KONDISI LINGKUNGAN DAN PERSONAL HIGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT KULIT DI ASRAMA PONDOK PESANTREN “A’” KABUPATEN BEKASI TAHUN 2014
Ani Widiastuti, Dewi Susanna
Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
widiastutiani@gmail.com
ABSTRAK
Penyakit kulit merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan satu diantaranya sering terjadi di Pondok Pesantren karena merupakan tempat yang rentan dalam penyebaran penyakit kulit. Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan kondisi lingkungan dan personal higiene dengan kejadian penyakit kulit di Pondok Pesantren Putra “A” Kabupaten Bekasi Tahun 2014. Rancangan penelitian menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel 106 orang. Populasi penelitian adalah siswa Madrasah Tsanawiyah yang tinggal di Asrama Pondok Pesantren “A”. Data primer didapat dengan melakukan wawancara langsung mengenai penyakit kulit dan perilaku personal higiene santri dari sampel terpilih dan dengan melakukan observasi terhadap kondisi lingkungan pondok pesantren. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan antara personal higiene dengan kejadian penyakit kulit dengan nilai p<0,05 OR : 2,9 (1,180-7,571) dan dari personal higiene tersebut diketahui bahwa frekuensi mandi pakai sabun dengan nilai p<0,05 OR : 2,8 (1,121-7,185) dan penggunaan tempat tidur dengan nilai p<0,05 OR : 3,0 (1,252-7,336) merupakan variabel yang berhubungan dengan kejadian penyakit kulit di Asrama Pondok Pesantren Putra “A”.
Kesimpulannya adalah kondisi lingkungan tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian penyakit kulit di Pondok Pesantren “A”
Kata Kunci:
Mandi Pakai Sabun, Penyakit Kulit, Penggunaan Tempat Tidur ABSTRACT
Skin diseases is one of disease that still become a public health problem in Indonesia and one of them happened at boarding school as a place where can be susceptible spread of skin diseases. The main purpose of this research was to know correlation between environmental condition and personal hygiene with the incidence of skin diseases at “A” Man Boarding School, Bekasi 2014. Study desain which make use of the research was cross sectional study with a sample of 106 people. The population of study were Junior Secondary School Student where living in the “A” Man boarding school dormitory. Primary data were obtained by direct interview about skin diseases and personal hygiene behavior of student from selected sample and observed to environmental conditon of boarding school. The result of bivariate analysis showed that there was correlation between personal hygiene and incindence of skin diseases p<0,05 OR : 2,9 (1,180-7,571) and based on personal higiene can be seen that frequency of bathing with soap p<0,05 OR : 2,8 (1,121-7,185) and using a bed p<0,05 OR : 3,0 (1,252-7,336) were variable which have significant correlation with incidence of skin diseases at “A” Man Boarding School. The conclusion was environmental condition did not have a significant correlation to incidence of skin disease at “A” Man Boarding School Bekasi 2014.
Keywords :
Bathing with Soap, Skin Diseases, Using Bed
Pendahuluan
Penyakit kulit merupakan salah satu penyakit yang berhubungan dengan lingkungan dan perilaku manusia. Penyakit kulit merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hampir seluruh infeksi penyakit pada kulit ditularkan melalui kontak langsung atau tidak langsung ke kulit, penyebabnya dapat berupa kuman, virus, jamur dan parasit (Kabulrahman, 1992). Contoh penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri atau kuman adalah furunkel dan karbunkel atau bisul, yang disebabkan oleh jamur ialah kandidiosis, yang disebabkan oleh virus ialah herpes dan yang disebabkan oleh parasit yaitu pedikulosis dan skabies.
Menurut Kabulrahman (1992), penyakit kulit merupakan salah satu penyakit yang berhubungan dengan lingkungan dan perilaku manusia. Faktor lingkungan yang erat kaitannya dengan penyakit kulit antara lain penyediaan air bersih yang digunakan sebagai sumber air mandi dan cuci dari segi kualitas dan kuantitas. Air bersih yang digunakan harus mencukupi kebutuhan sehari-hari. Penyakit kulit yang timbul akibat kurangnya penyediaan air (water washed disease) adalah scabies, ulkus pada kulit dan yaws (frambusia/patek).
Faktor yang juga berperan dalam penularan penyakit kulit adalah sosial ekonomi yang rendah, higiene perseorangan yang jelek, lingkungan yang tidak saniter dan perilaku yang tidak mendukung kesehatan. Faktor yang paling dominan adalah kemiskinan dan perilaku higiene perseorangan yang jelek (Ma’rufi, 2005). Perilaku higiene perseorangan adalah kegiatan dan tindakan kesehatan dengan tujuan untuk memelihara kesehatan diri sendiri (Wirawan, 2011).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011, penyakit kulit masih berada di peringkat ketiga dengan jumlah 247.179 kasus dan Provinsi Jawa Barat merupakan urutan kedua dengan jumlah kasus penyakit kulit (kusta) sebanyak 2.316 kasus (Profil PP & PL, 2012).
Menurut Julia (2013) dan Akmal (2013) menemukan bahwa Asrama Pondok Pesantren juga merupakan tempat yang rentan dalam penyebaran penyakit kulit.
Provinsi Jawa Barat memiliki beberapa wilayah dengan banyak Pondok Pesantren, salah
satunya Bekasi. Penyakit kulit di Kabupaten Bekasi merupakan 10 penyakit terbesar dari tiap-
tiap puskesmas yaitu sebanyak 4,98% (BPS Kabupaten Bekasi, 2012).
Berdasarkan Data Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat (2012) Kabupaten Bekasi memiliki 3 pondok pesantren terbesar yang memiliki jumlah santri terbanyak yaitu Pondok Pesantren Putra “A”, Pondok Pesantren Putri “P” dan Pondok Pesantren Ibnu Azhari. Setelah melakukan perhitungan besar sampel maka Pondok Pesantren Putra “A” menjadi tempat penelitian dikarenakan jumlah santrinya paling banyak dan dapat mencakup jumlah sampel yang diambil..
Dari survey awal pada Bulan Januari 2014 terhadap 2 pondok pesantren terbesar yaitu Pondok Pesantren Putra “A” dan Pondok Pesantren Putri “P” di Kabupaten Bekasi bahwa penyakit kulit masih sangat tinggi, menurut Laporan Data Penyakit Pos Kesehatan Pesantren Putra “A”
bahwa terjadi 157 kasus penyakit kulit selama tahun 2013 dan menurut Buku Rekapan Data Penyakit Pos Kesehatan Putri “P” bahwa terjadi 122 kasus penyakit kulit selama tahun 2013.
Kasus penyakit kulit lebih banyak diderita oleh laki-laki sebesar 55,1% dibanding perempuan dan personal higiene memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian penyakit kulit (skabies) pada santri di Pondok Pendidikan Islam (Akmal, 2013). Hasil penelitian Ma’rufi (2005) dan Wirawan (2011) menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan serta berperan dalam penularan penyakit kulit adalah personal higiene.
Personal higiene meliputi frekuensi mandi pakai sabun, frekuensi mengganti pakaian, frekuensi mencuci pakaian pakai sabun, frekuensi mengganti sprei, frekuensi mencuci sprei pakai sabun, pemakaian handuk, penggunaan tempat tidur dan sanitasi lingkungan meliputi sarana air bersih, jamban, kepadatan hunian ruang tidur dan ventilasi ruang tidur (Sajida, 2012)
Oleh karena itu untuk memastikannya diperlukan suatu penelitian, dengan melihat data
tersebut serta mencegah terjadinya kejadian kasus penyakit kulit yang lebih besar diperlukan
gambaran dan data mengenai faktor sanitasi lingkungan apa saja dan personal higiene yang
berhubungan dengan kejadian penyakit kulit dan hal inilah yang mendorong penulis
melakukan penelitian mengenai kondisi lingkungan dan personal higiene dengan kejadian
penyakit kulit di Asrama Pondok Pesantren Putra “A” Kabupaten Bekasi Tahun 2014 dan
setelah melakukan penelitian ini diharapkan mendapatkan peran langsung dari pengelola
pondok pesantren yang meliputi Kyai, ustad ataupun ulama-ulama pondok pesantren agar
dapat merubah perilaku pada santri. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan
kondisi lingkungan dan personal higiene dengan kejadian penyakit kulit di Asrama Pondok Pesantren Putra “A” Kabupaten Bekasi Tahun 2014.
Tinjauan Teoritis
Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m
2dengan berat kira-kira 15% berat badan (Wasitaatmadja, 2000). Kulit secara umum mempunyai beberapa fungsi/peran antara lain fungsi proteksi terhadap pengaruh luar (trauma/rangsangan), kemampuan memproduksi dan mengekskresikan bahan sisa metabolisme tubuh atau keterlibatan pada proses atau pengaturan sistem (Boediardja, 2009). Kulit terdiri dari tiga lapisan yang masing-masing terdiri dari sel dan fungsi yang bermacam-macam. Ketiga lapisan tersebut menurut Wasitaatmadja adalah Lapisan epidermis atau kutikel, Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin), Lapisan subkutis (hipodermis).
Penyakit kulit adalah penyakit infeksi yang paling umum dan terjadi pada orang-orang dari segala usia. Pengobatan penyakit kulit sebagian besar juga membutuhkan waktu yang lama (Yusri, 2011). Penyakit kulit dapat ditularkan melalui kontak langsung dan tidak langsung dan dapat disebabkan oleh mikroorganisme dan penyakit kulit karena alergi. Penyakit kulit yang disebabkan oleh mikroorganisme dapat disebabkan oleh bakteri misalnya furunkel dan karbunkel atau bisul, impetigo, ektima; disebabkan oleh jamur misalnya histoplasmosis, trikofiton, candida; disebabkan oleh parasit misalnya pedikulosis, skabies; disebabkan oleh virus misalnya herpes simplex, herpes zoster. Penyakit kulit karena alegi timbul akibat reaksi sesitisasi yang berlebihan dan pengaruhnya tidaklah kecil (Kabulrachman, 2001). Penyakit kulit karena alergi diantaranya dermatitis atopik, derrmatitis kontak alergi, reaksi kulit karena obat (RKKO) dan urtikaria atau bidur.
Lingkungan merupakan segala sesuatu yang terdapat di sekeliling manusia baik benda hidup
maupun benda mati. Lingkungan dapat dibedakan menjadi 3 yaitu lingkungan fisik,
lingkungan sosial dan lingkungan biologik (Kabulrachman, 1992). Persyaratan lingkungan
fisik kesehatan pondok pesantren telah diatur dalam Keputusan Bersama Kementerian
Kesehatan RI dan Kementerian Agama RI No. 728/BM/DJ/BPSM/VI dan E/51 yaitu
lingkungan dan bangunan pesantren harus selalu dalam keadaan bersih, tersedia sarana
sanitasi yang memadai, tidak menjadi tempat bersarang dan berkembangbiaknya serangga dan
binatang pengganggu lainnya, bangunan harus utuh, kuat, terpelihara dan dapat mencegah penularan penyakit serta kecelakaan. Persyaratan konstruksi bangunan khususnya lubang penghawaan menurut Kepmenkes No. 829 Tahun 1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan yaitu memiliki lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai sedangkan untuk luas kamar tidur minimal 8m
2dan tidak dianjutkan untuk lebih dari 2 orang tidur.
Kesehatan fasilitas sanitasi pondok pesantren juga sangat diperlukan agar tidak menimbulkan suatu kejadian penyakit, menurut Keputusan Bersama Kementerian Kesehatan RI dan Kementerian Agama RI No. 728/BM/DJ/BPSM/VI dan E/51 penyediaan air bersih harus diperhatikan dari segi kualitas persyaratan air bersih, kuantitas yaitu minimal 60 liter/orang/hari dan kontinuitas yang harus tersedia setiap saat. Kesehatan Jamban atau kamar mandi pun juga merupakan suatu hal yang harus diperhatikan agar sesuai antara jumlah santri dengan jumlah jamban dan jumlah kamar mandi.
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup). Bentuk kegiatan yang dilaksanakan yaitu perilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku hidup bersih dan sehat bertujuan untuk meningkatkan, memelihara dan melindungi kesehatan baik fisik, mental, spiritual maupun sosial (Kemenkes RI, 2000). Penyakit kulit erat kaitannya dengan kondisi kebersihan perorangan dan lingkungan. Pencegahan penyakit kulit (skabies) dapat dilakukan dengan cara mandi menggunakan sabun, penggunaan alat pribadi (handuk, pakaian, tempat tidur) secara bersama-sama dengan penderita penyakit kulit, kebiasaan mencuci pakaian, handuk dan sprei secara rutin, menjemur kasur dan bantal dibawah sinar matahari secara berkala (Widiasih, 2012). Personal higiene memiliki hubungan yang bermakna dari kejadian penyakit kulit (skabies) karena personal higiene yang tidak baik merupakan salah satu faktor yang bisa meningkatkan kejadian penyakit kulit (Akmal, 2013).
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan data sekunder didapat dari
Kantor Tata Usaha Pondok Pesantren Putra “A” berupa data profil yayasan pondok pesantren
sedangkan data primer yaitu menggunakan wawancara (kuesioner) mengenai data umum
responden dan perilaku santri, melakukan observasi langsung terhadap sarana air bersih,
jamban, kepadatan hunian ruang tidur, ventilasi ruang tidur serta melakukan pengukuran
menggunakan alat ukur meteran terhadap luas kamar santri, luas ventilasi kamar santri dan ketinggian ventilasi kamar santri. Populasi studi yang digunakan adalah seluruh santri yang tinggal di Asrama Pondok Pesantren Putra “A” dengan jenjang pendidikan Madrasah Tsanawiyah dan antara usia 12-15 tahun. Penarikan sampel minimal sebanyak 106 sampel baik yang menunjukkan adanya keluhan atau tidak terhadap penyakit kulit. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer dan dianalisis secara univariat yaitu untuk mengetahui frekuensi serta distribusi kejadian penyakit kulit di Pondok Pesantren Putra “A”, karakteristik responden, sarana air bersih dan jamban dan secara bivariat dengan melihat hubungan antara kepadatan hunian ruang tidur, ventilasi ruang tidur dan personal higiene dengan kejadian penyakit kulit di Asrama Pondok Pesantren Putra “A”.
Hasil Penelitian
Hasil Analisis Univariat
Analisis univariat untuk mendeskripsikan masing-masing variabel yang diteliti, dalam penelitian ini ada 4 variabel yaitu kejadian penyakit kulit, umur responden, kelas responden, sarana air bersih dan jamban atau kamar mandi.
Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa dari angka kesakitan sebanyak 106 responden terdapat 77 (72,6%) santri menderita penyakit penyakit kulit dengan umur paling banyak yaitu 3 tahun dan berada di kelas 1 Madrasah Tsanawiyah sedangkan dari hasil observasi sarana fasilitas sanitasi pondok pesantren didapatkan bahwa dari 10 sarana air bersih yang ada di lingkungan asrama pondok pesantren masih terdapat 6 buah sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat dan dari total 40 jamban atau kamar mandi yang ada di lingkungan asrama pondok pesantren masih terdapat 25 buah jamban atau kamar mandi yang tidak memenuhi syarat.
Tabel 1. Kejadian Penyakit Kulit di Asrama Pondok Pesantren Putra “A” Tahun 2014
Kejadian
Penyakit Kulit Frekuensi Persentase (%))
Sakit 77 72,6
Tidak Sakit 29 27,4
Jumlah 106 100
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan variabel yang diamati Variabel Jumlah (orang) Persentase (%) Umur
12 Tahun 13 Tahun 14 Tahun 15 Tahun
9 47 33 17
8,5 44,3 31,1 16,0 Kelas
1 2 3
56 27 23
52,8 25,5 21,7
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Sarana Sanitasi Pondok Pesantren Putra “A”
Asrama
Fasilitas Sanitasi Sarana Air
Bersih
Jamban/Kamar Mandi Al Amin
TMS MS
4 -
7 7 Roja’i
TMS MS
1 3
8 9 Abdul Majid
TMS MS
1 1
10 2 Total 10 40 Keterangan : TMS : Tidak Memenuhi Syarat
MS : Memenuhi Syarat
Hasil Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan dengan melihat besarnya nilai p dan Odds Ration antara variabel independen (kepadatan hunian ruang tidur, ventilasi ruang tidur, personal higine) dengan variabel dependen (kejadian penyakit kulit) .
Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa dengan menggunakan ui chi-square menunjukkan
hubungan yang tidak signifikan antara kepadatan hunian ruang tidur dan ventilasi ruang tidur
dengan kejadian penyakit kulit (nilai p>0,05), jika dilihat dari sub variabel kepadatan hunian
ruang tidur yang meliputi luas kamar dan tempat tidur dan ventilasi ruang tidur yang meliputi
luas ventilasi dan lubang ventilasi bahwa tidak ada hubungan yang signifikan dengan kejadian
penyakit kulit (nilai p>0,05). Ada hubungan yang signifikan antara personal higiene dengan
kejadian penyakit kulit di Asrama Pondok Pesantren Putra “A” (nilai p<0,05), jika dilihat
dari sub variabel personal higiene menunjukkan bahwa variabel mandi pakai sabun dan
penggunaan tempat tidur memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian penyakit kulit
(nilai p<0,05) dan dapat dilihat dari Tabel 4 sebagai berikut :
Tabel 4. Hasil Analisis Bivariat Berbagai Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Kulit di Asrama Pondok Pesantren Putra “A”
Variabel Penyakit Kulit Nilai p OR
Sakit % Tidak Sakit % Kepadatan Hunian Ruang Tidur
TMS MS
46 31
59,7 40,3
21 8
72,4
27,6 0,265 0,565 Luas Kamar
<8 m2
≥8 m2
39 38
50,6 49,4
19 10
65,5
34,5 0,195 0,540 Tempat Tidur
>1 orang 1 orang
30 47
39,0 61,0
9 20
31,0
69,0 0,505 1,418 Ventilasi Ruang Tidur
TMS MS
39 38
50,6 49,4
15 14
51,7
48,3 1,000 0,958 Luas Ventilasi
<10% luas lantai
≥10% luas lantai
50 27
65,9 35,1
16 13
55,2
44,8 0,377 1,505 Lubang Ventilasi
<2,10 m dari lantai
≥2,10 m dari lantai
44 33
57,1 42,9
16 13
55,2
44,8 1,000 1,083 Personal Higiene
Buruk Baik
41 36
53,2 46,8
8 21
27,6
72,4 0,028* 2,990 Frekuensi Mandi Pakai Sabun
<2 kali sehari
≥2 kali sehari
40 37
51,9 48,1
8 21
27,6
72,4 0,03* 2,838 Penggunaan Handuk Bergantian
Ya Tidak
40 37
51,9 48,1
15 14
51,7
48,3 1,000 1,009 Frekuensi Ganti Pakaian
<1 kali sehari 1 kali sehari
18 59
23,4 48,1
4 25
13,8
86,2 0,421 1,907 Mencuci Pakaian dengan Sabum
<1 kali sehari 1 kali sehari
37 40
48,1 51,9
13 16
44,8
55,2 0,829 1,138 Penggunaan Tempat Tidur
Tidak Tidur Sendiri Tidur Sendiri
50 27
64,9 35,1
11 18
37,9
62,1 0,016* 3,030 Pemakaian Sprei
Tidak Pakai Pakai
43 34
55,8 44,2
11 18
37,9
62,1 1,28 2,070 Frekuensi Ganti Sprei (n=52)
>2 minggu sekali
≤2 minggu sekali
18 16
52,9 47,1
9 9
50,0
50,0 1,000 1,125 Frekuensi Cuci Sprei dengan Sabun (n=52)
>2 minggu sekali
≤2 minggu sekali
18 16
52,9 47,1
11 7
61,1
38,9 0,770 0,716