JURNALAKUAKULTURSEBATIN VOL 2NO.2, NOVEMBER 2021
* Corresponding author
E-mail address: [email protected]
Pengaruh Teknik Adaptasi Salinitas Terhadap Kelangsungan Hidup Dan Pertumbuhan Larva Bawal Air Tawar (Colossoma Macropomum)
Muhammad Fauzi1*, Nuraini2, dan Netty Aryani2
1) Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau 2) Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau
INFORMASIARTIKEL Diterima: 14 oktober 2021 Distujui: 14 November 2021 Keywords:
Colossoma macropomum, Salinity, Survival Rate
ABSTRACT
This research was conducted from January to March 2021 at Fish Hatchery and Breeding Laboratory, Faculty of Fisheries and Marine, University of Riau. The aim of this research is to know the effect of salinity adaptation techniques on the survival rate and growth of tambaqui larvae (Colossoma macropomum) and to know the optimum salinity scale that can be tolerated by tambaqui larvae if kept in brackish waters. The method used in this study is an experimental method with a Completely Randomized Design (CRD) with one factor, five treatments and three replications. The treatment in this study is S0: (control), S0.4:
(Administration of salinity 0.4 ppt/day), S0.5: (Administration of salinity 0.5 ppt/day), S0.6:
(Administration of salinity 0.6 ppt/day), S0.7: (Administration of salinity 0.7 ppt/day).
Parameters measured were survival, absolute weight growth, specific growth rate, and absolute length growth. The results showed that the best salinity addition treatment was at S0.4 (giving salinity 0.4 ppt/day) that the larvae could live up to a salinity of 16.8 ppt with a survival rate of 41.7%, and the optimum salinity ranged from 12.8-15.2 ppt with a survival rate of 58%, then absolute weight growth of 0. 91 g, the specific growth rate was 10.49%/day and the absolute length growth was 3.25 cm.
55
1. PENDAHULUAN
Ikan bawal (Colossoma macropomum) merupakan salah satu komoditas perikanan tawar yang bernilai ekonomis cukup tinggi. Di Indonesia ikan bawal banyak dibudidayakan di pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Ikan bawal biasanya diekspor ke sejumlah negara di Benua Asia seperti Thailand, Malaysia, Singapura dan Vietnam. Ikan bawal saat ini banyak diminati sebagai ikan konsumsi dan cocok untuk dikembangkan sebagai usaha budidaya ikan yang sangat potensial.
Budidaya ikan bawal (Colossoma macropomum) membutuhkan lingkungan yang sesuai untuk hidup, terutama pada usaha pembenihan. Keberhasilan kegiatan pembenihan sangat ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal di antaranya kualitas telur dan sperma, sedangkan faktor eksternal di antaranya faktor lingkungan perairan dan kualitas air. Air merupakan media kegiatan budidaya ikan dan pada kegiatan produksi benih sangat membutuhkan kualitas air yang baik.
Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan ikan di antaranya adalah suhu, salinitas, oksigen terlarut, pH, ammonia, nitrit, nitrat, alkalinitas dan kesadahan. Salinitas merupakan salah satu faktor eksternal yang ada dalam sifat kimia air dan keberadaanya di dalam air dapat menjadi faktor penghambat atau pemacu pertumbuhan ikan. Salinitas juga merupakan faktor yang secara langsung mempengaruhi kehidupan ikan dalam kelulushidupan dan pertumbuhan.
Ikan bawal (Colossoma macropomum) biasanya dipelihara di kolam-kolam air tawar dengan kadar salinitas antara 0-0,5 ppt. Saat ini belum diketahui skala salinitas ikan bawal (Colossoma macropomum) jika di pelihara di periaran payau yang kadar salinitas nya berkisar 0,5-30 ppt. Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh Langi (2016) bahwa benih ikan nila mampu hidup sampai 35 ppt dengan kelangsungan hidup 100% dengan diadaptasikan 5 dan 10 ppt. Menurut Klau (2020) benih ikan sidat yang di poelihara pada salinitas 7 ppt menghasilkan kelangsungan hidup 100 % dan pertumbuhan mutlak 6,96 gram. Menurut Dahril (2017) benih ikan nila merah dapat bertahan hidup pada salinitas 23 ppt dengan tingkat kelangsungan hidup 87,5 %. Kemudian menurut Sitio (2017) menyatakan bahwa benih ikan lele yang di pelihara selama 20 hari dengan salinitas 8 ppt menghasilkan tingkat kelangsungan hidup 98,3 %.
Berdasarkan informasi tersebut, maka dilakukan penelitian pemeliharan larva ikan bawal air tawar dengan dilakukannya adaptasi salinitas, sehingga dapat memberikan kadar salinitas optimum bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva ikan bawal air tawar
2. METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 42 hari pada bulan Januari sampai Maret 2021 di Laboratorium Pembenihan dan Pemuliaan Ikan Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Riau.
Ikan Uji dan Fasilitas Pemeliharaan
Larva uji yang digunakan pada penelitian ini adalah larva ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) yang berumur 10 hari yang diperoleh dari hasil pemijahan yang dilakukan di Hatchery, Desa Langgini, Kabupaten Kampar, Bangkinang. Padat tebar larva 2 ekor/liter sehingga diperlukan larva sebanyak 24 ekor larva bawal pada setiap wadahnya dengan volume air 12 liter. Akuarium yang digunakan berukuran 30cm x 30cm x 30cm sebanyak 15 unit.
Rancangan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor dengan 5 perlakuan dan 3 kali ulangan sehingga diperlukan 15 unit percobaan sebagai berikut:
S0 = (Kontrol)
S0,4= Pemberian salinitas 0,4 ppt/hari S0,5= Pemberian salinitas 0,5 ppt/hari S0,6= Pemberian salinitas 0,6 ppt/hari S0,7= Pemberian salinitas 0,7 ppt/hari Prosedur Penelitian
Larva bawal air tawar dipelihara diwadah pemeliharaan dan diberi pakan berupa cacing sutera (Tubifex sp.) dengan dosis 40% dari bobot biomass larva perharinya. Frekuensi pemberian pakan yaitu 3 kali sehari pada pukul 07.00 WIB, 12.00 WIB, dan 16.00 WIB.
Perhitungan salinitas yang diadaptasikan perharinya digunakan rumus sebagai berikut:
V1 x N1 = V2 x N2 Keterangan :
V1 = Volume air laut
N1 = Salinitas air laut mula-mula V2 = Volume setelah pengenceran N2 = Salinitas setelah pengenceran
Setiap hari wadah media dilakukan penyiponan untuk membersihkan sisa makanan larva.
Pemeliharaan larva dihentikan jika terjadi kematian massal dan dilihat salinitas optimum yang dapat di toleransi larva bawal air tawar.
Parameter yang Diukur
Kelulushidupan larva ikan bawal air tawar digunakan rumus sebagai berikut :
SR = 𝑵𝒕
𝐍𝐨 x 100%
Keterangan :
SR = Kelulushidupan (%)
Nt = Jumlah larva yang hidup pada akhir penelitian (ekor)
No = Jumlah larva yang hidup pada awal penelitian (ekor)
Pengukuran pertumbuhan bobot mutlak larva ikan bawal air tawar digunakan rumus menurut sebagai berikut :
Wm = Wt – Wo Keterangan :
Wm = Pertambahan bobot mutlak rata- rata (g)
Wt = Bobot rata-rata pada waktu ke t (g)
Wo = Bobot rata-rata pada waktu awal (g)
Pengukuran laju pertumbuhan spesifik larva ikan bawal air tawar digunakan rumus sebagai berikut:
LPS= (Ln Wt – Ln W0) x 100 %
57
t Keterangan:
LPS = Laju Pertumbuhan Spesifik Wt = Rata-rata Bobot Benih Bawal air tawar pada akhir penelitian (g) Wo = Rata-rata Bobot Benih Bawal air tawar pada awal penelitian (g) t = Lama Penelitian (Hari)
Pengukuran pertumbuhan panjang mutlak larva ikan bawal air tawar digunakan rumus sebagai berikut:
Lm = Lt – Lo Keterangan :
Lm = Pertumbuhan panjang mutlak rata-rata (cm)
Lt = Panjang rata-rata pada waktu t (cm)
Lo = Panjang rata-rata pada awal pengamatan (cm)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian terhadap kelangsungan hidup larva bawal (Colossoma macropomum) yang di adaptasi salinitas yaitu dengan peningkatan salinitas 0,4 ppt/hari, larva bawal mampu bertahan hidup sampai salinitas 16,8 ppt dengan tingkat kelangsungan hidup 41,7 % sedangkan perlakuan lainnya sudah mengalami kematian massal. Untuk skala salinitas yang optimum yaitu berkisar antara 12,8-15,2 ppt dengan tingkat kelangsungan hidup 58,3 % sebelum mengalami kematian bertahap pada perlakuan S0,4.
Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1. untuk pemeliharaan selama 14 hari sebelum mengalami kematian massal dan Tabel 2. untuk pemeliharaan selama 42 hari.
Tabel 1. Data Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Larva Bawal (Colossoma macropomum) Selama 14 Hari
Perlakuan Bobot Mutlak (g)
Panjang Mutlak (cm)
LPS (%) SR (%)
S0 (kontrol) 0,07 ± 0,01b 0,62 ± 0,02a 13,84 ± 0,57b 95,83 ± 4,17d S0,4 0,10 ± 0,01c 0,76 ± 0,02b 16,40 ± 0,41c 66,67 ± 4,17c S0,5 0,11 ± 0,01c 0,82 ± 0,02c 17,01 ± 0,42c 54,17 ± 4,17b S0,6 0,07 ± 0,01b 0,91 ± 0,02d 14,04 ± 0,50b 48,61 ± 6,37b S0,7 0,05 ± 0,00a 1,03 ± 0,02e 12,09 ± 0,39a 38,89 ± 2,41b Tabel 2. Data Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Larva Bawal
(Colossoma macropomum) Selama 42 Hari Perlakuan Bobot Mutlak
(g)
Panjang Mutlak (cm)
LPS (%) SR (%)
S0 (kontrol) 1,00 ± 0,05c 3,01 ± 0,12c 10,71 ± 0,12c 80,56 ± 2,41c S0,4 0,91 ± 0,12b 2,75 ± 0,02b 10,49 ± 0,03b 41,67 ± 4,17b S0,5 0,00 ± 0,00a 0,00 ± 0,00a 0,00 ± 0,00a 0,00 ± 0,00a S0,6 0,00 ± 0,00a 0,00 ± 0,00a 0,00 ± 0,00a 0,00 ± 0,00a S0,7 0,00 ± 0,00a 0,00 ± 0,00a 0,00 ± 0,00a 0,00 ± 0,00a
Catatan : Nilai rataan pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)
Tingkat Kelangsungan Hidup
Dari Tabel 1. dan Tabel 2, terlihat bahwa kelangsungan hidup larva bawal mengalami penurunan selama dilakukan adaptasi dan setelah adaptasi salinitas. Terlihat bahwa perbedaan kadar salinitas yang diadaptasikan di setiap perlakuan berpengaruh nyata terhadap tingkat kelulushidupan larva bawal (P<0,005). Berdasarkan hasil penelitian, S0,4 (0,4 ppt/hari) merupakan teknik terbaik dari perlakuan lainnya sehingga larva bawal (Colossoma macropomum) mampu bertahan hidup pada salinitas optimum nya berkisar 16,8 ppt dengan kelangsungan hidup yaitu 41,7% selama 42 hari pemeliharan sedangkan perlakuan lainnya sudah mengalami kematian massal. Pada perlakuan S0,4, dilihat pada pemeliharan per harinya, pemeliharaan 32 hari sampai 38 hari tidak ada kematian larva bawal, hal ini diduga terjadi keadaan yang isoosmotik dengan salinitas pada saat itu 12,8 ppt-15,2 ppt dengan tingkat kelangsungan hidup sebesar 58,3% yang merupakan tingkat kelulushidupan optimum bagi adaptasi larva bawal (Colossoma macropomum). Keadaan isoosmotik pada media bersalinitas 12,8 ppt – 15,2 ppt paling mendekati tekanan osmotik darah larva ikan bawal. Pada kondisi isoosmotik kandungan ionik media mendekati konsentrasi ionik darah, sehingga energi untuk kebutuhan osmoregulasi lebih kecil, sehingga tingkat kematian larva bawal juga kecil.
Pemeliharaan adaptasi selanjutnya larva bawal mengalami kematian secara bertahap. Kematian tersebut diakibatkan larva sudah tidak dapat mentolerir salinitas dengan tekanan osmotik lingkungannya. Peningkatan salinitas S0,4 dapat bertahan hidup sampai salinitas 16,8 dibanding perlakuan lainnya yang sudah mengalami kematian massal. Perlakuan S0,4 terjadi keseimbangan anatara tekanan konsentrasi cairan dalam tubuh dengan tekanan konsentrasi cairan media (isoosmotik) sehingga energi digunakan untuk pertumbuhan dan hanya sedikit untuk osmoregulasi. Kemudian di hari pemeliharaan ke 32 sampai ke 38 hari yang berada di salinitas antara 12,8-15,2 ppt merupakan salinitas terbaik (optimum) setelah digunakan adaptasi dan menurun ketika diberikan salinitas diatas 15,2 ppt.
Pada perlakuan S0,5 (0,5 ppt/hari) mampu bertahan hidup sampai salinitas antara 10,5 ppt - 14 ppt dengan kelangsungan hidup sebesar 12,5%. Larva masih mampu bertahan hidup, namun hanya sedikit yang hidup dibanding pada perlakuan pertama. Kemudian disusul S0,6 (0,6 ppt/hari) mampu bertahan hidup sampai salinitas antara 8,4 ppt - 12,6 ppt sebesar 41,7% dan mengalami kematian di minggu selanjutnya. Kemudian yang terendah S0,7 (0,7 ppt/hari) hanya mampu bertahan hidup sampai salinitas antara 4,9 ppt - 9,8 ppt dengan kelangsungan hidup sebesar 37,5% dan mengalami kematian massal di minggu selanjutnya.
Menurut Dahril (2017) benih ikan nilayang dipelihara pada kadar salinitas yang cukup tinggi tidak efektif dalam meningkatkan kelulushidupan benih. Perubahan kadar salinitas mempengaruhi tekanan osmotik cairan tubuh ikan, sehingga ikan melakukan penyesuaian atau pengaturan kerja osmotik internalnya agar proses fisiologis di dalam tubuhnya dapat bekerja secara normal kembali. Apabila salinitas semakin tinggi ikan berupaya terus agar kondisi homeostasis dalam tubuhnya tercapai hingga pada batas toleransi yang dimilikinya. Kerja osmotik memerlukan energi yang lebih tinggi pula. Setelah melewati batas toleransi, maka ikan tersebut mengalami kematian.
Menurut Rohman (2017) benih Ikan nila yang diberi perlakuan salinitas 5 ppt, 8 ppt, dan 16 ppt memiliki nilai mortalitas 0 setelah 36 jam. Sedangkan ikan nila pada salinitas 32 ppt setelah 1 jam perlakuan memiliki nilai mortalitas 0, akan tetapi setelah 6 jam kemudian nilai mortalitas meningkat menjadi 100%. Penyebab mortalitas total pada salinitas 32 ppt disebabkan karena terganggunya osmoregulasi antara media hidup, dengan cairan tubuh (Internal dan eksternal).
59
Pertumbuhan Bobot Mutlak dan Laju Pertumbuhan Spesifik
Pada minggu pertama, adaptasi salinitas pada S0,7 (0,7ppt/hari) menghasilkan pertambahan bobot tertinggi yaitu 0,035 g Kemudian disusul S0,6(0,6ppt/hari) yaitu 0,027 g. Kemudian S0,5(0,5ppt/hari) yaitu 0,2 g. Kemudian S0,4(0,4ppt/hari) yaitu 0,13 g dan terendah S0(kontrol) yaitu 0,005 g. Pada minggu selanjutnya S0,7 (0,7ppt/hari) dan S0,6(0,6 ppt/hari) mengalami penurunan pertumbuhan. Hal ini dikarenakan pengaruh faktor salinitas yang diberikan terlalu tinggi sehingga tekanan osmotik lingkungan menjadi besar dan osmoregulasi pada larva menurun.
Menurut Klau (2020) benih ikan sidat yang di pelihara di salinitas 7 ppt, pertumbuhannya menurun. Dalam kondisi kadar garam tinggi memicu benih ikan sidat untuk mengatur keseimbangan antara jumlah air dan konsentrasi zat terlarut karena apabila tidak dilakukan maka akan terjadi kematian sehingga mengakibatkan dehidrasi. Penurunan berat terjadi karena faktor dehidrasi, apabila ini terus terjadi maka akan mengakibatkan kematian dan itu merupakan syarat hidup untuk elver bertahan dalam suatu lingkungan
Pada S0,4 (0,4ppt/hari) merupakan perlakuan terbaik dengan memberikan kesempatan bagi larva untuk beradaptasi. Pada minggu ke-4 laju pertumbuhannya tercatat sangat signifikan dan paling tinggi yaitu 14,85% dan menurun sampai minggu ke-6 yaitu 10,48 %. Pada S0,4 puncak salinitas dengan laju pertumbuhan tertinggi yaitu pada hari 38 yang berada di salinitas 15,2 ppt. Hal ini diduga pada saat itu kondisi larva isoosmotik terhadap lingkungannya sehingga energi dari pemanfaatan pakan dapat digunakan untuk pertumbuhan.
Pada S0,4(0,4ppt/hari) dihari ke 42 masih bertahan dengan laju pertumbuhan sebesar 10,49 % dengan bobot Mutlak rata-rata 0,91 gr. Adanya selang waktu yang cukup untuk beradaptasi diduga memberikan kesempatan bagi ikan untuk melakukan pertumbuhan, namun kemudian menurun kembali setelah dilakukan peningkatan konsentrasi salinitasnya. Sedangkan peningkatan salinitas yang relatif tinggi walaupun dengan selang waktu yang cukup, benih patin tidak mengalami peningkatan bobot biomas bahkan cenderung terjadi penurunan bobot biomas.
Pertumbuhan Panjang Mutlak
Pada minggu kedua sebelum terjadinya kematian massal pertumbuhan panjang larva tertinggi yaitu pada S0,7 yaitu 1,03 cm sedangkan terendah pada S0 yaitu 0,62 cm. Hal ini menunjukkan bahwa salinitas berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan larva bawal. Pada akhir penelitian panjang larva tertinggi yaitu pada S0 (kontrol) rata-rata sebesar 3,01 cm. Kemudian disusul pada S0,4 (0,4ppt/hari) yaitu rata-rata 2,75 cm. Pada perlakuan kontrol dan S0,4 larva mengalami isoosmotik terhadap lingkungannya. Pada perlakuan S0,5 dengan sedikit lebih tinggi salinitas yang diberikan, memberikan perbedaan terhadap pertumbuhan yang terjadi pada perlakuan S0,4. Hal ini dilihat pada hari ke 28 larva bawal sudah mengalami penurunan pertumbuhan panjang mutlak. Menurut Sitio (2017) salinitas semakin tinggi ikan berupaya terus agar kondisi homeostatis dalam tubuhnya tercapai hingga pada batas toleransi yang dimilikinya.
Pada S0,6 dan S0,7 lebih cepat mengalami hipoosmotik sehingga penurunan pertumbuhan terjadi lebih cepat dibandingkan perlakuan lainnya. Penurunan pertumbuhan diduga bahwa protein yang harusnya digunakan sebagai energy untuk pertumbuhan tidak berfungsi semestinya. Menutut Rohman (2017) benih ikan nila pada perlakuan salinitas 32 ppt aktivitasnya lambat. Hal ini berkaitan
dengan mekanisme homeostasis. Ketika salinitas lingkungan tidak sesuai dengan konsentrasi garam fisiologis dalam tubuh ikan, ikan akan melakukan mekanisme homeostasis osmoregulasi dengan mengambil atau mensekresi garam dari lingkungan untuk menjaga keseimbangan kandungan garam dalam tubuhnya. Mekanisme osmoregulasi membutuhkan energi yang besar, sehingga energi di dalam tubuh ikan yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan akan digunakan untuk penyesuaian konsentrasi dalam tubuh dengan lingkungannya. Inilah yang menyebabkan ikan pada kelompok perlakuan salinitas tertinggi tampak lambat yaitu karena kekurangan energi.
Kualitas Air
Data hasil pengukuran kualitas air selama penelitian yang meliputi salinitas, pH, dan suhu yang disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Pengukuran Kualitas Air
Parameter Kisaran Penelitian
Awal Hari ke-7
Hari ke-14
Hari ke-21
Hari ke-28
Hari ke-35
Hari ke-42 Salinitas
(ppt)
0 ppt 2,8-4,9 5,6-9,8 8,4- 12,6
11,2- 14
14- 14,1
16,7- 16,9 pH 5,5-6,5 5,8-6,5 5,9-6,9 6,0-7,0 6,1-7,0 6,3-7,1 6,3-7,1 Suhu (oC) 27-30 27-30,9 27-31 28-31 28-31 28-31 28-31 DO (mg/l) 5,2-5,5 5,2-5,6 5,3-5,6 5,3-5,6 5,4-5,6 5,4-5,6 5,4-5,7
Dari hasil penelitian ini diperoleh kualitas air yang secara umum cukup baik dari parameter pH, suhu dan DO sedangkan dari parameter salinitas, tergantung dari pengaruh adaptasi salinitas terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva. Salinitas diukur pada perlakuan S0,4(0,4ppt/hari), perlakuan S0,5(0,5ppt/hari), perlakuan S0,6(0,6ppt/hari) dan perlakuan S0,7(0,7ppt/hari).
Pada hari ke- 28 salinitas yang berkisar antara 11,2-14 ppt pada perlakuan S0,4(0,4ppt/hari), larva masih bertahan sedangkan perlakuan yang lainnya mengalami kematian. Pada saat kadar salinitas mencapai 15 ppt atau lebih, larva bawal air tawar mengalami penurunan kelulushidupan dan pertumbuhan larva. Untuk skala terbaik adaptasi salinitas untuk larva bawal (Colossoma macropomum) yaitu berkisar 10-15 ppt yang dapat di tolerir larva bawal di perairan payau dengan dilakukan adaptasi salinias.
Suhu dalam penelitian berkisar 27-31 oC secara umum cukup baik.Ikan bawal air tawar adalah ikan tropis sejati, yang mati jika suhu air lebih rendah dari 15 ºC selama beberapa hari. Menurut Woynarovich (2019) suhu air pemeliharaan ikan bawal air tawar minimal 21-22 0C memilih 25-27 0C dan maksimal 30-31 0C.
Derajat keasaman (pH) selama penelitian berkisar 5,5-7,0. Pada umumnya pH yang cocok pada semua jenis ikan berkisar antara 5-9. Sedangkan oksigen terlarut dalam penelitian ini berkisar 5,2-5,6 mg/l. Oksigen terlarut untuk bawal air tawar menurut Woynarovich dan Van Anrooy, (2019) minimal 4-5 mg/l dan memilih yang terbaik 6-8 mg/l.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa adaptasi
61
salinitas memiliki pengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup, pertumbuhan bobot mutlak, laju pertumbuhan spesifik dan panjang mutlak larva ikan bawal air tawar. Perlakuan terbaik yaitu S0,4 dengan tingkat kelulushidupan 58%, pertumbuhan bobot mutlak 0,91 g, laju pertumbuhan spesifik sebesar 10,49 % dan panjang mutlak sebesar 3,25 cm. Nilai parameter kualitas air adalah suhu 27-31
oC, pH 5,5-7,0, DO berkisar 5,2-5,6 mg/l dan Salinitas optimum yaitu berkisar 12,8-15,2 ppt
5. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian dan penilisan artike ini, serta kepada jurusan budidaya perairan fakultas perikanan dan kelautan universitas riau yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan sarjana perikanan
6. DAFTAR PUSTAKA
Langi, Edwin O., Jane Seke. 2016. Pengaruh Tahap Adaptasi Salinitas yang Berbeda terhadap Keberhasilan Hidup, Nafsu Makan dan Kondisi Ukuran Benih Ikan Nila (Oreochromis Niloticus, Bleeker) Jurnal Ilmiah Tindalung, 2(1): 29–35
Klau, Laurensius., Ade Y.H Lukas., Sunadji. 2020. Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan Dan Kelulushidupan Elver Ikan Sidat (Anguilla bicolor bicolor) Yang Dipelihara Pada Sistem Resirkulasi. Jurnal Aquatik. 3 (2): 49-56
Dahril, Imansyah., Usman M Tang., Iskandar Putra. 2017. Pengaruh Salinitas Berbeda Terhadap Pertumbuhan Dan Kelulushidupan Benih Ikan Nila Merah (Oreochromis Sp.). Berkala Perikanan Terubuk. 45(3): 67–75
Sitio, Maru Hariati Friska., Dade Jubaedah., Mochamad Syaifudin. 2017. Kelangsungan Hidup Dan Pertumbuhan Benih Ikan Lele (Clarias Sp.) Pada Salinitas Media Yang Berbeda. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. 5(1) : 83-96
Rohman, Taufiqur., Yenni Tyas Wulandari K.E., Wahyu Iftita Leksani., Devy Chandrawati. 2017.
Pengaruh Perbedaan Salinitas Air Terhadap Survival Rate Dan Respon Fisiologis Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek II. 114-123 hal
Woynarovich, A. dan R. Van Anrooy, 2019. Field guide to the culture of tambaqui (Colossoma macropomum, Cuvier, 1816). FAO Fisheries And Aquaculture Technical Paper, N0. 624. Food And Agriculture Organization Of The United Nations Rome. 121 hal.