SKRIPSI
KEPAILITAN BANK
STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN
NIAGA NOMOR: 21/PAILIT/2001/PN.NIAGA.JKT.PST
DALAM PERMOHONAN DARI : PT BANK IFI
(PEMOHON) TERHADAP PT BANK DANAMON Tbk.
(TERMOHON).
NI MADE AYU PASEK DWILAKSMI
NIM. 1203005034
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
ii
KEPAILITAN BANK
STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN
NIAGA NOMOR: 21/PAILIT/2001/PN.NIAGA.JKT.PST
DALAM PERMOHONAN DARI : PT BANK IFI
(PEMOHON) TERHADAP PT BANK DANAMON Tbk.
(TERMOHON).
Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana
NI MADE AYU PASEK DWILAKSMI
NIM. 1203005034
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
Lembar Persetujuan Pembimbing
SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 28 MARET 2016
Pembimbing I
Marwanto, SH.M.,Hum.
NIP. 196001011 98602 1 001
Pembimbing II
Ida Ayu Sukihana, SH., MH.
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puji syukur saya panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena
atas rahmat-Nya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Kepailitan Bank
Studi Kasus Terhadap Putusan Pengadilan Niaga Nomor :
21/Pailit/2001/PN.NIAGA.JKT.PST Salam Permohonan Dari : PT Bank IFI
(Pemohon) Terhadap PT Bank Danamon Tbk. (Termohon)”.
Skripai ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Berhasilnya penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan, fasilitas serta
bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala
kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terimakasih yang setulusnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. I Made Arya Utama S.H., M.H., Dekan Fakultas Hukum
Universitas Udayana.
2. Bapak Dr Gede Made Swardhana S.H.,M.H., Pembantu Dekan I
Fakultas Hukum Universitas Udayana.
3. Ibu Dr. Ni Ketut Sri Utari S.H.,M.H., Pembantu Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
4. Bapak Dr. I Gede Yusa S.H.,M.H., Pembantu Dekan III Fakultas Hukum
vi
5. Bapak Marwanto, SH.M.,Hum., Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah
memberikan petunjuk dan bimbingan dengan penuh perhatian dan
kesabaran dalam penyusunan skripsi ini.
6. Ibu Ida Ayu Sukihana, SH.,MH.,Dosen Pembimbing Skripsi II yang
telah memberikan petunjuk dan bimbingan dengan penuh perhatian dan
kesabaran dalam penyusunan skripsi ini.
7. Ibu Ni Made Ari Yuliartini Griadhi, SH.,MH., Dosen Pembimbing
Akademik yang telah mendidik, mengarahkan dan memberi
masukan-masukan selama masa perkuliahan.
8. Segenap Bapak/Ibu Dosen/Asisten Dosen yang telah mendidik dan
membekali ilmu pengetahuan selama masa perkuliahan.
9. Segenap Staf Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Udayana yang
telah membantu dalam mengurus segala keperluan administrasi baik
selama masa perkuliahan maupun dalam penyusunan skripsi ini.
10. Segenap Staf Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana yang
telah membantu dalam mencari segala literatur yang bersangkutan
terhadap penulisan skripsi ini.
11. Khusus kepada keluarga, Kakek Nenek saya I Nyoman Djirna dan Alm
Ni Wayan Ribek dan kedua Orang tua Bapak I Wayan Winatha dan Ibu
Swipayana S.Sn, Ni Nyoman Ayu Pasek Satya Sanjiwani yang telah
memotivasi dan mendoakan saya selama penulisan skripsi ini.
12. Untuk keluarga penulis, Putu Kartya Pratiwi, Pasek Winastera SE, Pasek
Puspa Dewi, Bagus Pasek Putra Jenana, Komang Bagus Pasek Ariana,
Kadek Budi Arsana, Pasek Pramana, SH.,MH. dan segenap keluarga
besar Percetakan Aksara yang telah memotivasi dan mendoakan saya
selama penulisan skripsi ini.
13. Kepada I Gede Indrayatna terimakasih telah memberi motivasi dan
semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
14. Untuk teman penulis, Maria Margaretha, Alit Adnya Sari Dewi, Kadek
Ayu Purnama Dewi, Intan Puspa Dewi, Putri Purnama Santhi, Inten Sri
Damayanti, Yeyen Karista Putri, Dewi Lestari, Suartami Dewi, Dobi
Suandika, Kevin, Aris, Taka, Sabo, Rara, Dimi, Ika serta teman-teman
AMP dan teman-teman kelas A serta seluruh teman-teman angkatan
2012 yang selalu memberikan dorongan dan semangat selama
perkuliahan dan membantu dalam penyusunan skripsi ini.
15. Untuk seluruh teman-teman KKN Desa Blahbatuh, Kecamatan
Blahbatuh, Kabupaten Gianyar tahun 2015 yang telah memberikan
dukungan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
16. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, atas
dorongan morilnya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada
viii
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi
ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan, akhir
kata penulis harapkan, semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi
perkembangan Ilmu Hukum di Indonesia pada umumnya dan pembaca khususnya.
Om Shanti, Shanti, Shanti, Om
Denpasar, 20 Maret 2016
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DALAM... i
HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM... ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI... iii
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... vi
HALAMAN KATA PENGANTAR... ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN... ... ix
HALAMAN DAFTAR ISI... x
ABSTRAK... xiii
ABSTRACT... ... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 5
1.3. Ruang Lingkup Masalah... 5
1.4. Orisinalitas Penelitian... 5
1.5. Tujuan Penelitan ... 7
1.5.1 Tujuan umum ... 7
1.5.2 Tujuan khusus ... 7
1.6.1 Manfaat teoritis ... 7
1.6.2 Manfaat praktis ... 8
1.7. Landasan Teoritis ... 8
1.8. Metode Penelitian ... 10
1.8.1 Jenis penelitian... 11
1.8.2 Jenis pendekatan ... 12
1.8.3 Sumber bahan hukum ... 12
1.8.4 Teknik pengumpulan bahan hukum... 14
1.8.5 Teknik analisis bahan hukum ... 14
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK INDONESIA DAN KEPAILITAN 2.1 Bank ... 17
2.1.1 Pengertian Bank ... 17
2.1.2 Fungsi Bank ... 18
2.2 Bank Indonesia... 19
2.2.1 Pengertian Bank Indonesia ... 19
2.2.2 Tujuan Bank Indonesia ... 21
2.1.3 Tugas Bank Indonesia... 22
2.3 Kepailitan ... 25
2.3.1 Pengertian Kepailitan... 25
xii
2.3.3 Syarat Permohonan Pailit ... 29
BAB III KEPAILITAN BANK
3.1.1 Pihak yang Dapat Mengajukan Permohonan Pailit ... 31
3.1.2 Pihak yang dapat Dinyatakan Pailit ... 33
3.1.3 Mekanisme Mempailitkan Bank... 37
BAB IV KASUS DAN ANALISIS HUKUM DALAM
PUTUSANPENGADILAN NIAGA Nomor:
21/Pailit/2001/PN.Niaga.Jkt.Pst
4.1 Kasus ... 40
4.1.1 Kasus Posisi ... 40
4.1.2 Termohon Pernyataan Pailit mempunyai lebih dari 1 (satu)
kreditor... 43
4.1.3 Pertimbangan Hukum Pengadilan Niaga dalam Putusan
Pernyataan Pailit ... 45
4.2 Analisis pertimbangan Hukum Pengadilan Niaga dalam Putusan
Pernyataan Pailit Nomor: 21/pailit/2001/PN.Niaga.Jkt.Pst ... 55
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ... 60
5.2 Saran-Saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA... ... 63
ABSTRAK
Perkara kepailitan Bank antara PT Bank IFI yang mengajukan permohonan kepailitan kepada PT Bank Danamon Indonesia Tbk., sehubungan dengan tagihan yang diajukan oleh PT Bank IFI, PT Bank Danamon Indonesia Tbk., telah melakukan penawaran pembayaran, tetapi penawaran pembayaran dimaksud tidak diterima oleh PT Bank IFI karena jumlah yang ditawarkan oleh PT Bank Danamon Indonesia Tbk., tidak sesuai dengan perhitungan yang dibuat dan ditagihkan oleh PT Bank IFI untuk itu PT Bank Danamon Indonesia Tbk., selanjutnya menawarkan pembayaran yang diikuti dengan konsinyasi melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dengan ditolaknya tawaran pembayaran yang disertai dengan konsinyasi melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Majelis Hakim berpendapat bahwa PT Bank Danamon Indonesia Tbk., masih mempunyai utang kepada PT Bank IFI, PT Bank IFI tidak mempunyai kapasitas sebagai Pemohon Pailit sedangkan yang berkapasitas hanyalah Bank Indonesia.
Penelitian hukum ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, menggunakan pendekatan kasus dengan melakukan studi kasus terhadap Putusan Pengadilan Niaga Nomor: 21/pailit/2001/PN.Niaga.Jkt.Pst dan menggunakan pendekatan perundang-undangan.
Majelis hakim menolak permohonan pernyataan pailit oleh PT Bank IFI terhadap PT Bank Danamon Indonesia Tbk, berdasarkan ketentuan pasal 1 ayat 3 UU Kepailitan dan terbukti pemohon tidak mempunyai kapasitas sebagai Pemohon Pailit, dan Bank Indonesia mengakui tidak mengajukan permohonan pailit tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena di dalam ketentuan UU Perbankan beserta Peraturan Pelaksanaan No.125 Tahun 1999 tidak mengenal adanya mekanisme kepailitan dan dalam rangka mekanisme penyelesaian hak dan kewajiban Bank diatur dengan cara pencabutan ijin usaha, pembubaran dan likuidasi.
Mekanisme mempailitkan Bank adalah sebagaimana ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 2 ayat 3 UU Kepailitan, dalam hal mempailitkan Bank tersebut kreditor tidak serta merta dapat mengajukan permohonan pailit kepada Pengadilan Niaga melainkan kreditor harus mengajukan permohonan pailit kepada Bank Indonesia, PT Bank IFI tidak dapat mempailitkan PT Bank Danamon Indonesia Tbk., berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat 3 UU Kepailitan meskipun debitor telah memenuhi syarat penjatuhan permohonan pernyataan pailit yaitu syarat adanya dua kreditor atau lebih, Syarat harus adanya Utang dan Syarat cukup satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih
xiv
ABSTRACT
Bank bankruptcy case between PT Bank IFI applying for bankruptcy to the PT Bank Danamon Indonesia, Tbk., In connection with the bill submitted by PT Bank IFI, PT Bank Danamon Indonesia Tbk., Has made an offer of payment, but the offer is not accepted payments by PT. Bank IFI because of the amount offered by PT Bank Danamon Indonesia Tbk., Was not in accordance with calculations made and charged by PT. Bank IFI for the PT Bank Danamon Indonesia Tbk., The next offer payment followed by consignment through the South Jakarta District Court. With the rejection of the offer of payment is accompanied by consignment through the South Jakarta District Court, the judges found PT. Bank Danamon Indonesia Tbk., Still has debts to PT Bank IFI, PT Bank IFI does not have the capacity as Applicant Bankrupt while the capacity is only Bank Indonesia.
This legal research using normative juridical research method, approach the case by conducting a case study of the Commercial Court Decision Number: 21 / bankruptcy / 2001/PN.NIAGA.JKT.PST and approach legislation.
The judges rejected the request for a declaration of bankruptcy by PT Bank IFI to PT Bank Danamon Indonesia Tbk, based on the provisions of Article 1, paragraph 3 of Law Bankruptcy and proved the applicant does not have the capacity as Applicant Bankrupt, and Bank Indonesia recognizes not file a bankruptcy petition to the Central Jakarta District Court for within the provisions of the Banking Act and its Implementing Regulation 125 of 1999 does not recognize the existence of the mechanism of bankruptcy and in the framework of rights and obligations settlement mechanism set up by the Bank of business license revocation, dissolution and liquidation.
Mechanism mempailitkan Bank is as the provisions set out in Article 2 paragraph 3 of the Bankruptcy Law, in terms of mempailitkan bank's creditors will not necessarily be able to file a bankruptcy petition to the Commercial Court but creditors have to file for bankruptcy to Bank Indonesia, PT Bank IFI can not mempailitkan PT Bank Danamon Indonesia Tbk under the provisions of Article 2, paragraph 3 Insolvency Act even though the debtor has qualified the imposition of the declaration of bankruptcy petition that is conditional on the existence of two or more creditors, the Terms and conditions should their debt quite a debt due and billable
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau dalam
bentuk lainnya. Pelaksanaan pembangunan harus senantiasa memperhatikan
keselarasan, keserasian, dan keseimbangan berbagai unsur pembangunan, termasuk
dibidang ekonomi dan keuangan. Sektor perbankan memiliki posisi strategis sebagai
lembaga intermediasi (financial intermediary) untuk menunjang kelancaran perekonomian.1Meskipun kondisi ekonomi pada saat ini berangsur-angsur membaik
tetapi banyak Bank terkena dampak negatif dari krisis moneter pada tahun 1997 dan
banyak Bank mengalami kebangkrutan. Bangkrut diidentikan dengan keadaan
seseorang yang tidak mampu lagi membayar hutang atau mengalami kegagalan dalam
usahanya.2
Menurut O.P Simorangkir,“Bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa. Ada pun pemberian kredit
itu dilakukan baik dengan modal sendiri atau dengan dana-dana yang dipercayakan
1
Johhanes Ibrahim, 2003,Pengimpasan pinjaman (kompenasasi) dan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian kredit bank, Utomo, Bandung, h.1.
2
2
oleh pihak ketiga maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran baru
berupa uang giral”.3
Sementara itu, dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
Tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 (selanjutnya disebut UU Perbankan) menyatakan bahwa “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
Bertolak dari berbagai pengertian tentang Bank,maka secara sederhana dapat
disimpulkan bahwa Bank adalah badan usaha yang berbadan hukum yang bergerak di
bidang jasa keuangan, yang dapat menghimpun dana dari masyarakat secara langsung
dan menyalurkannya kembali ke masyarakat melalui pranata hukum perkreditan.
Mengingat Bank sebagai lembaga jasa keuangan yang secara langsung dapat menarik
dana dari masyarakat, perlu pengaturan secara khusus.4
Mengenai mengatur dan mengawasi Bank diatur dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 setelah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004
dan disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang
Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank
Indonesia (selanjutnya disebut UUBank Indonesia) Pasal 33 mengatur bahwa dalam
3
Sentosa Sembiring, 2012,Hukum Perbankan, Cv. Mandar Maju, Bandung, h.1.
4
3
hal keadaan suatu Bank menurut penilaian Bank Indonesia membahayakan
kelangsungan usaha Bank yang bersangkutan dan/atau membahayakan sistem
perbankan atau terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian
nasional, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang tentang Perbankan yang berlaku.
Menurut Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut
UUKepailitan) menyatakan bahwa dalam hal debitor adalah Bank, permohonan
pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Dalam hal ini bank-bank
berada dalam pengawasan Bank Indonesia dan harus memenuhi persyaratan yang
ditentukan dan Bank Indonesia selalu mengadakan pengawasan terhadap Bank
tertentu. Bank menyangkut kepentingan orang banyak dan Bank Indonesia adalah
Bank sentral yang mengadakan pengawasan terhadap bank-bank yang bermasalah
maupun yang tidak bermasalah, dengan jelasnya Bank tersebut tidak berhak
mengajukan pailit terhadap pengadilan dengan sendirinya. Bank sebagai debitur tidak
dapat mengajukan permohonan pailit, baik itu dalam pengawasan Bank Indonesia
ataupun telah ditetapkan dan diserahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional
dalam rangka penyehatan bank tersebut.5
Bank Indonesia sebagai induk dari lembaga perbankan yang ada di Indonesia
yang salah satu tugasnya adalah untuk memelihara dan menjaga kestabilan sistem
5
4
moneter maka kecil kemungkinan memailitkan sebuah lembaga perbankan yang
bermasalah, hal ini menjadi ganjalan terhadap kreditor Bank sehubungan dengan
pasal 2 ayat (3)UU Kepailitan. Bank Indonesia tetap memelihara kestabilan keuangan
dan kepercayaan masyarakat sebagai nasabah sekaligus kreditur bagi bank tanpa
memailitkan lembaga perbankan yang bermasalah dengan kebijakan yang dibuat.
Kedudukan Bank Indonesia yang mandiri tersebut memberikan wewenang yang
begitu besar kepada Bank Indonesia.
Salah satu perkara kepailitan Bank yang sangat menarik untuk dikaji adalah
perkara PTBank IFI yang mengajukan permohonan kepailitan kepada PT Bank
Danamon Indonesia Tbk., sehubungan dengan tagihan yang diajukan oleh PT Bank
IFI, PT Bank Danamon Indonesia Tbk., telah melakukan penawaran pembayaran,
tetapi penawaran pembayaran dimaksud tidak diterima oleh PTBank IFI karena
jumlah yang ditawarkan oleh PT Bank Danamon Indonesia Tbk., tidak sesuai dengan
perhitungan yang dibuat dan ditagihkan oleh PT Bank IFI untuk itu PT Bank
Danamon Indonesia Tbk., selanjutnya menawarkan pembayaran yang diikuti dengan
konsinyasi melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dengan ditolaknya tawaran
pembayaran yang disertai dengan konsinyasi melalui Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan, Majelis Hakim berpendapat bahwa PT Bank Danamon Indonesia Tbk.,
masih mempunyai utang kepada PT Bank IFI, PT Bank IFI tidak mempunyai
5
Indonesia. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum Pengadilan Niaga Jakarta
mengadili menolak pemohon pailit PT Bank IFI.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka skripsi ini akan
diberi judul :“Kepailitan Bank Studi Kasus Terhadap Putusan Pengadilan Niaga Nomor : 21/Pailit/2001/PN.Niaga.Jkt.Pst Dalam Permohonan Dari : PT Bank
IFI (Pemohon) Terhadap PT Bank Danamon Tbk. (Termohon).” Bank IFI telah mengajukan permohonan kepailitan kepada Bank Indonesia agar Bank Danamon
dipailitkan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah mekanisme mempailitkan bank ?
2. Bagaimanakah analisis pertimbangan hukum Pengadilan Niaga Jakarta
Pusatdalam Putusan Nomor: 21/pailit/2001/PN.Niaga.Jkt.Pst ?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, untuk mendapatkan hasil
pembahasan yang sistematis dan tidak keluar dari pokok permasalahan, maka perlu
kiranya ditetapkan batasan-batasan dalam ruang lingkup tertentu. Oleh karenanya
pembahasan dalam penelitian ini hanya berpusat pada Putusan Pengadilan Niaga
6
37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan dari berbagai
teori-teori, doktrin-doktrin dan asas-asas hukum.
1.4 Orisinalitas Penelitian
Usulan penelitian ini diajukan pada bulan September 2015. Ide penelitian ini
murni dari hasil pemikiran peneliti yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan ditemukan beberapa penelitian sejenis
namun memiliki substansi yang berbeda dengan penelitian ini. Penelitian-penelitian
yang sudah pernah dilakukan oleh peneliti lain adalah sebagaimana disebutkan
dibawah ini.
NO JUDUL PENELITIAN NAMA PENELITI PERMASALAHAN
7
Penelitianpenulis berjudul Kepailitan Bank Studi Kasus Terhadap Putusan
Pengadilan Niaga Nomor : 21/Pailit/2001/PN.Niaga.Jkt.Pst Dalam Permohonan Dari
: PT Bank IFI (Pemohon) Terhadap PT Bank Danamon Tbk. (Termohon).
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :
8
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangan ilmu hukum terkait
paradigma science as a process, yang artinya ilmu tidak akan pernah final untuk digali dan tidak akan pernah habis untuk ditelusuri kebenarannya.
1.5.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui mekanisme mempailitkan Bank ditinjau dari Putusan
Pengadilan Niaga Nomor: 21/Pailit/2001/PN.Niaga.Jkt.Pst dalam permohonan
Pailit oleh PT Bank IFI terhadap PT Bank Danamon Tbk.
b. Untuk mengetahui bagaimana analisis pertimbangan hukum Pengadilan Niaga
Jakarta Pusat dalam Putusan Nomor: 21/pailit/2001/PN.Niaga.Jkt.Pst.
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang positif bagi semua
pihak. Adapun manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut.
1.6.1 Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum
sehingga kiranya dapat dipergunakan sebagai bahan pustaka dan rujukan dalam
9
1.6.2 Manfaat Praktis
Diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi praktisi hukum yang diharapkan
dapat sebagai masukan dalam menangani masalah kepailitan Bank, sebagai bahan
dasar pertimbangan hakim dalam memilih dan memutuskan suatu perkara kepailitan
Bank.
1.7 Landasan Teoritis
Kepailitan berasal dari kata dasar pailit yang diartikan sebagai segala sesuatu
yang berkaitan dengan keadaan debitor yang berhenti membayar utang-utangnya
yang telah jatuh tempo.6Menurut Peter J.M Declerq menekankan bahwa kepailitan
lebih ditujukan kepada debitor yang tidak membayar utang-utangnya kepada para
kreditor. Tidak membayarnya debitor tersebut tidak perlu diklasifikasikan bahwa
apakah ia benar-benar tidak mampu melakukan pembayaran utangnya tersebut
ataukah karena tidak mau membayar kendatipun ia memiliki kemampuan untuk itu.7
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UUKepailitanmenyatakan bahwa. “Kepailitan
adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas
sebagaimanadiatur dalam Undang-Undang ini”.
6
Zaeni Asyhadie, 2012,Hukum Bisnis Prinsip Dan Pelaksanaanya di Indonesia, Cet.VI, RajaGrafindo Persada, Jakarta,h.341.
7
10
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(selanjutnya disebut KUH Perdata)
memberikan dua asas umum mengenai jaminan.8 Asas yang pertama dalam Pasal
1131 KUH Perdata, yang menentukan bahwa segala harta kekayaan debitor, baik
yang berupa benda bergerak maupun benda tetap, baik yang sudah ada maupun yang
akan ada di kemudian hari, menjadi jaminan atau agunan bagi semua perikatan yang
dibuat oleh debitor dengan para kreditornya. Ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata
memberi perlindungan hukum terhadap hak-hak para kreditor. Asas yang kedua
dalam Pasal 1132 KUH Perdata, bahwa kekayaan debitor menjadi jaminan atau
agunan secara bersama-sama bagi semua pihak yang memberikan utang kepada
debitor, sehingga apabila debitor wanprestasi, maka hasil penjualan atas harta
kekayaan debitor dibagi menjadi proporsional menurut besarnya piutang
masing-masing kreditor, kecuali apabila di antara para kreditor tersebut terdapat alasan-alasan
yang sah untuk didahulukan dari kreditor-kreditor lain. Untuk merealisasikan kedua
asas umum jaminan tersebut dalam penyelesaian utang piutang lahirlah lembaga
hukum kepailitan.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) UU Kepailitanyang menentukan dalam hal
menyangkut debitor yang merupakan Bank, permohonan pernyataan pailit hanya
dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Dalam hal ini bank-bank berada di dalam
pengawasan Bank Indonesia dan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh
8
11
Bank Indonesia dan Bank Indonesia selalu mengadakan pengawasan terhadap bank
tertentu. Pada dasarnya telah dinyatakan bahwa Bank sebagai debitor tidak
dinyatakan pailit atas debitor itu sendiri, tetapi harus diajukan oleh Bank Indonesia
yang berfungsi sebagai Bank sentral negara, tetapi ada kalanya Bank tersebut
mengajukan pernyataan pailit untuk penyelesaian utang-utang terhadap
kreditornya-kreditornya, Bank juga berfungsi sebagai “finansial intermediary” dengan kegiatan
usaha pokok menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat atau pemindahan dana
masyarakat.
Sektor Perbankan yang memiliki posisi strategis sebagai lembaga intermediasi
dan penunjang sistem pembayaran merupakan faktor yang sangat menentukan dalam
proses penyesuaian. Sehubungan dengan itu, diperlukan penyempurnaan terhadap
sistem Perbankan nasional yang bukan hanya mencakup upaya penyehatan Bank
secara individu melainkan penyehatan Bank secara menyeluruh. Upaya penyehatan
Perbankan nasional menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah, bank-bank
itu sendiri dan masyarakat penggunaan jasa Bank. Bank Indonesia memiliki
kewenangan dan tanggungjawab yang utuh untuk menetapkan perizinan, pembinaan
dan pengawasan Bank serta pengenaan sanksi terhadap Bank yang tidak mematuhi
peraturan perbankan yang berlaku. Disini Bank Indonesia menerapkan prinsip
12
1.8 Metode Penelitian
1.8.1 Jenis Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu penelitian ilmiah yang mempelajari suatu
gejala hukum tertentu dengan menganalisisnya atau melakukan pemeriksaan yang
mendalam terhadap fakta hukum untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan
atau permasalahan yang timbul dari gejala yang bersangkutan.9Jenis penelitian yang
digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian yuridis, karena dalam penulisan
skripsi ini menggunakan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
kepailitan Bank, sedangkan penelitian normatif karena dalam membahas
permasalahan penelitian ini menganalisis permasalahan dilakukan dengan cara
memadukan bahan-bahan hokum dan pendekatan asas-asas hukum serta mengacu
pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan di
Indonesia.
Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum
sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah
mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan,
perjanjian serta doktrin (ajaran).10
9
Soerjono Soekanto dalam Bambang Sunggono, 2003,Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pres, Jakarta.h.38.
10
13
Terdapat beberapa ciri-ciri penelitian hukum normatif, diantaranya :
a. penelitian beranjak dari adanya kesenjangan dalam norma hukum/asas hukum;
b. tidak menggunakan hipotesa; c. menggunakan landasan teori;
d. menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.11
1.8.2 Jenis Pendekatan
Jenis Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kasus (the case approach), pendekatan perundang-undangan (the statute approach) dan pendekatan analisa konsep hukum (analitical&conseptual approach). Pendekatan kasus dilakukan dengan cara meneliti setiap peristiwa hukum, alat bukti, dan
pertimbangan hukum yang dinyatakan dalam putusan Pengadilan Niaga Nomor:
21/Pailit/2001/PN.Niaga. Jkt.Pst. Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan
meneliti peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perbankan dan
kepailitan.
1.8.3 Sumber Bahan Hukum
Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder.
11
14
1. Bahan Hukum Primer
Bahan Hukum primer dalam penelitian ini berupa peraturan
perundang-undangan yaitu :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Amandemen keempat Pasal 23 D Negara memiliki suatu Bank
sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab,
dan independensinya diatur dalam Undang-Undang.
b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Terjemahan R. Subekti dan
R Tjitrosudibio.
c. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4443, Pasal 1 ayat (1) tentang
pengertian Kepailitan, Pasal 2 ayat (3) tentang dalam hal debitor
adalah Bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan
oleh Bank Indonesia.
d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 setelah diubah menjadi
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 dan disempurnakan
menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang
perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
Tentang Bank Indonesia, Lembaran Negara Republik Indonesia
15
suatu Bank menurut Bank Indonesia membahayakan kelangsungan
usaha Bank yang bersangkutan dan/atau membahayakan sistem
perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, Bank
Indonesia dapat melakukan tindakan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Perbankan.
e. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182.
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan Hukum Sekunder terdiri atas buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum,
karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat dalam media
massa, kamus dan ensiklopedia, serta informasi dari media internet yang
relevan dan dapat dipercaya.
1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum merupakan faktor penting dalam
menentukan keberhasilan dari penulisan skripsi ini, kerena jenis penelitian yang
digunakan adalah normatif.Dalam penulisan skripsi ini menggunakan teknik studi
kepustakaan, yang mana dengan metode ini mencari, mempelajari dan memahami
berbagai pendapat, teori dan konsepsi yang berhubungan dengan pokok permasalahan
yang didapatkan dari literatur-literatur yang tersedia serta peraturan
16
dikumpulkan dengan sistem kartu (card system), yang kemudian kartu ini disusun berdasarkan pokok bahasan untuk memudahkan analisis dan pada kartu dicatat
konsep-konsep yang berkaitan dengan permasalahan atau isu hukum pada tulisan ini.
1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif
analisis dengan menggunakan metode evaluatif, metode sistematis, metode
interprestatif dan metode argumentatif. Teknik deskriptif analisis adalah penjabaran
data yang diperoleh dalam bentuk uraian yang nantinya akan menjawab
permasalahan.
Metode evaluatif adalah penelitian yang bertujuan mengumpulkan informasi
tentang apa yang terjadi yang merupakan kondisi nyata mengenai keterlaksanaan
rencana yang memerlukan evaluasi.
Metode sistematis adalah segala usaha menguraikan dan merumuskan sesuatu
dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang
berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, dan mampu menjelaskan rangkaian sebab
akibat menyangkut obyeknya.
Metode interprestatif adalah metode yang menafsirkan peraturan
perundang-undangan dihubungkan dengan peraturan hukum atau undang-undang lain atau
dengan keseluruhan sistem hukum.Karena suatu undang-undang pada hakikatnya
17
sehingga tidak mungkin ada satu undang-undang yang berdiri sendiri tanpa terikat
dengan peraturan perundang-undangan lainnya.
Metode argumentatif adalah alasan berupa uraian penjelasan yang diuraikan
secara jelas, berupa serangkaian pernyataan secara logis untuk memperkuat atau
menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan, berkaitan dengan asas hukum,
norma hukum dan peraturan hukum konkret, serta system hukum dan penemuan
18
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG BANK INDONESIA DAN KEPAILITAN
2.1 Bank
2.1.1 Pengertian Bank
Pengertian Bank Menurut Prof. G.M. Verryn Stuart ialah badan usaha yang
wujudnya ialah memuaskan keperluan orang lain, dengan cara memberikan kredit
yang berupa uang yang diterimanya dari orang lain, sekalipun dengan cara dengan
menambah uang baru (kertas atau logam).
Menurut O.P Simorangkir, “Bank merupakan salah satu badan usaha lembaga
keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa. Ada pun pemberian kredit
itu dilakukan baik dengan modal sendiri atau dengan dana-danayang dipercayakan
oleh pihak ketiga maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran baru
berupa uang giral.13
Sementara itu, dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 menyatakan bahwa “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
13
Sentosa Sembiring, 2012,Hukum Perbankan, Cv. Mandar Maju, Bandung, h.1.
19
bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak”.
2.1.2 Fungsi Bank
Berbicara tentang fungsi Bank, maka fungsi Bank sebagai berikut :
1. Fungsi Bank Sebagai Agent Of Trust
fungsi Bank sebagai agent of trust ialah suatu lembaga yang berlandaskan
pada suatu kepercayaan. Dasar utama pada kegiatan perbankan yaitu
kepercayaan, baik itu sebagai penghimpun dana ataupun penyaluran dana.
Dalam hal tersebut Masyarakat akan mau menyimpan dana dananya di Bank
apabila dilandasi dengan kepercayaan.
2. Fungsi Bank Sebagai Agent Of Development
Fungsi Bank ialah sebagai agent of development ialah suatu lembaga yang
memobilisasi dana berguna untuk pembangunan ekonomi suatu negara.
Kegiatan Bank tersebut berupa penghimpun dan juga penyalur dana sangatlah
diperlukan bagi lancarnya suatu kegiatan perekonomian di sektor riil. Dalam
hal tersebut Bank memungkinkan masyarakat untuk melakukan kegiatan
untuk investasi, distribusi, dan juga kegiatan konsumsi barang serta jasa,
mengingat bahwa kegiatan investasi , distribusi dan juga konsumsi tidak
20
3. Fungsi Bank Sebagai Agent Of Services
Fungsi Bank sebagai agent of service ialah merupakan lembaga yang
memberikan suatu pelayanan kepada masyarakat. Dalam hal tersebut Bank
memberikan jasa pelayanan perbankan kepada masyarakat agar masyarakat
tersebut merasa aman dan juga nyaman dalam menyimpan dananya itu. Jasa
yang ditawarkan didalam Bank tersbut sangat erat kaitannya dengan suatu
kegiatan perekonomian masyarakat secara umum.
2.2 Bank Indonesia
2.2.1 Pengertian Bank Indonesia
Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia dan merupakan
badan hukum yang memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum.
Berdasarkan pasal 4 ayat (2) UUBank Indonesiamemberikan definisi Bank Indonesia
sebagai berikut.
“Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur
tangan Pemerintah dan/atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang
secara tegas diatur dalam undang-undang ini.”
Istilah Bank Sentral dan penggunaanya dalam sejarah ekonomi baru muncul
belakangan, paling awal pada permulaan abad ke-20. Perdefinisi, bank sentral adalah
banknya Bank, banknya pemerintah, dan penjaga cadangan devisa suatu negara. Bank
21
menyadari bantuan finansial yang akan diperoleh jika mereka mendukung Bank
sentral baik swasta maupun Bank negara. Kedua, Bank sentral dibutuhkan untuk
menyatukan sistem pembuatan dan peredaran mata uang, mengelola dan melindungi
cadangan uang negara, dan meningkatkan sistem pembayaran (Swiss, Itali dan
Jerman). Bank sebagai lembaga keuangan memberikan kredit dan jasa-jasa keuangan,
baik dengan modal sendiri maupun modal pihak ketiga maupun dengan mengedarkan
alat-alat pembayaran baru berupa uang giral.14
Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi perantara antara pihak
yang mempunyai kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan atau kekurangan
dana. Hermansyah berpendapat bahwa pada prinsipnya sumber dana dari suatu Bank
itu terdiri dari 4 (empat) sumber dana, yaitu.15
1. Dana yang bersumber dari Bank sendiri
2. Dana yang bersumber dari masyarakat
3. Dana yang bersumber dari Bank Indonesia sebagai Bank Sentral
4. Dana yang bersumber dari Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan
bukan Bank
14
Mohhmad Fajrul Falaakh, 2002,Bank Sentral Dalam Hukum Konstitusi, Jurnal Mimbar Hukum, Universitas Gadjah Mada h.161.
15
22
Dana yang terdapat pada Bank merupakan dana yang bersumber dari berbagai pihak.
Pihak Bank memperoleh dana tersebut dengan melakukan perjanjian tertentu dengan
pihak-pihak yang memiliki dana tersebut. Sehingga ketika Bank menjalankan
fungsinya Bank dapat berkedudukan sebagai kreditor dalam hubungannya dengan
pihak yang menerima dana dari pihak Bank, dan disisi lain Bank berkedudukan
sebagai debitor ketika berhubungan dengan pihak yang memberikan dana.
2.2.2 TujuanBank Indonesia
Di dalam pasal 7 UUBank Indonesiasecara tegas dinyatakan bahwa “tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah”. Kestabilan
nilai rupiah yang diinginkan oleh Bank Indonesia yaitu kestabilan nilai rupiah
terhadap barang dan jasa, dan kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain.
Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa diukur dengan atau tercermin dari
perkembangan laju inflasi. Sedangkan kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang
negara lain diukur dengan atau tercermin dari perkembangan nilai tukar rupiah (kurs)
terhadap mata uang negara lain. Kestabilan nilai rupiah tersebut sangat penting untuk
mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat.16
16
23
Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan
melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam
undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank
Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan
intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Status dan kedudukan yang
khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan
fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efesien.
2.2.3 Tugas Bank Indonesia
Bank Indonesia mempunyai tugas sebagaimana tercantum dalam pasal 8
UUBank Indonesia, tugas tersebut terbagi menjadi 3 pilar yang merupakan 3 (tiga)
bidang utama tugas Bank Indonesia, yaitu :
1. tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
2. tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran;
3. tugas mengatur dan mengawasi Bank.
Dalam pasal 10 UUBank Indonesiaditegaskan bahwa dalam rangka menetapkan
dan melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia berwenang untuk menetapkan
sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang
24
berbagai cara, antara lain operasi pasar terbuka, penetapan tingkat diskonto,
penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit pembiayaan.
Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, Bank Indonesia
berwenang melaksanakan dan memberikan persetujuan atau izin atas
penyelenggaraan jasa sistem pembayaran, mewajibkan penyelenggaraan jasa sistem
pembayaran untuk menyampaikan laporan kegiatannya, serta menetapkan
penggunaan alat pembayaran.
a. Pengaturan dan penyelenggaraan kliring serta penyelesaian akhir
transaksi terdapat dalam pasal 16 UUBank Indonesia.
Bank Indonesia berwenang mengatur sistem kliring antar bank dalam
mata uang rupiah dan/atau valuta asing yang meliputi sistem kliring
domestik dan lintas negara.
b. Mengeluarkan dan mengedarkan uang
Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang
berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah, serta
mencabut, menarik, dan memusnahkan uang dari peredaran. Bank
Indonesia juga berwenang menetapkan macam, harga, ciri uang yang
akan dikeluarkan, bahan yang digunakan, dan penentuan tanggal mulai
berlakunya sebagai alat pembayaran yang sah (terdapat pada pasal 19
25
menjamin ketersediaan uang di masyarakat dalam jumlah cukup dan
dengan kualitas memadai.
Pasal 8 UUBank Indonesia menyatakan bahwa salah satu tugas Bank
Indonesia adalah pengaturan dan pengawasan Bank. Dalam rangka
melaksanakan tugas ini, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan
dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu Bank,
melaksanakan pengawasan Bank, serta mengenakan sanksi terhadap Bank
(terdapat dalam pasal 24 UUBank Indonesia).
Berkaitan dengan kewenangannya, Bank Indonesia dapat.
1. Memberikan dan mencabut izin usaha Bank;
2. Memberikan izin pembukaan, penutupan, pemindahan kantor Bank;
3. Memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan Bank;
4. Memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan
usaha tertentu (terdapat dalam pasal 26 UUBank Indonesia).17
Guna mendukung tercapainya tujuan Bank Indonesia secara efektif dan
efisien, maka ketiga tugas tersebut harus saling mendukung. Untuk mencapai
kebijakan moneter yang efektif dan efisien yang dilakukan dengan mengendalikan
jumlah uang yang beredar, diperlukan suatu sistem pembayaran yang efisien, cepat,
aman dan andal. Sementara itu, sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan
andal tersebut juga tidak terlepas dari kondisi sistem perbankannya yaitu sistem
17
26
perbankan yang sehat.Dalam hal ini, sistem perbankan yang sehat, selain mendukung
kinerja sistem pembayaran, juga akan mendukung pengendalian moneter mengingat
mekanisme transmisi kebijakan moneter ke kegiatan ekonomi riil terutama
berlangsung melalui sistem perbankan. Dengan keterkaitan yang saling mendukung
tersebut, maka pencapaian tujuan Bank Indonesia akan berhasil dengan baik.18 Salah
satu tugas Bank Indonesia adalah pengaturan dan pengawasan Bank, pengawasan
terhadap Bank oleh Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dapat bersifat langsung atau
pengawasan tidak langsung. Yang dimaksud pengawasan langsung adalah bentuk
pemeriksaan yang disertai dengan pengawasan tindakan tindakan perbaikan.
Sedangkan yang dimaksud dengan pengawasan tidak langsung dalam bentuk
penelitian, analisis, evaluasi laporan Bank.
2.3 Kepailitan
2.3.1 Pengertian Kepailitan
Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitor tidak mampu untuk
melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya.19
Subekti dan Tjitrosoedibio mengemukakan pengertian pailit sebagai berikut.
“Pailit adalah keadaan di mana seorang debitor telah berhenti membayar
utang-utangnya. Setelah orang yang demikian atas permintaan para
18
F.X.Sugiyono dan Ascarya, 2005,Kelembagaan Bank Indonesia, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) BI, Jakarta, h.15.
19
27
kreditornya atau atas permintaan sendiri oleh pengadilan dinyatakan pailit, maka harta kekayaannya dikuasai oleh balai Harta Peninggalan selaku
curatrice(pengampu) dalam urusan kepailitan tersebut untuk dimanfaatkan bagi semua kreditor”.20
Kepailitan adalah suatu sitaan dan eksekusi atas seluruh kekayaan si debitor
(orang-orang yang berutang) untuk kepentingan semua kreditor-kreditornya ((orang-orang-(orang-orang
berpiutang).21
Dalam kepustakaan, Algra mendefinisikan kepailitan adalah “faillissementis een gerechtelijk beslag op het gehele vermogen van een schuldenaar ten behoeve van zijn gezamenlijke schuldeiser”.22 (Kepailitan adalah suatu sitaan umum terhadap
semua harta kekayaan dari seorang debitor (si berutang) untuk melunasi
utang-utangnya kepada kreditor (si berpiutang)). Istilah pailit bila ditelusuri lebih mendasar
dijumpai di dalam pembendaharaan bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris
dengan istilah yang berbeda-beda, didalam bahasa Perancis dijumpai istilah
lefailliyang artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran, untuk arti yang sama didalam bahasa Belanda dipergunakan istilah faillietsedangkan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah to fail,dan didalam bahasa latin dikenal dengan
20
Syamsudin M. Sinaga, 2012,Hukum Kepailitan Indonesia, Tatanusa, Jakarta, h.98.
21
Adrian Sutedi,op.cit, h.24.
22
Algra,Inleiding tot Het Nederlands Privaatrecht (Groningen: Tjeenk Willink, 1974), h.425 dikutip dalam M.Hadi Shubhan, 2009,Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan,
28
istilah fallire. Pailit didalam khasanah ilmu pengetahuan hukum diartikan sebagai keadaan debitor (yang berhutang) yang berhenti membayar hutang-hutangnya.23
Pengertian kepailitan di Indonesia mengacu pada UUKepailitanketentuan
pasal 1 angka 1 mendefinisikan kepailitan sebagai berikut. “sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator
di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-undang
ini.”
Dari penjelasan yang diberikan oleh para ahli dan penjelasan yang diberikan
oleh Undang-undang di atas terdapat perbedaan pengertian antara istilah pailit dengan
kepailitan. Pailit merupakan keadaan di mana debitor tidak mampu untuk membayar
utang-utangnya kepada para kreditornya. Berbeda dengan pengertian pailit, yang
dimaksud dengan kepailitan adalah mekanisme atau suatu proses di mana debitor
yang tidak dapat membayar utang-utangnya dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga.
Oleh sebab itu, istilah yang digunakan terhadap debitor dalam kepailitan adalah
debitor pailit dan bukan debitor kepailitan, sebab istilah pailit merujuk pada keadaan
debitor yang berhenti membayar dan telah diputus pailit oleh pengadilan, sementara
istilah kepailitan merujuk pada mekanisme atau serangkaian proses yang digunakan
sebagai jalan keluar untuk menyelesaikan keadaan debitor yang demikian.
2.3.2 Maksud dan Tujuan Hukum Kepailitan
23
29
Untuk memberi keadilan bagi para kreditor dan untuk melindungi debitor dari
perbuatan semena-mena kreditor maka hukum kepailitan sangat dibutuhkan.
Menurut Profesor Radin, dalam bukunya The Nature of Bankruptcy, sebagaimana dikutip oleh Jordan et al., tujuan semua Undang-Undang kepailitan adalah untuk memberikan suatu forum kolektif untuk memilah-milah hak-hak dari berbagai
penagih terhadap aset seorang debitor yang tidak cukup nilainya.24
Dari hal yang dikemukakan di atas itu dapat diketahui tujuan-tujuan dari hukum
kepailitan (bankruptcy law), adalah sebagai berikut.
1. Untuk menjamin pembagian yang sama terhadap harta kekayaan debitor di antara para kreditor.
2. Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditor.
3. Memberikan perlindungan kepada debitor yang beritikad baik dari para kreditornya, dengan cara memperoleh pembebasan utang.25
Berdasarkan penjelasan umum UUKepailitan, maksud diaturnya hukum
kepailitan adalah untuk.
1. Menghindari perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang sama ada beberapa kreditor yang menagih piutangnya dari debitor.
2. Menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitor tanpa memperhatikan kepentingan debitor atau para kreditor lainnya.
3. Menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang kreditor atau debitor sendiri. Misalnya, debitor berusaha untuk
24
Sutan Remy Sjahdeini, 2002,Hukum Kepailitan memahami Faillissementsverordening Joncto Undang-Undang No.4 Tahun 1998, PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta,h.38.
25
30
memberi keuntungan kepada seorang atau beberapa orang kreditor tertentu sehingga kreditor lainnya dirugikan, atau adanya perbuatan curang dari debitor untuk melarikan semua harta kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap para kreditor.
Dari penjelasan di atas diketahui bahwa maksud dan tujuan utama dibentuknya
hukum kepailitan adalah untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan
hukum kepada kreditor dan debitor dalam kepailitan. Perlindungan dan kepastian
hukum tersebut menjadi jaminan bagi setiap kreditor untuk memperoleh pembayaran
atas segala piutang-piutangnya secara adil.
Keadilan dalam kepailitan tersebut diwujudkan melalui ketentuan-ketentuan yang
melarang para kreditor untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu guna
kepentingannya sendiri yang dapat mengurangi harta kekayaan debitor pailit sehingga
merugikan pihak-pihak lain dalam kepailitan hal-hal itulah yang menjadi alasan
dilakukannya sita umum atau sita bersama atas harta kekayaan debitor pailit, yaitu
untuk memberi keadilan kepada setiap pihak sesuai dengan porsinya masing-masing.
2.3.3 Syarat Permohonan Pailit
Dari ketentuan pasal 2 ayat (1) UUKepailitan, dapat disimpulkan bahwa
permohonan pernyataan pailit terhadap seorang debitor hanya dapat diajukan apabila
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut. “Debitor yang mempunyai dua atau lebih
kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan
dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya
31
Pasal 2 ayat (1) UUKepailitan tersebut mengandung pengertian bahwa untuk
dapat mengajukan permohonan pailit maka harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut.
1) Adanya utang;
2) Utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih; 3) Adanya dua atau lebih kreditor; dan
4) Debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang;
Adanya utang merupakaan penyebab adanya kepailitan, oleh karenanya maka adanya
utang menjadi syarat mutlak dalam pengajuan permohonan pailit. Pasal 1 angka 6
UUKepailitan mengartikan utang secara luas yang meliputi segala kewajiban yang
tidak hanya lahir karena perjanjian saja, namun juga lahir karena undang-undang.
Keberadaan utang saja tidaklah cukup untuk dapat dijadikan alasan pengajuan
permohonan pailit, utang tersebut harus jatuh tempo atau telah melewati batas waktu
tertentu sehingga dapat ditagih. Utang yang belum melewati batas waktu penagihan
tidak dapat dijadikan alasan pengajuan permohonan pailit.
Selain utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, jumlah kreditor juga
merupakan salah satu syarat pengajuan permohonan pailit. Debitor yang dapat
dimohonkan pailit adalah debitor yang memiliki kreditor lebih dari satu dan debitor
yang bersangkutan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang, dengan demikian
maka debitor yang hanya memiliki satu kreditor saja tidaklah cukup dapat
32
Keseluruhan syarat-syarat yang terdapat dalam pasal 2 ayat (1) UUKepailitan tersebut
bersifat kumulatif atau tidak dapat dikurangi, dalam artian bahwa untuk dapat
mengajukan permohonan pailit maka setiap syarat yang ditetapkan dalam pasal 2 ayat