• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA SELF ESTEEM DAN TRUST DENGAN SELF DISCLOSURE PADA MAHASISWA UIN SUSKA RIAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA SELF ESTEEM DAN TRUST DENGAN SELF DISCLOSURE PADA MAHASISWA UIN SUSKA RIAU "

Copied!
250
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA SELF ESTEEM DAN TRUST DENGAN SELF DISCLOSURE PADA MAHASISWA UIN SUSKA RIAU

PENGGUNA INSTAGRAM

SKRIPSI

Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Psikologi

Disusun Oleh:

DWI CANTIKA 11860125142

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

PEKANBARU

2023

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

“Maka sesungguhnya Bersama kesulitan ada kemudahan.

Sesungguhnya Bersama kesulitan ada kemudahan”

(Q.S Al-Insyirah: Ayat 5-6)

“The good life is a process, not a state of being.

It is a direction, not a destination”

Kehidupan yang baik adalah sebuah proses, bukan keadaan.

Semua ini tentang arah, bukan tentang tujuan.

(Carl Rogers)

(6)

i MOTTO

“Maka sesungguhnya Bersama kesulitan ada kemudahan.

Sesungguhnya Bersama kesulitan ada kemudahan”

(Q.S Al-Insyirah: Ayat 5-6)

“The good life is a process, not a state of being.

It is a direction, not a destination”

Kehidupan yang baik adalah sebuah proses, bukan keadaan.

Semua ini tentang arah, bukan tentang tujuan.

(Carl Rogers)

(7)

ii

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah dengan segala rahmat dan hidayah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan baik. Karya tulis ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa adanya pertolongan Rabb sang pencipta

serta kerja keras, usaha, dan do’a.

Karya tulis ini, peneliti persembahkan untuk orang yang spesial yakni kedua orang tua ibu Yuslaini dan bapak Syofyan yang selalu memberikan dukungan, do’a, motivasi, kasih sayang, serta segala

fasilitas dalam kelancaran perkuliahan selama ini. Selain itu juga

kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung peneliti.

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Assalamua’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan keagungan bagi pemilik semesta dan seisinya, langit, bumi dan semua yang terdapat diantaranya hanya milik Allah SWT atas segala hidayah dan karunia-Nya serta syukur atas segala kebaikan-Nya yang selalu menyertai, tanpa henti, dan tiada terkira banyaknya.

Shalawat serta salam senantiasa dihadiahkan untuk junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW, semoga dengan senantiasa bersholawat mendapatkan syafa’atnya dan selalu dalam lindungan Allah SWT.

Karya ilmiah dengan judul “Hubungan Antara Self Esteem dan Trust Dengan Self Disclosure Pada Mahasiswa Uin Suska Riau” ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan, bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan tulus dan penuh kerendahan hati penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Khairunnas Rajab, M.Ag selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

2. Bapak Dr. Kusnadi, M.Pd selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

3. Bapak Dr. H. Zuriatul Khairi, M.Ag., M.Si selaku Wakil Dekan I, Ibu Dr.

Vivik Shofiah, M.Si selaku Wakil Dekan II, dan Ibu Yuslenita Muda M.Sc,

(9)

iv

selaku Wakil Dekan III Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

4. Ibu Eka Fitriyani, M. Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan masukan, dukungan, perhatian, kepercayaan, dan kesabaran dalam membimbing peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Elyusra Ulfah, M.Psi., Psikolog selaku Pembimbing Akademik (PA) terimakasih atas bimbingan, dukungan, perhatian, masukan, kritikan, dan kesabaran kepada peneliti agar menjadi lebih baik lagi.

6. Ibu Yuli Widiningsih, M.Psi., Psikolog selaku narasumber I yang telah memberikan masukan, penilaian dan bimbingan kepada saya selama penyusunan skripsi ini.

7. Ibu Reni Susanti, M.Psi., Psikolog selaku narasumber II yang telah memberikan masukan, penilaian dan bimbingan kepada saya selama penyusunan skripsi ini.

8. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang telah banyak memberi bantuan, bimbingan, dan ilmu yang sangat bermanfaat selama masa perkuliahan dan untuk masa yang akan datang.

9. Seluruh keluarga besar Fakultas Psikologi bagian Akademik, Umum, Tata Usaha, Perpustakaan, dan yang lainnya. Terimakasih telah melancarkan pengurusan administrasi, memberikan informasi, memberi bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

(10)

v

10. Ayahanda Syofyan dan Ibunda Yuslaini tersayang yang selalu menyayangi, memberikan semangat, nasehat, mendoakan keberhasilan anak-anaknya dan menjadi panutan dan motivasi dalam hidup, serta saudara-saudara sekeluarga yang ikut serta dalam memberi motivasi dan semangat dalam skripsi ini.

11. Terimakasih untuk teman-teman angkatan 2018 terkhusus teman-teman kelas C yang telah memotivasi penulis untuk semangat kuliah dan selalu menemani selama masih di kampus.

Semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis menjadi amal kebaikan dan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan.

Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan proposal ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih, semoga Allah azza wa jalla meridhoi segenap usaha penulis dan menjadikan karya ini banyak bermanfaat bagi para pembaca.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pekanbaru, Januari 2023

Peneliti

(11)

vi DAFTAR ISI

MOTTO ... i

PERSEMBAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAK ... x

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 15

C. Tujuan Penelitian ... 15

D. Keaslian Penelitian ... 15

E. Manfaat Penelitian ... 18

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 19

A. Self Disclosure ... 19

1. Pengertian Self Disclosure ... 19

2. Aspek-Aspek Self Disclosure ... 21

3. Faktor-Faktor Self Disclosure ... 23

B. Self Esteem ... 26

1. Pengertian Self Esteem ... 27

2. Aspek-Aspek Self Esteem ... 28

3. Faktor-Faktor Self Esteem ... 29

C. Trust ... 30

1. Pengertian Trust ... 30

2. Aspek-Aspek Trust ... 32

3. Faktor-Faktor Trust ... 33

D. Kerangka Berpikir ... 34

E. Hipotesis ... 38

(12)

vii

BAB III : METODE PENELITIAN ... 39

A. Desain Penelitian ... 39

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 39

C. Definisi Operasional ... 40

1. Self Disclosure ... 40

2. Self Esteem ... 40

3. Trust ... 41

D. Subjek Penelitian ... 41

1. Populasi Penelitian ... 41

2. Sampel Penelitian ... 42

3. Teknik Sampling ... 43

E. Metode Pengumpulan Data ... 44

1. Skala Self Disclosure ... 44

2. Skala Self Esteem ... 47

3. Skala Trust ... 49

F. Teknik Pengolahan Data ... 50

1. Uji Validitas ... 50

2. Daya Diskriminasi Aitem ... 51

3. Uji Reliabilitas ... 53

G. Teknik Analisis Data ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57

A. Pelaksanaan Penelitian ... 57

B. Hasil Analisis data ... 58

1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 58

2. Uji Asumsi ... 59

3. Uji Hipotesis ... 63

4. Deskripsi Data Kategorisasi ... 64

C. Pembahasan ... 69

BAB V PENUTUP ... 75

A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 75 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(13)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah Populasi Penelitian ... 41

Tabel 3.2 Penentuan Nilai Skala ... 45

Tabel 3.3 Blue Print Skala Self Disclosure sebelum try out ... 46

Tabel 3.4 Penentuan Nilai Skala ... 47

Tabel 3.5 Blue Print Skala Self Esteem sebelum try out ... 48

Tabel 3.6 Penentuan Nilai Skala ... 49

Tabel 3.7 Blue Print Skala Trust sebelum try out ... 50

Tabel 3.8 Blueprint skala self disclosure setelah try out ... 52

Tabel 3.9 Blueprint skala self disclosure untuk Penelitian ... 53

Tabel 3.10 Blueprint skala self esteem setelah try out ... 53

Tabel 3.11 Blueprint skala self esteem untuk Penelitian ... 54

Tabel 3.12 Blue print skala trust setelah try out ... 54

Tabel 3.13 Blue print skala trust untuk Penelitian ... 55

Tabel 3.14 Hasil uji reliabilitas ... 56

Tabel 4.1 Sampel penelitian berdasarkan usia ... 58

Tabel 4.2 Sampel penelitian berdasarkan jenis kelamin ... 59

Tabel 4.3 Hasil uji normalitas ... 60

Tabel 4.4 Hasil uji liniearitas ... 61

Tabel 4.5 Hasil uji multikolinearitas ... 62

Tabel 4.6 Hasil uji hipotesis ... 63

Tabel 4.7 Nilai kontribusi tiap variabel ... 64

Tabel 4.8 Rumus kategorisasi ... 65

Tabel 4.9 Gambaran hipotetik dan empirik self disclosure ... 65

Tabel 4.10 Kategorisasi self disclosure ... 66

Tabel 4.11 Gambaran hipotetik dan empirik self esteem ... 66

Tabel 4.12 Kategorisasi self esteem ... 67

Tabel 4.13 Gambaran hipotetik dan empirik trust ... 68

Tabel 4.14 Kategorisasi trust ... 68

(14)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Lembar Validasi Alat Ukur ... 84

Lampiran B Skala Try Out ... 124

Lampiran C Tabulasi Data Mentah Try Out ... 131

Lampiran D Hasil Uji Reliabilitas ... 144

Lampiran E Skala Penelitian ... 152

Lampiran F Tabulasi Data Penelitian ... 159

Lampiran G Hasil Uji Asumsi dan Uji Hipotesis ... 208

Lampiran H Surat Izin Pra Riset ... 214

Lampiran I Surat-surat Penelitian ... 216

Lampiran J Googleform ... 246

(15)

x

HUBUNGAN ANTARA SELF ESTEEM DAN TRUST DENGAN SELF DISCLOSURE PADA MAHASISWA UIN SUSKA RIAU

PENGGUNA INSTAGRAM Dwi Cantika

(cantikadwi36@gmail.com)

Fakultas Psikologi Universitas Sultan Syarif Kasim Riau

ABSTRAK

Instagram menjadi salah satu aplikasi terpopuler yang digunakan mahasiswa saat ini, yang mampu mengungkapkan informasi pribadi dan mengunggah bermacam aktivitas dengan cepat dan efisien sehingga menjadi wadah yang diterapkan oleh mahasiswa untuk melakukan self disclosure. Mahasiswa yang menggunakan Instagram cenderung khawatir mengenai apa saja yang mereka unggah, takut akan penilaian orang lain mengenai dirinya di media sosial Instagram yang membuat mahasiswa akan menjadi tertutup, kurang percaya diri, dan merasa rendah diri.

Self disclosure dapat dipengaruhi oleh self esteem dan trust yang mampu mengungkapkan lebih banyak mengenai informasi pribadi di Instagram.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self esteem dan trust dengan self disclosure pada mahasiswa UIN Suska Riau pengguna Instagram.

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Teknik purposive sampling dengan sampel berjumlah 395 mahasiswa UIN Suska Riau. Pengumpulan data menggunakan skala self esteem dari Coopersmith (1967), skala trust dari Jhonson (2014), dan skala self disclosure dari Hargie (2011). Hasil analisis data dengan menggunakan analisis regresi berganda diperoleh nilai signifikasi sebesar 0,000 (p<0,01) dengan nilai F sebesar 92,969. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis diterima yang berarti terdapat hubungan antara self esteem dan trust dengan self disclosure pada mahasiswa pengguna Instagram.

Kata Kunci : Self Esteem, Trust, Self Disclosure, Instagram

(16)

xi

THE RELATIONSHIP BETWEEN SELF ESTEEM AND TRUST WITH SELF DISCLOSURE ON STUDENTS OF UIN SUSKA RIAU

INSTAGRAM USERS Dwi Cantika

(cantikadwi36@gmail.com)

Faculty of Psychology, State Islamic University of Sultan Syarif Kasim Riau Abstract

Instagram is one of the most popular applications used by students today, which is able to reveal personal information and upload various activities quickly and efficiently so that it becomes a forum used by students to carry out self disclosure.

Students who use Instagram tend to worry about what they upload, fearful of other people’s judgments about themselves on Instagram social media which will make students withdrawn, less confident, and feel inferior. Self disclosure can be influenced by self steem and trust which are able to reveal more about personal information on Instagram. This study aims to determine the relationship between self esteem and trust with self disclosure to students of UIN Suska Riau Instagram users. Sampling in this study used a purposive sampling technique with a sample of 395 students at UIN Suska Riau. Data collection used the self esteem scale from Coopersmith (1967), the trust scale from Jhonson (2014), and the self disclosure from Hargie (2011). The results of data analysis using multiple regression analysis obtained a significance value of 0.000 (p <0.01) with an F value of 92.969. The results of the study show that the hypothesis is accepted, which means that there is a relationship between self esteem and trust with self disclosure among students who use Instagram.

Keyword : Self Esteem, Trust, Self Disclosure, Instagram

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Komunikasi dapat dilakukan dari berbagai lapisan usia, mulai dari anak- anak, remaja, dewasa, orang tua termasuk pula mahasiswa di UIN Suska Riau.

Komunikasi yang dilakukan berguna untuk memperoleh berbagai macam informasi mengenai individu lain ataupun mengungkapkan mengenai dirinya kepada orang lain demi kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sebagai makhluk sosial. Bagi mahasiswa dengan adanya hal tersebut penyampaian berbagai macam-macam informasi yang dilakukan dengan individu lain akan memunculkan interaksi sosial dan secara tidak langsung juga menyampaikan informasi mengenai dirinya sendiri yang berhubungan dengan self disclosure.

Individu yang dengan mudahnya untuk terbuka menceritakan informasi mengenai dirinya sendiri terhadap individu lain dapat mewujudkan kegiatan self disclosure (Johana, Lestari dan Fauziah, 2020). Self disclosure merupakan pengungkapan diri dalam wujud verbal atau nonverbal, berperan penting menjadikannya wadah untuk mengkomunikasikan informasi pribadi, yang tidak didapatkan dari manapun (Hargie, 2011). Self disclosure melibatkan sedikitnya satu orang lain.

Self disclosure sangat penting untuk pengembangan dan pemeliharaan hubungan (Kim dan Dindia, 2011). Self disclosure dapat mencakup berbagai macam topik misalnya informasi mengenai perilaku, perasaan, cita-cita, motivasi serta gagasan yang mana sesuai dengan dimiliki oleh individu (Emeraldin, Aulia

(18)

dan Khelsea, 2019). Self disclosure merujuk pada pengungkapan informasi bersifat pribadi atau informasi pribadi diri sendiri yang pada umumnya tidak ditemukan dan tidak tersedia dari sumber manapun (Derlega dkk dalam Kim, 2011). Menurut Devito (2020) self disclosure atau yang disebut juga dengan keterbukaan diri ialah salah satu jenis komunikasi yang mengungkapkan informasi diri individu yang biasanya tidak dapat diketahui oleh orang lain atau disembunyikan yang kemudian menjadi interaksi yang dibicarakan kepada orang lain. Self disclosure secara online dapat mencakup komunikasi nonverbal, termasuk gambar diri yang diposting, tanpa ada paksaan yang digunakan untuk mengungkapkan diri. Rains dan Brunner (2011) menyatakan bahwa komunikasi dan interaksi yang terjadi di media sosial menunjukkan adanya proses pengungkapan diri individu.Valkenburg dkk (2010) menyarankan bahwa self disclosure secara online dapat meningkatkan keterampilan pengungkapan diri secara offline. Melalui lingkungan online yang relatif efisien, mahasiswa dapat belajar, membiasakan, dan melatih keterampilan self disclosure nya yang bisa diinterpretasikan seperti interaksi offline yang juga efektif dari waktu ke waktu.

Mahasiswa saat aktivitas sehari-hari biasanya melakukan self disclosure dengan orang terdekatnya maupun orang lain secara face to face (tatap muka).

Akan tetapi di era digital yang semakin maju saat ini, self disclosure dapat dilakukan melalui berbagai platform media sosial, yang mana media sosial popular termasuk zaman sekarang ialah melalui media sosial instagram. Di Indonesia, platform yang melibatkan media sosial sudah banyak dilakukan oleh individu, seperti, Facebook, Twitter, Whatsapps, dan sebagainya. Dengan

(19)

3

platform media sosial tersebut, menjadikan hubungan pertemanan bahkan hubungan persahabatan membuat lebih mudah untuk diakses (Alyusi, 2016).

Begitu pula menyampaikan informasi mengenai diri sendiri atau self disclosure dalam hal berkomunikasi untuk menciptakan sebuah hubungan dengan individu lain secara online.

Jejaring sosial merupakan media yang mempermudah hubungan dengan individu lain secara virtual, selain dari digunakan untuk memberi informasi juga kreativitas serta seringkali dipakai untuk sarana self disclosure (Fauzia, Maslihah dan Ihsan, 2019). Hal tersebut juga berlaku bagi Instagram sebagai sarana self disclosure, yang mana self disclosure menyangkut informasi yang biasanya disembunyikan kini dengan mudah self disclosure dilakukan di Instagram tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Self disclosure yang dilakukan individu melalui Instagram umumnya dapat kita lihat dalam berupa informasi, perasaan yang sedang dirasakan maupun hal-hal peristiwa terkait yang dialami didalam foto/video, status, chatting, komentar, dan lain-lain agar dapat diketahui oleh sesama pengguna yang memainkan akun media sosial tersebut (Sagiyanto dan Ardiyanti, 2018).

Instagram termasuk salah satu bagian aplikasi yang sangat populer digunakan di dunia, terlebih pada lapisan anak-anak muda termasuk mahasiswa UIN Suska Riau. Pada Juli tahun 2021 ini, jumlah pengguna Instagram mencapai 91,77 juta pengguna di Indonesia. Aplikasi media sosial yang paling sering diakses yaitu Instagram, yang menjadikannya media sosial dalam menduduki urutan ketiga setelah Youtube dan WhatsApp (Databoks.com 2021). Instagram

(20)

menjadikan salah satu platform jejaring sosial populer zaman ini yang telah menjamur di masyarakat, tidak terkecuali mahasiswa UIN Suska Riau.

Berdasarkan hasil data dari Napoleon Cat yang telah melakukan survey tiap bulannya terhitung mulai bulan Agustus tahun 2021 jumlah pengguna Instagram di Indonesia dilaporkan telah mencapai 98.060.000 (Instagram users in Indonesia, 2021). Mayoritas pengguna Instagram pada umumnya kalangan anak-anak muda, terdidik dan mapan. Berdasarkan rentang usia presentase terbanyak pengguna Instagram pada usia 18 – 24 tahun membuat kalangan usia pengguna terbesar di Indonesia, dengan total presentase 36,7% atau sekitar 36 juta pengguna (Instagram users in Indonesia, 2021). Hal ini didukung oleh penelitian dari Irawan (2017) hasil penelitian menyimpulkan bahwa kebisaan masyarakat Kota Pekanbaru mengakses jejaring sosial Instagram sudah menjadi keperluan untuk masyarakat, perihal apa-apa saja yang masyarakat peroleh dari pengguna platform Instagram seperti informasi, terjalin hubungan pertemanan yang menjadikan masyarakat tidak berhenti mengakses media sosial tersebut.

Media sosial Instagram menjadi sebuah platfrom jejaring sosial online yang digunakan untuk mengirimkan informasi dengan cepat dan efisien berupa foto, video, mengunggah komentar dan bermacam aktivitas yang dapat di share penggunanya kapan pun dan dimana pun. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Emeraldien (2019) bahwasanya Instagram memiliki fitur-fitur yang mampu menjadi daya tarik bagi pengguna Instagram yaitu mengunggah foto dan video, menggunakan efek untuk mengatur pewarnaan foto, munculnya fitur Instagram story dan lain sebagainya. Kemudian fitur unggulan lainnya seperti live video,

(21)

5

penyebaran video streaming secara real time maupun bukan real time dengan durasi dan ketentuan tayangan tertentu, mengunggah single foto dan video, dimana pengguna dapat mencantumkan satu foto atau video, multiple foto dan video yang dalam layanan ini, pengguna cukup menggeser kanan-kiri hanya untuk melihat foto-foto atau video-video yang telah diposting (Azis dan Irwansyah, 2021). Munculnya hal tersebut dapat meningkatkan peluang bagi mahasiswa UIN Suska Riau untuk berlangganan dalam situs pertemanan sosial sebagai pemaparan informasi tentang dirinya atau yang biasa disebut dengan self disclosure.

Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Christofides, Muise dan Desmarais (2009) bahwa media sosial mendukung bagi para pengguna untuk berkoneksi pada jaringan yang lebih luas secara tidak langsung menjadikan diri individu diketahui oleh pengguna lain yang terbentuknya sebuah ikatan. Setelah itu, media sosial Instagram memiliki fitur-fitur yang beragam yang menjadikannya daya tarik yang membuat mahasiswa UIN Suska Riau bisa melakukan self disclosure tentang dirinya sendiri, mengenai kehidupan pribadinya, melalui fitur-fitur yang tersedia di platform tersebut dimana saja dan kapan pun dalam waktu 24 jam. Secara umum informasi dalam wujud instastory, potret/foto, video pendek/panjang, chattingan, komentar dan lain sebagainya menjadikan cara pengguna melakukan konteks self disclosure yang dimainkan melalui media sosial (Fauzia, Maslihah dan Ihsan, 2019).

Selain dari kelebihan fitur-fitur yang dimiliki Instagram yang menjadi daya tarik untuk penyaluran self disclosure, pengungkapan diri (self disclosure) itu sendiri memiliki beberapa hal positif yang dimiliki yaitu dapat mengurangi stres

(22)

kemudian self disclosure bisa membuat pikiran menjadi tenang dan tidak terganggu oleh kejadian yang muncul, sehingga memungkinkan individu mengevaluasi dan memahami masalah yang sedang atau telah dialami dan meningkatkan kemampuan yang ada pada diri individu (Derlega dalam Gamayanti dkk, 2018).

Instagram menjadi platform media sosial untuk memperoleh banyak informasi dengan cepat dalam bentuk foto maupun video yang dapat diakses dimanapun dan kapanpun. Fenomena sekarang ini, mahasiswa dengan mudah mengungkapkan berbagai macam-macam hal terkait kehidupan pribadinya melalui media sosial Instagram yang ia punya. Selain hal-hal positif yang diperoleh dari Instagram, penggunaan media sosial seperti Instagram tidak selamanya dianggap baik, karena dapat menimbulkan masalah seperti menyebarluaskan informasi diri secara berlebihan bahkan pada orang tidak dikenal sekalipun, sehingga dapat mempermudah pihak-pihak yang mempunyai maksud kurang baik (Anwar dalam Fauzia dkk, 2019). Karena pada hakikatnya dalam bermedia sosial, seseorang dapat menentukan informasi apa yang ingin ia sampaikan, kapan ia ingin mengungkapkan informasi tentang dirinya, bagaimana informasi itu disampaikan, serta kepada siapa informasi itu akan disampaikan.

Kemudahan serta berbagai fasilitas yang disediakan Instagram membuat pengguna terlena sehingga pengguna dapat menggunakannya secara bebas dan mengakibatkan kurang adanya batasan bahwa media sosial tersebut juga dapat diakses oleh pengguna lain (Pohan dan Dalimunthe, 2017). Ketika individu menggunakan Instagram untuk mengutarakan atau mencurahkan segala hal yang

(23)

7

terjadi dalam dirinya secara tidak sadar ia telah memberi informasi yang dapat dilihat oleh pengguna Instagram di seluruh penjuru dunia. Hal ini berdampak buruk jika dilihat banyak kasus kejahatan online seperti penipuan, pertikaian, penculikan, pornografi, pencemaran nama baik, dan lainnya. Self disclosure dimedia sosial juga akan memicu pelanggaran privasi, kesalahpahaman, dan penyalahgunaan informasi (Devi dan Indriyawati, 2020).

Berdasarkan pengambilan data yang telah penulis lakukan terhadap 10 responden mahasiswa UIN Suska Riau menggunakan googleform pada tanggal 8 April 2022, didapatkan sebanyak 10 responden menggunakan aplikasi Instagram, kebanyakan responden tertarik menggunakan Instagram karena fitur-fiturnya yang menarik seperti foto, video, instastory, postingan motivasi, melihat aktivitas teman-teman, mudah digunakan, mendapat teman baru dan sebagainya serta kebanyakan responden sering memainkan Instagram. Selanjutnya, 10 responden melakukan kegiatan self disclosure dengan memposting foto, video, dan instastory agar dapat memberikan informasi kepada teman atau pengguna lain mengenai aktivitas yang mereka lakukan. Kemudian 6 responden merasa kurang nyaman dalam melakukan self disclosure secara terus menerus dikarenakan beberapa alasan yaitu terlalu memikirkan tanggapan orang lain terhadap postingannya, apakah postingannya salah atau tidak yang merujuk semacam overthinking, yang membuatnya merasa tidak tenang, suka kepikiran penilaian orang lain tentang dirinya, takut dikomen yang tidak-tidak, kemudian takut informasi yang dibagikan dapat disalahgunakan. Terdapat 1 responden yang mengalami peristiwa yang kurang menyenangkan di Instagram, ia menyebutkan bahwa terdapat akun palsu

(24)

yang mengirim pesan dengan kata-kata yang merujuk ke sex setelah membacanya, responden jadi takut terus menghapus foto dan memblock akun tersebut. Kemudian 10 responden juga mendapatkan hal-hal yang positif dan hal-hal negatif selama menggunakan media sosial Instagram. Hal-hal positifnya yaitu mendapat informasi dan wawasan baru, mendapat teman baru, berkomunikasi dengan teman yang jauh, mendapat informasi yang up to date, menghilangkan stres, dan lainnya. sedangkan hal-hal yang negatifnya yaitu merasa kurang percaya diri terhadap postingan yang mau diunggah maupun postingan orang lain yang bagus, tidak pandai memilah informasi dengan baik sehingga termakan hoax dari postingan akun lain, muncul hal-hal berbau pornografi seperti foto-foto dewasa, lupa waktu sehingga lalai dalam menjalankan tugas, pelanggaran privasi dan lain sebagainya.

Media sosial Instagram menjadi wadah yang diterapkan oleh pengguna nya untuk melakukan self disclosure secara tidak langsung terkait situasi dan kondisi yang dialami kepada pengguna lain. 8 mahasiswa menjelaskan bahwa mereka merasa senang membagi perasaan dan aktivitas diri seperti kegiatan perkuliahan di Instagram dan membagikan postingan yang mengungkapkan hal-hal yang positif. Namun terdapat 2 mahasiswa yang jarang mengungkapkan perasaan, pengalaman dirinya ataupun informasi mengenai dirinya di media sosial Instagram, hal tersebut menggambarkan aspek valence. Kemudian, 5 mahasiswa jarang mengunggah apapun di Instagram dalam beberapa minggu, karena mereka merasa tidak perlu mengunggah apapun di Instagram, lalu 5 mahasiswa merasa perlu ataupun sering mengunggah status di Instagram lewat instagram story dan

(25)

9

tetap menceritakan mengenai perasaan dan aktivitas diri di Instagram, walaupun tidak ada orang yang merespon, hal tersebut menggambarkan aspek informativeness. 10 mahasiswa menjelaskan bahwa dalam konteks pengungkapan diri lewat dunia maya di Instagram tetap berhati-hati dalam berbagi informasi pribadi karena bisa membahayakan namun berbeda dengan orang yang sudah dikenal ketika ada masalah mereka akan bercerita mengenai perasaan yang sedang dirasakan kepada teman dan keluarga, hal tersebut menggambarkan aspek appropriateness. Selanjutnya, 9 mahasiswa menjelaskan bahwa mereka sering membagi informasi tentang diri kepada teman-teman dalam keadaan apapun dan 1 mahasiswa tidak terbuka terhadap masalah pribadi kepada siapapun dan kapanpun, indikasi ini merupakan aspek flexibility yang tinggi dan yang rendah.

10 mahasiswa menjelaskan bahwa mereka merasa senang berbagi pengalaman mengenai kehidupan sehari-hari lewat postingan foto/video, Instagram story hal tersebut mengacu pada kemudahan pengungkapan diri yang dilakukan oleh mahasiswa, kemudian mahasiswa mengunggah status atau postingan selalu berfikir apa yang pantas untuk dibagikan, ini dapat di indikasi dari aspek accessibility. Kemudian, 10 mahasiswa jujur dalam mengungkapkan aktivitas kegiatan sehari-hari di Instagram namun juga terkadang tidak bisa berkata jujur atau terlalu terbuka menyangkut hal yang bersifat pribadi, indikasi ini merupakan aspek honesty.

Berdasarkan pada data serta fenomena tersebut, menggambarkan bahwa Instagram menjadi wadah untuk melakukan self disclosure oleh mahasiswa secara tidak langsung terkait situasi dan kondisi yang dialami kepada pengguna lain. Self

(26)

disclosure yang ditampilkan oleh mahasiswa UIN Suska Riau melalui Instagram yaitu dengan cara mengunggah kegiatan pribadinya dalam bentuk foto atau video, chatting, Instagram story, membalas komentar bisa juga mengupload foto pribadi atau orang-orang terdekatnya seperti keluarga teman atau sahabat. Kemudian kebanyakan responden terlalu memikirkan tanggapan orang lain terhadap postingan yang dibagikan, apakah postingannya salah atau tidak yang merujuk semacam overthinking, yang membuatnya merasa tidak tenang, suka kepikiran penilaian orang lain tentang dirinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden merasa kurang nyaman dalam melakukan self disclosure di Instagram secara terus menerus. Hal ini menunjukkan bahwa pengguna cenderung khawatir mengenai apa yang pengguna lain unggah tentang apa saja yang mereka unggah di media sosial yang merujuk ke self esteem. Kemudian semua responden juga mendapatkan hal-hal yang positif dan hal-hal negatif selama menggunakan Instagram.

Salah satu faktor yang penting demi keberhasilan berinteraksi sosial yaitu self disclosure. Dalam komunikasi, self disclosure mengambil alih peranan penting untuk mengembangkan hubungan pribadi (Derlega dkk 1987). Semakin hubungan berkembang dan berjalan baik, hal-hal detail yang dibagikan menjadi lebih pribadi lagi dari individu, hal tersebut telah memperlihatkan bahwa individu ingin mengungkapkan informasi yang lebih otentik versi diri sendiri kepada orang lain (Greene, Derlega dan Mathews, 2006). Self disclosure mampu mewujudkan kepercayaan, kepedulian, komitmen, pemahaman, penerimaan diri serta perkembangan pribadi maupun persahabatan (Johnson, dalam Gainau 2009).

(27)

11

Ketika individu mendapat self disclosure secara khusus dari seseorang, maka individu merasa menjadi sangat dekat dengan seseorang tersebut, sebab individu tersebut mengetahui bahwa seseorang itu muncul kepercayaan dan juga menghargai responnya (Gainau, 2009). Menurut Lumsden (dalam Widyastuti, 2016) self disclosure dapat mendukung individu untuk melakukan komunikasi dengan individu lain mampu mengembangkan kepercayaan diri dan juga menciptakan hubungan yang akrab. Self disclosure yang dibuat oleh individu sangat penting untuk membentuk hubungan dekat dengan individu lain.

Self disclosure dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya ialah self esteem. Penulis lain Cramer (1990) menyebutkan bahwa faktor yang juga mempengaruhi self disclosure ialah self esteem sebagai karakteristik kepribadian.

Self esteem mengacu pada evaluasi diri yang dilakukan individu sehubungan dengan diri mereka sendiri (Pierce dan Gardner, 2004). Individu yang memiliki self esteem cukup tinggi besar kemungkinan mempunyai peluang lebih besar untuk mengungkapkan informasi terkait diri sendiri yang bersifat pribadi saat menggambarkan diri mereka sendiri, dibandingkan dengan individu lain yang self esteem nya lebih rendah (Tait dan Jeske, 2015). Ini menunjukkan bahwa individu dengan harga diri yang lebih tinggi mungkin merasa lebih nyaman untuk mengungkapkan dan mengekspresikan lebih banyak tentang diri mereka sendiri dalam interaksi online daripada individu dengan harga diri yang lebih rendah. Self esteem merujuk pada evaluasi individu terkait diri sendiri baik itu positif maupun negatif serta memperlihatkan tingkat dimana individu meyakini dirinya sendiri sebagai individu yang mampu, penting, berhasil, dan berharga (Coopersmith,

(28)

1967). Sedangkan menurut Mruk (2006) Self esteem berkaitan pada tantangan hidup secara memadai yang menyimbolkan status kehidupan dari kompetensi individu.

Penelitian yang dilakukan oleh Adnan dan Hidayati (2018) menunjukkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi self disclosure adalah self esteem.

Hasil penelitian lain yang dilakukan Utomo dan Laksmiwati (2019) menunjukkan bahwa faktor penting didalam self disclosure individu ialah self esteem, membuat terjalin hubungan antar keduannya yang tergolong dalam kategori yang tinggi dengan kata lain, individu yang mempunyai self esteem tinggi membuat self disclosure semakin tinggi melalui jaringan sosial Instagram. Hal ini didukung oleh penelitian Santi dan Damariswara (2017) yang menunjukkan bahwa individu yang mempunyai self esteem yang tinggi secara umum individu tersebut mampu menghargai dirinya sendiri mengenai sifatnya yang baik maupun buruk tanpa mendengar pendapat dari orang lain.

Self disclosure yang dilakukan di media sosial Instagram umumnya dapat dilihat berupa informasi mengenai diri individu, perasaan yang dirasakan maupun hal-hal peristiwa terkait yang dialami individu berupa foto, video, Instagram story, dan message. Self disclosure secara online artinya individu membuka diri melalui media sosial sedangkan self disclosure secara offline artinya individu membuka diri secara tatap muka. Menggunakan Instagram sebagai media pengungkapan diri, menjadikan individu berada pada situasi yang dirasa sebagai bentuk evaluasi diri terhadap apa yang telah individu informasikan kepada publik.

Individu merasa bahwa dengan memberikan informasi diri di Instagram menjadikan mereka eksis serta mendapatkan feedback berupa komentar dari orang

(29)

13

lain, yang membawa perasaan dihargai atau sekedar mengetahui perasaan orang lain tentang keberadaannya, konsep ini sesuai dengan definisi harga diri. Maka, semakin rendah self esteem yang dimiliki individu maka semakin rendah pula self disclosure nya melalui media sosial Instagram. Bagi pengguna media sosial yang memiliki self esteem yang rendah biasanya cenderung khawatir mengenai apa yang pengguna lain unggah tentang apa saja yang mereka unggah di media sosial.

Individu banyak menghabiskan waktunya bermain media sosial untuk memantau postingan, dan menghapus unggahan yang memperoleh respon negatif/buruk dari pengguna lain. Individu yang kurang mampu dalam self disclosure terbukti kurang mampu menyesuaikan diri, kurang percaya diri, timbul perasaan takut, cemas, merasa rendah diri, dan tertutup (Triana, Erliana dan Mustafa, 2019).

Selain self esteem, self disclosure juga dipengaruhi oleh trust (kepercayaan). Penulis lain Fogel dan Nehmad (2009); Frye dan Dorsnich (2010);

Mesch (2012) mengatakan bahwa trust mempengaruhi self disclosure secara langsung, pengguna dengan trust yang tinggi lebih nyaman dengan topik yang lebih mendalam sehingga mereka mengungkapkan lebih banyak informasi pribadi.

Menurut Ashur (2016) trust yang terjadi pada individu dengan pengguna media sosial lain diwujudkan oleh individu melalui Instagram bisa lebih terwujud saat individu dengan pengguna sosial lain saling membalas komentar, mengirim massege, memberi atau memperoleh like, serta interaksi-interaksi lainnya yang menjadikan kedua belah pihak merasa dekat dan akrab. Hal tersebut secara tidak langsung telah terjadi self disclosure mengenai diri individu kepada pengguna lain termasuk mahasiswa UIN Suska Riau. Di jejaring sosial, sebelum individu mengungkapkan informasi, mereka mungkin mengevaluasi tingkat kepercayaan

(30)

serta risiko yang terkait. Ketika tingkat kepercayaan telah melebihi ambang batas tertentu yang dirasa cukup untuk tidak melebihi risiko, maka individu mungkin akan merasakan bahwa lingkungan relatif aman dan terbuka dalam mengungkapkan informasi (Liu, Wang dan Liu, 2019). Interpersonal trust mengacu pada tingkat kepercayaan individu bahwa individu lain akan bereaksi sesuai dengan cara yang akan memenuhi harapan nya (Rempel, 1985).

Trust dipercaya dapat meningkatkan aktivitas keterbukaan diri dalam media sosial. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Devi dan Indriawaty (2020) mengenai “Trust dan Self Disclosure Pada Remaja Putri Pengguna Instagram” menyatakan hasil penelitian bahwa kedua variabel tersebut memiliki hubungan positif dan signifikan pada remaja putri pengguna Instagram.

Remaja putri yang mempunyai trust yang tinggi di Instagram terhadap pengguna lain, maka self disclosure nya akan berdampak yang tinggi juga, hal ini akan menunjukkan hubungan yang positif. Sebaliknya, remaja putri yang mempunyai trust yang rendah di Instagram terhadap pengguna lain, maka self disclosure nya akan berdampak yang rendah, juga hal ini akan menunjukkan hubungan yang negatif.

Kesediaan untuk mempercayai orang lain adalah dimensi kepribadian lain yang mempengaruhi informasi pengungkapan dalam pengaturan online seperti jejaring sosial (Tait dan Jeske, 2015). Dalam hal ini, trust juga akan terbangun dalam sebuah jejaring sosial. Johnson memperlihatkan bahwa individu yang mampu memiliki self disclosure akan lebih dapat mengungkapkan diri secara tepat, hal tersebut terbukti mampu menyesuaikan diri (adaptive), lebih percaya

(31)

15

diri sendiri, percaya terhadap individu lain, dapat diandalkan, dapat bersikap positif, lebih kompeten lebih terbuka, dan objektif (dalam Gainau 2009). Dalam hal ini trust juga akan terbangun.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara self esteem dan trust dengan self disclosure pada mahasiswa Uin Suska Riau pengguna Instagram untuk mencari tahu adanya korelasi antara self esteem dan trust dengan self disclosure pada mahasiswa Uin Suska Riau pengguna Instagram.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, peneliti ingin mengajukan rumusan masalah yaitu sebagai berikut: “Apakah ada hubungan antara self esteem dan trust dengan self disclosure pada mahasiswa UIN Suska Riau pengguna Instagram?”.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan antara self esteem dan trust dengan self disclosure pada mahasiswa UIN Suska Riau pengguna Instagram.

D. Keaslian Penelitian

1. Penelitian yang dilakukan oleh Adnan dan Hidayati (2018) mengenai self disclosure ditinjau dari tipe kepribadian dan self esteem pada remaja pengguna media sosial. Adapun variabel yang diteliti ialah self disclosure, tipe kepribadian, dan self esteem. Hasilnya menyebutkan bahwa terdapat pengaruh tipe kepribadian dan self esteem terhadap self disclosure. Perbedaan dengan

(32)

penelitian yang akan dilakukan terletak pada variabel bebas, populasi subjek, dan lokasi. Penelitian ini memakai tipe kepribadian sebagai variabel bebas sedangkan pada penelitian yang ingin dilakukan variabel bebasnya ialah trust.

Kemudian mengambil sampel remaja dengan rentang usia 15 – 18 tahun yang berada di Sidoarjo. Sedangkan subjek peneliti ialah mahasiswa Uin Suska Riau. Adapun persamaan penelitiannya ialah variabel self esteem yang dihubungkan dengan self disclosure.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Santi dan Damariswara (2017) tentang hubungan antara self esteem dengan self disclosure pada saat chatting di facebook. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara tingkat self esteem dengan self disclosure sangat kuat dan searah. Perbedaan penelitian terdapat pada aplikasi media sosial yang digunakan dan lokasi penelitian.

Aplikasi media sosial yang digunakan ialah facebook dan lokasi penelitian di Kediri, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan menggunakan aplikasi media sosial instagram dan lokasi penelitian di Pekanbaru. Persamaan penelitian ialah sama-sama meneliti hubungan antara self esteem dan self disclosure pada mahasiswa.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Andriani, Imawati dan Umaroh (2021) dengan judul pengaruh self esteem dan trust terhadap self disclosure pada pengguna aplikasi kencan online. Hasil menunjukkan bahwa adanya hubungan positif dan signifikan antara self esteem dan trust terhadap self disclosure pengguna aplikasi kencan online. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada aplikasi yang digunakan dan subjek penelitian. Subjek masuk dalam usia remaja sampai dewasa yaitu rentang 18 – 40 tahun

(33)

17

pengguna aplikasi kencan online. Sedangkan subjek yang akan diteliti diberi batasan usia yang berstatus mahasiswa pengguna media sosial instagram.

Persamaan penelitian ialah memiliki variabel yang sama, yaitu self esteem dan trust sebagai variabel bebas dan self disclosure sebagai variabel terikat.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Devi dan Indriawaty (2020) yang berjudul Trust dan Self Disclosure Pada Remaja Putri Pengguna Instagram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara trust dan self disclosure pada remaja putri pengguna Instagram. Perbedaan penelitian terdapat pada usia subjek. Subjek masuk dalam usia remaja pada perempuan saja yaitu rentang usia 12 – 18 tahun.

Sedangkan subjek yang akan diteliti ialah dewasa awal yang berstatus mahasiswa pada perempuan dan laki-laki serta menambah satu variabel bebas yaitu self esteem. Adapun persamaannya ialah variabel yang diteliti yaitu trust yang dihubungkan dengan self disclosure.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Taddei dan Contena (2013) tentang Privacy, Trust and Control: Which Relationship With Online Self Disclosure. Hasil penelitian menunjukkan peran kontrol dan kepercayaan penting dan lebih mampu mempengaruhi perilaku pengungkapan mereka yang efektif pada sistem jaringan sosial online daripada privasi. Perbedaannya terletak pada variabel penelitian dan lokasi penelitian. Privasi dan kontrol sebagai variabel bebas, sedangkan penelitian yang akan dilakukan variabel bebasnya ialah self esteem. Lokasi penelitian ini di fakultas psikologi Florence University, sedangkan penelitian yang akan dilakukan di UIN Suska Riau. Persamaannya ialah sama-sama meneliti trust dan self disclosure pada mahasiswa.

(34)

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan memberikan pengetahuan dalam pengembangan ilmu psikologi, khususnya mengenai self esteem, trust dan self disclosure.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Mahasiswa

Dapat menambah wawasan mahasiswa dan dapat dijadikan sebagai referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya mengenai hubungan self esteem dan trust dengan self disclosure pada mahasiswa UIN Suska Riau pengguna Instagram.

b. Bagi Perguruan Tinggi

Dapat menambah informasi mengenai hubungan self esteem dan trust dengan self disclosure pada mahasiswa UIN Suska Riau pengguna Instagram.

(35)

19 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Self Disclosure 1. Pengertian Self Disclosure

Self disclosure biasanya didefinisikan sebagai komunikasi verbal atau nonverbal informasi mengenai diri individu yang diberitahukan kepada pihak lain atau sekelompok orang. Mengungkapkan informasi kepada pihak lain dalam self disclosure dibutuhkan setidaknya satu orang. Self disclosure menurut Cozby (1973) sebagai informasi tentang diri sendiri yang dikomunikasikan secara verbal atau nonverbal dari individu kepada pihak lain. Kemudian Taylor, Peplau dan Sears (2009) mengungkapkan bahwa self disclosure dilakukan dalam bentuk pengungkapan berupa informasi atau perasaan yang dalam pada pihak lain.

Menurut Hargie (2011) self disclosure merupakan pengungkapan diri dalam wujud verbal atau nonverbal, berperan penting menjadikannya wadah untuk mengkomunikasikan informasi pribadi, yang tidak didapatkan dari manapun. Self disclosure berhubungan juga terhadap kapasitas individu dalam mengungkapkan diri yang mencantumkan informasi yang diberitahukan kepada pihak lain, sehingga memunculkan kepercayaan diri, hubungan yang akrab, dan kekeluargaan (Ifdil, 2013). Self disclosure menjadi sarana untuk mengungkapkan informasi mengenai diri individu kepada pihak lain (Widyastuti, 2016). Informasi yang diberikan bisa juga informasi yang

(36)

bersifat sensitif seperti identitas diri, perasaan, pikiran, harapan serta peristiwa yang dialami.

Bersifat sensitif seperti identitas diri, perasaan, pikiran, harapan serta peristiwa yang dialami. Masur (2018) mendefinisikan Self disclosure sebagai komunikasi informasi yang disengaja tentang diri kepada orang lain orang atau sekelompok orang. Self disclosure juga terjadi dalam bentuk komunikasi satu orang ke banyak orang. Khususnya dihubungkan melalui komunikasi dikomputer, orang sering mengungkapkan informasi tentang diri mereka kepada khalayak umum (Masur, 2018). Identitas diri, ide, tingkah laku, sikap, informasi terkait diri seseorang merupakan beberapa macam topik yang berkaitan dengan self disclosure (Johana, 2020). Situasi dan individu yang berlangsung saat berinteraksi menjadikan intimacy (kedalaman) seseorang dalam melakukan self disclosure. Self disclosure tanpa sengaja juga meliputi barang-barang pribadi yang mempunyai informasi yang menyertainya (misalnya foto).

Menurut Devito (2020) self disclosure ialah salah satu jenis komuikasi yang mengungkapkan informasi diri individu yang biasanya tidak dapat diketahui oleh orang lain atau disembunyikan yang kemudian menjadi interaksi yang dibicarakan kepada orang lain. Individu yang menceritakan atau mengeshare informasinya yang bersifat pribadi kepada pihak lain, maka diharapkan juga memperoleh reaksi yang sama dari pihak tersebut sehingga proses self disclosure cenderung mengikuti norma resiporitas (pertukaran timbal balik). Secara umum, individu mengharapkan pihak lain untuk

(37)

21

membagikan atau mengungkapkan informasinya sebagaimana individu memperlakukan mereka.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa self disclosure adalah kegiatan mengungkapkan informasi atau pesan terkait diri yang tidak didapatkan dari manapun atau biasa disembunyikan yang disampaikan terutama mengenai perasaan dan emosi kepada orang lain.

pengungkapan informasi tersebut berupa perasaan, sikap, ide, gagasan, dan lain sebagainya sehingga terjalinnya suatu interaksi.

2. Aspek-aspek Self Disclosure

Menurut Hargie (2011) self disclosure terdiri dari enam aspek, yaitu:

a. Valence.

Valence ialah tingkat informasi yang akan diungkapkan baik itu secara positif maupun negatif. Valence positif berisikan hal-hal positif mengenai diri individu sebagai tahap awal perkembangan untuk terjalinnya sebuah hubungan . Sedangkan valence negatif berisikan hal-hal negatif yang diungkapkan berkaitan dengan diri individu saat pertalian kedua belah pihak sudah berkembang ke tahap yang lebih dalam.

b. Informativeness

Informativeness diperoleh dari tiga hal yaitu breadth, depth, dan duration. Breadth berkaitan dengan jumlah pengungkapan yang digunakan, hal ini diukur dengan menghitung kombinasi kata ganti refernsi diri atau topik yang tercakup. Depth berkaitan dengan tingkat kedalaman informasi individu saat melakukan self disclosure yang

(38)

berdampak terhadap tingkat intimacy (keakraban) dan yang mendengarkannya antara kedua belah pihak. Duration terkait dengan jumlah waktu yang digunakan untuk kegiatan berbagi informasi saat melakukan self disclosure pada pihak lain.

c. Appropriateness

Setiap pengungkapan perlu dievaluasi dalam konteks dimana pengungkapan itu terjadi sehingga perlu untuk mempertimbangkan beberapa konteks. Terkait konteks yang perlu diingat yaitu status pelaku self disclosure dengan pendengar. Status sosial yang lebih rendah dibandingkan pendengar merupakan status pelaku self disclosure itu sendiri. Dan biasanya self disclosure paling sering dilakukan di antara orang-orang dengan status yang sama.

d. Flexibility

Flexibility merujuk pada keterampilan individu dalam memvariasikan luas serta intensitas informasi self disclosure dalam beragam situasi. Individu yang memiliki tingkat fleksibilitas tinggi, cakap dalam memodifikasi sifat juga tingkat pengungkapan informasi. Namun, individu yang memiliki tingkat fleksibilitas rendah melakukan self disclosure tanpa mengamati keadaan.

e. Accessibility

Accessibility mengacu pada kemudahan pengungkapan diri yang dapat dilakukan oleh individu atau bagaimana individu mampu melakukan self disclosure. Sebagian orang mampu mewujudkan self disclosure secara

(39)

23

bebas dan mudah, namun sebagian orang sulit untuk terbuka untuk memberikan informasi bersifat pribadi. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh budaya kepribadian, atau lingkungan sosial.

f. Honesty

Honesty merupakan aspek yang penting untuk mempertahankan keharmonisan sebuah hubungan, hal tersebut dikarenakan adanya beberapa alasan mengapa individu tidak mau melakukan self disclosure yang jujur, yaitu kemauan menjaga nama baik, menjauhi perseteruan, menciptakan hubungan berjalan dengan baik, memunculkan atau memperlaju interaksi, serta melindungi individu lain.

Berdasarkan pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa aspek- aspek self disclosure terdiri dari valence, informativeness, appropriateness, flexibility, accessibility dan honesty.

3. Faktor-faktor Self Disclosure

Menurut Devito (2020) self disclosure memiliki faktor-faktor, yaitu:

a. Efek diadik

Kegiatan individu melakukan self disclosure yang bersifat timbal balik dengan individu lain. Dengan adanya individu lain melakukan pengungkapan diri membuat interaksi kita dengan individu tersebut berlangsung yang membuat kedua belah pihak merasa nyaman.

b. Ukuran kelompok

Individu melakukan kegiatan self disclosure lebih banyak dilakukan pada ukuran khalayak kecil daripada ukuran khalayak besar.

(40)

c. Topik Bahasan

Individu melakukan pengungkapan diri dengan orang lain memilih topik pembahasan secara umum seperti cuaca, kondisi keuangan dan lain- lain. Namun apabila interaksi tersebut makin akrab makan makin dalam juga topik pembahasannya.

d. Perasaan Menyukai

Pengungkapan diri terkait hal-hal yang bersifat positif dan negatif.

Secara umum individu lebih menyukai pengungkapan diri positif terhadap orang yang baru dikenal. Namun apabila hubungan tersebut makin akrab maka pengungkapan diri negatif bisa saja diterima.

e. Jenis kelamin

Secara umum pengungkapan diri antara laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan. Perempuan lebih terbuka dalam melakukan pengungkapan diri terlebih pada orang yang disukai. Sedangkan laki-laki umumnya kurang terbuka dalam melakukan pengungkapan diri. Laki-laki mengungkapan dirinya terhadap orang yang dipercayainya.

f. Kepribadian

Individu yang mampu berbaur dengan kepribadian ekstrovert melakukan self disclosure yang lebih banyak dibandingkan dengan individu yang kurang mampu berbaur dengan kepribadian introvert.

Umumnya mereka tidak memiliki keberanian berbicara, kurang melakukan pengungkapan dari orang lain yang lebih nyaman melakukan komunikasi.

(41)

25

g. Kompetensi

Individu yang berkompeten lebih sering untuk berbuat pengungkapan diri daripada individu yang kurang kompeten. Wheeless (1976) “bahwa individu yang berkompeten memiliki rasa percaya diri yang dibutuhkan dalam memanfaatkan self disclosure yang berlaku bagi mereka yang memang lebih kompeten”.

h. Trust

Trust merupakan faktor yang dapat mempengaruhi self disclosure.

Fogel dan Nehmad (2009); Frye dan Dorsnich (2010); Mesch (2012) mengatakan bahwa trust dapat mempengaruhi self disclosure. Penelitian yang dilakukan oleh Devi dan Indriawaty (2020) mengatakan bahwa semakin tinggi trust, maka semakin tinggi pula self disclosure. Fianu, Ofori, Boateng dan Ampong (2019) menjelaskan bahwa semakin tinggi kepercayaan pengguna media sosial maka semakin tinggi mereka berbagi informasi pribadi, kemudian jumlah pengungkapan diri yang ditunjukkan oleh pengguna media sosial akan mencerminkan tingkat kepercayaan yang mereka miliki terhadap pengguna media sosial lainnya.

Berdasarkan pernyataan diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa self disclosure mampu dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu efek diadik, ukuran kelompok, topik pembahasan, perasaan menyukai, jenis kelamin, kepribadian, kompetensi, dan trust.

(42)

B. Self Esteem 1. Pengertian Self Esteem

Menurut Coopersmith (dalam Ghufron dan Risnawati, 2010) self esteem merujuk kepada penilaian individu mengenai diri sendiri yang terdiri dari penilaian positif dan negatif yang kemudian individu mengekspresikan sikap penerimaan atau penolakan terhadap pendapat tentang keberhargaannya yang kemudian individu menunjukkan sejauh mana ia percaya bahwa dirinya mampu, berarti, dan berharga. Self esteem menjadi penilaian atau evaluasi yang dikerjakan berdasarkan pengamatan terkait hal-hal yang berkaitan dengan dirinya sendiri yang kemudian senantiasa dipelihara oleh individu.

Hal tersebut diperlihatkan pada sikap penerimaan dan penolakan yang merujuk pada individu sejauh mana ia meyakini diri sendiri sebagai individu yang mampu, berarti, dan berharga. Secara singkat self esteem berarti evaluasi pribadi tentang perasaan yang berharga lalu ditunjukkan pada sikap-sikap individu terhadap dirinya. Self esteem mengacu paling umum pada evaluasi positif keseluruhan individu dari diri sendiri (Gecas dalam Mruk, 2006).

Self esteem menurut Buss (dalam Sari,dkk 2006) bermakna dua hal, yaitu self love dan self confidence. Kedua makna tersebut memiliki arti yang terpisah namun saling terkait. Individu dapat mencintai dirinya sendiri, tetapi ia juga bisa memiliki perasaan yang kurang percaya diri dan juga tidak merasa berharga. Namun disisi yang lain, individu juga bisa merasa percaya diri tetapi individu tersebut merasa tidak berharga. Self esteem terdiri dari evaluasi atau penilaian dan penghargaan pada diri sendiri yang mewujudkan pada penilaian tinggi atau rendah.

(43)

27

Self esteem yang dibuat oleh individu dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh individu lain sebagai pembanding yang menjadikan penilaian atau evaluasi terhadap dirinya. Individu yang mempunyai self esteem tinggi lebih condong memanfaatkan dalam strategi yang berguna bagi peningkatan diri, sedangkan individu yang mempunyai self esteem rendah lebih condong untuk berupaya melindungi diri dan besar kemungkinan tidak mau mengambil risiko dalam mendegarkan komentar orang-orang, meskipun hal tersebut mampu mencapai keberhasilan untuk evaluasi diri dan bermanfaat dalam meningkatkan nilai diri. Self esteem menjadi evaluasi yang diterapkan oleh individu terhadap dirinya sendiri berupa wujud perasaan positif dan juga negatif serta memperlihatkan tingkat kepercayaan seseorang terhadap dirinya sendiri meyakini bahwa ia mampu dan ditampakkan melalui sikapnya (Trisakti dan Astuti, 2014).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa self esteem ialah bentuk evaluasi atau penilaian yang dilakukan indivdidu berupa penerimaan dan penolakan yang kemudian memperlihatkan sejauh mana individu merasa meyakini kemampuan dirinya sendiri. Interakasi yang dilakukan dengan lingkungan sekitar akan membentuk sikap-sikap dan mewujudkan bagaimana seseorang berperilaku yang kemudian menghasilkan evaluasi atau penilaian yang telah dibuat tersebut.

(44)

2. Aspek-aspek Self Esteem

Menurut Coopersmith (dalam Ghufron dan Risnawati, 2010) menyebutkan self esteem memiliki 4 aspek, yaitu:

a. Kekuatan (power)

Kekuatan merupakan kemampuan individu untuk dapat mengatur dan mengontrol perilaku dan kemudian memunculkan pengakuan atas perilaku tersebut dari individu lain. Power dinyatakan dengan penghargaan dan penghormatan yang diperoleh dari individu lain dengan adanya kualitas dari individu itu sendiri atas pendapat yang diutarakannya yang kemudian nantinya akan diakui individu lain.

b. Keberartian (significance)

Keberartian berhubungan dengan kepedulian, penerimaan, perhatian, afeksi dan ekspresi cinta yang diterima dari individu lain yang mengarahkan adanya pengakuan dan popularitas individu terhadap lingkungannya. Individu yang mendapat penerimaan dari lingkungannya ditandai dengan adanya kehangatan, adanya respon timbal balik, serta lingkungan menyukai seseorang karena ia menunjukkan keadaan diri yang sebenarnya.

c. Kebajikan (virtue)

Kebajikan mengarahkan kepada suatu ketaatan seseorang yang mematuhi standar moral, etika, aturan-aturan serta agama yang ada dalam kehidupan bermasyarakat. Individu yang mematuhi atau mengikuti standar moral, etika, aturan serta agama akan memiliki tingkah laku positif yang kemudian terbentuknya penilaian positif dalam diri. Individu berusaha

(45)

29

sebisa mungkin untuk menjauhi tingkah laku negatif yang melanggar moral, etika, aturan serta agama.

d. Kompetensi (competence)

Kompetensi menunjukkan kemampuan individu untuk melakukan usaha yang tinggi demi memenuhi kebutuhan dan mencapai prestasi yang dicita-citakan yang mana semua itu tergantung pada variasi usia individu.

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat beberapa aspek dari self esteem diantaranya, kekuatan (power), keberartian (significance), kebajikan (virtue), dan kompetensi (competence).

3. Faktor-faktor Self Esteem

Menurut Coopersmith (1967) faktor-faktor yang mempengaruhi self esteem yaitu:

a. Penghargaan dan penerimaan dari orang-orang yang signifikan. Individu yang berharga dalam kehidupan seseorang yang bersangkutan seperti orangtua atau keluarga menjadi salah satu yang mempengaruhi self esteem.

b. Kelas sosial dan kesuksesan. Kelas sosial yang tinggi juga dapat mempengaruhi self esteem, hal tersebut akan membuat dan meyakinkan individu merasa lebih berharga dari individu lain. Kelas sosial sering dijumpai dalam hal bersifat pekerjaan, pendapatan, dan tempat tinggal.

c. Nilai dan inspirasi individu dalam menginterpretasi pengalaman.

Kesuksesan yang diperoleh pada individu belum mampu mempengaruhi self esteem secara signifikan, melainkan dipilih terlebih dahulu melewati tujuan serta nilai yang diyakini oleh individu.

(46)

d. Cara individu menghadapi devaluasi. Individu mampu meminimalisir evaluasi negatif berupa ancaman yang muncul dari dirinya serta memiliki hak untuk menolak penilaian negatif dari pihak lain yang mempengaruhi dirinya.

Berdasarkan pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi self esteem ialah penghargaan dan penerimaan orang yang signifikan, kelas sosial dan kesuksesan, nilai dan inspirasi individu dalam menginterpretasi pengalaman, dan cara individu menghadapi devaluasi.

C. Trust 1. Pengertian Trust

Trust secara harfiah diterjemahkan sebagai kepercayaan. Menurut Rempel, dkk (1985) trust mengacu pada tingkat keyakinan, kepedulian individu bahwa ada kemungkinan orang lain akan bertindak atau melaksanakan seseuatu hal yang akan memenuhi harapan individu serta terciptanya kualitas yang paling di kehendaki dalam hubungan yang lebih akrab. Trust dapat berkembang dengan terjalinnya interaksi yang saling menguntungkan dan meningkatkan tingkat kepercayaan diri dalam sebuah hubungan. Trust menjadi elemen dasar yang penting untuk membina suatu interaksi antara dua belah pihak yang didalamnya berupa harapan dan keyakinan individu terhadap kejujuran pihak lain(Batoebara, 2018).

Trust didefinisikan sebagai persepsi mengenai tindakan orang lain yang memberikan dampak terhadap diri sendiri walaupun mungkin akan

(47)

31

memberikan dampak yang merugikan maupun yang menguntungkan (Johnson dan Johnson, 2014). Individu yang mempunyai trust yang cenderung tinggi dan berada dalam kondisi menerima diri (acceptance), maka ia akan memiliki kemampuan untuk mengemukakan perasaan, gagasan, ide, kesimpulan serta reaksi. Sedangkan individu yang mempunyai trust yang cenderung rendah dan berada dalam kondisi menerima diri (acceptance), individu tersebut belum mampu dalam mengemukakan perasaan, gagasan, ide, kesimpulan serta reaksi. Kemudian juga individu cenderung akan lebih bahagia, lebih disukai serta yang dianggap paling dekat jika seseorang memiliki trust yang tinggi.

Mengembangkan komunikasi interpersonal diperlukannya trust, sebab kepercayaan dan keyakinan individu pada seseorang memberikan hak yang tidak akan memberi kekecewaan, maka individu tersebut lebih sering dalam melakukan keterbukaan diri pada seseorang tersebut. Trust yang dikemukakan Kreitner dan Kinicki (dalam Desmarawita, 2015) ialah adanya keyakinan, niat, dan perilaku yang timbal balik dari orang lain. Dapat digambarkan bahwa ketika individu melihat seseorang memunculkan atau menyiratkan perilaku yang menandakan kepercayaan, maka individu tersebut akan membalasnya dengan memberi kepercayaan yang lebih. Sedangkan seseorang yang menunjukkan perilaku maupun tindakan yang dapat melanggar kepercayaan individu akibat sesuatu hal, maka akan muncul ketidakpercayaan pada orang tersebut. Trust melibatkan kesediaan untuk menempatkan diri pada risiko-risiko, baik itu melalui pengungkapan intim,

(48)

ketergantungan pada janji orang lain, mengorbankan berbagai informasi sekarang untuk keuntungan masa depan, dan sebagainya.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa peneliti mengambil kesimpulan bahwa trust ialah keyakinan individu terhadap orang lain yang muncul karena adanya harapan dan mampu menerima resiko atas rasa percaya yang diberikan pada orang lain. Trust yang dimiliki individu karena adanya kedekatan dengan orang yang dipercaya dan bertanggung jawab atas trust yang diberikan.

2. Aspek-aspek Trust

Menurut Johnson dan Johnson (2014) mengatakan bahwa terdapat lima aspek trust, yaitu:

a. Opennes (Keterbukaan)

Terbuka dalam berbagi informasi, ide, pemikiran, perasaan, dan reaksi terhadap masalah yang terdapat dalam kelompoknya.

b. Acceptence (Penerimaan)

Penerimaan merupakan komunikasi yang terjalin dengan terbuka serta menghormati orang lain dan berkonstribusi terhadap kelompok.

c. Sharing (Berbagi)

Memberikan atau menawarkan bantuan secara materil dan tenaga kepada orang lain untuk mencapai suatu tujuan.

(49)

33

d. Support (Dukungan)

Komunikasi dengan orang lain dengan mengenali kekuatan dan kemampuan orang yang dipercaya untuk mengelola sesuatu menjadi lebih produktif.

e. Cooperative Intention (Niat Bekerjasama)

Niat bekerjasama muncul ketika adanya harapan yang muncul serta terdapat niat untuk bekerjasama dalam mencapai sebuah tujuan.

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat beberapa aspek dari trust diantaranya, openness (keterbukaan), acceptance (penerimaan), sharing (berbagi), support (dukungan),dan cooperative intention (niat bekerjasama).

3. Faktor-faktor Trust

Membangun kepercayaan terhadap individu lain merupakan sesuatu hal yang tidak mudah. Sebab hal tersebut tergantung terhadap perilaku kita dan kemampuan invidu lain untuk percaya dalam mengambil resiko. Lewicki &

Wiethoff (dalam Rahmat, 2014) menyebutkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepercayaan (trust) yaitu:

a. Presdiposisi kepribadian. Menunjukkan tingkat presdiposisi individu dalam mewujudkan trust, yang mana presdiposisi individu berbeda setiap orangnya untuk percaya pada individu lain. Semakin tinggi tingkat presdiposisi individu untuk trust, maka besar harapan untuk dipercayai oleh individu lain Lewicki & Wiethoff (dalam Nurjannah, 2021).

Referensi

Dokumen terkait

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat luas, khususnya kepada pihak UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengenai

Salah satu cara merubah self-esteem seseorang ke arah yang lebih baik lagi adalah dengan dorongan positif dari Iingkungan sekitarnya, seperti orang tua, masyarakat, teman atau

Dalam hal ini, self disclosure yang dilakukan bersifat evaluatif, yakni individu yang mengugkapkan mengenai pendapat dan perasaan pribadi Taylor dkk, 2009 Dosen Forensik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan self esteem antara individu lulusan diploma tiga maupun sarjana hal ini dikarenakan kemungkinan adanya

a) Self Values, diartikan sebagai nilai-nilai pribadi individu yaitu isi dari diri sendiri. Lebih lanjut dikatakan bahwa self esteem ditentukan oleh nilai-nilai pribadi

Individu yang mempunyai self esteem positif dapat menerima keadaan dirinya dapat menghormati diri mereka sendiri, dapat menyadari sisi negatif dalam dirinya, dan mengetahui bagaimana

Frey dan Carlock (dalam Ghufron &amp; Risnawita, 2011) berpendapat bahwa individu yang memiliki self esteem yang tinggi mempunyai ciri-ciri diantaranya, mampu

Sebagian besar atlet disabilitas yang juara ditinjau dari klasifikasi tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa mempunyai tingkat self-esteem yang sedang ke tinggi.. Hasil analisis