• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI HIDROGEL BERBASIS POLIVINIL ALKOHOL DENGAN PENGISI MIKROBENTONIT TESIS MAWARANI MANULLANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI HIDROGEL BERBASIS POLIVINIL ALKOHOL DENGAN PENGISI MIKROBENTONIT TESIS MAWARANI MANULLANG"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI HIDROGEL BERBASIS POLIVINIL ALKOHOL DENGAN PENGISI MIKROBENTONIT. TESIS. MAWARANI MANULLANG 177006022. PROGRAM MAGISTER KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020. Universitas Sumatera Utara.

(2) PEMBUATAN DAN KARAKTRISASI HIDROGEL BERBASIS POLIVINIL ALKOHOL DENGAN PENGISI MIKROBENTONIT. TESIS. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Kimia Pada Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. MAWARANI MANULLANG 177006022. PROGRAM MAGISTER KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020. Universitas Sumatera Utara.

(3) PERNYATAAN ORISINALITAS. PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI HIDROGEL BERBASIS POLIVINIL ALKOHOL DENGAN PENGISI MIKROBENTONIT. TESIS. Saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.. Medan, 30 Januari 2020. Mawarani Manullang 177006022. Universitas Sumatera Utara.

(4) PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS. Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :. Nama. : Mawarani Manullang. NIM. : 177006022. Program Studi. : Magister Kimia. Jenis Karya Ilmiah. : Tesis. Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul :. PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI HIDROGEL BERBASIS POLIVINIL ALKOHOL DENGAN PENGISI MIKROBENTONIT Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan), dengan Hak Bebas Royalti NonEksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.. Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya. Medan, 30 Januari 2020. Mawarani Manullang 177006022. Universitas Sumatera Utara.

(5) Universitas Sumatera Utara.

(6) Telah diuji pada Tanggal : 30 Januari 2020. Panitia Penguji Tesis Ketua : Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D Anggota : 1. Dr. Amir Hamzah Siregar, M.Si 2. Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc 3. Dr. Marpongahtun, M.Sc 4. Saharman Gea, Ph.D. Universitas Sumatera Utara.

(7) PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI HIDROGEL BERBASIS POLIVINIL ALKOHOL DENGAN PENGUAT MIKROBENTONIT ABSTRAK. Hidrogel polivinil alkohol (PVA) / semi interpenetrating polymer network (IPN) berbasis hidrogel telah berhasil dibuat dengan menggunakan metode ikatan silang. Hidrogel semi-IPN dibuat dengan menggunakan suspensi mikrobentonit dalam larutan PVA dan direaksikan dengan monomer asam akrilat (AA), ammonium persulfat (APS) sebagai inisiator dan metilenebisakrilamida (MBA) agen pengikat. Hidrogel yang diperoleh kemudian dikarakterisasi menggunakan FT-IR, SEM, DSC, dan XRD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hidrogel semi-IPN dengan penambahan mikrobentonit 0,2 g memiliki persentase swelling dan derajat ikat silang yang paling optimum yaitu 811,78 dan %. 77,99 %. Hasil spektrum dengan FTIR mengindikasikan telah terjadinya ikat silang antara asam akrilat dengan N,N’ Metilenbisakrilamida (MBA). Hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya puncak serapan pada bilangan gelombang 1694 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus amina (N-H) alifatik sekunder. Morfologi permukaan hidrogel semi-IPN dengan penambahan mikrobentonit 0,2 g menunjukkan permukaan sedikit kasar, permukaan tampak rata. Suhu dekomposisi dari hidrogel pada suhu 457,36 oC. Penambahan mikrobentonit 0,2 g adalah penambahan yang optimum untuk hidrogel semi-IPN mikrobentonit, yang dapat dilihat dari hasil uji daya serap air dan ikat silang.. Kata. Kunci. : Asam Akrilat, Hidrogel, Jaringan Polimer Interpenetrasi, Mikrobentonit, N,N’ Metilenbisakrilamida, Polivinil Alkohol. Universitas Sumatera Utara.

(8) PREPARATION AND CHARACTERISTICS OF POLYVINYL ALCOHOLBASED HYDROGEL CONTAINING NATURAL MICROBENTONITE ABSTRACT. Polyvinyl alcohol (PVA)/ bentonite-based semi interpenetrating polymer network (IPN) hydrogel has been successfully prepared using crosslinked method. Semi-IPN hydrogel was prepared using a suspension of microbentonite in PVA solution and reacted with acrylic acid monomer (AA) in the presence of ammonium persulfate (APS) and N,N’-methylenebisacrylamide (MBA) as initiator and crosslink agent, respectively. The obtained hydrogel was then characterized using FT-IR, SEM, DSC, and XRD. The presence of 0.2 g of microbentonite in the hydrogel showed the optimum result, based on swelling and crosslink degree, i.e. 811.78 and 77.99 %, respectively. The FT-IR spectrum showed the hydrogel has been crosslinked with the presence of band around 1694 cm-1 indicated the vibration of secondary amine aliphatic group. Morphological analysis of this hydrogel showed a rough surface. The decomposition temperature of hydrogel was found at 457.36oC.. Keywords: Acrylic acid, hydrogel, microbentonite, N,N’-methylenebisacrylamide Polyvinyl alcohol, semi interpenetrating polymer network.. Universitas Sumatera Utara.

(9) PRAKATA. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul: Pembuatan dan karakterisasi hidrogel berbasis polivinil alkohol dengan pengisi mikrobentonit alami adalah merupakan syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana Kimia FMIPA USU. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimah kasih yang tak terhingga kepada : Prof. Dr. Kerista Sebayang, M.S, selaku dekan FMIPA, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Program Magister Kimia di sekolah Pasca Sarjana USU, Prof. Dr. Tamrin, M.Sc selaku ketua program S2 Kimia, atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan di sekolah Pasca Sarjana USU, Prof. Basuki Wirjosentono, MS. Ph.D selaku komisi pembimbing I dan Dr. Amir Hamzah Siregar, M.Si, komisi pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan kesempatan, pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan penulisan tesis ini. Juga pada staf pengajar program Magister Kimia FMIPA USU, penulis mengucapkan terima kasih atas ilmu pengetahuan, pengalaman dan bantuan yang diberikan kepada saya Terima kasih kepada ayahanda MP Manullang dan ibunda M Damanik yang sangat penulis sayangi yang selalu sabar dan penuh kasih sayang mendoakan dan dengan kerja kerasnya telah ikhlas membesarkan, membiayai dan mendidik penulis. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan Ridho dan Rahmatnya bagi kita semua.. Medan, 30 Januari 2020. Mawarani Manullang. Universitas Sumatera Utara.

(10) DAFTAR ISI Halaman PENGESAHAN TESIS PENETAPAN PANITIA PENGUJI ABSTRAK ABSTRACT PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR SINGKATAN. i ii iii iv v vi viii ix x xi. BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan 1.3 Pembatasan Masalah 1.4 Tujuan Penelitian 1.5 Manfaat Penelitian 1.7 Lokasi Penelitian 1.8 Metodologi Penelitian BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentonit 2.1.1 Pengertian bentonit 2.1.2 Struktur dan ukuran bentonit 2.1.3 Proses terbentuknya bentonit 2.1.4 Aktivasi bentonit 2.1.5Bentonit aceh 2.2 Hidrogel 2.2.1 Sifat hidrogel 2.2.2 Aplikasi hidrogel 2.3 Interpenetrasi Jaringan Polimer (IPN) 2.3.1 Jenis-jenis IPN 2.4 Semi IPN 2.5 Ikat silang 2.6 Polivinil alkohol (PVA) 2.7 Asam akrilat 2.8 N,N’-Metilenabisakrilamida (MBA) 2.9 Karakterisasi 2.9.1 Uji persentasi daya serap air 2.9.2 Persentase Derajat ikat silang 2.9.3 Spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FT-IR) 2.9.4 Difraksi sinar-X (XRD) 2.9.5 SEM 2.9.6 Differential Scanning Calorimetry (DSC). 1 1 4 4 4 4 5 5 7 7 8 8 9 10 11 12 13 13 14 14 15 16 16 17 18 19 19 20 20 21 21 22. Universitas Sumatera Utara.

(11) BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian 3.2 Bahan-bahan dan Alat-alat Penelitian 3.3.1 Bahan-bahan Penelitian 3.3.2 Alat-alat Penelitian 3.3 Prosedur kerja 3.3.1 Preparasi bentonit 3.3.2 Pembuatan larutan polivinil alkohol (PVA) 3.3.3 Pembuatan hidrogel semi-IPN 3.4 Tehnik Karakterisasi 3.4.1 Uji Persentase Daya Serap Air 3.4.2 Uji Persentase Derajat Ikat Silang 3.4.3 Analisis FTIR 3.4.4 Analisis XRD 3.4.5 Analisis SEM 3.4.6 Analisis DSC 3.5 Bagan Penelitian 3.5.1 Preparasi Bentonit 3.5.2 Pembuatan Hidrogel 3.5.3 Komposisi Hidrogel BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.2 Pembuatan Hidrogel 4.3 Hasil Uji Daya Serap 4.4 Hasil Uji Ikat Silang 4.5 Hasil Analisis FTIR 4.6 Hasil Analisa XRD 4.7 Hasil Analisa SEM 4.8 Hasil Analisa DSC BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN. 24 24 24 24 24 24 25 25 25 25 26 26 26 27 27 28 28 29 30 31 31 34 37 38 40 42 43 46 46 46 47 52. Universitas Sumatera Utara.

(12) DAFTAR TABEL Nomor. Judul. Halaman. Table 2.1 komposisi bentonit Tabel 3.1 Komposisi Hidrogel Tabel 4.1 Komposisi Hidrogel Analisa Persen Daya Serap Air (%) Tabel 4.2. Komposisi Hidrogel Analisa Derajat Ikat Silang. 9 30 36 38. Universitas Sumatera Utara.

(13) DAFTAR GAMBAR. Nomor. Judul. Halaman. Gambar 2.1 Serbuk Mikrobentonit 7 Gambar 2.2 a. non-kovalen semi IPN b. kovalen semi IPN c. non-kovalen full IPN 15 Gambar 2.3 Struktur semi IPN 15 Gambar 2.4 Struktur Polivinil Alkohol 17 Gambar 2.5 Struktur Asam Akrilat 17 Gambar 2.6 Struktur Molekul N,N’-Metilenbisakrimida 18 Gambar 4.1 Hasil Hidrogel 31 Gambar 4.2 Perkiraan reaksi ikat silang hidrogel 32 Gambar 4.5 Spektrum FTIR dari (a) Mikrobentonit (b) Hidrogel PVA dan (C) Hidrogel PVA + Mikrobentonit 0,2 g 39 Gambar 4.6 Difraktogram dari (a) Mikrobentonit (b) Hidrogel PVA dan (C) Hidrogel PVA + Mikrobentonit 0,2 g 41 Gambar 4.7 Hasil SEM dari (a) Hidrogel PVA 500X (b) Hidrogel PVA + Mikrobentonit 0,2 g 500X 43 Gambar 4.8 Analisa DSC hidrogel semi-IPN (a) Hidrogel PVA (b) Hidrogel PVA + Mikrobentonit 0,2 g 44 Gambar 4.9 Analisa DSC hidrogel semi-IPN (a) Hidrogel PVA (b) Hidrogel PVA + Mikrobentonit 0,2 g 45. Universitas Sumatera Utara.

(14) DAFTAR GRAFIK Nomor. Judul. Grafik 4.1 % Hasil Uji Daya Serap Grafik 4.2 Hasil Uji Ikat Silang. Halaman 35 37. Universitas Sumatera Utara.

(15) DAFTAR SINGKATAN. APS = Ammonium persulfat MBA = Metilenbisakrilamida PVA = Polivinil Alkohol AA = Asam Akrilat PSA = particle size analyzer XRD = X-Ray Diffraction DSC = Differential Scanning Calorimetry = Fourier Transform Infrared FTIR SEM = Scanning Electron Microscopy Semi-IPN = Semi Interpenetrating Polymer Network. Universitas Sumatera Utara.

(16) BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Hidrogel merupakan jaringan polimer yang dapat mengabsorbsi sejumlah air tanpa melarutkan atau menghilangkan integritas struktur polimer tersebut (Byrne & Salian, 2008). Terdapat berbagai jenis hidrogel berdasarkan ikatan, seperti hidrogel Interpenetrating Polymer Network (IPN). Salah satu hidrogel IPN yang paling banyak diteliti adalah hidrogel berbasis asam akrilat. Asam akrilat (AA) dengan rumus molekul CH2CHCOOH merupakan asam lemah yang dapat terionisasi dalam air menjadi bentuk anion karboksilat (CH2CHOO) dan berkemampuan mengikat air yang kuat melalui ikatan hidrogen. Hidrogel dengan asam akrilat (AA) mampu beradaptasi sesuai perubahan pH lingkungannya. Pada pH rendah hidrogel AA akan mengkerut (unswelling/shrinking) dan apabila pH bertambah tinggi hidrogel AA akan mengembang (swelling) (Aguilar. dkk. 2007). Pada penelitian sebelumnya Abidin. dkk (2012) telah melakukan penelitian tentang. hidrogel mikrokomposit berbasis polivinil alkohol (PVA) dan bentonit.. Hasilnya yang didapatkan Komposisi bentonit dari 0 % berat hingga 15 % berat dalam sistem mikro komposit ini memberikan pengaruh terhadap penurunan daya absorpsi dari 67,79 % hingga 52,17 % dan meningkatkan fraksi gel dari 78,43 % hingga 94,48 %. Kekuatan hidrogel meningkat dilihat pada kuat tariknya naik dari 2,18 MPa hingga 3,48 MPa. Laju transmisi uap air menurun seiring penambahan komposisi bentonit dari 53,07 g/m2h hingga 34,42 g/m2h. Titik leleh nanokomposit relatif tidak berubah, yaitu berkisar 230 C hingga 235 C, tetapi Tg mengalami kenaikan akibat penambahan bentonit, yakni 127,8 C pada 0 % berat bentonit menjadi 147,2 C pada 5 % berat bentonit. Rasyida. A. dkk (2018) juga telah melakukan penelitian tentang studi pengaruh penambahan polivinil alkohol (PVA) dan bentonit terhadap morfologi dan sifat fisik komposit berbasis hidrogel alginat sebagai kandidat material perancah untuk regenarasi tulang rawan. Hasilnya yang didapatkan komposisi optimum untuk komposit adalah 70A/15B/15P dan sodium alginat ekstraksi memiliki fisibilitas yang baik untuk dijadikan alternatif pengganti. Universitas Sumatera Utara.

(17) sodium alginat komersil sebagai material perancah. Modifikasi alginat ini diharapkan dapat menjadi kandidat material perancah (scaffold) tulang rawan yang mempunyai sifat biokompatibilitas dan biodegradibilitas yang baik. Astrini. dkk (2011) juga telah melakukan penelitian tentang Pengaruh penambahan bentonit pada superabsorben polimer komposit hidrogel berbasis selulosa. Hasil yang didapatkan pengaruh dari bentonit terhadap kemampuan penyerapan air hidrogel, dimana hasil daya serap air tertinggi ditunjukkan oleh angka swelling ratio 54,38 g H2O/g hidrogel jika jumlah bentonit yang ditambahkan 10 %w/w. Serbuk mineral bentonit adalah clay yang sebagian besar (75%) terdiri dari monmorillonit dan mineral-mineral minor lainnya. Bentonit merupakan lapisan oktahedral aluminium silikat yang mempunyai gugus OH reaktif pada permukaan. Jenis lempung ini menunjukkan sifat koloid yang kuat dan memiliki sifat mengembang jika bersentuhan dengan air. Potensi bentonit di Indonesia cukup besar dan tersebar di beberapa lokasi , yaitu Pulau Jawa dan Sumatera. salah satunya di Kecamatan Nisam kabupaten Aceh Utara, didaerah ini sumber bentonit masih belum banyak diolah oleh pemerintah dan industri. Bentonit di Kabupaten Aceh Utara dianggap sangat prospek dan mempunyai sumber daya yang sangat melimpah. Ada beberapa Kecamatan yang terdapat bentonit di Kabupaten Aceh Utara yaitu Desa Teupin Reusep Kecamatan Muara Batu dengan sumber daya bentonit yang terukur 10.858.948,1 ton, Desa Jamuan Kecamatan Muara Batu dengan sumber daya bentonit yang terukur 2.000.000 ton, Desa Blangkaring Kecamatan Nisam dengan sumber daya bentonit yang terukur 2.674.574,2 ton (Pusat sumber daya geologi 2007). Sumber bentonit yang besar ini sangat memungkinkan untuk diolah menjadi montmorilonit sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Penggunan bentonit untuk keperluan industri terutama berdasarkan sifat fisiknya, seperti pertukaran ion atau kation, daya serap, luas permukaan. Dengan keutamaan bentonit, diharapkan dengan penambahannya pada hidrogel dapat meningkatkan sifat-sifat polimer dan sifat material (A.M.Motawie . dkk. 2014). Polivinil alkohol (PVA) adalah polimer sintetis yang bertindak sebagai interpenetrating agent (IPN-agent), sifatnya yang hidrofil akan memperbaiki sifat gel. Universitas Sumatera Utara.

(18) dengan cara menurunkan waktu gelasi dan meningkatkan kekuatan mekanik (Liu et al., 2011). Polivinilalkohol (PVA) merupakan polimer ramah lingkungan yang luas digunakan sebagai polimer medis, meliputi: lensa-lembut (soft lenses), absorben, pembalut luka, pembawa obat, kosmetika, dan sebagainya. Aplikasi PVA sebagai absorben terhambat oleh sifat mekanisnya yang rendah sehingga mudah hancur terutama bila diaplikasikan dalam medium air berlebihan (Kobayashi M., and S. H. Hyon, 2010). Pembuatan hidrogel dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode polimerisasi cangkok, ikat silang fisika, ikat silang kimia, dan ikat silang radiasi (Rimmer, 2011). Salah satu cara untuk meningkatkan sifat mekanik hidrogel tersebut adalah dengan melakukan modifikasi melalui pembentukan Interpenetrating Polymer Network (IPN) (Herman,1987). Interpenetrating Polymer Network (IPN) adalah salah satu sistem polimerisasi yang dibuat secara serentak dan berurutan sehingga menghasilkan jaringan secara tumpang-tindih yang memiliki beberapa jenis. SemiIPN adalah dua sistem polimer terpisah yang terikat silang untuk membentuk jaringan polimer tunggal. Beberapa tahun belakangan ini, Interpenetrating Polymer Network (IPN) berkembang pesat dan telah banyak menghasilkan hak paten yang telah digunakan dalam berbagai industri seperti otomatif, perkapalan, dan obatobatan. Pembentukan ikatan silang pada bentonit dapat meningkatkan karakteristik bentonit seperti kelarutan dalam air, atau pelarut organik. Pengolahannya dengan asam akrilat dengan bantuan N,N′-metilena bisakrilamida (MBA) sebagai pengikat silang diharapkan dapat mengikat bentonit alam yang ditambahkan dalam jaringan interpenetrasi polimer hidrogel polivinil alkohol dan asam akrilat yang terbentuk. Dalam penelitian ini dihasilkan hidrogel berbasis polivinil alkohol dan asam akrilat dengan optimasi kandungan asam akrilat, bentonit alam, dan inisiator ammonium persulfat dan MBA untuk mendapatkan polimer hidrogel interpenetrasi dalam bentuk superabsorban. Terbentuknya jaringan polimer hidrogel interpenetrasi antara polivinil alkohol dan asam akrilat diperkirakan dapat mengikat pengisi bentonit yang berperan untuk meningkatkan daya serap air, ikat silang, sifat termal sifat kristalin, struktur kimia dan morfologi,. Universitas Sumatera Utara.

(19) 1.2 Permasalahan Penelitian 1. Berapa konsentrasi campuran yang maksimum dalam pembuatan hidrogel semi-IPN antara mikrobentonit, polivinil alkohol dan asam akrilat dengan pengikat silang MBA serta ammonium persulfat yang berfungsi sebagai inisiator? 2. Bagaimana hubungan karakteristik daya serap air, ikat silang, sifat termal sifat kristalin, struktur kimia dan morfologi dari hidrogel semi-IPN dari mikrobentonit. dan. asam. akrilat. dengan. pengikat. silang. N,N’. metilenbisakrilamida (MBA) ?. 1.3 Pembatasan Masalah 1. Bentonit yang digunakan berasal dari salah satunya kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara. 2. Polimerisasi dilakukan dengan metode pencampuran larutan yang terdiri dari N,N’ metilenbisakrilamida, asam akrilat dan ammonium persulfat. 3. Suhu pencampuran bahan adalah 60O C. 4. Karakterisasi yang dilakukan dengan analisis daya serap air, analisis ikat silang, analisis sifat termal (DSC), analisis sifat kristalin (XRD), analisis struktur kimia (FTIR) dan analisis morfologi (SEM).. 1.4 Tujuan Penelitian 1. Untuk menentukan konsentrasi campuran yang maksimum dalam pembuatan hidrogel semi-IPN antara mikrobentonit dan asam akrilat dengan pengikat silang MBA serta inisiator ammonium persulfat. 2. Mendapatkan karakteristik hidrogel mikrobentonit berbasis polivinil alkohol dan asam akrilat dengan pengikat silang MBA serta inisiator ammonium persulfat yang sesuai untuk aplikasi polimer.. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Dapat memberikan informasi kepada pembaca mengenai karakteristik dari mikrobentonit sebagai pengisi hidrogel.. Universitas Sumatera Utara.

(20) 2. Dapat mengetahui prosedur preparasi hidrogel interpenetrasi dengan penguat mikrobentonit.. 1.6 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Dasar dan Umum Universitas Sumatera Utara. Persiapan dan karakteristik hidrogel berbasis polivinil alkohol mengandung mikrobentonit alami dilakukan di Laboratorium LIDA USU. Untuk karakterisasi dengan FTIR dilakukan di Laboratorium PTKI Sumatera Utara dan UPT Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi Universitas Lampung, untuk karakterisasi dengan PSA di Lab Nanomedis Farmasi USU, untuk karakterisasi dengan SEM di Laboratorium TERPADU USU, untuk karakterisasi dengan XRD dilakukan di Laboratorium ITS, untuk karakterisasi dengan DSC dilakukan di Laboratorium Material PTKI Sumatera Utara.. 1.7 Metodologi Penelitian Penelitian ini berupa eksperimen laboratorium. Ada beberapa tahapan penelitian yaitu: 1. Tahap pertama adalah preparasi bentonit yang kemudian ditumbuk dan diayak dengan ayakan 100 mesh selanjutnya didespersikan dengan 750 ml H2SO4 kemudian dipanaskan dan disentrifugasi selama 10 menit, selanjutnya endapan endapan hasil pencucian dipanaskan pada suhu 110. O. C, padatan kering. diblender dan diayak dengan ukuran 100 mesh. Karakterisasi yang dilakukan yaitu analisa gugus fungsi dengan menggunakan Fourier Transform Infrared (FT-IR), PSA, X-ray Diffraction (XRD. Variabel tetap : Berat serbuk bentonit Variabel bebas : H2SO4 Variabel terikat : Gugus fungsi dengan FTIR Derajat kristalinitas dengan XRD Analisa PSA. Universitas Sumatera Utara.

(21) 2. Tahap kedua adalah pembuatan hidrogel semi-IPN dengan penambahan mikrobentonit, polivinil alkohol, asam akrilat, MBA dan inisiator. Optimasi reaksi dilakukan dengan variasi: polivinil alkohol, bentonit alam dengan ammonium persulfat AA dan MBA yang tetap. Suspensi dipanaskan pada temperatur 60°C kemudian ditambahkan PVA, asam akrilat dan MBA sebagai pengikat silang dan inisiator ammonium persulfat. Kemudian dicuci dengan etanol selama 24 jam, sehingga diperoleh bentuk hidrogelnya yang dikarakterisasi dengan Fourier Transform Infrared (FT-IR), Scanning Electron Microscopy (SEM), X-ray Diffraction (XRD), Differential Scanning Calorimetry (DSC), uji derajat ikat silang dan uji persentase daya serap air. Variabel tetap : AA MBA APS Variabel bebas : mikrobentonit PVA Variabel terikat : Gugus fungsi dengan FTIR Derajat kristalinitas dengan XRD Analisa permukaan dengan SEM Analisa termal dengan DSC Uji daya serap Uji derajat ikat silang. Universitas Sumatera Utara.

(22) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentonit 2.1.1. Pengertian Bentonit Bentonit adalah jenis batuan yang mengandung banyak mineral di dalamnya. yang memiliki sifat montmorillonit yang khas yaitu; dapat mengembang dalam air, interkalasi dan penukar ion membuat bahan ini menarik organo lempung yang digunakan untuk menjadi katalis nano dan nanokomposit polimer tanah liat (Adel Fisli, dkk., 2009). Lempung bentonit memiliki sifat adsorpsi yang digunakan sebagai adsorben, agen perubahan warna, pertukaran ion. Cara yang paling populer untuk modifikasi dari sifat serap bentonit telah dilakukan dengan menggunakan pengobatan dengan asam anorganik dan saturasi dari tanah liat dengan menggunakan metode kation polivalen. Metode ini dapat membentuk struktur berpori yang disebabkan oleh aktivasi asam dari bentonit. Sehingga banyak cara dilakukan untuk stabilitasi molekul tanah liat sebelum digunakan ke dalam berbagai aplikasi (Haryono et al., 2010).. Gambar 2.1 Serbuk Bentonit Bentonit memiliki sifat hidrofilik, sehingga bahan tersebut umumnya tidak kompatibel dengan sebagian besar bahan polimer, oleh karena itu, harus dimodifikasi secara kimia untuk membuat permukaan yang lebih hidrofobis, maka diperlukan bahan dengan kompatibilitas matriks polimer (Sinto Jacob., dkk. 2010).. Universitas Sumatera Utara.

(23) Bentonit adalah adsorben anorganik. Komponen utamanya montmorillonite terdiri dari dua lapisan lembaran silika tetrahedral yang mengapit satu lapisan lembaran alumina oktahedral. Ini membawa negatif permanen biaya karena substitusi isomorf dari Si+4 di tetrahedral lapisan oleh Al3+ dan Al3+ di lapisan oktahedral oleh Mg2+ (Ma, J.,dkk. 2012). 2.1.2. Struktur dan Ukuran Bentonit Bentonit terbentuk dari pelapukan dan reaksi hidrotermal bahan vulkanik.. Berdasarkan penyusunnya bentonit dibagi menjadi : 1.. Na-bentonit, yaitu bentonit yang jika didispersikan dalam air akan sangat mengembang dan terdispersi cukup lama.. 2.. Ca-bentonit memiliki kemampuan mengembang yang lebih rendah.. 3.. Montmorilonit merupakan anggota kelompok mineral lempung membentuk Kristal mikroskopik. Kandungan air montmorilonit bervariasi sehingga ketika mengadsorbsi air akan mengembang menjadi beberapa kali volum awal. Sehingga sifat ini membuat montmorilonit dapat berfungsi sebagai pembersih dan penjernih larutan gula, penyerap ion logam, dan penjernih air; Organoclay yaitu modifikasi bentonit dengan penambahan surfaktan seperti. garam ammonium kuartener, polietilen glikol eter dan sebagainya, sehingga sifat bentonit berubah dari hidrofilik menjadi organofilik (Salim, M., 2011). Ukuran bentonit akan berpengaruh pada sifat fisik dan mekanik seperti sifat reologinya yaitu viskositas, yield point. Bentonit ukuran nano dipreparasi dengan cara grinding dan karakterisasi dilakukan terhadap spektrum (FTIR), analisis termal (TGA), komposisi (XRFluorescene) (Abdou, M.I., dkk. 2013).. Universitas Sumatera Utara.

(24) Tabel 2.1 Komposisi Kimia Bentonit dari Aceh Utara Senyawa. Na-Bentonit. Ca-Bentonit. SiO2. 61,3 – 61,4. 62,12. Al2O3. 19,80. 17,33. Fe2O3. 3,90. 5,30. CaO. 0,60. 3,68. MgO. 1,30. 3,30. Na2O. 2,20. 0,50. K2O. 0,40. 0,55. (Puslitbang Tekmira, 2005). 2.1.3. Proses terbentuknya bentonit. Secara umum terbentuknya endapan bentonit ada empat macam, yaitu : 1.. Endapan Hasil Pelapukan. Bentonit ini terbentuk akibat proses pelapukan dari mineral-mineral penyusun. batuan. yang. dipengaruhi. oleh. iklim,. jenis. batuan,. relief. muka. bumi,. tumbuhtumbuhan yang berada di atas batuan tersebut. Faktor utama yang menyebabkan terbentuknya jenis mineral lempung dalam proses ini adalah komposisi mineral batuan, komposisi kimia dan daya larut air tanah. Pembentukan mineral lempung oleh pelapukan adalah akibat reaksi ion-ion hidrogen yang terdapat dalam air tanah dengan mineral-mineral silikat. H+ umumnya berasal dari asam karbonat yang terbentuk sebagai akibat pembusukan oleh bakteri terhadap zat organik dalam tanah. Pada proses pelapukan bila laju aliran air lebih cepat dibanding dengan pelarutan yang terjadi, biasanya di daerah curam maka akan terbentuk gibsit Al(OH)3) dari felspar. Jika laju aliran makin rendah biasanya di daerah landai, maka dari felspar tersebut akan terbentuk kaolinit Al2SiO2(OH)4. Sedangkan bila laju aliran terhenti biasanya di dalam cekungan, suatu reaksi yang lambat akan terjadi antara kation dengan Al(OH)3 dan silika membentuk montmorillonit [Al2O3.4SiO2.H2O].. Universitas Sumatera Utara.

(25) 2.. Endapan Proses Hidrotermal. Proses ini berlangsung karena adanya injeksi larutan hidrotermal yang. bersifat asam merembes melalui celah-celah rekahan pada batuan yang dilaluinya, sehingga mengakibatkan terjadinya reaksi antar larutan tersebut dengan bantuan itu. Pada saat reaksi berlangsung, komposisi larutan hidrotermal tersebut menjadi berubah. Unsurunsur alkali akan dibawa ke arah luar, sehingga selama proses itu berlangsung akan terjadi daerah atau zona yang berkembang dari asam ke basa dan pada umumnya berbentuk melingkar sepanjang rekahan dimana larutan itu menginjeksinya. Terjadinya montmorillonit sebagai mineral penyusun utama bentonit, terjadi karena adanya ubahan dari felspar plagioklas, mineral mika dan feromagnesian. Hal ini dapat terjadi dikarenakan adanya magnesium (Mg) dan kalium (K) yang berasal dari mika atau felspar. Peristiwa ini terjadi pada alterasi hidrotermal tingkat rendah. 3.. Endapan Akibat Transformasi atau devitrivikasi. Pada proses ini bentonit dapat terbentuk dari hasil mekanisme pengendapan. debu volkanik yang kaya akan gelas mengalami devitrifikasi (perubahan gelas volkanik menjadi mineral lempung). Setelah diendapkan pada lingkungan danau atau laut. 4. Endapan Sedimen. Bentonit dapat terbentuk tidak saja dari tufa melainkan juga dari endapan sedimentasi dalam suasana basa (alkali) yang sangat silikan (authigenic neoformation) atau yang biasa disebut endapan kimia.. 2.1.4. Aktivasi Bentonit Bentonit mempunyai struktur berlapis dengan kemampuan mengembang. (swelling) dan memiliki kation-kation yang dapat ditukarkan. Meskipun lempung bentonit sangat berguna untuk adsorpsi, namun kemampuan adsorpsinya terbatas. Kelemahan tersebut dapat diatasi melalui proses aktivasi menggunakan asam (HCl, H2SO4 dan HNO3), sehingga dihasilkan lempung dengan kemampuan adsorpsi yang lebih tinggi. Aktivasi bentonit menggunakan asam akan menghasilkan bentonit. Universitas Sumatera Utara.

(26) dengan situs aktif lebih besar dan keasamaan permukan yang lebih besar, sehingga akan dihasilkan bentonit dengan kemampuan adsorpsi yang lebih tinggi dibandingkan sebelum diaktivasi (Bath, D. S., dkk. 2012). Proses aktivasi bentonit dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1. Aktivasi Fisika Proses aktivasi fisika dengan cara pemanasan (kalsinasi) pada temperatur tertentu. Pemanasan ini bertujuan untuk menguapkan air yang terperangkap dalam pori-pori bentonit sehingga diharapkan jumlah pori-pori yang kosong dan luas internal kristal bertambah, sehingga dapat menyebabkan interaksi antara adsorbat dan adsorben lebih efektif. 2. Aktivasi Kimia Prinsip aktivasi secara kimia adalah membersihkan pori-pori dalam kristal montmorillonit dan membuang senyawa pengotor, serta mengatur kembali letak atom yang dipertukarkan. 2.1.5. Bentonit Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terletak di ujung barat laut Pulau. Sumatera,. luasnya mencakup 12,26 % Pulau Sumatera atau totalnya sekitar 55.390 km2 . Provinsi ini memiliki 23 kota kabupaten dengan berbagai kekayaan alamnya seperti minyak bumi dan gas alam. Disamping itu Aceh juga terkenal dengan sumber hutan dan mineralnya. Jenis bahan galian yang termasuk kelompok mineral logam dan non logam. Kandungan mineral daerah Aceh cukup potensial, hal ini disebabkan oleh faktor geologi, terutama karena berada pada jalur patahan Sumatera dan adanya jalur tunjaman (subduction zone) di sebelah barat Sumatra yang masih aktif sampai saat ini, akibat tujaman tersebut sebagian batuannya mengalami mineralisasi. Potensi endapan mineral yang melimpah di Aceh, dapat dikembangkan secara optimal sehingga mampu memberikan kontribusi yang cukup berarti dalam menunjang pertumbuhan ekonomi daerah, meningkatkan penerimaan daerah, membuka lapangan kerja, meningkatkan taraf hidup masyarakat, dan terjaganya hutan. Sehingga perdamaian yang telah terbentuk di Aceh, akan semakin bermakna dengan pemanfaatan SDA yang dikelola dengan arif dan bijaksana. Bahan galian logam dan non logam di Aceh banyak yang belum di kembangkan dan dioptimalkan. Beberapa bahan galian logam, seperti emas,. Universitas Sumatera Utara.

(27) tembaga, mangan, besi, timbal, pasir besi, belerang, batu bara, timah dan nikel dan bahan galian non logam yang banyak terdapat di Aceh diantaranya adalah pasir kuarsa, lempung, sirtu, andesit, felspar, batu gamping, batu sabak, bentonit dan gabro,. granit,. basal,. kuarsit,. diorin. investasi.Acehprov.go.id/pertambangan.php).. dan. andesit. Daerah-daerah. yang. (http://bisnis mempunyai. bentonit di Aceh adalah Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Sabang, Kabupaten Aceh Tengah, dan Kabupaten Simeulue. 2.2 Hidrogel Hidrogel merupakan jaringan polimer hidrofilik yang dapat menyerap sejumlah besar air sehingga dapat menyebabkan peningkatan volume secara drastis. Polimer ini berbentuk mirip air disebabkan oleh hampir seluruh bagiannya terdiri atas air. Namun, hidrogel juga menunjukkan sifat padatan disebabkan oleh adanya jaringan yang terbentuk akibat reaksi ikatan silang (Erizal. 2010). Kemampuan menyerap air hidrogel diakibatkan karena adanya interaksi gugus hidroflik pada rantai utama polimer dengan air pada system yaitu gugus hidroksida (-OH), gugus karboksilat (-COOH), amida primer (-CONH2), amida sekunder (-CONH-), dan gugus lainnya. Pembuatan hidrogel yang umum digunakan yaitu polimerisasi larutan dan suspensi. Namun, metode ini sering memerlukan peralatan khusus dan waktu yang terlampau lama (Zhang M,. dkk. 2014). Oleh sebab itu, pembuatan hidrogel pada penelitian ini menggunakan metode ikat silang dengan iradiasi pengion. Sumber iradiasi yang digunakan adalah iradiasi sinar gamma (γ). Metode ini mempunyai beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan metode kimia, yaitu proses pencangkokan dapat dilakukan pada monomer fase padat, cair, atau gas, tidak membutuhkan penambahan bahan kimia seperti inisiator, penaut silang, maupun aktivator sehingga produk yang diperoleh lebih murni. Hidrogel mungkin berguna dalam beberapa aplikasi biomedis yang memerlukan kontak dengan jaringan hidup karena kemiripannya dengan jaringan hidup alami, yang dapat sebagian dikaitkan dengan sifatnya yang lembut, fleksibel dan kadar air yang tinggi (Meenach SA, Anderson KW. 2009). Hidrogel adalah banyak digunakan di bidang-bidang seperti penelitian kanker, bioengineering sel. Universitas Sumatera Utara.

(28) induk, seluler terapi, teknik jaringan, dan implan (Alkayyali LB,. dkk. 2013 dan Memic A,. dkk. 2015). 2.2.1. Sifat hidrogel Sifat fisikokimia dari hidrogel tidak hanya tergantung dari struktur molekul,. struktur gel dan banyaknya ikatan silang, tetapi juga dipengaruhi oleh kandungan dan keadaan air didalam hidrogel tersebut. Hidrogel mempunyai sifat yang dapat mengembang dan menyusut pada kondisi pH tertentu. Hidrogel mempunyai karakteristik fisika-kimia yang khas dan memiliki kelebihan dan peranan masingmasing. Hidrogel yang berikatan secara fisika digunakan untuk penggunaan yang relatif cepat karena ikatannya yang cukup lemah sehingga dalam media asam yang encer pada waktu tertentu sudah mengalami pengembangan dan akhirnya melarut. Lain halnya dengan hidrogel yang berikatan secara kimia, karena ikatannya kuat atau sulit diubah-ubah lagi sehingga dalam kondisi asam masih bisa bertahan cukup lama (Mohadi, 2007). Rantai polimer dengan ikat silang kimia atau fisika pada umumnya sangat penting untuk menjaga struktur ruang hidrogel (Bao, 2014).. 2.2.2. Aplikasi Hidrogel Aplikasi hidrogel mempunyai cakupan yang relatif luas antara lain dapat. digunakan untuk: 1. Penyerapan urin dalam popok bayi 2. Wadah penyimpan air untuk daerah kering/pertanian 3. Salju buatan 4. Sumber air untuk tanaman hortikultura 5. Drug delivery 6. Detoksifikasi limbah minyak 7. Penyerap zat warna 8. Eliminasi air tubuh pada kasus penyakit endemik 9. Absorpsi bakteri dan jamur pada pembalut luka 10. Pemekatan larutan protein.. Universitas Sumatera Utara.

(29) 2.3 Interpenetrasi Jaringan Polimer (IPN) IPN merupakan suatu cara untuk menggabungkan dua atau lebih polimer yang berbeda dan dapat bersatu membentuk jaringan yang lain. IPN mempunyai beberapa ciri yang menarik yang berbanding dengan poliadun biasa atau jaringan masing-masing homopolimer serta peningkatan sifat mekanik, ketahanan kimia, peningkatan kekuatan, ketahanan panas, dan ketahanan cuaca karena pengaruh sifat sinergitik akibat dari kesamaan yang dipaksa pada masing-masing komponen yang berikatan ( Laurent, 2014). Beberapa rantai lurus atau bercabang dapat bergabung melalui sambungan silang membentuk polimer sambung-silang. Jika sambungan silang terjadi ke berbagai arah maka bentuk polimer sambung-silang tigadimensi yang sering disebut polimer jaringan. Campuran polimer dan interpenetrasi jaringan polimer (IPN) berbeda dari kopolimer tetapi kopolimer seperti ini yang digunakan untuk menyatukan sifat-sifat polimer yang berbeda. Interpenetrasi jaringan polimer merupakan campuran diantara dua jaringan polimer yang berbeda tanpa ikatan kovalen antara dua jaringan. Sebuah IPN diperoleh oleh ikat silang serentak atau berurutan dari dua sistem polimer yang berbeda. IPN sintesis adalah satusatunya cara untuk mencapai kesetaraan dengan campuran fisik untuk sistem yang mengandung polimer terikat silang. 2.3.1. Jenis-jenis IPN. Berikut adalah jenis-jenis jaringan IPN yang sering dipakai: 1.. Kovalen- semi IPN, mengandung dua sistem polimer yang terpisah yang terikat silang membentuk, jaringan polimer tunggal.. 2.. Non kovalen- semi IPN, satu dari salah satu sistem polimer saja yang terikat silang,. 3.. Non kovalen- full IPN, kedua sistem polimer yang terikat silang dan membentuk jaringan secara mandiri.. Universitas Sumatera Utara.

(30) Gambar 2.2. a. non-kovalen semi IPN b. kovalen semi IPN c. non-kovalen full IPN 2.4 Semi IPN Sebuah polimer yang terdiri dari satu atau lebih jaringan, atau satu atau lebih linear atau polimer bercabang, penetrating ditandai pada skala molekul setidaknya salah satu jaringan dengan beberapa makromolekul linear atau bercabang. Semi-IPN dibedakan dari IPN karena digunakan polimer linear atau polimer bercabang, pada prinsipnya merupakan bagian dari konstituen jaringan polimer tanpa melanggar ikatan kimia, yang merupakan campuran molekul. Gambar Struktur Semi IPN dapat dilihat pada Gambar 2.3.. Gambar 2.3. Struktur Semi IPN (Banerjee, at al., 2010).. Universitas Sumatera Utara.

(31) 2.5 Ikat silang Ikat silang dapat digambarkan sebagai ikatan antara dua rantai polimer yang bergabung satu sama lain melalui suatu cabang (branch). Ikatan antar polimer ini dapat terjadi dengan bantuan agen pengikat silang yang jumlahnya 2-12% dari jumlah masing-masing komponen polimer yang berikatan. Secara umum ikat silang dibedakan menjadi 2 yaitu, ikat silang kimia (chemical cross-link) dan ikat silang fisika (physical cross-link). Ikat silang kimia dapat terjadi melalui ikatan kovalen maupun ion, Ikat silang pada suatu polimer dapat mempengaruhi derajat swelling. Ikat silang dapat dibentuk melalui reaksi kimia yang diprakarsai oleh panas, perubahan tekanan, pH, atau radiasi. Ikat silang juga dapat diinduksi ke dalam bahan termoplastik melalui paparan sinar elektron, radiasi gamma, maupun sinar UV. Seringkali, polimer yang terikat silang tidak dapat terurai jika dipanaskan (tidak meleleh) sehingga bentuknya tidak dapat dirubah ke bentuk lain yang disebut dengan polimer termoset. Ikatan silang kimia kovalen pada polimer ini memiliki kestabilan termal dan mekanik yang tinggi, sehingga sangat sulit didegradasi. Sedangkan polimer terikat silang yang dapat di daur ulang dengan mengubah bentuknya ke bentuk lain dengan pemanasan atau dengan melarutkannya ke dalam pelarut yang cocok disebut polimer termoplastik. Dengan demikian, perlu diselidiki derajat ikat silang optimum yang memiliki sifat relatif kuat dan cukup elastis (Muthoharoh, 2012). 2.6 Poli Vinil Alkohol (PVA) Polivinil alkohol (PVA) adalah polimer sintetis yang bertindak sebagai interpenetrating agent (IPN-agent). Sifatnya yang hidrofil akan memperbaiki sifat gel kitosan dengan cara menurunkan waktu gelasi dan meningkatkan kekuatan mekanik (Liu et al., 2011). Biomaterial berbasis polivinil alkohol saat ini sedang diteliti untuk aplikasi biomedis karena biokompatibilitas dan sensitivitas terhadap perubahan pH, serta ketersediaan dan pemerosesan yang relatif sederhana. Tidak seperti yang lain perangkat pengiriman di mana monomer menjalani reaksi polimerisasi sebelum menjadi ikat silang, PVA tersedia secara komersial, membuatnya lebih mudah untuk mensintesis gel.. Universitas Sumatera Utara.

(32) H C. H2 C. OH. H2 C. H C. H C. OH. OH. Gambar 2.4. Struktur Poli Vinil Alkohol (PVA) 2.7 Asam akrilat Asam akrilat (AA) merupakan senyawa organik berupa cairan pada suhu pada tekanan ruang dengan bau yang tajam. AA dapat larut sempurna dalam air dan juga dapat larut dalam pelarut organic seperti alcohol, klorofrom, benzene, dan aseton. Asam akrilat glasial memiliki berat molekul 72 g/mol, titik didih 141 OC, titik leleh 13. O. C dan massa jenis sebesar 1,045 g/ml ada suhu 25. O. C. AA banyak. dimanfaatkan dalam reaksi kopolimerisasi cangkok ke suatu polimer. AA dikenal luas sebagai monomer membentuk hydrogel dalam kopolimerisasi cangkok (Tanodekaew et al., 2003).. O. OH Gambar 2.5. Struktur asam akrilat Asam akrilat merupakan senyawa vinil karboksilat, berbau tajam dan menyengat, merupakan asam lemah tetapi lebih korosif dibanding asam asetat, sehingga perlu penanganan yang hati-hati, dan harus dihindari kontak langsung dengan kulit (Billmeyer, 1983). Asam akrilat (AA) bertindak sebagai monomer, berfungsi untuk memperbaiki sifatsifat kimia dan fisika hidrogel dimana kombinasi kimiawi kitosan dan polimer berbasis akrillik akan meningkatkan penyerapan serta sifat kimia yang stabil (Anah et al., 2016). Hidrogel dengan asam akrilat (AA) mampu beradaptasi sesuai perubahan pH lingkungannya. Pada pH rendah hidrogel AA akan mengkerut. Universitas Sumatera Utara.

(33) (unswelling/shrinking) dan apabila pH bertambah tinggi hidrogel AA akan mengembang (swelling) (Aguilar et al., 2007). Penerapan AA di-graft kopolimerisasi kitosan untuk meningkatkan hidrofilitasnya untuk menghasilkan hidrogel berbahan dasar kitosan sebagai super absorbent berkualitas tinggi. 2.8 N,N’-metilenabisakrilamida (MBA) N.N’-metilen bisakrilamida (MBA) mempunyai rumus molekul C7H10N2O2, berat molekul sebesar 157,14 g/mol , dan densitas sebesar 1,235 g/mL. N.N’-metilen bisakrilamida melebur pada suhu 185 oC dan kelarutannya 0,01-0,1 g/100 ml pada suhu 18 oC (Merck, 2005). N.N’-metilen bisakrilamida memiliki gugus fungsional amina namun sangat tahan terhadap hidrolisis. Senyawa ini juga mengandung dua ikatan rangkap yang reaktif sehingga dapat berikatan dengan dua rantai yang berbeda saat polimerisasi berlangsung (Garner, 1997). Bentuk molekul N.N’-metilen bisakrilamida (MBA) ditunjukkan pada gambar 2.6 dibawah ini.. H C CH2. N H. H N. H C. C. C. O. O. CH2. Gambar 2.6 Struktur molekul N.N’-metilen bisakrilamida (Merck, 2005) Metilen bisakrilamida juga dimanfaatkan sebagai agen pengikat silang dalam modifikasi polimer. Ikatan sambung silang yaitu menyambungkan antar rantai polimer dan memodifikasi polimer menjadi tidak larut dalam air. N.N’-metilen bisakrilamida digunakan sebagai agen pengikat silang karena memiliki dua ikatan rangkap yang reaktif. Dua ikatan rangkap ini dapat tergabung dalam dua rantai polimer yang berbeda ketika polimerisasi, dan menghasilkan ikatan sambung silang. Agen pengikat silang ini hanya dibutuhkan dalam jumlah yang sangat sedikit (Garner, 1997). Dalam proses grafting polimerisasi diperlukan suatu agen pengikat silang agar terbentuk grafting dan ikatan silang untuk menghasilkan jejaring polimer yang. Universitas Sumatera Utara.

(34) dapat menyerap air. Diperlukan gugus aktif amina dalam suasana asam yang mampu berikatan dengan ion-ion logam dengan crosslinking (sambung silang) yang akan membentuk senyawa perantara untuk meningkatkan ketahanan kitosan terhadap asam. Selain meningkatkan kecepatan adsorpsi, ikatan silang (crosslink) berperan dalam menentukan elastisitas (ikatan deformasi plastis) dimana pada saat terjadi peregangan suatu material dapat kembali ke bentuk awal. Ikatan silang yang terjadi akan menyebabkan polimer yang terbentuk tidak dapat larut dalam air, akan tetapi kemampuan polimer untuk mengembang (swelling) turun selagi derajat ikatan silang meningkat (Bhattacharya et al., 2009; Astrini et al., 2016).. 2.9 Karekterisasi 2.9.1. Uji persentasi daya serap air Swelling atau kemampuan dalam menyerap air adalah salah satu sifat fisika. yang khas hidrogel, menggambarkan kemampuan hidrogel dalam menyerap air (Erizal, 2010). Jika polimer hidrogel mengembang (swelling) dalam mediumnya, ini menunjukkan bahwa hidrogel mampu mengadsorbsi medium cairnya tanpa larut didalamnya. Semakin banyak rantai yang berikatan silang dalam suatu polimer, kemampuan. mengembangnya. akan. menurun. dan. gel. menjadi. semakin. keras/kuat.Hidrogel direndam dalam air destilasi hingga mencapai keadaan kesetimbangan. Lalu diambil dan setelah sisa air dihilangkan, kemudian ditimbang. Pengukuran persen daya serap air pada hidrogel dapat ditentukan dengan rumus berikut (Muthoharoh, 2012) : ……………………………(2.1) Keterangan : % S = Persentase daya serap air (%) Ws = Berat swollen hidrogel (g) Wd = Berat kering dari hidrogel (g). Universitas Sumatera Utara.

(35) 2.9.2. Persentase Derajat ikat silang Nilai persentase ikat silang dilakukan dengan penentuan persen derajat ikat. silang dimana berat kering hidrogel yang dihasilkan ditimbang. Kemudian hidrogel tersebut direndam dengan pelarutnya (kloroform) selama 24 jam. Setelah perendaman, hidrogel dioven pada suhu 60o C hingga kering selama 3 jam. Berat kering hidrogel setelah perendaman ditentukan dengan penimbangan menggunakan neraca analitis. Persen derajat ikat silang (degree of crosslinking) dapat ditentukan dengan: ……………………………(2.2) Keterangan : Wg adalah berat hidrogel kering setelah perendaman Wo adalah berat hidrogel kering sebelum perendaman. 2.9.3. Spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FT-IR) Instrumen FTIR digunakan untuk mengidentifikasi gugus kompleks dalam. senyawa tetapi tidak dapat menentukan unsurunsur penyusunnya. Pada FTIR, radiasi infra merah dilewatkan pada sampel. Sebagian radiasi sinar infra merah diserap oleh sampel dan sebagian lainnya diteruskan. Jika frekuensi dari suatu vibrasi spesifik sama dengan frekuensi radiasi infra merah yang langsung menuju molekul, molekul akan menyerap radiasi tersebut. Spektrum yang dihasilkan menggambarkan penyerapan dan transmisi molekuler. Transmisi ini akan membentuk suatu sidik jari molekuler suatu sampel. Karena bersifat sidik jari, tidak ada dua struktur molekuler unik yang menghasilkan spektrum infra merah yang sama. Serapan radiasi inframerah oleh suatu molekul terjadi karena interaksi vibrasi ikatan kimia yang menyebabkan perubahan polarisabilitas dengan medan listrik gelombang elektromagnetik (Wirjosentono, 1995). Terdapat dua macam getaran molekul, yaitu getaran ulur dan getaran tekuk. Getaran ulur adalah suatu gerakan berirama di sepanjang sumbu ikatan sehingga jarak antar atom bertambah atau berkurang. Getaran tekuk dapat terjadi karena perubahan sudut-sudut ikatan antara ikatan-ikatan pada sebuah atom, atau karena gerakan sebuah gugusan. Contohnya liukan (twisting), goyangan (rocking), dan getaran punter yang menyangkut perubahan sudut-sudut ikatan dengan acuan seperangkat koordinat yang disusun. Universitas Sumatera Utara.

(36) arbiter dalam molekul. Hanya getaran yang menghasilkan perubahan momen dwikutub secara berirama saja yang teramati di dalam infra merah (Hartomo, 1986) Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FT-IR) digunakan untuk mengkarakterisasi jenis gugus fungsi yang terdapat pada sampel–sampel pada papan pada perbedaan temperatur. Instrumen FTIR digunakan untuk mengidentifikasi gugus. Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material, analisa digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan – bahan yang dicampurkan.. 2.9.4. Difraksi sinar-X (XRD) Difraksi sinar-X adalah teknik yang terutama digunakan untuk identifikasi. kristal atau karakteristik amorf dalam suatu material. Meskipun teknik ini lebih kualitatif, informasi tentang persentase dimensi kristalinitas dan kristalit mungkin juga diperoleh. Analisis lebar puncak terperinci dapat mengungkapkan informasi tentang ukuran kristalit dan mikrostrain berkembang dalam hidrogel (Pal K, Banthia A. 2009). Selama proses gelasi pada hidrogel, difraksi sinar-X dapat memonitor apakah bahan mampu bertahan atau memodifikasi struktur kristal. Kehadiran puncak difraksi baru mungkin menunjukkan interaksi antara obat dan matriks hidrogel (Bal A, C¸. dkk. 2015). 2.9.5. SEM SEM merupakan mikroskop elektron 2 yang dapat digunakan untuk. mengamati morfologi permukaan dalam skala mikro dan nano dalam suatu sampel. Teknik analisis SEM menggunakan elektron sebagai sumber pencitraan dan medan elektromagnetik sebagai lensanya. Elektron berinteraksi dengan atom-atom pada sampel sehingga membuat sampel menghasilkan sinyal yang memberikan informasi mengenai permukaan topografi sampel, komposisi, dan sifat-sifat lainnya seperti konduktivitas listrik. Komponen dasar peralatan SEM terdiri dari empat sistem utama, yaitu sistem penembak elektron yang menghasilkan elektron dengan jumlah tertentu; sistem lensa yang berupa medan elektromagnetik yang memfokuskan berkas elektron pada. Universitas Sumatera Utara.

(37) permukaan sampel; sistem pelarikan yang membentuk bayangan dengan prinsip pelarikan (scanning); dan sistem deteksi yang memanfaatkan elektron sekunder dan elektron terhambur balik. Hasil interaksi berkas elektron dengan permukaan sampel, dapat berupa elektron sekunder (SE), elektron terhambur balik (BSE), elektron Auger, sinar-X dan elektron transmisi. Pada SEM hanya memanfaatkan SE dan BSE untuk memperoleh informasi struktur mikro, sedangkan sinar-X digunakan untuk menganalisa komposisi kimia pada permukaan sampel. Sampel yang akan dikarakterisasi dengan SEM, harus mempunyai permukaan yang relatif rata dan halus (Johan, 2009). Secara lebih detail sistem alat SEM terdiri dari beberapa komponen diantaranya, sistem sumber elektron (electron gun), sistem lensa sistem deteksi, sistem scanning dan sistem vacuum. Sistem ini terdiri dari sumber elektron berupa filament sebagai kutub katoda yang berfungsi sebagai penghasil elekton dan sumber tegangan negatif/celah pelindung (aperture shield) dan kutub anoda (Sembiring & Simanjuntak, 2015).. 2.9.6 Differential Scanning Calorimetry (DSC) DSC merupakan pengukuran perubahan dari perbedaan laju aliran panas ke bahan (sampel) dan bahan referensi yang mengalami pengendalian suhu. Perubahanperubahan terjadi karena adanya pelepasan panas (eksotermal) dan penyerapan panas (endotermal). Analisis termal DSC juga merupakan teknik alternatif untuk menentukan suhu transisi fasa berupa titik leleh, onset re-kristalisasi, suhu penguapan (Klancnik dkk,2010). Analisis termal dalam pengertian luas adalah pengukuran sifat kimia fisika bahan sebagai fungsi suhu. Penetapan dengan metode ini dapat memberikan informasi pada kesempurnaan kristal, polimorfisma, titik lebur, sublimasi, transisi kaca, dedrasi, penguapan, pirolisis, interaksi padat-padat dan kemurnian. Data semacam ini berguna untuk karakterisasi senyawa yang memandang kesesuaian, stabilitas, kemasan dan pengawasan kualitas. Pengukuran dalam analisis termal meliputi suhutransisi, termogravimetri dan analisis cemaran. Analisis termal DSC digunakan untuk mengetahui fase- fase transisi pada polimer. Analisis ini. Universitas Sumatera Utara.

(38) menggunakan dua wadah sampel dan pembanding yang identik dan umumnya terbuat dari alumunium (Martianingsih dan Lukman, 2010). Prinsip kerja analisis termal DSC didasarkan pada perbedaan suhu antara sampel dan suatu pembanding yang diukur ketika sampel dan pembanding dipanaskan dengan pemanasan yang beragam. Perbedaan suhu antara sampel dan zat pembanding yang lembam (inert) akan teramati apabila terjadi perubahan dalam sampel yang melibatkan panas seperti reaksi kimia, perubahan fase atau perubahan struktur. Jika ΔH (-) maka suhu sampel akan lebih rendah daripada suhu pembanding, sedangkan jika ΔH (+) maka suhu sampel akan lebih besar daripada suhu zat pembanding. Perubahan kalor setara dengan perubahan entalpi pada tekanan konstan. Data yang diperoleh dari analisis DSC dapat digunakan untuk mempelajari kalor reaksi, kinetika, kapasitas kalor, transisi fase, kestabilan termal, kemurnian, komposisi sampel, titik kritis, dan diagram fase. Termogram hasil analisis DSC dari suatu bahan polimer akan memberikan informasi titik transisi kaca (Tg), yaitu suhu pada saat polimer berubah dari bersifat kaca menjadi seperti karet, titik kristalisasi (Tc), yaitu pada saat polimer berbentuk kristal, titik leleh (Tm), yaitu saat polimer berwujud cairan, dan titik dekomposisi (Td), yaitu saat polimer mulai rusak.. Universitas Sumatera Utara.

(39) BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Persiapan dan karakteristik hidrogel berbasis polivinil alkohol mengandung mikrobentonit alami dilakukan di Laboratorium LIDA USU. Untuk karakterisasi dengan FTIR dilakukan di Laboratorium PTKI Sumatera Utara dan UPT Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi Universitas Lampung, untuk karakterisasi dengan PSA di Lab Nanomedis Farmasi USU, untuk karakterisasi dengan SEM di Laboratorium TERPADU USU, untuk karakterisasi dengan XRD dilakukan di Laboratorium ITS, untuk karakterisasi dengan DSC dilakukan di Laboratorium Material PTKI Sumatera Utara. Persiapan sampel dan pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Maret 2019 sampai pada bulan Agustus 2019.. 3.2 Bahan dan Alat Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bentonit Alam yang berasal dari Nisam Kabupaten Aceh Utara, Aquadest, Asam akrilat, Polivinil alkohol (PVA), Ammonium persulfat (APS), Metilenbisakrilamida (MBA), Klorofrom dan etanol. Adapun alat-alat yang digunakan dalam peenelitian ini adalah Alat-alat gelas, Neraca analitis, Termometer, Hot plate, Desikator, Oven, Magnetik Stirer, Kertas pH, Cetakan plastik + tutup, Botol semprot, Pengaduk, Seperangkat alat PSA Analysette 22, Seperangkat alat SEM Hitachi TM 3000, Seperangkat alat XRD XPert MPD, Seperangkat alat FTIR Bruker dan Agilent Technologies, Seperangkat alat DSC-60 Plus Shimadzu. 3.3 Prosedur kerja 3.3.1. Preparasi bentonit Sebanyak 100 gr bentonit kemudian dihaluskan, kemudian disaring dengan. ayakan 100 mesh, lalu didispersikan kedalam 750 mL larutan H2SO4 1 M, kemudian dipanaskan pada suhu 80 oC selama ±3 jam dan didiamkan selama 24 jam. Kemudian hasil disaring dan endapan dicuci, kemudian dilakukan sentrifugasi 2500 rpm selama. Universitas Sumatera Utara.

(40) 10 menit. Pencucican dilakukan hingga endapan tidak lagi mengandung ion sulfat. Endapan hasil pencucian kemudian dipanaskan dalam oven selama 3 jam pada suhu 110 oC. Padatan kering diblender dan diayak dengan ukuran 100 mesh. Hasil ayakan tersebut merupakan mikrobentonit alam lalu dikarakterisasi PSA, FTIR dan XRD.. 3.3.2. Pembuatan larutan Polivinil alkohol (PVA) 10% PVA ditimbang sebanyak 10 gram, kemudian dilarutkan ke dalam 100 mL air. suling, diaduk dan dipanaskan pada suhu 70 °C selama ± 3 jam sampai homogen.. 3.3.3. Pembuatan hidrogel semi-IPN Masukkan 25 mL air suling kedalam beaker glas dan ditambahkan variasi 0. g; 0,2 g; 0,4 g; 0,6 g dan 0,8 g mikrobentonit, kemudian campuran dipanaskan pada suhu 60 OC dengan menggunakan hotpalate dan diaduk secara terus menerus hingga homogen. Masukkan 10% larutan PVA dengan variasi 1 ml, 2 ml, 4 ml, 6 ml, dan 8 ml kedalam beaker glas dan diaduk hingga homogen pada suhu 60 OC . Masukkan 7 ml AA dan 0,05 g Ammonium Persulfat (APS) ditambahkan ke dalam beaker glass dengan diaduk menggunakan magnetik stirer. Tambahkan 0,04 g N, N'metilenbisakrilamida (MBA) ke dalam beaker glas sambil diaduk. Kemudian suhu campuran reaksi hingga 60 oC dipertahankan reaksi selama 1 jam. Produk yang dihasilkan direndam dalam etanol selama 24 jam. Dikeringkan didalam oven pada suhu 65 oC selama 2 hari.. 3.4 Karakterisasi Hidrogel Semi-IPN 3.4.1. Uji persentase daya serap air Pengujian persentase daya serap air dilakukan dengan metode penentuan. persen rasio swelling dengan cara mengukur berat awal (Wd) sampel yang kemudian direndam dalam air suling selama 24 jam. Sampel yang telah direndam kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring dan diukur lagi berat akhirnya (W s). Pengukuran persen daya serap air pada hidrogel dapat ditentukan dengan rumus berikut : %S=. …………………………… (3.1). Universitas Sumatera Utara.

(41) Keterangan : % S = Persentase daya serap air (%) Ws = Berat swollen hidrogel (g) Wd = Berat kering dari hidrogel (g) 3.4.2. Uji persentase derajat ikat silang Nilai persentase derajat ikat silang dapat dilakukan dengan penentuan persen. derajat ikat silang dimana berat kering hidrogel yang dihasilkan ditimbang. Kemudian hidrogel tersebut direndam dengan pelarutnya (kloroform) selama 24 jam. Setelah perendaman, hidrogel dioven pada suhu 60 oC hingga kering selama 3 jam. Berat kering hidrogel setelah perendaman ditentukan dengan penimbangan menggunakan neraca analitis. Derajat ikat silang (degree of crosslinking) dapat ditentukan dengan rumus berikut : % DC =. …………………………… (3.2). Keterangan : % DC = Persentase derajat ikat silang Wg = Berat kering dari hidrogel (g) Wo = Berat swollen hidrogel (g) 3.4.3. Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR Spesimen dijepit pada tempat sampel kemudian diletakkan pada alat kearah. sinar inframerah. Hasilnya akan direkam kedalam kertas berskala aluran kurva bilangan gelombang terhadap intensitas sinar berupa grafik spektrum.. 3.4.4. Analisis Struktur Kristal dengan XRD Analisis difraksi sinar X (XRD) dilakukan untuk menentukan struktur. kristalin dari sampel SB, OG, SB/OG menggunakan alat difraktometer XPert MPD. Radiasi Cu-Kα yang digunakan (λ=0.154 nm) untuk mengamati sampel dari 5ᵒ hingga 30ᵒ dengan kecepatan scan 2ᵒ min-1, tegangan 40kV, dan arus 200mA.. Universitas Sumatera Utara.

(42) 3.4.5. Scanning Electron Microscopy (SEM) Pengujian dilakukan dengan cara memotong sampel dengan ukuran 1 cm X 1. cm, kemudian diletakkan sampel tersebut diatas preparat dan diamati sehingga dapat terlihat struktur permukaan hidrogel yang dihasilkan. Analisa morfologi dilakukkan dengan menggunakan alat SEM Hitachi TM 3000.. 3.4.6. Differential Scanning Calorimetry (DSC) Analisa termal DSC digunakan untuk mengetahui fase-fase transisi pada. polimer. Analisa ini menggunakan dua wadah sampel dan pembanding yang idntik dan umumnya terbuat dari aluminium. Sampel dan pembanding tergantung pada penambahan suhu secara terusmenerus. Penambahan panas dicatat oleh recorder, panas ini digunakan untuk mengganti kekurangan dan kelebihan sebagai akibat reaksi endoterm dan eksoterm yang terjadi salam sampel. Data yang diperoleh dari masing-masing tehnik tersebut digunakan untuk memplot secara kontinyu dalam kurva yang dapat disertakan dengan spektrum yang dikenal sebagai temogram.. Universitas Sumatera Utara.

(43) 3.5 Bagan Penelitian 3.5.1 Preparasi Bentonit 100 g Bentonit dihaluskan diayak dengan ukuran 100 mesh Hasil diispersikan kedalam 750 ml larutan H2SO4 1 M selama 24 jam dipanaskan pada suhu 80oC selama 3 jam, didiamkan selama 24 jam disentrifugasi 2500 rpm selama 10 menit endapan hasil pencucian dipanaskan dalam oven selama 3 jam pada suhu 110 oC padatan kering dihaluskan dan diayak dengan ukuran 100 mesh Mikrobentonit. dikarakterisasi. PSA. FTIR. XRD. Universitas Sumatera Utara.

(44) 3.5.2. Pembuatan Hidrogel Mikrobentonit ditambahkan 100 mL air kedalam beaker glass dipanaskan pada suhu 60 oC sambil diaduk ditambahkan 1 ml PVA dipanaskan pada suhu 60 oC sambil diaduk hingga homogen Larutan Gel ditambahkan 7 mL AA kemudian dipanaskan dan diaduk hingga homogen ditambahkan 0,05 g inisiator APS diaduk dan dipanaskan pada suhu 60 oC ditambahkan pengikat silang 0,04 g MBA kemudian dipanaskan dan diaduk hingga semua larutan tercampur. Larutan Hidrogel Larutan dipindahkan ke cup plastik dan disimpan kedalam oven pada temperatur 60 oC hingga larutan kering Hidrogel direndam dengan etanol selama 24 jam diangkat dan dikeringkan kedalam oven hingga hidrogel kering diambil dan dimasukkan kedalam desikator sampai bobot konstan Hidrogel dikarakterisasi. Uji Derajat Ikat Silang. Uji Daya Serap. Uji FTIR. Uji SEM. Uji XRD. Uji DSC. Keterangan : Dilakukan prosedur yang sama untuk variasi mikrobentonit 0,2 g ; 0,4 g ; 0,6 g ; 0,8 g. Universitas Sumatera Utara.

(45) Tabel 3.1. Komposisi Hidrogel NO.. Bentonit. PVA 10%. AA. APS. MBA. (g). (mL). (mL). (g). (g). 1.. -. 1. 7. 0,05. 0,04. 2.. 0,2. 2. 7. 0,05. 0,04. 3.. 0,4. 4. 7. 0,05. 0,04. 4.. 0,6. 6. 7. 0,05. 0,04. 5.. 0,8. 8. 7. 0,05. 0,04. Universitas Sumatera Utara.

(46) BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Hidrogel Pembuatan hidrogel dengan bahan baku berupa polivinil alkohol (PVA), inisiator ammonium persulfat (APS), monomer asam akrilat dan pengikat silang metilen bisakrilamida (MBA), mengikuti tiga tahap reaksi sebagai berikut : (1) disosiasi amonium persulfat (APS), (2) abstraksi hidrogen saat anion persulfat radikal bereaksi dengan polivinil alkohol (PVA), dan (3) pembentukan kopolimer saat radikal aktif mengikat gugus amida pada akrilamida atau gugus karboksilat pada asam akrilat (grafting) sekaligus terbentuk crosslinking oleh metilen bisakrilamida (MBA) maka dari itu hasil dari pembuatan hidrogel terdapat pada Gambar 4.1. Bahan pengisi mikrobentonit ditambahkan untuk memperkuat struktur hidrogel, dengan demikian hidrogel yang dihasilkan mampu untuk menahan air yang sudah diserap. Kemudian pencucian dilakukan dengan menggunakan etanol untuk menghilangkan sisa monomer yang tidak bereaksi.. Gambar 4.1. Hasil Hidrogel. Universitas Sumatera Utara.

(47) 2O O. O. S. O. O. S. heat. 2 SO4-2. O. O. O. Amonium Persulfat SO4-2 O O OH OH. O. nx OH. Asam Akrilat n HO. O. O. OH. HO. O COOH. COOH. COOH. COOH. COOH. n Poliakrilat. Universitas Sumatera Utara. COO H.

(48) COOH COOH. COOH COOH. COOH. HOOC. n. O. SO4. O. SO4-2. O. O. N. N. N. N. H. H. H. H. -2. n. Metilenbisakrilamida. COOH. COOH. COOH COOH. COOH COOH. Poliakrilat MBA. Universitas Sumatera Utara.

(49) Gambar 4.2 Perkiraan reaksi ikat silang hidrogel. 4.2 Analisa Persen Daya Serap Air (%) Rasio daya serap merupakan salah satu parameter utama dari hidrogel khususnya untuk pengujian suatu bahan sebagai absorbent. Material hidrogel Superabsorbent Polymer Composite (SAPC) merupakan jaringan polimer hidrophilik tiga dimensi dengan ikatan silang yang mampu mengembang (swelling) dalam air dan menahan air tersebut dalam keadaan bengkak (P.K.Sahoo. dkk. 2006). Kemampuan hidrogel dalam menyerap air dilihat dengan menentukan persen rasio daya serap. Hidrogel dapat mengalami penyerapan air dengan penampilan yang. Universitas Sumatera Utara.

(50) transparan dan memiliki permukaan yang halus, agak keras tapi fleksibel (Okay.2000). Hid PVA Hid PVA + 0,4 gr mikrobentonit Hid PVA + 0,8 gr mikrobentonit Hid PVA + 0,2 gr mikrobentonit Hid PVA + 0,6 gr mikrobentonit. 800 700. % Daya Serap air. 600 500 400 300 200 100 0 5. 10. 20. 30. 90. 1440. 2880. 4320. Variasi Waktu (Menit) Gambar 4.3 Grafik Persen Daya Serap Air (%) Hidrogel Terlihat dari Gambar 4.3 bahwa dengan konsentrasi mikrobentonit 0,2 g memberikan daya serap tertinggi dan pada penambahan mikrobentonit lebih banyak akan menurunkan kemampuan daya serap komposit hidrogel yang dihasilkan. Jelas terlihat bahwa banyaknya serbuk mikrobentonit merupakan faktor penting yang mempengaruhi. kesetimbangan. penyerapan. air. komposit. superabsorben. Bent/PVA/AA/APS/MBA, dimana daya serap air menurun dengan bertambahnya jumlah mikrobentonit. Hal ini dikarenakan jumlah dari mikrobentonit dalam campuran polimerisasi mempengaruhi rasio daya serap pada hidrogel. Semakin banyak jumlah mikrobentonit maka kelompok gugus –OH juga meningkat, sehingga menyebabkan sifat hidrofilitas yang tinggi. Pada penelitian ini penambahan mikrobentonit 0,2 g memiliki rasio daya serap tertinggi. Akan tetapi pada. Universitas Sumatera Utara.

(51) penambahan mikrobentoni sebanyak 0,4 g ; 0,6 g dan 0,8 g rasio daya serap kembali menurun, hal ini dikarenakan adanya interaksi fisika yang menyebabkan difusi air dalam hidrogel menurun. Bertambahnya titik-titik crosslink selama polimerisasi yang menyebabkan jaringan juga bertambah dan hal ini yang membuat ruangan untuk tempat air yang masuk menjadi berkurang. Pengamatan serupa telah dilaporkan oleh peneliti yang lain (Bajpai and Anjali 2003). Penurunan rasio daya serap pada penambahan mikrobentonit 0,2 g memiliki rasio daya serap tertinggi sedangkan pada penambahan mikrobentonit 0,4 g; 0,6 g dan 0,8 g rasio daya serap menurun disebabkan oleh jumlah molekul MBA dan akrilat yang digunakan tidak sebangding dengan jumlah mikrobentonit yang ditambahkan. Sehingga dapat diasumsikan bahwa jumlah mikrobentonit yang tidak bereaksi pada pembentukan hidrogel. Dari hasil Persen Rasio daya serap ini dapat disimpulkan bahwa hasil hidrogel yang optimum yaitu dengan penambahan 0,2 g mikrobentonit. Maka uji karakterisasi selanjutnya yang akan dilakukan adalah hidrogel dengan penambahan 0,2 g mikrobentonit. Tabel 4.1. Komposisi Hidrogel Analisa Persen Daya Serap Air (%) NO.. Mikrobentonit. PVA 10%. AA. APS. MBA. (gr). (mL). (mL). (g). (g). Persen Rasio Daya Serap (%). 1.. -. 1. 7. 0,05. 0,04. 742,25. 2.. 0,2. 2. 7. 0,05. 0,04. 811,78. 3.. 0,4. 4. 7. 0,05. 0,04. 714,86. 4.. 0,6. 6. 7. 0,05. 0,04. 594,88. 5.. 0,8. 8. 7. 0,05. 0,04. 302,86. Universitas Sumatera Utara.

(52) 4.3 Analisa Derajat Ikat Silang Data dari penentuan derajat ikat silang (degree of crosslinking) dapat dilihat pada Gambar 4.4.. 100. 77,99. Derajat Ikat Silang (%). 75. 76,77 69,39. 65,74. 64,03. 50. 25. 0 0,0. 0,2. 0,4. 0,6. 0,8. Berat Hidrogel PVA + Mikrobentonit (g). Gambar 4.4 Grafik Hasil Uji % Ikat Silang Dalam pengujian persentase derajat ikat silang, menggunakan klorofrom untuk melarutkan AA yang tersisa yang tidak ikut bereaksi bahan-bahan lain. Sehingga diharapkan hasil pengujian persentase derajat ikat silang hidrogel yang terikat silang secara sempurna antara AA dengan MBA. Dari gambar hidrogel yang terikat silang dengan MBA menghasilkan rasio derajat ikat silang yang bervariasi. Berdasarkan gambar terlihat bahwa persen derajat ikat silang meningkat dengan menurunnya jumlah mikrobentonit yang digunakan. Hal ini disebabkan karena semakin banyaknya jumlah mikrobentonit yang digunakan maka hidrogel yang digunakan akan semakin padat.. Universitas Sumatera Utara.

(53) Pada penambahan mikrobentonit 0,2 g persen derajat ikat silangnya merupakan nilai yang optimum. Jaringan yang diharapkan pada perlakuan ini yaitu terbentuknya rantai panjang dan terikat silang hanya di beberapa tempat saja. Sedangkan pada penambahan mikrobentonit 0,4 g; 0,6 g dan 0,8 g persen derajat ikat silangnya menurun. Hal ini disebabkan oleh adanya interaksi fisik ataupun terbentuknya ikatan hidrogen antara gugus hidrogen dari mikrobentonit dengan ikatan hidrogen dari AA. Ikatan ini seperti jembatan hidrogen atau vanderwalls sehingga meningkatnya sifat elastisitas yang terbatas. Derajat ikat silang suatu hidrogel apabila mengalami peningkatan akan menghasilkan hidrogel dengan struktur yang kuat. Oleh karena itu, derajat ikat silang yang digunakan pada saat kondisi ikat silang yang optimum agar hidrogel bersifat relatif kuat dan elastis (Devine dan Higginbotham.2003). Derajat ikat silang menunjukkan bahwa derajat ikatan silang yang terjadi pada struktur hidrogel, semakin banyak ikatan hidrogen yang terbentuk maka kekuatan hidrogel menjadi semakin besar dan struktur hidrogel menjadi semakin kuat dengan bertambahnya jumlah ikatan hydrogen (A. Z. Abidin,Y. S .Andre dan N. Irwan.2012). Tabel 4.2. Komposisi Hidrogel Analisa Derajat Ikat Silang Mikrobentonit. PVA 10%. AA. APS. MBA. Derajat Ikat Silang. (g). (mL). (mL). (g). (g). (%). 1.. -. 1. 7. 0,05. 0,04. 64,03. 2.. 0,2. 2. 7. 0,05. 0,04. 77,99. 3.. 0,4. 4. 7. 0,05. 0,04. 76,77. 4.. 0,6. 6. 7. 0,05. 0,04. 69,39. 5.. 0,8. 8. 7. 0,05. 0,04. 65,74. NO.. 4.4 Analisis FTIR Analisa gugus fungsi dengan FT-IR dilakukan menggunakan alat FT-IR Bruker. Sampel yang dianalisa terdiri dari hidrogel PVA dan hidrogel dengan. Universitas Sumatera Utara.

(54) penambahan 0,2 g mikrobentonit. Spektrum FTIR dari hidrogel yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 4.5.. 3,2. 782. Mikrobentonit. Hid PVA + 0,2 g mikrobentonit. 0,8. 794 521. 2939. 1174. 1,6. 1428. Transmitansi (%). 2,4. Hid PVA 2928. 1451. 0,0. 1695. 998. 1694 4000. 3500. 3000. 2500. 2000. 1500. 1000. 500. -1. Bilangan Gelombang (cm ). Gambar 4.5 Spektrum FTIR dari (a) Mikrobentonit (b) Hidrogel PVA dan (c) Hidrogel PVA + mikrobentonit 0,2 g Pada spektrum FTIR mikrobentonit (Gambar 4.5), mempunyai karakteristik yaitu memiliki serapan pada daerah spektrum 998 cm-1 merupakan asimetris Si-O-Si, serapan regangan Si-O-Al pada 782 cm-1 (dapat dilihat pada lampiran 4), hasil ini sesuai dengan penelitian (Zaimahwati., dkk. 2018). Hasil uji gugus fungsi FTIR pada hidrogel PVA dengan penambahan PVA 1 ml : AA 7 ml, dan APS 0,05 : MB 0,2 gram dan MBA sebanyak 0,04 gram dapat dilihat pada Gambar 4.5. Hidrogel yang telah di buat di analisis gugus fungsinya dengan menggunakan FTIR. Gugus fungsi utama hidrogel pada hidrogel PVA adalah puncak serapan pada 2928 cm-1 yang menunjukkan adanya streching gugus hidroksil. Universitas Sumatera Utara.

(55) (O-H) yang berasal dari asam akrilat dan pelarut polivinil alkohol. Pada puncak serapan 1695 cm-1 merupakan puncak serapan gugus asam karboksilat (C=O) yang dalam hal ini menyatakan bahwa selama reaksi pembentukan hidrogel terikat silang, tidak semua monomer asam akrilat teradikalisasi membentuk poli asam akrilat. Serapan pada bilangan gelombang 1451 cm-1 menunjukkan gugus fungsi CH2 (dapat dilihat pada lampiran 5). Serapan pada bilangan gelombang 1141 cm-1 menunjukkan adanya gugus C-O. Pada peak absorpsi gugus C-O biasanya tidak mudah untuk diidentifikasi dalam daerah sidik jari karena daerah spektrum ini sering mengandung banyak sekali peak-peak yang saling tumpang tindih (Fesssenden.1982). Berdasarkan Gambar 4.5 bentuk serapan hidrogel semi-IPN 0,2 g mikrobentonit tidak memiliki perbedaan yang sangat signifikan dengan serapan dari hidrogel PVA. Hal ini membuktikan bahwa proses ikat silang antara monomer AA (membentuk poli asam akrilat) dengan pengikat silang MBA telah terbentuk. Keberadaan mikrobentonit terbukti mampu memberikan efek ikatan fisik ditandai dengan terbentuknya hidrogel semi-IPN tanpa mengubah pita serapan pada hidrogel yang telah dibuat. Keterangan gugus fungsi yang berhasil diamati oleh spektrofotometer FTIR antara hidrogel PVA terhadap hidrogel semi-IPN 0,2 g mikrobentonit juga tidak jauh berbeda tetapi hanya mengalami pergeseran bilangan gelombang. Pada hasil spektrum FTIR hidrogel semi-IPN 0,2 g mikrobentonit terdapat puncak serapan pada bilangan gelombang 2939 cm-1 menunjukkan vibrasi stretching gugus OH. Keberadaan gugus OH tersebut diperkirakan berasal dari PVA dan AA. Munculnya serapan khas gugus asam karboksilat (C=O) pada bilangan gelombang 1694 cm-1. Serapan pada bilangan gelombang 1428 cm-1 menunjukkan gugus fungsi CH2. Gugus Si-OH-Si pada bilangan gelombang 1174 cm-1, gugus Al-O-Si pada bilangan gelombang 794 cm-1, gugus Si-O pada bilangan gelombang 521 cm-1. Gugus fungsi diatas merupakan gugus fungsi utama penyusun mikrobentonit yang terdapat pada hidrogel. Hasil ini sesuai dengan penelitian (Darvishi, Z. dkk. 2010). 4.5 Analisa Difraktogram Analisis difraktogram dilakukan berdasarkan hasil pengukuran difraksi sinarX atau XRD. Bahan polimer yang bersifat kristalin akan muncul puncak-puncak. Universitas Sumatera Utara.

(56) difraksi sebagai puncak yang tajam pada sudut tertentu, sedangkan bagian amorf akan muncul sebagai puncak yang lebar. Analisis difraktogram pada mikrobentonit bertujuan untuk mengetahui kandungan mineral-mineral yang terdapat pada mikrobentonit dan melihat pola difraksi pada harga 2θ dan jarak antar bidang datar (basal spacing) dari kisi kristalin. Difraktogram mikrobentonit dapat dilihat pada Gambar 4.6.. Intensitas (a.u.). Hid PVA Hid PVA + Mikrobentonit 0,2 g Mikrobentonit. 10. 15. 20. 25. 30. 35. 40. 45. 50. 55. 60. . ( ). Gambar 4.6 Difraktogram dari (a) Mikrobentonit (b) Hidrogel PVA dan (c) Hidrogel PVA + mikrobentonit 0,2 g Difraktogram mikrobentonit pada Gambar 4.6 menunjukkan puncak dengan intensitas tinggi pada 2θ = 10.5413 dan 2θ = 27.8721 yang mengindikasikan mineral montmorillonit. (Morris, dkk .1981) juga menyatakan bahwa mineral montmorillonit menunjukkan puncak difraksi pada 2θ = 6.09, 20,27 dan 35,79. Difraktogram hidrogel PVA pada Gambar 4.6 menunjukkan satu puncak yang tajam pada daerah 2ϴ sekitar 19,4o ,23,1 o, 40,6. o. hal ini sesuai dengan. Universitas Sumatera Utara.

(57) penelitian P. J. Reséndiz-Hernández. (2008) dan L. A. García-Cerda. (2007) bahwa difraktogram PVA menunjukkan puncak yang tajam pada 2ϴ = 19,4o. Berdasarkan kristalograf dari hasil uji XRD terlihat pada Gambar 4.6, hidrogel PVA + mikrobentonit 0,2 g memiliki struktur semi kristalin yang terdapat puncak khas dari hidrogel mikrobentonit pada 2θ = 16,3 ° ; 19,52 ° disertai dengan puncak bahu pada 2θ = 22,73 ° ; 32,9 ° dan puncak yang tajam pada 2θ = 43,31 ° mengindikasikan. adanya. Kristal. kuarsa. yang merupakan. komponen. dari. mikrobentonit. Hasil ini sesuai dengan pola montmorillonite JCPDS card No. 130135. Pola difraksi bentonit memiliki 10 refleksi utama, yang mengarakterisasi sampel terutama sebagai montmorillonite (E. F. dos Reis et al., 2006). Bentonit juga terdiri dari kristobalit (d-value = 2.800, 2θ = 31.94°) sebagai komponennya (E. A. P. Wibowo., 2017). Dari software match dapat diketahui unsur-unsur yang terkandung didalam montmorillonit ini, antara lain Silikon, Aluminium, Cesium, Ferrum, Magnesium, Oksigen dan Hidrogen. Ion-ion yang bercampur dengan H2O yang berada diantara lembaran Si dan Al dapat dipertukarkan, agar membentuk suatu pilar yang mampu memperbesar pori yang ada dalam montmorillonit (W.R.Robert. 2012 ).. 4.6 Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) Analisis menggunakan SEM bermanfaat untuk mengetahui morfologi, bentuk, ukuran, serta porositas hidrogel. Oleh karena itu, foto SEM memberikan informasi yang relevan yang berkatian dengan homogenitas dan heterogenitas jaringan hidrogel (Erizal, dkk. 2015). Analisa SEM dilakukan terhadap hidrogel PVA + mikrobentonit 0,2 g pada perlakuan optimal, analisa ini bertujuan untuk mengetahui morfologi/bentuk dari mikrobentonit.. Kemudian. mikrobentonit. dianalisis. morfologi/bentuknya. menggunakan alat SEM dengan perbesaran 500 kali sebagaimana terlihat pada Gambar 4.7. Gambar 4.7 menunjukkan bahwa mikrobentonit yang telah dihaluskan menjadi 230 mesh, morfologi permukaan hidrogel semi-IPN dengan penambahan mikrobentonit 0,2 g menunjukkan permukaan sedikit kasar, permukaan tampak rata. Secara. umum. terlihat. bahwa. morfologi. SEM. hidrogel.. MB/PVA/AA/APS/MBA semi-IPN memiliki permukaan kasar dan kerapatan besar.. Universitas Sumatera Utara.

(58) Hal ini menunjukkan jaringan polimer yang terbentuk akan saling berbelit dan berinteraksi. Pada Gambar 4.7 terlihat mempunyai permukaan yang kasar dan rapat, hal ini kemungkinanan disebabkan oleh bentonit yang menyebar dan mengisi rongga-rongga. Hasil dari SEM terlihat bahwa adanya permukaan bewarna putih pada hidrogel , yang tidak homogen. Hasil yang terlihat adanya permukaan yang berwarna putih, disebabkan bahwa material terlapis belum bagus, masih menggumpal serta belum merata dan adanya mikrobentonit yang berlebih karena jika mikrobentonit semakin banyak kemungkinan hasil struktur morfologi yang dihasilkan mikrobentonit akan berada dipermukaan. Hal ini dikarenakan pengadukan yang kurang lama dan waktu pendiaman (aging) yang hanya sebentar yang akan mempengaruhi struktur morfologi yang dihasilkan.. a. b. Gambar 4.7 Hasil SEM dari (a) Hidrogel PVA 500X, (b) Hidrogel PVA + 0,2 gr mikrobentonit 500X. 4.7 Analisis Differential Scanning Calorimetry (DSC) Pencirian menggunakan alat DSC merupakan suatu teknik analisis termal yang berfungsi mengukur energi yang diserap atau diemisikan oleh sampel sebagai fungsi waktu atau suhu. Penelitian ini bertujuan mempelajari karakter termal hidrogel polivinil alkohol dengan pengisi mikrobentonit. Terbentuknya interaksi fisik antara dua bahan dapat diperkirakan menggunakan analisis termal. Hasil termogram pada DSC Gambar 4.8 a pada puncak pertama suhu 106,85 o. C – 192,39 oC mengalami perubahan endotermis, dimana reaksi tersebut yang. membutuhkan energi sebesar 86,10 J/g dan 637,15 mJ. Pada tahap ini diperkirakan. Universitas Sumatera Utara.

(59) terjadinya penguapan air. Sedangkan pada termogram DSC pada Gambar 4.8 b hidrogel dengan penambahan mikrobentonit 0,2 g pada suhu 150,80 oC – 214,80 oC, dimana reaksi tersebut mengalami perubahan endotermis yang membutuhkan energi sebesar 73,55 J/g dan 137,05 mcal. Pada tahap ini ada indikasi terjadinya penguapan air yang terikat pada mikrobentonit dan poliakrilat.. 20 Hid PVA Hid PVA + 0,2 gr mikrobentonit. a. DSC mW. 10 Peak Onset Endset Heat. 0. 150,99 C 106,85 C 192,39 C 637,15 m J 86,10 J/g. Peak Onset Endset Heat. 297,17 C 284,79 C 312,63 C 1,17 J 157,70 J/g. b. Peak Onset Endset Heat. -10. 171,39 C 150,80 C 214,26 C 573,69 mJ 73,55 J/g 137,05 mcal. Peak Onset Endset Heat. -20 50. 100. 150. 200. 250. 300,84 C 282,96 C 317,13 C 1,58 J 202,93 J/g 378,13 mcal. 300. 350. o. Temperatur ( C). Gambar 4.8 Analisa DSC hidrogel (a) Hidrogel PVA (b) Hidrogel PVA + mikrobentonit 0,2 g Hasil termogram DSC pada Gambar 4.8 a yang kedua mengalami reaksi endotermis pada suhu 284,79. o. C dan 312,63. o. C, dimana reaksi tersebut. membutuhkan energi sebesar 157,70 J/g dan 1,17 J. Pada kondisi ini sudah mulai mengalami dekomposisi sampel. Hasil termogram DSC pada Gambar 4.8 b yang kedua puncak hidrogel mikrobentonit juga mengalami reaksi endotermis pada suhu 282,96 oC dan 317,13 oC, dimana reaksi tersebut membutuhkan energi sebesar 202,93 J/g dan 378,13 mcal, pada kondisi ini sampel mulai mengalami dekomposisi.. Universitas Sumatera Utara.

Referensi

Dokumen terkait

Strategi, kebijakan, dan prioritas pengabdian kepada masyarakat di tingkat Prodi PPs-Unsyiah harus ditetapkan sesuai dengan visi, misi dan tujuan PPs- Unsyiah

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik

Pengujian hipotesis menggunakan uji t menunjukkan bahwa nilai signifikansi pada variabel bebas (Persepsi Pengembangan Karir) terhadap variabel terikat (intensi turnover)

Tidak berarti menutup kemungkinan melakukan eksperimen (murni) pada bidang sosial, dengan mempertimbangkan beberapa hal, upaya mendapatkan kelompok random ( memiliki

tahun 2008 melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pasca Sarjana, Universitas. Pendidikan Indonesia, Program Magister S.2, pada Program

Analisis Folklor Toponimi di Kacamatan Tegalwaru Kabupatén Karawang pikeun Bahan Pangajaran Maca Sajarah Lokal di SMAN 1 Pangkalan. Universitas Pendidikan Indonesia |

dapat diwakilkan, jejaring sosial yang oleh ketua dengan anggota ini. dibangun melalui

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan Proyek Akhir Arsitektur (PAA) tahap Proposal ini pada periode LXXIII ini, dengan