Implementasi Balanced Scorecard dalam Mewujudkan Pendidikan Tinggi World Class
Opan Arifudin
1, Annisa Mayasari
2, Ulfah
3*
1,3Universitas Islam Nusantara Bandung, Indonesia
2STAI Sabili, Indonesia
* Corresponding Author. E-mail: 1[email protected]
Receive: 13/05/2021 Accepted: 23/08/2021 Published: 01/10/2021 Abstrak
Latar belakang penelitian ini adalah tuntutan mutu pada pengelolaan sebuah perguruan tinggi, persaingan perguruan tinggi yang semakin ketat, dan produktifitas dalam penelitian sebagai keunggulan perguruan tinggi dimasa kini. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui implementasi balanced scorecard dalam mewujudkan pendidikan tinggi world class. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif melalui metode deskriptif analisis dengan sumber data utama berbagai kepustakaan atau referensi yang mendukung kajian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep balanced scorecard dalam konteks world class university (WCU) memiliki fungsi sebagai berikut: a) sebagai alat ukur Perguruan Tinggi apakah visi dan misi yang dianut telah tercapai; b) sebagai alat ukur keunggulan kompetitif yang dimiliki Perguruan Tinggi Anda; c) sebagai panduan strategis untuk menjalankan bisnis Anda; d) alat analisis efektifitas strategi yang telah digunakan; e) memberikan gambaran kepada Perguruan Tinggi terkait SWOT yang dimiliki; f) sebagai alat key performance indicator Perguruan Tinggi; dan g) sebagai feedback terhadap stakeholder Perguruan Tinggi.
Kata Kunci: Balanced scorecard, Pendidikan tinggi, World class university Abstract
The background of this research is the demand for quality in the management of a university, increasingly fierce competition in universities, and productivity in research as the advantages of higher education today. The purpose of this study was to determine the implementation of the balanced scorecard in realizing world class higher education. The research method used is qualitative through descriptive analysis method with the main data sources being various literatures or references that support the study. The results of the study indicate that the balanced scorecard concept in the context of a world class university (WCU) has the following functions: a) as a measuring tool for Higher Education whether the vision and mission adopted have been achieved; b) as a measure of the competitive advantage of your Higher Education; c) as a strategic guide for running your business; d) strategy effectiveness analysis tools that have been used; e) provide an overview to the Universities related to SWOT owned; f) as a key performance indicator tool for Higher Education; and g) as feedback to the stakeholders of the Higher Education.
Keywords: Balanced scorecard, Higher education, World class university
Copyright © 2021 Edumaspul - Jurnal Pendidikan (ISSN 2548-8201 (cetak); (ISSN 2580-0469 (online)
Pendahuluan
Pendidikan merupakan kebutuhan sangat penting bagi seseorang untuk dapat mengembangkan potensi diri, kecerdasan, keterampilan dan dapat membentuk kepribadian. Menurut (Sofyan, 2020) bahwa dengan pendidikan diharapkan seseorang dapat menggali informasi atau pengetahuan, melatih setiap bakatnya agar semakin terampil dan berkembang karakter pribadi seseorang. Kemampuan keterampilan yang ditunjang oleh perilaku yang baik akan menghasilkan produk sumber daya manusia yang baik dan berdaya saing di masa yang akan datang dengan bangsa-bangsa besar lainnya. Menurut (Irwansyah, 2021) mengemukakan bahwa peran pendidikan sangat strategis dalam membangun generasi atau peserta didik yang berkualitas. Sehingga dibutuhkan pendidikan yang bermutu dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing, termasuk pendidikan tinggi sebagai garda terdepan dalam menghasilkan sumber daya manusia.
Dalam rangka mengukur mutu sebuah perguruan tinggi, banyak metode yang bisa dipakai. Salah satunya adalah Balanced Score Card (BSC) yang bisa digunakan sebagai metode pengukuran hasil kerja Perguruan Tinggi. Hal ini menurut (Bairizki, 2021) bahwa Balanced Score Card (BSC) biasa disebut dengan strategi menajemen untuk meningkatkan, mengidentifikasi, dan mengukur beberapa fungsi internal Perguruan Tinggi dan bagaimana hasil eksternal dari Perguruan Tinggi tersebut.
Scorecard mempunyai makna lain berupa kartu skor. Kartu skor yang dimaksud yaitu kartu yang digunakan dalam merencanakan strategi berdasarkan skor yang diwujudkan pada masa yang akan datang. Sedangkan Balanced memiliki makna seimbang, mengukur kinerja seseorang secara seimbang dari sisi keuangan dan non keuangan, jangka panjang dan jangka pendek, internal dan eksternal. Balanced scorecard menurut
(Kaplan, 2007) adalah metrik kinerja manajemen strategis yang digunakan untuk mengidentifikasi dan meningkatkan berbagai fungsi bisnis internal dan hasil eksternal yang dihasilkannya.
Dengan Balanced Score Card (BSC) Perguruan Tinggi jadi lebih tahu sejauh mana pergerakan dan perkembangan yang telah dicapai. Menurut (Arifudin, 2020) mengemukakan bahwa dengan adanya BSC sangat membantu Perguruan Tinggi untuk memberikan pandangan menyeluruh mengenai kinerja Perguruan Tinggi. Agar kinerja lebih efektif dan efisien, dibutuhkan sebuah informasi akurat yang mewakili sistem kerja yang dilakukan. Balanced Score Card (BSC) memberi Perguruan Tinggi elemen yang dibutuhkan untuk berpindah dari paradigma ‘selalu tentang finansial’
menuju model baru yang mana hasil BSC menjadi titik awal untuk review, mempertanyakan, dan belajar tentang strategi yang dimiliki. BSC akan menerjemahkan visi dan strategi ke dalam serangkaian ukuran koheren dalam empat perspektif yang berimbang.
Balanced scorecard digunakan untuk mengukur dan memberikan umpan balik kepada organisasi. Pengumpulan data sangat penting untuk memberikan hasil kuantitatif ketika manajer dan eksekutif mengumpulkan dan menafsirkan informasi dan menggunakannya untuk membuat keputusan yang lebih baik bagi organisasi. Pada awalnya BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Menurut (Nadeak, 2020) bahwa data yang digunakan dalam BSC sangat penting untuk mendukung hasil kuantitatif untuk dipertimbangkan oleh manajerial Perguruan Tinggi sebagai bahan penentuan keputusan. Hal ini akan sangat berdampak pada referensi perbaikan- perbaikan yang akan dilakukan oleh perguruan tinggi.
Secara konseptual, menurut literatur domain, WCU sering disebut sebagai
universitas riset paling bergengsi dan dianggap penting dalam mengembangkan daya saing suatu bangsa dalam pengetahuan global. Menurut bahwa (Wang, 2012) Universitas-universitas ini, memainkan peran kunci dalam menciptakan dan menyebarkan pengetahuan, mendidik tenaga kerja terampil untuk kepemimpinan teknologi dan intelektual, dan melayani kebutuhan masyarakat.
Menurut (Altbach, 2014) menjelaskan bahwa WCU adalah Universitas peringkat atas berdasarkan standar keunggulan internasional. Lebih lanjut menurut Altbach dalam (Arifudin, 2018) mengemukakan pada dasarnya karakteristik WCU menunjukkan adanya keunggulan dalam penelitian yang mendukung kelas dunia dalam konteks pendidikan tinggi. Jadi pada dasarnya gagasan tentang sebuah WCU dikonseptualisasikan sebagai visi aspiratif yang mendukung pembuatan keputusan strategis dan perencanaan strategis yang ambisius dan progresif di lembaga pendidikan tinggi.
Salah satu yang menjadi keharusan dalam menjadi world class university adalah akreditasi internasional. Terkait akreditasi internasional merupakan syarat mutlak harus dicapai oleh perguruan tinggi untuk menjadi world class university. Menurut (Arifudin, 2019) mengemukakan bahwa dalam mencapai akreditasi internasional, perguruan tinggi harus dapat memenuhi berbagai kriteria yang telah ditetapkan sesuai standar internasional. World Class University juga kerap didefinisikan pada penilaian, perankingan, dan pengakuan yang berskala internasional pada universitas atau kampus di berbagai negara.
Dalam Studi Henry Levin, Jeong dan Ou sebagaimana dikutip (Tanjung, 2019) menyebut beberapa tolok ukur skala pengakuan internasional world class university sebagai berikut :
1. Keunggulan penelitian (excellence in research), antara lain ditunjukkan
dengan kualitas penelitian, produktivitas dan kreativitas penelitian, publikasi hasil penelitian, banyaknya lembaga donor yang bersedia membantu penelitian, adanya hak paten, dan sejenisnya.
2. Kebebasan akademik dan atmosfer kegembiraan intelektual.
3. Pengelolaan diri yang kuat (self- management).
4. Fasilitas dan pendanaan yang cukup memadai, termasuk berkolaborasi dengan lembaga internasional.
5. Keanekaragaman (diversity), antara lain kampus harus inklusif terdahap berbagai ranah sosial yang berbeda dari mahasiswa, termasuk keragaman ranah keilmuan.
6. Internasionalisasi, misal internasionalisasi program dengan meningkatkan pertukaran mahasiswa, masuknya mahasiswa internasional atau asing, internasionalisasi kurikulum, koneksi internasional dengan lembaga lain (kampus dan perusahaan di seluruh dunia) untuk mendirikan program berkelas dunia.
7. Kepemimpinan yang demokratis, yaitu dengan kompetisi terbuka antar-dosen dan mahasiswa, juga kolaborasi dengan konstituen eksternal.
8. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
9. Kualitas pembelajaran dalam perkuliahan.
10. Koneksi dengan masyarakat atau kebutuhan komunitas.
11. Kolaborasi internal kampus.
Sementara Hampir senada dengan pendapat di atas adalah pendapat Tridoyo Kusumastono dalam (Hasbi, 2021) ada beberapa kriteria yang digunakan untuk mengidentifikasi apakah suatu universitas tertentu masuk ke WCU, yaitu: a) 40% tenaga pendidik bergelar Ph.D; b) Publikasi internasional 2 paper/staf/tahun; c) jumah mahasiswa pasca 40% dari total populasi mahasiswa (student body); d) anggaran riset
Copyright © 2021 Edumaspul - Jurnal Pendidikan (ISSN 2548-8201 (cetak); (ISSN 2580-0469 (online)
minimal US$1300/staf/tahun; e) jumlah mahasiswa asing lebih dari 20%; f) ICT 10 kb/mahasiswa. Ini menjadi indikator- indikator yang harus dipenuhi oleh perguruan tinggi juka ingin menjadi World Class University.
Menurut (Arifudin, 2021) bahwa konsep manajemen strategi dan pengukuran yang menghubungkan sarana stategis kepada indikator yang komprehensif atau biasanya disebut dengan istilah Balance Scorecard.
Konsep scorecard digunakan karena disana dapat menyatukan alat dalam laporan manajemen yang utuh dalam upanya mengoptimalkan pencapaian tujuan dalam penyelenggaran kegiatan, dalam hal ini ditujukan dalam perencanaan penyelenggaraan di lembaga pendidikan atau
sekolah. Penerapan BSC dalam lembaga Pendidikan Tinggi akan membantu Perguruan Tinggi untuk mengatur/memanage Perguruan Tinggi dalam mengatur visi dan misi, menterjemahkan sasaran yang operasional, dan bertindak sesuai ukuran tepat guna sesuai dengan misi Perguruan Tinggi tersebut. Menurut (Ulfah, 2021) bahwa dalam bidang manajemen penyelenggaraan institusi pendidikan, terdapat banyak sumber daya yang diperlukan, seperti: manusia, fasilitas dan sarana prasarana, konten dan pengetahuan, hingga jaringan kemitraan. Terkait dengan pemanfaatan berbagai sumber daya tersebut, menurut Mason dalam (Mayasari, 2021) mengemukakan bahwa tingkat keberhasilan kinerja dapat dilihat dari empat (4) sektor utama atau yang kerap dikenal dengan The Balanced Scorecard, yaitu: 1) aspek keuangan; 2) aspek pemangku kepentingan; 3) aspek penyelenggaraan proses internal; dan 4) pertumbuhan institusi secara keseluruhan.
Penerapan BSC menurut Kaplan, Robert S. & Norton dalam (Sonia, 2021) mengemukakan bahwa BSC pendidikan mempunyai empat perspektif, yaitu
perspektif keuangan, pelanggan, proses, dan Pembelajaran atau pertumbuhan.
1. Perspektif keuangan, dalam hal keuangan diharapkan lembaga pendidikan dapat mengelola keuangan secara baik dan maksimal. Pendapatan keuangan, dari mahasiswa dan dari pemerintah.
Perguruan Tinggi diharapkan dapat mengelolanya dengan baik bagi kepentingan murid, guru dan juga Perguruan Tinggi itu sendiri.
2. Perspektif pelanggan, pelanggan dalam hal ini adalah mahasiswa, Perguruan Tinggi terutama dosen membuat rumusan pembelajaran yang menarik bagi para mahasiswanya, sehingga menimbulkan kebahagiaan bagi para mahasiswa dalam belajar. Itu juga bisa dilihat dari indeks prestasi Perguruan Tinggi, prestasi apa yang diperoleh oleh mahasiswa di Perguruan Tinggi tersebut. Keunggulan Perguruan Tinggi favorit juga bisa dilihat dari feedback dari indikator kepuasan para orang tua.
3. Perspektif proses, terciptanya atmosfir yang baik dalam kegiatan belajar mengajar merupakan tujuan dari proses. untuk itu guru sebagai tenaga didik harus dibekali ilmu yang baik dan kompeten. Dosen dapat melakukan kegiatan pelatihan- pelatihan atau pre teaching agar meningkatkan kemampuan dosen dalam mengajar.
4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan informatika, 2 hal yang tidak dapat dipungkiri peran pentingnya dalam pendidikan. Untuk itu dosen, mahasiswa dan orang tua harus saling bekerjasama menghadapi perubahan lingkungan internal dan eksternal.
Penerapan manajemen BSC dapat membantu proses pendidikan, BSC memuat sistem manajemen peningkatan mutu berkelanjutan dan dengan keseimbangan pengelolaan disetiap unit. BSC kini menjadi
tolak ukur yang yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja menjadi lebih baik.
Berdasarkan masalah di atas penulis tertarik untuk melakukan kajian yang berkaitan dengan implementasi Balanced Score Card dalam mewujudkan Pendidikan Tinggi Word Class.
Metode
Metode penelitian ini menggunakan metode kualititaif deskriptif analisis, yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Sebagai sumber data, yaitu berbagai referensi atau sumber pustaka tentang kajian implementasi Balanced Score Card dalam mewujudkan Pendidikan Tinggi Word Class.
Adapun Teknik pengumpulan data melalui teknik dokumentasi, yaitu dengan cara-cara membaca secara cermat dan kritis terhadap berbagai referensi. Setelah membaca, kemudian mencatat data-data yang menunjukkan keterhubungan dengan tujuan penelitian ini. Adapun teknik analisis data menggunakan model Miles dan Huberman dalam (Sugiyono, 2015) hal ini bertujuan agar terjaga keakuratan data, keabsahan data (trustwortines) diperiksa melalui triangulasi penyidik.
Dalam hal pengumpulan data yang diperoleh dari berbagai sumber, latar, dan beragam cara pada penelitian ini adalah melalui studi kepustakaan. Studi kepustakaan merupakan langkah awal dalam metode pengumpulan data. Menurut Creswell dalam (Nasser, 2021) bahwa studi pustaka merupakan metode pengumpulan data yang diarahkan kepada pencarian data dan informasi melalui dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, foto-foto, gambar, maupun dokumen elektronik yang dapat mendukung dalam proses penulisan.
Menurut Creswell dalam (Tanjung, 2021) bahwa dokumen-dokumen kualitatif (qualitatif document) bisa berupa dokumen publik (misalnya koran, makalah, laporan
kantor) ataupun dokumen privat(misalnya buku harian, diari, surat, e-mail)
Hasil dan Pembahasan
Dalam menginterpretasikan temuan penelitian tentang implementasi Balanced Score Card dalam mewujudkan Pendidikan Tinggi Word Class, penulis memfokuskan kepada dua pokok bahasan, yaitu Analisis Implementasi BSC dalam Mewujudkan Pendidikan Tinggi World Class dan Kecenderungan Ke Depan Implementasi BSC dalam Mewujudkan Pendidikan Tinggi World Class.
Analisis Implementasi BSC dalam Mewujudkan Pendidikan Tinggi World Class
Internasionalisasi Perguruan Tinggi di Indonesia merujuk kepada UU Sisdiknas tahun 2003 pasal 64 dan 65 yang dijabarkan lebih dulu dalam PP.N0 60/1990 tentang Perguruan Tinggi, PP N0.61/1999 tentang Badan Hukum PT. Lebih lanjut dikatakan bahwa ketentuan yang mengatur tentang pendidikan lintas batas negara dan kerjasama internasional dalam PP ini, ada pada pasal 125, 129 dan 130. Demikian juga Mendiknas dan dirjen Dikti telah mengeluarkan Surat keputusan yang memberi petunjuk dan arahan teknis tentang bentuk-bentuk kegiatan dan kerjasama luar negeri yang dapat dilakukan oleh PT Indonesia dengan PT atau lembaga lain di luar negeri. Peraturan yang menjadi rujukan antara lain SK Mendikbud N0. 264/U/1999 tentang Kerjasama PT du Indonesia dengan PT/lembaga lain di Luar negeri dan SK Dirjen Dikti N0.61/Dikti/Kep/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaannya.
Dari peraturan tersebut menurut (Ghafur, 2009) pikiran tentang kategori kerjasama PT, yaitu:
1. Kerjasama pendirian PT, dalam bentuk patungan antara pihak luar negeri dengan mitra Indonesia. Untuk kerjasama ini berlaku ketentuan sebagai berikut: a) mengikuti ketentuan Sisdiknas, b) memenuhi seluruh persyaratan dan
Copyright © 2021 Edumaspul - Jurnal Pendidikan (ISSN 2548-8201 (cetak); (ISSN 2580-0469 (online)
tatacara pendirian PT yang berlaku di Indonesia.
2. Kerjasama kegiatan akademik bersyarat, yaitu bila kerjasama yang dilakukan berbentuk: a) kontrak manajemen, b) program kembaran (twinning program), c) program pemindahan kredit yang diperoleh (credit transfer). Untuk ketiga jenis kerjasama ini, berlaku persyaratan bahwa program studi dari PT luar negeri yang telah terakreditasi di negeri asalnya.
3. Kerjasama kegiatan akademik yang terbuka dan tanpa syarat, yaitu bila kerjasama berbentuk: a) tukar menukar dosen dan mahasiswa dalam bidang akademik, b) pemanfaatan bersama sumber daya dalam kegiatan akademik, c) penerbitan bersama karya ilmiah, d) penyelenggaraan bersama seminar atau kegiatan ilmiah lainnya dan e) bentuk- bentuk lain yang dianggap perlu.
Selain aturan-aturan tersebut, Indonesia memiliki lembaga-lembaga pendukung internasionalisasi PT yang bekerja dalam kerangka dua pendekatan, yaitu
1. Koordinasi isi kerjasama dapat dilakukan
dengan berkoordinasi pada departemen/kementrian terkait.
Kerjasama ini bisa berubah dan berpindah dari satu departemen ke departemen lain sesuai bidang kerjanya
2. Koordinasi struktural dengan departemen/kementrian terkait.
Terkait dengan pendekatan kedua, di Indonesia ada dua departemen yang melakukan kerjasama PT dengan luar negeri, yaitu Departemen/Kementrian Pendidikan Nasional dan Departemen Luar Negeri. Di mana secara internal, koordinasi dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri, Kemendiknas, dengan Itjen Hukum dan Perjanjian Internasional dan Ditjen Informasi dan Diplomasi Publik dari Kementrian Luar Negeri.
Saat ini Indonesia telah memiliki 13 atase pendidikan, yaitu AS, Australia,
Belanda, Jerman, Inggris, Perancis, Malaysia, Mesir, Saudi Arabia, Thailand, Philipina, Jepang dan Papua New Guini. Selanjutnya untuk peningkatan kerjasama, maka pada tahun 2002 Itjen Dikti mendirikan Pusat Jaringan Kerjasama Luar Negeri Perguruan Tinggi (PJKLN) yang mengkoordinasikan program Asia, Eropa, AS dan Kanada, Australia, Jepang dan berbagai program dan kegiatan yang bersifat multikultural.
Di luar departemen pemerintah, maka muncul lembaga swasta masyarakat non pemerintah (Non Government Organizational/NGO) yang turut aktif menyelenggarakan kerjasama internasional PT. Secara normatif, Indonesia sudah mengeluarkan produk kebijakan atas kemungkinan dilakukannya internasionalisasi Perguruan Tinggi. Namun secara praktis, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Ghafur, 2009), PT di Indonesia, khususnya yang BHMN yang sudah melaksanakan internasionalisasi PT, biasanya mengambil bentuk kegiatannya sebagai berikut:
1. Kegiatan yang berbasis pada struktur yang sudah ada, dengan memberi dimensi internasionalisasi dari dalam (internationalization within) terhadap kurikulum, proses pebelajaran dan sebagainya.
2. Kegiatan kongkrit berbasis hubungan kerjasama antara struktur internal dengan pihak ekseternal/asing. Kegiatan ini disebut hard structure activities, yang bentuk kegiatannya antara lain: a) Pengiriman dosen untuk studi lanjut ke luar negeri dan kehadiran dosen dan peneliti asing di PT setempat, b) Pengiriman mahasiswa untuk kunjungan keluar negeri, c) Mobilitas internasional staf pengajar, peneliti dan pimpinan PT, baik yang akademik maupun yang non akademik, d) Keanggotaan dalam berbagai forum kerjasama dan asosiasi internasional, e) Peluang dan pemanfaatan dana internasional, f)
Perjanjian internasional dengan lembaga, organisasi atau PT luar negeri baik akademik maupun non akademik dengan Memorandum of Understanding (MoU) dan ditinfak lanjuti dengan Letter of implementation (LoI), serta g) Publikasi Makalah di berbagai jurnal internasional atau kerjasama penerbitan dengan lembaga-lembaga internasional.
Kecenderungan Ke Depan Implementasi BSC dalam Mewujudkan Pendidikan Tinggi World Class
Penerapan BSC dalam Mewujudkan Pendidikan Tinggi World Class mengemuka karena kampus-kampus berupaya menjadi berkelas dunia adalah agar dapat bersaing dengan kampus-kampus kelas dunia dan sekaligus menghasilkan lulusan yang juga dapat bersaing dengan lulusan dari negara- negara maju di dunia internasional.
Argumen-argumen tersebut muncul pada dasarnya karena memang melihat beberapa kenyataan mutakhir akibat dari globalisasi dalam berbagai sendi kehidupan manusia.
Pertama, globalisasi dalam bidang ekonomi yang mewujud dalam praktik ekonomi pasar bebas. Kedua, globalisasi dalam bidang budaya dalam bentuk masuknya budaya asing ke Indonesia. Ketiga, globalisasi tenaga kerja sebagai akibat dari praktik ekonomi pasar bebas. Keempat, globalisasi bidang pendidikan dengan pendirian lembaga pendidikan di banyak negara berkembang dan beasiswa antar- negara. Dalam globalisasi itulah setiap orang seakan dituntut menguasai pengetahuan dan kemampuan yang dapat digunakan sebagai modal utama memasuki ekonomi pasar bebas, tujuannya agar dapat berkompetisi dan memenangkan kompetisi global itu.
Model pemeringkatan universitas berskala dunia bukannya tanpa kritik. Namun demikian, pemeringkatan berskala internasional, regional, atau nasional tetap ada faedahnya sepanjang bisa mendorong kemajuan dan orientasi layanan bermutu
yang menjadi tanggung jawab perguruan tinggi. Apalagi usia perguruan tinggi di tanah air rata-rata baru mencapai setengah abad hingga satu abad, usia yang cukup muda dibandingkan dengan universitas Harvard, Oxford, UCLA, McGill, dan sejenisnya yang telah berusia ratusan tahun dan selalu berada di posisi teratas dalam perangkingan perguruan tinggi dunia. Dalam konteks kesejajaran perguruan tinggi Indonesia, tampaknya benchmarking dengan perguruan tinggi dengan reputasi internasional menjadi semacam spirit dan trigger untuk mensejajarkan diri.
Kita menyadari bahwa orientasi pendidikan tinggi di Indonesia tidak sama dengan pendidikan tinggi di negara-negara lain. Menurut (Mahmud, 2019) terkait dengan kultur budaya Indonesia khususnya terkait dengan analisis umum urgensi basis agama dalam pendidikan tinggi, paradigma dan konsep dasar pendidikan tinggi agama islam, dan menggali perspektif islam dalam manajemen pendidikan tinggi.
Dalam konteks inilah kemandirian dalam mengelola ide dan gagasan tentang kualitas pendidikan tinggi perlu dirumuskan secara bersama-sama. Menuju world class university bagi peningkatan kualitas di berbagai bidang: kelembagaan, pembelajaran, SDM, layanan akademik, penelitian, publikasi, jaringan kerjasama, dan seterusnya.
Simpulan
Konsep BSC dalam konteks WCU memiliki fungsi sebagai berikut: a) sebagai alat ukur Perguruan Tinggi apakah visi dan misi yang dianut telah tercapai; b) sebagai alat ukur keunggulan kompetitif yang dimiliki Perguruan Tinggi Anda; c) sebagai panduan strategis untuk menjalankan bisnis Anda; d) alat analisis efektifitas strategi yang telah digunakan; e) memberikan gambaran kepada Perguruan Tinggi terkait SWOT yang dimiliki;
f) sebagai alat key performance indicator
Copyright © 2021 Edumaspul - Jurnal Pendidikan (ISSN 2548-8201 (cetak); (ISSN 2580-0469 (online)
Perguruan Tinggi; dan g) sebagai feedback terhadap shareholder Perguruan Tinggi.
Implementasi BSC dalam mewujudkan WCU mencakup sebagian besar karakteristik yang sama dengan hal seperti: staf berkualifikasi tinggi; keunggulan dalam penelitian; pengajaran berkualitas; sumber pendanaan pemerintah dan non pemerintah yang tinggi; ada mahasiswa internasional dan berbakat; kebebasan akademik; struktur pemerintahan otonom yang terdefinisi dengan baik; dan fasilitas yang lengkap untuk pengajaran, penelitian, administrasi. Ciri-ciri Perguruan Tinggi kelas dunia telah memenuhi di antaranya: a) kualitas Penelitian, jurnalnya mendapatkan akreditasi internasional, produktivitas penelitian perguruan tinggi berdasarkan jumlah jurnal nasional dan internasional, kutipan yang digunakan oleh akademisi lain dalam penelitan, serta banyak mendapatkan banyak penghargaan; b) lulusan kerja, Indikator lulusan kerja ini lebih fokus terhadap kekuatan akademik, kemampuan lulusan untuk bekerja secara efektif dalam tim multikultural, kemampuan lulusan dalam mempresentasikan, dan untuk mengelola karyawan dan proyek; c) kualitas Pengajaran memberikan pemikiran terbaik di masa depan, menginspirasi generasi mendatang mengenai potensi riset akademik.; dan e) infrastruktur, yang memadai untuk mahasiswa belajar.
Daftar Pustaka
[1] Sofyan, Y. (2020). Peranan Konseling Dosen Wali Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Mahasiswa Di Perguruan Tinggi Swasta Wilayah LLDIKTI IV. Jurnal Bimbingan Dan Konseling Islam, 10(2), 237–242.
[2] Irwansyah, R. (2021). Perkembangan Peserta Didik. Bandung : Widina Bhakti Persada.
[3] Bairizki, A. (2021). Manajemen Perubahan.
Bandung : Widina Bhakti Persada.
[4] Kaplan. (2007). Using The Balanced Scorecard As A Strategic Management System. Harvard: Harvard Business Review.
[5] Arifudin, O. (2020). Manajemen Perguruan Tinggi Era Revolusi 4.0 Dalam Meningkatkan Daya Saing Perguruan Tinggi Nasional. Jurnal Al-Amar (Ekonomi Syariah, Perbankan Syariah, Agama Islam, Manajemen Dan Pendidikan), 2(1), 1–8.
[6] Nadeak, B. (2020). Manajemen Humas Pada Lembaga Pendidikan. Bandung:
Widina Bhakti Persada.
[7] Wang. (2012). Coiled-coil networking shapes cell molecular machinery. Mol Biol Cell, 23(19), 3911–3922.
[8] Altbach. (2014). The costs and benefits of world-class universities. New York:
American Association of University Professors.
[9] Arifudin, O. (2018). Pengaruh Pelatihan Dan Motivasi Terhadap Produktivitas Kerja Tenaga Kependidikan STIT Rakeyan Santang Karawang. MEA (Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi), 2(3), 209–218.
[10] Arifudin, O. (2019). Manajemen Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Sebagai Upaya Meningkatkan Mutu Perguruan Tinggi. MEA (Manajemen, Ekonomi, &
Akuntansi), 3(1), 161–169.
[11] Tanjung, R. (2019). Manajemen Pelayanan Prima Dalam Meningkatkan Kepuasan Mahasiswa Terhadap Layanan Pembelajaran (Studi Kasus di STIT Rakeyan Santang Karawang). Jurnal Ilmiah MEA (Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi), 3(1), 234–242.
[12] Arifudin, O. (2021). Manajemen Strategik Teori Dan Implementasi. Banyumas : Pena Persada.
[13] Ulfah. (2021). Manajemen PAUD Berdaya Saing Untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 5(1), 385–397.
[14] Mayasari, A. (2021). Implementasi Sistem Informasi Manajemen Akademik Berbasis Teknologi Informasi dalam Meningkatkan Mutu Pelayanan Pembelajaran di SMK.
JIIP-Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, 4(5), 340–345.
[15] Sonia, N. R. (2021). Manajemen Pembiayaan Pendidikan. Bandung : Widina Bhakti Persada.
[16] Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,.
Kualitatif dan R&D). Bandung : CV.
Alfabeta.
[17] Nasser, A. A. (2021). Sistem Penerimaan Siswa Baru Berbasis Web Dalam Meningkatkan Mutu Siswa Di Era Pandemi. Biormatika: Jurnal Ilmiah Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, 7(1), 100–109.
[18] Tanjung, R. (2021). Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru Sekolah Dasar. JIIP-Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, 4(4), 291–296.
[19] Mahmud. (2019). Manajemen Pendidikan Tinggi Berbasis Nilai-Nilai Spiritualitas.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Profil Penulis
Opan Arifudin. Penulis lahir di Subang pada tanggal 17 Juli 1991. Pendidikan tinggi
penulis antara lain (a) Program Strata I lulus pada tahun 2014; (b) Program Strata II dan III Manajemen Pendidikan pada Universitas Islam Nusantara Bandung; Penulis merupakan Dosen, penulis dan editor buku.
Annisa Mayasari. Penulis merupakan seorang Dosen. Pendidikan tinggi penulis antara lain (a) Program Strata I Pendidikan Biolog UIN Sunan Gunung Djati Bandung lulus pada tahun 2011; (b) Program Strata II Manajemen Pendidikan pada Universitas Islam Nusantara Bandung lulus pada tahun 2018; Penulis merupakan Dosen STAI Sabili Bandung dan saat ini merupakan mahasiswa program doktoral Manajemen Pendidikan Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.
Ulfah. Penulis lahir di Tegal pada tanggal 14 Maret 1986. Pendidikan tinggi penulis antara lain (a) Program Strata I Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Pendidikan Indonesia lulus pada tahun 2009; (b) Program Strata II Bimbingan dan Konseling pada Universitas
Pendidikan Indonesia lulus pada tahun 2011;
Penulis merupakan Dosen Bimbingan dan Konseling pada Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Agama Uslam, Universitas Islam Nusantara Bandung dan saat ini merupakan mahasiswa program doktoral ilmu pendidikan, Universitas Islam
Nusantara Bandung.