• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Lama Waktu Perendaman Induk Dalam Larutan Madu Terhadap Pengalihan Kelamin Anak Ikan Gapi (Poecilia reticulatus) - The Effect Of Exposure Time Immersion Pregnant Females Guppies (Poecilia Reticulata) In Honey Solution On Sex Reversal Of Their Off

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Lama Waktu Perendaman Induk Dalam Larutan Madu Terhadap Pengalihan Kelamin Anak Ikan Gapi (Poecilia reticulatus) - The Effect Of Exposure Time Immersion Pregnant Females Guppies (Poecilia Reticulata) In Honey Solution On Sex Reversal Of Their Off"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LAMA WAKTU PERENDAMAN INDUK DALAM LARUTAN MADU TERHADAP PENGALIHAN KELAMIN ANAK IKAN GAPI (Poecilia reticulata)

Habib Khuwailidul Haq*, Ayi Yustiati** dan Titin Herawati** *) Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad **) Staf Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama waktu perendaman induk dengan larutan madu terhadap pengalihan kelamin anak ikan gapi (Poecilia reticulata). Penelitian ini telah dilaksanakan di Hacthery Ciparanje Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran Jatinangor dari bulan September hingga Desember 2012. Metode yang digunakan adalah metode eksperimental model Rancangan acak lengkap dalam perlakuan perendaman induk pada larutan madu konsentrasi 50 ml/L lama dengan perendaman masing - masing 0, 5, 10, 15, 20 jam serta diulang 3 kali. Pengaruh perlakuan diuji dengan analisis keragaman (Uji F) pada taraf kerpercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf kepercayaan 95%. Pengamatan jenis kelamin ikan gapi dilakukan pada umur ikan 2 bulan sesuai dengan kenampakan ciri seksual primer dan sekunder yang dapat jelas dibedakan antara jantan dan betina. Persentase kelamin jantan yang dihasilkan dari tiap perlakuan masing - masing adalah 24,82%, 48,44%, 50,07%, 56,66%, 45,80%, Lama waktu perendaman 15 jam menghasilkan rasio jantan tertinggi yakni 56,66%. Berdasarkan hasil analisis regresi lama waktu perendaman yang optimum adalah 12 jam 45 menit dengan persentase kelamin gapi jantan sebesar 55,68%.

Kata kunci : Ikan gapi, Larutan Madu, Pengalihan Kelamin, Perendaman

ABSTRACT

THE EFFECT OF EXPOSURE TIME IMMERSION PREGNANT FEMALES GUPPIES (Poecilia reticulata) IN HONEY SOLUTION

ON SEX REVERSAL OF THEIR OFFSPRINGS

(2)

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu penghasil ikan hias terbesar di dunia. Permintaan akan ikan hias baik di dalam negeri maupun di dunia terus meningkat. Total nilai ekspor ikan hias pada tahun 2011 mencapai 16 juta dollar AS, dengan perkiraan tahun 2012 naik 20%, nilai ekspor ikan hias dari Indonesia pada tahun 2012 akan mencapai sekitar 19,2 juta dollar AS (Kompas, 2012). Salah satu komoditas ikan hias ekspor yang cukup diminati adalah ikan gapi (Poecilia reticulata) atau guppy.

Warna tubuh, bentuk sirip ekor dan pola warna tubuh ikan gapi terkait dengan jenis kelamin (lwasaki, 1989 dalam Zairin et al., 2002). Ikan gapi jantan memiliki morfologi yang lebih menarik dibandingkan ikan gapi betina, sehingga ikan gapi jantan lebih diminati masyarakat. Dalam pemijahan induk gapi, umumnya dihasilkan anak gapi dengan perbandingan kelamin jantan dan betina yang relatif sama yakni 1:1 (Alvarez, 2008 dalam Sarida, 2010) sehingga perlu adanya teknologi yang dapat mengarahkan kelamin ikan gapi menjadi jantan atau yang kini dikenal dengan teknologi pengalihan kelamin (sex reversal).

Bahan yang sering digunakan dalam teknologi pengalihan kelamin adalah Hormon 17α-metiltestosteron dan aromatase inhibitor misalnya imidazole. Hormon metiltestoteron merupakan hormon androgen sintetis. Hormon ini sudah banyak digunakan untuk mendapatkan benih ikan monoseks (tunggal kelamin) jantan seperti pada ikan nila, ikan cupang, ikan tetra kongo (Zairin, 2002). Namun, berdasarkan surat keputusan menteri kelautan perikanan KEP.20/MEN/2003, hormon 17α -metiltestosteron termasuk dalam klasifikasi obat keras sehingga dapat mempengaruhi keamanan pangan dan kelestarian lingkungan, sedangkan imidazole merupakan bahan kimia bukan hormon yang bersifat nonsteroid dan telah digunakan untuk terapi penyembuhan dan pengobatan kanker pada manusia (Higa dan Alkouri, 1998 dalam Sudrajat et al., 2007). Imidazole dapat menghambat kerja aromatase, aromatase merupakan enzim yang berfungsi sebagai katalis konvensi testosteron menjadi estradiol (Dean,

2004). Namun imidazole memiliki harga yang relatif mahal sehingga kurang efisien dari sisi ekonomi untuk digunakan dalam teknologi pengalihan kelamin sehingga perlu dikembangkan penggunaan bahan yang lebih murah, aman, dan bersifat alami.

Madu merupakan alternatif yang aman dan ekonomis, madu mengandung kalium dan chrysin yang dapat berperan sebagai aromatase inhibitor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama waktu perendaman induk dalam larutan madu terhadap pengalihan kelamin anak ikan gapi.

Pada penelitian Martati (2006) perendaman induk ikan gapi menggunakan larutan madu dengan lama waktu 10 jam menghasilkan persentase tertinggi ikan gapi jantan diperoleh pada perlakuan 60 ml/L adalah 59,5%. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Utomo (2008) yang menggunakan dosis dan lama waktu perendaman yang sama menghasilkan ikan gapi jantan 56,68%. Penelitian Sarida (2010) mengenai perendaman induk ikan gapi menggunakan larutan madu dengan lama waktu 15 jam menghasilkan persentase tertinggi ikan gapi jantan diperoleh pada perlakuan 50 ml/L adalah 64,07%.

(3)

perlakuan dapat berpengaruh terhadap menurunnya kadar oksigen terlarut (DO) dan pH. Lama waktu perendaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0, 5, 10, 15, dan 20 jam mengacu pada penelitian sebelumnya dengan penggunaan madu yaitu Martati (2006) yang menggunakan 10 jam dan Sarida (2010) yang menggunakan 15 jam.

Perendaman induk ikan gapi menggunakan dosis 50 ml/L dengan lama waktu perendaman 15 jam yang dilakukan oleh Sarida (2010) memiliki efektifitas paling tinggi dalam menghasilkan ikan gapi berkelamin jantan dibandingkan penelitian-penelitian yang menggunakan larutan madu sebelumnya. Dari hasil ini diduga bahwa waktu perendaman yang lebih lama berpengaruh terhadap meningkatnya persentase jantan meskipun dosis yang digunakan Sarida (2010) lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Martati (2006) yang menggunakan dosis hingga 75 ml/L dengan lama waktu perendaman 10 jam dan Utomo (2008) menggunakan dosis 60 ml/L dengan lama waktu perendaman 10 jam. Perendaman induk menggunakan larutan madu konsentrasi 50 ml/L dengan lama waktu perendaman 15 jam menghasilkan rasio ikan gapi berkelamin jantan tertinggi.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Hacthery Ciparanje, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran. Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan September sampai Desember 2012.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang dipergunakan dalam persiapan penelitian, perlakuan dan pemeliharaan yaitu: Bak semen dengan ukuran 150 x 60 x 60 cm³, selang dengan diameter 0,5 cm, toples sebanyak 4 buah, akuarium berukuran 60 x 30 x 30 cm³, serokan, labu Erlenmeyer dengan skala volume 500 ml mengukur volume air, gelas ukur dengan skala volume 25 ml untuk mengukur volume madu. Perlengkapan aerasi untuk mengalirkan oksigen pada akuarium pemeliharaan. Heater sebanyak 15 buah untuk menstabilkan suhu pada setiap akuarium.

Termometer air raksa dengan skala 0-100 ºC untuk mengukur suhu. DO meter untuk mengukur kadar oksigen terlarut. pH meter untuk mengukur derajat keasaman. Kamera untuk dokumentasi. Bahan yang dipergunakan dalam persiapan penelitian, perlakuan dan pemeliharaan ikan gapi yaitu : Induk ikan gapi betina sebanyak 30 ekor dan induk ikan jantan betina sebanyak 15 ekor, madu 200 ml, pelet Manggalindo jenis P0, Cacing sutra, Amonia test kit.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan metode eksperimental, model Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan, perlakuan yang digunakan yaitu perendaman induk gapi bunting dalam larutan madu konsentrasi 50 ml/L dengan lama waktu perendaman sebagai berikut : Kontrol merupakan pemeliharaan induk gapi yang bunting hingga melahirkan anak tanpa perendaman dengan larutan madu. Perlakuan A, yaitu perlakuan terhadap induk gapi yang bunting dengan perendaman larutan madu konsentrasi 50 ml/L selama 5 jam. Perlakuan B, yaitu perlakuan terhadap induk gapi yang bunting dengan perendaman larutan madu konsentrasi 50 ml/L selama 10 jam. Perlakuan C, yaitu perlakuan terhadap induk gapi yang bunting dengan perendaman larutan madu konsentrasi 50 ml/L selama 15 jam. Perlakuan D, yaitu perlakuan terhadap induk gapi yang bunting dengan perendaman larutan madu konsentrasi 50 ml/L selama 20 jam.

Model umum Rancangan acak lengkap yang digunakan sesuai dengan Gazperz (1991), model liniernya :

Yij = µ + πi + €ij

Yij = Data hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah umum

πi = Pengaruh perlakuan ke-i

€ij = Galat hasil percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Prosedur Kerja

(4)

pagi dengan pergantian air 20%. Induk jantan dan betina dikawinkan secara masal dengan perbandingan jantan dan betina yaitu 1: 2, jumlah ikan gapi jantan 15 ekor dan betina 30 ekor. Penggunaan perbandingan jantan dan betina 1 : 2 juga dilakukan oleh Utomo (2008). Proses pencampuran induk jantan dan betina untuk fertilisasi dilakukan selama 4 hari, dan selanjutnya induk jantan dipisah (gejala bunting ditandai dengan pembesaran pada bagian perut dan warna hitam pada daerah sekitar perut). Pada penelitian ini didapatkan 27 gapi betina yang bunting. Akuarium berukuran 60 x 30 x 30 cm³ sebanyak 15 buah untuk pemeliharaan anak ikan gapi yang lahir dipersiapkan. Ikan gapi betina yang telah dikawinkan dan mulai terlihat gejala bunting diberikan perlakuan dalam toples berisi satu liter larutan madu dengan dosis yang sama yaitu 50 ml/L dengan lama perendaman berbeda yaitu 5 jam, 10 jam, 15 jam, dan 20 jam dan 1 kontrol yaitu tanpa penambahan madu dalam larutan, perlakuan mengacu pada penelitian Sarida (2010), perendaman dilakukan pada hari ke 10 setelah ikan dipisah dari jantan. Induk yang sudah diberi perlakuan dipelihara dalam akuarium (60 x 30 x 30 cm³) sampai melahirkan anak, lalu induk dipisahkan. Anak ikan yang dilahirkan diberi pakan pelet, kemudian setelah bukaan mulutnya cukup besar diberi pakan cacing sutra. Anak ikan gapi kemudian dipelihara selama 2 bulan dalam akuarium atau sampai ciri primer dan sekunder jantan atau betina dapat terlihat dengan jelas.

Pengamatan

- Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup (SR) di akhir penelitian dihitung dengan rumus (Effendi, 1979 dalam Larasati, 2010) :

= �� � � %

Keterangan :

Nt = Jumlah ikan pada akhir percobaan (ekor)

N0 = Jumlah ikan pada awal percobaan (ekor)

Pengamatan Jenis Kelamin

Untuk menentukan kelamin pada anak ikan gapi dilihat ciri sekunder/morfologi dari ikan jantan dan betina yang dilahirkan induk setelah anak ikan gapi berumur 2 bulan.

Perbedaan morfologis jantan dan betina ialah : Tubuh ikan gapi jantan memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan ikan betina. Ukuran ikan gapi betina dapat mencapai 7 cm, sedangkan jantan memiliki panjang kurang dari 4 cm (Lingga dan Susanto, 1987 Sukmara, 2007). Sirip anal ikan gapi jantan mengalami modifikasi menjadi gonopodium (Mozart, 1996 dalam Sukmara, 2007). Ekor ikan gapi jantan lebih lebar dan warna ekornya lebih cemerlang dibandingkan betina (Lesmana dan Dermawan, 2001). Ikan gapi betina dicirikan dengan adanya daerah gelap di dekat lubang urogenital Ikan (Iwasaki, 1989 dalam Sukmara, 2007).

Persentase jenis kelamin jantan dihitung dengan rumus :

= � � %

Keterangan :

Ij = Jumlah ikan jantan (ekor)

Is = Jumlah ikan yang diamati (ekor) Kualitas Air

(5)

Tabel 1. Metode sampling

No Parameter Satuan Alat Metode

1 Suhu ˚C Termometer Potensiometrik

2 pH - pH meter Potensiometrik

3 DO mg/L DO meter Potensiometrik

4 Amonia mg/L Amonia tes kit Potensiometrik

Analisis Data

Data hasil pengamatan jenis kelamin dan kelangsungan hidup anak gapi dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (uji F) pada taraf kepercayaan 95%, setelah diketahui adanya perbedaan pada perlakuan uji, selanjutnya dianalisis dengan uji Duncan pada taraf kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN Keberhasilan Pengalihan Kelamin (Sex Reversal)

Pengamatan jenis kelamin ikan gapi dilakukan pada umur ikan 2 bulan, pada umur ini ikan gapi telah memiliki kenampakan ciri seksual primer dan sekunder yang sudah dapat dibedakan dengan jelas antara jantan dan betina. lwasaki (1989) dalam Sukmara (2007) menyatakan bahwa bila ikan gapi tumbuh normal maka bentuk sirip ekor, wama dan pola warna tubuhnya akan tampak jelas setelah ikan berumur 2 bulan.

Gambar 1. Gapi betina (atas) dan Gapi jantan (bawah) setelah 2 bulan. (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2012)

Berdasarkan hasil uji F dan dilanjutkan dengan analisis Duncan (Tabel 5) konsentrasi pemberian madu 50 ml/L dengan lama perendaman 5, 10, 15, dan

20 jam menghasilkan persentase kelamin jantan yang berbeda nyata terhadap kontrol.

Tabel 2. Pengaruh Lama Waktu Perendaman Induk dalam Larutan Madu terhadap Pengalihan Kelamin Anak Ikan Gapi

Perlakuan Rata – Rata Persentase Jantan (%)

Kontrol 24,82 a

5 jam 48,44 bc

10 jam 50,07bc

15 jam 56,66 c

20 jam 45,80 b

(6)

Lama waktu perendaman optimum menghasilkan persentase jumlah ikan gapi jantan adalah 12 jam 45 menit. Persentase ikan gapi jantan yang didapat pada lama waktu perendaman 12 jam 45 menit adalah sebesar 55,68%. Peningkatan lama waktu perendaman induk dalam larutan madu dengan dosis 50 ml/L menghasilkan grafik (Gambar 2) yang bersifat eksponensial dengan

persamaan Y= - 0,1828X2 + 4,6602X + 25,98 dengan koefisien determinasi (R2) = 66,64% yang berarti bahwa lama perendaman dapat menjelaskan jumlah persentase jantan sebesar 66,64%. Persentase gapi jantan terjadi penurunan pada 20 jam menunjukkan bahwa lama waktu perendaman bersifat feedback negatif terhadap pengalihan kelamin.

.

Gambar 2. Grafik Pengaruh Lama Waktu Perendaman Induk terhadap Persentase Jantan Anak Ikan Gapi

Hasil perlakuan perendaman dengan menggunakan larutan madu terhadap induk yang bunting dengan konsentrasi 50 ml/L dengan waktu yang

berbeda-beda menyebabkan

meningkatnya persentase jantan anak ikan gapi secara signifikan pada semua perlakuan terhadap kontrol akibat terjadinya proses pengalihan kelamin ke arah jantan. Hal ini dapat terjadi karena larutan madu memiliki kandungan kalium dan chrysin yang diberikan pada saat sebelum masa diferensiasi kelamin. Madu akan masuk secara difusi ke peredaran darah dan mencapai organ target (embrio) (Marti, 2006), semakin lama perendaman akan semakin banyak larutan madu yang berdifusi ke dalam tubuh dan mencapai embrio seperti penelitian yang dilakukan sebelumnya yakni Zairin (2002) yang menggunakan larutan hormon metiltestosteron dan Deviana (2010) yang menggunakan larutan imidazole. Pada waktu lama perendaman 5 jam dan 10 jam berbeda nyata terhadap kontrol. Peningkatan persentase kelamin terus terjadi hingga lama waktu perendaman 15

jam. Menurut Zairin (2002), ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan dalam pengalihan kelamin, diantaranya dosis yang diberikan, jenis hormon yang digunakan, serta cara dan waktu perlakuan, dosis biasanya dikaitkan dengan lama perlakuan. Biasanya dosis yang tinggi diberikan dalam waktu singkat dan sebaliknya. Diduga untuk mendapatkan hasil yang maksimal pada waktu perendaman 5 dan 10 jam, maka perlu menggunakan konsentrasi madu yang lebih tinggi.

Pada perendaman 20 jam persentase kelamin jantan madu pH dan DO semakin menurun. Pada perendaman 20 jam metabolisme ikan terganggu akibat pH dan DO yang terus menurun yang juga mengakibatkan larutan madu tidak berdifusi melalui tubuh dengan baik, bahkan nilai pH mempengaruhi kadar CO2 dalam perairan, semakin tinggi nilai pH semakin rendah kadar CO2 bebas dan sebaliknya (Sarida, 2010). Penurunan kadar DO terjadi karena air madu yang disebabkan oleh aktivitas jamur atau khamir yang terdapat di dalam madu y = -0,1828x2 + 4,6602x + 25,98

R² = 0,6664

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00

0 5 10 15 20 25

ju

m

la

h

g

a

p

i

ja

n

ta

n

(

%

)

lama waktu perendaman (jam)

(7)

(Almayanthy, 1998 dalam Sarida, 2010). Semakin rendah kadar airnya, maka peluang fermentasi pada madu semakin kecil dan lambat, hal ini diakibatkan adanya kandungan dalam madu yang menghambat pertumbuhan jamur. Menurut Gencay et al. (2008) dalam Sarida (2010), madu merupakan bactericidal, bacteriostatic, antifungal, antiviral, scolicidal, antioxidant, antitumoral, dan antiinflammatory. Semakin lama, nilai DO akan semakin rendah dan larutan madu yang masuk melalui tubuh merupakan larutan yang sudah mulai mengalami proses fementasi. DO (Dissolved Oxygen) dan pH yang terendah didapat pada perlakuan 20 jam. Pada perlakuan 20 jam kadar DO hingga 1,98 mg/L. Pescod et al. (1973) dalam Sukmara (2007) menyatakan bahwa kandungan O2 terlarut yang baik untuk kehidupan ikan harus lebih dari 2 ppm. Jika kurang dari 2 ppm harus tidak terjadi lebih dari 8 jam dalam waktu 24 jam, hal ini mengharuskan induk gapi melakukan osmoregulasi dengan cara mengeluarkan lendir untuk melapisi tubuhnya mengakibatkan respirasi terngganggu, selain itu pH yang mencapai

4,18 pada lama waktu perendaman 20 jam juga menjadi salah satu penyebab terjadinya penurunan persentase kelamin jantan, sedangkan pH lethal bagi ikan adalah kurang dari 3 dan lebih besar atau sama dengan 11 (Chervensky, 1982 dalam Sukmara, 2007).

Derajat Kelangsungan Hidup (SR)

Penghitungan derajat

kelangsungan hidup anak ikan gapi dilaksanakan di akhir pemeliharaan ikan gapi bersamaan dengan pengamatan jenis kelamin. Derajat kelangsungan hidup gapi saat pemeliharaan pada kontrol adalah 100%. Tidak terjadi kematian pada saat baru dilahirkan hingga di akhir penelitian. Derajat kelangsungan hidup gapi pada pemeliharaan dengan perendaman induk selama 5 jam adalah 98,72%, terjadi kematian 1 ekor ikan pada saat pemeliharaan, dengan perendaman induk selama 10 jam terjadi 2 kematian ekor ikan, derajat kelangsungan hidupnya sebesar 97,22%. Pada perlakuan 15 jam dan 20 jam derajat kelangsungan hidup gapi adalah 100%. Derajat kelangsungan hidup ikan gapi pada saat pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Derajat Kelangsungan Hidup Anak Ikan Gapi Selama Pemeliharaan Perlakuan Rata – Rata ( % )

Kelangsungan Hidup Anak Ikan Gapi

Kontrol 100

5 jam 98,72

10 jam 97,22

15 jam 100

20 jam 100

Keterangan : Berdasarkan uji F perendaman pada taraf kepercayaan 95% induk pada konsentrasi madu 50 ml/L dengan lama waktu 5, 10, 15, 20 jam tidak berpengaruh terhadap kelangsungan anak ikan gapi

Data, grafik, dan uji F (Lampiran 6) menunjukkan bahwa kelangsungan hidup anak gapi melalui perendaman induk dengan larutan madu pada konsentrasi 50 ml/L dengan lama waktu perendaman 5, 10, 15 dan 20 jam tidak berbeda nyata. Perlakuan pada induk bunting dengan menggunakan larutan madu tidak berpengaruh terhadap derajat kelangsungan hidup anak gapi.

(8)

Tabel 4. Data Kualitas Air

Waktu Pengukuran Parameter Kualitas Air

pH DO (mg/l) Suhu (C) TAN (mg/l)

Sebelum perlakuan 7,46 7,36 27,5 0,01

Saat perlakuan

kontrol 7,29 7,35 27,8 0,01

5 jam 6,05 5,34 27,1 0,08

10 jam 5,38 4,38 26,5 0,1

15 jam 5,03 2,38 27,5 0,2

20 jam 4,18 1,98 26,7 0,3

Saat pemeliharaan 7,27 7,13 28 0,05

Standar 3-11* >1** 25,6 -33,4 *** < 1**** Ket : *(Chervinsky, 1982 dalam Sukmara, 2007)

**( Boyd, 1990 dalam Utomo, 2008) ***(Nair, 1983 dalam Sukmara, 2007) ****(Wardoyo, 1975 dalam Zakaria, 2003)

KESIMPULAN

Lama waktu perendaman yang menghasilkan persentase jantan tertinggi pada lama waktu perendaman 15 jam yakni sebesar 56,66%. Lama waktu perendaman optimum adalah 12 jam 45 menit dengan menghasilkan persentase kelamin jantan sebesar 55,68%.

DAFTAR PUSTAKA

Dean, W. 2004. Chrysin: Is It AN Efective Aromatase Inhibitor? Vitamin Research News. Vol. 18, Number 4.

http://www.vrp.com/arty/1208.asp.h tm. (Diakses 5 Maret 2012). Deviana, I. 2010. Pengaruh Lama

Perendaman Induk di dalam Aromatase Inhibitor terhadap Proporsi Kelamin Anak Ikan Gapi (Poecilia reticulata, Peters). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 21 hlm.

Djaelani, F. 2006. Pengaruh Madu terhadap Pengarahan Kelamin Jantan pada Ikan Gapi (Poecilia reticulata, Peters) dengan Metode Perendaman Larva. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 31 hlm.

Djumena, E. 2012. Pasar Ikan Hias ke Timur Tengah Meningkat. http://tekno.kompas.com/read/2012 /01/27/11065179/Pasar.Ikan.Hias.k e.Timur.Tengah.Meningkat.

(Diakses 5 Maret 2012).

Martati, E. 2006. Efektivitas Madu terhadap Nisbah Kelamin Ikan Gapi (Poecilia reticulata, Peters). Jurnal Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 6 hlm.

Sarida, M. 2010. Penggunaan Madu dalam Produksi Ikan Guppy Jantan. Jurnal Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 6 hlm. Sukmara. 2007. Sex Reversal pada Ikan

Gapi (Poecilia Reticulata, Peters) secara Perendaman Larva dalam Larutan Madu 5 ml/L. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 38 hlm.

(9)

Utomo, B. 2008. Efektivitas Penggunaan Aromatase Inhibitor dan Madu terhadap Nisbah Kelamin Ikan Gapi (Poecilia reticulata, Peters). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 48 hlm.

Jufrie, F. M. 2006. Efektivitas Aromatase Inhibitor pada Perendaman Embrio terhadap Sex reversal Ikan Lele Sangkuriang Clarias sp. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 28 hlm.

Zairin, M. Jr. 2002. Sex reversal : Memproduksi Benih Ikan Jantan atau Betina. Penebar Swadaya, Jakarta. 95 hlm.

Zairin, M. Jr., O. Carman, A. Laining, dan E. Nurdiana. 2002. The Effects of Different Exposure Time of 17α-Methyltestosteron on Sex Ratio Of Congo Tetra ( Micralestes interruptus ). Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia.9:59-65.

Gambar

Gambar 1. Gapi betina (atas) dan Gapi jantan (bawah) setelah 2 bulan.  (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2012)
Gambar 2. Grafik Pengaruh Lama Waktu Perendaman Induk terhadap  Persentase Jantan Anak Ikan Gapi
Tabel 4. Data Kualitas Air

Referensi

Dokumen terkait

Jalan Raya Jenderal Sudirman, Pintu I Senayan, Jakarta 10270 Telepon 021-57946073 Faks 021-57946072.. Laman

(2014) mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan karyawan mengalami burnout , hasilnya menunjukkan bahwa keadilan organisasi, ambiguitas peran, konflik peran, dan sinisme adalah

ANALISIS KETERLAMBATAN PEKERJAAN STRUKTUR BAWAH DENGAN KONSEP LEAN CONSTRUCTION.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Short Wave Diathermy yang dipakai sebagai penyinaran mempunyai spesifikasi daya luaran 200W konsumsi daya 600VA dan frekuensi 27,12 MHz.Instrumen yang digunakan

Benar Terdeteksi Benar Terdeteksi Benar Terdeteksi Benar Tidak Terdeteksi Buka Mulut Lebar Terdeteksi Benar Terdeteksi Benar Terdeteksi Benar Terdeteksi Salah Tidak

modern Hypermart Kudus. Mengetahui strategi pemasaran makanan tanpa label halal haram di pasar. modern Hypermart

[r]

Karsinoma serviks terbanyak ditemukan pada pasien yang berusia 45 – 49 tahun, paritas &gt; 2, ibu rumah tangga, bersuami petani, domisili di Padang, jenis