4 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Keluarga
2.1.1 Definisi Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang merupakan entry point dalam upaya mencapai kesehatan yang optimal. Keluarga disebut juga sebagai sistem sosial karena terdiri dari individu-individu yang bergabung dan berinteraksi secara teratur, diwujudkan dengan adanya saling ketergantungan dan hubungan untuk mencapai tujuan bersama. Dalam hal ini, keluarga mempunyai anggota yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak atau sesama individu yang tinggal di rumah tangga tersebut (Harefa, 2019).
2.1.2 Gambaran Peran Keluarga
Peran keluarga sebagai motivator adalah agar keluarga memotivasi atau mendukung keluarga yang sakit dalam bentuk dukungan fisik maupun spiritual.
Peran keluarga sebagai motivator dapat dilihat dari seberapa sering keluarga mengingatkan hal-hal yang tidak boleh dilakukan karena akan berakibat buruk pada kondisi penyakit yang diderita (Nisa et al., 2019).
Peran keluarga sebagai pendidik berperan sebagai kegiatan pengembangan keluarga. Keluarga berkewajiban memberikan pengetahuan tentang kesehatan kepada seluruh anggota keluarga. Pendidikan yang tidak memadai dapat mempengaruhi cara berpikir dan perilaku keluarga dalam mengatasi masalah dalam keluarga. Sebaliknya, dengan tingkat pendidikan yang tinggi keluarga akan mampu mengenal masalah dan mampu mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah.
Peran keluarga sebagai fasilitator adalah keluarga berkewajiban menunjang segala kebutuhan anggota keluarganya dalam segala aspek fisik, mental, dan spiritual. Keluarga juga perlu berperan aktif dalam meningkatkan kesehatan anggota keluarga.
5
Peran keluarga sebagai care giver adalah keluarga mampu merawat keluarga yang sakit dengan baik dan memberikan perawatan ketika keluarga mengadukan penyakitnya.
2.1.3 Fungsi Keluarga
Menurut (Herawati et al., 2020), Fungsi keluarga mempunyai makna masing-masing dan mempunyai peran penting dalam kehidupan keluarga.
1) Fungsi afektif, berhubungan dengan fungsi internal keluarga yang merupakan dasar kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial.
2) Fungsi sosialisasi, proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu menghasilkan interaksi sosial, dan individu tersebut melaksanakan perannya dalam lingkungan sosial dengan anggota keluarga dan belajar disiplin, normal budaya, dan perilaku melalui interaksi dalam keluarga, sehingga individu mampu berperan di dalam masyarakat.
3) Fungsi reproduksi, fungsi untuk melanjutkan keturunan dan meningkatkan SDM.
4) Fungsi ekonomi berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang, pangan, dan papan.
5) Fungsi perawatan keluarga, keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlindungan dan asuhan keperawatan atau pemeliharaan kesehatan yang mempengaruhi status kesehatan keluarga dan individu
2.1.4 Peran Keluarga Dalam Bidang Kesehatan
Keluarga mempunyai peran yang penting dalam pembinaan, pencegahan, koordinasi dan atau koreksi masalah kesehatan yang terjadi di dalam keluarga itu sendiri. Masalah kesehatan dalam keluarga saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain diantara keluarga dan pada akhirnya masyarakat disekitar mereka. Oleh karena itu, keluarga berada pada posisi yang strategis untuk menjadi bagian dari unit pelayanan kesehatan (Oktowaty et al., 2018).
6
Keluarga yang fungsional merupakan salah satu faktor pendukung penting bagi keluarga dalam memecahkan masalah kesehatan serta meningkatkan kualitas hidup anggota keluarga yang sakit.
2.2 Konsep Cholelithiasis
2.2.1 Definisi
Cholelithiasis adalah keadaan dimana terdapatnya batu didalam kandung empedu atau didalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya. Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu, sehingga menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu empedu. Infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa merambat ke saluran empedu sampai ke kantong empedu. Infeksi di usus dapat menjalar tanpa terasa yang menyebabkan peradangan pada saluran dan kantong empedu sehingga cairan yang berada di kantong empedu mengendap dan menjadi batu. Kuman tifus apabila bermuara di kantong empedu dapat menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit ataupun demam (Musbahi et al., 2020).
Cholelithiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu didalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran, bentuk, dan komposisi yang bervariasi. Cholelithiasis disebut juga pembentukan batu (kalkuli atau batu empedu) di dalam kandung empedu atau sistem saluran empedu.
Cholelithiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia lebih dari 40 tahun
terutama wanita karena dipengaruhi oleh faktor hormon.
2.2.2 Etiologi
Menurut (Bolat & Teke, 2020), terdapat beberapa faktor yang menyebabkan cholelithiasis yaitu:
1) Komposisi cairan empedu yang berpengaruh terhadap terbentuknya batu tergantung keseimbangan kadar garam empedu, kolestetrol dan lesitin. Semakin tinggi kadar kolestrol atau semakin rendah kandungan garam empedu akan membuat keadaan didalam kandung empedu menjadi jenuh akan kolestrol
2) Penurunan fungsi kandung empedu
7
Menurunnya kemampuan menyemprot dan kerusakan dinding kandung empedu memudahkan sesorang menderita batu empedu, kontraksi yang melemah akan menyebabkan statis empedu dan akan membuat musin yang diproduksi dikandung empedu terakumulasi seiring dengan lamanya cairan empedu tertampung dalam kandung empedu. Musin tersebut akan semakin kental dan semakin pekat sehingga menyulitkan proses pengosongan cairan empedu. Beberapa keadaan yang dapat mengganggu daya kandung empedu, yaitu : hipomlotilitas empedu, parenteral total (menyebabkan cairan asam empedu menjadi lambat), kehamilan, cedera medula spinalis, penyakit kencing manis.
2.2.3 Manifestasi Klinis
Menurut (Ibrahim et al., 2018), Manifestasi klinis pada cholelithiasis dapat bersifat asimtomatis. Gejala muncul saat terjadi inflamasi dan obstruksi ketika batu bermigrasi ke duktus sistikus. Keluhan khas berupa kolik bilier.
Karakteristik kolik bilier antara lain:
1) Nyeri kuadran kanan atas atau epigastrum,
2) Kadang menjalar ke area interskapularis, skapularis kanan atau bahu, 3) Berlangsung 15 menit-5 jam
4) Hilang perlahan dengan sendirinya, 5) Disertai mual atau muntah
Kolik bilier dapat dicetuskan dengan makan makanan berlemak, konsumsi makanan dalam porsi besar setelah puasa berkepanjangan, atau dengan makan makanan normal, seringkali pada malam hari.
2.2.4 Komplikasi
Menurut (Baloyi et al., 2020) , Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien cholelithiasis antara lain:
1) Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu yang terjadi karena adanya infeksi yang menyebar akibat obstruksi pada saluran empedu
8
2) Hidrops merupakan obstruksi kronik dari kandung empedu yang biasa terjadi di duktus sistikus sehingga kandung empedu tidak dapat diisi lagi oleh empedu
3) Emfiema adalah kandung empedu yang berisi nanah. Komplikasi pada pasien yang mengalami emfiema membutuhkan penanganan segera karena dapat mengancam jiwa
4) Kolesistisis merupakan peradangan pada kandung empedu, dimana terdapat obstruksi atau sumbatan pada leher kandung empedu atau saluran kandung empedu, yang menyebabkan infeksi dan peradangan pada kandung empedu
2.2.5 Pencegahan
Sebagai upaya untuk mencegah peningkatan kasus cholelithiasis pada masyarakat yaitu dengan cara tindakan promotif dan preventif. Tindakan promotif yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengajak masyarakat untuk hidup sehat, menjaga pola makan, dan perilaku atau gaya hidup yang sehat. Sedangkan tindakan preventif yang dapat dilakukan adalah dengan meminimalisir faktor risiko penyebab cholelithiasis, seperti menurunkan makanan yang berlemak dan berkolestrol, meningkatkan makan sayur dan buah, olahraga teratur dan perbanyak minum air putih (Dafriani & Prima, 2019).
2.2.6 Penanganan
Pada pasien yang sudah di diagnosa mengalami cholelithiasis dapat dilakukan tindakan dengan cara bedah maupun non bedah. Penanganan secara bedah adalah dengan cara kolesistektomi. Sedangkan penanganan secara non- bedah adalah dengan cara melarutkan batu empedu dengan menggunakan MTBE, ERCP, dan EWSL.
Kolesistektomi merupakan prosedur pembedahan yang dilakukan pada sebagian besar kasus cholelithiasis. Jenis kolesistektomi laparoskopik adalah teknik pembedahan invasif minimal didalam rongga abdomen dengan menggunakan pneumoperitoneum sistim endokamera dan instrumen khusus melalui layar monitor tanpa melihat dan menyentuh langsung kandung empedunya. Keuntungan dari kolesistektomi laparoskopik adalah meminimalkan
9
rasa nyeri, mempercepat proses pemulihan, masa rawat yang pendek dan meminimalkan luka parut (Bolat & Teke, 2020).
Adapun pengobatan alami atau herbal, menurut (Hasanah, 2015) beberapa ahli herbal menyarankan konsumsi 20ml minyak zaitun yang dicampur jus lemon setengah butir dua kali sehari untuk menghilangkan batu empedu. Untuk efek pembersihan liver dan sistem limfatik yang lebih kuat, bisa ditambahkan minyak habbatussauda dalam konsumsi harian. Hal ini dapat menyebabkan tinja encer untuk beberapa hari, yang merupakan bagian dari proses pembersihan.