• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Memperdalam Struktur Industri Hulu Migas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kebijakan Memperdalam Struktur Industri Hulu Migas"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

“Kebijakan Memperdalam Struktur Industri Hulu Migas”

Disampaikan oleh : Ir. Setio Hartono, M.Si

Sekretaris Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur Pada Acara Supply Chain Summit 2015

(2)

2 2 TOPIK PEMBAHASAN :

1. Kondisi Saat Ini 2. Permasalahan

3. Kebijakan Pendukung Pengembangan Industri Penunjang Hulu Migas

4. Upaya Yang Akan Dilakukan Kedepan 5. Upaya Menarik Investasi Melalui Insentif 6. Rekomendasi

(3)

3 3

(4)

4 4

Sekilas Pertumbuhan Industri Nasional

(5)

5 5

NILAI PDB SEKTORAL DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PDB NASIONAL

LAPANGAN USAHA 2009 2010 2011 2012 2013 Sem I 2014

N K N K N K N K N K N K

(Rp triliun) (%) (Rp triliun) (%) (Rp. triliun) (%) (Rp triliun) (%) (Rp triliun) (%) triliun) (Rp (%) 1. PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN

PERIKANAN

857,19 15,29 985,44 15,31 1.091,45 14,71 1.193,45 14,50 1.311,03 14,43 729,03 14,92

2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 592,06 10,56 718,13 11,16 876,98 11,82 970,82 11,80 1.020,77 11,24 536,07 10,97 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 1.477,54 26,36 1.595,78 24,79 1.806,14 24,34 1.972,52 23,97 2.152,59 23,70 1.155,66 23,66 a. Industri M i g a s 209,84 3,74 211,14 3,28 253,08 3,41 254,55 3,09 266,79 2,94 144,86 2,97 b. Industri tanpa Migas 1.267,70 22,61 1.384,64 21,51 1.553,06 20,93 1.717,96 20,88 1.885,80 20,76 1.010,80 20,69 4. LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 46,68 0,83 49,12 0,76 55,88 0,75 62,23 0,76 70,07 0,77 41,57 0,85 5. B A N G U N A N 555,19 9,90 660,89 10,27 753,55 10,16 844,09 10,26 907,26 9,99 478,62 9,80 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 744,51 13,28 882,48 13,71 1.023,72 13,80 1.148,69 13,96 1.301,50 14,33 709,21 14,52 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 353,74 6,31 423,16 6,57 491,28 6,62 549,10 6,67 636,88 7,01 355,04 7,27 8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH. 405,16 7,23 466,56 7,25 535.15 7,21 598,52 7,27 683,01 7,52 374,59 7,67 9. JASA - JASA 574,11 10,24 654,68 10,17 785.01 10,58 888,99 10,81 1.000,82 11,02 505,04 10,34 PRODUK DOMESTIK BRUTO 5.606,20 100 6.436,27 100 7.419,18 100 8.229,44 100 9.083,97 100 4.884,84 100 N = Nilai; K = Kontribusi

(6)

6 6

NO Indikator Pembangunan Industri Satuan 2014 2015 2020 2025 2035 1 Pertumbuhan sektor Industri Non

Migas % 5,7 6,8 8,5 9,1 10,5

2 Share Industri non migas terhadap

PDB % 20,8 21,2 24,9 27,4 30,0

3 Share ekspor produk industri

terhadap total ekspor % 66,5 67,3 69,8 73,5 78,4

4 Jumlah tenaga kerja di sektor industri Juta

orang 14,88 15,44 18,44 21,73 29,19 (Persentase tenaga kerja di sektor

industri terhadap total pekerja) % 13,7 14,1 15,7 17,6 22,0 5

Rasio impor bahan baku sektor

industri terhadap PDB sektor industri non migas

% 43,5 43,1 26,9 23,0 20,0

6 Nilai Investasi sektor industri Rp

Trilyun 210 270 618 1.000 1.930 7

Persentase nilai tambah sektor

industri yang diciptakan di luar Pulau Jawa

% 29,0 30,0 32,0 35,0 40,0

Sasaran Pembangunan Industri Tahun 2015 s.d. 2035 (persen)

(7)

7 7

II. Permasalahan Yang

Dihadapi

A. Posisi Daya Saing Industri Nasional B. Defisit Neraca Perdagangan

(8)

8 8

A. POSISI DAYA SAING INDUSTRI NASIONAL

Penilaian daya saing terhadap 144 negara yang dilakukan World Economic Forum menggunakan 3 aspek penilaian, yakni:

1. Persyaratan dasar (Basic requirements) 2. Pemacu efisiensi (Efficiency enhancers)

3. Inovasi dan kecanggihan (Innovation and sophistication).

Key for efficiency-driven economies Key for innovation-driven economies Key for factor-driven economies

GLOBAL COMPETITIVENESS INDEX

Pilar 5. Higher education and training Pilar 6. Goods market efficiency Pilar 7. Labor market efficiency Pilar 8. Financial market development Pilar 9. Technological readiness Pilar 10. Market size

Pilar 11. Business sophistication Pilar 12. Innovation

Pilar 1. Institutions Pilar 2. Infrastructure

Pilar 3. Macroeconomic environment Pilar 4. Health and primary education

Basic requirements subindex

Efficiency enhancers subindex

Innovation and sophistication Factors subindex

(9)

9 9

Country 2013 – 2014 2014 - 2015 Change

Singapore 2 2

Japan 9 6 +

Hong Kong SAR 7 7

Taiwan 12 14 - Malaysia 24 20 + Korea 25 26 - China 29 28 + Thailand 37 31 + Indonesia 38 34 + India 60 71 - Vietnam 70 68 + Philipinnes 59 52 + Cambodia 88 95 -

Peringkat Indonesia pada

Global Competitiveness Report 2014-2015 meningkat,

namun masih berada di bawah negara-negara ekonomi utama di ASEAN seperti Thailand, Malaysia dan Singapura.

Sumber: Global Competitiveness Report 2014-2015

(10)

10 10

No. Negara Peringkat Dunia Peringkat Subindexes 2012 2007 2010 2014 Customs Infrastructure Internation

al shipments Logistics quality and competence Tracking and tracing Timeliness 1 Singapura 1 2 5 1 2 2 6 6 1 2 Malaysia 27 29 25 29 27 26 30 28 28 3 Thailand 31 35 35 42 44 35 49 45 39 4 Pilipina 65 44 57 67 62 56 39 39 69 5 Vietnam 53 53 48 63 72 39 82 47 38 6 Indonesia 43 75 53 75 85 57 62 52 42 7 Kamboja 81 129 83 108 128 101 103 78 104 8 Laos 117 118 131 93 106 123 104 111 118 9 Burma 147 133 145 122 133 116 110 129 140

Sumber: The Logistics Performance Index and Its Indicators, World Bank (2014)

 Kinerja logistik Indonesia pada tahun 2014 mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya, yakni dari

peringkat ke-75 ditahun 2010 menjadi peringkat ke-53 di tahun 2014 dari 155 negara.

 Infrastruktur masih merupakan kendala terbesar, karena mendapatkan penilaian terburuk diantara komponen

penilaian lainnya untuk Indonesia.

 Untuk kawasan ASEAN, peringkat Indonesia masih di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, Pilipina dan

Vietnam.

(11)

11 11 Sumber: BPS (2014), diolah DJ-KII Kemenperin

B. DEFISIT PERDAGANGAN PRODUK INDUSTRI MEMBENGKAK

(12)

12 12

12 Performa Ekspor – Impor Indonesia

(13)

13 13

Note : DJ- KII, as at July 2013

(14)

14 14

Produk Industri Teknologi Tinggi Didominasi oleh Impor

Legenda: = 100, = 50, = 10 dan < 10

(15)

15 15

C. KONDISI RATA-RATA TARIF INDONESIA (MFN) DIBANDINGKAN 7 (TUJUH) NEGARA ANGGOTA G-20

Sumber : WTO, 2012 diolah Kemenperin

Saat ini, rata-rata applied tariff Indonesia adalah sebesar 7,0%  sangat liberal.

Namun negara lain yang memiliki perekonomian yang lebih kuat dari Indonesia memiliki rata-rata bea masuk yang lebih tinggi dibandingkan Indonesia, seperti: Korea (12,1 %), Brazil (13,7%), China (9,6%) and India (12,6%); EU; 16.360.000 AS; 15.684.800 Cina ; 8.227.103 Jepang ; 5.959.718 Brasil ; 2.252.664 India ; 1.841.717 1.129.598 Korea ; Indonesia ; 878.043 0,0% 2,0% 4,0% 6,0% 8,0% 10,0% 12,0% 14,0% 16,0% -10.000 0 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 Rata -ra ta Ta ri f PDB / Kapita (USD)

Negara PDB/kapita Rata-rataTarif PDB (USD Milyar) / 2012 1 EU 35.100 5,3% 16.360.000 2 AS 49.965 3,5% 15.684.800 3 Cina 6.091 9,6% 8.227.103 4 Jepang 46.720 5,3% 5.959.718 5 Brasil 11.340 13,7% 2.252.664 6 India 1.489 12,6% 1.841.717 7 Korea 22.590 12,1% 1.129.598 8 Indonesia 3.557 7,0% 878.043

(16)

16 16

RATA-RATA TARIF (MFN)

PRODUK NON-PERTANIAN (2012)

 Saat ini, kondisi rata-rata tarif

Indonesia untuk produk Non Pertanian sudah lebih liberal dibandingkan Emerging Country seperti China, India dan Brazil.

Sumber : WTO, 2012, diolah Kemenperin

EU ; 15.399.133 AS ; 14.969.209 Cina ; 7.798.493 Jepang ; 5.498.920 Brasil ; 2.090.314 India ; 1.774.281 Korea ; 1.080.964 Indonesia ; 792.796 0,00% 2,00% 4,00% 6,00% 8,00% 10,00% 12,00% 14,00% 16,00% -10.000 0 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 Rata -ra ta Ta ri f PDB / Kapita (USD)

Negara PDB/kapita Rata-rataTarif PDB (USD Milyar) / 2012 1 EU 35.100 4,00% 15.399.133 2 AS 49.965 3,30% 14.969.209 3 Cina 6.091 8,70% 7.798.493 4 Jepang 46.720 2,60% 5.498.920 5 Brasil 11.340 13,70% 2.090.314 6 India 1.489 9,80% 1.774.281 7 Korea 22.590 6,60% 1.080.964 8 Indonesia 3.557 6,90% 792.796

(17)

17 17

RATA-RATA TARIF (MFN) PRODUK PERTANIAN (2010)

Tarif rata-rata produk pertanian

Indonesia sedikit lebih tinggi

dibandingkan Amerika Serikat.

Sumber : WTO, 2012, diolah Kemenperin

EU ; 960.867 AS ; 715.591 Cina ; 428.610 Jepang ; 465.179 Brasil ; 560.204 India ; 67.436 Korea ; 48.634 Indonesia ; 85.247 -10,00% 0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00% -10.000 0 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 Rata -ra ta Ta ri f PDB / Kapita (USD)

Negara PDB/kap Rata-rata Tarif PDB (USD Milyar) / 2012 1 EU 35.100 13,90% 960.867 2 AS 49.965 5,00% 715.591 3 Cina 6.091 15,60% 428.610 4 Jepang 46.720 23,30% 465.179 5 Brasil 11.340 10,30% 560.204 6 India 1.489 31,40% 67.436 7 Korea 22.590 48,60% 48.634 8 Indonesia 3.557 8,10% 85.247

(18)

18 18

III. KEBIJAKAN PENDUKUNG

PENGEMBANGAN INDUSTRI

HULU MIGAS

A. Kebijakan Pendukung B. Kebijakan P3DN

C. Kelompok Barang Produksi Dalam Negeri D. Issue strategis dalam implementasi P3DN

(19)

19 19

Kebijakan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri

(P3DN), meliputi :

» Perpres No 54/2010 / Perpres 70/2012

» Inpres No 2/2009

» Permenperin No 02/2014; 03/2014; 16/2011; 17/2011

UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (MIGAS)

»

PP No 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu MIGAS

»

PTK No 007 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan

Pengadaan Barang/Jasa , Kegiatan Usaha Hulu MIGAS

UU No 30 Tahun 2007 tentang Energi

»

Permen Perindustrian No. 48/2010 tentang Pedoman Penggunaan

Produksi Dalam Negeri untuk pembangunan infrastruktur

ketenagalistrikan

»

Permen Perindustrian No 61/2009 ketentuan nilai TKDN dan BMP

antara lain untuk : Tabung Gas 3 Kg, Kompor Gas, Regulator.

KEBIJAKAN PENDUKUNG PENGEMBANGAN INDUSTRI

PENUNJANG HULU MIGAS

(20)

20 20

Inpres No. 2 thn 2009

Ttg Penggunaan Produksi Dalam Negeri

Perpres : No. 54 th 2010

Perpres : No 70 th 2012

Permenperin RI

No. 17/M-IND/PER/2/2011 ttg Pembentukan POKJA dan

Sekretariat TIM-NAS P3DN Permenperin RI

No. 02/M-IND/PER/2014 dan 03/M-IND/PER/2014 Ttg Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri

dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan BUMN/BUMD

Permenperin RI No. 16/M-IND/PER/2011 Ttg Ketentuan dan Tata Cara

Penghitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri

(21)

21 Belanja Masyarakat Belanja Pemerintah Belanja BUMN/D Belanja Persh Swasta Semangat Cinta Produksi DN Impor Minded P 3 D N Pengangguran Menurun Kemiskinan Menurun Penghematan Devisa Ekonomi Meningkat Kesejahteraan Rkyat Meningkat Perlu pengaturan P3DN

KEBIJAKAN P3DN

(22)

22 22 Perusahaan Migas Kem. ESDM Perusahaan Listrik

POTENSI PASAR P3DN

(23)

23

INPRES NO. 2 TAHUN 2009

Penggunaan Produksi Dalam Negeri dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

Pembentukan Tim Nasional Peningkatan Penggunaan

Produksi Dalam Negeri (P3DN)

INSTRUKSI KEPADA :

Menteri Perindustrian (Ketua) Anggota :

- Menteri Dalam Negeri - Menteri Keuangan - Menteri Perdagangan - Menteri Negara PAN

- Menteri Negara PPN/Kepala BAPPENAS

- Menteri UKM & Koperasi - Menteri Negara BUMN - Sekretaris Kabinet - Kepala BPKP - Kepala LKPP Tugas Tim NAS P3DN :

- Merumuskan dan menyiapkan kebijakan, strategi & program - Menetapkan langkah-langkah strategis

- Melakukan sosialisasi - Menyelesaikan masalah - Melakukan monitoring dan evaluasi Menteri Kabinet Jaksa Agung Kepala LPNonD Panglima TNI Kepala Kepolisian Bupati/ Walikota Gubernur Untuk : - Memaksimalkan Penggunaan Produksi Dalam negeri

- Memberikan Preferensi Harga - Mengacu pada Pedoman P3DN Menteri Perindustrian Bertugas Menyusun dan Menetapkan Pedoman P3DN Menteri Perdagangan Mengkoordinasikan Kampanye P3DN 1 5 4 3 2

(24)

24 24 1. Bahan Penunjang Pertanian

2. Mesin & Peralatan Pertanian

3. Mesin & Peralatan Pertambangan 4. Mesin & Peralatan Migas

5. Alat Berat, Konstruksi dan Meterial Handling

6. Mesin dan Peralatan Pabrik 7. Bahan Bangunan/Konstruksi 8. Logam & Barang Logam

9. Bahan / Barang Kimia 10.Peralatan Elektronika

11 Peralatan Kelistrikan

12 Peralatan Telekomunikasi 13 Alat Transpor

14 Bahan / Peralatan Kesehatan 15 Peralatan Laboratorium

16 Komputer dan Peralatan Kantor 17 Pakaian & Perlengkapan Kerja 18 Peralatan OR & Pendidikan 19 Sarana Pertahanan

20 Barang Lainnya

21 Jasa Engineering Procurement & Construction (EPC )

(25)

25 25 Daftar barang/ jasa produksi dalam negeri Acuan bagi Penyedia / Pengguna barang dalam pelaksanaan lelang. Diperbarui setiap tahun dan dievaluasi setiap 2 tahun Disebarluaskan oleh Kem. Perindustrian

(26)

26 26

CONTOH BARANG INDUSTRI HULU MIGAS

TERSERTIFIKASI TKDN

Mesin & Peralatan Pertambangan • Filter / Saringan

Pemisah Kotoran Pada Kegiatan

Pengeboran Minyak

Mesin & Peralatan Migas

• Casing Dan Tubing Accessories

• Normal Drill Pipes • Steel Wire Rope Sling • Komponen Wellhead

Dan X’mas Tree

Alat Berat, Konstruksi dan Meterial Handling • Mesin Gilas • Offshore Container Bahan Bangunan/Konstruksi • Tiang Pancang Square

Bahan / Barang Kimia

• Oil Production Drilling Chemical - Anti Fouling Agent

• Oil Production Drilling Chemical - Coagulant Pakaian & Perlengkapan Kerja • Safety Shoes • Wearpack/Coverall Sumber : tkdn.kemenperin.go.id

(27)

27 27

ISSUE STRATEGIS DALAM IMPLEMENTASI P3DN

1. Sejak tahun 2003 kebijakan P3DN telah digaungkan kembali melalui berbagai

kebijakan seperti Keppres 80 thun 2003, Permenperin No.11 tahun 2006, Permenperin 102 tahun 2010, Permenperin 15 dan 16 tahun 2011, dan terakhir telah diubah dengan Permenperin No 02 dan 03 tahun 2014, semua kebijakan itu sdh mengatur secara baik dan komprehensif untuk mendorong peningkatan penggunaan produksi dalam negeri

2. Dalam implementasinya semua kebijakan tersebut berjalan sangat lambat dan

cenderung terjadi penurunan semangat P3DN, karena kebijakan tersebut masih membutuhkan banyak penyesuaian dengan kondisi di lapangan

3. Implementasi P3DN selama ini berjalan hanya pada beberapa sektor tertentu

yang mana kementerian perindustrian telah secara intens menjalin komunikasi dan koordinasi seperti dgn Ditjen Migas, itupun sangat tergantung pada personal incharge yang saat itu memiliki komitmen dan keinginan yang sama untuk menjalankan program P3DN

4. Dgn kondisi tersebut kebijakan P3DN disisipkan kedalam kebijakan hukum

acara pengadaan di Ditjen Migas maupun di SKK Migas seperti PTK 007 dan kebijakan APDN migas.

(28)

28 28

5. Namun pilot project tersebut tdk bisa dicopy dengan mudah ke sektor lain

karena alasan kebijakan Menteri Perindustrian tdk dapat dijadikan acuan dalam kebijakan sektor lainnya

6. Utk dapat berlaku secara nasional, maka P3DN diangkat kedalam Bab

tersendiri dlm UU no 3 tahun 2014, namun tetap tdk cukup memayungi permenperin 02 dan 03 tahun 2014 serta permeperin 16 tahun 2011 utk dapat di implementasikan di seluruh sektor, karena belum ada peraturan pelaksanaannya yg menjembatani kebijakan strategis yang diamanatkan dalam UU no3 terhadap kebijakan implementatif dan operasional spt yg tertuang dalam Permenperin 02, 03, dan 16 tsb

7. Disisi lain Perpres 54 jo 70 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah perlu

penyesuaian dengan semangan P3DN yang ada dalam Permenperin 02 dan 03

8. Perangkat pendukung lain seperti Daftar Inventarisasi dan daftar produk

prioritas yang perlu dikembangkan, sampai saat ini belum cukup memadai utk mendukung pelaksanaan program P3DN, karena berbagai kendala terutama pemahaman yang tdk sama terhadap program P3DN

(29)

29 29

1. Menyusun Roadmap Program P3DN termasuk milestone2 capaian targetnya

diselaraskan dgn program Pemerintahan yang baru, agar dapat dijadikan pegangan dan acuan oleh siapapun yang menjadi PIC P3DN.

2. Menyusun Peraturan Pemerintah tentang P3DN yangdapat memayungi

kebijakan implementatif program P3DN

3. Mensikronkan Kebijakan P3DN dalam hukum acara pengadaan barang/jasa

pemerintah (Perpres 54 jo 70).

4. Mengusulkan rapat kabinet penguatan program P3DN dan memerintahkan

kepada masing2 sektor untuk mensinkronkan kebijakan pengadaan di masing2 sektor dgn kebijakan P3DN yang diterbitkan olehMenperin sesuai amanat UU no 3.

(30)

30 30

5. Melakukan MoU dengan Kementerian yang anggarannya besar ( Pu, ESDM,

Kesehatan, Pertahanan, Pertanian, Pendidikan dan Perhubungan ) agar 60% anggaran modal dan anggaran pengadaan barang dibelanjakan untuk produk dalam negeri

6. Melakukan kerjasama dengan LKPP untuk memperbanyak ekatalog produk

dalam negeri

7. Memperbanyak daftar inventarisasi barang beserta harganya

(31)

31 31

IV. Upaya Yang Akan

Dilakukan

A. Perkuatan Posisi UU No. 3 Tahun 2014 B. Perkuatan Posisi RIPIN

(32)

32 32

A. PERKUATAN POSISI UU NO. 3 / 2014

(33)

33 33

SKEMA UU NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN

(34)

34 34

B. BANGUN INDUSTRI NASIONAL & PENGEMBANGAN INDUSTRI PRIORITAS

(35)

35 35

(36)

36 36

V. UPAYA MENARIK INVESTASI

MELALUI INSENTIF

(37)

37 37

TAX HOLIDAY (PMK No.130 tahun 2011)

• Untuk 5 sektor industri pionir; industri logam dasar, industri pemurnian minyak dan gas bumi, industri sumber daya terbarukan, industri permesinan dan industri telekomunikasi

• Bentuk pemberian fasilitas adalah:

a. Pembebasan PPh Badan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun dan paling singkat 5 (lima) tahun terhitung sejak tahun dimulainya produksi komersial dengan nilai investasi sebesar 100 %;

b. Pengurangan PPh Badan sebesar 50 % dari PPh Badan terutang selama 2 (dua) tahun pajak setelah berakhirnya pemberian fasilitas pembebasan PPh Badan Pembebasan atau pengurangan PPh Badan dengan jangka waktu lebih lama dengan pertimbangan menjaga daya saing industri dan nilai strategis

• Kriteria penerima Tax Holiday: - Industri Pionir

- Investasi minimum Rp. 1 triliun

- Menempatkan dana di perbankan di Indonesia minimal 10% dari nilai investasi - Berstatus Badan Hukum Indonesia setelah 15 Agustus 2010

(38)

38 38

TAX ALLOWANCE (PP No. 52 tahun 2011)

• Tujuan

Untuk meningkatkan kegiatan investasi guna mendorong pertumbuhan ekonomi. serta untuk pemerataan pembangunan dan percepatan pembangunan bagi bidang usaha dan/atau daerah tertentu

• Ketentuan Pemberian Fasilitas Tax Allowance

a) Pengurangan penghasilan net sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Penanaman Modal dibebankan selama 6 (enam) tahun masing- masing sebesar 5% (lima persen) per tahun;

b) Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat;

c) Pengenaan Pajak Penghasilan atas deviden yang dibayarkan kepada Subjek Pajak Luar Negeri sebesar 10% (sepuluh persen). atau tarif yang lebih rendah menurut Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku;

d) Kompensasi kerugian minimal 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun

(39)

39 39

PEMBEBASAN BEA MASUK (PMK No.76 tahun 2012)

• Impor mesin, barang dan bahan baku impor untuk pembangunan dan pengembangan industri

• Untuk pembangunan dan pengembangan industri selama 2 tahun paling lama 4 tahun

• Periode pembebasan BM dapat diperpanjang sesuai dengan Persetujuan Investasi

• Kriteria Pembebasan BM mesin dan bahan baku : – Belum diproduksi di dalam negeri

– Sudah diproduksi di dalam negeri tapi memiliki spesifikasi yang berbeda atau jumlah ketersediaan di dalam negeri tidak memadai

(40)

40 40

(41)

41 41

1. Perlu dilakukan upaya percepatan pembangunan infrastruktur, baik itu yang bersifat fisik,

seperti jalan, jembatan dan pelabuhan; maupun yang bersifat pengembangan teknologi, seperti penguatan balai uji dan balai latihan teknologi

2. Perlu dilakukan upaya percepatan penyediaan energi yang ramah lingkungan dan tidak lagi berorientasi bahan bakar fosil.

Salah satu usulan yang perlu mendapat perhatian adalah pengembangan Nuclear powerplant berbasis thorium oksida yang memiliki cadangan melimpah, lebih aman, murah dan tidak dapat disalah gunakan sebagai senjata. Sebagai salah satu pertimbangan, China sudah mengembangkan Nuclear powerplant berbasis thorium oksida, dan mampu memiliki cadangan listrik sampai dengan 20.000 tahun kedepan.

3. Perlu dilakukan sinergi antar pemangku kepentingan terkait dengan jaminan penyediaan bahan baku bagi industri.

4. Optimalisasi insentif bagi industri, terutama bagi investasi dan industri yang berorientasi

ekspor, yang disertai dengan perbaikan iklim usaha industri.

5. Mengurangi ketergantungan impor bahan baku, sebagai salah satu prasyarat untuk

mewujudkan cita-cita menjadi Negara Industri Baru tahun 2020.

6. Optimalisasi penggunaan produk dalam negeri pada setiap lini, sebagai salah satu

landasan dalam pengembangan industri dalam negeri. Mengingat besarnya potensi belanja

APBN/D, serta CAPEX dan OPEX BUMN.

- Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah - Konsumsi Umum

(42)

42 42

7. Harus lebih mengoptimalkan instrumen Non-Tariff Measures (NTMs) untuk

menjadi tuan rumah di negeri sendiri, dimana diharapkan otoritas di dalam negeri harus lebih secara intensif lagi membangun NTMs dalam rangka membendung banjirnya produk impor.

1. Perlindungan tariff terbukti kurang optimal melindungi pasar.

2. Perlindungan Non-tariff, lebih efektif melindungi pasar dari serbuan produk impor.

(43)

Referensi

Dokumen terkait

Karya Tugas Akhir diserahkan ke Perpustakaan dan Jurusan dalam bentuk hardcopy dan softcopy. Untuk bagian Lampiran nama file sesuai dengan penomoran

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, anggota BAN-PT sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 174/P/2012

Sesuai Perencanaan Kegiatan Rehabilitasi Sedang/Berat Rumah Gedung Kantor   11 54.065.000,00 Banda Aceh Sesuai. Perencanaan Revitalisasi Puskesmas Kuta

Pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) Gunung Godang Filial SDB 316 Ranto Panjang JB: Modal JP: Pekerjaan Konstruksi.. 1

Satuan kajian atau unit analisis penelitian tersebut adalah wacana lisan dan tulis dari empat elit politik yang saling bersaing dan bertikai selama

Penulis berharap dengan adanya sistem pemesanan seperti ini dapat lebih cepat dan akurat dalam mengatasi segala macam masalah yang

Wells rotor yang terpasang horisontal hanya mampu menerima energi gelombang akibat adanya gerakan orbital dari partikel-partikel air dan tidak efektif dalam menerima energi arus

Hasil penelitian didapatkan: peta subak Kota Denpasar, peta luas lahan subak di Kota Denpasar, tabel dan grafik analisis hubungan luas subak hasil digitasi citra dan luas dari BPS,