9 BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1 KajianTeori
2.1.1 Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) untuk SD/MI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Sains adalah Ilmu Pengetahuan yang secara umum merupakan pengetahuan mengenai alam dan dunia fisik. Pengetahuan Alam diperoleh dari observasi penelitian dan uji coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yang sedang diselidiki, dipelajari dan sebagainya. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara untuk mencari sesuatu tentang alam dan dilakukan secara sistematis. Dalam pelaksanaa penelitian bukan hanya fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip namun juga proses dalam penemuan.
Fakta-fakta yang terjadi di bumi tentang suatu kebendaan atau kejadian- kejadian di alam diselidiki dan diuji berulang-ulang melalui percobaan-percobaan (eksperimen), eksperimen yang dilakukan pun bukan hanya sekali dua kali, namun peneliti meneliti secara berulang-ulang bahkan untuk menciptakan suatu karya dibutuhkan beribu macam percobaan kemudian berdasarkan hasil dari eksperimen itulah dirumuskan keterangan ilmiahnya (teorinya). Teoripun tidak dapat berdiri sendiri, teori selalu di dasari oleh suatu hasil pengamatan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) adalah suatu pengetahuan yang secara teoritis yang dapat diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan cara melakukan observasi, eksperimentasi, penyusunan teori, penyimpulan eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya saling terhubung antara cara yang satu dengan cara yang lain.
Diharapkan melalui pembelajaran IPA dapat menjadikan wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri, alam sekitar dan pengembangan lebih lanjut dalam penerapan dikehidupan sehari-hari.
10
Menurut Kurikulum 2006, sesuai Permendikbud No 22 Th 2006 Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
a) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaannya.
b) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
c) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
d) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
e) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungn alam.
f) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
g) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS.
Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD meliputi aspek-aspek berikut (permendiknas No.22 Tahun 2006).
1. Mahkluk hidup dan proses kehidupannya yaitu manusia, hewan, dan tumbuhan, dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.
2. Benda/materi serta sifat-sifat kegunaannya meliputi cair, padat dan gas.
3. Energi dan perubahannya meliputi gaya, bunyi, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta meliputi tanah, bumi, tata surya dan benda-benda langit lainya.
11
Tabel I
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas 5 Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 7 Memahami perubahan
yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam.
7.4 Mendeskripsikan proses daur air dan kegiatan manusia yang dapat mempengaruhinya.
7.7 Mengidentifikasi beberapa kegiatan manusia yang dapat mengubah permukaan bumi (pertanian, perkotaan,dsb).
2.1.2 Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan prosedur yang disusun agar kegiatan belangsung secara sistematis sehingga digunakan sebagai pendekatan kegiatan pembelajaran agar tujuan yang diharapkan tercapai. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran problem based learning.
2.1.2.1 Pengertian Model Problem Based Learning
Problem Based Learning adalah metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan masalah baru (suradijono,2004). Menurut Hmelo-Silver, 2004; Serafino & Cicchelli, 2005 Pembelajaran berbasis masalah adalah seperangkat model mengajar yang menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, materi, dan pengaturan diri.
Berdasarkan pendapat pakar diatas dapat disimpulkan bahwa Problem Based Learning adalah proses pembelajaran yang memiliki tujuan untuk mendorong siswa untuk aktif dan kreatif menuju arah pemikiran yang kritis dengan cara meneliti fakta dan kenyataan yang terjadi serta dapat mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok kecil maupun besar untuk memecahkan suatu masalah di dunia nyata atau yang terjadi dan pernah dialami dalam kehidupan manusia. Problem Based Learning menyiapkan siswa untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan cara tepat sumber-sumber pembelajaran.
12
Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam pelaksanaa pembelajarannya, PBL membahas situasi kehidupan yang ada di sekitar kita, dalam penyelesaiannya tidak menggunakan cara yang sederhana. Pembelajaran berbasis masalah ini di dasarkan adanya teori psikologi kognitif, dari teori Piaget dan Vigotsky (konstruktivisme). Jadi dalam kegiatan ini peran guru adalah memberikan berbagai masalah bagi siswa secara autentik, namun guru juga menjadi fasilitator bagi siswa saat siswa membutuhkan bantuan guru. Guru mengarahkan siswa sehingga siswa dapat melakukan penyelidikan dan mendukung pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik. Tahap pertama yang harus dilakukan pendidik adalah memberikan motivasi atau penguatan kepada siswa supaya siswa dapat terlibat secara langsung dan ikut berperan aktif dalam menyelesaikan masalah yang akan mereka terima.
Scott dan Laura mengatakan bahwa karakteristik pembelajaran berbasis masalah atau yang sering disebut Problem Based Learning memiliki tiga karakteristik yaitu :
a. Pelajaran difokuskan untuk pemecahan masalah. Diawali dengan sebuah masalah sederhana yang disajikan guru/pendidik kemudian difokuskan untuk pemecahan masalahnya karena pemecahan masalah adalah tujuan dari masing- masing pelajaran. Masalah yang disajikan bisa diperoleh dari masalah sederhana yang biasa dialami siswa dalam lingkungan hidupnya.
b. Siswa diberikan tanggung jawab penuh untuk memecahkan masalah. Dalam kegiatannya siswa dituntut untuk menentukan cara yang digunakan untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Mereka bisa memecahkan masalah dengan cara diskusi dengan kelompok besar maupun kecil. Namun dalam kegiatan dengan kelompok kecil, pemecahan masalah akan berjalan lebih efektif karena semua anggota kelompok dapat bekerja bersama-sama dan ikut serta secara efektif dalam usaha pemecahan masalah.
c. Guru mendukung proses saat siswa mengerjakan masalah. Guru berusaha memancing siswa agar berpartisipasi secara aktif melalui kegiatan tanya jawab.
Guru bisa menyampaikan pertanyaan sederhana untuk membantu membuka wawasan yang dimiliki siswanya, yang kemudian bisa digunakan sebagai
13
acuan dalam diskusi yang mereka lakukan. Guru juga bisa memberikan dukungan kepada setiap kelompok dengan pengajaran lain saat siswa berusaha memecahkan masalah. Karakteristik ini penting dan menuntut keterampilan siswa serta pertimbangan yang matang dan profesional untuk memastikan kesuksesan pembelajaran berbasis masalah. Namun guru juga harus memiliki garis batas ditempat yang cermat agar apa yang diberikan guru tidak berlebihan sehingga siswa tidak akan mendapatkan banyak pengalaman pemecahan masalah.
Model pembelajaran ini dapat melatih serta mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dan kehidupan aktual siswa demi merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi belajar yang kondusif harus dijaga supaya suasana nyaman dan menyenangkan sehingga siswa dapat belajar secara optimal. Indikator model pembelajaran ini meliputi metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjeksi, sintesis, generalisasi, dan inkuiri.
Sehingga dapat diartikan bahwa Problem Based Learning adalah proses pembelajaran yang berawal dari pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata kemudian dari masalah yang telah ada, siswa di rangsang untuk memahami dan mempelajari suatu masalah berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki sebelumnya (prior knowledge) serta pengalaman untuk memecahkan masalah dan membentuk pengetahuan yang baru bagi siswa. Poin utama dalam pembelajaran Problem Based Learning adalah kegiatan berkelompok. Dalam metode ini Problem Based Learning merupakan proses pembelajaran untuk mengarahkan siswa kearah pembelajaran, dan masalah digunakan sebagai sarana peserta didik agar dapat belajar dengan maksimal.
2.1.2.2 Kelebihan Model Problem Based Learning
Menurut sanjaya (2007: 219) dalam pelaksanaan pembelajarannya model Problem Based Learning memiliki kelebihan yaitu :
1) Memacu semangat peserta didik supaya memiliki rasa tertantang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya, sehingga peserta didik akan merasa puas jika mereka mampu menyelesaikan masalah dengan baik dan benar.
14
2) Dalam kegiatan belajar mengajar, siswa dituntut untuk berperan secara aktif sehingga mampu meningkatkan aktivitas belajar peserta didik melalui masalah yang disajikan.
3) Membantu peserta didik untuk memperoleh pengetahuan dalam menyelesaikan masalah sehingga peserta didik mampu menerapkannya dalam kehidupan yang nyata.
4) Merangsang dan mengembangkan cara berpikir peserta didik untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan cara yang tepat.
2.1.2.3 Kelemahan Model Problem Based Learning
Selain kelebihan yang dimiliki model Problem Based Learning ternyata model ini juga memiliki beberapa kelemahan. Sanjaya (2007:220) memaparkan kelemahan Problem Based Learning yaitu sebagai berikut:
a. Dalam pelaksanaannya, model belajar ini memerlukan waktu yang lebih lama dibanding dengan model pembelajaran yang lain.
b. Ketika peserta didik tidak memiliki minat atau kepercayaan dalam belajar, atau merasa bahwa masalah yang dihadapinya terlalu sulit untuk dipecahkan maka peserta didik akan merasa malas atau tidak mau untuk mencoba menyelesaikan masalah tersebut.
Solusi yang dilakukan untuk memperbaiki kekurangan dari model problem based learning adalah:
1) Pelaksanaan pembelajaran dengan model problem based learning dibatasi.
Setiap kegiatan yang dilaksanakan diberikan waktu selama waktu 15 menit.
2) Pembelajaran dilaksanakan dengan 3 kali tatap muka.
3) Membimbing siswa yang tidak memiliki minat atau kepercayaan dalam belajar.
Diberikan motivasi belajar dan nasehat agar siswa mau mencoba menyelesaikan masalah.
2.1.2.4 Sintak Problem Based Learning
Sintak Problem Based Learning, menurut Jumanta Hamdayama (2014: 212) adalah sebagai berikut:
15
Tabel 2
Sintak Problem Based Learning
Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1
Memberikan orientasi permasalahan kepada siswa
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan segala hal yang akan dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya
Fase 2
Mengorganisir siswa untuk belajar dan melakukan penyelidikan
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah sehingga siswa mampu menyelesaikan masalah tersebut
Fase 3
Melaksanakan
investigasi, membimbing penyelidikan individual atau kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, penyelidikan atau pengamatan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
Fase 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai.
Fase 5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses- proses yang mereka gunakan
2.1.3 Media Permainan Mencari Jejak
Permainan adalah media yang digunakan dalam meningkatkan hasil belajar siswa, media bisa berupa gambar, permainan, audio visual dan hal-hal lain sebagai usaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Melalui media diharapakan siswa tidak merasa cepat bosan saat belajar, selain itu siswa juga akan memiliki daya ingat yang tinggi karena mereka bisa melaksanakan sendiri dan melihat sendiri maupun berkelompok.
16
Santrock (2006:273) berpendapat bahwa permainan (play) merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan yang dilaksanakan guna kepentingan itu sendiri.
Sedangkan menurut Freud dan Erickson (dalam Santrock, 2006:273) permainan merupakan bentuk penyesuaian diri manusia yang sangat berguna menolong anak menguasai kecemasan dan konflik. Karena tekanan-tekanan terlepas didalam permainan, anak dapat mengatasi masalah-masalah tersebut. Pemainan adalah sesuatu yang mengasikan, bahkan jika anak sudah mendapatkan suatu permainan yang menarik baginya, anak tidak mau behenti dan selalu mengulangi permainan itu. Romlah (2001:118) berpendapat bahwa permainan merupakan cara belajar yang sangat menyenangkan karena melalui bermain, peserta didik belajar tanpa mempelajarinya. Yang mereka dapatkan akan tersimpan dalam memori selanjutnya akan digabungkan menjadi satu kesatuan dengan pengalaman lain meski tidak disadari.
Menurut Miarso (2004) berpendapat bahwa mendia pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan si belajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar.
Fungsi media pembelajaran menurut Hamalik (2008) yaitu : 1. Untuk mewujudkan situasi pembelajaran yang efektif
2. Penggunaan media merupakan bagian internal sistem pembelajaran 3. Media pembelajaran penting dalan rangka mencapai tujuan pembelajaran 4. Penggunaan media dalam pembelajaran adalah untuk mempercepat proses
pembelajaran dan membantu siswa dalam upaya memahami materi yang disajikan oleh guru dalam kelas
5. Penggunaan media dalam pembelajaran dimaksudkan untuk mempertinggi mutu pendidikan.
Menurut Piaget (2010:138) permainan sebagai suatu media yang meningkatkan perkembangan kognitif anak-anak. Permainan memungkinkan anak mempraktikan kompetensi-kompetensi dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan dengan cara yang santai dan menyenangkan.
17
Jadi, permainan merupakan media yang tepat digunakan untuk peserta didik dalam menambah wawasan dan pengetahuan mereka secara tidak sadar, melalui media permainan ini akan difokuskan untuk permainan berkelompok. Kelompok yang digunakan adalah kelompok kecil yaitu terdiri dari 4-6 orang. Permainan dilakukan di sekolah sebagai media belajar IPA memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam.
Permainan yang digunakan bernama permainan mencari jejak, karena siswa akan mencari jejak dalam setiap kegiatan yang mereka lakukan, sehingga siswa dapat menyusun cara untuk menyelesaikan masalah yang mereka dapatkan.
Dalam permainan mencari jejak, siswa bekerja secara kelompok sehinggan siswa bisa memecahkan masalah yang terjadi secara bersama-sama. Permainan ini difokuskan untuk mencari jejak dari pos yang disediakan. Siswa menggali informasi mengenai materi yang disajikan dalam setiap pos dan berusaha memecahkan pertanyaan yang didapatnya. Dalam permainan ini, guru menyajikan banyak gambar dan pertanyaan yang berkaitan dengan gambar tersebut kemudian siswa mencari informasi sendiri, guru hanya sebagai fasilitator dan membantu saat siswa mengalami kesulitan. Jadi secara tidak langsung dalam pembelajaran ini sangat difokuskan untuk kegiatan siswa.
Langkah – langkah yang diterapkan dalam permainan adalah sebagai berikut:
a) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil, pembagian kelompok dilakukan dengan cara heterogen.
b) Guru memberikan beberapa kata kunci sesuai materi yang disajikan, kemudian secara berkelompok, siswa mencari informasi atau materi lainnya yang sesuai dengan kata kunci tersebut.
c) Siswa menuliskan informasi yang mereka dapatkan di papan kartu yang sudah disediakan guru.
d) Siswa beserta anggota kelompok harus melalui 3 pos yang sudah disediakan guru dengan rute yang sudah ditentukan.
e) Siswa dan anggota kelompok harus melalui rute yang sudah ditentukan secara urut yaitu rute 1,2 dan 3.
18
f) Disetiap pos, siswa beserta kelompoknya harus mengerjakan lembar kerja siswa yang sudah disediakan sebagai syarat untuk melanjutkan ke pos berikutnya.Apabila kelompok tidak berhasil menyelesaikan lembar kerja pada batas waktu yang telah ditentukan maka kelompok akan tetap memberikan hasil pekerjaan kepada guru dan beralih pada pos selanjutnya.
Tabel 3
Implementasi Model Problem Based Learning dalam Standar Proses Sesuai Permendiknas No 41 Tahun 2007 Berbantuan
Media Permainan Mencari Jejak Sintak Problem
Based Learning
Langkah dalam Standar Proses
Kegiatan Guru
Memberikan orientasi permasalahan kepada siswa
Kegiatan Awal - Guru menjelaskan mengenai tujuan pembelajaran yang akan dipelajari hari ini, kemudian guru menjelaskan segala hal yang akan dibutuhkan oleh siswa saat kegiatan belajar mengajar, guru memotivasi siswa agar terlibat secara aktif dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya secara individu maupun secara berkelompok.
Mengorganisir siswa untuk belajar dan melakukan
penyelidikan
- Guru membantu siswa
mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang mereka pilih.
19
Melaksanakan investigasi, membimbing penyelidikan
individual atau kelompok
Kegiatan Inti - Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dengan masalah yang mereka pilih, kemudian melaksanakan eksperimen atau pengamatan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah tersebut.
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
- Guru sebagai fasilitator membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, melaksanakan eksperimen atau pengamatan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
- Siswa melaksanakan permainan mencari jejak, guru menyiapkan 3-4 pos yang akan di lalui siswa dengan rute berurutan mulai dari pos 1, 2 dan 3.
20
- Dalam setiap pos disediakan lembar kerja yang harus diisi oleh kelompok yang melewati pos tersebut. Kelompok diberikan waktu 5 menit untuk mengisi lembar kerja, jika waktu habis dan lembar kerja belum selesai, maka hasil kerja tetap diserahkan kepada guru dan siswa melanjutkan ke pos selanjutnya sampai pos terakhir.
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Penutup - Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
- Guru membimbing peserta didik untuk menyimpulkan dan merangkum secara lisan dari materi yang sudah dipelajari, menyampaikan materi yang akan dipelajari selanjutnya, menutup pelajaran dengan salam dan berdoa.
2.1.4 Motivasi Belajar
Menurut John W.Santrock motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama. Santrock mengklasifikasikan motivasi belajar menjadi dua bagian yaitu:
a. Motivasi Ekstrinsik
21
Motivasi intrinsik merupakan suatu usaha untuk mendapatkan hal yang lain berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai seseorang. Motivasi ekstrinsik bisa dipengaruhi oleh imbalan dan hukuman.
b. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri biasanya bertujuan untuk diri seseorang tersebut.
Menurut Dimyati dan Mudjiono pada diri siswa terdapat kekuatan mental yang mejadi penggerak belajar. Kekuatan penggerak berasal dari berbagai sumber.
Pada peristiwa pertama, motivasi siswa yang rendah menjadi lebih baik setelah siswa memperoleh informasi yang benar. Peristiwa kedua, motivasi belajar dapat menjadi rendah dan dapat diperbaiki kembali. Ada tiga komponen utama dalam motivasi yaitu (1) kebutuhan (2) dorongan dan (3) tujuan.
Dimyati dan Mudjiono menggolongkan motivasi belajar menjadi dua jenis yaitu:
1. Motivasi Primer
Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif-motif dasar.
Motivasi ini berasal dari segi biologis atau jasmani manusia.
2. Motivasi Sekunder
Motivasi sekunder adalah motivasi yang dipelajari. Motivasi sekunder berbeda dengan motivasi primer. Manusia adalah mahkluk sosial. Perilaku manusia tidak hanya berasal dari faktor biologis saja namun juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, sikap, emosi yang dimiliki oleh orang tersebut.
Menurut Dimyati dan Mudjiono motivasi seseorang dapat bersumber dari dalam dirinya sendiri (motivasi intrinsik) dan dari luar seseorang (motivasi ekstrinsik). Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dirinya karena seseorang senang melakukannya. Motivasi ekstrinsik adalah dorongan terhadap perilaku seseorang yang berasal dari luar individu tersebut atau dilakukan orang lain kepada dirinya.
Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan diatas dapat kita simpulkan bahwa motivasi belajar adalah segala usaha yang berasal dari luar maupun dalam individu itu sendiri yang memberi pengaruh senang melakukan sesuatu sehingga
22
individu semangat untuk memperoleh sesuatu yang baik dan pada akhirnya motivasi ini akan memberikan pengaruh positif dalam kehidupan individu.
2.1.5 Hasil Belajar Jenis- jenis hasil belajar
Bloom dalam Nana Sudjana (2006:22) secara garis besar membagi hasil belajar menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik.
1) Ranah Kognitif
Ranah Kognitif biasanya merupakan ranah yang berhubungan dengan hasil belajar secara intelektual yang dimilki siswa terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan dan ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Dari aspek tersebut, aspek yang lebih tinggi dari pengetahuan adalah pemahaman. Sedangkan pemahaman tersebut dapat dibedakan menjadi tiga kategori atau bagian yaitu pemahaman terhadap terjemahan, penafsiran dan ekstrapolasi. Aplikasi merupakan usaha memilih itegritas menjadi bagian- bagian tertentu sehingga jelas susunanya. Sintesis adalah penyatuan dari bagian-bagian tertentu menjadi bentuk yang menyeluruh. Sedangkan evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin bisa dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara kerja, pemecahan, metode, materiil, dan lain- lain.
2) Ranah Afektif
Ranah Afektif ini berkaitan dengan suatu sikap atau nilai. Aspek yang dinilai dalam ranah afektif yaitu aspek perasaan dan emosi contohnya saja minat, sikap, apresepsi, dan cara penyesuaian diri. Biasanya aspek afektif ini jarang sekali mendapat perhatian guru, biasanya guru hanya menilai ranah kognitif saja, padahal aspek afektif berperan sangat besar dalam perkembangan pendidikan siswa, karena bisa mengarahkan sikap siswa sehingga mampu berperilaku yang baik, melatih disiplin siswa, memotivasi belajar siswa, dan dapat menilai cara bersosialisai dengan orang lain serta mengetahui bakat siswa secara mendetail.
3) Ranah Psikomotorik
23
Ranah psikomotorik dapat diketahui dari keterampilan dan kemampuan individu dalam menyelesaikan suatu masalah atau dalam bertindak. Ranah psikomotorik juga dapat dilihat saat siswa membuat sesuatu, bisa berupa hasta karya maupun dalam kegiatan menggunakan panca indra yang dimiliki.
Dalam pembelajaran yang dilakukan harus mencakupi tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Karena ketiga aspek tersebut sangat penting sehingga harus berjalan secara seimbang agar siswa pendidikan berjalan dengan baik.
Gagne dalam Sanjaya (2008:163), mengidentifikasikan lima jenis hasil belajar, yaitu:
a) Belajar keterampilan intelektual yakni belajar diskriminasi, belajar konsep dan belajar kaidah.
b) Belajar informasi verbal, yaitu belajar melalui simbol-simbol tertentu.
c) Belajar mengatur kegiatan intelektual, yakni belajar mengatur kegiatan intelektual yang berhubungan dengan kemampuan mengaplikasikan keterampilan intelektual.
d) Belajar sikap, yaitu belajar menentukan tindakan tertentu.
e) Belajar keterampilan motorik, yaitu belajar melakukan gerakan-gerakan tertentu mulai dari yang sangat sederhana hingga yang kompleks seperti mengoperasikan mesin atau kendaraan.
Menurut pendapat pakar diatas dapat kita lihat dan perhatikan bahwa jenis- jenis belajar yang dikemukakan bahwa hasil belajar siswa adalah perubahan tingkah laku siswa yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam kegiatan pembelajaran harus ada penilaian dari ranah kognitif, afektif serta psikomotorik, semua aspek harus berjalan seimbang. Selain tujuan tercapainya tujuan pendidikan, guru juga bisa membentuk karakter siswanya. Ranah kognitif bisa diperoleh dari penilaian hasil belajar, bagaimana siswa menguasai materi pembelajaran yang sudah dipelajari, ranah afektif bisa dinilai dengan sikap yang ditampilkan siswa sedangkan psikomotorik bisa dinilai melalui kemampuan motorik anak dalam mengaplikasikannya ke dalam sebuah karya yang berkaitan dengan penggunaan panca indra yang dimiliki siswa.
24
2.1.6 Hubungan Model Pembelajaran Problem Based Learning dengan Motivasi dan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Dengan metode Problem Based Learning siswa dihadapkan pada sebuah masalah, masalah yang digunakan adalah masalah yang sering terjadi dalam kehidupan siswa dengan penyelesaian yang tidak sederhana. Guru bertindak sebagai fasilitator untuk memfasilitasi peserta didik mengidentifikasi masalah serta menyodorkan berbagai masalah autentik, mendukung siswa untuk melakukan penelitian dan mendukung pembelajaran yang dilakukan siswa. Siswa dipacu untuk memperoleh pengetahuan dengan kegiatan yang dilakukan secara mandiri maupun berkelompok. Dalam kegiatan kelompok siswa lebih mudah menyelesaikan masalah, bahkan siswa juga bisa belajar untuk berdiskusi. Metode ini memerlukan waktu yang relatif banyak, namun waktu yang diperlukan ini sebanding dengan hasil belajar yang akan diperoleh siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
Dalam kegiatan pembelajaran ini ilmu yang akan diperoleh peserta didik akan melekat lebih lama, peserta didik juga memiliki tingkat pemahaman yang tinggi karena mereka menggali sendiri informasi yang dibutuhkan. Metode ini bisa digunakan untuk mempelajari peredaran darah manusia, sifat-sifat cahaya, gejala alam yang terjadi, lapisan tanah, dan lain sebagainya. Dengan metode Problem Based Learning akan membantu siswa lebih mendalam dalam memahami materi tersebut.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Kajian Penelitian yang mendukung dilakukanya penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sulistyowati; Perida, Frizta Wahyu Pety tahun 2013 bidang studi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan Model Problem Based Learning dalam pembelajaran mengenai Sumber Daya Alam untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 di SDN 6 Depok Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan Semester II Tahun 2012/2013. Peneliti menggunakan model spiral dari kemmis, S dan Mc Taggart, R dan melalui 2 siklus, dalam setiap siklus terdiri dari 3 tahap berupa perencanaan, pelaksanaan
25
tindakan dan pengamatan, serta refleksi. Subjek yang digunakan yaitu siswa kelas 4 SDN 6 Depok Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013. Ketuntasan hasil belajar pada kondisi prasiklus sebesar 29,17%, dalam kegiatan siklus I meningkat menjadi 66,7% dan pada siklus II meningkat menjadi 91,7% dengan KKM= 70. Dapat disimpulkan bahwa dalam penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 SDN 6 Depok kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan semester II Tahun Pelajaran 2012/2013 dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
b. Berdasarkan Penetilian yang dilakukan oleh Sri Sukaptiyah tahun 2015 bidang studi PKn, peneliti menggunakan model Problem Based Learning peneliti mendapatkan hasil bahwa model Problem Based Learning dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dan hasil belajar siswa dalam bindang studi PKn di kelas 6 SDN 1 Mongkrong Wonosegoro. Dari jumlah siswa sebanyak 19 anak, yang terdiri dari 10 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan. Peneliti mengumpulkan data dengan cara melakukan pengamatan, wawancara, kajian dokumen, angket dan tes. Dari kegiatan pra siklus, peneliti mendapatkan data 68,4% siswa tuntas dan 31,6% siswa belum tuntas. Setelah dilakukan penelitian dengan Model Problem Based Learning siswa mengalami peningkatan hasil belajar pada siklus 1 yaitu sebanyak 84,2% siswa tuntas dan 15,8% siswa belum tuntas. Sedangkan pada siklus 2 didapatkan hasil 100% siswa tuntas. Sehingga dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan Model Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
c. Berdasarkan penelitiian yang dilakukan oleh Samudi tahun 2014 bidang studi Penjasorkes dengan menggunakan Model Permainan Perlombaan pada siswa kelas 3 SDN Bandung Wonosegoro Boyolali, peneliti mendapatkan hasil penelitian bahwa melalui permainan Perlombaanm dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Dalam 1 kelas terdapat 32 siswa terdapat 30,56% siswa mengikuti kegiatan pembelajaran dan 40,62% memiliki tingkat motivasi sedang dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sedangkan terdapat 25,00%
siswa memiliki tingkat motivasi belajar yang tinggi. Peneliti menggunakan
26
penelitian tindakan kelas, pada siklus pertama peneliti mendapatkan hasil peningkatan yang semula rata-rata motivasi belajar siswa pada kondisi awal adalah 19,16 kemudian meningkat menjadi 22,31 sehingga mengalami peningkatan 16,44% pada siklus kedua meningkat lagi rata-rata menjadi 24,68 atau mengalami peningkatan sebanyak 10,62%. Jadi dapat disimpulkan bahwa model permainan perlombaan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
d. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ismiyati pada tahun 2015 pada bidang studi PPKn dengan model Group Investigation mendapatkan hasil bahwa penggunaan model ini dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dengan menggunakan pedoman observasi sebagai penilaian untuk motivasi belajar.
Data yang diperoleh peneliti terjadi peningkatan pada siklus 1 rata-rata motivasi belajar siswa 32 dan pada siklus 2 rata-rata motivasi belajar siswa meningkat lagi menjadi 41 siswa. Dari data prasiklus terdapat dari 34 siswa 70,5% siswa belum tuntas dan 29,5% siswa tuntas. Setelah dilakukan penelitian pada siklus 1 terdapat 23,5% siswa tidak tuntas dan 76,5% siswa tuntas sedangkan pada siklus 2 terdapat 5,9% siswa belum tuntas dan 94,1%
siswa tuntas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model Group Investigation dapat meningkatkan motivasi belajar yang mempengaruhi terjadinya peningkatan prestasi belajar pada siswa.
Tabel 4
Kajian Hasil Penelitian yang Relevan No Peneliti Tahun Bidang
Studi
Variabel Hasil Penelitian
X Y
1 Sulistyowa ti; Perida,
Frizta Wahyu Pety
2013 IPA Problem Based Learning
Hasil Belajar
Model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 4
27
SDN 6 Depok Kecamatan Toroh Kabupaten
Grobogan
Semester II Tahun 2012/2013
2 Sri
Sukaptiya h
2015 PKn Problem Based Learning
Hasil Belajar
Hasil belajar PKn dapat meningkat dengan
menggunakan Model Problem Based Learning pada siswa kelas
6 SDN 1
Mongkrong, Wonosegoro 3 Samudi 2014 Penjaso
rkes
Permaina n Perlomb
aan
Motiva si Belajar
dan Kemam
puan Berlari
Motivasi Belajar dan kemampuan
berlari dapat meningkat dengan
menggunakan Model Permainan
Perlombaan pada siswa kelas 3 SDN Bandung
Wonosegoro Boyolali 4 Ismiyati 2015 PPKn Group
Investiga tion
Motiva si Belajar
Motivasi belajar siswa dapat meningkat dengan
28
menggunakan model Group Investigation pada siswa kelas VIII
A SMPN 2
Gendangsari Gunung Kidul Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang lain, dalam penelitian yang saya miliki pada bidang studi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan judul Penerapan Metode Problem Based Learning berbantuan Permainan Mencari Jejak untuk meningkatkan Motivasi Belajar dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SDN Tegaron 02 Kec. Banyubiru Semester 2 Tahun Pelajaran 2015/2016.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan media permainan disertai dengan masalah yang harus diselesaikan secara berkelompok. Melalui permainan yang menarik diharapkan siswa termotivasi untuk belajar sehingga terjadi peningkatan terhadap hasil belajar siswa.
2.3 Kerangka Berpikir
Langkah awal yang dilakukan untuk mencapai hasil belajar yang maksimal adalah guru diharuskan menemukan model dan media yang tepat dan cocok digunakan dalam materi yang akan mereka pelajari. Metode dan mendia yang digunakan merupakan model dan media yang tidak asing bagi siswa agar siswa tidak merasa kebingungan. Karena metode dan media yang digunakan merupakan faktor utama berhasil atau tidaknya pembelajaran yang dilakukan.
Dalam kegiatan pembelajaran, hendaknya guru berperan sebagai fasilitator, pendorong siswa dan memberikan fasilitas yang tepat bagi siswa, jangan menanamkan konsep bahwa guru adalah satu-satunya sumber ilmu karena hal itu memiliki pengaruh yang buruk.
Siswa membutuhkan motivasi belajar yang tinggi, karena jika siswa tidak termotivasi dengan baik, kegiatan belajar akan berjalan dengan pasif terutama dalam pembelajaran memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam sehingga menyebabkan hasil belajar
29
meningkat. Dalam proses pembelajaran, metode yang tepat digunakan disertai motivasi belajar yang tinggi akan memacu semangat siswa untuk belajar sehingga akan berdampak pada perolehan hasil belajar yang baik. Berikut disajikan skema kerangka pikir dalam pelaksanaan pembelajaran IPA dengan model problem based learning berbantuan media permainan mencari jejak:
Gambar 1.
Skema Kerangka Pikir
2.4 Hipotesis Tindakan
a) Dengan penerapan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan permainan mencari jejak diduga dapat meningkatkan motivasi belajar IPA siswa kelas 5 di SDN Tegaron 02 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2015/2016.
Pembelajaran Konvensional:
- Siswa pasif
- Guru lebih dominan
- Guru belum menggunakan model pembelajaran
- Motivasi belajar siswa belum nampak
- Hasil belajar siswa rendah
Penerapan model problem based learning berbatuan permainan mencari jejak :
1. Guru menyediakan masalah yang harus dipecahkan siswa
2. Siswa menyelesaikan masalah secara berkelompok dengan melakukan permainan mencari jejak
3. Siswa memiliki motivasi untuk melaksanakan investigasi 4. Siswa mengembangkan hasil karya
5. Siswa menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Kondisi
Awal
Hasil belajar lebih meningkat
Motivasi belajar dan hasil belajar siswa meningkat Penerapan model
problem based learning berbatuan permainan mencari jejak
30
b) Dengan penerapan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan permainan mencari jejak diduga dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 di SDN Tegaron 02 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2015/2016.
c) Dengan penerapan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan permainan mencari jejak diduga dapat meningkatkan motivasi belajar IPA siswa kelas 5 di SDN Tegaron 02 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2015/2016.
d) Dengan penerapan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan permainan mencari jejak diduga dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 di SDN Tegaron 02 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2015/2016.