• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI LINGKUNGAN DAN PERSONAL HIGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT KULIT DI ASRAMA PONDOK PESANTREN A KABUPATEN BEKASI TAHUN 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONDISI LINGKUNGAN DAN PERSONAL HIGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT KULIT DI ASRAMA PONDOK PESANTREN A KABUPATEN BEKASI TAHUN 2014"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

KONDISI LINGKUNGAN DAN PERSONAL HIGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT KULIT DI ASRAMA PONDOK PESANTREN “A’” KABUPATEN BEKASI TAHUN 2014

Ani Widiastuti, Dewi Susanna

Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

widiastutiani@gmail.com

ABSTRAK

Penyakit kulit merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan satu diantaranya sering terjadi di Pondok Pesantren karena merupakan tempat yang rentan dalam penyebaran penyakit kulit. Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan kondisi lingkungan dan personal higiene dengan kejadian penyakit kulit di Pondok Pesantren Putra “A” Kabupaten Bekasi Tahun 2014. Rancangan penelitian menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel 106 orang. Populasi penelitian adalah siswa Madrasah Tsanawiyah yang tinggal di Asrama Pondok Pesantren “A”. Data primer didapat dengan melakukan wawancara langsung mengenai penyakit kulit dan perilaku personal higiene santri dari sampel terpilih dan dengan melakukan observasi terhadap kondisi lingkungan pondok pesantren. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan antara personal higiene dengan kejadian penyakit kulit dengan nilai p<0,05 OR : 2,9 (1,180-7,571) dan dari personal higiene tersebut diketahui bahwa frekuensi mandi pakai sabun dengan nilai p<0,05 OR : 2,8 (1,121-7,185) dan penggunaan tempat tidur dengan nilai p<0,05 OR : 3,0 (1,252-7,336) merupakan variabel yang berhubungan dengan kejadian penyakit kulit di Asrama Pondok Pesantren Putra “A”.

Kesimpulannya adalah kondisi lingkungan tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian penyakit kulit di Pondok Pesantren “A”

Kata Kunci:

Mandi Pakai Sabun, Penyakit Kulit, Penggunaan Tempat Tidur ABSTRACT

Skin diseases is one of disease that still become a public health problem in Indonesia and one of them happened at boarding school as a place where can be susceptible spread of skin diseases. The main purpose of this research was to know correlation between environmental condition and personal hygiene with the incidence of skin diseases at “A” Man Boarding School, Bekasi 2014. Study desain which make use of the research was cross sectional study with a sample of 106 people. The population of study were Junior Secondary School Student where living in the “A” Man boarding school dormitory. Primary data were obtained by direct interview about skin diseases and personal hygiene behavior of student from selected sample and observed to environmental conditon of boarding school. The result of bivariate analysis showed that there was correlation between personal hygiene and incindence of skin diseases p<0,05 OR : 2,9 (1,180-7,571) and based on personal higiene can be seen that frequency of bathing with soap p<0,05 OR : 2,8 (1,121-7,185) and using a bed p<0,05 OR : 3,0 (1,252-7,336) were variable which have significant correlation with incidence of skin diseases at “A” Man Boarding School. The conclusion was environmental condition did not have a significant correlation to incidence of skin disease at “A” Man Boarding School Bekasi 2014.

Keywords :

Bathing with Soap, Skin Diseases, Using Bed

(2)

Pendahuluan

Penyakit kulit merupakan salah satu penyakit yang berhubungan dengan lingkungan dan perilaku manusia. Penyakit kulit merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hampir seluruh infeksi penyakit pada kulit ditularkan melalui kontak langsung atau tidak langsung ke kulit, penyebabnya dapat berupa kuman, virus, jamur dan parasit (Kabulrahman, 1992). Contoh penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri atau kuman adalah furunkel dan karbunkel atau bisul, yang disebabkan oleh jamur ialah kandidiosis, yang disebabkan oleh virus ialah herpes dan yang disebabkan oleh parasit yaitu pedikulosis dan skabies.

Menurut Kabulrahman (1992), penyakit kulit merupakan salah satu penyakit yang berhubungan dengan lingkungan dan perilaku manusia. Faktor lingkungan yang erat kaitannya dengan penyakit kulit antara lain penyediaan air bersih yang digunakan sebagai sumber air mandi dan cuci dari segi kualitas dan kuantitas. Air bersih yang digunakan harus mencukupi kebutuhan sehari-hari. Penyakit kulit yang timbul akibat kurangnya penyediaan air (water washed disease) adalah scabies, ulkus pada kulit dan yaws (frambusia/patek).

Faktor yang juga berperan dalam penularan penyakit kulit adalah sosial ekonomi yang rendah, higiene perseorangan yang jelek, lingkungan yang tidak saniter dan perilaku yang tidak mendukung kesehatan. Faktor yang paling dominan adalah kemiskinan dan perilaku higiene perseorangan yang jelek (Ma’rufi, 2005). Perilaku higiene perseorangan adalah kegiatan dan tindakan kesehatan dengan tujuan untuk memelihara kesehatan diri sendiri (Wirawan, 2011).

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011, penyakit kulit masih berada di peringkat ketiga dengan jumlah 247.179 kasus dan Provinsi Jawa Barat merupakan urutan kedua dengan jumlah kasus penyakit kulit (kusta) sebanyak 2.316 kasus (Profil PP & PL, 2012).

Menurut Julia (2013) dan Akmal (2013) menemukan bahwa Asrama Pondok Pesantren juga merupakan tempat yang rentan dalam penyebaran penyakit kulit.

Provinsi Jawa Barat memiliki beberapa wilayah dengan banyak Pondok Pesantren, salah

satunya Bekasi. Penyakit kulit di Kabupaten Bekasi merupakan 10 penyakit terbesar dari tiap-

tiap puskesmas yaitu sebanyak 4,98% (BPS Kabupaten Bekasi, 2012).

(3)

Berdasarkan Data Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat (2012) Kabupaten Bekasi memiliki 3 pondok pesantren terbesar yang memiliki jumlah santri terbanyak yaitu Pondok Pesantren Putra “A”, Pondok Pesantren Putri “P” dan Pondok Pesantren Ibnu Azhari. Setelah melakukan perhitungan besar sampel maka Pondok Pesantren Putra “A” menjadi tempat penelitian dikarenakan jumlah santrinya paling banyak dan dapat mencakup jumlah sampel yang diambil..

Dari survey awal pada Bulan Januari 2014 terhadap 2 pondok pesantren terbesar yaitu Pondok Pesantren Putra “A” dan Pondok Pesantren Putri “P” di Kabupaten Bekasi bahwa penyakit kulit masih sangat tinggi, menurut Laporan Data Penyakit Pos Kesehatan Pesantren Putra “A”

bahwa terjadi 157 kasus penyakit kulit selama tahun 2013 dan menurut Buku Rekapan Data Penyakit Pos Kesehatan Putri “P” bahwa terjadi 122 kasus penyakit kulit selama tahun 2013.

Kasus penyakit kulit lebih banyak diderita oleh laki-laki sebesar 55,1% dibanding perempuan dan personal higiene memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian penyakit kulit (skabies) pada santri di Pondok Pendidikan Islam (Akmal, 2013). Hasil penelitian Ma’rufi (2005) dan Wirawan (2011) menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan serta berperan dalam penularan penyakit kulit adalah personal higiene.

Personal higiene meliputi frekuensi mandi pakai sabun, frekuensi mengganti pakaian, frekuensi mencuci pakaian pakai sabun, frekuensi mengganti sprei, frekuensi mencuci sprei pakai sabun, pemakaian handuk, penggunaan tempat tidur dan sanitasi lingkungan meliputi sarana air bersih, jamban, kepadatan hunian ruang tidur dan ventilasi ruang tidur (Sajida, 2012)

Oleh karena itu untuk memastikannya diperlukan suatu penelitian, dengan melihat data

tersebut serta mencegah terjadinya kejadian kasus penyakit kulit yang lebih besar diperlukan

gambaran dan data mengenai faktor sanitasi lingkungan apa saja dan personal higiene yang

berhubungan dengan kejadian penyakit kulit dan hal inilah yang mendorong penulis

melakukan penelitian mengenai kondisi lingkungan dan personal higiene dengan kejadian

penyakit kulit di Asrama Pondok Pesantren Putra “A” Kabupaten Bekasi Tahun 2014 dan

setelah melakukan penelitian ini diharapkan mendapatkan peran langsung dari pengelola

pondok pesantren yang meliputi Kyai, ustad ataupun ulama-ulama pondok pesantren agar

dapat merubah perilaku pada santri. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan

(4)

kondisi lingkungan dan personal higiene dengan kejadian penyakit kulit di Asrama Pondok Pesantren Putra “A” Kabupaten Bekasi Tahun 2014.

Tinjauan Teoritis

Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m

2

dengan berat kira-kira 15% berat badan (Wasitaatmadja, 2000). Kulit secara umum mempunyai beberapa fungsi/peran antara lain fungsi proteksi terhadap pengaruh luar (trauma/rangsangan), kemampuan memproduksi dan mengekskresikan bahan sisa metabolisme tubuh atau keterlibatan pada proses atau pengaturan sistem (Boediardja, 2009). Kulit terdiri dari tiga lapisan yang masing-masing terdiri dari sel dan fungsi yang bermacam-macam. Ketiga lapisan tersebut menurut Wasitaatmadja adalah Lapisan epidermis atau kutikel, Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin), Lapisan subkutis (hipodermis).

Penyakit kulit adalah penyakit infeksi yang paling umum dan terjadi pada orang-orang dari segala usia. Pengobatan penyakit kulit sebagian besar juga membutuhkan waktu yang lama (Yusri, 2011). Penyakit kulit dapat ditularkan melalui kontak langsung dan tidak langsung dan dapat disebabkan oleh mikroorganisme dan penyakit kulit karena alergi. Penyakit kulit yang disebabkan oleh mikroorganisme dapat disebabkan oleh bakteri misalnya furunkel dan karbunkel atau bisul, impetigo, ektima; disebabkan oleh jamur misalnya histoplasmosis, trikofiton, candida; disebabkan oleh parasit misalnya pedikulosis, skabies; disebabkan oleh virus misalnya herpes simplex, herpes zoster. Penyakit kulit karena alegi timbul akibat reaksi sesitisasi yang berlebihan dan pengaruhnya tidaklah kecil (Kabulrachman, 2001). Penyakit kulit karena alergi diantaranya dermatitis atopik, derrmatitis kontak alergi, reaksi kulit karena obat (RKKO) dan urtikaria atau bidur.

Lingkungan merupakan segala sesuatu yang terdapat di sekeliling manusia baik benda hidup

maupun benda mati. Lingkungan dapat dibedakan menjadi 3 yaitu lingkungan fisik,

lingkungan sosial dan lingkungan biologik (Kabulrachman, 1992). Persyaratan lingkungan

fisik kesehatan pondok pesantren telah diatur dalam Keputusan Bersama Kementerian

Kesehatan RI dan Kementerian Agama RI No. 728/BM/DJ/BPSM/VI dan E/51 yaitu

lingkungan dan bangunan pesantren harus selalu dalam keadaan bersih, tersedia sarana

sanitasi yang memadai, tidak menjadi tempat bersarang dan berkembangbiaknya serangga dan

(5)

binatang pengganggu lainnya, bangunan harus utuh, kuat, terpelihara dan dapat mencegah penularan penyakit serta kecelakaan. Persyaratan konstruksi bangunan khususnya lubang penghawaan menurut Kepmenkes No. 829 Tahun 1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan yaitu memiliki lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai sedangkan untuk luas kamar tidur minimal 8m

2

dan tidak dianjutkan untuk lebih dari 2 orang tidur.

Kesehatan fasilitas sanitasi pondok pesantren juga sangat diperlukan agar tidak menimbulkan suatu kejadian penyakit, menurut Keputusan Bersama Kementerian Kesehatan RI dan Kementerian Agama RI No. 728/BM/DJ/BPSM/VI dan E/51 penyediaan air bersih harus diperhatikan dari segi kualitas persyaratan air bersih, kuantitas yaitu minimal 60 liter/orang/hari dan kontinuitas yang harus tersedia setiap saat. Kesehatan Jamban atau kamar mandi pun juga merupakan suatu hal yang harus diperhatikan agar sesuai antara jumlah santri dengan jumlah jamban dan jumlah kamar mandi.

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup). Bentuk kegiatan yang dilaksanakan yaitu perilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku hidup bersih dan sehat bertujuan untuk meningkatkan, memelihara dan melindungi kesehatan baik fisik, mental, spiritual maupun sosial (Kemenkes RI, 2000). Penyakit kulit erat kaitannya dengan kondisi kebersihan perorangan dan lingkungan. Pencegahan penyakit kulit (skabies) dapat dilakukan dengan cara mandi menggunakan sabun, penggunaan alat pribadi (handuk, pakaian, tempat tidur) secara bersama-sama dengan penderita penyakit kulit, kebiasaan mencuci pakaian, handuk dan sprei secara rutin, menjemur kasur dan bantal dibawah sinar matahari secara berkala (Widiasih, 2012). Personal higiene memiliki hubungan yang bermakna dari kejadian penyakit kulit (skabies) karena personal higiene yang tidak baik merupakan salah satu faktor yang bisa meningkatkan kejadian penyakit kulit (Akmal, 2013).

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan data sekunder didapat dari

Kantor Tata Usaha Pondok Pesantren Putra “A” berupa data profil yayasan pondok pesantren

sedangkan data primer yaitu menggunakan wawancara (kuesioner) mengenai data umum

responden dan perilaku santri, melakukan observasi langsung terhadap sarana air bersih,

jamban, kepadatan hunian ruang tidur, ventilasi ruang tidur serta melakukan pengukuran

(6)

menggunakan alat ukur meteran terhadap luas kamar santri, luas ventilasi kamar santri dan ketinggian ventilasi kamar santri. Populasi studi yang digunakan adalah seluruh santri yang tinggal di Asrama Pondok Pesantren Putra “A” dengan jenjang pendidikan Madrasah Tsanawiyah dan antara usia 12-15 tahun. Penarikan sampel minimal sebanyak 106 sampel baik yang menunjukkan adanya keluhan atau tidak terhadap penyakit kulit. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer dan dianalisis secara univariat yaitu untuk mengetahui frekuensi serta distribusi kejadian penyakit kulit di Pondok Pesantren Putra “A”, karakteristik responden, sarana air bersih dan jamban dan secara bivariat dengan melihat hubungan antara kepadatan hunian ruang tidur, ventilasi ruang tidur dan personal higiene dengan kejadian penyakit kulit di Asrama Pondok Pesantren Putra “A”.

Hasil Penelitian

Hasil Analisis Univariat

Analisis univariat untuk mendeskripsikan masing-masing variabel yang diteliti, dalam penelitian ini ada 4 variabel yaitu kejadian penyakit kulit, umur responden, kelas responden, sarana air bersih dan jamban atau kamar mandi.

Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa dari angka kesakitan sebanyak 106 responden terdapat 77 (72,6%) santri menderita penyakit penyakit kulit dengan umur paling banyak yaitu 3 tahun dan berada di kelas 1 Madrasah Tsanawiyah sedangkan dari hasil observasi sarana fasilitas sanitasi pondok pesantren didapatkan bahwa dari 10 sarana air bersih yang ada di lingkungan asrama pondok pesantren masih terdapat 6 buah sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat dan dari total 40 jamban atau kamar mandi yang ada di lingkungan asrama pondok pesantren masih terdapat 25 buah jamban atau kamar mandi yang tidak memenuhi syarat.

Tabel 1. Kejadian Penyakit Kulit di Asrama Pondok Pesantren Putra “A” Tahun 2014

Kejadian

Penyakit Kulit Frekuensi Persentase (%))

Sakit 77 72,6

Tidak Sakit 29 27,4

Jumlah 106 100

(7)

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan variabel yang diamati Variabel Jumlah (orang) Persentase (%) Umur

12 Tahun 13 Tahun 14 Tahun 15 Tahun

9 47 33 17

8,5 44,3 31,1 16,0 Kelas

1 2 3

56 27 23

52,8 25,5 21,7

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Sarana Sanitasi Pondok Pesantren Putra “A”

Asrama

Fasilitas Sanitasi Sarana Air

Bersih

Jamban/Kamar Mandi Al Amin

TMS MS

4 -

7 7 Roja’i

TMS MS

1 3

8 9 Abdul Majid

TMS MS

1 1

10 2 Total 10 40 Keterangan : TMS : Tidak Memenuhi Syarat

MS : Memenuhi Syarat

Hasil Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan dengan melihat besarnya nilai p dan Odds Ration antara variabel independen (kepadatan hunian ruang tidur, ventilasi ruang tidur, personal higine) dengan variabel dependen (kejadian penyakit kulit) .

Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa dengan menggunakan ui chi-square menunjukkan

hubungan yang tidak signifikan antara kepadatan hunian ruang tidur dan ventilasi ruang tidur

dengan kejadian penyakit kulit (nilai p>0,05), jika dilihat dari sub variabel kepadatan hunian

ruang tidur yang meliputi luas kamar dan tempat tidur dan ventilasi ruang tidur yang meliputi

luas ventilasi dan lubang ventilasi bahwa tidak ada hubungan yang signifikan dengan kejadian

penyakit kulit (nilai p>0,05). Ada hubungan yang signifikan antara personal higiene dengan

kejadian penyakit kulit di Asrama Pondok Pesantren Putra “A” (nilai p<0,05), jika dilihat

dari sub variabel personal higiene menunjukkan bahwa variabel mandi pakai sabun dan

penggunaan tempat tidur memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian penyakit kulit

(nilai p<0,05) dan dapat dilihat dari Tabel 4 sebagai berikut :

(8)

Tabel 4. Hasil Analisis Bivariat Berbagai Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Kulit di Asrama Pondok Pesantren Putra “A”

Variabel Penyakit Kulit Nilai p OR

Sakit % Tidak Sakit % Kepadatan Hunian Ruang Tidur

TMS MS

46 31

59,7 40,3

21 8

72,4

27,6 0,265 0,565 Luas Kamar

<8 m2

≥8 m2

39 38

50,6 49,4

19 10

65,5

34,5 0,195 0,540 Tempat Tidur

>1 orang 1 orang

30 47

39,0 61,0

9 20

31,0

69,0 0,505 1,418 Ventilasi Ruang Tidur

TMS MS

39 38

50,6 49,4

15 14

51,7

48,3 1,000 0,958 Luas Ventilasi

<10% luas lantai

≥10% luas lantai

50 27

65,9 35,1

16 13

55,2

44,8 0,377 1,505 Lubang Ventilasi

<2,10 m dari lantai

≥2,10 m dari lantai

44 33

57,1 42,9

16 13

55,2

44,8 1,000 1,083 Personal Higiene

Buruk Baik

41 36

53,2 46,8

8 21

27,6

72,4 0,028* 2,990 Frekuensi Mandi Pakai Sabun

<2 kali sehari

≥2 kali sehari

40 37

51,9 48,1

8 21

27,6

72,4 0,03* 2,838 Penggunaan Handuk Bergantian

Ya Tidak

40 37

51,9 48,1

15 14

51,7

48,3 1,000 1,009 Frekuensi Ganti Pakaian

<1 kali sehari 1 kali sehari

18 59

23,4 48,1

4 25

13,8

86,2 0,421 1,907 Mencuci Pakaian dengan Sabum

<1 kali sehari 1 kali sehari

37 40

48,1 51,9

13 16

44,8

55,2 0,829 1,138 Penggunaan Tempat Tidur

Tidak Tidur Sendiri Tidur Sendiri

50 27

64,9 35,1

11 18

37,9

62,1 0,016* 3,030 Pemakaian Sprei

Tidak Pakai Pakai

43 34

55,8 44,2

11 18

37,9

62,1 1,28 2,070 Frekuensi Ganti Sprei (n=52)

>2 minggu sekali

≤2 minggu sekali

18 16

52,9 47,1

9 9

50,0

50,0 1,000 1,125 Frekuensi Cuci Sprei dengan Sabun (n=52)

>2 minggu sekali

≤2 minggu sekali

18 16

52,9 47,1

11 7

61,1

38,9 0,770 0,716

(9)

Pembahasan

Dalam Penelitian ini hubungan karakteristik responden yaitu umur dan kelas dengan kejadian penyakit kulit tidak dianalisis karena untuk umur dan kelas responden yang terlalu rendah yaitu untuk umur antara 12-15 tahun dan untuk kelas antara kelas 1-3 Madrasah Tsanawiyah sehingga karakteristik responden ini hanya sebagai gambaran dan data penunjang penelitian.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa santri yang mengalami penyakit kulit terbanyak adalah yang berumur 13 tahun yaitu sebanyak 44,3%. Hal ini sesuai dengan penelitian Akmal (2013) yang menunjukkan bahwa insiden penyakit kulit (skabies) adalah responden dengan umur 13 tahun dan dari penelitian Andayani (2005) juga menunjukkan bahwa rentang umur yang menderita penyakit kulit adalah antara umur 12-15 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa santri yang menderita penyakit kulit adalah santri siswa Madrasah Tsanawiyah kelas 1 sebanyak 52,8%. Keadaan ini sejalan dengan penelitian Akmal (2013) yang menjelaskan bahwa sebagian besar yang menderita penyakit kulit adalah yang berpendidikan kelas 1 wustha namun pada penelitian Nugraheni (2012) menjelaskan bahwa gambaran responden yang menderita penyakit kulit (skabies) di Pondok Pesantren Al Muayyad Surakarta adalah santri kelas 3 Madrasah Tsanawiyah.

Dalam penelitian ini dari 10 buah sarana air bersih masih terdapat 6 buah sarana air bersih

yang tidak memenuhi syarat dan sarana air bersih dengan kejadian penyakit kulit tidak

dianalisis karena data sarana air bersih yang ada di asrama pondok pesantren merupakan data

komposit sehingga jika dilakukan analisis maka hasilnya tidak terlalu signifikan. Menurut

hasil penelitian Setyawati (2006) kualitas air bersih yang tidak memenuhi syarat lebih

berisiko untuk terjadinya penyakit kulit dibanding yang memenuhi syarat. Terdapat beberapa

hal yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit kulit diantaranya sumber air karena penyakit

kulit (skabies) merupakan penyakit yang berbasis pada persyaratan air bersih dan sarana air

bersih yang tidak memenuhi syarat karena letaknya yang sangat berdekatan dengan septic

tank, selokan, sungai dan sumber pencemar lainnya sehingga dimungkinkan sumber pencemar

tersebut membawa kotoran manusia ataupun kotoran lain yang dapat mencemari kualitas air

bersih secara kimia dan biologi (Audhah, 2012). Tersedianya air yang sedikit atau sumber air

yang terlalu jauh sehingga kebersihan perorangan tidak mungkin dilakukan sebagaimana

mestinya. Air yang tersedia tidak cukup untuk membersihkan diri atau alat-alat makan serta

(10)

pakaian maka infeksi kulit dapat berkembang dan lebih mudah tersebar dari orang ke orang (Kusnoputranto, 2000).

Hasil observasi terhadap jamban diperoleh dari total 40 buah jamban atau kamar mandi hanya 15 buah jamban atau kamar mandi yang memenuhi syarat. Dalam penelitian ini keadaan jamban tidak dilakukan analisis karena jumlah jamban yang berada di Asrama Abdul Majid bersifat umum dan berada di luar kamar sehingga dapat kemungkinan besar santri yang berada di wilayah Asrama Abdul Majid bergonta ganti kamar mandi setiap kalinya.

Penyediaan air bersih merupakan kunci utama sanitasi kamar mandi atau jamban yang berperan terhadap penularan penyakit kulit (skabies) para santri pondok pesantren (Ma’rufi, 2005). Dalam penelitian ini tidak menganalisis hubungan jamban dengan kejadian penyakit kulit namun untuk mencegah penularan penyakit kulit lewat jamban maka seluruh santri harus menjaga kebersihan jamban atau kamar mandinya masing-masing.

Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel kepadatan hunian ruang tidur tidak memiliki hubungan dengan kejadian penyakit kulit dan jika dilihat dari sub variabel kepadatan hunian ruang tidur juga tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian penyakit kulit di Asrama Pondok Pesantren Putra “A”. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Ma’rufi (2005) yang menjelaskan bahwa santri yang tinggal di pemondokan dengan kepadatan hunian tinggi mempunyai prevalensi menderita penyakit kulit (skabies) sebesar 71,40% dan menurut Audhah (2012) menjelaskan bahwa santri yang berada pada kepadatan hunian kamar padat berisiko menderita penyakit kulit sebanyak 48,7 kali dibandingkan dengan santri yang berada pada kepadatan hunian kamar tidak padat.

Ventilasi ruang tidur yang diperoleh dalam penelitian ini didapatkan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan dengan kejadian penyakit kulit dan jika dilihat dari sub variabel

ventilasi ruang tidur yaitu luas ventilasi dan lubang ventilasi tidak memiliki hubungan yang

signifikan antara kejadian penyakit kulit. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Wirawan

(2011) yang menyebutkan bahwa ventilasi sangat erat hubungannya dengan angka kesakitan

penyakit menular terutama penyakit kulit karena ventilasi merupakan salah satu kondisi

santiasi yang apabila kondisi sanitasi tersebut tidak sehat akan menjadi penyebab dari

rendahnya taraf kesehatan jasmani dan rohani serta memudahkan terjangkitnya penyakit serta

mengurangi daya kerja atau daya produktif seseorang.

(11)

Dalam penelitian ini didapatkan bahwa personal higiene memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian penyakit kulit. Hal ini sejalan dengan penelitian Ma’rufi (2005) yang menyatakan bahwa sebagian besar santri yang mempunyai personal higiene yang jelek menderita penyakit kulit sebanyak 73,70% sedangkan jika dilihat dari sub variabel personal higiene maka terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian penyakit kulit yaitu frekuensi mandi pakai sabun dan penggunaan tempat tidur. Hal ini sejalan dengan penelitian Rianti (2010) yang mengatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara mandi pakai sabun dengan kejadian penyakit kulit di Kecamatan Asemrowo Surabaya dan penelitian Audhah (2012) menjelaskan bahwa kontak dengan santri yang menderita penyakit kulit berisiko tertular penyakit kulit 48 kali dibandingkan mereka yang tidak pernah kontak dengan orang yang menderita penyakit kulit.

Kesehatan pribadi merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang dan untuk memiliki

kondisi sehat, hanya pribadi masing-masing yang mampu mengkondisikannya. Kondisi sehat

bisa diperoleh apabila setiap pribadi berperilaku atau memiliki perilaku hidup bersih dan

sehat. Sebagai contoh, apabila seseorang tidak bersih dalam merawat tubuhnya, maka

kesehatannya akan terganggu dan akan mengakibatkan terserang penyakit. Peran serta dari

pengelola pesantren maupun institusi terkait (puskesmas) juga sangat dibutuhkan untuk

menumbuhkan perilaku personal higiene yang baik bagi para santri, hal yang dapat dilakukan

adalah melakukan pemberdayaan, promosi kesehatan, penyelenggaraan seminar/talkshow,

pemeriksaan kualitas air. Kepedulian pimpinan, kyai dan ustad pondok pesantren tentang

personal higiene santri yang belum ada sehingga diperlukan adanya advokasi dan pergerakan

masyarakat, pergerakan masyarakat disini adalah memberdayakan kyai atau ustad karena

mengingat kyai ataupun ustad sangat dihormati dan disegani dikalangan para santri asrama

pondok pesantren sehingga apabila kyai atau ustad tersebut sudah memerintahkan suatu hal

kepada santri maka santri pun akan menurut dan patuh terhadap anjuran dan perintah kyai

atau ustad tersebut. Karena semua kegiatan dan aktivitas manusia di dunia ini sangat

bergantung pada kebersihan dan kesehatan maka membentuk pribadi yang sehat itu harus

diusahakan dan tidak datang dengan sendirinya.

(12)

Kesimpulan

Asrama pondok pesantren merupakan salah satu tempat yang rentan dalam penyebaran penyakit kulit. Faktor yang berperan dalam penularan penyakit kulit adalah sanitasi lingkungan atau kondisi lingkungan dan personal higiene.

Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap santri di Asrama Pondok Pesantren Putra “A”

Kabupaten Bekasi Tahun 2014 berfokus pada faktor kondisi lingkungan yang meliputi sarana air bersih, jamban atau kamar mandi, kepadatan hunian ruang tidur, ventilasi ruang tidur dan personal higiene yang meliputi frekuensi mandi pakai sabun, penggunaan handuk secara bergantian, frekuensi mengganti pakaian, mencuci pakaian dengan sabun, penggunaan tempat tidur, pemakaian sprei, frekuensi mengganti sprei dan frekuensi mencuci sprei dengan sabun.

Berdasarkan analisis data penelitian disimpulkan bahwa personal higiene memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian penyakit kulit (p=0,028) dan dari personal higiene tersebut yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit kulit adalah frekuensi mandi pakai sabun dan penggunaan tempat tidur. Dimana kebiasaan santri yang terbiasa mandi pakai sabun kurang dari dua kali sehari mempunyai risiko menderita penyakit kulit 2,8 kali dibanding santri yang terbiasa mandi pakai sabun dua kali sehari atau lebih dan santri yang terbiasa tidak tidur sendiri dalam 1 tempat tidur mempunyai risiko menderita penyakit kulit 3 kali dibanding santri yang terbiasa tidur sendiri dalam 1 tempat tidur.

Meskipun kondisi lingkungan dalam penelitian ini tidak terlalu mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kejadian penyakit kulit di Asrama Pondok Pesantren Putra “A” namun apabila tidak dikelola dengan baik berdasarkan teori-teori yang ada maka kondisi lingkungan juga dapat menyebabkan sumber penularan penyakit kulit.

Saran

1. Bagi puskesmas setempat diharapkan meningkatkan pengetahuan santri dengan melalui penyuluhan, pemberian pamflet dan mengadakan acara talk show serta memberikan pelatihan dan melakukan advokasi kepada kyai, ustad atau ulama pondok pesantren mengenai personal higiene dan penyakit kulit

2. Bagi Pondok Pesantren untuk membuat kebijakan yang mengatur pengelolaan kesehatan

lingkungan dan perilaku santri untuk selalu melakukan personal higiene dan para ustad,

(13)

kyai atau ulama-ulama pondok pesantren melakukan pengawasan dan turun langsung mengintervensi dalam proses perubahan perilaku personal higiene santri karena para santri cenderung lebih patuh pada peraturan atau anjuran dari kyai, ustad atau ulama pondok pesantren

3. Bagi santri asrama pondok pesantren untuk berperilaku hidup bersih dan sehat disegala bidang, membiasakan mandi pakai sabun 2 kali sehari dan tidak tidur berdua atau lebih dalam 1 tempat tidur (tidur berhimpitan)

4. Bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian sejenis dengan lokasi beberapa pondok pesantren dan penelitian yang lebih spesifik ke kondisi lingkungan terutama kualitas dan kuantitas air bersih

Daftar Pustaka

Akmal, S. C. (2013). Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Skabies di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum, Palarik Air Pacah Kecamatan Koto Tangah Padang.

Jurnal Kesehatan Andalas , Vol. 2, No. 3, 164-167 akses di http://jurnal.fk.unand.ac.id/images/articles/vol2/no3/164-167.pdf. pada tanggal 18 Desember 2013.

Andayani, L. S. (2005). Perilaku Santri dalam Upaya Pencegahan Penyakit Skabies di Pondok Pesantren Ulumu Qur'an Stabat [Hasil Penelitian]. Medan: Akses di http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/15327 tanggal 10 Januari 2014

Audhah, N. A. (2012). Faktor Resiko Skabies pada Siswa Pondok Pesantren (Kajian di Pondok Pesantren Darul Hijrah, Keluarahan Cindai Alus, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan). Jurnal Buski , Vol 4 (1), 14-22, Akses di http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/buski/article/viewFile/3037/3006 tanggal 27 Mei 2014 Pukul 19.01.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bekasi. (2012). Kabupaten Bekasi Dalam Angka. Bekasi:

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bekasi akses di

http://bekasikab.bps.go.id/publikasi/kabupaten-bekasi-dalam-angka-2012 tanggal 2 Februari 2014

Boediardja, S. A. (2009). Perbedaan Fisiologis Kulit Bayi/Anak, Dewasa dan Lansia. Dalam

S. A. Boediardja, Serba Serbi Penyakit Kulit dan Kelamin Sejak Neonatal Sampai

Geriatri (hal. 1). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

(14)

Julia, R. (2013). Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku terhadap Kejadian Skabies di Pondok Pesantren Al Furqon Kecamatan SIdayu, Kabupaten Gresik Jawa Timur [Skripsi]. Depok: Universitas Indonesia.

Kabulrachman. (1992). Pengaruh Lingkungan dan Pencemarannya terhadap Kesehatan Kulit.

Majalah Kedokteran Indonesia , Vol. 42, No. 5, 273-277.

Kabulrachman. (2001). Penyakit Kulit Alergik, beberapa masalah dan usaha penanggulangannya. Pidato Pengukuhan Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar Madya FK Undip (hal. 1-54). Semarang: Universitas Diponegoro.

Kementerian Agama RI. (2008). Data Pesantren di Jawa Barat. Jakarta: Kementerian Agama

RI akses di

http://www.pondokpesantren.net/ponpren/images/stories/datapesantren/12.%20Jawa%2 0Barat.xls tanggal 21 Januari 2014 pukul 22.30.

Kementerian Kesehatan RI. (2012). Profil Kesehatan Indonesia 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Kementerian Agama Republik Indonesia.

(1993). Keputusan Bersama Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat dan Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam No. 738/BM/DJ/BPSM/VI/93 dan No. E/51/1993 tentang Peningkatan Peran Pondok Pesantren dalam Bidang Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1999). Keputusan Menteri Kesehatan No.

829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan. Jakarta:

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2000). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Tatanan Rumah Tangga. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kusnoputranto, H. (2000). Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Universitas Indonesia.

Ma'rufi, I. S. (2005). Faktor Sanitasi Lingkungan yang Berperan terhadap Prevalensi Penyakit Scabies (Studi pada Santri Pondok Pesantren Kabupaten Lamongan). Jurnal Kesehatan Lingkungan , Vol. 2, No. 1, 11-18.

Nugraheni, D. N. (2012). Pengaruh Sikap tentang Kebersihan Diri terhadap Timbulnya

Skabies (Gudik) pada Santriwati di Pondok Pesantren Al Muayyad Surakarta

[Publikasi Ilmiah]. Solo: Universitas Muhammadiyah Surakarta Akses di

http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/3683/DWI%20NURLIAN

A%20-%20ARINA%20MALIYAFix%20bgt.pdf?sequence=1 pada tanggal 9 Februari

2014 Pukul 21.50 .

(15)

Rianti, E. D. (2010, Desember). Analisis tentang Higiene dan Sanitasi lingkungan dengan Penyebab Terjadinya Penyakit Kulit di Kecamatan Asemrowo Surabaya. hal. 1-10.

Sajida, A. D. (2012). Hubungan Personal Hygiene dan Sanitasi Lingkungan dengan Keluhan Penyakit Kulit di Kelurahan Denai Kecamatan medan Denai Kota Medan. Medan:

Universitas Sumatera Utara Akses di

http://jurnal.usu.ac.id/index.php/lkk/article/view/1216. tanggal 17 Februari 2014 Pukul 23.05 WIB .

Setyawati, E. (2006). Hubungan Kualitas Air Bersih dengan Kejadian Diare dan Penyakit Kulit (Studi terhadap Penduduk sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Rawa Kuning Kota Tangerang Propinsi Banten) [Skripsi] . Depok: Universitas Indonesia.

Wasiaatmadja, S. M. (2000). Anatomi Kulit. Dalam A. Djuanda, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (hal. 3). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Widiasih, D. (2012). Epidemiologi Zoonosis di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Wirawan, A., & Ulfa Nurullita, R. A. (2011). Hubungan Higiene Perorangan dengan Sanitasi Lapas terhadap Kejadian Penyakit Herpes di Lapas Wanita Kelas II A Semarang. Jurnal Kesehatan Lingkungan , Vol. 7 No. 1, 59-70 diakses di http://journal.lib.unair.ac.id/index.php/JKL/article/view/690 tanggal 21 Januari 2014 pukul 20.00.

Yusri. (2011, May 1). Penyakit Kulit - Infeksi Kulit. Media Informasi Kesehatan Indonesia ,

hal. 1 diakses di http://www.kesehatan123.com/1034/penyakit-kulit/ tanggal 1 Januari

2014 Pukul 19.15 WIB.

Gambar

Tabel 1. Kejadian Penyakit Kulit di Asrama   Pondok Pesantren Putra “A” Tahun 2014
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Sarana Sanitasi   Pondok Pesantren Putra “A”
Tabel 4. Hasil Analisis Bivariat Berbagai Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Kulit di  Asrama Pondok Pesantren Putra “A”

Referensi

Dokumen terkait

PT.  Indoexim  International  tidak    membentuk kelompok dan tidak  termasuk unit usaha dalam   bentuk  Kelompok    dan    tidak   

Berdasarkan pemantauan dan evaluasi Kementerian/Lembaga, perangkat daerah provinsi, perangkat daerah kabupaten/kota, Administrator KEK, atau Badan Pengusahaan KPBPB*)

Tidak dinafikan bahawa penerbit juga dapat menjadikan kajian ini sebagai rujukan tentang tajuk-tajuk yang telah ditulis oleh penulis karya fiqh munakahat kemudian

Finally, the writer hopes that she can give suagestions t.o how to avoid the students from making those errors about the rules of conditional s:entences and learn

Proses pembelajaran pada kelas eksperimen dilaksanakan sebanyak 6 kali pertemuan dimana setiap pertemuan berlangsung selama 2x35 menit dengan memanfaatkan lingkungan

Upaya mengat asi masalah gizi disaran- kan dilakukan dengan pendekat an yang l ebih berkelanj ut an dan mempunyai nilai pengemba- lian ekonomi ( economi c r et ur n ) yang relat if

Tugas pokok KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Satu adalah melaksanakan pelayanan, pengawasan administratif, dan pemeriksaan sederhana terhadap Wajib Pajak di bidang

Danusubroto, dan (3) Menjelaskan hubungan antara tema dan amanat dalam karya sastra yang berupa novel dapat dijadikan sebagai kajian sastra dan dapat mengetahui tema dan