• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi dan Pengertian

Stroke merupakan gangguan fungsional berupa kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak, dimana terjadi terhentinya suplai darah ke otak karena penyumbatan atau pembuluh darah diotak pecah sehingga menyebabkan aliran darah di otak tidak normal. Otak terdiri dari sel-sel saraf (neuron), sel penunjang (sel glia), cairan otak (serebrospinal), serta pembuluh darah dimana otak merupakan organ sangat vital, pengendali semua bagian anggota tubuh. Oleh sebab itu, otak tidak dapat berfungsi dengan baik jika suplai darah terganggu. Karena otak memerlukan pasokan darah 24 jam terus-menerus.

(Westriningsih, 2011)

Definisi stroke menurut WHO 2014 terputusnya aliran darah ke otak, umumnya akibat pecahnya pembuluh darah ke otak atau karena tersumbatnya pembuluh darah ke otak sehingga pasokan nutrisi dan oksigen ke otak berkurang. Kesehatan dan fungsi otak harus dijaga dengan optimal yaitu melalui jaminan pasokan darah.

Stroke menyebabkan gangguan fisik atau disabilitas. Faktor risiko dominan penderita stroke di Indonesia adalah umur yang semakin meningkat, penyakit jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi, dan gagal jantung. Pemicu stroke juga dapat dikarenakan kecenderungan menu makan harian yang berlemak dan juga pola hidup yang tidak sehat. (Ghani dkk, 2016)

Kerusakan otak akibat stroke dapat menimbulkan gangguan komunikasi yang spesifik yang menyebabkan bicara tidak lancar dan bicara tidak jelas (pelo). Ghani dkk (2016) menjelaskan bahwa stroke dapat mengalami secara mendadak kelumpuhan pada satu sisi tubuh atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh yang disertai kesemutan, mulut menjadi mencong tanpa kelumpuhan otot mata dan bicara pelo atau sulit bicara/komunikasi. Kerusakan otak akibat cidera kepala yang mengakibatkan hilangnya kemampuan berbahasa dan berbicara, inilah yang kemudian disebut afasia dan disatria. Rosiana, 2009 dalam jurnal Puspitasari, 2017 berpendapat bahwa gangguan komunikasi pada pasien post stroke memiliki

(2)

beberapa istilah dimana gangguan fungsi bahasa disebut afasia sedangkan gangguan fungsi bicara disebut disartria.

Bachtiar dkk (2020) menjelaskan pasien pascastroke sering mengalami disabilitas afasia. Afasia adalah terganggunya proses berbahasa yang timbul akibat terjadinya disfungsi area otak, berupa gangguan satu atau lebih modalitas berbahasa, yaitu kemampuan berbicara, pemahaman bahasa lisan, membaca atau menulis. Menentukan diagnosis afasia perlu berdasarkan hasil dari pemeriksaan Tes Afasia untuk Diagnosis, Informasi, dan Rehabilitasi (TADIR). TADIR merupakan satu-satunya tes yang telah dinormalisasi dan standarisasi di Indonesia pada tahun 1996. Afasia dibedakan dalam delapan sindrom, yaitu afasia global, afasia Broca, afasia Wernick, afasia konduksi, afasia transkortikal motorik, afasia transkortikal sensorik, afasia, transkortikal campuran, dan afasia anomik. Tes ini terdiri dari 4 subtes, yaitu subtes bicara, pemahaman bahasa lisan, pemahaman bahasa tulis, dan menulis. Hasil pemeriksaan dikonversi ke skor norma. Skor norma bernilai 1 sampai 5 sesuai derajat keparahannya; 1) tidak mungkin dilakukan tes; 2) sangat terganggu; 3) terganggu; 4) sedikit terganggu; dan 5) normal. (Gambar 1)

Afasia dikelompokkan menjadi afasia lancar dan afasia tidak lancar. Afasia lancar meliputi : afasia sensorik (wernick), afasia konduksi, afasia amnesik (anomik) dan afasia transkortikal sensorik. Afasia tidak lancar meliputi : afasia motorik (broca), afasia global dan afasia transkortikal motorik. (Satyanegara, 2010 dalam Astriani dkk, 2019). Menurut Hartini (2011) afasia Broca atau disebut juga afasia ekspresif merupakan ketidakmampuan dalam bertutur kata, hilangnya kemampuan untuk memproduksi atau memahami bahasa yang ditandai dengan berbicaranya yang sulit, kehilangan kemampuan dalam mengujarkan atau menirukan bunyi-bunyi vokal, dan berbicara dengan susunan yang tidak runtun.

Namun, penderita afasia broca mengerti bila diperintah dan menjawab dengan gerakan tubuh sesuai perintah yang diberikan.

Afasia Broca adalah perubahan fonem vokal dan fonem konsonan karena terganggunya perintah pada saraf-saraf otak penderita dimana saraf-saraf tersebut bertujuan untuk menggerakkan artikulator dan bagian-bagian yang terlibat dalam berbahasa sehingga mengakibatkan terjadinya kekeliruan ucapan, kesulitan dalam mnegujarkan kata yang diinginkan. (Purnawati dkk, 2018) Terdapat 3 area utama

(3)

pusat bahasa, yaitu area Broca, area Wernicke, dan area Konduksi. Area Broca, merupakan area motorik untuk berbicara. Area broca terletak di posterior gyrus frontal. Secara neuroanatomi, daerah ini digambarkan sebagai daerah Brodman 44 dan 45. Afasia broca adalah suatu keadaan ketika terjadi gangguan produksi bahasa dalam proses berbahasa. Gangguan berbahasa ini dampak dari lesi di area broca, seperti, trauma, demensia, stroke. (Hartini L, 2011) Afasia Broca adalah suatu sindrom afasia non fluent yang ditandai oleh output verbal yang sulit dikeluarkan, disartri, disprosodi dan agramatikal, memiliki pengertian yang utuh tetapi seringkali kesulitan dalam menguasai bahasa lisan maupun tulisan pada hubungan gramatikal khusus, repetisi, membaca dengan suara keras, penamaan dan menulis juga terganggu. (Laksmidewi P.A, 2018)

Gambar 1, Diagnosis Sindrom Afasia berdasarkan TADIR TKC : Afasia Transkortikal Campuran; TKM : Afasia Transkortikal Motorik; TKS;

Afasia Transkortikal Sensorik.

(4)

B. Etiologi

Stroke atau Cerebrovascular disease merupakan urutan pertama penyebab kematian dan disabilitas, afasia merupakan salah satu disabilitas yang sering dialami pasien pascastroke. Afasia terjadi akibat lesi yang secara akut dapat disebabkan oleh stroke atau cedera kepala, dan dapat juga terjadi perlahan akibat adanya tumor otak. Etiologi yang paling banyak mendasari afasia adalah penyakit serebrovaskular, yaitu stroke. (Purnomo dkk, 2016).

Menurut Shipley & McAfee (2016) etiologi lain yang dapat menyebabkan afasia selain penyakit pembuluh darah otak (CVA) atau stroke adalah kecelakaan, tumor, infeksi, toksisitas,dan gangguan metabolisme yang mempengaruhi fungsi otak.

Area otak yang mengalami disfungsi akan menyebabkan gangguan satu atau lebih modalitas berbahasa, yaitu kemampuan berbicara, pemahaman bahasa lisan, membaca dan/atau menulis. Area otak yang berperan dalam proses berbahasa berada di hemisfer dominan (kiri) yaitu korteks perisilvi. Area ini meliputi area Broca, Wernick, girus supramarginalis, dan girus angularis, serta serabut asosiasinya. (Bachtiar, dkk 2018). Menurut Guyton dan Hall, 2006 afasia paling sering muncul akibat stroke, cedera kepala, tumor otak, atau penyakit degeneratif.

Kerusakan ini terletak pada bagian otak yang mengatur kemampuan berbahasa, yaitu area Broca dan area Wernicke. Rusaknya hemisfer kiri di area lobus temporalis, tepatnya di area broca menyebabkan terjadinya afasia broca. Area Broca atau area 44 dan 45 Broadmann, bertanggung jawab atas pelaksanaan motorik berbicara. Lesi pada area ini akan mengakibatkan kesulitan dalam artikulasi tetapi penderita bisa memahami bahasa dan tulisan. Lesi yang bertanggung jawab untuk afasia Broca mencakup girus frontal inferior dan daerah di dekat operkulum dan insula pada daerah yang terletak di atas arteri serebri media. Luasnya lesi menentukan gambaran dari sindrom afasianya. Kerusakan pada operkulum frontal menghasilkan kesulitan untuk bicara spontan; cedera pada korteks lower motor mengakibatkan terjadinya afasia broca. (Laksmidewi A.P, 2018)

Dalam buku “Afasia : Deskripsi, Pemeriksaan, Penanganan”, hasil terjemahan dari Dharmaperwira-Prins, R., (2002). Penyebab-penyebab yang dapat menyebabkan gangguan afasia adalah sebagai berikut :

(5)

1. Gangguan Perdarahan Darah Otak (GPDO)

Gangguan Perdarahan Darah Otak (GPDO) atau cerebro vascular accident (CVA). Penyebab GPDO adalah penghentian pengaliran darah ke otak.

Penghentian ini disebabkan oleh emboli, thrombosis atau perdarahan. Karena itu bagian otak yang tidak memperoleh darah lagi akan mati (nekrosis).

Adapun penyebab-penyebab GPDO yang menyebabkan afasia adalah sebagai berikut :

a. Trombosis

Trombosis adalah penyumbatan darah yang diakibatkan oleh perubahan dinding penyumbatan, merupakan penyebabkan GPDO yang paling sering terjadi. Kejadian ini sering disebabkan oleh arteriklerosis, tetapi juga oleh gangguan lain (peradangan). Penghentian pengaliran darah ke otak yang disebabkan thrombosis dapat didahului oleh suatu serangan iskemia sepintas, yaitu penghentian aliran darah sementara, sebagai tanda peringatan.

b. Emboli

Emboli adalah gumpalan darah yang terjadi dalam system pembuluh darah kemudian aliran darah terbawa ke otak dan dalam otak menyumbat sebuah pembuluh. Dalam hal ini gangguan neurologis terjadi secara mendadak dan sering tanpa peringatan.

c. Perdarahan Otak

Perdarahan otak terjadi apabila dinding suatu pembuluh sobek dan darah yang mengumpul (hematom) mendesak jaringan sekitarnya lalu menghimpitnya. Perdarahan otak biasanya disebabkan oleh tekanan darah tinggi, aneurisma yang pecah atau malformasi pembuluh darah, tetapi bisa juga diakibatkan oleh pemakaian obat antikoagulan. Luas dan tempat perdarahan menentukan gejala-gejala klinisnya.

2. Sedangkan untuk penyebab dari Afasia non-GPDO antara lain sebagai berikut:

a. Tumor otak (neoplasma kranial)

Tumor otak (neoplasma kranial) sering berkembang dengan perlahan, jaringan otak menyesuaikan diri dengan perubahan ini sehingga baru

(6)

menyebabkan gangguan pada stadium berikutnya. Tumor dapat menyebabkan gangguan edema dan dapat menekan pembuluh darah.

b. Trauma

Trauma merupakan sebuah pukulan pada tengkorak yang dapat menyebabkan suatu kerusakan pada otak. Trauma sering tergantung pada rusak-tidaknya tengkorak. Diklasifikasikan trauma terbuka atau tertutup, tergantung dari rusak tidaknya tengkorak

c. Infeksi

Infeksi dengan akibat dari meningitis atau ensefalitis bisa mengakibatkan kerusakan otak. Dalam hal ini kehilangan daya ingat seringkali menutupi kemungkinan adanya afasia. Infeksi virus lain, seperti AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome), dapat juga menjadi penyebabnya.

C. Karakteristik

Klasifikasi penyakit stroke terbagi dari beberapa kategori, diantaranya : berdasarkan kelainan patologis, secara garis besar stroke dibagi kedalam dua tipe yaitu: ischemic stroke disebut juga infark atau non-hemorrhagic disebabkan oleh gumpalan atau penyumbatan dalam arteri yang menuju ke otak yang sebelumnya sudah mengalami proses aterosklerosis. Ischemic stroke terdiri dari tiga macam yaitu embolic stroke, thrombotic stroke dan hipoperfusi stroke. Tipe kedua adalah hemorrhagic stroke merupakan kerusakan atau "ledakan" dari pembuluh darah di otak, perdarahan dapat disebabkan lamanya tekanan darah tinggi dan aneurisma otak. Ada dua jenis stroke hemorrhagic: subarachnoid dan intraserebral (Yayan A.

Israr, 2008 dalam Aji Seto dkk, 2014)

Gejala afasia bervariasi dalam tingkat keparahan gangguan dan dampaknya pada komunikasi, tergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan tingkat. Berikut karakteristik afasia menurut (American Speech and Hearing Association, 2017) berikut ini :

1. Gangguan Pemahaman Verbal

a. Kesulitan menemukan kata-kata (anomia).

b. Berbicara dengan terbata-bata.

c. Berbicara dalam kata-kata tunggal (misalnya, nama benda)

(7)

d. Menghitung kata-kata yang lebih kecil seperti “dari” “itu” (bicara telegraphic).

e. Menempatkan kata-kata dalam urutan yang salah.

f. Mengganti suara “dan” atau kata-kata (misal, tidur disebut cuci piring).

g. Membuat kata-kata jargon.

h. Merangkai kata-kata yang tidak masuk akal.

2. Gangguan Pendengaran Pemahaman a. Kesulitan memahami ucapan lisan.

b. Tidak bisa memberikan jawaban “ya” atau “tidak” pada pertanyaan yang diberikan.

c. Gagal untuk memahami tata bahasa yang kompleks (misal, anjing itu dikejar oleh kucing).

d. Membuthkan waktu ekstra untuk memahami pesan-pesan lisan (misalnya, seperti menerjemahkan bahasa asing).

e. Sulit menemukan dan mengikuti bicara yang tepat (misalnya, radio atau berita televisi)

f. Kurang menyadari akan kesalahan yang dilakukan.

3. Gangguan Pemahaman Membaca a. Kesulitan memahami bahan tertulis

b. Kesulitan mengenali beberapa kata dengan penglihatan.

c. Ketidakmampuan untuk mengucapkan kata-kata.

d. Mengganti kata-kata yang terkait untuk kata.

e. Kesulitan membaca kata (misalnya, kata-kata fungsi seperti untuk, dari).

4. Gangguan Menulis (agraphia)

a. Kesulitan menulis atau menyalin huruf, kata dan kalimat.

b. Menulis satu kata saja.

c. Mengganti huruf atau kata-kata yang salah.

d. Menulis ejaan suku kata atau kata-kata yang tidak bermakna.

e. Menulis kalimat yang tidak masuk akal.

f. Menulis kalimat dengan tata bahasa yang salah

(8)

Davis S, A (2014) menjelaskan karakteristik Afasia Broca antara lain :

1. Kesulitan dalam produksi bahasa lisan, disertai dengan gangguan bahasa yang bervariasi pemahaman.

2. Bentuk kata kerja sering kali direduksi menjadi infinitif atau partisip; kata benda biasanya diekspresikan dalam bentuk tunggal bentuk dan konjungsi; dan kata sifat, kata keterangan, dan artikel sering dihilangkan. Jenis pidato ini sering diberi label pidato telegraf (Goodwin, 1989).

3. Bicara cenderung lambat, tidak lancar, susah payah, dan artikulasi yang buruk.

4. Kesulitan dalam pengulangan kata-kata tunggal.

5. Afasia Broca dikaitkan dengan gangguan ekspresi bahasa, kesulitan dalam penerimaan bahasa dan pemahaman antara lain dalam pemahaman membaca, menamai, dan memori (Hynd & Willis, 1988).

6. Mengalami hemiplegia, kelemahan atau kelumpuhan di sisi kanan tubuh. Ini cenderung untuk dimanifestasikan dengan kelemahan motorik di sisi kanan tubuh. (Goodwin, 1989).

Menurut Dharmaperwira-Prins, R., (2002) dalam bukunya yang berjudul Afasia Deskripsi Pemeriksaan Penanganan, karakteristik Afasia Broca antara lain:

1. Kemampuan Bicara

a. Bicara spontan tidak lancar ditandai oleh adanya agramatisme, yaitu gangguan dalam gramatikal yang memperlihatkan pengurangan dan penyederhaan bentuk-bentuk gramatikal.

b. Kesulitan menemukan kata yang tepat untuk mengutarakan sesuatu.

c. Mengalami kesulitan fonemis.

d. Memiliki sejumlah kalimat lengkap yang dipakai secara otomatis atau stereotip, misalnya “Ya, saya juga tahu”.

e. Menucapkan sajak dan menyanyi baik.

2. Pemahaman Bahasa Lisan a. Meniru ucapan terganggu.

b. Kesulitan dalam membaca bersuara.

c. Pemahaman auditifnya baik.

(9)

3. Pemahaman Bahasa Tulis

Kemampuan bahasa tulisnya bermasalah tergantung kompleksitas atau susunan gramatikal kalimatnya. Saat membaca tulisan sulit mendapatkan informasi yang berkaitan dengan prosodi, lebih mudah membaca tulisan dibandingkan bicara spontan.

4. Kemampuan Menulis

Kemampuan menulisnya kurang baik karena biasanya terdapat hemiplegia sisi kanan.

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan teknologi Internet dalam proses pembelajaran memungkinkan siswa untuk secara signifikan meningkatkan jaringan sosial mereka dan untuk mengenal rekan-rekan

 Satu account Gmail bisa digunakan untuk login pada banyak Satu account Gmail bisa digunakan untuk login pada banyak layanan: Google Talk, Google Groups, Google

1 Jurusan Bimbingan Dan Penyuluh Islam Fakultas Dakwah Dan Komunikasi IAIN Walisongo Semarang, 2014. Penelitian ini bertujuan untuk: menguji secara empirik tentang

Manajemen Pemeliharaan Domba Lokal Ditinjau Dari Aspek Teknis Pemeliharaan Di Kabupaten Gayo Lues.. Eka Meutia Sari, Cut Aida Fitri dan Darmansyah

Penelitian ini menghasilkan sebuah aplikasi Analisis Resiko Penurunan Hasil Penjualan pada PT Satria Karya Adiyudha Cabang Kupang Dengan Metode Simulasi Monte Carlo yang

Sedangkan menurut Adisasmita(2011) efisiensi adalah komponen input yang digunakan seperti waktu, tenaga dan biaya dapat dihitung penggunaannya dan tidak berdampak pada

Keluhan inkontinensia pada kelompok lansia mengalami penurunan setelah dilakukan intervensi yaitu frekuensi berkemih pada siang hari menurun dari 6 kali

Pada sistem reproduksi, estrogen dihasilkan terutama oleh sel-sel folikel berukuran kecil, berperan menginduksi sintesa protein kuning telur oleh hati serta bekerjasama