Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien dengan Gangguan Kardiovaskuler:
Congestive heart failure, di Ruang Rawat Kardiovaskuler, Lantai 6 Zona B, RS. Dr. Cipto Mangunkusumo, Tahun 2013
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
LAILA HASANAH 0706270794
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS
DEPOK
JULI 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien dengan Gangguan Kardiovaskuler:
Congestive heart failure, di Ruang Rawat Kardiovaskuler, Lantai 6 Zona B, RS. Dr. Cipto Mangunkusumo, Tahun 2013
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners
LAILA HASANAH 0706270794
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS
DEPOK
JULI 2013
Kata Pengantar
Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ners ini dengan baik. Karya ilmiah akhir ners ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu mata kuliah di semester genap pada program profesi ners Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Karya ilmiah akhir ners ini dapat saya selesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan dorongan semangat yang tak terhingga. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuti Nuraini, S.Kp., M.Biomed sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia memberikan pengarahan dan bimbingan kepada saya selama penyusunan tugas akhir ini.
2. Ns. Yeane Anastania, S.Kep sebagai clinical instruction (CI) di lahan praktek selama saya bertugas di lantai 7 zona A instalasi penyakit dalam, RS. Dr. Cipto Mangunkusumo.
3. Kuntarti, S.Kp., M.Biomed sebagai pembimbing akademis saya selama ini yang telah banyak memberikan dukungan kepada saya selama perkuliahan program sarjana sampai dengan program ners saat ini.
4. Orang tua tercinta, Bapak H.Toton Suhendi, SH dan Ibu Hj.Ratu Eti Rohaeti, yang senantiasa memberikan doa dan dukungan untuk terus belajar kepada semua anak-anaknya.
5. Kakak pertama saya dr. Muhammad Syaifullah, Sp.P yang selalu memberikan bantuan, perhatian, dan motivasi agar saya dapat menyelesaikan studi profesi ners ini.
6. Kakak kedua dan ketiga saya, Saadiatul Munawwaroh, S.Pd dan
Muhammad Abdul Hadi, S.Si, yang memberikan saya motivasi untuk
terus bekerja dan melanjutkan pendidikan serta menjadi perawat yang baik.
7. Kakak keempat dan kelima saya, Amaliah Hasanah, S.Hum, dan Siti Chodijah, S.Si, yang memberikan semangat kepada saya untuk selalu sabar dan bersemangat dalam menghadapi kehidupan.
8. Kakak keenam dan ketujuh saya, Latifah, S.Farm, Apt., dan Muhammad Hidayatullah, S.Pd, yang selalu memberikan suasana yang meriah dan kekeluargaan di rumah.
9. Abduh Rasyid Rasanjani yang selalu sabar, setia, dan selalu memberikan motivasi kepada saya.
10. Rekan-rekan perawat RSCM lantai 7 Zona A, yang telah sangat banyak memberikan berbagi pengalaman klinik kepada saya.
11. Teman-teman program profesi ners angkatan 2012 yang telah memberikan banyak kenangan selama dinas.
12. Teman-teman regular angkatan 2007 yang terus mendukung saya sampai akhirnya menyelesaikan program studi ners ini.
Saya menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Besar pula harapan saya agar tugas akhir ini dapat menjadi dasar bagi penelitian yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan masyarakat.
Depok, Juli 2013
Penulis
Abstrak
Nama : Laila Hasanah
Program studi : Ilmu Keperawatan
Judul penelitian : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien dengan Gangguan Kardiovaskuler: Congestive heart failure, di Ruang Rawat Kardiovaskuler, Lantai 6 Zona B, RS.
Dr. Cipto Mangunkusumo, Tahun 2013
Congestive heart failure merupakan suatu sindrom kompleks yang disebabkan karena gangguan dari struktur maupun fungsi jantung sehingga mengakibatkan gangguan fungsi pompa jantung sebagai pendukung sirkulasi fisiologi manusia. Sindrom heart failure dapat ditandai dengan adanya keluhan sesak nafas, kelelahan, dan terjadinya retensi cairan. Pasien congestive heart failure dengan keluhan sesak nafas akan mengalami perburukan kondisi yang cepat dan tak terkira jika tidak segera ditangani. Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk menganalisa pengaruh pemberian posisi semi fowler untuk mengurangi sesak nafas pada pasien congestive heart failure. Metode: Studi kasus dilakukan dengan pendekatan evidence based practice. Implementasi dilakukan selama pasien mengeluhkan adanya sesak. Hasil:
Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi penurunan keluhan sesak yang dilaporkan oleh pasien selama pemberian posisi semi fowler. Kesimpulan: Pemberian posisi semi fowler mampu menurunkan keluhan sesak pada pasien yang ditunjukan dengan adanya perubahan laju pernafasan menjadi mendekati nilai normal (20-24 x/menit)
Kata kunci: Congestive heart failure, sesak nafas, posisi semi fowler.
Abstract
Name : Laila Hasanah
Study Program : Nursing Science
Title : Analysis of Clinical Nursing Practice of Urban Public Health in Patien of Congestive heart Failure in Cardiovasculer Room Care Floor 6 Zone B, RS. Dr. Cipto Mangunkusumo
Congestive heart failure is a complex syndrome that can result from any structural or fuctional cardiac disorder that impairs the ability of the heart to function as a pump to support a physiological circulation. The syndrome of heart failure is characterized by symptoms such as breathlessness, fatigue, and fluid retention. Patients who have congestive heart failure with breathlessness, they may worsen rapidly and unpredictably if they not have quick treatment. Purpose: Aim of study is to analyzing the effect of semi fowler position to reduce breathlessness from patients who have congestive heart failure. Methode: The case study conducted by evidence based practice approach. Implementation is done for patients with breathlessness. Result: The results showed that the decrease of breathlessness were report by the patient during administration of semi fowler position. Conclusion: Giving semi fowler position can reduce breathlessness of the patients indicated by change in respiratory rate to near normal value (20-24 x/minute)
Keywords: Congestive heart failure, breathlessness, semi fowler position.
DAFTAR ISI
Halaman Judul……….. i
Halaman Pernyataan Orisinalitas………. ii
Halaman Pengesahan………... iii
Kata pengantar………. iv
Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi……….... vi
Abstrak……….... vii
Daftar Isi……….. ix
Daftar Tabel………. xi
Daftar Gambar………. xii
Daftar Lampiran……….. xiii
Bab I Pendahuluan………. 1
1.1 Latar Belakang………... 1
1.2 Perumusan Masalah………... 2
1.3 Tujuan Penulisan……… 3
1.4 Manfaat Penulisan………... 3
Bab II Tinjauan Pustaka………... 4
2.1 Anatomi Fisiologi Jantung………... 4
2.2 Definisi Congestive Heart Failure (CHF)………. 6
2.3 Etiologi………... 6
2.4 Patofisiologi……….... 7
2.5 Tanda, Gejala dan Klasifikasi CHF……… 8
2.6 Manifestasi Klinis CHF………... 9
2.7 Gagal Jantung Kanan………... 9
2.8 Gagal Jantung Kiri………. 10
2.9 Pemberian Posisi pada Pasien Gagal Jantung……… 11
Bab III Pembahasan Kasus………..………. 12
3.1 Pengkajian……….. 12
3.2 Analisa Data………... 18
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan………... 21
3.4 Evaluasi keperawatan………. 33
Bab IV Analisis Situasi………... 40
4.1 Profil Lahan Praktek………... 40
4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP……… 40
4.3 Analisis Pemberian Posisi Semi Fowler pada Kondisi Dispnea………. 42
4.4 Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan………. 43
Bab V Penutup……… 44
5.1 Kesimpulan……….. 44
5.2 Saran……… 44
Daftar Pustaka………. 45
DAFTAR TABEL
Tabel 2.5 Tanda, Gejala dan Klasifikasi CHF……….. 8
Tabel 2.6 Manifestasi Klinis CHF……… 9
Tabel 3.1 Terapi obat dan Hasil Laboratorium………. 16
Tabel 3.2 Analisa Data……….. 18
Tabel 3.3 Rencana Asuhan Keperawatan……… 21
Tabel 3.4 Evaluasi Keperawatan……….. 31
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Letak jantung pada manusia... 4
Gambar 2 Anatomi organ jantung... 4
Gambar 3 Pembagian ruang jantung... 5
Gambar 4 Posisi fowler dan semi fowler………. 11
Gambar 5 Gravity balance chair……….. 41
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Catatan Perkembangan Tn.A
Lampiran 2 Biodata Penulis
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gagal jantung merupakan suatu kondisi akhir dari perburukan fungsi jantung. Kondisi ini sering disebut gagal jantung kongestif yaitu suatu kondisi ketidak mampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan O2 dan nutrisi (Brunner And Suddarth, 2002). Penyakit ini menjadi epidemis di seluruh dunia dengan peningkatan insidensi yang cepat dalam dua dekade terakhir. Hal ini terbukti dengan terus bertambahnya tingkat hospitalisasi pasien gagal jantung, meningkatnya kematian yang berkaitan dengan gagal jantung, serta membesarnya biaya pengobatan dan penanganan gagal jantung itu sendiri.
Menurut data WHO tahun 2008 dilaporkan bahwa sekitar lebih dari 6 juta jiwa penduduk di Amerika teridentifikasi penyakit Congestive Heart Failure (CHF) dan diperkirakan lebih dari 15 juta kasus baru gagal jantung setiap tahunnya diseluruh dunia. Insiden penyakit ini meningkat sesuai dengan usia, berkisar kurang dari l % pada usia kurang dari 50 tahun hingga 5% pada usia 50-70 tahun dan 10% pada usia 70 tahun ke atas. Penyakit gagal jantung sangatlah buruk jika penyebab yang mendasarinya tidak segera ditangani dikarenakan hampir 50% penderita gagal jantung meninggal dalam kurun waktu 4 tahun dan 50% penderita stadium akhir meninggal dalam kurun waktu 1 tahun. Prosentase penyebab gagal jantung terbanyak adalah ischemic heart disease (65%), penyakit jantung hipertensif (10%), penyakit katup jantung dan murmur (10%), kardiomiopati (10%), miokarditis (2%), serta efusi/
konstriksi perikard (1%).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menemukan beberapa hal penting:
Penyebab kematian tertinggi adalah stroke (15,4%), diikuti penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya (9,7%), tuberculosis (7,5%), hipertensi (6,8%), cedera akibat kecelakaan (6,5%), perinatal (6,0%), diabetes mellitus (5,7%), tumor (5,7%), penyakit hati (5,2%), dan penyakit saluran nafas bawah (5,1%).
Prevalensi hipertensi umur > 18 tahun di Indonesia mencapai 31,7%, tetapi tak lebih dari seperempat kasus yang terdiagnosis dan mendapat terapi. Prevalensi diabetes mencapai 5,7%, namun sebagian besar baru terdiagnosis saat penelitian dilakukan. Tingginya prevalensi hipertensi dan diabetes, serta rendahnya proporsi kasus yang ditangani dengan
baik, adalah cermin pelayanan kesehatan yang kurang baik, khususnya pengendalian penyakit tidak menular di Indonesia.
Rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pola hidup sehat untuk mencegah penyakit kardiovaskuler:
Hanya setengah penduduk yang menjalani aktifitas fisik teratur.
Meskipun konsumsi makanan berlemak relativ rendah (12,8%), tetapi tidak lebih dari 10% penduduk yang makan buah dan sayur lima porsi per hari sesuai anjuran WHO.
Seperempat penduduk mengkonsumsi makanan asin setiap hari, memicu tingginya prevalensi hipertensi.
Hampir seperlima penduduk dewasa tergolong kegemukan dan obese. Kondisi ini tentu memicu sindrom metabolic dengan berbagai konsekuensinya.
Indonesia merupakan pasar rokok terbesar ketiga dunia. Tercatat bahwa laki-laki dewasa perokok mencapai 54,1% dan perempuan perokok 2,6%. Hal ini tentu saja akan menjadi faktor pemicu terjadinya hipertensi.
Dari berbagai data diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa penyakit kardiovaskuler, merupakan salah satu penyakit pembunuh nomer satu di Indonesia. Dalam tahap selanjutnya jika penyakit kardiovaskuler tidak ditangani sejak dini maka akan sangat mungkin mengganggu kerja jantung hingga terjadilah berbagai komplikasi dari gagal jantung.
1.2 Perumusan Masalah
Jantung dan paru-paru memiliki kesamaan peran yaitu sebagai sistem sirkulasi darah dalam tubuh, maka pada saat terjadi gangguan pada jantung akan sangat beresiko terganggunya fungsi paru-paru salah satunya adalah fungsi pernafasan. Manifestasi klinis, sebagaimana yang kita ketahui, akan menyebabkan seseorang dengan penyakit gagal jantung akan merasakan sesak (dyspnea) pada malam hari atau yang biasa disebut dengan Paroxysmal Nokturnal Dispnea (PND). Dapat pula terjadi sesak pada saat posisi berbaring yang dikenal dengan istilah ortopnea. Mengingat manifestasi klinis yang ditimbulkan sangatlah berbahaya jika tidak segera ditangani dengan cepat dan tepat, maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini ke dalam sebuah karya tulis akhir program Ners dengan judul
“Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien dengan Gangguan Kardiovaskuler: Congestive Heart Failure Di Ruang Rawat Kardiovaskuler Lantai 6 Zona B, RS. Dr. Cipto Mangunkusumo , Tahun 2013”.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai tugas akhir dari praktek profesi ners dan untuk menerapkan evidence based yang telah ada terhadap penurunan sesak nafas yang dirasakan oleh klien dengan memberikan posisi semi fowler.
1.4 Manfaat Penulisan
Penulis sangat berharap agar karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, terutama untuk:
a. Lahan Praktek
Perawat ruangan mampu mengaplikasikan intervensi keperawatan serta mengetahui rasional tindakan keperawatan yang diberikan pada klien dengan gagal jantung (CHF) dalam upaya mengurangi keluhan sesak yang dirasakan.
b. Institusi Pendidikan
Melalui penulisan kali ini diharapkan pada institusi pendidikan agar mampu melakukan berbagai penelitian lainnya yang dapat menambah khazanah ilmu keperawatan, khususnya pada pasien dengan gagal jantung.
c. Mahasiswa FIK
Karya ilmiah ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi mahasiswa yang sedang mempelajari asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal jantung.
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi Fisiologi Jantung
Jantung terletak di dalam rongga mediastinum dari rongga dada (toraks), diantara kedua paru. Selaput yang mengitari jantung disebut perikardium, yang terdiri atas 2 lapisan :
Perikardium parietalis, yaitu lapisan luar yang melekat pada tulang dada dan selaput paru.
Perikardium viseralis, yaitu lapisan permukaan dari jantung itu sendiri, yang juga disebut epikardium.
Diantara kedua lapisan selaput tersebut, terdapat sedikit cairan pelumas yang berfungsi mengurangi gesekan yang timbul akibat gerak jantung saat memompa. Cairan ini disebut cairan perikardium.
Gambar 1: Letak jantung pada manusia
Gambar 2: Anatomi organ jantung
Jantung terdiri atas empat ruang, yaitu dua ruang yang berdinding tipis disebut atrium (serambi), dan dua ruang yang berdinding tebal disebut ventrikel (bilik). Atrium kanan berfungsi sebagai penampungan (reservoir) darah yang rendah oksigen dari seluruh tubuh.
Atrium kiri menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru melalui 4 buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke ventrikel kiri, dan selanjutnya ke seluruh tubuh melalui aorta. Kedua atrium tersebut dipisahkan oleh sekat, yang disebut septum atrium.
Fungsi ventrikel kanan yaitu menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke paru- paru melalui arteri pulmonalis. Fungsi ventrikel kiri menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan ke seluruh tubuh melalui aorta. Kedua ventrikel ini dipisahkan oleh sekat yang disebut septum ventrikel.
Gambar 3: Pembagian ruang jantung
Fungsi utama jantung adalah sebagai pompa yang melakukan tekanan terhadap darah agar darah dapat mengalir ke seluruh bagian tubuh melalui pembuluh darah arteri maupun vena. Selain itu jantung juga berfungsi sebagai suatu sistem sirkulasi yang menyediakan oksigen ke seluruh tubuh dan membersihkan tubuh dari hasil metabolisme (karbondioksida).
Jantung melaksanakan fungsi tersebut dengan mengumpulkan darah yang kekurangan oksigen dari seluruh tubuh dan memompanya ke dalam paru-paru, dimana darah akan mengambil oksigen dan membuang karbondioksida. Keadaan ini biasa disebut sebagai sirkulasi paru. Kemudian dilanjutkan dengan sirkulasi sistemik dimana jantung akan mengumpulkan darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan memompanya ke jaringan di seluruh tubuh.
2.2 Definisi Congestive Heart Failure (CHF)
Congestive Heart Failure atau gagal jantung kongestif adalah gangguan multisistem yang terjadi apabila jantung tidak lagi mampu memompa darah yang mengalir ke dalamnya melalui sistem vena (Robbins, 2007).Keadaan ini merupakan keadaan patofisiologis dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Dapat pula digambarkan sebagai suatu keadaan dimana terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya. Gagal jantung merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan adanya gejala gagal jantung seperti: sesak nafas, lelah saat beraktivitas, adanya tanda-tanda retensi cairan seperti kongesti paru atau bengkak di pergelangan kaki, serta adanya bukti objektif kelainan struktur dan fungsi jantung yang didapatkan dari hasil pemeriksaan lanjutan.
2.3 Etiologi
Etiologi dari gagal jantung meliputi : 1. Kelainan Otot Jantung.
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan yang tidak jelas, hipertrofi otot jantung tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya akan terjadi gagal jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Keadaan ini berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang biasanya terlihat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung (misalnya stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (misalnya tamponade perikardium, perikarditas konstriktif, atau stenosis katup AV), atau pengosongan jantung abnormal (misalnya insufisiensi katup AV). Peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah sistemik (hipertensi “Maligna”) dapat menyebabkan gagal jantung meskipun tidak ada hipertropi miokardial.
6. Faktor Sistemik
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam, tirotoksikosis), hipoksia, dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk mcmenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Disritmia jantung yang dapat terjadi dengan sendirinya secara sekunder akibat gagal jantung, menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung.
2.4 Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x Volume sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. Tetapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor : preload, kontraktilitas, dan afterload.
Preload adalah sinonim dengan hukum Starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
Afterload mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol.
Pada gagal jantung jika satu atau lebih dari ketiga faktor tersebut terganggu, hasilnya curah jantung berkurang. Kemudahan dalam menentukan pengukuran hemodinamika melalui prosedur pemantauan invasif telah mempermudah diagnosa gagal jantung kongestif dan mempermudah penerapan terapi farmakologis yang efektif.
2.5 Tanda, Gejala dan Klasifikasi CHF
Menurut New York Heart Association (NYHA), CHF diklasifikasikan sebagai berikut:
Kelas I Berupa penyakit ringan dan masih dapat melakukan aktivitas biasa.
Ketika melakukan aktivitas biasa tidak menimbulkan gejala lelah, palpitasi, sesak nafas atau angina.
Kelas II Aktivitas fisik sedikit terbatas. Ketika melakukan aktivitas biasa dapat menimbulkan gejala lelah, palpitasi, sesak nafas atau angina tetapi akan merasa nyaman ketika istirahat.
Kelas III Ditandai dengan keterbatasan-keterbatasan dalam melakukan aktivitas. Ketika melakukan aktivitas yang sangat ringan dapat menimbulkan lelah, palpitasi, sesak nafas.
Kelas IV Keluhan-keluhan seperti gejala isufisiensi jantung atau sesak nafas sudah timbul pada waktu pasien beristirahat. Keluhan akan semakin berat pada aktivitas ringan.
2.6 Manifestasi Klinis CHF
Gambaran klinis gagal jantung sering dipisahkan menjadi efek ke depan (forward) atau ke belakang (backward), dengan sisi kanan atau kiri jantung sebagai titik awal pandang.
Jenis gagal jantung Efek forward Efek backward
Gagal jantung kiri Penurunan tekanan darah sistemik Kelelahan
Peningkatan kecepatan denyut jantung
Penurunan pengeluaran urine
Ekspansi volume plasma
Peningkatan kongestif paru, terutama sewaktu berbaring
Dispnea
Apabila memburuk, terjadi gagal jantung kanan
Gagal jantung kanan Penurunan aliran darah paru
Penurunan oksigenasi darah
Kelelahan
Penurunan tekanan darah sistemik dan semua tanda-tanda gagal jantung kiri
Peningkatan penimbunan darah dalam vena, edema pergelangan kaki dan tungkai
DVJ
Hepatomegali dan splenomegali
2.7 Gagal Jantung Kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan perifer.
Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kernbali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstremitas bawah (edema dependen), yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher, asites (penimbunan cairan di dalam rongga peritoneum), anoreksia dan mual, nokturia dan lemah. Edema dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan secara bertahap bertambah ke atas tungkai dan paha hingga pada akhirnya ke genital eksterna dan tubuh bagian bawah.. Pitting edema adalah edema yang akan
tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan dengan ujung jari, baru jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5 kg.
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma dan distres pernapasan. Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga abdomen. Nokturia, atau rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena perfusi renal di dukung oleh posisi penderita pada saat berbaring. Diuresis terjadi paling sering pada malam hari karena curah jantung akan membaik dengan istirahat. Lemah yang menyertai gagal jantung sisi kanan disebabkan karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.
2.8 Gagal Jantung Kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang terjadi meliputi sesak (dispnea), batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (takikardi) dengan bunyi jantung S3, kecemasan dan kegelisahan.
Dispnea terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Dispnea bahkan dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang. Dapat terjadi ortopnea, kesulitan bernapas saat berbaring. Pasien yang mengalami ortopnea tidak akan mau berbaring, tetapi akan menggunakan bantal agar bisa tegak di tempat tidur atau duduk di kursi, bahkan saat tidur. Beberapa pasien hanya mengalami ortopnea pada malam hari, suatu kondisi yang dinamakan Paroxysmal Nokturnal Dispnea (PND). Hal ini terjadi bila pasien, yang sebelumnya duduk lama dengan posisi kaki dan tangan di bawah, pergi berbaring ke tempat tidur. Setelah beberapa jam cairan yang tertimbun di ekstremitas yang sebelumnya berada di bawah mulai diabsorbsi, dan ventrikel kiri yang sudah terganggu, tidak mampu mengosongkan peningkatan volume dengan adekuat.
Akibatnya, tekanan dalam sirkulasi paru meningkat dan lebih lanjut, cairan berpindah ke alveoli hingga timbulah keluhan sesak.
2.9 Pemberian Posisi pada Pasien Gagal Jantung
Pemberian posisi pada klien dengan gagal jantung dimaksudkan untuk mengurangi rasa sesak yang menyerang serta meningkatkan rasa kenyamanan bagi klien. Menurut Angela dalam Supadi, Nurachmah dan Mamnuah (2008), klien dengan penyakit kardiopulmonal yang mengalami keluhan sesak, tidak dapat tidur dalam posisi berbaring melainkan harus dalam posisi duduk atau setengah duduk. Berbagai posisi yang dapat digunakan untuk mengatasi ketidaknyamanan akibat sesak diantaranya adalah posisi fowler, semi fowler, dan posisi ortopnea.
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, dimana kepala bagian tempat tidur lebih tinggi atau dinaikan. Perry & Potter (2005) menyebutkan bahwa posisi semi fowler adalah posisi dimana kepala dan tubuh dinaikan dengan derajat kemiringan 450, yaitu dengan menggunakan gaya gravitasi untuk membantu pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma. Serupa dengan kedua posisi ini, posisi ortopnea merupakan adaptasi dari posisi fowler tinggi, dimana klien duduk di tempat tidur atau di tepi tempat tidur dengan meja yang menyilang di atas tempat tidur. Dalam hal tujuan pemberian posisi fowler, semi fowler, dan posisi ortopnea; ketiganya memiliki kesamaan tujuan yaitu untuk mengatasi masalah kesulitan pernafasan dengan meningkatkan dorongan pada diafragma sehingga meningkatkan ekspansi dada dan ventilasi paru serta meningkatkan rasa nyaman.
Gambar 4: Posisi fowler dan semi fowler
BAB III
PEMBAHASAN KASUS PASIEN KELOLAAN
3.1 Pengkajian Informasi Umum
Nama : Tn.A (47 tahun)
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Tanggal masuk : 21 Mei 2013
Sumber Informasi : Klien, keluarga, status
Keluhan Utama
Sesak yang memberat sejak 1 minggu sebelum masuk RS, disertai perut membuncit dan bengkak pada kedua kaki
Alasan Masuk
Klien merasa perut membengkak dan sesak yang dirasa memberat ± 1 minggu SMRS, berobat di salah satu RS di daerah Subang dan diberikan terapi, namun tidak ada perubahan
Sesak (+), batuk (+)
Kondisi badan semakin kuning Riwayat Penyakit dahulu
Penyakit kuning (icterus obstruktif) (+), Diabetes melitus (-), Hipertensi (+), asma (-), alergi (-), liver (+)
Klien mengatakan sewaktu kecil pernah sakit kuning, kemudian kambuh lagi dalam kurun waktu 8 tahun terakhir ini
Hipertensi tidak terkontrol
Klien dan keluarga mengatakan pernah di rawat dengan keluhan yang sama, namun untuk keluhan sesak dan bengkak baru kali ini saja.
Riwayat Penyakit keluarga
Klien mengatakan keluarga tidak ada yang memiliki penyakit yang sama Aktivitas/Istirahat
Gejala (S) : Klien bekerja sebagai staf di salah satu SMA di daerah Subang.
Aktivitas klien terbatas. Klien mengatakan sesak masih suka dirasakan
baik saat berbaring maupun beraktivitas. Klien mengatakan mudah capek setelah melakukan aktivitas.
Tanda (O) : Status mental compos mentis. GCS E4M6V5. Klien terlihat lemah dan berbaring di tempat tidur. Klien istirahat lebih sering dengan menggunakan bantal tambahan. Terdapat edema pada ekstremitas bawah.
Sirkulasi
Gejala(S) : Klien memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu. Klien mengatakan hipertensi tidak dikontrol. Flebitis (-), Edema kaki/kaki (+). Klien mengatakan sesak masih dirasakan mudah capek setelah beraktivitas, yang dirasakan adalah capek setelah dari kamar mandi.
Tanda (O) : TD kiri berbaring 140/90 mmHg, nadi ( 80 x/menit), RR 31 x/menit (tanpa pemberian posisi semi fowler), suhu 35,5 ºC, pengisian kapiler > 2 detik. Bunyi jantung 1 dan 2 normal, murmur (+), gallop (-), bunyi napas vesikuler (+), wheezing (-), ronkhi (+), membrane mukosa kering, bibir kering, konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (+), kuku pucat, distensi vena jugularis (+). Akral hangat (+). Terdapat pitting edema. Derajat pitting edema: 3 Lingkar abdomen 90 cm. Hasil rontgen menunjukan terjadinya kardiomegali, hasil echocardiographi menunjukan adanya penebalan katup mitral.
Integritas Ego
Gejala (S) : Klien mengatakan ingin segera pulang dan kembali bekerja di sekolah. Klien mengatakan mulai tidak betah dan bosan karena sudah lama dirawat.
Tanda (O) : Kondisi umun tenang, kooperatif Eliminasi
Gejala (S) : Klien mengatakan pola BAB lancar dan tidak ada masalah. Klien BAK menggunakan pispot yang diletakan di bawah tempat tidur.
Klien menggunakan diapers untuk BAB, terkadang klien mampu ke kamar mandi namun tidak sering karena klien merasa lemah dan mudah lelah. Klien mengatakan urin berwarna sangat kuning.
Tanda (O) : Bising usus (+), nyeri tekan (-), riwayat
perdarahan (-). Urin output 24 jam: 2300 cc (dengan pemberian Lasix
Makanan/Cairan
Gejala (S) : Klien mengatakan: mengalami penurunan nafsu makan dan jarang menghabiskan makanannya, jarang makan daging atau jeroan, klien terkadang makan ikan asin, klien tahu bahwa minumnya dibatasi oleh dokter dan klien mematuhinya. Klien dibatasi minum 600 cc/ hari Tanda(O) : BB: 57 kg dan TB: 160 cm. Membran mukosa kering, kesulitan
mengunyah (-). Bunyi napas vesikuler (+), Ronkhi (+). Turgor kulit klien elastis. Pada ekstremitas bawah terdapat edema. Bibir sedikit pucat. Penampilan lidah merah muda. Asites (+), kondisi gigi masih lengkap, tidak ada pembengkakan gusi.
Higiene
Gejala(S) : Aktivitas sehari-hari (mobilisasi, higiene, berpakaian, dan toileting) klien dibantu keluarga, karena klien mengatakan mudah capek setelah beraktivitas.
Tanda (O) : Bau badan (+), kondisi kulit kepala bersih dan tidak ada kutu.
Memakai pakaian dibantu keluarga. Kulit klien terlihat kering dan bersisik, terutama di bagian ekstremitas bawah.
Neurosensori
Gejala(S) : Klien mengatakan tidak pusing dan sakit kepala. Klien mengeluh lemah setelah beraktivitas.
Tanda(O) : Status mental compos mentis. Orientasi waktu, ruang dan orang baik.
Ekspresi wajah klien tenang. Memori saat ini dan lalu masih baik.
Pendengaran baik, penglihatan saat pengkajian bagus. Klien tidak menggunakan kaca mata, kontak lensa dan alat bantu dengar.
Nyeri/Kenyamanan
Gejala(S) : Klien mengatakan saat awal-awal merasakan nyeri di perut dan dada sebelah kiri. Nyeri dada tidak menyebar. Klien mengatakan skala nyeri: di perut 5 dan nyeri dada 7. Saat nyeri, klien hanya tidur, dan klien merasakan nyeri berkurang. Sekarang nyeri sudah berkurang dan tidak dirasakan mengganggu. Klien mengatakan mudah capek setelah beraktivitas.
Tanda(O) : Klien terlihat lemah dan hanya berbaring di tempat tidur. Klien tidak memperlihatkan ekspresi wajah kesakitan.
Pernafasan
Gejala (S) : Klien mengatakan merasa sesak saat berbaring dan saat tidur malam hari. Klien mengeluh adanya batuk. Klien sudah berhenti merokok sejak satu tahun ini. Klien mulai merokok sejak SMA, dan biasanya menghabiskan hamper satu bungkus per hari.
Tanda (O) : Bunyi napas vesikuler (+), wheezing (-), ronkhi (+), penggunaan otot- otot aksesori (+), RR: 31 x/menit. Taktil fremitus tidak terkaji, batuk (+). Pengisian kapiler lambat dan kuku serta bibir terlihat pucat. Klien terpasang nasal kanul oksigen 3 tpm/L
Keamanan
Gejala(S) : Kerusakan penglihatan (-), kerusakan pendengaran (-), alergi (-).
Klien mengatakan mudah capek setelah beraktivitas, terutama setelah dari kamar mandi.
Tanda(O) : Klien terlihat lemah. TD kiri berbaring 140/90 mmHg, nadi 80 x/menit, RR 31 x/menit, suhu 35,5 ºC, Terdapat edema pada ekstremitas bawah.
Interaksi Sosial
Gejala(S) : Status perkawinan; sudah menikah dengan 2 anak. Hidup dengan anak dan istri serta keluarga lainnya yang berdekatan rumahnya.
Tanda (O) : Klien senang bercerita pada saat pertama pengkajian, klien nampak berbincang pada keluarga yang datang membesuk.
Penyuluhan/Pembelajaran
Bahasa dominan : Indonesia melek huruf : +. faktor resiko keluarga : tidak ada penyakit hipertensi dan jantung.. Diagnosa saat masuk per dokter : Ikterus obstruktif, CHF Fc II-III.
Alasan dirawat per pasien: bengkak dan sesak yang semakin memberat.
Perubahan yang diantisipasi dalam situasi kehidupan setelah pulang : pola makan dan lingkungan yang disesuaikan untuk pasien, serta semangat untuk sembuh perlu ditingkatkan.
Klien mengetahui penyakitnya, dan patuh terhadap pengobatan.
Pertimbangan pemulangan : Belum ada perencanaan pulang, dijadwalkan operasi perbaikan katup jantung awal bulan Juni
Terapi Obat-obatan:
Obat Dosis Tujuan
Captopril 2 x 6,25 mg Obat hipertensi berat hingga sedang, untuk gagal jantung yang tidak cukup responsif atau tidak dapat dikontrol dengan diuretic dan digitalis, dalam hal ini captropil diberikan bersama diuretic dan digitalis
Aspirin 1 x 80 mg Sebagai pencegahan thrombosis, mengurangi bahaya thrombosis korener lebih lanjut, mengurangi resiko kematian dan atau serangan MCI
Aldacton 1x 100 mg Kandungan obat: spironolactone. Berfungsi sebagai diuretic. Indikasi: gangguan edamtosa, gagal jantung kongestive, sirosis hati, edema idiopatik, dan hipertensi
Lasix 1 x 40 mg Diuretik dengan meningkatkan jumlah cairan yang dikeluarkan oleh ginjal
NaCl Capsule 3x 500 mg Sebagai terapi unuk koreksi elektrolit
Leshicol 3 x 60 mg Sebagai makanan tambahan untuk menunjang fungsi hati
Urdafak 3 x 25 mg Obat untuk pengobatan batu empedu kolesterol radiolusen yang diameternya tidak lebih dari 20 mm
Omeperazol 2 x 20 mg Sebagai pengobatan jangka pendek pada tukak usus duodenum, tukak lambung, dan refluks esophagitis
Arixtra 1 x 2,5 mg Sebagai antikoagulan (pengencer darah) yang mencegah pembentukan gumpalan darah
KSR 1 x 60 mg Untuk pengobatan dan pencegahan hipokalemia
Obat Dosis Tujuan
Propanolol 3 x 10 mg Obat golongan beta bloker non selektif yang umumnya digunakan dalam pengobatan tekanan darah tinggi. Indikasi lainnya: pencegahan perdarahan varises pada hipertensi portal, angina, aritmia, dan pembesaran jantung
Vit K 1 x 10 mg Sebagai pencegahan atau mengatasi perdarahan akibat devisiensi vitamin K
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan pada tanggal 27 Mei 2013
Pemeriksaan Normal Hasil
Darah Perifer Lengkap
Hemoglobin (g/dl) 13.0-16.0 8.3
Hematokrit (%) 37.0-43.0 24.2
Eritrosit (juta/ul) 4.00-5.00 3.11
Jumlah trombosit (juta/ul) 117
Jumlah leukosit (juta/ul) 10.69
Basofil (%) 0.5-1.0 0.2
Eusinofil (%) 1-4 0.4
Neutrofil (%) 55-70 88.2
Limfosit (%) 20-40 4.4
Monosit (%) 2-8 6.8
Laju endap darah 0-10 3
Pemeriksaan pada tanggal 29 Mei 2013
Pemeriksaan Normal Hasil
Darah Perifer Lengkap
Hemoglobin (g/dl) 13.0-16.0 9.0
Hematokrit (%) 37.0-43.0 25.6
Eritrosit (juta/ul) 4.00-5.00 3.34
Jumlah trombosit (juta/ul) 74
Jumlah leukosit (juta/ul) 8.9
Basofil (%) 0.5-1.0 0.2
Eusinofil (%) 1-4 1.0
Neutrofil (%) 55-70 83.6
Limfosit (%) 20-40 4.1
Monosit (%) 2-8 11.1
Laju endap darah 0-10 15
3.2 Analisa Data
NO DATA MASALAH
1. DS:
Klien mengeluh sesak pada malam hari dan pada saat berbaring
DO:
TD kiri berbaring: 140/90 mmHg, nadi ( 80 x/menit), RR 31 x/menit (tanpa pemberian posisi semi fowler), suhu 35,5 ºC
Hasil rontgen: kardiomegali dan adanya kongesti pulmonal
Klien bernafas cepat dangkal
Klien terpasang nasal kanul oksigen 3 tpm/L Klien menggunakan otot-otot bantu pernafasan Suara nafas: vesikuler (+), ronkhi (+), wheezhing (-)
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru
NO DATA MASALAH 2. DS:
Klien mengatakan mudah capek setelah melakukan aktivitas, terutama saat ke kamar mandi
DO:
Bunyi jantung 1 dan 2 normal, murmur (+), gallop (-) Nadi perifer lemah
Urin output 24 jam: 2300 cc (dengan pemberian Lasix 40 mg).
CRT >2”
Konjungtiva anemis, bibir dan kuku pucat Akral hangat
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas miokard, perubahan frekuensi
3. DS:
Klien mengatakan mudah capek setelah aktivitas.
DO:
Klien terlihat lemah, dan hanya berbaring di tempat tidur
TD kiri berbaring: 140/90 mmHg, nadi ( 80 x/menit), RR 31 x/menit, suhu 35,5 ºC
Klien nampak lemah
Aktivitas klien dibantu keluarga
Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dengan kebutuhan, kelemahan umum
4. DS:
Klien mengatakan bengkak di kaki DO:
Edema pada ekstremitas bawah Asites
Lingkar abdomen 90 cm
Urin output 24 jam: 2300 cc (dengan pemberian Lasix 40 mg).
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah
jantung.)
Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokard, perubahan frekuensi
3. Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan, kelemahan umum
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung.)
Diagnosa Keperawatan Rencana Tindakan Keperawatan
Rasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru Dibuktikan dengan:
DS: Klien mengeluh sesak DO:
o Bunyi nafas ronki, weezhing
o Nafas cepat o Terdapat kongesti/
udem pulmonal
Pola nafas kembali efektif o Menunjukan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (laju pernafasan normal 20-24 x/menit).
o Melaporkan penurunan sesak .
o Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernapasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.
o Baringkan klien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60-90 derajat o Observasi tanda-tanda vital
o Lakukan auskultasi suara napas
o Bantu dan ajarkan klien batuk atau napas dalam yang efektif.
o Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan
o Dengan mengkaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernapasan, dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi klien
o Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal
o Peningkatan RR dan takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru o Auskultasi dapat menentukan
kelainan suara napas pada bagian paru-paru
o Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau napas dalam.
Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif
o Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernapasan dan mencegah terjadinya sianosis
Penurunan curah jantung berhubungan dengan:
perubahan kontraktilitas
Penurunan curah jantung teratasi.
o Menunjukan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (misal parameter
Mandiri:
o Auskultasi nadi apical; kaji frekuensi, irama jantung.
o Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi
Diagnosa Keperawatan Rencana Tindakan Keperawatan
Rasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Dibuktikan dengan:
DS: - DO:
o Hipotensi/
hipertensi o Bunyi jantung
ekstra (S3/S4) o Penurunan
haluaran urine o Nadi perifer tidak
teraba
o Kulit dingin kusam o diaphoresis o Ortopnea, krakels,
JVD
o Pembesaran hepar, edema
o Melaporkan penurunan sesak dan bengkak.
o Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
o Catat bunyi jantung.
o Palpasi nadi perifer.
o Pantau tekanan darah.
o Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
o S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke dalam serambi yang distensi. Murmur dapat menunjukkan
inkompetensi/stenosis katup.
o Penurunan curah jantung dapat menunjukan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis pedis, dan postibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi, dan pulsus alternan (denyut kuat lain dengan denyut lemah) mungkin ada.
o Pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat meningkat sehubungan dengan SVR. Pada CHF lanjut tubuh tidak mampu lagi
mengkompensasi dan hipotensi tak dapat normal lagi.
o Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder tehadap tidak adekuatnya curah jantung, vasokonstriksi dan anemia.
Sinosis dapat terjadi sebagai refraktori GIK. Area yang sakit sering berwarna biru atau belang karena peningkatan kongesti vena.
Diagnosa Keperawatan Rencana Tindakan Keperawatan
Rasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
o Pantau haluaran urine, catat penurunan haluaran dan kepekatan/konsentrasi urine.
o Kaji perubahan pada sensori, contoh letargi, bingung,
disorientasi, cemas, dan depresi
o Berikan istirahat semi rekumben atau semi fowler pada tempat tidur atau kursi. Kaji dengan pemeriksaan fisik sesuai indikasi.
o Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan tenang;
menjelaskan manajemen medik/keperawatan; membantu pasien menghindari situasi stress, mendengar/berespon terhadap ekspresi
perasaan/takut.
Berikan pispot di samping
o Ginjal berespon untuk menurunkan curah jantung dengan menahan cairan dan natrium. Haluaran urin biasanya menurun selam sehari karena perpindahan cairan ke jaringan tetapi dapat meningkat pada malam hari sehingga cairan berpindah kembali ke sirkulasi bila pasien tidur
o Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder tehadap penurunan curah jantung.
o Istirahat fisik harus
dipertahankan selama GJK akut atau refraktori untuk
memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan kebutuhan/konsumsi oksigen miokard dan kerja berlebihan.
o Stres emosi menghasilkan vasokonstriksi, yang
meningkatkan tekanan darah dan meningkatkan
frekuensi/kerja jantung.
o Pispot digunakan untuk
Diagnosa Keperawatan Rencana Tindakan Keperawatan
Rasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
o Tinggikan kaki, hindari tekanan pada bawah lutut. Dorong olahraga aktif/pasif. Tingkatkan ambulasi/aktivitas sesuai toleransi.
o Periksa nyeri tekan betis, menurunnya nadi pedal, pembengkakan, kemerahan local atau pucat pada ektremitas.
o Jangan beri preparat digitalis dan laporkan dokter bila perubahan nyata terjadi pada frekuensi jantung atau irama atau tanda toksisitas digitalis.
Kolaborasi :
o Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai indikasi.
o Berikan obat sesuai indikasi.
Diuretic, contoh furosemid (Lasix); asam etakrinik (decrin); bumetanid (Bumex); spironolakton
o Menurunkan stasis vena dan dapat menurunkan insiden thrombus/pembentukan embolus
o Menurunnya curah jantung, bendungan/stasis vena dan tirah baring lama meningkatkan resiko tromboflebitis.
o Insiden toksisitas tinggi (20%) karena menyempitnya batas antara rentang terapeutik dan toksik. Digoksin harus
dihentikan pada adanya kadar obat toksik, frekuensi jantung lambat, atau kadar kalium rendah.
o Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia.
o Banyaknya obat dapat
digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas, dan menurunkan kongesti.
Digunakan untuk menurunkan preload jantung.
Diagnosa Keperawatan Rencana Tindakan Keperawatan
Rasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Vasodilator, contoh nitrat (nitro-dur, isodril);
arteriodilator, contoh hidralazin (Apresoline);
kombinasi obat, contoh prazosin (Minippres).
Digoksin (Lanoxin).
Captopril (Capoten);
lisinopril (Prinivil); enalapril (Vasotec).
Morfin sulfat.
Vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah jantung, menurunkan volume sirkulasi (vasodilator) dan tahanan vaskuler sistemik
(arteriodilator), juga kerja ventrikel.
Meningkatkan kekuatan kontraksi miokard dan memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan konduksi dan memperlama periode refraktori pada hubungan AV untuk
meningkatkan efesiensi/curah jantung.
Inhibitor ACE dapat digunakan untuk mengontrol gagal jantung dengan menghambat konversi angiotensin dalam paru dan menurunkan vasokonstriksi, SVR, dan TD.
Penurunan tahanan vaskuler dan aliran balik vena menurunkan kerja miokard.
Menghilangkan cemas dan mengistirahatkan siklus umpan balik
cemas/pengeluaran katekolamin/cemas.
Diagnosa Keperawatan Rencana Tindakan Keperawatan
Rasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Antikoagulan, contoh heparin dosis rendah, warfarin (Coumadin).
o Pemberian cairan IV,
pembatasan jumlah total sesuai indikasi. Hindari cairan garam.
o Pantau/ganti elektrolit.
o Pantau seri EKG dan perubahan foto dada.
Dapat digunakan secara profilaksis untuk mencegah pembentukan
thrombus/emboli pada adanya factor resiko seperti statis vena, tirah baring, disritmia jantung, dan riwayat episode trombolik
sebelumnya.
o Karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri, pasien tidak dapat mentolerir peningkatakn volume cairan (preload). Pasien GJK juga mengeluarkan sedikit natrium yang menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja miokard.
o Perpindahan cairan dan pengguanaan diuretic dapat mempengaruhi elektrolit (khususnya kalium dan klorida) yang mempengaruhi irama jantung dan kontraktilitas.
o Deprsi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen miokard, meskipun tak ada penyakit arteri koroner.
Foto dada dapat menunjukkan pembesaran jantung dan perubahan kongesti pulmonal.
Diagnosa Keperawatan Rencana Tindakan Keperawatan
Rasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
o Pemeriksaan fungsi hati (AST, LDH).
o PT/APTT/pemeriksaan koagulasi.
o Siapkan untuk
insersi/mempertahankan alat pacu jantung, bila diindikasikan.
o Siapkan pembedahan sesuai indikasi.
o AST/LDH dapat meningkat sehubungan dengan kongesti hati dan menunjukkan kebutuhan untuk obat dengan dosis lebih kecil yang
didetoksikasi oleh hati.
o Mengukur perubahan pada proses koagulasi atau
keefektifan terapi antikoagulan.
o Mungkin perlu untuk
memperbaiki bradisritmia tak responsive terhadap intervensi obat yang dapat berlanjut menjadi gagal
kongesti/menimbulkan edema paru
o Gagal kongesti sehubungan dengan aneurisma ventrikuler atau disfungsi katup dapat membutuhkan aneurisektomi atau penggantian katup untuk memperbaiki kontraksi/fungsi miokard.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan:
o Ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan.
o Kelemahan umum o Tirah baring
Klien mampu aktivitas sesuai kemampuannya.
o Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri.
o Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya
Mandiri:
o Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien mengguanakan vasodilator, diuretic, penyekat beta.
o Catat respons kardiopulmonal
o Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktiviyas karena efek obat (vasodilatasi), perpindahan cairan (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung.
o Penurunan miokardium untuk
Diagnosa Keperawatan Rencana Tindakan Keperawatan
Rasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Dibuktikan dengan:
DS:
o Klien mengeluh mudah capek saat aktivitas berat DO:
o Kelemahan, kelelahan o Perubahan tanda
vital
o Mudah ngos- ngosan saat beraktivitas
o Kaji presipitator/penyebab kelemahan contoh, pengobatan, nyeri, obat.
o Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas.
o Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi.
Selingi periode aktivitas dengan periode istirahat.
Kolaborasi :
o Implementasikan program rehabilitasi jantung/aktivitas.
o Kelemahan adalah efek samping beberapa obat (beta bloker, traquilizer, dan sedatif). Nyeri dan program penuh stress juga memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan.
o Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
o Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi stress miokard/kebutuhan oksigen berlebihan.
o Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila disfungsi jantung tidak dapat membaik kembali.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan:
o menurunnya laju filtrasi glomerulus
(menurunnya curah jantung).
Kelebihan volume cairan dapat teratasi.
o Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan
keseimbangan masukan dan pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil, dan tak ada edema.
o Menyatakan pemahan tentang pembatasan caiaran individual.
Mandiri:
o Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna saat hari dimana diuresis terjadi.
o Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam.
o Haluaran urine mungkin sedikit dan pekat (khususnya selama sehari) karena penururnan perfusi ginjal. Posisi telentang membantu diuresis, sehingga haluaran urine dapat
ditingkatkan pada
malam/selama tirah baring.
o Mencegah terjadinya kehilangan/ kelebihan cairan
Diagnosa Keperawatan Rencana Tindakan Keperawatan
Rasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Dibuktikan dengan:
DS: - DO:
o Terdengar bunyi jantung ekstra, ortopnea o Oliguria
o Edema o DVJ
o Peningkatan berat badan
o Hipertensi o Distress
pernafasan o Bunyi jantung
abnormal
o Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
o Buat jadwal pemasukan cairan, digabung dengan keinginan minum bila mungkin. Berikan perawatan mulut
o Timbang berat badan tiap hari.
o Kaji distensi leher dan pembuluh perifer. Lihat area tubuh dependen untuk edema dengan/tanpa pitting; catat adanya edema tubuh umum (anasarka).
o Posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
o Melibatkan pasien dalam program terapi dapat meningkatkan perasaan mengontrol dan kerja sama dalam pembatasan cairan o Catat perubahan ada/hilangnya
edema sebagai respons terhadap terapi. Peningkatan 2.5 kg menunjukkan kurang lebih 2L cairan. Sebaliknya, diuretic dapat mengakibatkan cepatnya
kehilangan/perpindahan cairan dan kehilangan berat badan.
o Retensi cairan berlebihan dapat dimanifestasikan oleh
pembendungan vena dan pembentukan edema. Edema perifer mulai pada kaki/mata kaki (atau area dependen) dan meningkat sebagai kegagalan paling buruk. Peningkatan kongesti vaskuler (sehubungan dengan gagal jantung kanan) secara nyata mengakibatkan edema jaringan sistemik.