• Tidak ada hasil yang ditemukan

INVENTARISASI CACING PARASIT PADA IKAN BANDENG (Chanos chanos) DI TAMBAK DESA KETAPANG KECAMATAN MAUK KABUPATEN TANGERANG PROVINSI BANTEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "INVENTARISASI CACING PARASIT PADA IKAN BANDENG (Chanos chanos) DI TAMBAK DESA KETAPANG KECAMATAN MAUK KABUPATEN TANGERANG PROVINSI BANTEN"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

INVENTARISASI CACING PARASIT PADA IKAN BANDENG (Chanos chanos) DI TAMBAK DESA KETAPANG KECAMATAN MAUK KABUPATEN

TANGERANG PROVINSI BANTEN

SKRIPSI

ENDANG JUNIARDI 4443080929

JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2013

(2)
(3)

ABSTRAK

ENDANG JUNIARDI. 2013. Inventarisasi Cacing Parasit Pada Ikan Bandeng (Chanos chanos) di Tambak Desa Ketapang Kecamatan Mauk Tangerang provinsi Banten. Dibimbing oleh: MUSTAHAL dan ACHMAD NOERKHAERIN PUTRA

Ikan bandeng memiliki kandungan gizi tinggi, mudah didapat oleh konsumen, harganya relatif murah.Ikan bandeng sama seperti makhluk hidup lainnya, tidak pernah lepas dari ancaman berbagai jenis parasit karena ikan dikenal sangat rentan terinfeksi parasit. Beberapa ekor cacing dan beberapa spesies sering menghuni satu tubuh ikan. Ikan bandeng diukur dari panjang mulut hingga ujung ekor (Toal Length), kemudian ditimbang beratnya total, ikan di amati jenis kelaminnya, serta diinventarisasi jenis parasitnya.pemeriksaan dilakukan pada saluran pencernaan dengan cara membedah tubuh ikan,seluruh organ yang ada dikeluarkan lalu disimpan dalam sebuah cawan petri yang berisi larutan NaCl fisiologis. Pengamatan organ dalam setiap cacing yang berhasil diisolasi dilakukan dengan menggunakan mikroskop elektron. Jenis parasit yang menginfeksi ikan bandeng hasil budidaya di Tambak Desa Ketapang KecamatanMauk Kabupaten Tangerang Provinsi Banten sebanyak 6 jenis yaitu Digenea 1 (5 ekor), Nematoda 1 (20 ekor), Procamallanus (3 ekor), Anisakis (4ekor), Dicheline (1 ekor), dan Rhabdochona (1 ekor) dengan intensitas cacing parasit sebesar 32. Intensitas tertinggi pada ikan Nematoda 1 sebesar 20 ekor dan terendah pada ikan Dicheline, dan Rhabdochona sebesar 1 ekor dengan prevalensi cacing parasit sebesar 40%. Prevalensi parasit tertinggi yaitu Digenea 1 sebesar 12% dan terendah Nematoda 1, Dicheline, Rhabdochona sebesar 4%.

Kata kunci : Inventarisasi, cacing parasit, ikan bandeng.

(4)

ABSTRACT

ENDANG JUNIARDI. 2013. The Inventory of Parasites Worms in milkfish (Chanos chanos) in Village pond Ketapang Mauk District Tangerang Regency Banten Province. Supervised by: MUSTAHAL and ACHMAD NOERKHAERIN PUTRA.

Milkfish is one of famous fish with highly nutrition contents. They are easily found in the market, and its price is relatively cheap. Milkfish just like other animals, has never free from the threat of various parasites. The fishes are also known to be vulnerable to parasite infection. Several worms species of fishes often inhabit a single body of fish. Therefore, in this study the inventory of parasite was done in milkfish. The examination was begun by measuring the fish total length and its weight, and then observed all the parasites found and inventoried. The examination also performed on the digestive tract by dissecting the fish. The whole organ observed and stored in a petridish containing a physiological saline solution. And then thy were observed by using a microscope.

The results showed that were 6 types digenea 1 (5 species), Nematodes 1 (20 species), Procamallanus (3 species), Anisakis (4 species), Dichelyne (1 species), and Rhabdochona (1 species) with a parasitic worm intensity by 32 . Highest intensity in fish Nematodes 1 by 20 and the lowest in fish Dichelyne , and Rhabdochona by 1 with a prevalence of parasitic worms by 40% . Highest parasite prevalence of digenea 1 by 12% and the lowest was 1 Nematodes, Dichelyne, Rhabdochona by 4% .

Keywords : Inventory, parasite worms, milkfish.

(5)

RINGKASAN

ENDANG JUNIARDI. 2013. Inventarisasi Cacing Parasit Pada Ikan Bandeng (Chanos chanos) di Tambak Desa Ketapang Kecamata Mauk Tangerang provinsi Banten. Dibimbing oleh: MUSTAHAL dan ACHMAD NOERKHAERIN PUTRA

Ikan bandeng mudah didapat oleh konsumen dan harganya relatif murah.

Ikan bandeng sama seperti makhluk hidup lainnya, tidak pernah lepas dari ancaman berbagai jenis parasit karena ikan dikenal sangat rentan terinfeksi parasit. Beberapa ekor cacing dan beberapa spesies sering menghuni satu tubuh ikan (Noble dan Noble 1989).

Cacing parasit bisa ditemukan langsung di saluran pencernaan (Neta 2006) maupun di insang (Khairuinnisa 2007). Infeksi cacing pada ikan yang hidup bebas di alam merupakan inang perantara antara parasit dengan ikan yang dibudidayakan. Selain itu, dari segi kesehatan manusia terdapat berbagai jenis cacing yang menginfeksi ikan juga bisa menginfeksi manusia (Sarjito 2005).

Beberapa jenis cacing parasit yang sering menginfeksi ikan bandeng diantaranya Digenea gen. sp., Monogenea gen. sp., Cestoda Scolex pleuronectis pleroceoid, Nematoda gen. sp., Acanthocephalus sp., Cavisoma magnus (FAO 1997) dan Dactylogyrus sp (Mas’ud 2011). Oleh karena itu maka pengetahuan tentang infeksi penyakit cacing pada ikan diperlukan sebagai dasar untuk keberhasilan kegiatan budidaya.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan Januari 2013. Pengambilan sampel dilakukan di kawasan tambak di Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang Provinsi Banten, pemeriksaan parasit di Laboratorium Budidaya Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, dan pemeriksaan kualitas air di Labolatorium Dinas Sumber Daya Air Dan Pemukiman Provinsi Banten.

Jenis parasit yang menginfeksi ikan bandeng hasil budidaya di kawasan Mauk Tangerang Banten sebanyak 6 jenis yaitu Digenea 1 (5 ekor), Nematoda 1

(20 ekor), Procamallanus (3 ekor), Anisakis (4 ekor), Dicheline (1 ekor), dan Rhabdochona (1 ekor). Intensitas cacing parasit pada ikan hasil budidaya di

kawasan Mauk Tangerang Banten sebesar 32. Intensitas tertinggi pada ikan Nematoda 1 sebesar 20 dan terendah pada ikan Dichelyne, Rhabdochona sebesar 1. Nilai prevalensi cacing parasit pada ikan hasil budidaya di Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang Provinsi Banten sebesar 40%. Prevalensi parasit tertinggi yaitu Digenea 1 sebesar 12% dan terendah Nematoda 1, Dicheyne, Rhabdochona sebesar 4%. Ikan yang dibudidaya di tambak yang dekat mangrove dan yang jauh dari mangrove tidak ada pengaruhnya terhadap parasit.

(6)

INVENTARISASI CACING PARASIT PADA IKAN BANDENG (Chanos chanos) DI TAMBAK DESA KETAPANG KECAMATAN MAUK KABUPATEN

TANGERANG PROVINSI BANTEN

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Perikanan

ENDANG JUNIARDI 4443080929

JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2013

(7)
(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena hanya dengan rahmat-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih Inventarisasi Cacing Parasit Pada Ikan Bandeng (Chanos chanos) di Tambak Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang Provinsi Banten.

Didalam proses penyusunan, dari awal hingga terselesaikannya skripsi ini, tidak luput dari uluran bantuan orang lain yang sangat membantu. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada orang-orang yang telah membantu penulis, yaitu:

1. Orang tua, adik dan seluruh keluarga atas do’a, dorongan dan kasih sayangnya selama ini.

2. Dr. Mustahal, M.Sc selaku pembimbing I yang telah memberikan saran dan motivasinya dalam penyusunan skripsi.

3. Achmad Noerkhaerin Putra, S.Pi., M.Si. selaku pembimbing II yang telah memberikan saran dan motivasinya dalam penyusunan skripsi.

4. Bapak H. Hasan selaku pemilik tambak bandeng Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang Provinsi Banten yang telah memberikan ijin penelitian.

5. Kepala Laboratorium Dinas Sumberdaya Air dan Pemukiman Provinsi Banten yang telah membantu dalam pengujian kualitas air.

6. Forcep Rio Indaryanto S.Pi,. serta seluruh dosen Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian yang tidak pernah bosan dan lelah dalam menyampaikan ilmunya kepada penulis.

7. Dian Rahmiati Putri yang telah membantu dalam pembuatan skripsi.

8. Kuswanto, Alvian Huda Utama, Mumun Munawati dan Rini Yanuarti, atas motivasinya.

Penulis menyadari skripsi ini terdapat kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritikannya demi menuju kearah yang lebih baik.

Serang, Nopember 2013

Penulis

(9)

viii

RIWAYAT HIDUP

ENDANG JUNIARDI, lahir di Sajira 04 Juni 1990, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan dari Bapak Edi dan Ibu Atikah. Pendidikan Sekolah Dasar di tempuh di SDN 3 Parungsari tahun (1996-2002), kemudian SLTPN 2 Sajira tahun (2002-2005), dan melanjutkan ke SMAN 2 Rangkasbitung tahun (2005-2008), dan pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sebagai mahasiswa pada Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian melalui jalur Seleksi Masuk Ujian Khusus (SMUK). Selain pendidikan formal, penulis juga pernah menempuh pendidikan non formal yaitu di Pon-Pes Wasilatul Fallah Rangkasbitung (2006-2008).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi pengurus HIMAPI pada Departemen Aspirasi Komunikasi dan Informasi (2009-2010). Pengurus BEM Fakultas Pertanian pada divisi kerohanian (2010-2011). Pengurus HIMAPIKANI sebagai Dewan Pimpinan Wilayah 2 (2010-2011).

Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Inventarisasi Cacing Parasit pada Ikan Bandeng (Chanos-chanos) di Tambak Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang Provinsi Banten”.

(10)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Bandeng (Chanos chanos) ... 3

2.2 Infeksi Parasit... 4

2.2.1 Infeksi parasit cacing Platyhelminthes ... 4

2.2.2 Infeksi parasit cacing Nemathelminthes ... 7

2.3 Penelitian Terdahulu ... 9

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat ... 10

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 10

3.2.1 Alat ... 11

3.2.2 Bahan ... 11

3.3 Prosedur Penelitian ... 11

3.3.1 Pengambilan sampel ikan ... 11

3.3.2 Pengamatan ... 11

3.3.3 Parameter pengamatan ... 12

3.4 Pengukuran Kualitas Air ... 14

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Inventarisasi Jenis Parasit Pada Ikan Bandeng ... 15

4.2 Intensitas dan Prevalensi Cacing Parasit pada Ikan Bandeng di Tambak Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang Provinsi Banten ... 23

4.3 Pengaruh Mangrove ... 25

4.4 Kualitas Air Tambak Mauk Tangerang Banten ... 25

(11)

x

4.5 Interaksi Komponen Kesehatan Ikan ... 26

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 28

5.2 Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

LAMPIRAN ... 33

(12)

xi DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komposisi kimia ikan bandeng ... 4

2. Alat yang digunakan ... 10

3. Bahan yang digunakan ... 11

4. Katagori nilai intensitas ... 12

5. Katagori nilai prevalensi ... 13

6. Identifikasi cacing parasit pada ikan bandeng ... 15

7. Intensitas dan prevalensi cacing parasit pada ikan bandeng... 23

8. Intensitas parasit pada ikan bandeng (Chanos chanos) Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang Provinsi Banten ... 25

9. Kisaran kualitas air kawasan Mauk Tangerang Banten ... 25

(13)

xii DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Ikan bandeng (Chanos chanos) ... 3

2. Gyrodacctilus ... 5

3. Siklus hidup termatoda digenea ... 6

4. Siklis hidup genus Dephyllobothrium ... 7

5. Siklus hidup genus Anisakis ... 8

6. Procamallanus hasil penelitian.. ... 16

7. Procamallanus Pintoni ... 16

8. Procamallanus anterior dan posterior. ... 17

9. Dichelyne hasil penelitian . ... 17

10. Anterior dan posterior Dichelyne (Cucullanellus). ... 18

11. Siklus hidup Dichelyne. ... 18

12. Nematoda 1 hasil pengamatan. ... 19

13. Digenea 1 hasil pengamatan. ... 20

14. Rhabdochoba. ... 21

15. Genus Anisakis hasil pengamatan... 22

16. Prevalensi cacing parasit pada ikan bandeng di Tambak Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang Provinsi Banten. ... 24

(14)

xiii DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Lokasi pengambilan sampel. ... 34

2. Parasit cacing pada ikan bandeng. ... 35

3. Data intensitas dan prevalensi parasit cacing pada ikan bandeng. ... 37

4. Data hasil statistik. ... 45

5. Foto hasil penelitian. ... 46

6. Kualitas air. ... 47

(15)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat menyadari akan kebutuhan dan keinginan terhadap pemenuhan gizi terutama protein yang mendorong masyarakat dalam pembelian ikan segar yang bermutu baik. Rata-rata konsumsi ikan bandeng di Pulau Jawa sebesar 1,17 kg/kapita dengan persentase serapan pasar mencapai 7,88% atau 152.894 ton pada tahun 2008 (Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan 2012). Konsumsi tertinggi untuk ikan bandeng di provinsi Banten yaitu 2,52 kg/kapita dengan total serapan 23.002 ton (Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan 2008).

Tingkat kesukaan masyarakat Kota Serang terhadap ikan bandeng menempati posisi pertama sebesar 45,1% Indaryanto dan Saifullah (2011).

Berdasarkan data statistik DKP Provinsi Banten 2011, produksi budidaya ikan bandeng terbesar berada di Kabupaten Tangerang sebesar 88.912.500 ton/tahun.

Ikan bandeng mudah didapat oleh konsumen, harganya relatif murah. Ikan bandeng sama seperti makhluk hidup lainnya, tidak pernah lepas dari ancaman berbagai jenis parasit karena ikan dikenal sangat rentan terinfeksi parasit.

Beberapa ekor cacing dan beberapa spesies sering menghuni satu tubuh ikan (Noble dan Noble 1989).

Parasit adalah organisme yang hidupnya dapat menyesuaikan diri dengan inangnya namun merugikan bagi organisme yang ditempatinya (Noble dan Noble 1989). Cacing merupakan salah satu parasit yang sering ditemukan pada ikan, mempunyai peranan besar bagi kesehatan hewan dan manusia. Faktanya, beberapa larva dan cacing dewasa golongan Trematoda, Nematoda dan Cestoda dapat menimbulkan berbagai resiko kesehatan bagi sistem pencernaan manusia serta menghasilkan enzim yang merusak tekstur dan kualitas daging ikan (Buchmann dan Bresciani 2001 diacu dalam Emelina 2008).

Cacing parasit bisa ditemukan langsung di saluran pencernaan (Neta 2006) contohnya Acanthocephala maupun diinsang (Khairuinnisa 2007) contohnya Acanthocephala. Infeksi cacing pada ikan yang hidup bebas merupakan inang perantara antara parasit dengan ikan yang dibudidayakan. Selain itu, dari segi

(16)

2 kesehatan manusia terdapat berbagai jenis cacing yang menginfeksi ikan juga bisa menginfeksi manusia (Sarjito 2005).

Dalam budidaya ikan, penyakit ikan dapat mengakibatkan kerugian ekonomis. Beberapa jenis cacing parasit yang sering menginfeksi ikan bandeng diantaranya Digenea gen. sp., Monogenea gen. sp., Cestoda Scolex pleuronectis pleroceoid, Nematoda gen. sp., Acanthocephalus sp., Cavisoma magnus (FAO 1997). Hasil penelitian Mas’ud (2011) menunjukkan bahwa tingkat prevalensi Dactylogyrus sp pada insang benih bandeng (Chanos chanos) berturut-turut dari yang tertinggi adalah Desa Pedurungan (86,67%), Desa Rayung (66,67%) dan Desa Dalung (53,33%). Oleh karena itu maka pengetahuan tentang infeksi penyakit cacing pada ikan diperlukan sebagai dasar untuk keberhasilan kegiatan budidaya.

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian “Inventarisasi Cacing Parasit Pada Ikan Bandeng (Chanos chanos) di Tambak Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang Provinsi Banten” adalah :

1. Menginventarisasi serta mengetahui nilai intrensitas dan prevalensi ikan yang terinfeksi parasit cacing parasit pada ikan bandeng di Tambak Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang Provinsi Banten.

2. Mengetahui pengaruh mangrove terhadap nilai intensitas dan prevalensi cacing parasit pada ikan bandeng (Chanos chanos) di tambak Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang Provinsi Banten.

1.3 Manfaat

Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai besarnya intensitas, prevalensi cacing parasit pada ikan Bandeng (Chanos chanos) di Tambak Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang Provinsi Banten.

(17)

3

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Bandeng (Chanos chanos)

Ikan bandeng merupakan salah satu komoditas yang dikenal dengan sebutan milkfish. Ikan ini memiliki bentuk tubuh memanjang agak gepeng, mata tertutup lapisan lemak, pangkal sirip punggung dan sirip dubur ditutupi oleh sisik sikloid lunak, warna hitam kehijauan dan keperakan dibagian sisi, terdapat sisik tambahan yang besar pada pangkal sirip dada dan sirip perut. Ikan bandeng jantan memiliki sisik tubuh cerah dan mengkilap keperakan serta memiliki dua lubang kecil dibagian anus yang tampak jelas pada ikan jantan dewasa, sedangkan ikan bandeng betina memiliki perut yang agak buncit dan terdapat tiga lubang dibagian anus yang tampak jelas pada betina dewasa (Suryaningrum et al. 2011).

Gambar 1 Ikan bandeng (Chanos chanos) hasil penelitian.

Klasifikasi ikan bandeng menurut (Saanin 1984) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata Super Kelas : Gnatostomata Kelas : Pisces

Subkelas : Teleostei Ordo : Malacopterygii Famili : Chanidae

Genus : Chanos lacepede Spesies : Chanos chanos

Komposisi gizi ikan bandeng menurut balai pengembangan dan pengujian mutu hasil perikanan 1996 dalam Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan dapat dilihat di Tabel 1.

(18)

4 Tabel 1 Komposisi kimia ikan bandeng

Zat gizi Jumlah

Air 63,93%

Abu 2,91%

Kalsium 20,00 g

Fosfor 150,00 mg

Besi 2,00 mg

Protein 26,51%

Lemak 2,16%

Garam 1,58%

Vitamin A 150,00 mg

Vitamin B 0,05 mg

Sumber: (Wahyuningsih 2002)

2.2 Infeksi Parasit

Parasit berasal dari bahasa Yunani “Parasitos” yang berarti organisme yang mengambil makanan, jadi parasit adalah suatu organisme yang hidupnya tergantung pada beberapa faktor metabolik esensial dari organisme lain (Noble dan Noble 1989). Ikan dikenal sangat rentan terinfeksi parasit cacing. Beberapa ekor cacing dan beberapa spesies sering menghuni satu tubuh ikan (Noble dan Noble 1989).

2.2.1 Infeksi Parasit Cacing Platyhelminthes

Platyhelminthes berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata platy yang artinya pipih dan helminthes yang artinya cacing atau disebut juga cacing pipih.

Menurut (Noble dan Noble 1989). Filum Platyhelminthes terdiri atas 4 kelas, yaitu :

1. Turbellaria

Turbellaria ialah jenis endoparasit. Turbellaria biasanya memiliki epidermis bersilia, tubuh tidak tinggi, dan daur hidup sederhana (Noble dan Noble 1989).

Menurut Suwignyo et al. (2005), bagian kepala terdapat pelebaran sisi kepala berbentuk tentakel yang disebut aurikel. Warna tubuh biasanya hitam, coklat atau kelabu, tapi beberapa berwarna merah.

(19)

5 2. Monogenea

Jenis-jenis dari kelas Monogenea merupakan ektoparasit pada vertebrata derajat rendah terutama ikan (Noble dan Noble 1989). Monogenea adalah cacing pipih yang tidak bersegmen dengan organ perlekatan berbentuk sucker (batil isap) atau cakram perlekatan. Terdapat dua jenis batil isap, batil isap oral (prohaptor) yang mengelilingi mulut, dan batil isap ventral yang tidak memiliki hubungan dengan saluran pencernaan melainkan hanya sebagai media perlekatan pada inang. Umumnya hermafrodit. Siklus hidupnya tidak mengalami reproduksi aseksual. Pada reproduksinya dihasilkan telur yang akan mengalami tahap larva, disebut onkomirasidium. Hewan dewasanya memakan darah, lendir, serta sel-sel epitel inangnya (Suwignyo et al. 2005). Contoh genus dari kelas Monogenea diantaranya adalah: Gyrodactilus dan Dactylogyrus.

Gambar 2 Gyrodactilus (Noble dan Noble 1989)

Gyrodactilus merupakan salah satu genus yang mewakili sub kelas Monopistocotylea. Panjangnya 0,5-0,8 mm, hidup pada permukaan air tawar dan menginfeksi ikan air tawar terutama menginfeksi organ-organ lokomosi hospes dan respirasi (Noble dan Noble 1989).

(20)

6 3. Trematoda

Trematoda (cacing daun) atau yang sering disebut cacing pipih, merupakan kelas dari filum Platyhelminthes dan seluruh anggotanya bersifat parasit.

Beberapa trematoda hidup pada permukaan tubuh inang definitifnya dan beberapa lainnya di dalam tubuh sebagai parasit internal (Noble dan Noble 1989).

Tubuhnya dilapisi dengan kutikula untuk menjaga agar tubuhnya tidak tercerna oleh inangnya dan mempunyai alat pengisap dan alat kait untuk melekatkan diri pada inangnya (Hoffman 1967). Menurut (Noble dan Noble 1989), ciri khas cacing pipih terletak pada sistem protonefridial atau sistem ekskretorisnya. Trematoda digenetik mempunyai siklus hidup yang kompleks melalui beberapa bentuk dan membutuhkan satu atau lebih induk semang antara.

Gambar 3 Siklus hidup digenea ikan (Noga 1996)

(21)

7 4. Cestoda

Cestoda merupakan cacing pipih atau sering disebut cacing pita, karena bentuknya pipih panjang seperti pita. Cacing pipih kelompok ini memiliki sebuah sekoleks dengan beberapa kait dan batil hisap; strobila terdiri atas tiga sampai banyak proglotida, dan embrionya memiliki enam buah kait kecil (Noble dan Noble 1989). Menurut (Hoffman 1967) Cestoda terbagi ke dalam dua ordo yaitu Chylophyllidea yang umumnya mempunyai satu hospes perantara, dan ordo Pseudophyllidea mempunyai dua hospes perantara.

Gambar 4 Siklus hidup genus Diphyllobothrium, (UNBRAU 2010)

2.2.2 Infeksi Parasit Cacing Nemathelminthes

Nemathelminthes berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata nematos yang artinya benang, dan helminthes yang atinya cacing sehingga sering disebut dengan istilah cacing giling, biasanya kecil bila dibandingkan dengan cacing pipih sehingga banyak diantara nematoda adalah cacing yang mikroskopis (Noble dan Noble 1989).

Telut yang belum berembrio berhasil keluar dari feses

1

Telur embrio di dalam air

2

Coracida menetas dari telur dan tertelan oleh krustacea

3

Larva procarcoid dalam rongga tubuh krustacea

4

Krustacea yang terinfeksi tertelan oleh ikan. Larva procercoid dari krustacea.

Berkembang melepaskan diri dari krustacea, berkembang menjadi larva plerocercoid

5

Ikan predator

menginfeksi ikan kecil

6

Manusia menelan ikan mentah atau kurang mateng

7

Dewasa dalam ikan kecil

9

Proglottids melepaskan sel telur belum matang

8

(22)

8 Menurut Kabata (1985), nematoda mempunyai tubuh panjang dan silindris dan dilindungi oleh lapisan kutikula yang kuat dibawahnya terdapat lapisan hypodermis. Nematoda merupakan cacing sangat aktif, ramping, biasanya kedua ujungnya runcing dan mempunyai mulut dan anus, jadi memiliki saluran pencernaan yang lengkap (Noble dan Noble 1989).

Anisakis spp, adalah suatu jenis nematoda yang menginfisi manusia, cacing ini biasanya disebut anisakids. Ikan dan moluska sebagai perantara yang membawa infective larvae (EFSA 2010).

Gambar 5 Siklus Hidup Genus Anisakis (Saputra 2011)

Siklus hidup Anisakis spp dewasa ditemukan di dalam perut mamalia laut, dimana mereka melekat dalam mucosa secara berkelompok. Produksi telur parasit dewasa dilepaskan keluar melalui feses mamalia. Perkembangan telur secara embryonase terjadi di dalam air, dan larva L1 dibentuk dalam perut. Larva mengalami molting, menjadi L2 yang berenang bebas dibadan air setelah mereka lepas dari telur. Larva tersebut termakan oleh krustacea. Larva yang termakan akan berkembang menjadi L3 yang menginfeksi ikan dan cumi-cumi. Setelah

(23)

9 inang mati, larva dapat bermigrasi ke jaringan otot. Ketika ikan atau cumi-cumi yang terkandung larva L3 Anisakis termakan oleh mamalia laut, larva akan mengalami molting kedua dan berkembang menjadi cacing dewasa (Parker dan Parker 2002 diacu dalam Saputra 2011).

Berdasarkan Gambar (5), dapat dijelaskan bahwa siklus hidup larva Anisakidae sebagai berikut: (a) telur anisakis dewasa dikeluarkan dari tubuh ikan mamalia laut melalui feses. Kemudian telur menetas menjadi larva (b) dimakan oleh udang (c) lalu ikan haring dan (d) cod. Manusia terinfeksi (e) jika makan ikan mentah atau kurang masak.

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian Mas’ud (2011) tentang prevalensi dan derajat infeksi Dactylogyrus sp. pada insang benih bandeng (Chanos chanos) di tambak radisional, Kecamatan Glagah Kabupaten Lamongan hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat prevalensi Dactylogyrus sp pada insang benih bandeng (Chanos chanos) berturut-turut dari yang tertinggi adalah Desa Pedurungan (86,67%), Desa Rayung (66,67%) dan Desa Dalung (53,33%).

Derajat infeksi Dactylogyrus sp pada insang benih banding (Chanos chanos) antara desa yang satu dengan yang lainnya menunjukkan perbedaan yang nyata, derajat infeksi Dactylogyrus sp di Desa Pedurungan mempunyai rata-rata tertinggi (7,95 ind.Parasit/ekor), diikuti Desa Rayung (6 ind.Parasit/ekor), dan Desa Dalung (2,06 ind.Parasit/ekor).

(24)

10

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan Januari 2013. Pengambilan sampel dilakukan di tambak H. Hasan, Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang Provinsi Banten. Pemeriksaan parasit di Laboratorium Budidaya Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, dan pemeriksaan kualitas air di Laboratorium Dinas Sumber Daya Air dan Pemukiman Provinsi Banten.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat

Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : Tabel 2 Alat yang digunakan dalam penelitian

No Nama Alat Kegunaan Keterangan

1 Mikroskop Alat bantu melihat parasit 1 buah

2 Alat bedah Membedah tubuh ikan 1 set

3 Penggaris Untuk mengukur panjang tubuh ikan 1 buah

4 Timbangan Untuk mengukur berat ikan 1 buah

5 Gelas objek Media penyimpanan sampel

pengamatan 1 buah

6 Petri dish Wadah preparat yang akan diperiksa 10 buah

7 Fullbox Wadah ikan 1 buah

8 Tisu Untuk membersihkan preparat dalam

pengamatan Secukupnya

9 Jarum ose Untuk mengambil sampel cacing 1 buah

10 Lemari pendingin Media penyimpanan sampel ikan

yang belum teridentifikasi 1 buah

11 Nampan Media penyimpanan sampel ikan

yang akan di identifikasi 2 buah

12 Alat tulis Untuk mencatat hasil pengamatan Secukupnya

(25)

11 3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Bahan yang digunakan pada penelitian

No Nama Alat Kegunaan Keterangan

1 Ikan bandeng Ikan bahan penelitian 200 ekor

2 NaCl fisiologis Sebagai pengencer dan media

sementara organ yang diperiksa 8 buah 3 Alkohol 70% dan

formalin 40% Fiksasi preparat. Secukupnya

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Pengambilan sampel ikan

Sampel ikan bandeng diperoleh dari hasil budidaya tambak bandeng di Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang Provinsi Banten. Pengambilan sebanyak 8 kali dengan jumlah ikan sampel tiap pengambilan, pengambilan ikan dari tambak menggunakan jaring. Ikan yang digunakan sebanyak 25 ekor Sudjana (1996) dari satu tambak.

3.3.2 Pengamatan

Ikan sampel disimpan sementara dalam lemari pendingin sebelum pengamatan. Pemeriksaan ikan sampel dilakukan dengan cara mengukur panjang ikan dari mulut hingga ujung ekor (Total Length), ikan ditimbang berat totalnya, dan ikan diamati jenis kelaminnya.

Untuk Pemeriksaan ektoparasit, insang dikeluarkan dan setiap lembar insang dipisahkan kemudian diletakkan di dalam cawan petri yang berisi larutan NaCl fisiologis. Untuk parasit berukuran makro biasanya mudah terlihat oleh mata atau dengan bantuan kaca pembesar sedangkan pemeriksaan parasit yang berukuran mikro dilakukan dengan menggunakan mikroskop.

Pemeriksaan organ dalam ikan bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis parasit yang menyerang organ tubuh bagian dalam, pemeriksaan dilakukan pada saluran pencernaan dengan cara membedah tubuh ikan, sayatan pertama dimulai dari anus. Arah sayatan ke depan menuju sirip perut (ventral). Sayatan kedua

(26)

12 dimulai dari anus tetapi mengarah ke atas (arah dorsal) mengikuti rongga perut.

Proses pengguntingan berhenti diujung tutup insang. Sayatan ketiga dilanjutkan ke arah bawah hingga ke ujung pemotongan pertama didepan sirip dada. Setelah kulit dan urat daging yang menutupi rongga perut diangkat, barulah pemeriksaan terhadap organ dalam ikan dimulai.

Seluruh organ yang ada dikeluarkan lalu disimpan dalam sebuah cawan petri yang berisi larutan NaCl fisiologis. Selanjutnya organ yang akan diperiksa dipisahkan dan ditempatkan dalam cawan petri yang berbeda. Parasit makro biasanya mudah terlihat oleh mata biasa atau dengan bantuan kaca pembesar.

Pemeriksaan ektoparasit yang berukuran mikro dilakukan dengan menggunakan mikroskop.

3.3.3 Parameter pengamatan

Identifikasi jenis parasit cacing dilakukan dengan merujuk pada buku Hoffman (1967), Kabata (1985), Noble dan Noble (1982), Noga (1995), dan Yamaguti (1958). Parasit yang ditemukan dari ikan dihitung nilai intensitas dan prevalensi (Setyobudiandi at al. 2009)

dengan : ΣP = Jumlah total infeksi parasit (individu)

n = Jumlah sampel ikan yang terinfeksi parasit (ekor) Intensitas = Intensitas serangan penyakit (individu/ekor) Tabel 4 Kategori nilai intensitas

Nilai Prevalensi Katagori

< 1 1 – 5 6 – 50 51 – 100 100+

1000+

individu parasit/ikan individu parasit/ikan individu parasit/ikan individu parasit/ikan individu parasit/ikan individu parasit/ikan

Inventaris Parasit Sangat Ringan Inventaris Parasit Ringan

Inventaris Parasit Sedang Inventaris Parasit Berat

Inventaris Parasit Sangat Berat Super Infeksi Parasit

Sumber: Williams dan Williams (1996)

(27)

13 dengan :

n = Jumlah sampel ikan yang terinventaris parasit (ekor) N = Jumlah seluruh sampel ikan yang diamati (ekor) Prevelensi = Persentase ikan yang terinventaris parasit (%)

Tabel 5 Kategori nilai prevalensi Nilai Prevalensi Katagori

100-99 % Selalu

98-90 % Hampir selalu

89-70 % Biasa

69-50 % Sedang

49-30 % Umumnya

29-10 % Sering

9-1 % Kadang-kadang

1-0,1 % Jarang

0,1-0,01 % Sangat jarang

<0,01 Hampir tidak pernah

Sumber: (Williams dan Williams 1996)

Pengambilan sempel menggunakan rendem acak sampling dengan lokasi tambak bermangrove dan tidak bermangrove. Untuk mengetahui perbedaan zona tambak bermangrove dan tidak bermangrove terhadap infeksi cacing digunakan analisis Chi‐Square. Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara deskripsi yaitu penggambaran dan penjelasan data.

Rumus Chi‐Square (Sudjana 1996)

Dimana :

X2 = Nilai chi-kuadrat Oi = Nilai hasil pengamatan Ei = Nilai yang diharapkan

(28)

14 3.3.4 Pengukuran kualitas air

Parameter kualitas air yang diukur pada penelitian ini adalah suhu air, salinitas, pH, DO BOD5, pengukuran di Laboratorium Kualitas Air Dinas Sumber Daya Air dan Pemukiman Provinsi Banten.

(29)

15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Inventarisasi Jenis Parasit Pada Ikan Bandeng

Ikan bandeng hasil budidaya di tambak Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang Provinsi Banten memiliki panjang tubuh rata-rata 24,463 cm. Parasit terdapat di lingkungan perairan seperti halnya ikan yang hidup di lingkungan air. Dengan demikian, kondisi tersebut justru menguntungkan bagi parasit, sehingga parasit dapat berkembang biak dan populasinya cukup untuk menginfeksi ikan. Penyebaran parasit pada ikan air laut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya komposisi kimia air, keberadaan inang perantara, salinitas, dan suhu (Nobel dan Nobel 1989).

Dari hasil penelitian teridentifikasi cacing parasit yang ditemukan pada saluran pencernaan ikan bandeng (Chanos chanos) dapat dilihat dalam Tabel 6.

Tabel 6 Identifikasi cacing parasit ikan bandeng.

Filum Kelas Ordo Family Genus N

Platyhelminthes Trematoda Digenea 1 - - 5

Nemathelminthes Nematoda Nematoda 1 - - 20

Nemathelminthes Nematoda Spirurida Camallanidae Procamallanus 3 Nemathelminthes Nematoda Ascaridida Cucullanidae Dicheline 1 Nemathelminthes Nematoda Spirurida Rhabdochinidae Rhabdochona 1

Nemathelminthes Nematoda Ascaridida Anisakidae Anisakis 4

1. Genus Procamallanus

Cacing parasit yang ditemukan menginfeksi saluran pencernaan ikan bandeng adalah genus Procamallanus. Menurut Hoffman (1967), dalam taksonomi Procamallanus termasuk ke dalam:

Filum :Nemathelminthes Kelas : Nematoda

Ordo : Spirurida Family : Camallanidae Genus : Procamallanus

(30)

16 Menurut Kabata (1985) genus Procamallanus memiliki bucal kapsul dan tidak terbagi menjadi dua. Procamallanus biasanya memiliki mulut heksagonal dengan enam papila yang belum terbentuk sempurna pada pinggiran mulut dan terdapat enam papila besar yang letaknya dipertengahan anterior. Menurut Moravce (1999) Pracamallanus sp. merupakan nematoda kecil berwarna coklat yang memiliki lapisan kutikula dengan mulut terbuka, sirkuler yang dikeliling delapan submedian papila kepala yang disusun dua buah amphid. Cincin syaraf anterior sampai tengah dari panjang otot esofagus, lubang eskretori sedikit ke arah posterior cincin syaraf. Pracamallanus sp. memiliki saluran pencernaan berwarna gelap (coklat sampai hitam), ekor berbentuk corong dengan ujung ekor yang tajam, lihat Gambar 7.

Gambar 7 Pracamallanus pintoni (Moravec et al. 1999) Keterangan:

1. Buccal kapsul 2. Otot esofagus 3. Cincin syaraf 4. Kelenjar esofagus 5. Usus

1

Gambar 6 Procamallanus 10 x Pembesaran

(31)

17 Gambar 8 Pracamallanus sp. anterior dan posterior hasil penelitian

Pracamallanus sp. tidak hanya ditemukan pada ikan di perairan tawar tetapi ditemukan di perairan laut dan bisa hidup pada lambung, usus, dan pylorus sekum Clelland (2005) diacu dalam Adji (2008). Menurut Kabata (1985) Pracamallanus sp. bersifat viviparus yaitu melepaskan larva dari inang definitif melalui feses.

Pracamallanus sp. memiliki siklus hidup tidak langsung atau melalui inang perantara seperti kopepoda atau krustase.

2 Genus Dichelyne

Endoparasit yang ditemukan menginfeksi saluran pencernaan ikan bandeng adalah genus Dichelyne. Menurut Hoffman (1967), dalam taksonomi Dichelyne termasuk ke dalam:

Filum : Nemathelminthes Kelas : Nematoda

Ordo : Ascaridida Family : Cucullanidae Genus : Dichelyne

A

Otot esofagus a

Kelenjar esofagus

B

Anus

Alae kaudal

Gambar 9 Dichelyne 10 x pembesaran

(32)

18 Dichelyne merupakan nematoda berukuran kecil dengan kutikula lurik halus. Dichelyne memiliki ujung anterior bulat dengan dua pasang papila yang menonjol pada bagian kepala, sepasang amphids serta cincin bagian dalam dari tiga pasang papila kecil. Dichelyne memiliki rongga pseudobuccal yang berkembang baik dengan lapisan kutikula internal serta esofagus yang sempit (Moravace et al. 1999). Usus memiliki sekum ventral anterior yang panjangnya sampai ke cincin syaraf dengan mulut dikelilingi oleh flange kutikula kecil yang dilengkapi dengan deretan dentikel kecil sekitar 70-80 (Rezaei et al. 2012).

Infeksi alami Dichelyne minutus dewasa ditemukan bebas dalam lumen atau melekat pada mukosa usus oleh kapsul pseudobuccal. Cacing dewasa yang ditemukan paling sering diusus (Marianne 2001).

Gambar 10 A. Anterior dari Dichelyne minutus: a) besar kapsul pseudobuccal b) ujung posterior esofagus c) anterior ventral sekum d) cincin saraf.

(Rezaei et al. 2013). B Dichelyne (Cucullanellus) sciaenidicolasp detil akhir posterior (Timi et al. 2009)

Gambar 11 Siklus hidup Dichelyne minutus (Marianne 2001)

A B

(33)

19 Menurut Marianne, (2001) siklus hidup Dichelyne minutus telur yang berlangsung (larva tahap pertama, larva tahap kedua larva tahap ketiga) dan berenang bebas larva tahap ketiga, dengan inang perantara Nereis diversicolor dengan larva tahap ketiga, inang akhir ikan gobi (larva tahap ketiga sampai larva keempat dan dewasa bisa dilihat pada Gambar 11.

3 Nemotoda

Nematoda ini pada bagian anterior terlihat cincin saraf, esofagus dan sekum yang sederhana. Pada bagian posterior terdapat ekor yang kurang menunjukkan gambaran jelas apakah cacing dalam stadium dewasa atau larva.

Filum : Nemathelminthes Kelas : Nemotoda

Gambar 12 Nematoda 1 (Hasil penelitian); (A) anterior nematoda (B) posterior nematoda (C) keseluruhan tubuh nematoda

Nematoda mempunyai bentuk silindris bilateral, tidak bersegmen dan meruncing pada kedua ujungnya, umumnya berukuran ≤ 2,5 mm, kebanyakan berukuran 1 mm (Harminto 2004). Menurut Kabata (1985) semua nematoda yang menginfeksi ikan di Asia Selatan-Timur adalah berbentuk silinder, filiform dan ditutupi dengan. Kutikula biasanya memiliki striations transversal dilengkapi dengan duri.

B

Ekor Anterior

Posterior

C A

Esofagus

Cincin syaraf

(34)

20 4. Digenea 1

Filum : Platyhelminthes Kelas : Trematoda Ordo : Digenea

Cacing yang ditemukan dalam saluran pencernaan ikan bandeng teridentifikasi dalam ordo Digenea. Digenea merupakan cacing yang berbentuk pipih dorsoventral, oval dan memanjang. Digenea memiliki tubuh tidak bersekat- sekat dan memiliki bagian posterior yang jelas. Digenea memiliki dua organ pelengkap yaitu oral sucker dan ventral sucker (asetabulum). Asetabulum digunakan untuk menempel pada inang (Kabata 1985).

Siklus hidup yang kompleks melalui beberapa bentuk dan membutuhkan satu atau lebih inang lihat Gambar 3. Digenea dewasa memproduksi telur kemudian menetas menjadi mirasidium bersilia yang akan berenang bebas di lingkungan perairan dan kemudian menginfeksi molluska (terutama siput) sebagai inang perantara (Noga 1996). Telur dalam siput yang akan berkembang ditubuhnya menjadi serkaria dan lepas ke perairan menuju inang antara kedua (ikan, krustasea) dan berkembang menjadi metaserkaria dalam tubuhnya. Bila ikan atau krustasea ini dikonsumsi oleh satwa lain seperti burung atau anjing, atau bahkan oleh manusia dalam kondisi mentah atau kurang matang, dapat terinfeksi cacing karena perkembangan metaserkaria yang tumbuh menjadi stadium dewasa dalam tubuh inang definitif.

Gambar 13 Digenea 1

(35)

21 5. Genus Rhabdochona

Cacing parasit yang ditemukan menginfeksi saluran pencernaan ikan bandeng adalah genus Rhabdochona. Menurut Kabata (1985), dalam taksonomi Rhabdochona termasuk ke dalam:

Filum : Nemathelminthes Kelas : Nemotoda

Ordo : Spirurida

Family : Rhabdochinidae Genus : Rhabdochona

Menurut Hoffman, (1967) Rhabdochona mempunyai kepala dan tubuh kosong, mulut 2 lapis. Bukal kapsul berbentuk corong anterior, dengan rusuk memanjang diujung anterior pada gigi runcing, esofagus panjang, terdiri dari dua bagian yang berbeda. Jantan mempunyai ekor berbentuk kerucut, runcing, ventral melengkung, ekor alae sempit, banyak, papille pra-anal sederhana dan 3 sampai 6 pasang papila pasca anal, spikula tidak merata. Betina mempunyai ekor lurus, memanjang, vulva di wilayah tengah tubuh, cabang rahim menentang. Telur elips berada diusus parasit ikan air tawar. Siklus hidup Rhabdochona cascadilla larva berkembang di lalat capung.

Gambar 14 (1) Rhabdochona hasil penelitian. A ujung posterior B ujung anterior Rhabdochona denudata (Moravace 2007).

A

(1)

(36)

22 6. Genus Anisakis

Filum : Nemathelminthes Kelas : Nematoda

Ordo : Ascaridida Family : Anisakidae Genus : Anisakis

Gambar 15 Genus Anisakis

Menurut Awik at al. (2007) mengatakan bahwa cacing Anisakis mempunyai bibir venterolateral yang berfungsi untuk menyerap bahan organik dari dinding usus dan pada anterior dari Anisakis sp terdapat boring tooth yang berfungsi untuk melubangi dinding usus halus dan sekaligus untuk berpegangan pada mukosa dari usus halus agar tidak lepas pada waktu kontraksi intestinum mencerna makanan.

Infeksi cacing Genus Anisakis pada ikan bandeng adalah akibat memakan Copepoda dan krustacea kecil yang terinfeksi cacing, karena dalam saluran pencernaannya ditemukan jenis Copepoda. Menurut Baladin (2007), Infeksi cacing Famili Anisakidae membentuk rantai penularan yang sangat kompleks dengan Copepoda merupakan hospes perantara pertama tempat berkembangnya larva stadium kedua menjadi larva stadium ke tiga dari cacing Famili Anisakidae.

Inang perantara kedua meliputi ikan laut, cumi-cumi dari berbagai jenis, dan membentuk rantai penularan satu dengan yang lain sedemikian kompleksnya.

Desrina dan Kusumastuti (1996) mengemukakan bahwa saluran pencernaan ikan merupakan organ yang paling banyak diserang oleh cacing Anisakis spp.

Habitat dan penyebaran cacing parasit usus dapat dipengaruhi oleh struktur dan

(37)

23 fisiologis usus sehingga mempengaruhi keberadaan dan jumlah parasit.

Terdapatnya cacing parasit pada saluran pencernaan karena banyaknya sumber bahan organik yang biasa diserap oleh cacing parasit.

4.2 Intensitas dan Prevalensi Cacing Parasit Pada Ikan Bandeng di Tambak Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang Provinsi Banten

Hasil pemeriksaan terhadap 200 ekor sampel ikan bandeng didapatkan nilai intensitas total 32, yaitu dari kelas Trematoda genus Didenea 1 sebanyak 3, kelas Nematoda genus Nematoda 1 sebanyak 20, genus Procamallanus sebanyak 3, genus Anisakis 2, genus Dicheline 1, dan genus Rhabdochona sebesar 1.

Tabel 7 Intensitas dan prevalensi cacing parasit pada ikan bandeng

Parasit Intensitas Prevalensi % Total

Kelas Genus Dekat Jauh Dekat Jauh Intensitas Ind/ekor

Prevalensi

%

Trematoda Digenea 1 2 1 8 4 3 12

Nematoda

Nematoda 1 20 0 4 0 20 4

Procamallanus 2 1 4 4 3 8

Anisakis 4 0 8 0 4 8

Dichelyne 0 1 0 4 1 4

Rhabdochona 1 0 4 0 1 4

Total 29 3 28 12 32 40

Intensitas cacig parasit pada ikan bandeng sebesar 32 masuk dalam katagori sedang. Kelas nematoda merupakan kelompok parasit yang memiliki intensitas paling sering menginfeksi ikan bandeng. Parasit Nematoda yang paling sering menginfeksi ikan ialah Nematoda 1 sebesar 20 ind/ekor masuk ke dalam katagori infeksi sedang, artinya 20 dari 200 ikan bandeng terinfeksi oleh cacing Nematoda 1. Infeksi parasit kedua setelah Nematoda 1 ialah genus Anisakis dengan intensitas 4 ind/ekor masuk kedalam katagori infeksi ringan, artinya 4 ind/ekor dari 200 ikan bandeng hasil budidaya di Tambak Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang Provinsi Banten terserang parasit dari genus Anisakis. Infeksi parasit ketiga yaitu dari genus Procamallanus dengan intensitas serangan 3 ind/ekor masuk dalam katagori serangan infeksi ringan artinya 3 ind/ekor dari 200 ikan bandeng hasil budidaya di Tambak Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten

(38)

24 Tangerang Provinsi Banten terserang parasit dari genus Procamallanus. Infeksi parasit keempat dari genus Dichelyne dan yang kelima dari genus Rhabdochona memiliki intensitas sebesar 1 masuk kedalam katagori infeksi ringan, artinya 1 dari 200 ikan bandeng hasil di Tambak Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang Provinsi Banten terinfeksi cacing parasit dari genus Dicheline dan Rhabdochona.

Genus Digenea 1 merupakan parasit ke dua yang sering menginfeksi ikan bandeng hasil budidaya di Tambak Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang Provinsi Banten dengan intensitas serangan 3 masuk dalam katagori infeksi ringan, maka 3 dari 200 ikan bandeng hasil budidaya di Tambak Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten TangerangProvinsi Banten terinfeksi cacing parasit dari genus Digenea.

Nilai prevalensi parasit ikan bandeng sebesar 40%, masuk dalam katagori umum yang artinya 20 dari 200 ekor ikan sampel terinfeksi parasit. Prevalensi parasit tertinggi dari dari genus Digenea 1 sebanyak 12% atau menginfeksi 6 ikan dari 200 sampel ikan, nilai prevalensi kedua yaitu dari genus Procamallanus dan genus Anisakis yaitu sebesar 8%, dan nilai prevalensi yang ke tiga adalah dari genus Dichelyne, Rhabdochona, dan Nematoda 1 yaitu sebesar 4% untuk lebih jelas lihat Gambar 17.

Gambar 16 Prevalensi cacing parasit pada ikan di Tambak Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang Provinsi Banten

(39)

25 4.3 Pengaruh Mangrove

Intensitas ialah jumlah parasit ikan yang terinfeksi dinyatakan dengan parasit/ekor. Hasil uji statistik Chi Square diketahui bahwa tidak ada hubungan mangrove dengan parasit karena Chi Square hitung 1,547 lebih besar dari Chi Square tabel 11,07 oleh karena Probabilitas (Asymp Sig) 0,461>0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata dari tambak yang dekat mangrove dengan tambak yang jauh dengan mangrove dapat dilihat Lampiran 4.

Fungsi ekologi mangrove, secara fisika dan kimia sebagai penghasil O2 dan menyerap CO2. Secara biologis menghasilkan bahan pelapukan sebagai penghasil sumber makanan plankton, yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan alami untuk ikan bandeng (Hastuti 2010).

Tabel 8 Intensitas parasit pada ikan bandeng di Tambak Desa Ketapang Kecamatan Mauk Tangerang Provinsi Banten.

Lokasi Sangat ringan Ringan Sedang

Dekat 94 5 1

Jauh 97 3 0

4.4 Kualitas Air Tambak Mauk Tangerang Banten

Serangan parasit tidak hanya tergantung dari jenis dan jumlah mikroorganisme yang menyerang, tetapi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.

Tabel 9 Kisaran kualitas di Tambak Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang Banten.

Parameter Kisaran Standar*

Suhu (0C) 26,10-28,70 25-54

Salinitas 0/00 20,60-29,30

pH 6,57-8,42 6,5-9,0

DO (mg/l) 4,00-5,80 ≥ 5

BOD (mg/l) 2,26-3,02 < 3 mg/l (tdk tercemar)

3-5 mg/l (tercemar ringan) 5-15 mg/l (tercemar sedang)

>15 mg/l (tercemar berat) Keterangan : * Standar kualitas air menurut (Boyd 1990)

(40)

26 Kisaran suhu di lingkungan budidaya ikan bandeng di Tambak Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang Provinsi Banten sebesar 26,10- 28,700C. Ikan mempunyai sifat poikilotermis yaitu suhu tubuh ikan dipengaruhi oleh suhu air disekitarnya, jika suhu air mengalami penurunan mengakibatkan rendahnya tingkat metabolisme (Handajani et al. 2005). Perubahan suhu yang drastis dapat mempengaruhi proses matabolisme ikan termasuk juga sistim kekebalan tubuh sehingga dapat menyebabkan ikan menjadi stres dan mudah terserang parasit (Noga 1996).

Ikan bandeng mampu menyesuaikan diri terhadap salinitas, oleh karena itu ikan bandeng dapat hidup pada salinitas air tawar (<0-5‰) maupun air asin (<30- 50‰).

Kisaran pH pada kolam budidaya antara 6,7-8,2. Nilai pH air sangat dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis oleh kehidupan tanaman dalam badan air (Zonneveld 1991). Nilai rata-rata pH hasil pengamatan di lingkungan budidaya ikan bandeng di Tambak Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang Provinsi Banten adalah 7,61 dengan kisaran 6,57-8,42, kisaran tersebut masih berada dalam ambang batas normal.

Oksegen merupakan faktor penting bagi organisme karena untuk pernapasan, oleh karena itu tampak dengan jelas bahwa ketersediaan oksigen bagi ikan menentukan lingkaran aktivitas ikan (Zonneveld 1991). Kisaran oksigen di Tambak Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang Provinsi Banten sebesar 4,00-5,80 mg/l. Oksigen di perairan dihasilkan dari hasil fotosintesis dan difusi oksegen dari udara (Noga 1996).

Biological oxygen deman (BOD) merupakan salah satu indikator pencemaran. BOD rata-rata di tambak ikan bandeng di Tambak Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang Provinsi Banten 2,56 mg/l yang merupakan perairan dengan kriteria tidak tercemar.

4.5 Interaksi Komponen Kesehatan Ikan

Ikan dikenal sangat rentan terinfeksi parasit cacing. Beberapa ekor cacing dan beberapa spesies sering menghuni satu tubuh ikan (Noble dan Noble 1989).

(41)

27 Terjadinya suatu penyakit pada ikan melibatkan faktor penyebab yaitu, ikan, parasit, dan lingkungan. Bila ketiga faktor tersebut selalu berada dalam keseimbangan, maka penyakit tidak akan timbul. Tetapi bila terjadi perubahan keseimbangan antara tiga faktor tersebut, maka penyakit akan timbul. Hal ini sesuai dengan pernyataan Zonneveld (1991) yang menyatakan bahwa penyakit merupakan hasil akhir dari interaksi tiga faktor yaitu ikan, parasit, dan lingkungan.

Stres atau ketegangan memudahkan terjadinya suatu penyakit. (Van Duijn 1976 diacu dalam Mutaqin 2006) menyatakan bahwa ikan mempunyai daya tahan yang besar terhadap penyakit asalkan kondisi badannya tidak diperlemah oleh suatu sebab. Lingkungan budidaya ikan bandeng di Tambak Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang Provinsi Banten memiliki kualitas air yang baik. Kualitas air yang baik dengan kepadatan yang rendah sehingga ikan tidak stres, dengan kondisi tersebut sehingga parasit sulit berkembang, sehingga intensitas dan prevalensi jenis parasit yang ditemukan di Tambak Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang Provinsi Banten dalam jumlah rendah.

Referensi

Dokumen terkait

Perjanjian kerja antara pekerja dan pengusaha yang didalamnya terdapat klausul non- kompetisi, yang isinya memberikan larangan bagi pekerja untuk bekerja di tempat lain dengan bidang

tersebut ditegaskan oleh gambar bawah permukaan yang ditampilkan oleh keempat lintasan yang tersusun parallel satu dengan yang lain dimana lokasi rekahan digambarkan

Sehingga untuk dapat mencapai kehidupan sosial yang berbudaya diperlukan adanya peraturan hukum yang sesuai dengan sikap dan nilai-nilai yang hidup dalam individu-individu

Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia

Gambaran ini mengindikasikan bahwa pada siswa yang meiliki motivasi belajar rendah, ditemukan bahwa secara signifikan hasil belajar matematika yang diajar melalui

Dari hasil penyajian data yang telah disajikan sebelumnya, terdapat beberapa faktor pendukung dan penghambat pada dalam meningkatkan volume ekspor. Strategi bauran

Penelitian ini adalah eksperimen semu yang bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan hasil belajar pada materi pencemaran lingkungan peserta didik yang

Berdasarkan hasil dari perencanaan, perancangan, pembuatan, implementasi program dan penjelasan dari bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa multimedia interaktif ini