• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu

Penelitian dari Susanto dan Rachmawati (2013) tentang Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dan Inflasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Lamongan, metode penelitian yang digunakan adalah eksplanasi (explanation). Sedangkan menurut tingkat penjelasannya, penelitian ini merupakan penelitian asosiatif atau hubungan yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Dalam penelitian tersebut yang menjadi variabel bebas adalah IPM (X¬1), inflasi PDRB (X2) di Kabupaten Lamongan tahun 2002-2011. Sedangkan yang menjadi variabel terikat adalah pertumbuhan ekonomi Lamongan 2002- 2011. Hasil dalam penelitian tersebut diketahui bahwa variabel IPM berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Tingginya IPM akan menambah faktor produksi sehingga mampu menngkatkan output produksi Kabupaten Lamongan.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Fadlillah et al. (2016) tentang Analisis Pengaruh Pendapatan Per Kapita, Tingkat Pengangguran, IPM dan Pertumbuhan Penduduk Terhadap Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2009- 2013. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survey. Selanjutnya Cakupan penelitian ini adalah seluruh kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yaitu 29 Kabupaten, dengan series data tahun 2009 sampai 2013. Hasil dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa antara kemiskinan dan pendapatan perkapita terdapat hubungan yang negatif atau tidak searah. Hal

(2)

ini bisa diartikan bahwa semakin tinggi tingkat kemiskinan maka akan berdampak pada penurunan pendapatan perkapita, sebaliknya jika tingkat kemiskinan semakin rendah maka akan berdampak pada peningkatan pendapatan perkapita.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Kalsum (2017) tentang Engaruh Pengangguran dan Inflasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera Utara, metode analisis data yang digunakan yaitu regresi berganda yang datanya diambil dari tahun 2011- 2015 per semester. Hasil dalam penelitian tersebut diketahui bahwa variabel pengangguran berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Artinya ketika pengangguran meningkat maka akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang menurun dengan signifikan, selanjutnya jika pengangguran menurun maka akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang meningkat dengan signifikan.

Perbandingan antara penelitian ini dengan beberapa kajian penelitian terdahulu diketahui dengan cara melihat beberapa persamaan yang tampak dalam penelitian tersebut. Persamaan dalam penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu terkait dengan variabel yang digunakan yaitu IPM, tingkat kemiskinan, jumlah pengangguran dan pendapatan perkapita. Sedangkan perbedaaan antara penelitian ini dengan beberapa penelitian sebelumya yaitu terkait dengan objek pengamatan yang berada di Kabupaten/Kota pada Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2017 hingga 2020.

B. Landasan Teori

1. Pendapatan Perkapita

(3)

Secara sederhana, pendapatan perkapita bisa dijelaskan sebagai besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara atau daerah tertentu, dalam bahasa yang berbeda disebutkan bahwa pendapatan regional perkapita merupakan hasil dari pendapatan regional dibagi dengan jumlah penduduk yang tinggal di daerah itu, maka akan dihasilkan suatu pendapatan perkapita.

Menurut Fretes (2020) dinyatakan bahwa Pendapatan per kapita menunjukkan kemampuan yang nyata dari suatu bangsa dalam menghasilkan barang dan jasa dan kenikmatan yang diperoleh setiap penduduk. Hasil penghitungan pendapatan per kapita sebenarnya tidak dapat secara langsung digunakan untuk mengukur tingkat kemakmuran dan kesejahteraan suatu negara. Hal ini disebabkan pendapatan per kapita kurang memerhatikan aspek distribusi pendapatan.

Selanjutnya menurut Purnamasari (2019) dinyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari kenaikan pendapatan perkapita masyarakat dalam jangka panjang. Dari pengertian tersebut maka dapat dlilihat bahwa di dalam pembangunan ekonomi terdapat tiga hal yang penting diantaranya :

1) Perubahan secara terus menerus merupakan sesuatu hal yang lumrah dan harus terjadi dalam suatu proses pembangunan ekonomi.

2) Tujuan pembangunan ekonomi adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dimana pendapatan perkapita menjadi tolok ukurnya

3) Kenaikan pendapatan perkapita tersebut diharapkan berlangsung dalam jangka panjang.

(4)

Sebenarnya keberhasilan pembangunan bukan hanya diukur dari kenaikan pendapatan perkapita penduduknya, namun lebih dari itu aspek kualitatif harus dijadikan tolok ukur dari pencapaian keberhasilan pembangunan di suatu negara. Tujuan pembangunan tidak hanya tujuan ekonomi, namun juga mengandung tujuantujuan sosial yang mulia seperti pengentasan kemiskinan, pemenuhan kebutuhan pokok, pemerataan pendapatan, dan perluasan kesempatan kerja. Suatu keadaan yang ironis bila pembangunan tidak dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat bahkan lebih jauh lagi pembangunan terkadang mengakibatkan kesengsaraan di dalam masyarakat. Pelaksanaan pembangunan di negara berkembang pada prakteknya tidak sesederhana teori yang dibuat oleh para ahli, oleh karena permasalahan yang begitu kompleks di negara-negara berkembang.

(Purnamasari, 2019). Rumus dalam perhitungan pendapatan perkapita bisa dilihat sebagai berikut:

𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑘𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎 = 𝑃𝐷𝑅𝐵 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 2. Indek Pembangunan Manusia (IPM)

United Nations Development Programme (UNDP) pertama kali

memperkenalkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 1990.

Dijelaskan bahwa Indeks pembangunan manusia merupakan pengukuran perbandingan dari melek huruf, harapan hidup, standar hidup dan pendidikan yang berlaku untuk semua Negara di dunia. Indeks pembangunan manusia merupakan pengukur dan menunjukkan adanya kemajuan dari program pembangunan pada awal serta akhir proses pembangunan dalam suatu periode

(5)

tertentu. Hal tersebut berarti bahwa indeks pembangunan manusia digunakan untuk menggambarkan hasil dari program pembangunan yangt telah dilaksanakan.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) juga membahas tentang penduduk suatu daerah yang memiliki kesempatan memperoleh hasil dari pembangunan yaitu berupa hak memperoleh pendidikan, pendapatan dan kesehatan. Indeks pembangunan manusia (IPM) digunakan untuk menggolongkan sebuah Negara termasuk dalam Negara berkembang atau Negara maju. Hal tersebut juga merupakan tolak ukur untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari sebuah kebijakan yang telah dijalankan dalam sebuah Negara (Setiawan & Hakim, 2013). Adapun kebijakan pokok dalam upaya meningkatakan kualitas hidup manusia adalah:

1) Peningkatan terhadap kualitas fisik yang terdiri dari jasmani, rohani, motivasi, serta tercukupnya kebutuhan dasar seperti gizi, sandang, perumahan, serta pemukiman sehat.

2) Peningkatan kualitas keterampilan sumber daya manusia yang lebih produktif dan upaya pemerataan penyebarannya.

3) Peningkatan kualitas sumber daya manusia dibidang ilmu pengetahuan dan tekhnologi.

4) Peningkatan pranata dan penerapan hukun yang terdiri dari kelembagaan, perangkat dan aparat, serta adanya kepastian hukum.

Menurut UNDP sebagaimana dijelaskan dalam BPS (2010) dinyatakan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan

(6)

manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup:

1) Umur yang panjang serta pola hidup sehat (a long and healty life).

Komponen ini dihitung berdasarkan angka harapan hidup pada saat lahir.

2) Tingkat pendidikan. Komponen ini diukur dan dihitung berdasarkan kombinasi antara angka melek huruf pada penduduk usia dewasa dengan rata-rata lamanya sekolah.

3) Standar hidup yang layak (decent standart of living). Komponen ini diukur dan dihitung berdasarkan pengeluaran perkapita yang telah disesuaikan atau berdasarkan paritas kemampuan daya beli masyarakat (purchasing power parity) untuk sejumlah kebutuhan pokok atau dasar yang digunakan

sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak.

Berkaitan dengan hal itu, seringkali ada anggapan bahwa dengan adanya peningkatan IPM akan berdampak pada peningkatan pendapatan perkapita yang semakin baik. Hal ini tidak sepenuhnya salah, namun pada kondisi tertentu anggapan tersebut tidak bisa dibenarkan, karena seringkali banyak dari lulusan pendidikan tinggi tidak bisa terserap ke pasar tanaga kerja dengan optimal. Hal ini sesuai dengan penyampaian Sarah (2016) yang menyatakan bahwa angka pertumbuhan lulusan perguruan tinggi di Indonesia setiap tahun yang selalu bertambah seringkalli masih terjadi fenomena berupa susah terserapnya lulusan perguruan tinggi Indonesia karena tidak memiliki skill

(7)

yang dibutuhkan perusahaan dan tidak punya critical skills. Hal ini merupakan tantangan dan pekerjaan besar bagi kampus agar mampu memberikan peningkatan pada kemampuan sumber daya manusianya.

3. Tingkat Kemiskinan

Kemikinan merupakan ketidakmampuan memenuhi standar (makanan dan bukan mananan) yang minimum untuk layak hidup. Untuk mengukur tingkat kemiskinan, yang dihubungkan dengan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, maka kemiskinan dilihat sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar (makanan dan bukan makanan) yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata- rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah daris kemiskinan. Garis kemiskinan sendiri diartikan sebagai akumulasi dari garis kemiskinan makanan dan bukan makanan dimana penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Kemiskinan sering dikaitkan dengan taraf hidup yang rendah dimana kehidupan masyarakat ditandai oleh kurangnya pemenuhan terhadap kebutuhan pokok.

Kemiskinan saat ini menjadi masalah yang multidemensional, artinya kebutuhan manusia yang bermacam–macam, maka kemiskinan pun memiliki banyak aspek. Dilihat dari kebijakan umum, maka kemiskinan pun memiliki banyak aspek primer yang berupa miskin akan aset, organisasi sosial politik, dan pengetahuan, serta keterampilan. Aspek sekunder yang berupa miskin akan

(8)

jaringan sosial, sumber-sumber keuangan dengan informasi. Dimensi kemiskinan tersebut termanifestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, air, perumahan yang sehat, perawatan kesehatan yang kurang baik, dan tingkat pendidikan yang rendah (Arsyad, 2011).

Kuncoro (2011) mengidentifikasi penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi sebagai berikut:

1) Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan semberdaya yang menimbulkan distribusi pendapat yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dengan jumlah terbatas dan kualitas yang rendah.

2) Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah berarti produktifitasnya rendah, yang pada gilirannya upah yang didapat juga rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung. Adanya diskriminasi, atau karena keturunan.

3) Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Ketiga penyebab kemiskinan ini bersumber dari teori.

Minimnya kemampuan penduduk yang berada pada kategori miskin berdampak pada daya beli dan kemandirian penduduk tersbeut dalam memperoleh pendapatan yang layak, hal ini disampaikan oleh Imanto et al.

(2020) yang menyatakan bahwa kemiskinan identik dengan minimnya kemampuan dalam mememenuhi kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan,

(9)

pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam, lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik. Banyak masalah-masalah sosial, kemiskinan juga dapat mempengaruhi pembangunan ekonomi suatu negara.

Kemiskinan menghambat pembangunan ekonomi karena akan berdampak pada biaya pengeluaran dalam pembangunan ekonomi menjadi lebih besar.

4. Tingkat Pengangguran

Pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja, yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkan.

Pengangguran juga dapat didefinisikan sebagai angkatan kerja yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersipakan satu usaha atau penduduk yang mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan atau yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum memulai bekerja (BPS, 2010). Pengangguran terbuka adalah yang mencari pekerjaan karena merasa sudah tidak mungkin mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.

Simanjuntak (2010) menyatakan bahwa tenaga kerja merupakan penduduk dalam usia kerja (working age population). Tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan. Tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja atau labor force terdiri dari golongan yang bekerja, golongan yang menganggur, dan

(10)

mencari pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga, dan golongan lain-lain.

Tingkat partisipasi kerja atau Labor Force Participation Rate (LFPR) adalah perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan penduduk dalam usia kerja dalam kelompok yang sama. Semakin besar Tingkat Partisipasi Kerja, semakin besar jumlah angkatan kerja dalam kelompok yang sama. Sebaliknya, semakin besar jumlah penduduk yang masih bersekolah dan yang mengurus rumah tangga, semakin besar jumlah yang tergolong bukan angkatan kerja semakin kecil jumlah angkatan kerja, dan akibatnya semakin kecil Tingkat Partisipasi Kerja (TPK) (Simanjuntak, 2010).

Menurut Case dan Fair (2012), pengangguran dapat dibedakan ke dalam beberapa macam yaitu sebagai berikut:

1) Pengangguran Friksional (frictional unemployment) merupakan jenis pengangguran yang timbul sebagai akibat dari adanya perubahan didalam syarat-syarat kerja, yang terjadi seiring dengan perkembangan atau dinamika ekonomi yang terjadi.

2) Penganggur Musiman (seasonal unemployment) merupakan pengangguran yang berkaitan dengan keadaan fluktuasi perekonomian. Pada umumnya pengangguran ini hanya berlangsung beberapa waktu tertentu saja dalam satu tahun.

3) Pengangguran Siklis (cycical unemployment) adalah suatu kondisi dimana kegiatan perekonomian mengalami kelambatan dan berakibat kepada pembatasan produksi dalam suatu perusahaan atau pengurangan jam kerja

(11)

karyawan atau bahkan ancaman pengurangan karyawan, kondisi inilah yang mengakibatkan peningkatan pengangguran.

4) Pengangguran Struktural (structural unemployment) terjadi sebab kondisi perekonomian yang kian berkembang pesat dengan seiring peningkatan produksi atau teknologi disuatu perusahaan yang menyebabkan kualifikasi persyaratan yang tinggi oleh suatu perusahaan terhadap pelamar kerja. Dari kualifikasi yang ditetapkan perusahaan membuat pelamar kerja tidak mampu memenuhi kualifikasi yang ditetapkan perusaahaan tersebut.

Aspek lain yang menyebabkan tingginya pengangguran selain minimnya skill para pencari lapangan kerja yaitu ketersediaan lapangan kerja yang

seringkali sangat susah untuk diperoleh, hal ini berdampak pada beralihnya pencari kerja dalam pekerjaan sektor formal menuju sektor informal.

Sebagaimana disampaikan oleh Nazara (2010) yang menyatakan bahwa saat ini sektor informal tidak hanya dilihat sebagai sebuah ruang tunggu untuk pekerja migran dari desa-kota yang mengantri untuk mendapatkan pekerjaan sektor formal, sehingga banyak para pencari kerja yang awalnya hendak melamar dalam sektor formal, justru harus bersabar terlebih dahulu dengan bekerja dalam sektor informal. Hal ini bisa dilihat dari tingginya usaha kecil dan mikro yang tidak diregulasi dan tidak terdaftar merupakan bagian dari kegiatan yang meliputi ekonomi informal. Tidak seperti literatur terdahulu yang menganggap bahwa sektor informal cenderung diisi oleh masyarakat yang berpendidikan rendah, saat ini justru peningkatan SDM yang berpendidikan tinggi justru menjadi bagian utama dari sektor informal. Sehingga anggapan bahwa sektor

(12)

informal didominasi oleh masyarakat miskin yang berpartisipasi dalam kegiatan- kegiatan dengan produktivitas rendah sudah tidak lagi relevan saat ini.

C. Kerangka Pikir

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini untuk memperjelas tujuan yang sbeelumnya telah ditetapkan yaitu untuk mengetahui pengaruh beberapa variabel independen yang terdiri dari Indeks Pembangunan Manusia (X1), Tingkat Kemiskinan (X2) dan Tingkat Pengangguran (X3) terhadap variabel dependen yaitu Pendapatan Per Kapita (Y) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2017-2020, maka dari itu secara sederhana kerangka pikir dirumuskan pada gambar dibawah ini.

(13)

Sumber: Data diolah (2021)

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Studi Teoritik

Masalah

Studi Empirik

Hipotesis

Uji Hipotesis

Hasil 1. Fretes (2020):

Pendapatan per kapita

1. Susanto dan Rachmawati (2013) tentang Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dan Inflasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Lamongan

2. Fadlillah et al. (2016) tentang Analisis Pengaruh Pendapatan Per Kapita, Tingkat Pengangguran, IPM dan Pertumbuhan Penduduk Terhadap Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2009- 2013

3. Kalsum (2017) tentang Engaruh Pengangguran dan Inflasi terhadap

Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera Utara

4. Simanjuntak (2010):

Tingkat Pengangguran 3. Arsyad (2011): Tingkat

Kemiskinan

2. Setiawan & Hakim (2013) : Indeks pembangunan manusia (IPM)

5. Sarah (2016): Pendidikan Tinggi tidak menjamin karir

6. Imanto et al. (2020):

Kemiskinan menghambat pembangunan ekonomi 7. Nazara (2010): Sektor

lapangan kerja informal menjadi ruang tunggu pekerja

(14)

D. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pikir tersebut, maka dapat dibuat model hipotesis sebagai berikut :

H1 : Terdapat pengaruh signifikan Indeks Pembangunan Manusia (X1) terhadap Pendapatan Per Kapita (Y) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2017-2020

H2 : Terdapat pengaruh signifikan Tingkat Kemiskinan (X2) terhadap Pendapatan Per Kapita (Y) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2017-2020

H3 : Terdapat pengaruh signifikan Tingkat Pengangguran (X3) terhadap Pendapatan Per Kapita (Y) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2017-2020

H4 : Terdapat pengaruh yang signifikan Indeks Pembangunan Manusia (X1), Tingkat Kemiskinan (X2) dan Tingkat Pengangguran (X3) Terhadap Pendapatan Per Kapita (Y) secara simultan pada Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2017-2020

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Studi Teoritik Masalah  Studi Empirik Hipotesis Uji Hipotesis Hasil 1.Fretes (2020):

Referensi

Dokumen terkait

Giat bhabinkamtibmas polsek sukadana bripka junaidi melaksanakan sambang dirumah warga SUPARMIN , dsn.II bumi sari desa rantau jaya udik dan menyampaikan

dimiliki Kota Mojokerto, ketika muncul kebijakan pemindahan kantor pemerintahan Kota Mojokerto, pada masa Walikota Samioedin telah merintis pembangunan Gelora A. Yani sebagai

Sedangkan Objek Forma Sosiologi Politik adalah bagaimana kemudian hubungan masyarakat dengan lembaga lembaga politik, misalnya sosialisasi politik, rekruitmen politik, komunikasi

Hasil Analisis keragaman (Anova) terhadap tepung tulang ikan belida menunjukkan adanya beda nyata antar perlakuan P<0,05 (lampiran 11). Dari hasil uji BNT

Yaitu jika diketahui para pekerja migran dalam hal ini yaitu Tenaga Kerja Indonesia yang memiliki tanah atau rumah mereka secara signifikan bersama dengan

Pada perlakuan menggunakan kultur mikroba N-Sw (Tabel 2) terlihat konsentrasi nitrit di akhir reaksi (24 jam) cukup tinggi dibandingkan dengan perlakuan campuran antara kultur N-Sw

Perusahaan memiliki masalah yang sering timbul, yaitu kurangnya informasi yang tersedia, kurangnya pemanfaatan informasi yang dihasilkan, pelaksanaan sistem akuntansi yang

Dengan tidak adanya norma hukum yang jelas dan tegas untuk dapat dijadikan pegangan bagi aparat penegak hukum, khususnya hakim dalam menetapkan seseorang sebagai