• Tidak ada hasil yang ditemukan

BISNIS BARU: USAHA SENDIRI ATAU WARALABA (STUDI PADA PELAKU-PELAKU BISNIS RESTORAN DI SALATIGA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BISNIS BARU: USAHA SENDIRI ATAU WARALABA (STUDI PADA PELAKU-PELAKU BISNIS RESTORAN DI SALATIGA)"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

i

BISNIS BARU: USAHA SENDIRI ATAU WARALABA (STUDI PADA PELAKU-PELAKU BISNIS RESTORAN

DI SALATIGA)

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Program Studi Manajemen

Untuk Memeroleh Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh :

YOHANNA BEATRIX CHANDRA 212013155

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA 2017

(2)
(3)
(4)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Yohanna Beatrix Chandra

NIM : 212013155

Program Studi : Manajemen

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tugas Akhir:

Judul : Bisnis Baru: Usaha Sendiri atau Waralaba (Studi Pada Pelaku-Pelaku Bisnis Restoran Di Salatiga)

Pembimbing : Petrus Wijayanto, S.E., M.M.

Tanggal diuji : Agustus 2017

adalah benar – benar karya saya.

Di dalam tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan caara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang saya seolah – olah sebagai tulisan saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya.

Apabila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah – olah hasil pemikiran saya sendiri, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.

Salatiga, 4 Agustus 2017 Yang memberi pernyataan,

(5)

AR PERSETUJUAN

(6)

ABSTRACT

The research constructs are based on a phenomenon that covers the reasons why businessman choose their own business or franchise as a way to enter the business world. The type of this research is descriptive qualitative and research subject is restaurant business in Salatiga. The objectives of the research to be achieved are (1) Explain the special consideration of restaurant business choose own business, (2) Explain the special consideration of the restaurant business choose a franchise. This study examines 10 restaurant business people in Salatiga City where 5 business people choose their own business and 5 business people who choose franchise through in-depth interview. The results of the study identify that the choice of business actors who choose their own business is influenced by the pull factor (Basu and Goswani 1999) as well as the characteristics or entrepreneurial spirit of the business owner while the franchise is influenced by friends, company image, goodwill of product, exclusive franchise area, system and information about franchise.

Keywords : restaurant, franchise, start own business

(7)

SARIPATI

Konstruk penelitian didasarkan pada fenomena yang melingkupi alasan mengapa pengusaha memilih usaha sendiri atau waralaba sebagai cara untuk memasuki dunia bisnis. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan subjek penelitian adalah bisnis restoran di Salatiga. Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah (1) Menjelaskan pertimbangan khusus pelaku bisnis restoran memilih usaha sendiri, (2) Menjelaskan pertimbangan khusus pelaku bisnis restoran memilih waralaba. Penelitian ini meneliti 10 orang pelaku bisnis restoran di Kota Salatiga dimana 5 orang pelaku bisnis yang memilih usaha sendiri dan 5 orang pelaku bisnis yang memilih waralaba melalui wawancara mendalam. Hasil penelitian mengidentifikasi bahwa pilihan pelaku bisnis yang memilih usaha sendiri dipengaruhi oleh pull factor serta karakteristik atau jiwa wirausaha yang dimiliki pelaku bisnis sementara waralaba dipengaruhi teman, citra perusahaan, goodwill produk, wilayah waralaba yang ekslusif, serta sistem dan informasi franchise.

Kata Kunci: Usaha Sendiri, Waralaba, Restoran

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena berkat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul: “Bisnis Baru:

Usaha Sendiri atau Waralaba (Studi Pada Pelaku-Pelaku Bisnis Restoran Di Salatiga)”. Penulisan tugas akhir ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam jenjang perkuliahan strata satu dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana.

Tugas akhir ini merupakan hasil studi pada 10 orang pelaku bisnis restoran di kota Salatiga, yaitu Bapak Yoga pemilik D’Saji, Bapak Ardi pemilik Oti Fried Chicken Salatiga, Ibu Anna Lidia Sari pemilik Abby’s House, Bapak Ari Pianto pemilik Waroeng Lawas dan Bapak Oh Kwok Liem pemilik Candi Resto sebagai pelaku bisnis restoran yang memilih usaha sendiri kemudian Bapak Joko pemilik Bebek Goreng H. Slamet Salatiga, Bapak David Sugiarto pemilik Ibarbo Pasta dan Pizza Salatiga, Bapak Tomo pemilik Soto Segeer Mbok Giyem Salatiga, Bapak Hendrick pemilik Popeye Chicken Express dan Bapak Jarot pemilik Rice Me Up Salatiga sebagai pelaku bisnis restoran yang memilih waralaba. Pada tugas akhir ini, penulis menjelaskan pertimbangan khusus pelaku bisnis restoran memilih usaha sendiri atau waralaba.

Penulis menyadari tugas akhir ini masih banyak terdapat kekurangan karenanya kritik dan saran yang membangun sangat penulis butuhkan dari semua pihak. Penulis berharap tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan dan rekan – rekan yang akan melakukan penelitian berikutnya.

Salatiga, 4 Agustus 2017

Yohanna Beatrix Chandra

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala hormat, puji dan syukur bagi Tuhan Yesus Kristus, yang senantiasa melimpahkan berkat dan kasih setia-Nya sehingga penulisan tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih untuk semua yang telah diberikan Tuhan Yesus atas berkat yang melimpah, kekuatan dan kasihnya yang terus mengalir sepanjang hari serta membuat semuanya indah pada waktunya.

Dengan tersusunnya tugas akhir ini tidak lepas dari partisipasi dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Keluarga penulis, Papa dan Mama yang selalu setia memberikan semangat, doa, dan kasih sayang yang tak terhingga kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir. Adik – adik penulis, Sara dan Indri yang terus memberikan semangat dan dorongan untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Bapak Petrus Wijayanto, S.E., M.M. selaku pembimbing yang telah banyak memberikan banyak masukan, waktu serta memberikan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan tugas akhir ini.

3. Prof. Christantius Dwiatmadja, S.E., M.E., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana

4. Bapak Albert Kriestian NAN, S.E., M.M., Ph.D. selaku Ketua Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana

5. Seluruh dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UKSW membekali penulis ilmu dan pengalaman yang sangat bermanfaat selama penulis menempuh pendidikan di UKSW.

6. Staf dan Tata Usaha Fakultas Ekonomika dan Bisnis UKSW yang telah membantu penulis dalam hal administrasi.

7. Para narasumber, Bapak Yoga pemilik D’Saji, Bapak Ardi pemilik Oti Fried Chicken Salatiga, Ibu Anna Lidia Sari pemilik Abby’s House, Bapak Ari Pianto pemilik Waroeng Lawas dan Bapak Oh Kwok Liem pemilik Candi Resto,

(10)

8. Bapak Joko pemilik Bebek Goreng H. Slamet Salatiga, Bapak David Sugiarto pemilik Ibarbo Pasta dan Pizza Salatiga, Bapak Tomo pemilik Soto Segeer Mbok Giyem Salatiga, Bapak Hendrick pemilik Popeye Chicken Express dan Bapak Jarot pemilik Rice Me Up Salatiga yang telah meluangkan waktu untuk penulis wawancara di sela – sela kesibukannya.

9. Sahabat cabe – cabean Sharon Tambun, Virginia Tellah, Vinny Alouw , Diyanto, Jones Rantung dan Fredo Liey, untuk persahabatan yang terjalin selama empat tahun ini.

10. Teman – teman kost 7B Kemiri Satu, Novia Christiana, Setyani Windi, Helen Ginting, Yollan Wattimena, Dwi Wulandari, Dwi Rumanti, Yana Ginting, Inggrid Tuhuleruw dan Chelsea Tuhuleruw atas persahabatan, bantuan dan juga senantiasa memberi semangat bagi penulis.

11. Teman – Teman seperjuangan kosentrasi kewirausahaan, Gracia Marcela, Theresia Ajeng, Muh. Daru, Adi Tri Hermawan dan Barnabas Theodorus atas bantuan dan semangat yang diberikan kepada penulis.

12. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan dukungan doa dan semangat kepada penulis.

Penulis Yohanna Beatrix Chandra

(11)

DAFTAR ISI

BISNIS BARU: USAHA SENDIRI ATAU WARALABA ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

ABSTRACT ... iv

SARIPATI ... v

KATA PENGANTAR ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Masalah dan Persoalan Penelitian ... 4

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Motivasi Awal Mendirikan Usaha... 5

Memilih Bidang Usaha ... 5

Memulai Usaha Sendiri ... 6

Memilih Waralaba ... 8

METODE PENELITIAN ... 13

Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 13

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 13

Teknik Analisis Data ... 15

HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN ... 16

Usaha Sendiri ... 16

D’Saji Crispy ... 16

Oti Fried Chicken ... 17

Abby’s House ... 19

Waroeng Lawas ... 20

(12)

Candi Resto ... 22

Usaha Waralaba ... 23

Ibarbo Pasta & Pizza ... 23

Bebek Goreng H. Slamet (Asli) ... 24

Soto Segeer Mbok Giyem ... 26

Popeye Chicken Express ... 28

Rice Me Up ... 29

Memilih Bisnis Restoran ... 31

Pertimbangan Memilih Usaha Sendiri ... 31

Pertimbangan Memilih Waralaba ... 32

PENUTUP ... 35

Simpulan ... 37

Keterbatasan Penelitian ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perkembangan Usaha Restoran /Rumah Makan ... 3

Tabel 2. Kelebihan dan Kelemahan Usaha Sendiri dan Waralaba ... 12

Tabel 3. Daftar Restoran Waralaba Lokal ... 14

Tabel 4. Restoran Waralaba Lokal Hasil Survei Peneliti ... 15

Tabel 5. Faktor Pertimbangan Pelaku Bisnis ... 33

Tabel 6. Klasifikasi Push dan Pull Factors Pada Usaha Sendiri ... 35

Tabel 7. Klasifikasi Push dan Pull Factors Pada Waralaba ... 35

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman Wawancara ... 41 Lampiran 2. Proses Pengumpulan Data ... 43 Lampiran 3. Surat Pernyataan Sebagai Narasumber . Error! Bookmark not defined.

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada umumnya untuk menjadi seorang entrepreneur terdapat tiga cara yaitu: (1) merintis usaha baru, (2) membeli perusahaan yang telah ada, dan (3) kerja sama manajemen atau waralaba (franchising). Merintis usaha baru dapat dengan mudah diawali dari ide yang dimiliki tetapi hanya memiliki ide saja tidak cukup, diperlukan juga kemampuan dan kemauan. Ide, kemampuan dan kemauan kemudian diwujudkan dalam bentuk barang dan jasa yang dapat diterima di pasar (Suryana 2006). Ketika merintis usaha baru terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan (Suryana 2006: 101) :

1. Bidang dan jenis usaha yang dimasuki

2. Bentuk usaha dan kepemilikan yang akan dipilih 3. Tempat usaha yang akan dipilih

4. Organisasi usaha yang akan digunakan 5. Jaminan usaha yang mungkin diperoleh 6. Lingkungan usaha yang akan berpengaruh

Setelah memutuskan untuk merintis usaha baru, sangatlah penting untuk di lakukan pengembangan usaha tersebut. Proses untuk mengembangkan sebuah usaha baru memiliki 4 tahap: (1) Identifikasi dan evaluasi peluang, (2) pengembangan rencana bisnis, (3) penetapan sumber daya yang dibutuhkan, (4) manajemen perusahaan yang dihasilkan. Proses ini tidaklah mudah, seorang calon entrepreneur harus melewati tahap demi tahap hingga akhirnya dapat mengelola bisnisnya dengan baik. Hal yang harus diingat adalah bahwa seorang calon entrepreneur harus mampu memberi waktu dan upaya yang dibutuhkan untuk membawa usaha baru pada kesuksesan karena tidak sedikit para entrepreneur mengalami kesulitan untuk mengelola dan menumbuhkan usaha baru yang dibangun (Hisrich, et al 2008).

Waralaba juga merupakan sebuah alternatif yang baik untuk menjadi seorang entrepreneur. Wirausaha yang kurang berani mengambil risiko untuk memulai usaha dapat memilih waralaba karena sudah teruji keberhasilannya, sehingga relatif lebih aman dan tidak berisiko. Hal ini disebabkan pemberi waralaba atau perusahaan yang memberi lisensi telah memberikan dukungan awal dan bantuan manajemen yang berkesinambungan bagi para penerima waralaba.

(16)

2

Pertumbuhan bisnis waralaba di Indonesia rata-rata 12% - 16% per tahun.

Namun, bisnis waralaba masih dikuasai pihak asing. Direktur Bina Usaha Dan Pelaku Industri Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Fetnayeti mengatakan, saat ini jumlah waralaba yang tercatat di Kemendag sebanyak 331 usaha waralaba. Sebanyak 293 usaha waralaba merupakan waralaba asing dan hanya 38 usaha waralaba lokal (solopos.com 2016).

Fenomena di atas menunjukkan adanya peluang bagi waralaba lokal untuk meningkatkan peranannya dalam bisnis waralaba.

Waralaba dapat dilakukan pada berbagai produk atau jasa. Ketua Dewan Pengarah Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia dalam Rahardjo (2015) menyebutkan bahwa lima sektor terbesar bisnis waralaba Indonesia didominasi oleh restoran (waralaba makanan dan cafe), ritel modern, pendidikan, otomotif (bengkel, salon mobil), dan jasa laundry. Waralaba yang diprediksi akan berkembang pesat adalah bisnis jasa seperti otomotif, pendidikan, konsultan hukum, dan IT service. Namun demikian, ritel dan restoran tetap mempunyai prospek terbesar. Hal ini dibuktikan dengan 40% dari total omzet bisnis waralaba berasal dari penjualan di sektor restoran dan ritel modern.

Penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2005) menyebutkan bahwa faktor penunjang keberhasilan bisnis franchise makanan di Indonesia, antara lain:

1. Permintaan terhadap produk makanan yang dilihat dari data PDB Total dan PDB sektor restoran sangat baik dan terus meningkat. Hal ini mencerminkan daya beli yang terus meningkat,

2. Menu bisnis franchise makanan menjangkau konsumen segala umur dengan berbagai paket menu untuk anak dan dewasa,

3. Terjadinya pergeseran budaya dari budaya tradisional menjadi budaya modern membantu suksesnya bisnis franchise makanan,

4. Kelas sosial tidak menjadi penghambat bagi keberhasilan pertumbuhan bisnis franchise makanan karena bisnis franchise makanan sudah membagi sendiri segmen pasarnya, seperti fine dining restaurant untuk kelas menengah atas, sedangkan fast food restaurant untuk kelas menengah bawah,

5. Bisnis franchise makanan mengantisipasi perubahan gaya hidup. Gaya hidup pasangan muda yang suami istri bekerja, tingkat persaingan di dunia kerja yang tinggi menyebabkan tingkat stres tinggi, demikian pula tingkat stres anak yang tinggi akan membutuhkan suasana makan diluar, selain itu kecenderungan di dunia kerja adalah makan siang diluar sambil melakukan negosiasi bagi calon mitra kerjanya.

(17)

3

Sehingga secara keseluruhan kondisi yang ada di Indonesia sangat menunjang keberhasilan bisnis franchise makanan di Indonesia.

Bisnis restoran berpeluang sangat besar di Indonesia terlepas dari usaha tersebut merupakan usaha waralaba maupun bukan usaha waralaba karena pada dasarnya makan merupakan kebutuhan fisiologis manusia. Data dari Kementrian Pariwisata Indonesia menunjukkan bahwa perkembangan usaha restoran di Indonesia mengalami pertumbuhan yang positif sejak tahun 2007 hingga 2011.

Jumlah restoran pada tahun 2011 mencapai 2,977 restoran dan mengalami peningkatan sebanyak 61 restoran dari tahun sebelumnya.

Tabel 1. Perkembangan Usaha Restoran /Rumah Makan Berskala Menengah dan Besar, 2007 - 2011

Tahun Usaha / Perusahaan

Jumlah (unit) Pertumbuhan (%)

2007 1615 -

2008 2235 38.39

2009 2704 20.98

2010 2916 7.84

2011 2977 2.09

Sumber : Kementrian Pariwisata Indonesia (2016)

Kota Salatiga juga terus mengalami peningkatan jumlah restoran baru, baik itu usaha waralaba maupun bukan usaha waralaba. Beberapa restoran baru yang menarik perhatian masyarakat beberapa tahun belakangan ini seperti Pizza Hut, Godhong pring, Hanna Resto, Pinog Cafe, Ronde Factory dan juga beberapa restoran yang terkenal di Kota Salatiga dari dulu seperti Joglo Bu Rini, Mina Kencana Salatiga, Joglo Ki Penjawi, Kafeole, Biztro, Sate Sapi & Bakso Sapi Suruh. Kota yang memiliki luas wilayah 56,78 km² ini memiliki jumlah rumah makan dan restoran sebanyak 323 usaha yang tersebar di 4 kecamatan Kota Salatiga (Dinas Pariwisata Kota Salatiga 2016).

Kota Salatiga sebagai salah satu kota yang yang terletak di Provinsi Jawa Tengah, secara geografis berada di tengah-tengah kawasan segitiga kota besar yang terkenal dengan sebutan “Joglosemar” yaitu Yogyakarta (±100 Km), Solo (±50 Km), dan Semarang (±45 Km) menjadikan Salatiga dikenal sebagai kota transit pariwisata (salatigakota.go.id). Sebagai kota transit pariwisata Salatiga

(18)

4

memiliki keuntungan dalam hal bisnis restoran, karena melalui Kota Salatiga wisatawan yang hendak menuju berbagai lokasi wisata di kota-kota sekitar dapat menjadikan Salatiga sebagai tempat peristirahatan sementara.

Masalah dan Persoalan Penelitian

Beranjak dari fenomena yang ada maka menarik untuk diteliti adalah pengusaha lebih tertarik untuk merintis usaha baru dengan cara usaha sendiri atau melakukan waralaba, sehingga rumusan persoalan penelitian ini adalah

“Pertimbangan khusus pelaku bisnis restoran memilih usaha sendiri atau waralaba”.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah (1) Menjelaskan pertimbangan khusus pelaku bisnis restoran memilih usaha sendiri, (2) Menjelaskan pertimbangan khusus pelaku bisnis restoran memilih waralaba.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat secara teoritis bagi pengembangan ilmu Manajemen Kewirausahaan khususnya pada studi kasus bisnis waralaba. Secara praktis penelitian ini diharapkan mampu menjelaskan alasan pelaku bisnis restoran memilih usaha sendiri atau bisnis waralaba, bagi para calon entrepreneur diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk terjun dalam dunia bisnis.

(19)

5

TINJAUAN PUSTAKA

Motivasi Awal Mendirikan Usaha

Menurut Basu dan Goswami (dalam Inggarwati dan Kaudin, 2010) menyebutkan terdapat berbagai alasan yang mendorong seseorang mengambil keputusan menjadi wirausaha. Alasan-alasan tersebut dapat dikelompokkan menjadi push factors dan pull factors. Push factors merupakan faktor negatif yang memaksa seseorang untuk menjadi wirausaha seperti kesulitan mencari pekerjaan, gaji yang tidak mencukupi, tidak mempunyai ketrampilan khusus di bidang lain, diskriminasi, konflik di tempat kerja, kehilangan pekerjaan dan sebagainya.

Sebaliknya, pull factors merupakan faktor positif yang menarik seperti keinginan untuk mandiri, memanfaatkan peluang yang ada, dan keinginan meningkatkan pendapatan. Dengan kata lain, sebagian orang mendirikan usaha karena terpaksa sementara lainnya melakukannya karena ketertarikan atau pilihan hidupnya

Usaha-usaha yang dimulai karena dorongan faktor-faktor negatif secara finansial kurang berhasil jika dibandingkan usaha-usaha yang dimulai karena dorongan faktor-faktor positif (Amit dan Muller, 1995). Pull factors bersumber dari dalam diri individu dan menyangkut minat individu yang bersangkutan dalam melakukan suatu tindakan. Maka individu melakukan suatu hal relatif atas keinginannya sendiri tanpa ada unsur keterpaksaan. Inilah yang mengikat individu untuk menjadi lebih berkomitmen terhadap hal yang dilakukannya. Walaupun masih banyak diperdebatkan, namun pull factors nampak lebih penting dari pada push factors dalam menjelaskan pertumbuhan usaha (Basu dan Goswami, dalam Inggarwati dan Arnold, 2010).

Memilih Bidang Usaha

Menentukan bidang usaha untuk dijalani merupakan langkah awal bagi seorang entrepreneur. Ketika memilih bidang usaha sebaiknya bidang – bidang tersebut adalah bidang – bidang usaha yang sedang tumbuh jangan memilih bidang usaha yang ketat persaingannya, pilihlah bidang usaha yang anda sukai agar anda dapat berkonsentrasi penuh dan fokus. Di samping itu pemilihan skala bisnis juga penting. Pemilihan skala bisnis disesuaikan dengan modal (uang, pengalaman dan pendidikan), pengadaan jaringan, dan tingkat kelayakan dari

(20)

6

bisnis yang dipilih (Ambadar, et al 2008), atau bidang usaha berdasarkan keterampilan dan pengetahuan tentang kegiatan usaha yang anda miliki (Ambadar, et al 2010).

Memulai Usaha Sendiri

Steve Blank dalam artikelnya yang berjudul What’s A Startup?

mendefinisikan usaha sendiri atau business start-up dalam artikelnya sebagai berikut “a startup is an organization formed to search for a repeatable and scalable business model.” Kemudian Wise dan Feld (2017:4) menjabarkan pengertian ini dalam tiga bagian yaitu :

1. A temporary organization: A startup does not last as a startup. It either goes out of business or succeeds in finding a solution that customers are willing to pay for.

2. To search: The goal of a startup is to explore, test, and validate an unmet need. This definition recognizes that the startup lifecycle is finite.

3. Repeatable and scalable business model: Initially, all startups are based on assumptions, with the goal of iterating until the assumptions have been validated. Once the business model has been proven and the startup is self-sustainable, it is no longer a startup.

Eric Ries (2011: 27) memberikan definisi bagi business start-up, menurutnya “A startup is a human institution designed to create a new product or service under conditions of extreme uncertainty.”

Paul Graham juga memberikan definisi business start-up dalam artikelnya Growth, ia menyebutkan “A startup is a company designed to grow fast… The only essential thing is growth. Everything else we associate with startups follows from growth.”

Menurut Suharyadi (2007) memulai suatu bisnis baru sering kali merupakan pilihan yang paling menarik bagi para pemula. Modal awal tidak terlalu besar dan terdapat kepuasan memulai suatu usaha sendiri. Tetapi harus dipahami bahwa mengelola bisnis baru memerlukan alokasi waktu, tenaga, dan pikiran sepenuhnya, disamping membutuhkan keahlian khusus, risiko tinggi yang dihadapi, dan kerugian atau pendapatan yang rendah pada tahap-tahap awal.

Merintis usaha baru atau bisnis baru yaitu membentuk dan mendirikan usaha

(21)

7

dengan menggunakan modal, ide, organisasi dan manajemen yang dirancang sendiri.

Ambadar, et al (2010) menyatakan alasan yang mendorong seseorang tertarik untuk membuka usaha sendiri ialah penghasilan tak terbatas, ingin cepat kaya, ingin mandiri, keadaan terdesak, ingin bebas tidak diatur orang lain, memperoleh kebanggaan atau kepuasan dan ingin mewujudkan mimpi atau mengaplikasikan ide.

Suharyadi (2007) mengatakan beberapa peluang sebagai keuntungan yang memberikan dorongan kuat seseorang untuk berwirausaha adalah sebagai berikut:

1. Mempunyai kebebasan mencapai tujuan yang dikehendaki.

Kebebasan adalah sesuatu yang sangat bernilai bagi seseorang.

Memiliki kebebasan untuk menjalankan usahanya sendiri dan mencapai tujuannya sendiri menjadikan banyak orang yang memilih menjadi wirausahawan. Mereka dapat menentukan sendiri target-target pencapaian usaha yang mereka inginkan, kebebasan dalam menggunakan sumber daya, dan tidak bergantung pada orang lain.

2. Mempunyai kesempatan untuk menunjukkan kemampuan dan potensi diri secara penuh.

Kegiatan bisnis yang mereka geluti sebagai alat untuk mengoptimalkan potensi diri dan pernyataan aktualisasi diri. Para wirausahawan menyadari bahwa batasan terhadap kesuksesan mereka adalah segala hal yang ditentukan oleh kreativitas, antusias, dan visi mereka sendiri.

Dengan memiliki sebuah usaha, mereka dapat mendemonstrasikan pikiran dan perilaku mereka sendiri yang berarti memberikan kekuasaan pada dirinya secara penuh.

3. Memperoleh manfaat dan laba yang maksimal.

Meskipun uang bukan segalanya, laba dari usahanya merupakan faktor penting untuk memotivasi diri dalam mengembangkan usaha baru.

Dengan membuka usaha, ada manfaat yang membanggakan diri seperti dapat membuka lapangan pekerjaaan bagi orang lain, membantu yang tidak mampu, dan memperoleh laba yang cukup banyak sehingga dapat menikmati kehidupan yang lebih baik.

(22)

8

4. Terbuka kesempatan untuk melakukan perubahan.

Apabila kita menjadi pengusaha, maka kita mempunyai kebebasan untuk mengubah kondisi perusahaan sesuai dengan keinginan kita yang sudah dipikirkan dengan sangat matang dan risiko yang diperhitungkan dengan cermat.

5. Terbuka peluang untuk membantu masyarakat dalam menciptakan kesempatan kerja.

Dengan mendirikan sebuah usaha, berarti wirausahawan memberikan manfaat pada masyarakat untuk mendapatkan kesempatan kerja dan membantu masyarakat dalam mendapatkan barang atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka.

6. Terbuka peluang untuk berperan dalam masyarakat dan mendapatkan pengakuan atas usaha mereka.

Biasanya para pengusaha, dari yang masih kecil sekalipun sering kali mendapatkan peran strategis dalam kehidupan sosial kemasyarakatan di lingkungannya, mereka dihormati, dipercaya, bahkan mereka sangat dihargai karena hasil usaha mereka yang memberikan manfaat besaar bagi masyarakat atau lingkungannya.

Memilih Waralaba

International Franchise Association (IFA) memberikan definisi mengenai Franchise sebagai berikut :

Franchising is simply a method for expanding a business and distributing goods and services through a licensing relationship. In franchising, franchisors (a person or company that grants the license to a third party for the conducting of a business under their marks) not only specify the products and services that will be offered by the franchisees (a person or company who is granted the license to do business under the trademark and trade name by the franchisor), but also provide them with an operating system, brand and support.

Selain definisi menurut IFA, di Indonesia juga berkembang definisi franchise yang salah satunya dikemukakan oleh Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) yang menyatakan bahwa waralaba ialah suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan

(23)

9

hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu dan meliputi area tertentu.

Sementara itu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba pada pasal 1 (ayat 1) mengatakan bahwa Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.

Pramono (2007) mengatakan terdapat 3 hal yang harus dipertimbangkan pelaku bisnis untuk memulai waralaba adalah merk, bisnis model dan biaya fee.

Merk menjadi salah satu penyokong keberhasilan sebuah usaha waralaba. Merk berguna untuk menunjukkan citra dan kualitas dari perusahaan pemiliknya.

Apabila sebuah usaha waralaba terbukti kualitasnya, hal tersebut dapat menjadi jaminan mendatangkan revenue dan kemudian keuntungan. Merk yang baik sebaiknya didukung dengan sistem yang baik pula dan sistem inilah yang sebenarnya menjalankan bisnis tersebut. Biaya yang telah ditetapkan pemberi waralaba biasanya berkisar antara biaya pembelian merk dan sistem bisnisnya atau biaya pembelian waralabanya dan biaya royalty.

Menurut Sumarsono (2009) beberapa hal yang perlu dipertimbangkan ketika seseorang memutuskan untuk terjun ke dalam bisnis warlaba. Berikut ini terdapat 19 komponen yang dijadikan dasar pemilihan bisnis waralaba :

1. Jenis Pekerjaan

2. Pelatihan atau Pendidikan Khusus 3. Jumlah Karyawan

4. Persyaratan Inventory

5. Ketahanan Terhadap Fluktuasi Ekonomi 6. Syarat Modal untuk memulai

7. Tingkat Pertumbuhan

8. Tingkat Keuntungan dan Kondisi Keuangan 9. Lama Berada Dalam Bisnis

10. Cakupan Jaringan Waralaba 11. Posisi dalam Industri

12. Bantuan Pemilihan Lokasi 13. Fasilitas Desain dan Konstruksi 14. Pelatihan

15. Dukungan Grand Opening

(24)

10

16. Dukungan Operasional yang Berkesinambungan 17. Wilayah Waralaba yang Ekslusif

18. Franchise Fee

19. Pembiayaan Sebuah Waralaba

Martin Mandelson dalam Widjaja (2001) menyebutkan beberapa keuntungan yang didapat penerima waralaba antara lain yaitu:

1. Penerima waralaba dapat mengatasi kurangnya pengetahuan dasar dan pengetahuan khusus yang dimiliki melalui program pelatihan yang terstruktur dari pemberi waralaba.

2. Penerima waralaba mendapat insentif dengan memiliki bisnis sendiri yang memiliki keuntungan tambahan dan bantuan terus menerus dari pemberi waralaba.

3. Penerima waralaba mendapat keuntungan dari kegiatan operasional dibawah nama yang telah mapan dalam pandangan dan pikiran masyarakat.

4. Penerima waralaba biasanya akan membutuhkan modal yang lebih kecil dibanding bila ia mencoba untuk menjalankan bisnis secara mandiri.

5. Penerima waralaba akan menerima bantuan – bantuan sebagai berikut : - Penyeleksian tempat

- Mempersiapkan rencana untuk memperbaiki model gedung termasuk rencana tata ruang yang diperlukan atau persyaratan – persyaratan hukum yang diperlukan

- Mendapat dana untuk sebagian biaya akuisisi dari bisnis yang diwaralabakan

- Pelatihan stafnya - Pembelian peralatan

- Seleksi dan pembelian suku cadang

- Membantu membuka binsis dan menjalankannya dengan lancar

6. Penerima waralaba mendapat keuntungan dan aktifitas iklan dan promosi pemberi waralaba pada tingkat nasional dan atau internasional.

7. Penerima waralaba mendapat keuntungan dan daya beli yang besar dari kemampuan negosiasi yang dilakukan pemberi waralaba dalam jejaringnya.

8. Penerima waralaba mendapat pengetahuan khusus dan skill tinggi serta pengalaman, organisasi dan manajemen kantor pusat pemberi waralaba, walaupun dia tetap mandiri dalam bisnisnya sendiri.

9. Risiko bisnis penerima waralaba berkurang sangat besar.

10. Penerima waralaba mendapatkan jasa – jasa dan para staf lapangan pemberi waralaba yang berada di sana untuk membantunya mengatasi masalah – masalah yang mungkin timbul dari waktu ke waktu dalam pengelolaan bisnis.

(25)

11

11. Penerima waralaba mendapatkan keuntungan dari penggunaan paten, merek dagang, hak cipta, rahasia dagang, serta proses, formula, dan resep rahasia milik pemberi waralaba.

12. Penerima waralaba mengambil keuntungan dari penggunaan program riset dan pengembangan yang dilakukan oleh pemberi waralaba secara terus menerus, yang dilakukan untuk memperbaiki bisnis dan membuatnya tetap up to date dan kompetitif.

13. Pemberi waralaba mengumpulkan informasi dan pengalaman yang tersedia sebanyak – banyaknya untuk dibagi kepada seluruh penerima waralaba dalam sistemnya.

14. Kadang – kadang terdapat jaminan teritorial untuk memastikan bahwa tidak ada penerima waralaba lain di dalam wilayah bisnis penerima waralaba.

15. Dengan dukungan yang diberikan bank - bank kepada sistem waralaba pemberi waralaba, penerima waralaba akan sangat mungkin mendapat akses ke sumber – sumber pinjaman dan syarat – syarat pinjaman yang tersedia baginya.

Menurut Martin Mandelson dalam Widjaja (2001) beberapa kerugian yang dialami bagi penerima waralaba, antara lain :

1. Tidak dapat dihindari bahwa hubungan antara pemberi waralaba dengan penerima warlaba pasti melibatkan penekanan pada kontrol atau pengawasan oleh pemberi waralaba. Hal ini sering kali dianggap sebagai penghambat kreativitas penerima waralaba dalam menjalankan bisnis waralabanya.

2. Penerima waralaba harus membayar pemberi waralaba untuk jasa – jasa yang didapatkannya dan untuk penggunaan sistem waralaba, yaitu dengan dan dalam bentuk uang waralaba ( franchise fee ) pendahuluan dan atau uang waralaba terus menerus.

3. Kesukaran dalam menilai kualitas pemberi waralaba. Dalam hal ini ada dua cara yang dapat diperhatikan. Pertama, yaitu dengan menilai apa yang ditawarkan pemberi waralaba dalam paket format bisnisnya, yang mungkin tidak sebanyak yang sebenarnya akan dan dapat diberikan olehnya. Kedua, pemberi waralaba mungkin tidak dapat mempertahankan kualitas jasa yang diwaralabakan secara terus menerus, yang diperlukan oleh penerima waralaba untuk menyokong bisnisnya.

4. Kontrak atau perjanjian waralaba biasanya memberikan beberapa pembatasan terhadap bisnis yang diwaralabakan.

5. Penerima waralaba mungkin menemukan dirinya menjadi terlalu bergantung terhadap pemberi waralaba.

6. Kebijakan – kebijakan pemberi waralaba mungkin mempengaruhi keberuntungan penerima warlaba.

(26)

12

7. Pemberi waralaba mungkin membuat kesalahan dalam kebijakan – kebijakannya. Dia mungkin mengambil keputusan yang berkaitan dengan inovasi bisnis yang berakhir pada kegagalan dan hal ini mungkin dapat mempengaruhi aktivitas penerima waralaba.

8. Reputasi dan citra merek dan bisnis yang diwaralabakan mungkin menjadi turun, karena alasan – alasan yang mungkin berada diluar kontrol baik pemberi waralaba maupun penerima waralaba.

Berdasarkan penjelasan mengenai usaha sendiri dan waralaba di atas, kita dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kelemahanan memulai bisnis baru dan waralaba ke dalam tabel berikut ini:

Tabel 2. Kelebihan dan Kelemahan Usaha Sendiri dan Waralaba

Sumber : Suryana (2006)

Beberapa keunggulan bisnis waralaba yang paling mencolok dibandingkan memiliki atau memulai usaha sendiri adalah proses belajar yang lebih singkat, menggunakan nama usaha yang terkenal, mendapat bantuan untuk memulai usaha, jaminan suplai, dukungan usaha lain, serat kekuatan dalam kegiatan promosi yang efisien. Sedangkan memulai usaha sendiri adalah kepuasan yang timbul dari menanamkan ide, memupuknya dan membuatnya tumbuh menjadi suatu bisnis yang kuat (Griffin dan Ricky 2004).

Bentuk Kelebihan Kelemahan

Memulai Usaha Baru

 Gagasan murni

 Bebas beroperasi

 Fleksibel dan mudah pengaturan

 Pengakuan nama kurang

 Fasilitas inefisien

 Penuh ketidakpastian

 Persaingan kurang diketahui

Waralaba

 Mendapat pengalaman dalam logo, nama, metode teknik produksi, pelatihan, teknik, bantuan modal

 Penggunaan nama, merek yang sudah dikenal

 Tidak mandiri

 Kreativitas tidak berkembang

 Menjadi interdependen, terdominasi, rentan terhadap perubahan pemberi waralaba

(27)

13

Dalam menentukan memulai suatu usaha seperti usaha sendiri atau waralaba, wirausahawan harus berhati – hati dalam menimbang keuntungan dan kerugiannya. Mereka juga harus memiliki suatu rencana yang jelas untuk mendanai bisnis mereka dan mengambil keuntungan dari berbagai sumber informasi dan nasihat (Griffin dan Ricky 2004).

METODE PENELITIAN

Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif yaitu pengamatan, observasi atau wawancara. Sedang jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif.

Menurut Sukmadinata (2011:73) penelitian deskriptif kualitatif ditujukan untuk mendeskripsikan dan menggambarkan fenomena- fenomena yang ada, baik bersifat alamiah maupun rekayasa manusia, yang lebih memperhatikan mengenai karakteristik, kualitas, keterkaitan antar kegiatan. Selain itu, Penelitian deskriptif tidak memberikan perlakuan, manipulasi atau pengubahan pada variabel- variabel yang diteliti, melainkan menggambarkan suatu kondisi yang apa adanya. Satu-satunya perlakuan yang diberikan hanyalah penelitian itu sendiri, yang dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Pendekatan penelitian ini ditentukan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu menjelaskan pertimbangan khusus pelaku bisnis restoran memilih memulai usaha sendiri atau waralaba.

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data Primer bersumber dari hasil wawancara dengan pemilik bisnis restoran tentang pertimbangan khusus pelaku bisnis memilih memulai usaha mereka sendiri atau dengan model bisnis waralaba. Sedangkan data sekunder diperoleh dari media masa, sosial media dan Dinas Pariwisata Kota Salatiga.

(28)

14

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan wawancara secara mendalam dan tidak terstruktur kepada subjek penelitian dengan pedoman yang telah dibuat.

Penentuan objek penelitian dan proses pengumpulan data dimulai ketika peneliti mencari informasi mengenai restoran-restoran yang ada di Kota Salatiga pada Dinas Pariwisata Kota Salatiga, namun informasi yang dimiliki Dinas Pariwisata tidak dapat memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti. Data yang diperoleh dari Dinas Pariwisata Kota Salatiga hanya berupa daftar rumah makan/restoran beserta dengan alamatnya yang diklasifikasikan berdasarkan kecamatan. Sehingga peneliti kembali mengklasifikasikan restoran yang termasuk dalam kategori waralaba dari data yang diberikan. Berikut hasil klasifikasi restoran waralaba yang dilakukan peneliti berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pariwisata Kota Salatiga.

Tabel 3. Daftar Restoran Waralaba Lokal Dinas Pariwisata Kota Salatiga Tahun 2016

No Nama Usaha Alamat

1 RM "Cabe " Jl Patimura 14 RT 01/08

2 Bakso "Tukul Arwana " Jl Diponegoro 48 RT 07/11 3 Soto Segeer "Mbok Giyem " Jl Fatmawati RT 03/6 4 Gulai Kepala "Mas Agus " Jl Fatmawati

5 RM Bebek "Slamet " Jl Osamaliki

Sumber: Dinas Pariwisata Kota Salatiga, 2016

Dari Tabel 3 diatas, tiga usaha waralaba yaitu RM “Cabe”, Bakso “Tukul Arwana”, dan Gulai Kepala “Mas Agus” tidak beroperasi lagi di Kota Salatiga sehingga hanya dua usaha waralaba yaitu Soto Segeer “Mbok Giyem” dan RM Bebek “Slamet” yang dapat peneliti gunakan sebagai objek penelitian. Objek penelitian lainnya peneliti dapat dengan melakukan survei dan bertanya pada berbagai pihak.

(29)

15

Tabel 4. Restoran Waralaba Lokal Hasil Survei Peneliti

No Nama Usaha Alamat

1 Popeye Chicken Express Jl. Kartini no 16 2 Ibarbo Pasta & Pizza Jl. Sukowati no 46 3 Olive Fried Chicken Jl. Veteran

4 Rice Me Up Jl. Pattimura No 43

5 Bakso Tengkleng Jl. Osamaliki No 30

Sumbeer: Data diolah 2017

Dari 5 usaha waralaba yang peneliti survei, Olive Fried Chicken dan Bakso Tengkleng tidak dapat peneliti wawancarai dikarenakan pemilik kedua usaha tidak berada di Kota Salatiga dan tidak dapat ditemui dalam waktu dekat.

Sehingga obek penelitian ini adalah Soto Segeer Mbok Giyem, Bebek Goreng H.

Slamet, Popeye Chicken Express, Ibarbo Pasta & Pizza dan Rice Me Up (proses pengumpulan data selengkapnya terdapat pada Lampiran 2)

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif yang menggunakan Metode Perbandingan Tetap (Constant Comparative Method). Dalam Moleong (2006: 288-289) secara umum proses analisis data mencakup :

1. Reduksi data.

Setelah mewawancarai objek penelitian, peneliti kemudian merangkum hasil wawancara masing-masing objek penelitian. Hasil rangkuman data yang telah dibuat kemudian diidentifikasi dan disederhanakan lagi sesuai dengan tujuan penelitian dan membuang data yang tidak sesuai.

2. Kategorisasi atau menyusun kategori.

Setelah data direduksi, peneliti kemudian memilah data sesuai dengan kesamaan makna pada tiap objek penelitian. Pada tahap ini peneliti memilah antara objek penelitian yang merupakan usaha sendiri dan waralaba. Data di tiap objek penelitian usaha sendiri maupun waralaba dikategorisasi sesuai dengan kesamaan makna yang dimiliki.

(30)

16 3. Sintesisasi atau mensintesiskan.

Dari kategori-kategori yang telah disusun, selanjutnya peneliti mencari kaitan antar kategori yang telah disusun dengan tinjauan pustaka sehingga didapatkan kesimpulan pada penelitian.

4. Menyusun hipotesis kerja.

Penelitian ini tidak menyusun hipotesis kerja karena merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang menggambarkan fenomena-fenomena yang ada.

Temuan dari analisis ini digunakan untuk membahas dan menyimpulkan pertimbangan khusus pelaku bisnis restoran memilih memulai usaha sendiri atau waralaba.

HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

Usaha Sendiri D’Saji Crispy

D’Saji Crispy merupakan salah satu restoran cepat saji yang menu utamanya adalah ayam goreng crispy terletak di Jalan Cungkup No 858, Kota Salatiga. Restoran ini menawarkan rasa ayam goreng crispy yang berbeda dengan para pesaingnya serta harga terjangkau. Meskipun memiliki harga jual produk yang terjangkau restoran ini selalu memprioritaskan kesehatan dan mutu pangan.

D’Saji Crispy didirikan oleh Bapak Yoga (45 tahun) pada 29 Desember 2015 kemudian pada 8 Januari 2017 membuka outlet yang kedua di Jalan Jendral Sudirman No 265A Kota Salatiga, kedua outlet tersebut dikelola sendiri oleh Bapak Yoga. Setiap hari masing – masing outlet dapat melayani hingga 40 transaksi yang beroperasi mulai pukul 10 pagi hingga pukul 10 malam dengan 10 orang karyawan laki-laki untuk kedua outlet.

Sebelum memulai usaha restoran D’Saji Crispy, Bapak Yoga (lulusan D3 perbankan) merupakan salah seorang People Development di salah satu restoran cepat saji ternama di Indonesia, Kentucky Fried Chicken. Keinginan untuk menjadi mandiri dan dengan pengalaman bekerja selama 23 tahun di KFC Jawa Tengah dan Jogja menjadi salah satu alasan beliau memutuskan mengundurkan diri dari pekerjaannya dan mendirikan D’Saji Crispy. Pengalaman yang didapat

(31)

17

selama bekerja membuat Bapak Yoga dapat membangun D’Saji Crispy dengan sistem yang baik.

“Saya tertarik buka usaha restoran karna ilmu saya disitu, saya 23 tahun bekerja di salah satu restoran terkenal di Indonesia namanya Kentucky Fried Chicken. Saya adalah People Devolopmentnya di KFC Jawa Tengah Jogja.

Kemudian saya memutuskan resign di tahun 2015 untuk mencoba mandiri. Saya membuka usaha sendiri dengan membuka restoran D’Saji ini.”

Meskipun telah lama berkecimpung dalam dunia waralaba, Bapak Yoga tidak memutuskan untuk memulai bisnisnya dengan model waralaba karena beliau mempunyai kebanggaan tersendiri dapat merintis usaha baru yang merupakan hasil karya sendiri. Alasan lain Bapak Yoga tidak memilih waralaba karena beliau tidak ingin bergantung pada orang lain dalam membangun usahanya.

“Keputusan saya untuk tidak berwaralaba adalah sangat subjektif karna itu pride bagi saya, ini pure karya saya, punya saya, maju dan mundurnya itu tergantung saya, jadi saya tidak mau tergantung dengan orang, jadi semua adalah hasil jeri payah keringat saya. Jadi lebih ke pride sebenernya mbak, ke kebanggaan pada diri saya sendiri bahwa I can do it. Saya dapat melakukan ini tanpa tergantung pada orang lain.”

Ketika hasil karyanya diterima oleh konsumen dan dapat melewati tantangan yang dihadapi disitulah muncul kebanggan pada dirinya sebagai pemilik usaha D’Saji Crispy. Namun tantangan utama yang dirasakan Bapak Yoga dalam merintis usaha baru ialah tingkat risiko kegagalan yang tinggi dalam hal risiko produknya tidak laku, persaingan ataupun tidak diterima oleh konsumen. Sehingga fokus perusahaan saat ini adalah mengenalkan produknya pada konsumen dengan rencana jangka panjang yaitu setiap satu tahun D’Saji Crispy akan membuka satu outlet baru.

Oti Fried Chicken

Oti Fried Chicken merupakan salah satu restoran cepat saji yang menu utamanya adalah ayam goreng crispy. Restoran ini menawarkan 8 variasi pilihan saus seperti barbeque, japanese curry, bulgogi, blackpaper, terasi, lombok hijau, sambal bangkok dan cabe garam. Variasi saus inilah yang menjadi pembeda dengan restoran ayam goreng crispy pada umumnya. Pada tahun 2014 Restoran ini mendirikan outlet pertamanya di Tembalang, Semarang oleh Bapak Ardi (28 tahun) dan 2 orang temannya. Setelah Oti Fried Chicken Semarang berjalan

(32)

18

selama 1.5 tahun, Bapak Ardi memutuskan untuk mendirikan outlet kedua di Jalan Diponegoro no 64A Salatiga pada Juni 2016. Pemilihan lokasi ini berdasarkan pemilik lokasi masih mempunyai hubungan saudara dengan Bapak Ardi.

Sebelumnya Bapak Ardi melakukan survei pasar dan lokasi selama 3 bulan di Salatiga. Beliau melihat UKSW sebagai pangsa pasar yang cukup potensial dan didukung lokasi yang strategis dengan konsep yang berbeda dengan restoran ayam goreng crispy pada umumnya. Oti Fried Chicken Salatiga dapat melayani 600 hingga 700 konsumen setiap hari dengan waktu operasional pukul 10 pagi hingga pukul 9 malam. Restoran ini memiliki 21 orang karyawan, dimana 15 orang karyawan laki – laki dan 6 orang karyawan perempuan.

“Setelah berjalan 1,5 tahun kita di semarang trus kita mulai survey kesini kurang lebih ya 3 bulan lah survey pasar dan kita lihat UKSW target pasar pertama kita yang cukup potensial. Kebetulan tempat ini juga kepemilikan saudara jadi kita lihat tempatnya cukup strategis buat menampung anak UKSW.”

Kesukaan pada dunia kuliner dan peluang sukses yang besar dalam dunia ini adalah alasan Bapak Ardi seorang lulusan Sarjana Teknik Industri memulai usaha restoran. Bapak Ardi bersama 2 orang temannya melihat sebagian besar restoran ayam crispy hanya memiliki 2 macam saus (saus sambal dan saus tomat) dan masih sedikit restoran yang menyajikan variasi saus. Peluang ini dimanfaatkan Bapak Ardi dan teman – temannya sehingga berdirilah Oti Fried Chicken.

“Kita pengen khususnya fried chicken itu ngga cuma yang saos sambal (dan) saus tomat. Kita coba inovasi berbagai macam tipe saos. Kita pengen beda dari yang lain, ternyata sama pasar diterima dan responnya baik”.

Kelebihan dari memulai usaha sendiri menurut Bapak Ardi adalah pelaku bisnis memiliki lebih banyak pengalaman dibandingkan dengan model bisnis yang lain namun karena belum memiliki manajemen dan sistem yang baik, kesalahan masih sering terjadi disinilah tantangan yang harus diatasi. Melalui pengalaman – pengalaman yang didapat beliau mulai belajar membangun manajemen dan sistem yang lebih baik.

“Saya kurang tertarik waralaba sih sebenarnya, kalau kita bisa sendiri kenapa enggak. Waralaba itu tergantung sih sebenarnya, banyak kok waralaba ditengah jalan ditinggal ama manajemennya yang dimana gitu.”

(33)

19

Alasan Bapak Ardi tidak memilih model bisnis yang lain (waralaba) karena melihat beberapa kasus waralaba yang ditinggal manajemennya, cenderung memiliki perjanjian waralaba yang rumit dan ia merasa mampu mengembangkan usahanya sendiri tanpa campur tangan pihak ketiga sehingga saat ini Bapak Ardi masih fokus untuk mengembangkan Oti Fried Chicken.

Abby’s House

Abby’s House merupakan restoran yang menyajikan beragam makanan dan minuman yang cocok untuk segala usia. Restoran ini tidak menargetkan suatu kelompok masyarakat kedalam target pasarnya sehingga memiliki banyak variasi menu mulai dari makanan tradisional seperti nasi timbel dan sayur asem yang disukai orang tua, western food seperti steak, pancake dan waffle maupun chinese food seperti sapo tahu, capcay, mie dan koloke ayam. Abby’s House didirikan pada September 2008 yang terletak di Jalan Diponegoro No 47 Salatiga oleh Ibu Anna Lidia Sari (45 tahun). Setiap hari restoran ini dapat melayani 50 hingga 100 konsumen dengan waktu operasional pukul 9 pagi hingga 11 malam. Abby’s House memiliki 10 orang karyawan dimana 6 orang karyawan laki – laki dan 4 orang karyawan perempuan.

Sebelum memulai usaha restoran, Ibu Anna seorang lulusan Diploma Sekretaris pernah bekerja di sebuah perusahaan selama 7 tahun. Keinginan untuk berwirausaha menjadi alasan beliau mengundurkan diri dari pekerjaan.

Ketertarikan Ibu Anna memulai usaha restoran ketika melihat peluang bahwa bidang kuliner mulai diminati banyak orang dan pada saat itu beliau mempunyai lahan yang tidak terpakai dari bangunan kos, maka berdirilah Abby’s House. Pada awal didirikan Abby’s House bernama Warungku namun selama 3 tahun berjalan, Ibu Anna merasa nama tersebut tidak sesuai dengan citra restoran yang lebih menonjolkan variasi kopi serta berbagai menu yang kekinian. Akibat pergantian nama restoran, Ibu Anna harus memulai dari awal lagi untuk memperkenalkan restorannya.

“Saya sempat bekerja di kantoran selama 7 tahun, kemudian saya mulai berusaha. Waktu itu karna saya melihat ada opportunity, saya mendapatkan tempat di sini. Waktu itu saya mulai dengan renovasi kos-kosan dulu yang di belakang. saya masih bingung nih depannya mau dibikin apa gitu. Saya pikir oh

(34)

20

dibikin resto atau kafe aja karna waktu itu sudah mulai orang mulai banyak kuliner-kuliner ya.”

Setelah Abby’s House berjalan cukup baik, pada tahun 2011 Ibu Anna mencoba usaha waralaba. Pada bulan april memulai usaha pijat refleksi “The Passion” yang berasal dari semarang, dan pada bulan desember sebuah salon kecantikan “Rudi Hadisuwarno”. Pada tahun 2014 Ibu Anna juga pernah mencoba memulai usaha waralaba restoran Gulai Kepala Ikan Pak Untung namun usaha tersebut hanya berjalan selama 1 tahun. Hal ini disebabkan karena beliau tidak melakukan survei yang mendalam mengenai minat konsumen Salatiga terhadap ikan akibatnya Ibu Anna mengalami kerugian yang tidak sedikit.

Setelah mencoba menjalankan bisnis waralaba restoran, Ibu Anna melihat bahwa dalam menjalankan bisnis waralaba beliau tidak memiliki kebebasan untuk melakukan inovasi menu karena terikat dengan standar maupun aturan yang sudah ditetapkan. Ibu Anna lebih nyaman dengan usaha yang dijalankan sendiri karena pengembangan usaha dapat beliau tentukan sendiri tanpa campur tangan orang lain.

“Saya kebetulan punya usaha ada yang sendiri ada yang franchise. Untuk usaha seperti kafe ini atau mungkin usaha-usaha lain yang berdiri sendiri itu memang kita harus fight untuk mengenalkan brand kita, mengenalkan produk kita. Jadi kita harus berjuang supaya brand yang kita punya atau tempat (atau) nama yang kita punya supaya orang itu inget. Supaya orang mengingat brand kita tuh itu yang susah.”

Tantangan yang dirasakan Ibu Anna ketika memulai usaha sendiri ialah memperkenalkan produk baru kepada konsumen dan pelaksanaan ide – ide untuk pengembangan usaha yang sering ditunda karena beliau mempunyai beberapa jenis usaha. Solusinya Ibu Anna mendelegasikan beberapa karyawannya untuk mengikuti sosialisasi dengan pemerintah maupun mencetak spanduk untuk promosi menu baru.

Waroeng Lawas

Waroeng Lawas merupakan restoran yang menyajikan makanan serta minuman asli Indonesia. Sesuai dengan namanya, restoran ini mengangkat konsep menu tradisional yang sering kita jumpai pada pedagang kaki lima seperti es puter dan wedang tape pada sebuah restoran. Menu yang disajikan juga merupakan

(35)

21

menu khas dari beberapa daerah di Indonesia seperti teh tarik yang sering dijumpai pada daerah pulau Sumatra, tahu gejrot yang berasal dari Cirebon, bir pletok minuman khas betawi dan klappertaart yang berasal dari Manado.

Waroeng Lawas didirikan pada tahun 2015 terletak di Jalan Pattimura No 92 Salatiga oleh Bapak Ari Pianto (33 tahun). Setiap hari restoran ini dapat melayani 150 hingga 200 konsumen dengan waktu operasional pukul 11 siang hingga pukul 12 malam. Waroeng Lawas memiliki 9 orang karyawan dimana 8 orang karyawan laki - laki dan 1 orang karyawan perempuan.

Sebelum memulai usaha Waroeng Lawas, Bapak Ari memiliki sebuah Event Organizer namun karena pendapatan dari usaha tersebut tidak stabil, beliau kemudian memutuskan untuk memulai usaha restoran yang pendapatannya lebih stabil meskipun tidak sebanyak usaha sebelumnya. Ide awal berdirinya Waroeng Lawas bermula ketika Bapak Ari mengikuti perkuliahan di jenjang Magister Manajemen. Pada sebuah perkuliahan disebutkan sebuah strategi pemasaran Blue Ocean Strategy dimana sebuah usaha harus memiliki keunikan agar dapat menciptakan potensi pasar baru yang belum pernah dipikirkan kompetitor walaupun memiliki segmen pasar yang kecil dan peminat awalnya sedikit namun dengan begitu usaha tersebut dapat menguasai pasar.

“Pertama, karena dia lebih stabil dari usaha saya sebelumnya jadi pendapatannya meskipun tidak sebanyak yang biasa tapikan dia lebih baik dan lebih konsisten. Pertimbangan secara bisnis saya melihat ada ceruk, ada celah pasar yang belum dicover oleh tempat nongkrong yang lain.”

Bapak Ari kemudian melakukan riset pasar di Salatiga, beliau melihat ceruk pasar dimana belum ada restoran yang menyajikan menu tradisional Indonesia namun tetap dengan desain restoran yang modern sehingga berdirilah Waroeng Lawas. Ketika memulai sebuah usaha, Bapak Ari mengharapkan usaha yang dapat berjalan konsisten dan berkepanjangan. Beliau lebih memilih usaha sendiri daripada model bisnis yang lain karena menurut beliau rata – rata usaha dengan model bisnis waralaba hanya akan bertahan maksimal lima tahun karena waralaba cukup tergantung dengan tren. Namun, karena tidak ada panduan dalam menjalan usaha sendiri untuk mencapai itu beliau harus membangun sistem yang baik seperti sistem pengelolaan keuangan, sumber daya dan karyawan.

(36)

22

“Franchise itu ada umurnya, menurut pengamatan dan survey rata-rata franchise itu hanya bertahan 5 tahun setelah itu dia pasti turun. Makanya itu saya cenderung tidak tertarik untuk bisnis waralaba. Saya pengen bisnis yang konsisten, stabil, berkelanjutan, tahan lama makanya saya tidak memilih waralaba. Menurut saya bisnis yang dimulai sendiri punya kecenderungan durability atau ketahanan yang lebih lama daripada franchise, karna franchise itu cukup tergantung dengan yang namanya tren.”

Candi Resto

Candi Resto merupakan salah satu restoran keluarga di Kota Salatiga yang menyajikan chinesse food, western food dan sea food seperti mie atau kwetiaw dengan berbagai olahan, ricebowl, sapo tahu, soup, dim sum, steak, sapi lada hitam dan berbagai olahan ikan. Salah satu menu favorit di restoran ini ialah dim sum yang diproduksi sendiri dengan isian ayam atau udang. Meskipun dikenal sebagai restoran keluarga, Candi Resto juga melayani berbagai acara seperti ulang tahun, rapat maupun seminar dengan harga terjangkau untuk menghadapai persaingan bisnis restoran saat ini.

Candi Resto didirikan pada tahun 2003 yang terletak di Jalan Pattimura no 75 Salatiga oleh Bapak Oh Kwok Liem (41 tahun). Setiap hari restoran ini dapat melayani 20 hingga 30 transaksi dengan waktu operasional pukul 10 pagi hingga pukul 9 malam. Candi Resto memiliki 5 orang karyawan dimana 3 orang karyawan laki - laki dan 2 orang karyawan perempuan.

Bapak Liem merupakan seorang yang berkeinginan menjadi entrepreneur sejak di bangku kuliah. Usaha pertama yang dibangun beliau adalah sebuah toko kelontong. Selanjutnya beliau tertarik memulai usaha restoran karena beliau memiliki keahlian memasak dan pada saat itu beliau memiliki sebuah bangunan yang tidak terpakai. Bapak Liem segera memanfaatkan bangunan tersebut menjadi sebuah restoran dengan beberapa fasiltas yang memadai seperti play ground untuk anak – anak, ruang rapat, sound system dan keyboard bagi konsumen yang menyelenggarakan acara di Candi Resto. Alasan beliau lebih memilih usaha sendiri daripada model bisnis yang lain ialah Bapak Liem hanya perlu mengeluarkan modal yang sedikit untuk memulai usaha restoran karena telah memiliki bangunan siap pakai dan juga keahlian sebagai juru masak. Persyaratan yang rumit, modal awal yang tinggi, serta royalty fee yang wajib dibayar setiap bulannya turut menjadi alasan beliau tidak memilih model bisnis waralaba.

(37)

23

”Sebetulnya bangunannya udah ada cuma kita renovasi aja sih. Renovasi terus, mau buat apa kan bingung gitu, ya udah resto aja gitu. Saya juga kan bisa masak.”

“Kalau untuk ikut waralaba saya belum tertarik karna dari dulu sih emang pengen buka usaha sendiri saya, soalnya kalo kerjasama orang yah terbatas, biasanya persyaratannya yang rumit dan kalau dihitung-hitung costnya tinggi gitu loh, setor modal awalnya tinggi terus tiap bulan bayar lagi. Kalau penjualannya lagi turun kan rugi saya kalau harus bayar terus.”

Tantangan yang sering dihadapi Bapak Liem dalam menjalankan usaha sendiri ialah mengenai kepuasan pelanggan. Saat ini Candi Resto memiliki beberapa koki sehingga seorang konsumen dapat merasakan dua rasa yang berbeda saat mencoba makanan yang sama meskipun menggunakan resep yang sama. Saat ini juga banyak restoran baru yang menawarkan inovasi menu dan konsep restoran yang berbeda sehingga fokus Bapak Liem saat ini adalah mengembangkan Candi Resto.

Usaha Waralaba Ibarbo Pasta & Pizza

Ibarbo Pasta & Pizza merupakan salah satu restoran waralaba dengan menu utamanya adalah Pizza. Ibarbo Pasta & Pizza mempunyai konsep yang unik dari restoran pizza yang telah ada. Restoran ini mengusung konsep food container dengan menggunakan konteiner yang telah modifikasi sebagai dapurnya dan tong besi yang diubah menjadi meja serta kursi. Selain mengusung konsep yang unik, konsumen Ibarbo Pasta & Pizza dapat memilih sendiri Saos Roti Pizza dan Topping Pizza sesuai dengan keinginan. Kedua hal inilah yang menjadi daya tarik bagi konsumen khususnya anak muda. Selain menu Pizza yang menjadi andalannya, restoran ini juga menawarkan beberapa jenis Pasta, Nasi dan Snack.

Waralaba yang berasal dari Kota Semarang ini telah mewaralabakan usahanya di beberapa kota Jawa Tengah seperti Tegal, Salatiga, Solo, dan Yogyakarta. Ibarbo Pasta & Pizza mulai didirikan di Kota Salatiga pada Juni 2016 yang terletak di Jalan Sukowati No 46 oleh Bapak David Sugiarto (28 tahun).

Ibarbo Pasta & Pizza Salatiga memiliki 5 orang karyawan, dimana 4 orang karyawan laki – laki dan 1 orang karyawan perempuan. Setiap hari restoran ini dapat melayani 50 hingga 100 konsumen dengan waktu operasional pukul 3 sore

(38)

24

hingga pukul 10 malam pada hari kerja dan pada akhir pekan pada pukul 4 sore hingga pukul 11 malam.

Pada awalnya Bapak David mengenal restoran ini melalui temannya Bapak Ricardo, karena Bapak David menyukai pizza dan beliau merasa cocok dengan harga yang terjangkau serta rasa dari Ibarbo Pasta & Pizza maka Bapak David memutuskan untuk memulai usahanya dengan sistem waralaba Ibarbo Pasta & Pizza.

“Saya lihat ibarbo ini harga sama rasanya masuk, dibandingkan pizza- pizza yang lain kan tergolong lebih murah sesuai dengan anak muda.”

“Tertarik franchise karna pengaturannya kan udah dari sana semua.

Kenapa restoran karna restoran gampang ngaturnya, terus rasa dan harganya beda-beda punya ciri khas masing-masing.”

Menu utama Pizza yang berbeda dari pesaing serta keunikan konsep yang ditawarkan Ibarbo Pasta & Pizza juga mempengaruhi keputusan Bapak David dalam memilih bisnis waralaba ini. Bapak David tertarik memulai dengan model bisnis waralaba dikarenakan sistem yang telah ada memberi kemudahan dalam mengatur restoran mengingat Bapak David seorang Sarjana Informatika. Tetapi kemudahan yang dirasakan Bapak David hanya pada 3 bulan awal usaha ini berjalan karena pada bulan selanjutnya pihak pemberi waralaba tidak lagi mengirimkan bahan baku. Semua bahan baku disediakan sendiri oleh masing – masing outlet di setiap kota. Hal ini tidak sesuai dengan yang dibayangkan oleh Bapak David sehingga hal tersebut dirasa merepotkan meskipun resep pembuatannya telah di ketahui.

Bebek Goreng H. Slamet (Asli)

Bebek Goreng H. Slamet merupakan restoran waralaba yang menjual bebek goreng dengan sambal korek sebagai menu utamanya. Bebek Goreng H.

Slamet memiliki keistimewaan karena cita rasa yang khas, daging bebek yang empuk dan gurih. Hal ini dikarenakan pemilihan “bebek aprikan” yang sudah bertelur 4 kali dalam waktu 2 tahun. Bebek Goreng H. Slamet berasal dari Kartosuro Sukoharjo Jawa Tengah telah didirikan dari tahun 1986. Bebek Goreng H. Slamet dalam menjalin bisnisnya lebih mengutamakan sifat kekeluargaan antara pemberi waralaba dengan penerima warlaba daripada sistem waralaba dan

(39)

25

tidak menggunakan sistem royalti. Penerima waralaba hanya akan memberikan modal awal yang telah disepakati kemudian pemberi waralaba akan memberikan lisensi untuk menggunakan nama Bebek Goreng H. Slamet (Asli).

Bebek Goreng H. Slamet Salatiga didirikan pada tahun 2009 oleh Bapak Joko (43 tahun) yang bertempat di Jalan Osamaliki No.54. Bebek Goreng H.

Slamet Salatiga dapat melayani 100 konsumen setiap hari dengan waktu operasional mulai pukul 9 pagi hingga pukul 9 malam. Restoran ini memiliki 34 orang karyawan, dimana 24 karyawan laki – laki dan 10 orang karyawan perempuan.

Ketika memulai bisnis waralaba Bebek Goreng H. Slamet di Kota Salatiga, Bapak Joko (lulusan Sarjana Akuntansi) masih bekerja di PT PMA Coca – Cola sehingga restoran dikelola oleh istrinya dan Bapak Suratno (58 tahun) yang merupakan orang kepercayaan beliau dan juga rekan kerja di perusahaan tempat beliau bekerja. Bapak Joko kemudian mengundurkan diri dari pekerjaannya untuk mengelola usaha restoran ini dengan pertimbangan jam kerja yang lebih efisien dan juga bermanfaat bagi masyarakat sekitar dengan membuka lapangan pekerjaan. Meskipun memiliki usaha di Kota Salatiga, Bapak Joko tidak berdomisili di Kota Salatiga, pemilihan lokasi usaha di Kota Salatiga atas rekomendasi Bapak Slamet (owner Bebek Goreng H. Slamet) untuk sebisa mungkin mendekati bahan baku. Hal ini dikarenakan sentra peternakan bebek berada di Banyubiru, Tingkir maupun Ambarawa.

“Usaha di salatiga itu karna petunjuk dari pak slamet waktu itu, karna untuk bahan baku bebek sendiri mudah didapatkan di salatiga. Jadi daerah sekitar banyubiru, tingkir, ambarawa itukan sentra bebek ada disitu. Jadi kalau kita usaha kan sebisa mungkin mendekati bahan bakunya.”

Usaha restoran Bebek Goreng H. Slamet Salatiga cukup dibilang sukses namun Bapak Joko tidak cepat puas, pada tahun 2012 Bapak Joko pernah memiliki usaha restoran gulai kepala ikan di Jogja namun karena beberapa hal pada tahun 2016 usaha tersebut akhirnya tidak dapat berjalan. Meskipun usaha restoran gulai kepala ikan gagal, Bapak Joko tetap ingin merintis usaha restorannya sendiri.

“Saya lagi belajar untuk nanti mungkin bikin semacam warung penyetan seperti itu, masih belajar saya. Saya pernah membuat juga usaha gulai kepala ikan di jogja cuman karna satu dan lain halnya akhirnya tidak bisa berjalan. Saya

(40)

26

usaha 2009 dimulai kemudian 2012 saya buka gulai kepala ikan tapi di jogja, 2016 harus saya tutup karena berbagai permasalahan.”

Saat masih bekerja Bapak Joko merupakan langganan restoran Bebek Goreng H. Slamet dan mengenal Bapak Slamet dengan baik. Melihat penerimaan pasar, potensi dan tingkat keberhasilan yang tinggi dari restoran Bebek Goreng H.

Slamet, Bapak Joko memutuskan untuk memulai usahanya dengan sistem waralaba restoran Bebek Goreng H. Slamet. Kecocokan rasa, kedekatan dengan owner dan sistem yang bersifat kekeluargaan Bebek Goreng H. Slamet juga merupakan salah satu alasan beliau memilih waralaba ini.

“Kalau saya memang waktu kerja saya langganan dengan pak slamet, nah jadi saya memang cocok dengan rasanya, saya sudah familiar dengan pak slametnya. Saya tau pak slamet potensinya cukup tinggi, sudah punya brand, rasanya cocok yah kenapa tidak saya coba. Bagi saya sendiri menjual sesuatu yang saya cocok lebih confident gitu rasanya”

Berdasarkan pengamatan Bapak Joko dari tahun ke tahun penggemar bebek terus bertambah, dilihat dari banyaknya restoran bebek baru di berbagai kota sehingga prospek dalam bisnis restoran bebek akan terus menguntungkan.

Namun banyaknya restoran bebek yang bermunculan dengan variasi yang baru, cukup menggelisahkan Bapak Joko. Beliau tidak dapat melakukan inovasi dengan produk yang ditawarkan karena terikat dengan perjanjian waralaba maupun standart yang sudah ditetapkan.

Soto Segeer Mbok Giyem

Soto Segeer Mbok Giyem merupakan restoran waralaba yang berasal dari Kota Boyolali. Restoran yang sudah berdiri sejak tahun 1998 ini menyajikan Soto ayam dan Soto sapi dengan kuah bening. Kuah bening yang dihasilkan Soto Segeer Mbok Giyem memiliki cita rasa yang berbeda karena penggunaan banyak jenis bumbu masak dan juga proses menumis bumbu hingga bumbu benar – benar kering yang membutuhkan waktu 6 sampai 7 jam. Tidak hanya kuahnya saja yang menjadi ciri khas Soto Segeer Mbok Giyem namun rasa daging yang gurih juga menjadi salah satu alasan konsumen menyukai soto ini. Selain itu Soto Segeer Mbok Giyem menyediakan berbagai lauk pendamping soto seperti beberapa jenis sate (sate kikil, sate uritan, sate babat, sate telur puyuh, sate paruh), gorengan (tempe, tahu, bakwan), galantin, dan perkedel.

Gambar

Tabel 1. Perkembangan Usaha Restoran /Rumah Makan   Berskala Menengah dan Besar, 2007 - 2011
Tabel 2. Kelebihan dan Kelemahan Usaha Sendiri dan Waralaba
Tabel 3. Daftar Restoran Waralaba Lokal   Dinas Pariwisata Kota Salatiga Tahun 2016
Tabel 4. Restoran Waralaba Lokal Hasil Survei Peneliti
+3

Referensi

Dokumen terkait

Untuk program berkelanjutan, pegawai dapat diikutsertakan dalam pelatihan- pelatihan yang diadakan oleh pihak eksternal kemungkinan terbesar program pelatihan

Meningkatnya produksi Plastik Film ini disebabkan terus meningkatnya konsumsi di dalam negeri, terutama untuk industri kemasan flekstibel, industri, printing ,

Apa yang terjadi pada silinder jika S1 ditekan hanya sesaat saja.. silinder maju maksimal, lalu kembali c.silinder maju sebentar,

Banyaknya tugas pokok yang harus dilakukan oleh tenaga perpustakaan yang ada di perpustakaan tanpa di imbangi dengan jumlah tenaga perpustakaan yang hanya ada

PENGARUH TERAPI AUDIO VISUAL TENTANG MENGGOSOK GIGI TERHADAP PERILAKU MENGGOSOK GIGI PADA SISWA DI TK. DHARMA WANITA PERSATUAN SUGIWARAS KECAMATAN CANDI

Beberapa sumber lisan menerangkan bahwa kunjungan Cheng Ho ke Nusantara adalah untuk menyampaikan misi hubungan luar negeri Cina, namun Cheng Ho juga menggunakan latar belakang

Berdasarkan hasil analisis komposisi asam lemak yang terkandung dalam CBS yang digunakan dalam pembuatan cokelat batangan (Tabel 2) menunjukkan dominasi kandungan asam

dana, Bank Indonesia menegaskan kembali penggunaan media waka>lah dalam mura>bah}ah pada pasal 9 ayat 1 butir (d) yaitu “Dalam hal bank mewakilkan kepada