commit to user 18 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Teori 1. Teori Belajar Konstruktivisme
Pada awal abad ke-21 ini, paradigma pembelajaran mulai mengalami pergeseran. Peristiwa belajar yang selama ini didasarkan pada konsep stimulus-respon mulai berganti menjadi pendekatan yang lebih manusiawi. Suatu pendekatan yang lebih menekankan pada hakikat manusia sebagai makhluk pembangun ilmu pengetahuan. Hal ini dikenal sebagai pendekatan konstruktivistik (Benny, 2009: 154).
Gardner (Anitah, 2009: 13) mengatakan bahwa teori belajar konstruktivisme adalah menginternalisasi dan membentuk kembali atau mentransformasi pengetahuan baru. Transformasi terjadi melalui penciptaan pengertian baru yang menghasilkan suatu struktur kognitif.
Dalam paradigma konstruktivistik, struktur kognitif yang terbentuk adalah unik untuk tiap individu. Paradigma ini menekankan pada belajar untuk membentuk berbagai perspektif terhadap suatu tim. Peserta didik harus berusaha melihat isu dari sudut pandang yang berbeda. Suatu strategi untuk menilai perspektik tersebut adalah menciptakan lingkungan belajar kolaboratif, yang perlu dikembangkan sejak dini pada peserta didik.
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.
commit to user
Menurut teori ini, pengetahuan memang berasal dari luar, akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu, pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek tersebut. Dengan demikian pengetahuan itu tidak bersifat statis tapi dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengkonstruksikannya (Sanjaya, 2014: 264).
Sejalan dengan pendapat diatas, Suyono dan Hariyanto (2014: 104) mengatakan bahwa konstruktivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi premis bahwa pengetahuan bukanlah suatu given dari alam karena hasil kontak manusia dengan alam, tetapi pengetahuan merupakan hasil konstruksi (bentukan) manusia itu sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan ada. Pengetahuan merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan.
(Brooks & Brooks, 1993) mengemukakan lima prinsip pendidikan konstruktivis, yaitu: (1) memunculkan masalah yang relevan pada peserta didik, (2) menstrukturkan belajar sekitar “ide besar” atau konsep-konsep utama, (3) menilai sudut pandang peserta didik, (4) penyesuaian kurikulum untuk memunculkan perkiraan peserta didik, dan (5) menilai kegiatan belajar peserta didik dalam konteks pembelajaran.
commit to user
Meski demikian, menurut Schunk (2012), konstruktivisme membuat prediksi-prediksi umum yang dapat diuji. Kendati prediksi- prediksi ini sifatnya umum dan karenanya memungkinkan timbulnya interpretasi yang berbeda-beda, prediksi-prediksi tersebut dapat menjadi fokus penelitian. Mengutip sejumlah ahli, Schunk (2012: 325) mengemukakan perspektif-perspektif tentang konstruktivisme.
Konstruktivisme bukan merupakan sudut pandang tunggal; paham ini memiliki perspektif yang berbeda-beda, diantaranya adalah: (a) Konstruktivisme Eksogenus, paham ini mengacu pada pemikiran bahwa penguasaan pengetahuan mempresentasikan sebuah konstruksi ulang dari struktur-struktur yang berada dalam dunia eksternal. Padangan ini mendasarkan pengaruh kuat dari dunia luar pada konstruksi pengetahuan, seperti pengalaman-pengalaman, pembelajaran dan pengamatan terhadap model-model. Pengetahuan dikatakan akurat ketika pengetahuan itu mencerminkan realiatas. (b) Konstruktivisme Endogenus, paham ini menekankan pada koordinasi tindakan-tindakan kognitif. Struktur-struktur mental diciptakan dari struktur-struktur yang sebelumnya, bukan secara langsung dari informasi lingkungan; karena itu, pengetahuan bukanlah cermin dari dunia luar yang diperoleh melalui pengalaman-pengalaman, pengajaran atau interaksi-interaksi sosial. Pengetahuan berkembang melalui aktivitas kognitif dari abstraksi dan mengikuti sebuah rangkaian yang dapat diprediksikan secara umum. Teori perkembangan kognitif Piaget (1970) sesuai dengan perspektif ini. (c) Konstruktivisme dialektikal.
commit to user
Paham ini berpandangan bahwa pengetahuan diperoleh dari interaksi- interaksi antara orang-orang dan lingkungan-lingkungan mereka.
Interpretasi-interpretasi tidak selalu terikat dengan dunia luar ataupun keseluruhan kegiatan pikiran. Pengetahuan mencerminkan hasil-hasil dari kontradiksi-kontradiksi mental yang ditimbulkan dari interaksi-interaksi seseorang dengan lingkungan. Perspektik ini telah menjalin kerja sama yang erat dengan banyak teori kontemporer.
2. Pembelajaran Sejarah
a. Pengertian Pembelajaran
Terminologi pembelajaran di Indonesia, “jika dilacak dari berbagai literatur” baru populer dan digunakan secara luas pada akhir 1980-an. Pada masa-masa sebelumnya jarang sekali ditemui istilah pembelajaran yang diadopsi dari kata sifat bahasa Inggris instructional. Bahkan dalam kamus-kamus bahasa Inggris- Indonesia, kata instructional umumnya diterjemahkan sebagai
’pelajaran’ atau ‘bersifat pelajaran’. Istilah yang secara menyeluruh maupun sebagian bersinonim dengan makna atau hakikat pembelajarn adalah pengajaran, proses belajar-mengajar, atau interaksi belajar-mengajar yang pengertiannya dibangun bersamaan dengan kemunculan berbagai perspektif dalam teori belajar perilaku. Dalam bahasa Inggris, terminologi yang dipakai untuk menunjuk ragam pengertian dimaksud adalah teaching dan instruction (Suranto, 2014:125).
commit to user
Kata instruction dalam bahasa Inggris diartikan sebagai pengajaran atau cara atau perbuatan mengajar atau mengajarkan.
Saylor dalam E. Mulyasa (2006: 246) mengatakan bahwa
“Instruction is thus the implementation of curriculum plan, ususally, but not necessarily, involving teaching in the sense of student, teacher interaction in an educational setting”.
Pembelajaran merupakan implementasi dari perencanaan yang disusun berdasarkan kurikulum. Pembelajaran berupa kegiatan yang dilaksanakan oleh peserta didik dan guru dengan berbagai fasilitas, materi, dan prosedur tertentu untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan dalam kurikulum.
Konsep pembelajaran yang disebut instruction terdiri dari dua kegiatan yaitu belajar dan mengajar. Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan dalam diri individu.
Belajar merupakan perubahan yang terjadi dalam diri seseorang sebagai hasil pengalaman. Perubahan sebagai hasil kegiatan pembelajaran dapat mencakup perubahan pengetahuannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, dan daya penerimaannya. Demikian pula dengan mengajar yang pada dasarnya merupakan suatu proses, meliputi proses mengatur dan mengorganisi lingkungan belajar siswa yang tujuannya adalah menumbuhkan motivasi siswa untuk belajar. (Aman, 2011: 63).
commit to user
Menurut E. Mulyasa (2006: 255), pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari dalam individu, maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan.
Hal ini sejalan dengan Dale H. Schunk (2012: 5) bahwa pembelajaran merupakan perubahan yang bertahan lama dalam perilaku, atau dalam kapasitas berperilaku dengan cara tertentu yang dihasilkan dari praktik atau bentuk-bentuk pengalaman lainnya. Dengan demikian tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan dan membantu peserta didik menciptakan pengalaman belajara agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik.
Schunk, H Dale (2012: 5-6) merumuskan tiga kriteria pembelajaran. (1) Pembelajaran melibatkan perubahan dalam perilaku. Orang dikatakan belajar apabila mereka mampu melakukan sesuatu hal dengan cara yang berbeda. (2) Pembelajaran bertahan lama seiring dengan waktu, sehingga perubahan perilaku yang bersifat sementara tidak termasuk di dalamnya. (3) Pembelajaran terjadi melalui pengalaman, entah melalui praktik secara langsung maupun mengamati perilaku orang lain.
commit to user
Pembelajaran menurut Reigeluth dalam Suranto (2014:
127), adalah aktivitas profesional yang dilakukan oleh orang yang peduli terhadap pembelajaran yang terdiri dari lima aktivitas utama yaitu mendesain, mengembangkan, mengimplementasikan, mengelola, dan mengevaluasi. Pada masa-masa berikutnya Reigeluth & Carr-Cheliman (2009), membangun pengertian baru bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran adalah segala sesuatu yang dilakukan dengan tujuan untuk memfasilitasi belajar.
Dimyati dkk (2013: 7) menyatakan bahwa bila seseorang belajar maka akan terjadi perubahan mental pada orang tersebut.
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks.
Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri.
Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada dilingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuhan, manusia atau hal-hal yang dapat dijadikan sumber belajar.
Beberapa ahli juga menyatakan dalam Sutikno (2014: 11) bahwa proses belajar pada siswa terjadi karena adanya serangkaian kegiatan yang disusun oleh guru dalam bentuk pembelajaran.
Pembelajaran merupakan salah satu tugas utama guru.
Pembelajaran menekankan pada proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Pandangan lain menurut Winkel (1991) pembelajaran merupakan seperangkat
commit to user
tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik, dengan diperhitungkan kejadian-kejadian eksternal yang berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian internal yang berlangsung di dalam perserta didik.
Pembelajaran merupakan proses interaktif melalui pengetahuan dan keterampilan yang dibagi bersama siswa dengan tujuan agar siswa meningkatkan pemahaman dan memiliki kemampuan untuk memanipulasi kehidupan sosial, ekonomi, politik dan lingkungan fisik sehingga mereka dapat eksis atau bertahan hidup (survive) (Brown, Oke & Beown, 1982).
Pembelajaran adalah usaha mengelola lingkungan dengan sengaja agar seseirang membentuk diri secara positif dalam kondisi tertentu (Yusufhadi Miarso, 2008) dalam Suranto (2014: 127).
Pada konteks ini, ada yang disebut interaksi, yaitu interaksi antara pendidik dengan peserta didik; interaksi antar sesama peserta didik atau antar sejawat; interaksi peserta didik dengan narasumber;
interaksi peserta didik bersama pendidik dengan sumber belajar yang sengaja dikembangkan; dan interaksi peserta didik bersama pendidik dengan lingkungan sosial dan alam.
Pemerintah Indonesia, melalui UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merumuskan pembelajran sebagai “proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Berdasarkan pengertian
commit to user
pembelajaran tersebut, maka ada beberapa kemungkinan yang terjadi dari tindakan pembelajaran:
1. Siswa akan belajar sesuatu yang mereka tidak akan pelajari tanpa adanya tindakan pembelajaran.
2. Siswa akan memelajari susuatu dengan cara yang efisien.
3. Siswa akan memelajari sesuatu tanpa harus dengan bantuan guru.
4. Siswa akan memelajari sesuatu jika lingkungan memberi kesempatan atau menyediakan sarananya.
Pembelajaran sebagai bagian intergral dari sistem kegiatan pendidikan merupakan fenomena yang harus diperbaiki dan dikembangakn oleh pihak-pihak terkait. Hal ini menyangkut banyak hal seperti kurikulum, metode, media pembelajaran, materi pembelajaran, kualitas pendidik, evaluasi pembelajaran dan lain sebagainya sehingga tercipta sistem pembelajaran yang baik dan berorientasi pada masa depan. Dengan demikian perlu dikembangkan prinsip-prinsip belajar yang menjadikan peserta didik tidak hanya sebagai objek belajar tetapi juga sebagai subyek belajar. Pembelajaran harus berpusat pada peserta didik sebagai pusat belajar dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bersikap kreatif dan mengembangkan diri sesuai dengan potensi intelektual yang dimilikinya. (Aman, 2011: 4-5).
commit to user
Tujuan belajar adalah untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap mental atau nilai-nilai.
Pencapaian tujuan belajar berarti akan menghasikan hasil belajar.
Menurut Winarno Surachmad (2000: 16) dalam proses interaktif pendidikan terdapat unsur-unsur lain yang terlibat yaitu: (1) tujuan;
(2) siswa; (3) guru; (4) bahan; (5) metode; (6) situasi dan sumber;
(7) penilaian. Unsur terakhir yaitu penilaian meliputi (1) keilmuan dan pengetahuan, konsep dan fakta, kognitif, (2) personal, kepribadian, atau sikap, afektif, dan (3) kelakuan, keterampilan, psikomotorik. Penilaian dalam pembelajaran sejarah, tidak cukup secara kognitif saja, tetapi juga penilaian afektif yang mencakup penanaman sikap-sikap nasionalisme, kebangsaan, dan penghargaan terhadap sejarah.
b. Pengertian Sejarah
Menurut Kuntowijoyo Ilmu Sejarah adalah ilmu tentang manusia dan waktu (1995: 10). Manusia sebagai pelaku sejarah tidak lepas dari waktu yang membentuk suatu peristiwa. Peristiwa tersebut merupakan peristiwa masa lampau yang memiliki makna penting dan dapat merubah tatanan sosial dalam kehidupan masyarakat. Ilmu sejarah mengkaji peristiwa-peristiwa penting pada masa lampau yang partikular. Hal tersebut dalam arti harus jelas kapan (temporal) dan dimana (spasial).
commit to user
Pada dasarnya sejarah adalah ilmu pengetahuan (science).
Sejarah berarti ilmu masa lampau (the past) terkait dengan kejadian masa lampau dan aktualitas masa lampau yang dilakukan manusia.
dengan kata lain, sejarah mencakup aktivitas kelampauan manusia di masyarakat dan bersifat unik (Suhartono, 2010:2).
Selanjutnya Menurut Kartodirdjo (2014:16) pengertian sejarah dapat dibagi menjadi dua yaitu pengertian sejarah secara subjektif dan objektif. Dalam artian subjektif yaitu sebagian orang memaknai sejarah sebagai cerita sejarah, pengetahuan sejarah, dan gambaran sejarah. Dengan kata lain sejarah dalam arti subjektif yaitu sebagai konstruk yang disusun leh penulis sebagai suatu uraian atau cerita. Sedangkan dalam arti objektif menunjuk kepada kejadian atau peristiwa itu sendiri, yaitu proses sejarah dalam aktualitasnya.
Selanjutnya Kochar (2008: 47) berpendapat bahwa sejarah diantaranya merupakan dialog antara peristiwa masa lampau dan perkembangan ke masa depan. Sejarah menceritakan tentang perkembangan kesadaran manusia. Peristiwa-peristiwa yang telah terjadi bersifat kontinuitas (memiliki keterkaitan) dengan peristiwa lain. Tidak ada peristiwa yang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan peristiwa lain di dunia.
Sedangkan Moh. Ali (1965:7-8), menjelaskan bahwa sejarah mengandung arti yang mengacu pada hal-hal sebagai
commit to user
berikut: (1) perubahan-perubahan, kejadian-kejadian dan peristiwa- peristiwa dalam kenyataan sekitar; (2) cerita tentang perubahan- perubahan, kejadian-kejadian, dan peristiwa-peristiwa realitas tersebut; (3) ilmu yang bertugas menyelediki perubahan- perubahan, kejadian-kejadian dan peristiwa yang merupakan realitas tersebut.
Berdasarkan uraian karakteristik di atas, peristiwa sejarah merupakan peristiwa yang bersifat kontinuitas. Peserta didik dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir kritis. Peserta didik diharapkan dapat merekonstruksi sejarah yang berkesinambungan. Melalui belajar dari sejarah peserta didik dapat menjadikan contoh sebab- akibat dari tindakan yang dilakukan, sehingga diharapkan menjadi manusia yang arif dan bijaksana belajar dari kesalahankesalahan masa lampau menuju masa depan yang lebih baik. Dengan demikian kemampuan berpikir kritis diperlukan untuk mengkaji sejarah agar manfaat belajar dari sejarah diraih oleh peserta didik.
c. Pembelajaran Sejarah
Sejarah adalah mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan, sikap, dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga kini. Kosep sejarah dewasa ini semakin ilmiah dan komprehensif. Sejarah bukan sekedar rangkain peristiwa/untaian
commit to user
pasir, melainkan rangkaian peristiwa yang terentang pada benang- benang gagasan. Kochar (2008:11) memberikan gambaran mengenai konsep sejarah dewasa ini lebih menekan pada sejarah sebagai evolusi, pertumbuhan, dan perkembangan peradaban manusia dari abad ke abad. Sehingga penting mempelajari sejarah karena dalam setiap rentang waktu peradaban terdapat nilai-nilai yang dapat dipelajari dan dijadikan cermin kehidupan di masa mendatang.
Mata pelajaran sejarah merupakan bagian dari mata pelajaran kelompok wajib yang diberikan pada jenjang pendidikan.
Dengan membaca dan mengakrabkan peserta didik dengan fakta- fakta sejarah secara detail, maka pelajaran sejarah menjadi menarik dan dapat memberi pengaruh kepada siswa. Pentingnya pembelajaran sejarah juga ditambahkan oleh Widja (2007:13) bahwa pembelajaran sejarah memiliki peran penting dan fundamental dalam kaitannya dengan tujuan dari belajar sejarah, melalui pembelajaran sejarah dapat juga dilakukan penilaian moral saat ini sebagai ukuran menilai masa lalu.
Pembelajaran sejarah dalam proses belajar, memiliki peran penting dan terlihat jelas bukan hanya sebagai proses transfer ide, akan tetapi juga sebagai proses pendewasaan peserta didik untuk memahami identitas, jati diri, dan kepribadian bangsa melalui pemahaman terhadap peristiwa sejarah. Pembelajaran sejarah
commit to user
hendaklah berorientasi pada pendekatan nilai. Menyampaikan fakta yang memang sangat penting dalam pembelajaran sejarah, akan tetapi yang tidak kalah penting adalah bagaimana mengupas fakta- fakta tersebut dan mengambil intisari nilai yang terdapat di dalamnya sehingga si pembelajar akan menjadi lebih mawas diri sebagai akibat dari pemahaman nilai tersebut (Susanto, 2014: 56- 57).
Aman (2011: 73) mengartikan pembelajaran sejarah sebagai proses yang menjadikan peserta didik mampu mengaktualisasikan diri sesuai dengan potensi dirinya dan menyadari keberadaannya untuk ikut serta dalam menentukan masa depan yang lebih manusiawi bersama-sama orang lain. Adapun standar isi menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 (Agung, 2013: 54), dikemukakan bahwa materi sejarah :
1. Mengandung nilai-nilai kepahlawanan, keteladanan, kepeloporan, patriotisme, nasionalisme, dan semangat pantang menyerah yang mendasari proses pembentukan watak dan kepribadian peserta didik.
2. Memuat khazanah mengenai peradaban bangsa-bangsa, termasuk peradaban bangsa Indonesia. Materi tersebut merupakan bahan pendidikan yang mendasar bagi proses pembentukan dan penciptaan peradaban bangsa Indonesia di masa depan.
commit to user
3. Menanamkan kesadaran persatuan dan persaudaraan serta solidaritas untuk menjadi perekat bangsa dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa.
4. Sarat dengan ajaran moral dan kearifan yang berguna dalam mengatasi krisis multidimensial yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
5. Berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbanan dan kelestarian lingkungan.
d. Tujuan Pembelajaran Sejarah
Widja (1989: 27-28) menjelaskan tujuan pembelajaran sejarah yang dapat dipilih sejalan dengan taksonomi Bloom, yang mencakup ranah pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang aspek- aspek beserta rinciannya meliputi: Ranah pengetahuan: (1) menguasai pengetahuan tentang aktivitas-aktivitas manusia waktu yang lampau baik dalam aspek eksternal maupun internalnya; (2) menguasai pengetahuan tentang fakta-fakta khusus dari peristiwa masa lampau sesuai dengan waktu, tempat, serta kondisi pada waktu, tempat, serta kondisi pada waktu terjadinya peristiwa tersebut; (3) mengetahui pengetahuan tentang unsur-unsur umum yang terlihat pada sejumlah peristiwa masa lampau; (4) menguasai pengetahuan tentang unsur perkembangan dari peristiwa-peristiwa masa lampau yang berlanjut yang menyumbangkan peristiwa masa
commit to user
lampau dengan masa kini; (5) menumbuhkan pengertian hubungan antar fakta, keterkaitan fakta, pengaruh sosial dan kultural terhadap peristiwa sejarah atau sebaliknya.
Ranah pengembangan sikap meliputi: (1) menumbuhkan kesadaran sejarah pada murid agar mampu berpikir dan bertindak sesuai dengan tuntutan zaman pada waktu mereka hidup; (2) menumbuhkan sikap menghargai kepentingan atau kegunaan pengalaman masa lampau bagi hidup masa kini suatu bangsa; (3) menumbuhkan sikap menghargai aspek kehidupan masa kini dari msayarakat dimana mereka hidup, yaitu suatu masyarakat hasil dari pertumbuhan di waktu yang lampau; (4) menumbuhkan kesadaran akan perubahan-perubahan yang telah dan sedang berlangsung di suatu bangsa yang diharapkan menuju pada kehidupan yang lebih baik di waktu yang akan datang.
Ranah pengembangan keterampilan meliputi: (1) menekankan pengembangan kemampuan dasar di kalangan murid berupa kemampuan penyusunan sejarah yang antara lain meliputi pengumpulan jejak-jejak sejarah, kritik sejarah, interpretasi, serta menulis sejarah sederhana; (2) keterampilan mengajukan argumentasi dalam mendiskusikan masalah-masalah kesejarahan (peranan tokoh, hubungan peristiwa); (3) keterampilan menelaah buku sejarah, bertanya, berpikir analitis tentang masalah-masalah sosial historis di lingkungan masyarakatnya; (4) keterampilan
commit to user
bercerita tentang peristiwa sejarah secara hidup (menghidupkan kembali peristiwa sejarah).
Ranah kognitif dan afektif harus selalu ada dalam pembelajaran sejarah. Porsi pembelajaran sejarah minimal berasal dari ranah kognitif dan afektif perlu dibenahi. Pembelajaran sejarah yang mengutamakan fakta keras perlu mendapat perhatian yang signifikan karena pembelajaran sejarah yang demikian hanya akan menimbulkan rasa bosan di kalangan peserta didik yang pada gilirannya akan menimbulkan keengganan untuk mempelajari sejarah (Soedjatmoko, 1984: 15).
Kartodirjo (1989: 86) mengungkapkan bahwa apabila sejarah hendak tetap berfungsi dalam pendidikan, maka harus dapat menyesuaikan diri dengan situasi sosial dewasa ini. Jika studi sejarah terbatas pada pengetahuan fakta-fakta akan menjadi steril dan mematikan segala minat sejarah. Selanjutnya diungkapkan pula oleh Kartodirdjo (dalam Aman, 2011: 100) tentang fungsi pembelajaran sejarah, yaitu (1) untuk membangkitkan minat kepada sejarah tanah airnya; (2) untuk mendapatkan inspirasi dari sejarah, baik dari kisah-kisah kepahlawanan baik peristiwa- peristiwa yang merupakan tragedi nasional; (3) memberi pola berpikir ke arah berpikir secara nasional, kritis, dan empiris; (4) mengembangkan sikap mau menghargai nilai-nilai kemanusiaan.
commit to user
Pembelajaran sejarah di sekolah yang masih menggunakan cara-cara tradisional, seperti ceramah, diskusi, dan tanya jawab kebanyakan hanya akan menekankan aspek-aspek kognitif dan mengabaikan kecakapan-kecakapan sosial termasuk dalam penilaiannya. Dampaknya yaitu siswa merasa bosan terhadap pembelajaran sejarah, dan dalam jangka panjang, berdampak pada penurunan kualitas pembelajaran dan hasil belajar sejarah. (Aman, 2011: 93).
Tujuan pembelajaran sejarah di sekolah adalah agar siswa memperoleh kemampuan berpikir historis dan pemahaman sejarah.
Melalui pembelajaran sejarah siswa mampu mengembangkan kompetensi untuk berpikir secara kronologis dan memiliki pengetahuan tentang masa lampau yang dapat digunakan untuk memahami dan menjelaskan proses perkembangan dan perubahan masyarakat serta keragaman sosial budaya dalam rangka menemukan dan menumbuhkan jati diri bangsa di tengah-tengah kehidupan masyarakat dunia. Pembelajaran sejarah juga bertujuan agar siswa menyadari adanya keragaman pengalaman hidup pada masing-masing masyarakat dan adanya cara pandang yang berbeda terhadap masa lampau (Pusat Kurikulum, 2006).
Adapun tujuan pembelajaran sejarah di tingkat SMA yang tercantum dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006, adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1)
commit to user
Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini dan masa depan; (2) melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan; (3) menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia dimasa lampau;
(4) menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang; (5) menumbuhkan kesadaran dalam arti peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta ranah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun internasional.
Lebih lanjut Ali (2005: 351) berpendapat bahwa pembelajran sejarah nasional mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Membangkitkan, mengembangkan serta memelihara semangat kebangsaan.
2. Membangkitkan hasrat mewujudkan cita-cita kebangsaan alam segala lapangan.
3. Membangkitkan hasrat mempelajari sejarah kebangsaan dan mempelajarinya sebagai bagian dari sejarah dunia.
commit to user
4. Menyadarkan anak tentang cita-cita Nasional (Pancasila dan Undang-Undang Pendidikan), serta perjuangan tersebut untuk mewujudkan cita-cita itu sepanjang masa.
Tujuan lain pembelajaran sejarah pada peserta didik di sekolah sebagai mana diungkapkan oleh Agung (2013: 56) adalah:
1. Mendorong siswa berpikir kritis-analitis dalam memanfaatkan pengetahuan tetang masa lampau untuk memahami kehidupan masa kini dan yang akan datang.
2. Memahami bahwa sejarah merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan kemampuan intelektual dan keterampilan untuk memahami proses perubahan dan keberlanjutan masyarakat.
Sedangkan menurut Kochar (2008: 51-52) tujuan pembelajaran sejarah pada peserta didik di sekolah adalah:
1. Pengetahuan: siswa harus mendapatkan pengetahuan tentang istilah, konsep, fakta, peristiwa, simbol, gagasan, perjanjian, problem, tren, kepribadian, kronologi, generalisasi, dan lain-lain yang berkaitan dengan pendidikan.
commit to user
2. Pemahaman: siswa harus mengembangkan pemahaman tentang istilah, fakta, pristiwa yang penting, tren, dan lain-lain yang berkaitan dengan pendidikan.
3. Pemikiran kritis: pembelajaran sejarah harus membuat para siswa mampu mengembangkan pemikiran yang kritis.
4. Ketrampilan praktis: pelajaran sejarah harus membuat siswa mampu mengembangkan ketrampilan praktis dalam studinya dan memahami fakta-fakta sejarah.
5. Minat: pelajaran sejarah harus membuat siswa mampu mengembangkan minatnya dalam studi tentang sejarah.
e. Standar Kompetensi Pelajaran Sejarah
Agung (2013: 58) menjelaskan terdapat delapan kompetensi umum dalam kurikulum sejarah, yaitu:
1. Mampu menghubungkan keterkaitan antara manusia, waktu, tempat, dan kejadian sejarah;
2. Mampu membangun konsep waktu, urutan waktu, dan menggunakannya dalam menentukan sebab akibat suatu kejadian dan menilai perubahan serta keberlanjutan.
3. Mampu menunjukan peran tokoh politik, sosial, budaya, agama, ekonomi, teknologi, dan ilmu dalam menentukan bentuk dan arah suatu kelompok sosial, masyarakat, bangsa, dan dunia.
commit to user
4. Mampu menentukan asal usul suatu adat, hari besar nasional, perayaan lainnya, dan bangunan bersejarah dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
5. Mampu menarik informasi dan berpikir kritis analitis tentang informasi yang diperoleh dari sumber sejarah dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
6. Mampu memahami karakteristik berbagai peristiwa penting dalam sejarah lokal, daerah, nasional dan internasional serta memanfaatkannya untuk mengkaji berbagai masalah kehidupan pribadi, masyarakat, dan bangsa.
7. Membangun semangat kebangsaan yang positif, kebersamaan sebagai bangsa, dan semangat persaingan yang positif dalam lingkungan kebangsaan dan antar bangsa.
8. Mampu bertindak secara demokratis danmenghargai berbagai perbedaan serta keberagaman sosial, kultural, agama, etnis dan ideologi.
3. Media Pembelajaran
a. Pengertian Media Pembelajaran
Secara harfiah media berarti perantara atau pengantar (Kustandi dkk, 2011: 7). Dijelaskan pula oleh Sadiman (1993: 6) bahwa media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim
commit to user
ke penerima pesan. Gagne (dalam Sadiman, dkk, 1993:1) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dan lingkungannya. Dijelaskan pula oleh Raharjo (1989: 25) bahwa media adalah wadah dari pesan yang sumbernya ingin diteruskan kepada sasaran atau penerima pesan tersebut. Materi yang diterima adalah pesan instruksional, sedangkan tujuan yang dicapai adalah tercapainya proses belajar.
AECT (Association of Education and Communication and Technology, 1977) memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi.
Batasan mengenai pengertian media sangat luas, namun dibatasi pada media pendidikan yakni media yang digunakan sebagai alat dan bahan penunjang kegiatan belajar mengajar.
Menurut Hamalik (1986: 23), yang dimaksud dengan media pendidikan adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Ciri umum media pendidikan dirumuskan oleh Hamalik (1986: 22-23) sebagai berikut:
1. Media pendidikan identik artinya dengan pengertian keperagaan yang berasal dari kata raga, artinya suatu benda
commit to user
yang dapat diraba, dilihat, didengar, dan diamati melalui pancaindera kita.
2. Tekanan utama terletak pada benda atau hal-hal yang bisa dilihat dan didengar
3. Media pendidikan digunakan dalam rangka hubungan (komunikasi) dalam pengajaran, antara guru dan siswa.
4. Media pendidikan adalah semacam alat bantu belajar mengajar, baik dalam kelas maupun diluar kelas.
5. Pada dasarnya media pendidikan merupakan suatu perantara (medium, media) dan digunakan dalam rangka pendidikan.
6. Media pendidikan mengandung aspek-aspek: sebagai alat dan sebagai teknik yang sangat erat pertaliannya dengan metode mengajar.
Istilah media yang digunakan dalam pendidikan disebut pula oleh para ahli lainnya dengan istilah media pembelajaran.
Menurut Anitah (2008: 1) media pembelajaran berarti “sesuatu yang mengantarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan kepada penerima pesan”. Briggs dalam Anitah (2008: 1) mengatakan bahwa media pembelajaran pada hakikatnya adalah peralatan fisik untuk membawakan atau menyempurnakan isi pembelajaran. Termasuk didalamnya buku, videotape, slide suara, suara guru, tape recorder, modul atau salah satu komponen dari suatu sistem penyampaian. Gagne dalam Kosasih (2007: 10)
commit to user
mengartikan media pembelajaran merupakan berbagai jenis komponen dalam lingkungan peserta didik yang dapat merangsang peserta didik untuk belajar.
Menurut Encyclopedia of Educational Research dalam Hamalik (1986: 27) dijelaskan beberapa manfaat media pembelajaran, antara lain:
1. Meletakkan dasar-dasar yang konkrit untuk berpikir dan oleh karena itu mengurangi verbalisme.
2. Memperbesar perhatian siswa.
3. Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar dan oleh karena itu membuat pelajaran lebih menetap.
4. Memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri dikalangan siswa.
5. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinu, hal ini terutama terdapat dalam gambar hidup.
6. Membantu tumbuhnya pengertian dan dengan demikian membantu perkembangan kemampuan berbahasa.
7. Memberikan pengalaman-pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain serta membantu berkembangnya efisiensi yang lebih mendalam serta keragaman yang lebih banyak dalam belajar.
commit to user
Sejalan dengan berbagai manfaat media pembelajaran yang telah dijelaskan diatas, maka dalam pembelajaran sejarah, media memiliki kegunaan untuk memvisualisasikan fakta-fakta sejarah dan berfungsi sebagai sumber belajar. Posisi dan kedudukan media dalam keseluruhan sistem pembelajaran merupakan bagian integral dari sistem pembelajaran yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan siswa sehingga dapat mendorong siswa untuk belajar (Sadiman dkk, 2002:6).
Heinich dkk (1982) mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima.
Jadi, Televisi, film, foto, radio, rekaman audio, gambar yang diproyeksikan, bahan-bahan cetakan dan sejenisnya adalah media.
Apabila media-media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan untuk pembelajaran atau mengandung maksud- maksud pembelajaran maka media itu disebut media pembelajaran.
Sejalan dengn batasan ini, Hamidjojo dalam Latuheru (1993) memberi batasan media sebagai semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan, atau pendapat sehingga ide, gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang dituju.
commit to user
Sudjana dalam Kustandi dkk (2011: 22) mengemukakan bahwa manfaat media pembelajaran dalam proses pembelajaran siswa, diantaranya sebagai berikut:
1. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa, sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar
2. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran.
3. Metode mengajar akan lebih bervariasi tidak semata-mata komunikasi verbal, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi jika guru mengajar setiap jam pelajaran
4. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktifitas lain, seperti mengamati, melakukan, mendemontrasikan, memerankan, dll.
b. Fungsi Media Pembelajaran
Hamalik (dalam Arsyad : 2013:19) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan bahwa membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi
commit to user
pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian isi dari pembelajaran tersebut.
Menurut Munadhi (2013 : 37-48), ada tujuh fungsi media pembelajaran; 1) sebagai sumber belajar, 2) fungsi simantik yaitu kemampuan media dalam menambah perbendaharaan kata yang maksudnya benar-benar bisa dipahami siswa, 3) fungsi manipulatif yaitu kemampuan media mengatasi batas ruang dan n waktu &
keterbatasan indrawi, 4) fungsi psikologis meliputi atensi & afektif, 5) fungsi kognitif, 6) fungsi imajinatif, dan 7) fungsi motivasi.
Sedangkan menurut Anitah (2008:206) fungsi dan peran media pembelajaran adalah;
1. Menangkap suatu objek atau pristiwa-pristiwa tertentu.
2. Memanipulasi keadaan, pristiwa, atau objek tertentu.
3. Menambah gairah dan motivasi belajar siswa.
4. Media pembelajaran memiliki nilai praktis; mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa, mengatasi batas ruang kelas, memungkinkan terjadinya interaksi langsung, menanamkan konsep dasar yang benar, nyata, dan tepat, membangkitkan motivasi belajar, membangkitkan keinginan dan minat baru, mengontrol kecepatan belajar, memberikan pengalaman yang menyeluruh dari hal konkret sampai yang abstrak.
commit to user
Levie dan Lentz (1982) dalam Kustandi (2011: 19-20) mengemukakan empat fungsi media pembelajaran , khususnya media visual, yaitu:
1. Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran.
2. Fungsi afektif media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa, misalnya informasi yang menyangkut masalh sosial atau ras.
3. Fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan- temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.
4. Fungsi kompensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali.
commit to user
Dengan kata lain, media pembelajaran berfungsi untuk mengakomodasi siswa yang lemah dan lambat menerima serta memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan secara verbal.
Selanjutnya menurut Kemp & Dayton dalam Arsyad (2005:
19) media pembelajaran dapat memenuhi tiga fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan, kelompok, atau kelompok pendengar yang besar jumlahnya, yaitu:
1. Memotivasi minat atau tindakan
Untuk memenuhi fungsi motivasi, media pembelajaran dapat direalisasikan dengan teknik drama dan hiburan.
Hasil yang diharapkan adalah melahirkan minat dan merangsang para siswa untuk bertindak. Pencapaian tujuan ini akan mempengaruhi sikap, nilai, dan emosi.
2. Menyajikan informasi
Untuk tujuan informasi media pembelajaran dapat digunakan dalam rangka menyajikan informasi dihadapan sekelompok siswa. Partisipasi yang diharapkan dari siswa hanya terbatas pada persetujuan atau ketidaksetujuan mereka secara mental atau terbatas pada perasaan tidak/kurang senang, netral/senang.
commit to user 3. Memberi Instruksional
Dikatakan berfungsi untuk tujuan instruksi jika informasi yang terdapat dalam media itu harus melibatkan siswa, baik dalam benak atau mental maupun dalam bentuk aktivitas yang nyata, sehingga pembelajaran dapat terjadi.
c. Manfaat Media Pembelajaran
Menurut Arsyad (2005: 26-27) manfaat praktis dari penggunaan media pembelajaran didalam proses pembelajaran diantaranya adalah:
1. media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar.
2. media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya. Dan kemungkinan siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai kemampuan dan minatnya.
3. media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu, diantaranya (a) objek atau benda yang terlalu besar untuk ditampilkan langsung diruang kelas dapat diganti dengan gambar, foto, slide,
commit to user
realita, film, radio, model, (b) objek atau benda yang terlalu kecil yang tidak tampak oleh indera dapat disajikan dengan bantuan microskop, film, slide, atau gambar (c) kejadian langka yang terjadi masa lalu atau terjadi sekali dalam puluhan tahun dapat ditampilkan melalui rekaman video, film, foto, slide, disamping secara verbal, (d) objek atau proses yang amat rumit seperti peredaran darah dapat ditampilkan secara kompleks melalui film, gambar, slide, atau simulasi komputer (e) kejadian atau cobaan yang dapat membahayakan dapat disimpulkan dengan media seperti komputer, film, dan video, (f) peristiwa alam seperti terjadinya letusan gunung berapi atau proses yang dalam kenyataannya memakan waktu yang lama seperti proses kepongpong menjadi kupu-kupu dapat disajikan dengan teknik-teknik rekaman seperti timelapse untuk film, video, slide atau simulasi komputer.
4. Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa dilingkungan mereka serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat dan lingkungannya.
commit to user
Selanjutnya menurut Hamalik, (1989: 15) media memiliki beberapa manfaat dalam pengajaran antara lain: meletakkan dasar- dasar yang konkret untuk berpikir sehingga mengurangi verbalisme, memperbesar perhatian anak, meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, sehingga membuat pelajaran lebih mantap, memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri dikalangan siswa, membantu tumbuhnya pengertian sehingga membantu perkembangan kemampuan siswa, memberikan pengalaman- pengalaman yang tidak diperoleh dengan cara lain serta membantu berkembangnya efisiensi yang lebih mendalam serta keragaman yang lebih banyak.
d. Pemilihan Media Pembelajaran
Pemilihan media yang terbaik untuk tujuan pembelajaran tertentu bukanlah hal yang mudah. Tetapi bagaimanapun juga, seorang guru harus dapat menentukan media yang paling tepat untuk pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Perlu disadari bahwa tidak ada jawaban yang sederhana dalam pemilihan media yang dapat diterapkan seperti buku resep.
Konsep “kerucut pengalam” dari “Edgar Dale”
memperlihatkan analisis dalam perlakuan variabel-variabel pebelajar, dan bukan pada variabel tugas. Dalam pemilihan media,
commit to user
Gagne dkk, dalam (Anitah, 2009:2003) menyarankan perlunya mempertimbangkan:
1. Prinsip-prinsip umum a. Variabel tugas.
Dalam pemilihan media, guru harus menentukan jenis kemempuan yang diharapakan dari pebelajar sebagai hasil pembelajaran. Disarankan untuk menentukan jenis stimulus yang diinginkan sebelum menentukan jenis stimulus yang diinginkan sebelum melakukan pemilihan media.
b. Variabel pebelajar.
Karakteristik pebelajar perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media, walaupun belum ada kesepakatan karakteristik mana yang penting.
Namun guru menyadari bahwa para pebelajar mempunyai gaya belajar yang berbeda.
c. Lingkungan belajar.
Pertimbangan ini lebih bersifat administratif.
Berbagai hal yang termasuk didalamnya adalah besarnya biaya sekolah, ukuran ruang kelas, kemampuan mengembangkan materi baru, ketersediaan radio, televisi dll, kemampuan guru dan kesediaan untuk usaha-usaha mendesai
commit to user
pembelajaran, ketersediaan bahan-bahan modul untuk pembelajaran individual, sikap pemimpin sekolah ataupun guru terhadap inivasi, arsitektur sekolah.
d. Lingkungan pengembangan.
Jelas seakan-akan sia-sia untuk merencanakan penyajian yang baik, bila pengembangan sumber- sumber tidak mendukung untuk tugas tersebut, misalnya ketersediaan waktu pengembangan personel, akan mempengaruhi keberhasilan penyajian.
e. Ekonomi dan budaya.
Dalam pemilihan media perlu mempertimbangkan apakah media itu dapat diterima oleh si pemakai dan sesuai dengan sumber dana serta peralatan yang tersedia. Juga sikap terhadap berbagai media mungkin berbeda antara penduduk kota dengan desa, antar sub kelompok bangsa dan sosial ekonomi.
2. Faktor-faktor praktis
Faktor ini termasuk faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media:
commit to user
a. Besarnya kelompok dapat ditampung dalam suatu ruangan
b. Jarak antara penglihatan dan pendengaran untuk penggunaan media
c. Seberapa jauh media dapat mempengaruhi respon pebelajar atau kegiatan lain untuk kelengkapan umpan balik
d. Adakah penyajian itu sesuai dengan respon pebelajar.
e. Apakah stimulus pembelajaran menuntut gerak, warna, gambar, kata-kata lisan, atau tertulis.
f. Media manakah yang paling mendukung kondisi belajar untuk pencapaian tujuan.
g. Media manakah yang lebih lengkap untuk maksud peristiwa-peristiwa pembelajaran tersebut.
h. Media yang dipandang kemungkinan lebih efektif bagi pebelajar perlu ditentukan apakah perangkat lunak dapat disimpan dan bernialai.
i. Apakah guru memerlukan training tambahan.
4. Media Audio Visual
Menurut Sukiman (2012; 152) media pembalajaran yang berbasis audio visual adalah media yang digunakan untuk menyalurkan pesan lewat indera penglihatan sekaligus indera pendengaran. Contohnya
commit to user
media televisi dan media film atau video. Sama seperti film, video dapat menggambarkan suatu objek yang bergerak bersama-dama dengan suara alamiah atau suara yang sesuai. Film dan video berfungsi sebagai media untuk menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan kosep-konsep yang rumit, mengajarkan keterampilan, mengikat atau memperpanjang waktu dan mempengaruhi hidup.
Secara umum media audio visual menurut teori kerucut pengalaman Edgar Dale memiliki efektivitas yang tinggi dari pada media audio atau visual (Sukiman, 2012: 184). Selanjutnya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990; 1003) mengartikan video dengan (1) bagian yang memancarkan gambar pada pesawat televisi; (2) rekaman gambar hidup untuk ditayangkan pada pesawat televisi. Lebih lanjut, video menurut Sukiman (2012: 188) merupakan seperangkat komponen atau media yang mampu menampilkan gambar sekaligus suara dalam waktu bersamaan. Pada dasarnya hakikat video adalah mengubah suatu ide atau gagasan menjadi sebuah tayangan gambar dan suara yang proses perekamannya dan penayangannya melibatkan teknologi tertentu.
Menurut Tim Pengembangan MKDP Kurikulum dan Pembelajaran (2009: 150), media audio visual adalah media dengan kombinasi audio dan visual, atau biasa disebut media pandang dan dengar. Dengan menggunakan media ini, penyajian bahan ajar kepada para siswa akan semakin lengkap dan optimal. Selain itu dengan media ini, dalam batas
commit to user
– batas tertentu dapat menggantikan peran tugas guru. Dalam hal ini, guru tidak selalu berperan sebagai penyaji materi (teacher) tetapi karena penyajian materi bisa digantikan oleh media, maka peran guru bisa beralih menjadi fasilitator belajar, yaitu memberikan kemudahan bagi para siswa untuk belajar.
Keuntungan dari media video diantaranya adalah: (1) video dapat melengkapi pengalaman-pengalaman dasar siswa ketika mereka membaca, berdiskusi berpraktik dan lain-lain, (2) video dapat menggambarkan suatu proses secara tepat yang dapat disksikan secara berulang-ulang jika dipandang perlu, (3) disamping mendorong dan meningkatkan motovasi, video dapat menemukan sikap dan segi-segi afektif lainnya, (4) video yang mengandung nilai-nilai positif dapat mengundang pemikiran dan pembahasan dalam kelompok siswa, (5) video dapat menyajikan peristiwa yang berbahaya bila dilihat langsung, seperti lahar gunung berapi’ (6) video dapat ditunjukkan ada kelompok besar maupun kecil, kelompok heterogen maupun perorangan.
5. Kemampuan Berpikir Kritis a. Pengertian Berpikir Kritis
Berpikir kritis adalah suatu aktifitas kognitif yang berkaitan dengan pengetahuan nalar. Kemampuan dalam berpikir kritis memberikan arahan yang tepat dalam berpikir dan bekerja, dan membantu dalam menentukan keterkaitan sesuatu dengan yang lainnya dengan lebih akurat. Oleh sebab itu kemampuan berpikir kritis sangat dibutuhkan
commit to user
dalam pemecahan masalah / pencarian solusi, dan pengelolaan proyek.Pengembangan kemampuan berpikir kritis merupakan integrasi beberapa bagian pengembangan kemampuan, seperti pengamatan (observasi), analisis, penalaran, penilaian, pengambilan keputusan, dan persuasi. Semakin baik pengembangan kemampuan-kemampuan ini, maka kita akan semakin dapat mengatasi masalah-masalah/proyek komplek dan dengan hasil yang memuaskan.
Pengertian berpikir kritis dijelaskan oleh beberapa ahli yang dikutip oleh Tilaar H. A. R. (2011:15-16) sebagai berikut: Robert H.
Ennis (2011), menyatakan bahwa Critical thinking is reasonable and reflective thinking focused on deciding what to believe or de (berpikir kritis adalah suatu proses berpikir reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang diyakini untuk diperbuat). Dengan demikian dalam berpikir kritis diarahkan kepada rumusan-rumusan yang memenuhi kriteria tertentu untuk diperbuat. Lipman (1991) mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir yang memfasilitasi keputusan oleh karena itu didasarkan kepada kriteria yang nyata, yang self-corrective dan substantif dalam konteks. Richard Paul (1990), menyatakan berpikir kritis adalah suatu kemampuan dan disposisi untuk mengevaluasi secara kritis suatu kepercayaan atau keyakinan, asumsi apa yang mendasarinya dan atas dasar pandangan hidup mana asumsi tersebut terletak.
commit to user
Ada beberapa hal yang menjadi ciri khas dari pemikir kritis, diantaranya adalah:
a. Mampu membuat simpulan dan solusi yang akurat, jelas, dan relevan terhadap kondisi yang ada,
b. Berpikir terbuka dengan sistematis dan mempunyai asumsi, implikasi, dan konsekuensi yang logis
c. Berkomunikasi secara efektif dalam menyelesaikan suatu masalah yang kompleks.
Lebih lanjut Mark Mason (2007: 341) mengutip pendapat Robert H. Ennis, mendefinisikan konsep berpikir kritis terutama didasarkan pada keterampilan tertentu khususnya keterampilan mengamati, menyimpulkan, generalisasi, penalaran, mengevaluasi penalaran dan sejenisnya. Berpikir merupakan kegiatan memanipulasi dan mentransformasi informasi dalam memori. Seseorang berpikir untuk membentuk konsep, menalar, berpikir secara kritis, membuat keputusan, berpikir secara kreatif, dan memecahkan masalah (Santrock, 2009:8). Sedangkan berpikir kritis adalah proses terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan dan menganalisis asumsi (Johnson, 2007:183) Setiap individu adalah seorang pemikir kritis.
Berpikir kritis dapat juga dikatakan sebagai suatu keterampilan berpikir secara reflektif untuk memutuskan hal-hal yang dilakukan dimana kemampuan berpikir kritis setiap siswa tidaklah sama, oleh
commit to user
karena itu kemampuan berpikir kritis dalam proses pembelajaran perlu dilatih dan dikembangkan oleh guru. Salah satu cara yang dapat dikembangkan dalam melatih kemampuan berpikir kritis bagaimana siswa dapat mencari dan menemukan masalah, menganalisis masalah, membuat hipotesis mengumpulkan data, menguji hipotesis serta menentukan alternatif penyelesaian.
Ada 13 indikator karakter berpikir kritis yang dikembangkan Ennis (1985) yaitu:
1. Mencari pertanyaan jelas dari teori dan pertanyaan.
2. Mencari alasan.
3. Mencoba menjadi yang teraktual.
4. Menggunakan sumber-sumber yang dapat dipercaya dan menyatakannya.
5. Menjelaskan keseluruhan situasi.
6. Mencoba tetap relevan dengan ide utama.
7. Menjaga ide dasar dan orisinil di dalam pikiran.
8. Mencari alternatif.
9. Berpikiran terbuka.
10. Mengambil posisi (dan mengubah posisi) ketika bukti-bukti dan alasan-alasan memungkinkan untuk melakukannya.
11. Mencari dokumen-dokumen dengan penuh ketelitian.
12. Sepakat dalam suatu cara yang teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan kompleks.
commit to user
13. Peka terhadap perasaan, pengetahuan, dan kecerdasan orang lain.
Selain itu, masih ada 12 indikator keterampilan berpikir kritis yang terbagi ke dalam lima kelompok besar berikut ini. (1) Memberikan penjelasan sederhana: a) memfokuskan pertanyaan, b) menganalisis argumen, c) bertanya dan menjawab tentang suatu penjelasan atau tantangan, (2) Membangun keterampilan dasar: d) mempertimbangkan kredibilitas sumber, e) mengobservasi dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi. (3) Menyimpulkan: f) mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, g) menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi, h) membuat dan menentukan nilai pertimbangan, (4) Memberikan penjelasan lebih lanjut: i) mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi, j) mengidentifikasi asumsi. (5) Mengatur strategi dan taktik: k) menentukan tindakan, l) berinteraksi dengan orang lain.
Keterampilan berpikir kritis sangat perlu dan penting untuk dikembangkan pada diri siswa. Dengan kemampuan ini diharapkan siswa dapat menjadikan hidupnya lebih baik lagi. Richard W. Paul dalam Rahmawati (2006:62) mengemukakan pentingnya keterampilan berpikir kritis bagi siswa. Ia berpendapat bahwa, hanya ketika kita mengembangkan keterampilan berpikir kritis terhadap mata pelajaran, berarti kita mendidik anak untuk menguji struktur logika dan menguji pengalamannya dari berbagai aspek sehingga pada akhirnya akan menjadikan mereka menjadi orang dewasa yang kritis.
commit to user b. Ciri-ciri Berpikir Kritis
Kemampuan berpikir kritis pada dasarnya merupakan sesuatu yang abstrak. Sehingga sangat sulit untuk dapat mengukurnya. Namun demikian untuk menilai kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilihat dalam diskusi dan interaksi dengan temannya ketika proses pembelajaran. Dengan kata lain kemampuan berpikir kritis merupakan satu hal yang tidak terpisahkan dengan sikap kritis.
Menurut L. M. Sartolli (1989) dalam Zaleha, ukuran dan kriteria seseorang dikatakan telah berpikir kritis adalah:
1) Menghadapi tantangan demi tantangan dengan alasan-alasan 2) Memberikan contoh-contoh dan argumen yang berbeda dari
yang sudah ada.
3) Mencari dan memaparkan hubungan antara masalah atau pengalaman lain yang relevan
4) Menghubungkan masalah khusus yang menjadi subjek diskusi dengan prinsip yang lebih bersifat umum
5) Menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang relevan dan beraturan 6) Meminta klarifikasi
7) Menanyakan sumber informasi 8) Berusaha untuk memahami 9) Mendengarkan dengan hati-hati 10) Mendengarkan agar pikiran terbuka 11) Berbicara dengan bebas
commit to user 12) Bersikap sopan
13)Mencari dan memberikan ide dan pilihan variasi.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis dapat dimiliki seseorang melalui proses belajar yang tentunya dengan memiliki kemampuan dan kecakapan dalam memilih dan menentukan metode pembelajaran yang tepat sehingga tercapai tujuan pembelajaran secara optimal.
c. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Kemampuan berpikir kritis sebagaimana diungkapkan oleh R.
Swart dalam Zaleha (2002: 95) merupakan sebuah kemampuan yang dapat dikembangkan dan dilatih. Adapun beberapa cara dan strategi dalam melatih siswa berpikir kritis diantaranya adalah:
a) Membaca dengan kritis. Untuk berpikir kritis seseorang harus membaca secara dengan kritis pula.
b) Meningkatkan daya analisis
c) Mengembangkan kemampuan observasi
d) Meningkatkan rasa ingin tahu, kemampuan bertanya dan refleksi
e) Metakognisi/memahami cara berpikir sendiri f) Mengamati model dalam berpikir kritis g) Diskusi yang kaya
Keterampilan berpikir kritis sangat penting untuk dikembangkan pada diri siswa. Dengan kemampuan ini diharapkan siswa dapat
commit to user
menjadikan hidupnya lebih baik. Richard W. Paul dalam Rahmawati (2006: 62) mengemukakan pentingnya keterampilan berpikir kritis bagi siswa. Ia berpendapat bahwa, hanya ketika kita mengembangkan keterampilan berpikir kritis terhadap mata pelajaran, berarti kita mendidik anak untuk menguji struktur logika dan menguji pengalamannya dari berbagai aspek sehingga pada akhirnya akan menjadikan mereka menjadi orang dewasa yang kritis.
6. Teori Pergerakan
Perjuangan Adisutjipto dalam usaha mempertahankan eksistensi dan kemerdekaan Indonesia tidak terlepas dari kondisi dan jiwa zaman Indonesia saat itu. Negara Indonesia yang masih seumur jagung pada saat itu harus menghadapi tantangan berat dari negara Belanda yang ingin kembali menguasai dan menjajah Indonesia. Hal ini tentu menimbulkan gerakan perlawanan baik dari pemerintah Indonesia maupun dari masyarakt Indonesia pada umumnya. Oleh karena itu penting kiranya untuk kita bahas tentang teori pergerakan, dalam hal ini pergerakan sosial yang kemudian memunculkan perjuangan dari seorang Adisutjipto dalam mempertahankan eksistensi dan kemerdekaan Indonesia.
Ditinjau dari segi usia, gerakan sosial sebagai aksi kolektif tentu sama tuanya dengan perkembangan peradaban manusia.
Bahkan sejarah membuktikan bahwa perubahan satu peradaban ke
commit to user
peradaban yang lain kerap terjadi melalui gerakan-gerakan kolektif atau gerakan sosial.
Gerakan sosial secara teoritis merupakan sebuah gerakan yang lahir dari dan atas prakarsa masyarakat dalam usaha menuntut perubahan dalam institusi, kebijakan atau struktur pemerintah. Di sini terlihat tuntutan perubahan itu biasanya karena kebijakan pemerintah tidak sesuai lagi dengan konteks masyarakat yang ada atau kebijakan itu bertentangan dengan kehendak sebagian rakyat.
Karena gerakan sosial lahir dari masyarakat maka kekurangan apapun ditubuh pemerintah menjadi sorotannya. Dari literatur defenisi tentang gerakan sosial, adapula yang mengartikan gerakan sosial sebagai sebuah gerakan yang anti pemerintah dan juga pro pemerintah. Ini berarti tidak selalu gerakan sosial itu muncul dari masyarakat tapi bisa juga hasil rekayasa para pejabat pemerintah atau penguasa Juwono Sudarsono (1976: 24-25).
Dalam memahami dan menjelaskan fenomena gerakan sosial, para ahli ilmu sosial mengembangkan wacana sehingga pada tatanan teoritis telah melahirkan beberapa pendekatan untuk bisa lebih menjelaskan Gerakan Sosial. Paradigma teoritis dari Gerakan Sosial mungkin bisa dimasukan dalam istilah yang berbeda-beda. Selain paradigma neo-marxisme, pendekatan yang mendominasi hingga awal tahun 1970-an adalah konsep prilaku kolektif interaksionis dan konsep gerakan sosial mahzab Chicago,
commit to user
serta model struktural-fungsional. Paradigma yang terakhir ini merupakan perspektif yang paling luas dianut pada saat itu.
Fuentes dan Gunder Frank mendefenisikan kelompok aksi ataupun gerakan sosial sebagai akar rumput (bersifat lokal), transisional ke arah sosialisme dalam arti berusaha untuk memutuskan mata rantai kolonialisme dan bersifat antipolitik, yang artinya tidak berusaha untuk memegang kekuasaan di tingkat institusional, tetapi secara luas merupakan gerakan demokratis.
Kelompok ini merupakan instrumen dan pernyataan perjuangan rakyat terhadap eksploitasi dan penindasan yang sudah sangat tua serta upaya untuk bertahan hidup dan mempunyai identitas, mencoba untuk mencapai, dan menjadi instrumen dari pemberdayaan diri demokratis.
Disisi lain, terdapat pandangan mengenai munculnya kelompok aksi atau gerakan-gerakan sosial dunia ketiga, adalah sebagai unsur utama dalam munculnya masyarakat sipil dengan berusaha untuk melindungi, memprotes dan meningkatkan kepentingan para anggotanya, hal ini memberikan dukungan kepada munculnya proses demokratis yang perlahan dengan memperkuat dan memperluas masyarakat sipil.
Dari beberapa uraian tentang pergerakan sosial diatas maka dapat kita kaitkan, dengan gerakan-gerakan masyarakat Indonesia ketika mempertahankan kemerdekaan. Upaya-upaya yang
commit to user
dilakukan baik oleh pemerintah secara struktural maupun oleh masyarakat pada umumnya adalah semata-mata untuk membebaskan Indonesia dari belenggu kolonialisme Belanda.
Dalam hal ini sosok Adisutjipto kemudian muncul sebagai salah satu tokoh yang ikut terlibat dalam gerakan-gerakan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, serta ikut dalam pergerakan-pergerakan sosial yang berusaha menunjukkan eksistensi Indonesia.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan merupakan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu yang mengkaji objek yang relatif sama dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian yang relevan ini penting sebagai sumber acuan dan perbandingan bagi peneliti untuk melakukan penelitian selanjutnya. Sehingga dapat ditemukan hal-hal yang baru yang berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya. Berikut ini adalah beberapa penelitian yang relevan:
Muhamad Choiri (2011), dalam tesis yang berjudul
“Pengembangan Bahan Ajar Multimedia Interaktif Kompetensi Mengoperasikan Software Desain Grafis Vektor Bagi SMK Program Multimedia” penelitian ini menunjukkan analisis hasil post test diketahui 36 peserta didik dalam uji coba lapangan dinyatakan berhasil mencapai ketuntasan belajar sejumlah 36 orang peserta didik (100%) dengan KKM 70. Keefektifan produk diuji dengan uji t yang menunjukkan Fhit=
commit to user
2.80>1.96=Ftabel, hal ini berarti ada perbedaan yang signifikan antara prestasi yang diperoleh peserta didik yang menggunakan bahan ajar multimedia interaktif dengan peserta didik kelompok lain yang belajar dengan mengikuti presentasi (demonstrasi) guru tanpa disertai bahan ajar.
Herdi Ryan Santoso (2012), dalam tesis yang berjudul
“Pengembangan Multimedia Pada Mata Pelajaran Bahasa Inggris di SMK Ma’arif Kebumen” menunjukkan skor rata-rata pre tes adalah 46, sedangkan skor rata-rata post tes adalah 89 menunjukkan ada kenaikan sebesar 43%. Hasil uji t diperoleh nilai t hitung =7.083>t tabel= 2.021, nilai t hitung > t tabel (8,34>2,04). Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak, berarti menggunakan CD pembelajaran dapat meningkatkan nilai belajar siswa, ini menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara nilai yang diperoleh sebelum dan sesudah menggunakan CD pembelajaran.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa multimedia pembelajaran bahasa Inggris yang dikembangkan peneliti layak digunakkan sebagai media pembelajaran.
Dalam jurnal IEEE Transactions on Pattern Analysis and Machine Intelligence, Vol. 31, No. 1, Januari 2009, Zhihong Zheng, dkk, yang berjudul A Survey of Affect Recognition Methods: Audio, Visual, and Spontaneous Expressions (Survei pada Pengeruh Pengenalan Metode:
Audio, Visual dan Ekspresi Spontanitas) mengungkapkan bahwa analisis otomatis pada kecenderungan tingkah laku manusia menarik banyak perhatian dari para peneliti di bidang psikologi, ilmu komputer, linguistik,
commit to user
ilmu syaraf, dan disiplin ilmu yang terkait. Bagaimanapun, terdapat metode yang secara khas hanya menangani dengan bebas secara melebih- lebihkan ekspresi dari bentuk dasar emosi, meskipun faktanya kesengajaan perilaku tersebut berbeda pada penampilan visual, profil audio, dan timing dari terjadinya perilaku spontanitas. Untuk mengatasi masalah ini, berupaya dalam mengembangkan algoritme yang bisa memproses secara natural terjadinya kecenderungan tingkah laku manusia yang bisa terjadi akhir-akhir ini. Selain itu, naiknya angka dari upaya-upaya tersebut tersiar terhadap banyaknya modal penyatuan dari analisis kecenderungan perilaku manusia, termasuk perpaduan audio visual, linguistik dan perpaduan para linguistik, dan beberapa perbaduan visual berdasarkan pada ekspresi muka, pergerakan kepala, dan sikap tubuh.
Robert Kamza, dalam penelitiannya yang berjudul Reflections on the State of Educational Technology Research and Divelopment (Pemikiran dalam Pusat dari Teknologi Pendidikan Penelitian dan Pengembangan) dalam jurnal Educational Technology Research and Divelopment Vol. 48, No. 1, tahun 2000, mengemukakan mengenai pentingnya penelitian dan pengembangan (R&D) yang mengidentifikasi keterkaitan lima pokok hal dan itu memotong banyak penjelasan, yaitu:
pusat dari rancangan, memungkinkan kemampuan dari teknologi, kolaborasi dengan partner baru, mengembangkan suatu proyek, dan mempergunakan metodologi penelitian alternatif. Bersama-sama suatu proyek dapat dideskripsikan dalam menetapkan arah untuk teknologi
commit to user
pendidikan, yang mengambil pada pusat kegiatan pendidikan Penelitian dan Pengembangan (R&D).
Desi Susanti (2013), dalam tesis berjudul “Pengembangan Media Pembelajaran Video Drama Berbasis Audio Visual Pada Mata Pelajaran IPS Terpada”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Media pembelajaran berupa video drama dikembangkan berdasarkan hasil analisis need assesment. Produk ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa, karena siswa tidak merasa bosan dalam mengikuti proses pembelajaran. (2) Hasil pembelajaran IPS Terpadu pada kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol, output ANAVA diperoleh nilai F hitung (12,403)> F tabel (4,04) dengan nilai probalitas 0,001<0.05, maka efektifitas penggunaan produk lebih baik daripada tidak menggunakan pembelajaran video drama.
C. Kerangka Berpikir
Pada era globalisasi seperti saat ini, dimana perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) telah berjalan bergitu pesat, dunia pendidikan Indonesia pun mau tidak mau harus mampu berjalan beriringan dan berkolaborasi dengan berbagai kemajuan tersebut. Pola dan sistem pendidikan yang konvensional dimana siswa hanya menjadi objek pembelajaran dan guru begitu dominan dalam proses pembelajaran (teacher center) harus mulai diganti dengan pola pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran seutuhnya (student center). Siswa harus diberikan kesempatan untuk aktif dalam pembelajaran