• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam 5 tahun terakhir industri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Dalam 5 tahun terakhir industri"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Revisi Regulasi Impor Limbah Non-B3 &

Dampaknya Bagi Industri

oleh

Dwi Resti Pratiwi*) Emillia Octavia**)

D

alam 5 tahun terakhir industri pengolahan telah mendorong perekonomian nasional dengan porsi PDB sebesar rata-rata 20,31 persen dari PDB nasional. Sebagai bagian dari industri pengolahan, industri baja dan industri kertas telah berkontribusi terhadap PDB nasional dengan nilai rata-rata masing-masing sebesar Rp98,02 triliun dan Rp95,01 trilum dalam 5 tahun terakhir (BPS, 2020). Meskipun demikian, industri baja dan industri kertas tidak terlepas dari permasalahan kurangnya pasokan bahan baku. Permasalahan terkait pemenuhan bahan baku tersebut juga menjadi salah satu isu strategis dalam peningkatan kinerja sektor industri pengolahan nonmigas (Kementerian Perindustrian, 2020). Menurut Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia, dari total kebutuhan scrap nasional, hanya 30 persen yang dapat dipenuhi dari dalam negeri, sedangkan sisanya masih mengandalkan impor. Scrap baja merupakan bahan baku dalam industri baja hulu yang digunakan bersama dengan produk turunan bijih besi (sponge iron) dalam menghasilkan

produk baja kasar mencakup bloom, billet, slab, dan iron/steel cast

(Kemenperin, 2014). Dalam laporannya, Kemenperin menyebutkan bahwa pada tahun 2020 sampai 2025 diproyeksikan kebutuhan scrap baja dalam negeri rata-rata hanya mampu untuk memenuhi konsumsi baja nasional sebesar 15,6 persen.

Sulitnya mendapatkan bahan baku untuk produksi juga dirasakan industri kertas. Kertas bekas merupakan salah satu bahan baku selain pulp dalam pembuatan kertas. Kapasitas kertas bekas domestik hanya mampu memenuhi 20 persen dari kebutuhan produksi sedangkan 80 persen sisanya masih harus dipenuhi dari impor.

Kuantitas rata-rata kertas bekas di Indonesia berkisar 32-35 kg/kapita/

tahun, jauh tertinggal dari rata-rata negara ASEAN dan negara maju lainnya. Hal ini disebabkan oleh keberadaan kertas bekas yang telah tersebar dan belum memadainya upaya pengumpulan sampah kertas bekas daur ulang di Indonesia. Kondisi tersebut diperparah dengan tidak adanya sistem pemilahan sampah yang baik sehingga Abstrak

Industri baja dan industri kertas melakukan impor limbah non b-3 yg diatur melalui regulasi impor limbah non-b3 untuk memenuhi kebutuhan bahan baku.

adanya kasus penyelundupan limbah b3 yang kerap terjadi dan celah pada terminologi mendasari revisi regulasi impor limbah non-b3 menjadi Permendag no. 92/2019. Dalam pelaksanaannya, revisi regulasi tersebut berdampak pada industri khususnya industri baja dan industri kertas sebagai akibat adanya ketentuan-ketentuan yang berubah, pendeknya masa transisi, serta kurangnya sosialisasi. untuk mengatasi dampak dari perubahan regulasi diperlukan langkah-langkah antara lain mempercepat relaksasi kebijakan impurities, melakukan sosialisasi kepada industri, memastikan adanya koordinasi antar instansi dan pengawasan impor, serta membenahi sistem pengelolaan sampah.

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

**) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

makroekonomi

(2)

produksi kertas bekas daur ulang

menjadi semakin sulit dilakukan (Kontan, 2020).

Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku tersebut yang merupakan bagian dari limbah non-B3, maka diperlukan impor bahan baku. Hal tersebut mendasari lahirnya regulasi impor limbah non-B3.

Regulasi impor limbah non-B3 telah mengalami beberapa perubahan.

Yang terakhir, ketentuan impor limbah non-B3 Permendag No. 31/2016 direvisi menjadi Permendag No. 84/2019 dan kemudian diubah menjadi Permendag No. 92/2019. Revisi ketentuan

tersebut didasari atas terjadinya kasus penyelundupan limbah B3 yang masih kerap terjadi dan adanya celah pada beberapa terminologi. Namun dalam pelaksanaannya, revisi regulasi menghadapi beberapa tantangan yang berdampak pada sektor industri.

Perubahan Regulasi

Menurut data BPS, impor limbah non-B3 meningkat dalam tiga tahun terakhir dengan kenaikan terbesar terjadi di tahun 2018 sekitar 43,9 persen. Namun dalam impor limbah non-B3 tersebut tidak luput dari kasus penyeludupan limbah B3. Di tahun 2016, 40 kontainer yang terkontaminasi B3 dipulangkan (Media Indonesia, 2019). Pada bulan Juli 2019 di Batam, diantara 65 kontainer impor scrap plastik yang berasal dari Amerika, ditemukan adanya 38 kontainer yang mengandung B3 (Liputan6.com, 2019). Penyelundupan limbah B3 juga terjadi pada bulan Oktober 2019, dimana sejumlah 2.194 kontainer berisi limbah B3 ditemukan di Pelabuhan Tanjung Perak, Pelabuhan Tanjung Priok, dan Pelabuhan Tanjung Emas (IEC, 2019).

Terjadinya penyelundupan limbah B3 tersebut dikarenakan adanya celah pada terminologi dalam Permendag

Sumber: Kemendag, diolah

Gambar 1. Perubahan Regulasi Impor Limbah Non-B3

(3)

persen dari pengotor atau impurities1 sehingga sulit untuk dipenuhi. Scrap baja biasanya berasal dari blok mesin ataupun dari bekas alat berat sehingga sulit untuk didapatkan dalam kondisi bersih sempurna (Kompas.id, 2019). Di samping itu, dalam proses produksi yang menggunakan suhu tinggi diperkirakan pengotor akan habis terbakar. Kriteria terkait impurities tersebut juga tidak sesuai dengan standar internasional dimana standar impurities yang digunakan oleh Institute of Scrap Recycling Industries (ISRI) dan Uni Eropa sebesar 2 persen.

Terkait ketentuan impurities, pemerintah berencana akan melakukan relaksasi, namun sampai saat ini belum ada

ketentuan tertulis yang mengatur tentang relaksasi tersebut. Adanya ketentuan tersebut membuat industri sulit mendapatkan bahan baku khususnya bagi industri besi baja dan industri kertas dimana selama ini mendominasi impor limbah non-B3 dengan porsi masing- masing sebesar 51,3 persen dan 43,1 persen. Kesulitan memenuhi ketentuan dalam regulasi membuat eksportir enggan menjual barangnya ke Indonesia dan lebih memilih untuk mengekspor ke negara lainnya. Kesempatan ini menguntungkan pesaing dari negara lain seperti Malaysia, Vietnam dan No. 31/2016 terkait kriteria limbah

non-B3 yang dapat diimpor serta belum optimalnya pengawasan yang dilakukan instansi yang berwenang (Universitas Indonesia, 2019). Hal tersebut membuat pemerintah melakukan revisi terhadap Permendag No. 31/2016 menjadi

Permendag No. 84/2019 yang kemudian diubah menjadi Permendag No.

92/2019.

Jika dilihat dari Gambar 1, apabila dibandingkan dengan regulasi impor limbah non-B3 yang sebelumnya, maka terdapat perubahan yang signifikan khususnya dalam hal penjabaran kriteria persyaratan limbah non-B3 yang bisa diimpor dan persyaratan eksportir. Di sisi lain, dalam regulasi yang terbaru masih terdapat kategori “lain-lain” yang kurang spesifik pada daftar jenis limbah non-B3 yang boleh diimpor. Sebagai informasi, Permendag No. 84/2019 mulai berlaku pada bulan November 2019 (30 hari sejak diundangkan), sementara itu Permendag No. 92/2019 berlaku sejak akhir Desember 2019 (7 hari sejak diundangkan). Masa transisi yang pendek dan perubahan-perubahan ketentuan dari revisi regulasi menjadi perhatian sendiri bagi sektor industri.

Dampak Bagi Industri

Meskipun revisi regulasi dimaksudkan untuk mengatasi pencemaran pada lingkungan, namun tidak bisa dipungkiri bahwa dengan adanya tantangan pada implementasi pada regulasi yang baru sehingga menimbulkan dampak pada sektor industri dalam hal pemenuhan bahan baku. Tantangan pertama yaitu adanya ketentuan-

ketentuan dalam regulasi yang dianggap memberatkan industri. Ketentuan

yang banyak dikeluhkan industri yaitu terkait persyaratan “bersih”.

Menurut Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia, persyaratan tersebut mengandung persepsi bahwa bahan baku yang diimpor harus bersih 100

Gambar 2. Impor Limbah Non-B3 Kelompok Kertas dan Kelompok Besi Baja November 2019 – Januari 2020***)

Sumber: APBN KITA, (diolah)

***) Menyesuaikan dengan masa berlaku Permendag No. 84/No.2019 dan Permendag No.

92/2019.

1) Impurities (material ikutan) yaitu unsur dan/atau material ikutan yang karena proses perucatan, pengumpulan, penyimpanan, pemuatan dan transportasi yang tidak dapat dihindari dan ikut terbawa dalam jenis dan jumlah yang terbatas.

(4)

Rekomendasi

Terkait dengan revisi regulasi impor limbah non-B3 terdapat beberapa langkah-langkah yang diperlukan yaitu: pertama, mempercepat relaksasi kebijakan impor limbah non-B3 khususnya yang terkait dengan impurities melalui kebijakan yang tertulis. Kedua, melakukan sosialisasi kepada industri mengenai perubahan regulasi khususnya terkait poin-poin yang dianggap masih bersifat multitafsir. Ketiga, memastikan adanya koordinasi antar instansi yang berwenang, serta pengawasan terhadap impor limbah non-B3 baik sebelum, pada saat berlangsung maupun sesudah impor. Keempat, membenahi sistem pengelolaan sampah guna mendorong peningkatan penyediaan bahan baku dalam negeri.

India. Ketika sulit untuk memperoleh bahan baku maka pelaku industri baja akan lebih memilih untuk mengimpor produk logam setengah jadi atau baja langsung dengan harga yang lebih mahal sehingga berimbas pada defisit perdagangan.

Adanya dampak dari perubahan regulasi impor dapat terlihat dari Gambar 2, dimana impor limbah non-B3 kelompok kertas dan kelompok baja mengalami penurunan sejak bulan November 2019 sampai Januari 2020. Kurangnya bahan baku akibat regulasi impor limbah non-B3 dapat menyebabkan tingginya impor produk baja langsung yang berimbas pada defisit neraca dagang.

Dampak lain yang dirasakan industri disebabkan karena sempitnya masa transisi perubahan regulasi dan kurangnya sosialisasi. Permendag

No. 92/2019 memang berlaku sejak akhir Desember namun dalam regulasi tersebut tidak semua mengubah ketentuan yang ada di Permendag No.

84/2019. Di samping itu, sosialisasi terhadap perubahan regulasi impor juga dirasa kurang (Kompas.id, 2019). Padahal, poin-poin dalam regulasi banyak yang berubah apabila dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya (Permendag No. 31/2016).

Hal ini menyulitkan pelaku industri sulit beradaptasi menyesuaikan ketentuan baru dalam regulasi untuk mendapatkan persetujuan impor. Di sisi lain, adanya perubahan ketentuan impor membuat para eksportir menunda penjualan kepada industri di Indonesia. Kondisi yang demikian berpengaruh pada penurunan jumlah impor limbah non-B3 sebagai bahan baku industri seperti pada Gambar 2.

Perdagangan Luar Negeri Impor Januari 2020

Indonesia Environment and Energy Center (IEC). 2020. Waspada!

Banyaknya Impor Bahan Baku yang Terkontaminasi Limbah B3. Diakses dari https://environment-indonesia.com/

waspada-banyaknya-impor-bahan-baku- yang-terkontaminasi-limbah-b3/ tanggal 8 April 2020

Kementerian Perdagangan. 2016.

Peraturan Menteri Perdagangan No.

31/2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya Dan Beracun

Daftar Pustaka

BPS. 2017. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Impor Desember 2016

BPS. 2018. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Impor Desember 2017

BPS. 2019. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Impor Desember 2018

BPS. 2020. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Impor Desember 2019

BPS. 2020. Buletin Statistik

(5)

Kementerian Perdagangan. 2019.

Permendag No. 84/2019 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya Dan Beracun Sebagai Bahan Baku Industri

Kementerian Perdagangan. 2019.

Permendag No. 92/2019 tentang Perubahan Atas Permendag No.

84/2019 Tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya Dan Beracun Sebagai Bahan Baku Industri Kementerian Perindustrian. 2014. Profil Industri Baja

Kementerian Perindustrian. 2020.

Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian 2019

Kompas.id. 2019. Kesulitan Bahan Baku, Industri Besi-Baja Minta Impuritas.

Diakses dari https://kompas.id/baca/

utama/2019/12/10/kesulitan-bahan- baku-industri-besi-baja-minta-impuritas/

tanggal 10 April 2020

Kontan.co.id. 2019. Regulasi impor

limbah non-B3 rancu, industri kertas tertekan. Diakses dari https://industri.

ko.co.id/news/regulasi-impor-limbah- non-b3-rancu-industri-kertas-tertekan- 1?page=all tanggal 10 April 2020 Liputan6.com. 2019. Bea Cukai: 38 Kontainer Bermuatan Limbah Plastik Positif Mengandung B3. Diakses dari https://www.liputan6.com/bisnis/

read/4003388/bea-cukai-38-kontainer- bermuatan-limbah-plastik-positif- mengandung-b3 tanggal 8 April 2020 Media Indonesia. 2019. Antisipasi Impor Sampah Ilegal Perlu Revisi Aturan.

Diakses dari https://mediaindonesia.

com/read/detail/240470-antisipasi- impor-sampah-ilegal-perlu-revisi-aturan tanggal 8 April 2020

Universitas Indonesia. 2019. Kajian Lingkungan: Penyelundupan Sampah ke Indonesia. Diakses dari http://

green.ui.ac.id/kajian-lingkungan- penyelundupan-sampah-ke-indonesia tanggal 10 April 2020

Referensi

Dokumen terkait

Industri kimia dasar adalah industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku atau bahan jadi, seperti industri kertas, industri semen, industri

Industri negara, yaitu industri yang dikelola dan merupakan milik Negara yang dikenal dengan istilah BUMN, misalnya: industri kertas, industri pupuk, industri

Tujuan kegiatan ini adalah memanfaatkan limbah B3 khususnya Sludge/Lumpur IPAL industri dan Fly Ash Batubara dengan menggunakan metode Solidifikasi-Stabilisasi menjadi

dengan ini kami memberikan rekomendasi untuk dapat melakukan ekspor produk industri pulp dan kertas berbahan baku non kayu/kertas bekas, kepada: Nama Perusahaan : Bidang Usaha

Industri dasar : barang industri yang digunakan pada sektor industri lain sebagai bahan baku atau alat-alat industri, misalnya : tekstil, industri besi

Pengembangan industri baja berbasis bahan baku lokal merupakan langkah yang sangat strategis untuk membangun kemandirian dan daya saing industri baja nasional termasuk

Penggunaan serat selulosa sebagai bahan baku dianggap sebagai salah satu faktor dalam menghasilkan limbah di industri kertas (Rodriguez et al. Berdasarkan

Pembuatan dan karakterisasi material magnetik berbasis mill scale limbah industri baja dengan penambahan 1, 3, 5, 7 dan 9% wt FeMo telah dilakukan.