terdiri atas:

a). Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Penerimaan negara dari PBB dibagi dengan proporsi 90% untuk daerah dan 10% untuk Pemerintah Pusat. Dari 90% bagian daerah tersebut akan dibagi menjadi 16,2% untuk provinsi bersangkutan, 64,8% untuk kabupaten/kota yang bersangkutan dan 9% untuk biaya pemungutan. Dari 10% bagian pemerintah pusat seluruhnya dialokasikan kepada seluruh kabupaten dan kota dengan perincian: 6,5 % dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten dan kota, dan 3,5% dibagikan sebagai insentif kepada kabupaten/kota yang realisasi penerimaan PBB sektor perdesaan dan perkotaan pada tahun sebelumnya mencapai atau melampaui target yang ditetapkan.

b). Bea Pengalihan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB)

Penerimaan negara dari BPHTB dibagi dengan alokasi 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah. Dari bagian pemerintah pusat sebesar 20% tersebut, akan dialokasikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota.

(16)

Dari bagian daerah sebesar 80% tersebut, dibagi dengan perincian 16% untuk provinsi yang bersangkutan, dan 64% untuk kabupaten/kota yang bersangkutan.

c). Pajak Penghasilan Wajib pajak orang pribadi dalam negeri (Pph WPOPDN) dan Pajak penghasilan pasal 21 (PPh psl 21). DBH yang berasal PPh WPOPDN dan PPh psl 21 dibagi dengan porsi 80% untuk pemerintah pusat, dan 20% untuk pemerintah daerah. Dari 20% bagian daerah tersebut akan dialokasikan untuk Provinsi yang bersangkutan sebesar 8% dan untuk kabupaten/kota sebesar 12%. Dari 12% bagian kabupaten/kota tersebut dengan perincian 8,4% untuk kabupaten/kota tempat wajib pajak terdaftar dan 3,6% dibagi untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan dengan bagian yang sama besar.

2. Sumber Daya Alam (SDA) a). Kehutanan, berasal dari:

1). Iuran Izin Usaha Pemanfaatan hutan (HUPH) dengan alokasi 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk pemerintah daerah. Dari 80% bagian daerah 16% untuk provinsi yang bersangkutan dan 64% kabupaten/ kota penghasil.

(17)

2). Provinsi Sumber Daya Hutan (PSDH), dengan alokasi 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah. Dari 80% bagian daerah dialokasikan untuk provinsi yang bersangkutan sebesar 16%, untuk kabupaten/kota penghasil sebesar 32%, dan sisanya sebesar 32% dibagikan merata untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi.

3). Dana Reboisasi, dengan alokasi 60% untuk pemerintah pusat dan 40% untuk kabupaten/kota penghasil dan dana tersebut digunakan untuk menandai kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.

b). Pertambangan umum, berasal dari:

1). Iuran tetap (landrent), dengan alokasi 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah. Dari 80% bagian daerah tersebut dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan sebesar 16% dan sisanya sebesar 64% untuk kabupaten/kota penghasil

2). Iuran eksplorasi dan eksploitasi (royalty), yang berasal dari wilayah kabupaten/kota dialokasikan untuk pemerintah pusat sebesar 20% dan daerah sebesar 80%. Dari 80% bagian daerah tersebut dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan sebesar 16%, untuk kabupaten/kota penghasil sebesar 32%, dan sisanya sebesar 32% dibagikan secara

(18)

merata untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

c). Perikanan, berasal dari Pungutan Pengusahaan Perikanan dan Pungutan hasil Perikanan di alokasikan 20% untuk Pemerintah pusat dan 80% untuk daerah dan dibagikan dengan porsi sama besar untuk seluruh kabupaten/kota. d). Pertambangan minyak bumi Penerimaan negara dari pertambngan minyak bumi dalam bentuk dana bagi hasil dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya dialokasikan kepada pemerintah pusat sebesar 84,5% dan sisanya sebesar 15,5 % untuk daerah. Dari bagian daerah sebesar 15,5% tersebut dibagi: sebesar 15% dibagi untuk provinsi yang berangkutan sebesar 3%, untuk kabupaten atau kota penghasil sebesar 6% dan sisanya sebesar 6% dibagikan secara merata untuk seluruh kabupaten /kota dalam provinsi yang bersangkutan. Sebesar 0,5% yang diperuntukkan untuk menambah anggaran pendidikan dasar dibagi untuk menambah anggaran pendidikan dasar dibagi untuk provinsi yang bersangkutan sebesar 0,1% untuk kabupaten/kota penghasil sebesar 0,2% dan sisanya 0,25 dibagikan secara merata untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi bersangkutan.

e). Pertambangan Gas bumi, Penerimaan negara dari pertambangan gas bumi dalam bentuk dana bagi hasil dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya dialokasikan kepada

(19)

Pemerintah Pusat sebesar 69,5% dan sisanya 30,5% untuk daerah. Dari bagian daerah sebesar 30,5% tersebut dibagi :

1). Sebesar 30% dibagi untuk provinsi yang bersangkutan sebesar 6%, untuk kabupaten/kota penghasil sebesar 12% dan sisanya sebesar 12% dibagikan secara merata untuk seluruh kabupaten /kota dalam provinsi yang bersangkutan.

2) sebesar 0,5% yang diperuntukkan untuk menambah anggaran pendidikan dasar dibagi untuk provinsi yang bersangkutan sebesar 0,1%, untuk kabupaten/kota penghasil sebesar 0,2% dan sisanya sebesar 0,2% dibagikan secara merata untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi bersangkutan. Penerimaan Negara dari pertambangan gas bumi dalam bentuk dana bagi hasil dari wilayah provinsi yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya dialokasikan kepada pemerintah pusat sebesar 69,5% dan sisanya sebesar 30,5% untuk daerah. Dari bagian daerah sebesar 30,5% tersebut dibagi :

a). 10% untuk provinsi yang bersangkutan dan 20% untuk dibagikan secara merata untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan. b) sebesar 0,5% yang diperuntukkan untuk menambah anggaran pendidikan dasar dibagi untuk provinsi yang bersangkutan sebear 0,17% dan sisanya sebear 0,33% dibagikan secara merata untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi bersangkutan.

(20)

f). Pertambangan Panas bumi Pertambangan Panas bumi berasal dari setoran bagian pemerintah dan iuran tetap dan iuran produksi. Penerimaan negara dari setoran bagian pemerintah serta iuran tetap dan iuran produksi dalam bentuk dana bagi hasil dialokasikan kepada pemerintah pusat sebesar 20% dan 80% untuk daerah. Dari bagian daerah kabupaten/kota penghasil sebesar 32% dan sisanya sebesar 32% dibagikan secara merata untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.

5. Belanja Modal

Pengertian Belanja Modal

Belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok Belanja Administrasi Umum. Kelompok belanja ini mencakup Jenis Belanja baik Untuk Bagian Belanja Aparatur Daerah maupun Pelayanan Publik (Bastian, 2002).

Aset tetap yang dimiliki pemerintah daerah sebagai akibat adanya belanja modal merupakan syarat utama dalam memberikan pelayanan publik.Untuk menambah aset tetap, pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD. Setiap tahun diadakan pengadaan aset tetap oleh pemerintah daerah sesuai dengan prioritas anggaran

(21)

dan pelayanan publik yang memberikan dampak jangka panjang secara finansial. Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah yaitu peralatan, bangunan, infrastruktur dan harta tetap lainnya. Secara teoritis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut yakni dengan membangun sendiri, menukarkan dengan aset tetap lain dan membeli. Namun biasanya cara yang dilakukan dalam pemerintahan adalah dengan cara membeli. Proses pembelian yang dilakukan umumnya melalui sebuah proses lelang atau tenderyang cukup rumit. Belanja Modal dapat diaktegorikan dalam 4 (Empat) kategori utama (Syaiful, 2006) :

1. Belanja Modal Tanah

Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran / biaya yang digunakan untuk pengadaan/pembeliaan/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.

2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin

Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan / penambahan / penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

(22)

3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan

Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran / biaya yang digunakan untuk pengadaan / penambahan / penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan, dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

4. Belanja modal jalan

Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan / penambahan/ penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

B. Penelitian Terdahulu

Darwanto (2007) meneliti tentang Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Sampel yang digunakan yaitu Kabupaten / Kota di Jawa dan Bali Tahun 2004-2005 dengan alasan ketersediaan data. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa variabel Pertumbuhan Ekonomi memiliki hubungan positif tetapi tidak signifikan terhadap pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Sedangkan variabel Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) dan Dana

(23)

Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengalokasian Anggaran Belanja Modal.

Penelitian yang dilakukan oleh David Harianto (2007) tentang Hubungan antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, dan Pendapatan Per Kapita. Hasil penelitian ini membuktikan DAU sangat berpengaruh terhadap belanja modal, belanja modal berpengaruh negatif terhadap pendapatan per kapita, belanja modal berpengaruh positif dalam hubungan tidak langsung melalui Pendapatan Asli Daerah ( PAD ), Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) berpengaruh terhadap pendapatan per kapita, dan Dana Alokasi Umum ( DAU ) berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah ( PAD ).

Anggiat Situngkir (2009) meneliti pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah ( PAD ), Dana Alokasi Umum ( DAU ), dan Dana Alokasi Khusus ( DAK ) terhadap alokasi anggaran Belanja Modal dengan mengambil sampel penelitian di Pemkab Sumatra Utara. Hasil penelitian tersebut variabel Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap alokasi anggaran Belanja Modal. Sedangkan variabel Pendapatan Asli Daerah ( PAD ), Dana Alokasi Khusus ( DAU ), dan Dana Alokasi Khusus ( DAK ) berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian Anggaran Belanja Modal.

Pungky Ardhani (2011) meneliti pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, pendapatan asli daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Pengalokasian anggaran Belanja Modal. Penelitian Membuktikan bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus

(24)

berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap pengalokasian Belanja Modal sedangkan pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal.

Nur Indah Rahmawati (2010) Meneliti Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana aloksi Umum terhadap Alokasi Belanja Daerah pada Pemerintahan Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum berpengaruh secara positif dan signifikan secara parsial terhadap Belanja Daerah.

Nugroho Suratno Putro ( 2006) yang meneliti tentang pengaruh pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum terhadap belanja. Peneliti menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak ada pengaruh signifikan terhadap belanja modal sedangkan dana alokasi umum berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.

(25)

TABEL 2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian – penelitian tersebut dapat diringkas dalam tabel berikut : N

o Peneliti Tahun Judul Hasil Penelitian 1 Darwanto 2007 Pengaruh Pertumbuhan

Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Pengalokasian Belanja

Modal pada

Kabupaten/Kota di Jawa dan Bali

Penelitian ini menyimpulkan bahwa Pertumbuhan Ekonomi memiliki hubungan positif tetapi tidak signifikan terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal.

2 David

Harianto 2007 Hubungan antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, dan Pendapatan Per Kapita

Penelitian ini membuktikan bahwa Dana Alokasi Umum sangat berpengaruh terhadap Belanja Modal, Belanja Modal berpengaruh negatif terhadap Pendapatan per Kapita, Belanja Modal berpengaruh Positif dalam hugungan tidak langsung melalui Pendapatan Asli Daerah, Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap Pendapatan per Kapita, dan Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Pendapatan Asli Daerah. 3 Anggiat

Situngkir 2009 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dana alokasi Khusus terhadap alokasi Anggaran Belanja Modal pada Pemkab Sumatera Utara.

Penelitian ini membuktikan bahwa Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian Belanja Modal. Sedangkan Pendapatan Asli daerah, dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian Anggaran Belanja Modal.

(26)

4 Phungky

Ardhani 2011 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap pengalokasian Anggaran Belanja Modal.

Penelitian ini membuktikan bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus berpengareuh positif dan signifikan terhadap pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Sedangkan, Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh terhadap Pengalokasian Belanja Modal. 5 Nur Indah

Rahamaw ati

2010 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum Alokasi Belanja Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah

Penelitian Ini Menyimpulkan bahwa Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap Belanja Daerah.

6 Nugroho Suratno Putro

2006 Pengaruh pertumbuhan ekonomi, Pendapatan asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap belanja Modal.

Peneliti menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi tidak ada pengaruh signifikan terhadap belanja modal sedangkan dana alokasi umum berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.

Sumber : Penulis 2015

C. Kerangka Pemikiran

1. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal

Daerah yang ditunjang dengan sarana dan prasarana memadai akan berpengaruh pada tingkat produktivitas masyarakatnya dan akan menarik investor untuk menanamkan modalnya pada daerah tersebut yang pada akhirnya akan menambah pendapatan asli daerah. Peningkatan PAD diharapkan mampu memberikan efek yang signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal oleh pemerintah.

(27)

Peningkatan investasi modal (belanja modal) diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembanguna yang tercermin dari adanya peningkatan PAD (Mardiasmo, 2002). Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas sektor publik akan berujung pada peningkatan pendapatan daerah. Pelaksanaan desentralisasi membuat pembangunan menjadi prioritas utama pemerintah daerah untuk menunjang peningkatan PAD.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Darwanto dan Yuli Yustikasari (2006), bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan terhadap belaja modal. Dan penelitian lain yang dilakukan Sukriy Abdullah dan Abdul Halim (2004), menunjukan hasil bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja pemerintah daerah

2. Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal

Dana Alokasi Umum (DAU) yaitu dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan pemerintah daerah dapat menggunakan dana ini untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum.

(28)

Pemerintah pusat mengharapkan dengan adanya desentralisasi fiskal pemerintah daerah lebih mengoptimalkan kemampuannya dalam mengelola sumber daya yang dimiliki sehingga tidak hanya mengandalkan DAU. Dengan adanya transfer DAU dari Pemerintah Pusat maka daerah bisa lebih fokus untuk menggunakan PAD yang dimilikinya untuk membiayai kegiatannya dalam melaksanakan kebijakan desentralisasi fiskal yang menunjang tujuan pemerintah yaitu meningkatkan pelayanan publik.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Darwanto dan Yuli Yustikasari (2006) hasil penelitiannya menunjukan bahwa dana alokasi umum berpengaruh signifikan terhadap belaja modal.

3. Pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal

DAK merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada pemerintah daerah untuk membiayai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan prioritas nasional. Tujuan DAK untuk mengurangi beban biaya kegiatan khusus yang harus ditanggung oleh pemerintah daerah. Pemanfaatan DAK diarahkan kepada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan publik dengan umur ekonomis panjang. Dengan diarahkannya pemanfaatan DAK untuk kegiatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik yang direalisasikan dalam belanja modal.

(29)

4. Pengaruh Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal

DBH merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU No.33 Tahun 2004, Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah). DBH yang ditransfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah terdiri dari 2 jenis, yaitu DBH pajak dan DBH bukan pajak (Sumber Daya Alam). Berdasarkan Undang-Undang PPh yang baru (UU Nomor 17 Tahun 2000), mulai tahun anggaran 2001 Daerah memperoleh bagi hasil dari Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi (personal income tax), yaitu PPh Pasal 21 serta PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi. Ditetapkannya PPh Perorangan sebagai objek bagi hasil dimaksudkan sebagai kompensasi dan penyelaras bagi daerah-daerah yang tidak memiliki SDA tetapi memberikan kontribusi yang besar bagi penerimaan negara (APBN). Volume perolehan pajak di daerah berasosiasi kuat dengan besarnya tingkat pendapatan sebagai basis pajak, dengan demikian daerah dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi cenderung akan memperoleh DBH pajak yang lebih tinggi pula (Wahyuni & Adi 2009). DBH merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang bukan berasal dari PAD selain DAU dan DAK. Secara teoritis Pemerintah daerah akan mampu menetapkan belanja modal yang semakin besar jika

(30)

anggaran DBH semakin besar pula, begitupun Sebaliknya semakin kecil belanja modal yang akan ditetapkan jika anggaran DBH semakin kecil. DBH berpengaruh positif terhadap Belanja daerah. Berdasarkan uraian di atas maka kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.

GAMBAR 2.1 KERANGKA PEMIKIRAN

D. Hipotesis

Berdasarkan teori, bukti empiris dan permasalahan yang terjadi, maka dapat dapat dikemukakan suatu jawaban yang bersifat sementara yaitu, sebagai berikut: Ha1 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Belanja Modal

Ha2 : Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap Belanja Modal

Ha3 : Dana Aloksi Khusus berpengaruh terhadap Belanja Modal

Ha4 : Dana Bagi Hasil berpengaruh terhadap Belanja Modal

PAD

DBH

DAU

DAK

Gambar

TABEL 2.1   Penelitian Terdahulu
GAMBAR 2.1  KERANGKA PEMIKIRAN

Referensi

Dokumen terkait

Secara khusus, semua pendekatan kepemimpinan kolektif tidak semata-mata atau terutama pemimpin-sentris, tidak dibatasi oleh struktur hubungan kekuasaan dan kewenangan

Dari hasil analisis ini terlihat bahwa peubah-peubah yang memberikan pengaruh total terhadap konsumsi beras (CBR) adalah jumlah penduduk (POP) dengan koefisien baku mutlak 0,59;

Hasil menunjukkan bahwa Sub DAS Kaliputih mengalami perubahan penggunaan lahan yang cukup signifikan dari hutan menjadi pemukiman dan lahan budidaya, adanya bidang gelincir di

In measuring phase the sequences (i.e. patterns) of HO and LAU zones can be determined and stored in database on each road. There are operating solutions and IPRs based

Sertifikasi Bidang Studi NRG

Data hasil pretes dan postes yang telah diperoleh akan dianalisis untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran reflektif untuk meningkatkan pemahaman

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian