• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN. metode penelitian yang digunakan untuk penelitian pada populasi dan sampel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN. metode penelitian yang digunakan untuk penelitian pada populasi dan sampel"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

23 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif. Metode penelitan kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk penelitian pada populasi dan sampel tertentu (Sugiyono, 2017). Jenis penelitian ini adalah penelitian Asosiatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain (Ulum dan Juanda, 2018). Dalam penelitian ini terdapat 3 (tiga) variabel antara lain Political Connections, Thin Capitalization dan Tax Avoidance.

B. Populasi dan Teknik Penentuan Sampel

1. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan sektor non jasa keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2016-2018.

2. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu metode penerapan sampel berdasarkan kriteria-kriteria tertentu (Ulum dan Juanda, 2018). Adapun kriteria dalam menentukan sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(2)

1) Perusahaan sektor non jasa keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2016-2018

2) Perusahaan sektor non jasa keuangan yang menerbitkan annual report dan financial statement lengkap selama periode 2016-2018

3) Perusahaan sektor non jasa keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang tidak mengalami kerugian selama periode 2016- 2018

4) Perusahaan sektor non jasa keuangan yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2016-2018

C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Penelitian ini terdapat 2 variabel, yaitu variabel dependen dan variabel independen. Variabel independennya Political Connections dan Thin Capitalization. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Penghindaran Pajak (Tax Avoidance). Adapun proksi variabel tersebut adalah sebagai berikut :

1. Political Connections (X1)

Variabel koneksi politik akan menggunakan 2 indikator, yaitu aspek kepemilikan politik yang dimiliki oleh komisaris independen dan komisaris dependen, dengan kriteria rangkap jabatan sebagai politisi yang berafiliasi dengan partai politik, rangkap jabatan sebagai pejabat pemerintah, rangkap jabatan sebagai pejabat militer, dan mantan pejabat pemerintah atau mantan pejabat militer.

(3)

Koneksi politik diukur dengan variabel dummy. Variabel dummy adalah variabel buatan atau variabel boneka yang dibuat untuk mengkuantitatifkan data kualitatif dengan memberi kode 0 (nol) atau 1 (satu). Variabel koneksi politik diukur dengan memberikan nilai 1 untuk perusahaan yang memenuhi indikator dan kriteria di atas dan 0 jika tidak memenuhi indikator dan kriteria seperti diatas. Dan pengukuran yang akan digunakan dalam penelitian ini sesuai dalam penelitian Wicaksono (2017) yaitu variabel dummy, koneksi politik melalui komisaris perusahaan i pada tahun t.

2. Thin Capitalization (X2)

Thin capitalization merupakan pembentukan struktur modal dengan kombinasi kepemilikan utang yang lebih besar dari ekuitas (Khomsatun dan Martani, 2015). Dengan kata lain, semakin besar perbandingan rasio utang (berbunga), maka perusahaan akan semakin mengalami thin capitalization.

Thin capitalization juga merujuk pada keputusan investasi oleh perusahaan dalam mendanai operasi bisnis dengan mengutamakan pendanaan utang dibandingkan menggunakan modal saham dalam struktur modalnya (Taylor dan Richardson, 2013). Posisi thin capitalization dihitung dengan menggunakan batas utang berbunga dengan menggunakan MAD ratio (Maximum Allowable Debt) (Taylor dan Richardson, 2012). Untuk menguji hipotesis mengenai pengaruh thin capitalization terhadap penghindaran pajak perusahaan dapat digambarkan dalam persamaan model sebagai

(4)

berikut :

𝑀𝐴𝐷 = 𝐴𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑒𝑠𝑡 𝐵𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝐷𝑒𝑏𝑡 𝑆𝐻𝐷𝐴

Keterangan :

Average Interest Bearing Debt : Total utang dengan bunga (IBL) atau rata- rata hutang

SHDA : (Rata-rata total aset – non_IBL) x 75%

3. Tax Avoidance (Y)

Tax Avoidance (penghindaran pajak) didefinisikan sebagai aktivitas yang mengurangi nominal pajak secara eksplisit dari pendapatan sebelum pajak (Hanlon dan Heitzman, 2010). Beberapa proxy yang biasanya digunakan adalah BTD total, BTD tetap diskresioner, kewajiban pajak kontijensi, dan ETR jangka panjang.

Disisi lain, Gebhart (2017) menunjukkan bahwa studi lain yang menggunakan sampel perusahaan yang dituduh melakukan penampungan pajak mungkin memiliki masalah generalisasi karena bias pemilihan yang terkait dengan sampel tersebut. Lebih lanjut, Hanlon dan Heitzman (2010) menunjukkan bahwa perlindungan pajak dapat dilakukan oleh beberapa perusahaan sebagai upaya terakhir oleh beberapa perusahaan sebagai upaya terakhir untuk mengurangi pajak atau oleh perusahaan lain yang telah menggunakan cara lain untuk menghindari pajak. Dengan demikian, perlindungan pajak menjadi ukuran ekstrim penghindaran pajak yang kemungkinan akan gagal

(5)

menangkap banyak perusahaan lain yang tidak terlibat dalam perlindungan pajak, namun mempratikkan penghindaran pajak.

Tax Shelter Score dapat dikatakan sebagai tempat penampungan pajak dimana mekanisme perlindungan pajaknya memiliki tujuan mengambil keuntungan dari nilai waktu uang serta menciptakan beban bunga sebagai pengurang dari pajak atau penghasilan kena pajak.

Tempat penampungan pajak dapat digunakan oleh beberapa perusahaan sebagai sebuah rencana terakhir untuk mengurangi penghasilan kena pajak dalam melakukan tindakan tax avoidance. Pendekatan tax shelter score digunakan karena mampu menguji batasan legalitas paling baik walaupun tidak sepenuhnya menyiratkan ilegalitas, tax shelter score dijadikan rencana terakhir oleh perusahaan untuk mengurangi kewajiban pajak, dan selanjutnya tax shelter score merupakan ukuran ekstrim tax avoidance yang kemungkinan akan gagal dalam menangkap perusahaan lain yang terlibat dalam tax shelter namun melakukan praktik tax avoidance (Aronmwan dan Okafor, 2019).

Dalam situasi dimana sampel termasuk perusahaan yang dituduh sebagai perusahaan penampungan dan pengendalian pajak, Dunbar et al.

(2010) mengemukakan model prediksi tempat penampungan pajak berdasarkan studi Wilson (2009). Dengan rumus sebagai berikut :

(6)

𝐏. (𝑺𝒉𝒆𝒍𝒕𝒆𝒓) = −𝟒, 𝟑𝟎 + (𝟔, 𝟔𝟑 ∗ 𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑩𝑻𝑫) + (−𝟏, 𝟕𝟐 ∗ 𝐋𝐄𝐕) + (𝟎, 𝟔𝟔 ∗ 𝑺𝑰𝒁𝑬) + (𝟐, 𝟐𝟔 ∗ 𝐑𝐎𝐀) + (𝟏, 𝟓𝟔 ∗ 𝐌𝐍𝐂) + (𝟏, 𝟓𝟔 ∗ 𝐑𝐃)

Keterangan :

P.(Shelter) : Memprediksi kemungkinan aktivitas berlindung Total BTD : Pendapatan sebelum pajak dikurangi estimasi

pendapatan kena pajak, dimana pendapatan kena pajak dihitung dengan meraup jumlah biaya pajak federal dan biaya pajak luar negeri dengan tarif Undang-Undang dan mengurangkan perubahan dalam kerugian operasi bersih yang dibawa kedepan. Total BTD diskalakan dengan total aset di awal tahun

LEV : Hutang jangka panjang yang diukur dengan total aset SIZE : Log dari total aset

ROA : Pendapatan sebelum pajak dibagi dengan total aset MNC : Variabel dikotomis 1 jika pendapatan luar negeri

sebelum pajak lebih besar dari nol, dan 0 jika sebaliknya RD : Total biaya penelitian dan pengembangan yang diukur

dengan total aset pada awal tahun

Penelitian ini juga menggunakan pengukuran lain, yaitu Current- ETR, penggunaan dua model ini dimaksudkan untuk memperkuat model dalam memprediksi temuan penelitian. Menurut Aronmwan dan Okafor

(7)

(2019), Current-ETR adalah mengakomodasikan pajak yang dibayarkan saat ini oleh perusahaan. Perbedaan mendasar model pengukuran dengan menggunakan Current-ETR adalah terletak pada pembilang, yaitu beban pajak saat ini yang dihitung selama satu tahun. Current-ETR dalam penelitian ini akan dihitung dengan rumus yang diperagakan oleh Hanlon dan Heitzman (2010):

𝑪𝒖𝒓𝒓𝒆𝒏𝒕 − 𝑬𝑻𝑹 = 𝑪𝒖𝒓𝒓𝒆𝒏𝒕 𝑻𝒂𝒙 𝑬𝒙𝒑𝒆𝒏𝒔𝒆 𝑷𝒓𝒆 𝑻𝒂𝒙 𝑰𝒏𝒄𝒐𝒎𝒆 Keterangan :

Current-ETR : Effective tax rate berdasarkan jumlah pajak penghasilan badan yang dibayarkan perusahaan pada tahun berjalan.

Current Tax Expense : Jumlah pajak penghasilan badan yang dibayarkan perusahaan i pada tahun t berdasarkan laporan keuangan perusahaan

Pre Tax Income : Pendapatan sebelum pajak untuk perusahaan i pada tahun t berdasarkan laporan keuangan perusahaan

D. Jenis dan Sumber Data

1. Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data sekunder ini merupakan data yang sifatnya mendukung keperluan data primer seperti

(8)

buku-buku, literatur dan bacaan yang berkaitan dan menunjang penelitian ini (Sugiyono, 2017). Data sekunder dalam penelitian ini adalah Annual Report dan Financial Statement perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2016-2018. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :

a. Laporan Laba Rugi 1) Laba Sebelum Pajak

2) Laba Sebelum Bunga dan Pajak 3) Beban Pajak

b. Laporan Posisi Keuangan 1) Total Aset

2) Total Liabilitas

3) Total Liabilitas Jangka Pendek 4) Total Liabilitas Jangka Panjang c. Data Dewan Komisaris

d. Data Dewan Direksi

2. Sumber data yang ada dalam penelitian ini dapat diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia (BEI) berikut link nya www.idx.co.id. Dan juga didapat dari sumber penunjang lainnya, yaitu berupa beberapa jurnal penunjang yang diperlukan dan sumber lain yang dapat digunakan dalam penelitian ini.

(9)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder menggunakan teknik dokumentasi, yaitu dengan cara mempelajari dokumen-dokumen yang ada. Dokumen yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu annual report dan financial statement Perusahaan.

F. Teknik Analisis Data

Analisis penelitian ini digunakan untuk menguji hipotesis. Metode pengujian yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan alat software EViews 10. Adapun tahapan analisis data adalah sebagai berikut : 1. Melakukan tabulasi data penelitian.

2. Melakukan perhitungan kepada masing-masing variabel yang akan diuji.

3. Melakukan uji data melalui model regresi data panel.

Menurut Gujarati (2006) terdapat keuntungan apabila menggunakan data panel, yaitu :

1) Dengan kombinasi time series dan cross section, data panel memberikan data yang lebih informatif, lebih variatif, mengurangi kolinieritas, derajat kebebasan dan efisiensi yang lebih besar.

2) Data panel memungkinkan mempelajari model perilaku yang lebih rumit.

3) Data panel dapat mengurangi bias yang terjadi jika dilakukan uji secara agregat.

(10)

4) Data panel tidak membutuhkan uji ekonometri. Uji ekonometri dilakukan untuk melihat apakah spesifikasi model yang digunakan sudah memenuhi asumsi klasik atau tidak.

Widarjono (2007) menjelaskan bahwa metode regresi data panel memiliki tiga macam estimasi model yang dapat digunakan dalam analisis regresinya yaitu :

a. Metode Common Effect (Pooled Least Square)

Model common effect merupakan pendekatan data panel yang paling sederhana, model ini memperhatikan dimensi individu ataupun waktu sehingga diasumsikan bahwa perilaku antar individu sama dalam berbagai kurun waktu. Model ini memperlakukan semua individu seakan-akan sama, atau bisa dikatakan tidak membeda-bedakan karakteristik tiap individu yang terlihat dari nilai intersepnya yang sama untuk semua individu tersebut. Model ini hanya mengkombinasikan data time series dan croos section dalam bentuk pool, mengestimasinya menggunakan pendekatan kuadrat terkecil/pooled least square. Model ini di formulasikan sebagai berikut (Widarjono, 2007) :

𝑌𝑖𝑡 = 𝛽0+ 𝛽1𝑋1𝑖𝑡+ 𝛽2𝑋2𝑖𝑡+ 𝜀𝑖𝑡 Keterangan :

β0 : Koefisien intersep yang merupakan skalar β12 : Koefisien slope atau kemiringan

Yit : Variabel terikat untuk individu ke-i dan waktu ke- t

(11)

X1it,X2it : Variabel bebas individu ke-i dan waktu ke-t εit : Komponen error individu ke-i pada periode ke-t

Metode PLS mengasumsikan intersept dan slope koefisien adalah identik atau bisa dikatakan perlakuannya sama untuk semua sampel cross section atau perusahaan sehingga kurang mampu untuk dapat menggambarkan kondisi sesungguhnya.

b. Metode Fixed Effect Model (FEM)

Salah satu model estimasi yang bisa digunakan pada model regresi data panel adalah fixed effect model (FEM). Metode FEM hadir dalam mendukung sebuah pernyataan yang mengatakan bahwa perilaku masing-masing perusahaan (cross section) tentu memiliki perbedaan. Dalam pendekatan ini mengasumsikan bahwa intersep antar cross section adalah berbeda namun slope nya tetap sama. Teknik estimasi data panel dengan metode FEM menggunakan variabel dummy (variabel boneka) yang memiliki nilai 0 apabila tidak terdapat pengaruh dan nilai 1 apabila variabel memiliki pengaruh. Fungsi variabel dummy yaitu untuk menangkap adanya perbedaan intersep antar cross section. Pemodelan ini sering disebut sebagai least square dummy variabel (LSDV). Persamaan LSDV dapat ditulis :

(12)

𝑌𝑖𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1𝑋1𝑖𝑡+ 𝛽2𝑋2𝑖𝑡+ 𝛽3𝐷1𝑖𝑡+ 𝛽4𝐷2𝑖𝑡+ 𝛽5𝐷3𝑖𝑡+ 𝜀𝑖𝑡 Keterangan :

β0 : Koefisien intersep yang merupakan skalar β12 : Koefisien slope atau kemiringan

Yit : Variabel terikat untuk individu ke-i dan waktu ke-t

X1it,X2it : Variabel bebas individu ke-i dan waktu ke-t D1,D2,D3 : Nilai 1 untuk cross section yang berpengaruh

dan nilai 0 untuk cross section yang tidak berpengaruh

εit : Komponen error individu ke-i pada periode ke-t

Penambahan variabel dummy mungkin relatif sederhana, akan tetapi hasil estimasi akan relatif kompleks jika menggunakan jumlah cross section yang banyal. Permasalahan heterokedastisitas yang menyebabkan data menjadi bias dalam data panel seringkali muncul. Penggunaan metode Generalized Least Square (GLS) merupakan metode yang umum digunakan untuk dapat mengatasi permasalahan tersebut.

c. Metode Random Effect Model (REM)

Metode random effect model (REM) menggunakan pendekatan variabel gangguan (error term) untuk dapat mengetahui

(13)

hubungan antar cross section dan time series. Cara ini cenderung melihat perubahan antar individu dan antar waktu.

Model ini berbeda dengan fixed effect model (FEM) yang mana model fixed effect model (FEM) dengan tambahan variabel dummy dapat mengurangi banyaknya degree of freedom yang akhirnya mengurangi efisiensi parameter yang diestimasi. Sehingga metode random effect model (REM) hadir dengan menyempurnakan fixed effect model (FEM). Pembentukan struktur model REM sebagai berikut :

𝑌𝑖𝑡 = 𝛽0+ 𝛽1𝑋1𝑖𝑡+ 𝛽2𝑋2𝑖𝑡+ 𝜀𝑖𝑡 Dimana :

β0 dalam model ini tidak tetap (nonstokastik) tetapi bersifat acak atau random.

Sehingga dapat ditulis :

β0 = β^ + μi dimana, i = 1,2,..., n μi adalah random error term Dalam hal ini variabel error term (μi) memiliki karakteristik sebagai berikut :

E (μi) = 0 dan var (μi) = 𝛿𝜇2

Sehingga E (βμi) = βμ^ dan var (βμi) = 𝛿𝜇2

Substitusi dari kedua persamaan akan menghasilkan persamaan baru sebagai berikut :

(14)

𝑌𝑖𝑡 = (𝛽^0+ 𝜇𝑖) + 𝛽1𝑋1𝑖𝑡+ 𝛽2𝑋2𝑖𝑡+ 𝜀𝑖𝑡 𝛽^0+ 𝛽1𝑋1𝑖𝑡+ 𝛽2𝑋2𝑖𝑡+ (𝜀𝑖𝑡+ 𝜇𝑖) 𝛽^0+ 𝛽1𝑋1𝑖𝑡+ 𝛽2𝑋2𝑖𝑡+ 𝑣𝑡

𝑣𝑡= 𝜀𝑖𝑡 + 𝜇𝑖

Berdasarkan persamaan tersebut maka terdapat dua komponen variabel gangguan yaitu εit dan μi. Variabel εit adalah variabel gangguan secara keseluruhan untuk time series, sedangkan μi adalah variabel gangguan untuk cross section. Namun seringkali antar variabel gangguan saling berkorelasi atau saling berhubungan.

Penyelesaian masalah korelasi antar error term pada model REM dapat diatasi dengan metode Generalized Least Square (GLS).

4. Pemilihan model regresi data panel

Dalam pemilihan model pada regresi data panel dapat diawali dengan menetapkan model awal terlebih dahulu. Penetapan model awal dapat didasarkan pada bagaimana individu (cross section) diambil. Akan tetapi jika individu diambil dengan dipilih atau ditentukan oleh peneliti, maka model awalnya adalah fixed effect model. Bila individu diambil secara acak, maka model yang digunakan adalah random effect model (Baltagi, 2008).

Dalam penelitian ini kategori individu (cross section) dipilih melalui kategori peneliti, sehingga model awal yang ditetapkan adalah fixed effect model. Jika model awal yang terpilih adalah fixed effect

(15)

model, maka akan dilakukan uji chow untuk memilih antara pooled regression/common effect model dengan fixed effect model. Jika model yang terpilih adalah fixed effect model, maka akan dilakukan pengujian untuk memilih antara fixed effect model dengan random effect model melalui uji hausman,

Ketika model yang terpilih adalah fixed effect model, maka akan dilakukan pemeriksaan beberapa asumsi klasik yang ada pada regresi panel dengan metode estimasi ordinary least square. Jika model yang terpilih adalah random effect model, maka tidak diperlukan adanya uji asumsi klasik karena model estimasi yang digunakan adalah generalized least square (GLS). Asumsi yang terpenting dalam model ini adalah tidak terdapat korelasi atau hubungan antar error dari masing-masing individu dengan variabel independen dalam model (Gujarati, 2006).

Kemudian setelah menentukan model yang digunakan, baru akan dilakukan uji model (goodness of fit test) seperti uji simultan (uji F) dan uji parsial (uji t).

1) Melakukan Uji Chow

Uji chow digunakan untuk dapat memilih model regresi data panel yang terbaik diantara common effect model (CEM) atau fixed effect model (FEM). Caranya dengan melihat koefisien determinasi (R2) dan nilai DW-statistics. Nilai yang tinggi dari dua pengujian tersebut akan dapat mengindikasikan model terbaik, apakah menggunakan metode common effect model (CEM) atau fixed effect

(16)

model (FEM). Adapun hipotesis dari pengujian ini restricted F-Test yaitu :

H0 : common effect model (CEM)... Menerima H0

Ha : fixed effect model (FEM) ... Menolak H0

Uji Chow dirumuskan :

𝐶ℎ𝑜𝑤 =(RSS − URRS)/(N − 1) URSS/(NT − N − K) Keterangan :

RRSS : restricted residual sums of squares (merupakan Sum of Square Residual yang diperoleh dari estimasi data panel dengan metode pooled least square/common intercept)

URSS : unrestricted residual sums of square (merupakan Sum of Square Residual yang diperoleh dari estimasi data panel dengan metode fixed effect) N : jumlah data cross section

T : jumlah data time series K : jumlah variabel penjelas

Menurut Baltagi (2008), cara untuk melihat hasil uji chow adalah dengan melihat nilai probabilitas chi square. Jika nilai probabilitas chi square > taraf signifikansi, maka menolak H1 atau model yang digunakan adalah model common effect. Sebaliknya jika nilai probabilitas chi square < taraf signifikansi, maka H1 diterima atau model yang digunakan adalah fixed effect model.

(17)

2) Melakukan Uji Hausman

Uji hausman bertujuan untuk memilih model yang terbaik antara fixed effect model (FEM) atau random effect model (REM).

Uji ini menguji apakah terdapat hubungan antara error pada model dengan salah satu variabel independen dalam model. Prosedur untuk pengujian hausman adalah sebagai berikut :

H0 : random effect model (REM) H1 : fixed effect model (FEM)

Cara memilih model terbaik yaitu dengan cara melihat chi square statistic. Jika nilai probabilitas uji hausmann < taraf signifikansi, maka H1 diterima atau model yang tepat adalah fixed effect model. Begitupun sebaliknya, jika nilai probabilitas uji hausmann > taraf signifikansi, maka menolak H1 atau model yang digunakan adalah random effect model (Baltagi, 2008).

5. Melakukan pengujian asumsi klasik 1) Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam persamaan regresi terdapat variabel independen yang saling berkorelasi. Menurut Ghozali (2016), uji multikolinieritas dilihat dari nilai tolerance, dan lawannya serta Variance Inflation Factor (VIF) dimana kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel bebas manakah yang dijelaskan oleh variabel bebas lainnya, dimana jika

(18)

nilai tolerance lebih dari 0,1 dan nilai VIF kurang dari 10 maka penelitian yang dilakukan terbebas dari multikolinieritas. Pengujian ini dilakukan guna menguji apakah model regresi yang ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik dalam uji ini adalah yang tidak terjadi korelasi antar variabel independen.

2) Uji Heteroskedastisitas

Ghozali (2016) menyatakan bahwa uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengataman ke pengamatan lainnya. Dimana jika varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lainnya berbeda maka disebut heteroskedastisitas dan jika tetap maka disebut homoskedastisitas. Model regresi yang baik dalam uji ini adalah yang homokedastisitas, yaitu jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap.

Permasalahan terkait heteroskedastisitas pada data panel dapat dihilangkan dengan memberikan White’s robbust errors, atau pada aplikasi Eviews 10 disebut juga White Standard errors.

Masalah heteroskedastisitas akibat heterogenitas cross section dapat ditangani dengan menggunakan White cross section standard errors, karena metode ini mengijinkan varian residual yang berbeda untuk setiap komponen cross section. Periode penelitian yang

(19)

pendek pada data panel menyebabkan kesulitan dalam mendeteksi, apakah heteroskedastisitas berasal dari heterogenitas antar individu atau waktu. Sehingga untuk model data panel dengan periode yang pendek, digunakan White’s diagonal standard error covariance.

Regresi yang didapatkan dengan melakukan langkah ini dapat memberikan hasil estimasi yang efisien dan konsisten.

Cara mendeteksi heteroskedastisitas ada beberapa cara, bergantung pada jenis software yang digunakan. Berikut hipotesis yang dibentuk dalam uji heteroskedastisitas :

H0 : Homokedastisitas : Jika Fstat (hitung) > Ftabel (0,05)

Ha : Heteroskedastisitas : Jika Fstat (hitung) < Ftabel (0,05)

Jika hasil uji adalah tolak H0, maka terima Ha atau ada heteroskedastisitas dalam model, dengan kata lain tidak ada cukup bukti untuk menolak bahwa pada data tidak terdapat heteroskedastisitas (Nachrowi, 2006).

3) Uji Normalitas

Menurut Ghozali (2016), uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel dependen dan independen dalam regresi tersebut terdistribusi secara normal. Uji normalitas pada penelitian ini didasarkan pada uji statistik sederhana dengan melihat nilai kurtosis dan skewness untuk semua variabel dependen dan independen. Data terdistribusi secara normal atau tidak dapat

(20)

diketahui dengan melihat grafik normal P plot of regression statistics. Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data atau titik pada sumbu diagonal dari grafik.

Apabila titik menyebar di sekitar garis diagonal, maka model regresi telah memenuhi asumsi normalitas.

Untuk menghindari adanya kesalahan uji grafik ini dilengkapi dengan uji statistik yaitu dengan menggunakan uji data statistik Kolomogrov-smirnov (K-S). Dasar pengambilan keputusan pada suatu sampel Kolomogrov-smirnov adalah dengan melihat nilai probabilitas signifikansi data residual. Jika nilai probabilitas < 0,5 maka variabel tidak terdistribusi secara normal. Begitupun sebaliknya, apabila nilai probabilitas > 0,5 maka variabel terdistribusi secara normal (Ghozali, 2016).

4) Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui korelasi antara residual (anggota) pada serangkaian observasi tertentu dalam suatu periode tertentu. Dalam model regresi linear berganda juga harus bebas dari autokorelasi. Ada berbagai metode yang digunakan untuk menguji ada tidaknya gejala autokorelasi. Dalam penelitian ini digunakan metode uji Durbin Watson. Menurut Durbin Watson, besarnya koefisien Durbin Watson adalah 0 s/d 4. Kalau koefisien Durbin Watson sekitar 2, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada

(21)

korelasi, sedangkan kalau besarnya mendekati 0, maka terdapat autokorelasi positif dan jika besarnya mendekati 4, maka terdapat autokorelasi (Gujarati, 2006). Pengujian autokorelasi dilakukan dengan metode Durbin Watson (DW-test). Hipotesis yang akan diuji adalah :

H0 : Tidak ada autokorelasi Ha : Ada autokorelasi

6. Melakukan pengujian hipotesis

Setelah diperoleh model terbaik, selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis dengan melakukan uji t parsial, uji F, dan uji koefisien determinasi (R2). Uji signifikansi secara parsial dilakukan dengan menggunakan uji t dengan tujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh masing-masing variabel independen secara parsial dalam menerangkan variabel dependen.

Uji signifikansi model secara keseluruhan dapat dilakukan dengan uji F. Uji F bertujuan untuk melihat ada tidaknya pengaruh antar variabel independen terhadap variabel dependen. Sedangkan koefisien determinasi (R2) adalah salah satu bentuk nilai statistik yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan pengaruh antara dua variabel. Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat.

Adapun pengujian yang dilakukan antara lain :

(22)

a. Uji parsial (Uji-t)

Uji statistik t pada dasarnya menujukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat (Kuncoro, 2003). Dan juga digunakan untuk melihat signifikansi pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen dengan asumsi variabel lain yang dianggap konstan. Untuk menguji pengaruh antar variabel independen, maka harus dilakukan dengan membandingkan antara t-hitung dengan t-tabel.

Menurut Widarjono (2007) untuk nilai t-tabel dapat diperoleh dengan cara melihat tabel distribusi t untuk α=0,05 dengan derajat kebebasan n-k. Sedangkan untuk memperoleh t-hitung dapat dilakukan dengan cara melihat t-statistik dalam hasil regresi Eviews 10 atau bisa dengan menggunakan rumus :

𝑡 =𝛽̂2− 𝛽2 𝑠𝑒(𝛽̂2)

Adapun langkah-langkah dalam pengujian ini adalah :

1) Memformulasikan hipotesis nihil (H0) dan hipotesis alternatif (Ha), yaitu :

H0 : βi = 0 (variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen)

Ha : βi ≠ 0 (variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen)

(23)

2) Menentukan taraf signifikansi α=0,10 dan derajat bebas (db)=(n-k), dimana n adalah jumlah variabel bebas dengan uji two tailed test.

3) Menghitung nilai dengan rumus : 𝑡 =𝛽̂2− 𝛽2 𝑠𝑒(𝛽̂2) Dimana :

β2 : Koefisien estimasi βi : Koefisien regresi

Se : Standard error koefisien regresi 4) Membandingkan t-hitung dengan t-tabel

a) Jika t-hitung < t-tabel maka H0 diterima dan Ha ditolak, yang berarti bahwa variabel independen tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen.

b) Jika t-hitung > t-tabel maka H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa variabel independen tmempunyai pengaruh terhadap variabel dependen.

Akan tetapi taraf signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0.1 atau 10% dikarenakan menurut Brooks (2014), menjelaskan bahwasanya taraf batas atau signifikansi itu tidak ada batasannya, namun yang sering digunakan adalah 1 - 5% nilai ini biasanya sering digunakan untuk bidang keilmuan, akan tetapi sejatinya tidak ada batasan yang sesuai dengan bidang yang diteliti.

Sedangkan untuk bidang sosial dan humaniora biasanya

(24)

menggunakan taraf signifikansi 10%, dikarenakan taraf signifikansi tersebut masih bisa dikatakan signifikan, diatas nilai tersebut maka tidak dikatakan signifikan.

b. Uji Simultan (Uji-F)

Uji signifikansi simultan digunakan untuk melihat hubungan atau pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Widarjono, 2007). Untuk nilai F-tabel dapat diperoleh dengan melihat tabel distribusi f dengan α=0,05 dengan derajat kebebasan df1=k-1 dan df2=n-k. Sedangkan untuk memperoleh f-hitung dapat dilakukan dengan melihat f-statistik dalam hasil regresi Eviews atau dapat menggunakan rumus :

𝐹 =𝐸𝑆𝑆/𝑑𝑓

𝑅𝑆𝑆/𝑑𝑓 = 𝐸𝑆𝑆/(𝑙 − 1) 𝑅𝑆𝑆/(𝑛 − 𝑘)

Menurut Widarjono (2007) untuk membuktikan hipotesis pertama digunakan uji F (uji simultan), yaitu untuk mengetahui apakah variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel terikat. Adapun langkah-langkah dalam melakukan uji-F adalah sebagai berikut :

1) Membuat hipotesis nihil (H0) dan hipotesis alternatif (Ha), yaitu :

H0 : β0= β1= β2= βk=0

Berarti variabel independen tidak memiliki pengaruh terhadap variabel dependen.

(25)

Ha : H0 = Tidak Benar

Berarti variabel independen memiliki pengaruh terhadap variabel dependen.

2) Menentukan taraf siginifikansi α=5% dengan df (n-k-1) 3) Menghitung f-hitung dengan rumus :

𝑅2/𝑘

(1 − 𝑅2)/𝑛 − 𝑘 − 1 4) Membandingkan F-hitung dengan F-tabel

a) Jika F-hitung < F-tabel maka H0 diterima dan Ha ditolak, yang berarti variabel independen secara simultan tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen.

b) Jika F-hitung > F-tabel maka H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti variabel independen secara simultan mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen.

Akan tetapi taraf signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0.1 atau 10% dikarenakan menurut Brooks (2014), menjelaskan bahwasanya taraf batas atau signifikansi itu tidak ada batasannya, namun yang sering digunakan adalah 1 - 5% nilai ini biasanya sering digunakan untuk bidang keilmuan, akan tetapi sejatinya tidak ada batasan yang sesuai dengan bidang yang diteliti.

Sedangkan untuk bidang sosial dan humaniora biasanya menggunakan taraf signifikansi 10%, dikarenakan taraf signifikansi tersebut masih bisa dikatakan signifikan, diatas nilai tersebut maka tidak dikatakan signifikan.

(26)

c. Koefisien determinasi

Koefisien determinasi (R2) adalah salah satu bentuk nilai statistik yang dapat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan pengaruh antara dua variabel. Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai koefisien determinasi (R2) menunjukkan prosentase variasi nilai variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh persamaan regresi yang dihasilkan. Bila nilai R2 semakin mendekati 1, maka semakin tepat suatu garis regresi yang digunakan sebagai pendekatan. Sebaliknya apabila semakin kecil nilai, maka semakin tidak tepat garis regresi tersebut mewakili data dari hasil observasi.

Jika nilai R2 sama dengan 1, maka pendekatan tersebut terdapat kecocokan sempurna dan jika nilai R2 sama dengan 0, maka tidak ada kecocokan pendekatan. Selain itu, koefisien determinasi (R2) ini juga untuk mengukur besarnya kontribusi (prosentase) dari jumlah variabel dependen yang diterangkan oleh regresi atau untuk mengukur besarnya sumbangan dari variabel independen terhadap naik turunnya nilai variabel dependen. Sedangkan koefisien korelasi dapat dihitung dengan cara menarik akar dari koefisien determinasi.

Koefisien korelasi ini digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel dan mengetahui arah hubungan antara dua variabel, dimana batas-batasnya ditentukan oleh -1 ≤ r ≤ 1. Bila

(27)

r = 0 atau mendekati 0, maka hubungan antara kedua variabel sangat lemah atau tidak ada hubungan sama sekali.

Bila r = +1 atau mendekati 1, maka korelasi antara variabel dikatakan positif dan sangat kuat. Tanda positif (+) menyatakan bahwa korelasi antara dua variabel adalah searah, artinya kenaikan nilai X terjadi bersama-sama dengan kenaikan nilai Y, sedangkan apabila nilai r = -1 atau mendekati -1, maka korelasi sangat kuat dan negatif. Tanda negatif (-) menyatakan bahwa kenaikan nilai X terjadi bersama-sama dengan penurunan nilai.

Referensi

Dokumen terkait

Menggunakan penerangan alami melalui bukaan-bukaan pada bangunan serta penerangan buatan dengan listrik yang diperoleh dari SDP yang merupakan panel distribusi

Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa Pendidikan Agama Katolik pada SMA Negeri di Kota Pontianak berdampak positif bagi perilaku siswa jika dalam proses belajar

Dan Masjid Darussalam Dusun Krajan Desa Sruni, metode yang digunakan dalam penentuan arah kiblatnya adalah dengan perkiraan (hanya menunjuk arahnya saja).. Serta Masjid

Berdasarkan analisis data diperoleh kesimpulan bahwa evaluasi pelaksanaan program rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni di Jorong Kandang Melabung Nagari

 Dengan adanya dukungan dana dari pemerintah pusat dalam bentuk transfer, pemerintah daerah dapat memanfaatkan modal dasar yang telah dimiliki oleh pemerintah

Berdasarkan permasalahan yang diajukan dalam penelitian yang lebih mengutamakan pada peningkatan hasil belajar siswa, aktifitas guru dalam pembelajaran, dan respon

Atas dasar tersebut penulis ingin mencoba untuk melakukan sebuah penelitian tentang imobilisasi sel Saccharomyces cerevisiae menggunakan kalsium alginat-kitosan dalam

Dengan demikian, bahwa peristiwa hukum tersebut dapat dijadikan sebagai dasar hukum dalam penerapan pembalikan beban pembuktian dalam sistem peradilan hukum pidana Islam, di