• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKOLAH PASCASARJANA FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SEKOLAH PASCASARJANA FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

Karakterisasi dan Bioaktivitas Antikanker Metabolit Sekunder Spons Cinachyrella australiensis dan Cinachyrella sp.

Dari Perairan Spermonde Sulawesi Selatan

Characterization and Secondary Metabolite’s Anticancer Bioactivity of the Sponge Cinachyrella australiensis and Cinachyrella sp.

from Spermonde Archipelago, South Sulawesi

ABRAHAM RAHMAN P0700314403

SEKOLAH PASCASARJANA FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

(2)

Karakterisasi dan Bioaktivitas Antikanker Metabolit Sekunder Spons Cinachyrella australiensis dan Cinachyrella sp.

Dari Perairan Spermonde Sulawesi Selatan

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Doktor

Program Studi S3 Ilmu Kimia

Disusun dan diajukan oleh

ABRAHAM RAHMAN P0700314403

Kepada

Sekolah Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin

Makassar

2018

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah Swt., atas Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan Disertasi ini, sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan S3 pada Program Studi Doktor Ilmu Kimia di Universitas Hasanuddin Makassar.

Dalam proses penelitian dan penyusunan Disertasi ini, penulis banyak menemukan kesulitan, kendala, rintangan, dan hambatan. Berkat bantuan dari berbagai pihak maka pada akhirnya penulis dapat menyelesaikannya.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Nunuk Hariani Soekamto, MS. sebagai promotor, Ibu Dr.

Hasnah Natsir, M.Si. sebagai Kopromotor, Bapak Prof. Dr. Yana Maolana Syah, MS. sebagai Kopromotor atas keihlasannya meluangkan waktu dalam memberikan saran, koreksi, bimbingan selama penelitian dan penulisan Disertasi ini.

2. Bapak. Prof. Dr. rer.nat Muharram, M.Si., Bapak Prof. Ahyar Ahmad, Bapak Dr. Firdaus, MS., Ibu Dr. Paulina Taba, M. Phil., Ibu Dr.

Seniwati Dali, MS. sebagai penguji/penilai yang banyak memberrikan petunjuk dan saran untuk penyempurnaan Disertasi ini.

3. Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi atas bantuan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri 2014 dan Hibah Penelitian Disertasi Doktor 2017.

(5)

4. Rektor Universitas Halu Oleo Kendari yang telah memberikan kesempatan mengikuti program S3.

5. Rektor Universitas Hasanuddin Makassar, Dekan Sekolah Pascasarjana Unhas, Dekan FMIPA Unhas, Ketua Program Studi Ilmu Kimia Sekolah Pascasarjana FMIPA Unhas beserta seluruh staf atas dukungan yang diberikan dalam jenjang pendidikan Doktor.

6. Kepala Lab. Kimia Organik FMIPA Unhas, Kepala Lab. Fitokimia Fakultas Farmasi Unhas, Kepala Lab. Bioarganik dan Organik Sintesis FMIPA ITB Bandung, Kepala Lab. Kimia Organik Bahan Alam ITB Bandung beserta seluruh staf atas dukungan fasilitas laboratorium selama pelaksanaan penelitian.

7. Kepala Lab. Spektroskopi Massa dan NMR FMIPA ITB Bandung atas bantuan pengukuran NMR dan HRMS isolat senyawa, Kepala Lab.

Anatomi dan Biologi Sel FKU Unpad Bandung khususnya bapak dr.

Andri Rezano, M.Kes., Ph.D. atas pengukuran aktivitas in vitro isolat senyawa pada sel HeLa, Kepala Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Jakarta Utara khususnya bapak Tri Aryo Hadi, MSi. atas identifikasi sampel spons.

8. Rekan-rekan mahasiswa selama penelitian di Lab. Kimia Organik Unhas, di Lab. Bioarganik dan Organik Sintesis ITB, dan di Lab. Kimia Organik Bahan Alam ITB mulai dari program S1, S2, dan S3 atas bantuan dan kerjasamanya.

(6)

9. Ayahanda Andi Abd. Rahman Nusu dan Ibunda Andi Sitti Hamidah tercinta, Adik-adikku tersayang dr. Suhartini Rahman SPOG., Dr. Andi Abubakar Rahman, SIP., MSi., Andi Mulia Rahman, SP., MP. yang senantiasa memberikan motivasi, doa, dan dukungannya.

10. Istriku tercinta Halijah, Am.Keb., SKM. atas segala doa, dukungan dan pengorbanannya, Anak-anakku tersayang Andi Ramlah Avianti, Andi Muhammad Said, Andi Nurismi Rahmani atas pengertiannya selama penulis menempuh pendidikan doktor.

11. Semua pihak yang telah membantu penulis dan tidak sempat disebut satu persatu.

Semoga Allah Swt. menerimanya sebagai amal ibadah atas semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Semoga hasil Disertasi ini dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pada ilmu kimia dan bidang kesehatan, Amin.

Makassar, 02 Juli 2018 Penulis

Abraham Rahman

(7)

ABSTRAK

ABRAHAM RAHMAN. Karakterisasi dan Bioaktivitas Antikanker Metabolit Sekunder Spons Cinachyrella australiensis dan Cinachyrella sp. dari Perairan Spermonde Sulawesi Selatan (dibimbing oleh Nunuk Hariani Soekamto, Hasnah Natsir, dan Yana Maolana Syah).

Isolasi senyawa metabolit sekunder dari spons C. australiensis dan Cinachyrella sp. yang dikumpulkan dari perairan Spermonde Sulawesi Selatan telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi metabolit sekunder, dan mengungkap potensi bioaktivitasnya terhadap sel HeLa. Metode karakterisasi yang digunakan dalam penelitian adalah spektroskopi NMR dan HRMS. Bioaktivitas senyawa antikanker diketahui melalui uji sitotoksik dan antiproliferasi terhadap sel line kanker serviks.

Berdasarkan hasil karakterisasi, senyawa yang diperoleh adalah guneribol [1]; 3-hidroksi-3-metil-2-indolinon [2]; 3-karbonitril indol [3]; asam -3-(4-hidroksi fenil) propanoat [4]; 4-hidroksi benzonitril [5]; asam-4-metil benzoat [6]. Senyawa-senyawa tersebut baru pertama kali ditemukan pada spons genus Cinachyrella. Hasil uji bioaktivitas menunjukkan bahwa senyawa 1, 2, 3, dan 6 memiliki aktivitas antikanker terhadap sel HeLa dengan nilai IC50 masing-masing 9,89; 6,42; 9,32 dan 5,45 ppm, sedangkan senyawa 4 dan 5 dengan nilai IC50 masing-masing 12,98 dan 20,63 ppm tidak aktif terhadap sel HeLa.

Kata kunci : Cinachyrella, guneribol, 3-hidroksi-3-metil-2-indolinon, 3-karbonitril indol, asam-3-(4-hidroksi fenil) propanoat, 4-hidroksi benzonitril, asam-4-metil benzoat, sel line kanker serviks.

(8)

ABSTRACT

Abraham, Characterization and Secondary Metabolite’s Anticancer Bioactivity of the Sponge Cinachyrella australiensis and Cinachyrella sp.

from Spermonde Archipelago, South Sulawesi (supervised by Nunuk Hariani Soekamto, Hasnah Natsir, and Yana Maolana Syah).

Isolation of secondary metabolites of C. australiensis and Cinachyrella sp.

obtained from Spermonde Archypelago, South Sulawesi has been done.

This research aims to characterize secondary metabolites, and reveal their potential bioactivity as anticancer toward HeLa cells. The characterization methods of secondary metabolites used in the study were NMR and HRMS spectroscopy. The bioactivity of the anticancer compounds was performed by cytotoxic and antiproliferation assay against cervical cancer cell lines. Based on the characterization, compopunds obtained were guneribol [1]; 3-hydroxy-3-methyl-2-indolinone [2]; Indole-3-carbonitrile [3];

3-(4-hydroxy phenyl) propanoic acid [4]; 4-hydroxy benzonitrile [5];

4-methyl benzoic acid [6]. The compounds were firstly found from the sponges of the Cinachyrella genus. The bioactivity assay showed that compounds 1, 2, 3, and 6 had anticancer activity against HeLa cells with IC50 values 9.89; 6.42; 9.32 and 5.45 ppm respectively, whereas compouns 4 and 5 with the IC50 values 12.98 and 20.63 ppm respectively are not active against HeLa cells.

Keywords : Cinachyrella, guneribol, 3-hydroxy-3-methyl-2-indolinone, Indole-3-carbonitrile, 3-(4-hydroxy phenyl) propanoic acid, 4-hydroxy benzonitrile, 4-methyl benzoic acid, cervical cancer’s line cells.

(9)

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN iii

KATA PENGANTAR iv

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

BAB I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 6

C. Tujuan Penelitian 7

D. Manfaat Penelitian 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 8

A. Spons Cinachyrella 8

B. Komponen Senyawa Spons Cinachyrella 10

1. Senyawa Steroid 10

2. Senyawa Alkaloid 13

3. Senyawa Turunan Benzen 13

C. Bioaktivitas Senyawa dan Ekstrak dari Spons Cinachyrella

14

D. Toksisitas 16

E. Antioksidan 16

F. Sitotoksik 17

E. Proliferasi 18

D. Kerangka Pikir 19

E. Hipotesis 22

BAB III. METODE PENELITIAN 23

A. Waktu dan Tempat 23

B. Alat dan Bahan 23

C. Prosedur Penelitian 24

1. Sampel 24

(10)

2. Preparasi Sampel 25

3. Ekstraksi Sampel 25

4. Uji Bioaktivitas Ekstrak 26

5. Pemisahan dan Pemurnian Senyawa 28

6. Uji Aktivitas Senyawa Pada Sel line Kanker Serviks

30

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 33

A. Komponen Senyawa Hasil Isolasi dari Spons Cinachyrella

35

1. Guneribol [1] 35

2. 3-hidroksi-3-metil-2-indolinon [2] 37

3. 3-karbonitril indol [3] 38

4. Asam-3-(4-hidroksi fenil) propanoat [4] 40

5. 4-hidroksi benzonitril [5] 41

6. Asam-4-metil benzoat [6] 42

B. Metabolit Sekunder Spons Cinachyrella dan Bahan Alam Lain

43 C. Bioaktivitas Senyawa-Senyawa Hasil Isolasi dari

Spons Cinachyrella 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 51

A. Kesimpulan 51

B. Saran 52

DAFTAR PUSTAKA 53

LAMPIRAN 61

RIWAYAT HIDUP 64

(11)

1 A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah laut yang sangat luas, dan Kawasan Timur Indonesia terletak pada pusat keanekaragaman hayati. Sebagai salah satu daerah di kawasan timur, Sulawesi Selatan berada di dua ecoregion laut, yaitu ecoregion perairan Selayar yang berada di laut Banda dan ecoregion Selat Makassar.

Perairan Spermonde yang meliputi perairan Pangkep, perairan Kota Makassar, dan perairan Bulukumba terdapat di Selat Makassar (Huffard, et al., 2012).

Ekosistem terumbu karang di perairan Spermonde merupakan habitat bagi beraneka ragam biota laut, baik berupa tumbuhan maupun hewan.

Salah satu biomassa utama dan terbesar pada terumbu karang adalah spons (Hochmuth, et al., 2010). Cleary, et al. (2005) mengidentifikasi 150 spesies spons di perairan spermonde yang terdistribusi mulai dari laut dangkal dekat pantai sampai laut dalam.

Spons sebagai hewan sessile filter feeder memiliki mekanisme pertahanan terhadap infeksi, nudibranch, gastropoda pemangsa spons, dan ikan karnivora (Muller, et al. 2004), serta memproduksi bermacam- macam metabolit sekunder (Bell, 2008) yang seringkali memiliki struktur unik atau baru dan gugus fungsi yang tidak biasa ditemukan pada organisme teresterial (Oku. et al., 2010).

(12)

2

Spons Cinachyrella merupakan genus terbesar pada famili Tetillidae (Rützler dan Smith, 1992). Beberapa komponen senyawa ditemukan pada spons genus Cinachyrella. Senyawa (3E)-kolest-4-en-3,6-dion-3-oksim diisolasi dari spons C. australiensis dengan aktivitas sitotoksik tehadap virus hepatitis B (Xiao, et al., 2005). Cinasiramin diperoleh dari spons Cinachyrella sp. dengan aktivitas sitotoksik terhadap sel HeLa S3

(Shimogawa, et al., 2006). Dua senyawa keramid dari spons C. carvenosa menunjukkan peran sebagai molekul penekan tumor yang mendorong apoptosis dan induksi yang menghambat siklus sel (Lakshmia, et al., 2008). Enigmazol A dari spons C. enigmatica menunjukkan sitotoksik terhadap sel line NCI 60 antitumor (Oku, et al., 2010). Lektin dari spons C. apion menunjukkan potensi antiproliferasi terhadap sel line tumor (Rabelo, et al., 2012). Cinantrenol A, yang terdiri atas fenantren dan sistem spiro [2,4] heptan, diisolasi dari spons laut Cinachyrella sp. dengan aktivitas estrogen (Machida et al., 2014).

Senyawa 1,4,9-triazatrisiklo-[7,3,1,0]-trideka-3,5(13),10-trien-8-ol dari spons laut Cinachyrella sp. (Nurhayati, et al., 2014a), menunjukkan mekanisme seluler terhadap sel T47D, penghambatan proliferasi seluler, menginduksi apoptosis dan menghambat siklus sel (Nurhayati, et al.,

2015a). Pendekatan molekular docking menunjukkan bahwa 1,4,9-triazatrisiklo-[7,3,1,0]-trideka-3,5(13),10-trien-8-ol menghambat

enzim cyclin dependent kinase 2 (cdk2) (Nurhayati. et al., 2015b).

Senyawa-senyawa yang telah dilaporkan dari beberapa spons genus

(13)

Cinachyrella sebagian besar adalah golongan steroid dan alkaloid dengan berbagai aktivitas biologi terutama sebagai antikanker.

Toksisitas suatu sampel (ekstrak) terhadap larva Artemia salina merupakan skrining awal isolasi senyawa dengan aktivitas antikanker (McLaughlin and Rogers, 1998). Spons mampu memproduksi senyawa metabolit sekunder yang bersifat toksik, sebagai konsekuensi terhadap tekanan lingkungan yang ekstrem (Perdicaris, et al. 2013) dan kompetisi ruang dengan organisme lain (Schupp, et al. 1999). Pembentukan senyawa metabolit sekunder pada spons sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Spons dengan jenis yang sama tetapi berasal dari lingkungan yang berbeda menunjukkan kandungan metabolit sekunder yang berbeda dan aktivitas biologis yang juga berbeda (Rachmat, 2007).

Kanker dapat disebabkan oleh paparan zat karsinogen seperti senyawa radikal bebas yang berlebihan dan dapat mengakibatkan mutasi DNA yang memicu terjadinya pertumbuhan dan perkembangan sel yang abnormal. Senyawa radikal bebas dapat dinetralisir oleh antioksidan.

Senyawa antioksidan mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada radikal bebas dan menetralisir reaksi berantai dari radikal bebas tersebut, sehingga kerusakan pada sel dapat dicegah (Antolovich, et al., 2002). Hal tersebut menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan suatu sampel (ekstrak) merupakan gambaran potensinya sebagai antikanker.

(14)

4

Riset Kesehatan Dasar 2013 yang dilakukan Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa kanker serviks (leher rahim) merupakan penyakit kanker dengan prevalensi tertinggi di Indonesia. Kanker serviks disebabkan oleh infeksi Human Pappiloma Virus (HPV) yang menyerang leher rahim dan tidak sembuh dalam waktu yang lama. Sel line kanker serviks adalah sel HeLa, merupakan kultur sel line pertama yang diisolasi tahun 1951 dari kanker serviks seorang wanita yang bernama Henrietta Lacks. Sel ini tidak dapat berhenti berproliferasi secara normal dan dapat membelah secara tidak terbatas sehingga menimbulkan pertumbuhan jaringan yang tidak normal (Kappel, 2011;

Ullah, et al., 2009).

Obat antikanker yang berasal dari bahan alam seperti tanaman dan organisme laut jumlahnya lebih dari 60%. Senyawa derivat dari bahan alam mempunyai target bioaktif yang spesifik dan efek samping yang rendah (Iwamaru, et al., 2007), sehingga pencarian obat antikanker bahan alam terutama dari laut masih terus dilakukan (Nobili, et al., 2009).

Pencarian senyawa antikanker dapat dilakukan dengan pendekatan selular melalui penelitian in vitro (Castell, et al., 1997). Pada penelitian disertasi ini dilakukan uji aktivitas sitotoksik in vitro isolat senyawa terhadap sel kanker sirviks dan untuk mengetahui toksisitas senyawa yang berpotensi sebagai antikanker dilakukan melalui uji antiproliferasi terhadap sel HeLa.

(15)

Pada penelitian ini diusulkan pula jalur biogenesis senyawa yang diisolasi dari spons Cinachyrella. Isolat senyawa diproduksi secara spesifik oleh spons mengikuti jalur biogenesis yang sesuai untuk senyawa metabolit sekunder tersebut sehingga dapat diketahui hubungan kekerabatan organisme berdasarkan kandungan metabolit sekundernya (kemotaksonomi).

Penelitian ini berhasil mengidentifikasi satu senyawa sterol, dua senyawa alkaloid indol, dan tiga senyawa turunan benzen yang diisolasi dari spons C. australiensis dan Cinachyrella sp. yang dikumpulkan dari perairan Spermonde Sulawesi Selatan. Senyawa tersebut adalah guneribol [1], 3-hidroksi-3-metil-2-indolinon [2], 3-karbonitril indol [3], asam-3-(4-hidroksi fenil) propanoat [4], 4-hidroksi benzonitril [5], asam -4-metil benzoat [6]. Senyawa 1-6 baru pertama kali ditemukan pada spons genus Cinachyrella.

Studi in vitro pada senyawa 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 terhadap sel line kanker serviks menunjukkan aktivitas sitotoksik senyawa-senyawa tersebut dengan nilai IC50 berturut-turut 9,89; 6,42; 9,32; 12,98; 20,63 dan 5,45 ppm. Analisis antiproliferasi menunjukkan bahwa senyawa 1, 2, 3, dan 6 memiliki aktivitas antikanker terhadap sel HeLa dengan nilai IC50 kurang dari 10 ppm.

Aktivitas senyawa yang diperoleh pada penelitian ini terhadap sel HeLa merupakan gambaran in vitro senyawa sebagai antikanker khususnya pada kanker serviks. Data penelitian ini, dapat digunakan

(16)

6

sebagai dasar bagi penelitian selanjutnya guna mewujudkan obat antikanker baru dari bahan alam laut. Sebagian dari hasil penelitian ini telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah dan disajikan dalam pertemuan ilmiah (Abraham et. al., 2016, 2017, 2018).

B. Rumusan Masalah

Dalam rangka mengkarakterisasi senyawa dan bioaktivitas antikanker metabolit sekunder spons C. australiensis dan Cinachyrella sp. dari perairan Spermonde Sulawesi Selatan, maka dirumuskan masalah berikut 1. Bagaimanakah toksisitas ekstrak dari spons C. australiensis dan

Cinachyrella sp. terhadap larva Artemia salina ?

2. Bagaimanakah sifat antioksidan ekstrak dari spons C. australiensis dan Cinachyrella sp.?

3. Senyawa metabolit sekunder apakah yang dapat diisolasi dan diidentifikasi dari spons C. australiensis dan Cinachyrella sp.?

4. Bagaimanakah sitotoksiknya dan aktivitas penghambatan proliferasi terhadap sel HeLa, isolat senyawa murni dari spons C. australiensis dan Cinachyrella sp.?

5. Bagaimanakah jalur biogenesis senyawa yang diisolasi dari spons C. australiensis dan Cinachyrella sp.?

(17)

C. Tujuan Penelitian.

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis toksisitas ekstrak kedua spons terhadap larva Artemia salina.

2. Menganalisis sifat antioksidan ekstrak kedua spons.

3. Mengkarakterisasi senyawa metabolit sekunder yang diisolasi dari spons C. australiensis dan Cinachyrella sp.

4. Menganalisis sitotoksik dan aktivitas antiproliferasi isolat senyawa murni yang diperoleh dari kedua spons terhadap sel HeLa.

5. Mengusulkan jalur biogenesis senyawa yang diisolasi dari spons C. australiensis dan Cinachyrella sp.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan kontribusi ilmiah berupa informasi kandungan kimia dan struktur senyawa, gambaran bioaktivitas in vitro senyawa terhadap sel line kanker serviks, serta jalur biogenesis senyawa metabolit sekunder spons C. australiensis dan Cinachyrella sp. dari perairan Spermonde Sulawesi Selatan.

(18)

8

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Spons Cinachyrella

Spons merupakan hewan invertebrata multiseluler dengan fungsi jaringan dan organ yang paling sederhana strukturnya dibandingkan dengan hewan multiseluler yang lain (Bergquist, et al., 1980). Hewan ini mengandalkan aliran air konstan yang melalui tubuhnya untuk mendapatkan makanan, oksigen, dan untuk menghilangkan limbah.

Makanan berupa zat-zat organik dan organisme-organisme kecil seperti plankton masuk melalui permukaan tubuhnya. Makanannya dicerna secara intraseluler oleh sel-sel koanosit. Di dalam sel, makanan dicerna oleh vakuola makanan, kemudian diteruskan oleh sel amebosit dan diedarkan ke seluruh tubuh. Sisa makanan diteruskan ke spongosol kemudian dikeluarkan melalui oskulum. Sistem pernafasan yang dimiliki sangat sederhana, oksigen diambil langsung dari air oleh sel-sel koanosit secara absorpsi. Karbondioksida hasil pernafasan dikeluarkan langsung dari dalam sel ke lingkungan (Amir dan Budiyanto, 1996). Demospongiae (demo = tebal, spongiae = spons) merupakan kelas terbesar yang mencakup 90% spons laut di Indonesia (van Soest,1989), termasuk spons Cinachyrella dari famili Tetilidae.

Famili Tetillidae dikenal sebagai spons bulan atau spons globular, spons ini berbentuk bulat berdiameter hingga 5 cm, eksoskeletonnya tersusun atas kerangka lunak dengan struktur tulang radial. Spons jenis ini

(19)

memiliki lubang-lubang kecil (rongga) atau pori-pori (ostia) seperti busa (spons) yang disebut spongosol atau porocalices yang tersebar tak teratur pada tubuhnya (Chambers, et al., 2013). Tetilidae terdiri atas 8 genus : Acanthotetilla, Amphitethya, Cinachyra, Cinachyrella, Craniella, Fangophilina, Paratetilla, dan Tetilla (van Soest and Rützler, 2002).

Cinachyrella adalah genus terbesar pada spons Tetilidae, dengan lebih dari 49 spesies. Spons Cinachyrella mudah dikenali namun spesiesnya masih kurang dipahami. Kesulitan utama mengidentifikasi Cinachyrella dan sebagian besar Tetillidae adalah banyaknya variasi morfologi eksternal dan karakter skeletal (misalnya bentuk spikula, komposisi dan frekuensi) (Rützler dan Smith, 1992).

Karakter penting untuk membedakan genus Cinachyra dan Cinachyrella adalah ―ada atau tidak adanya‖ korteks khas. Genus Cinachyra saat ini hanya terdiri atas empat spesies : C. barbata Sollas, C. crustata (Wilson), C. uteoides Dendy, dan C. helena sp. Nov., semua spesies serupa yang tidak memiliki korteks digolongkan ke genus Cinachyrella termasuk C. australiensis (Rodriguez dan Muricy, 2007).

Szitenberg. et al. (2013) mengklasifikasikan spons Cinachyrella sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Filum : Porifera

Kelas : Demospongiae Sub Kelas : Tetratinomorpha

(20)

10

Ordo : Spirophorida Famili : Tetillidae Genus : Cinachyrella

Spesies 1 : Cinachyrella australiensis Spesies 2 : Cinachyrella sp.

B. Komponen Senyawa Spons Cinachyrella

Beberapa informasi hasil penelitian komponen senyawa steroid, alkaloid, dan turunan benzen dari spons genus Cinachyrella dijelaskan berikut ini :

1. Senyawa Steroid.

Ekstrak metanol spons C. tarentina, menunjukkan adanya senyawa

kolesterol [7], 24-metilkolesta-5,22-dien-3β-ol [8], 24-metilkolesta -5,24(28)-dien-3β-ol [9], kolest-4-en-3-on [10], 24-metilkolesta-4,22-dien

-3-on [11], 24-metilkolesta-4,24(28)-dien-3-on [12], kolest-4-en-3,6-dion [13] dan 24-etilkolest-4-en-3,6-dion [14]. Sebelumnya, senyawa 13 dan 14

ditemukan tidak sebagai senyawa alami (Aiello, et al., 1991).

.

(21)

Barnathan, et al. (1992) melaporkan komposisi sterol dari tiga spesies spons laut genus Cinachyrella : C. alloclada dan C. kukenthali yang terdapat di pantai Sinegal dan C. aff. schulzei dari laut Noumea Kaledonia baru. Berdasarkan studi gas chromatography-mass spectrometer (GC- MS) dan GC, empat belas sterol diidentifikasi dari ketiga spesies yaitu senyawa 7, 8, 9, latosterol [15], kampesterol [16], kolestanol [17], 23,24-dimetilkolesta-5,22-dien-3ol [18], stigmasta-5,22-dien-3ol [19], klionasterol [20], fukosterol [21], isofukosterol [22] 24-norkolesta-5,22- dien-3ol [23], 22(Z)-dehidrokolesterol [24], 22(E)-dehidrokolesterol [25].

Rodriguez, et al. (1997) telah mengisolasi dua steroid hidroksimino baru, yaitu (6E)-24-etilkolest-6-hidroksimino-4-en-3-on [26] dan (6E) kolest-6-hidroksimino-4-en-3-on [27], serta senyawa 10 dari campuran dua morfospesies spons Cinachyrella (C. alloclada dan C. apion). Dengan GC-MS, Barnathan, et al. (2003) mengidentifikasi delapan belas sterol yaitu senyawa 7, 9, 15, 16, 17, 18, 20, 21, 22, 23, 24, 25, stigmasta -7-en-3-ol [28], stigmastanol [29], stigmasterol [30], klerosterol [31], kampesta-7-en-3-ol [32] dan sebuah sterol baru yaitu gorgosterol [33] dari spons C. alloclada dan C. kukenthali. Li, et al. (2004) telah mengelusidasi kolesta-4-en-3-ol [34] dari spons laut C. australiensis.

(22)

12

Sebuah senyawa steroid baru diisolasi dari fraksi etil asetat spons laut C. australiensis yang dikumpulkan di Laut Cina Selatan. Strukturnya diketahui sebagai (3E)-kolest-4-en-3,6-dion-3-oksim [35] (Xiao, et al., 2005).

(23)

Sebuah steroid baru yaitu Cinantrenol A [36], yang terdiri atas fenantren dan sistem spiro [2,4] hepten, diisolasi dari spons laut Cinachyrella sp.

Senyawa 36 tersebut merupakan steroid pertama yang mengandung fenantren (Machida et al., 2014). Wahidullah, et al. (2015) mengidentifikasi senyawa 7, 9, 16, 17, 20, 22, 24, 25, 37, 38a-c, 39, 40, 41, 42, 43 dari C.

cavernosa dengan GC-MS.

2. Senyawa Alkaloid.

Li, et al. (2004) mengelusidasi sebuah alkaloid baru isolumikrom [44]

serta timidin [45] dan zarzissin [46] dari spons laut C. australiensis.

.Shimogawa, et al. (2006) mengisolasi sebuah alkaloid baru, cinasiramin

[47] yang berupa garam trifluoroasetat dari spons laut Cinachyrella sp. dari Okinawa. Nurhayati, et al. (2014a) mengisolasi alkaloid turunan senyawa cinasiramin dari spons laut Cinachyrella sp. yang diidentifikasi sebagai 1,4,9-triazatrisiklo-[7,3,1,0]-trideka-3,5(13),10-trien-8-ol (C10H13N3O) [48].

3. Senyawa Turunan Benzen.

Li, et al. (2004) mengelusidasi lima senyawa turunan benzen dari spons laut C. australiensis yaitu : p-hidroksi benzaldehid [49], p-hidroksi benziletanol [50], p-hidroksi benzilpropanol [51], dibutil ftalat [52], bis-(2-etilheksil) ftalat [53]. Wahidullah, et al. (2015) mengidentifikasi

(24)

14

senyawa 52, 53 dan diisobutil ftalat [54] dari spons C. cavernosa dengan GC-MS.

C. Bioaktivitas Senyawa dan Ekstrak Spons Cinachyrella.

Beberapa peneliti mempelajari aktivitas biologi komponen senyawa dan ekstrak spons genus Cinachyrella, ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1.Biokativitas Beberapa Komponen Senyawa dan Ekstrak Spons Cinachyrella

No Spons Komponen

Senyawa/Ekstrak Bioaktivitas 1. C. australiensis (3E)-kolest-4-en-3,6-

dion-3-oksim [35]

(Xiao, et al., 2005)

sitotoksik tehadap virus hepatitis B.

2 Cinachyrella sp. cinachyramin [47]

(Shimogawa, et al., 2006)

menunjukkan aktivitas sitotoksik terhadap sel HeLa S3 dengan IC50 6.8 mg/mL.

3. C. carvenosa Keramid 1 [55]

dan 2 [56]

(Lakshmia, et al., 2008)

berperan penting sebagai tumor suppressor yang kuat (molekul signaling) yakni mendorong apoptosis dan induksi yang menghambat siklus sel.

4. Cinachyrella sp. Ekstrak air

(Marinho. et al., 2008)

menunjukkan aktivitas terhadap resistensi bakteri dengan spektrum yang luas seperti Staphylococcus aureus, koagulase negatif staphylococci dan

Enterococcus faecalis.

(25)

5. C. enigmatica enigmazol A [57]

(Oku, et al., 2010)

menunjukkan sitotoksik yang signifikan terhadap NCi 60-sel line screen antitumor, dengan rata-rata GI50 1.7 mM.

6. C. tarentine ekstrak diklorometan dan etanolnya

(El-Amraoui, et al., 2010)

menunjukkan aktivitas antijamur yang kuat.

7. C. apion Lektin

(Rabelo, et al., 2012)

menunjukkan potensi antiproliferatif terhadap sel line tumor.

8. Cinachyrella sp. Cinanthrenol A [36]

(Machida et al., 2014).

menunjukkan aktivitas estrogen.

9. Cinachyrella sp. ekstrak etanol (Nurhayati. et al., 2014b).

sitotoksik terhadap sel HeLa dengan nilai IC50 897,809 μg/mL, tetapi tidak toksik terhadap sel T47D, WiDr dan Vero.

4 fraksi dari ekstrak etanol

(Nurhayati. et al., 2014b).

sitotoksik terhadap sel T47D dengan nilai IC50 F1 (82,744 μg/mL); F2 (163,679

μg/mL); F3 (66,522 μg/mL) dan F4 (333,026 μg/mL).

F3 pada 31,5 μg/mL

menghambat proliferasi sel T47D pada inkubasi 24 jam 10. Cinachyrella sp 1,4,9-triazatrisiklo-[7,3,1,0]-trideka-3,5(13),10-trien

-8-ol [48]. (Nurhayati, et al., 2014a).

Senyawa [48] menunjukkan mekanisme seluler terhadap sel T47D dengan nilai IC50 123.18 μg/mL, penghambatan proliferasi seluler pada inkubasi 48 jam, menginduksi apoptosis 11,77%, dan menghambat siklus sel pada fase sub-G1 5,87% dan fase G2/M 50,5% (Nurhayati, et al., 2015a).

Uji in vitro senyawa [48] menginduksi penghambatan siklus sel pada fase sub-G1 dan G2/M. Pendekatan molekular docking menunjukkan senyawa [48] menghambat enzim cdk2. Kekuatan interaksi antara [48]

dan cdk2 (nilai docking = -65,43) lebih stabil dibanding interaksi antara doxorubicin dan cdk2 (-36,59) (Nurhayati. et al., 2015b).

(26)

16

D. Toksisitas

Toksisitas merupakan potensi suatu bahan kimia untuk dapat menyebabkan kerusakan ketika senyawa tersebut mengenai atau masuk ke dalam tubuh hewan uji. Pengujian toksisitas suatu sampel dapat dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) sebagai uji pendahuluan untuk penapisan aktivitas farmakologis suatu sampel, maupun skrining senyawa bioaktif antikanker (McLaughlin and Rogers, 1998). Hasil yang diperoleh dihitung sebagai nilai Lethal Concentration 50% (LC50) ekstrak uji, yaitu jumlah dosis atau konsentrasi ekstrak uji yang dapat menyebabkan kematian larva udang sejumlah 50% setelah masa inkubasi 24 jam (Meyer, et al., 1982). Secara spesifik kategori toksisitas suatu ekstrak adalah:

Tabel 2. Tingkat Toksisitas Ekstrak sesuai kriteria Meyer et al. (1982).

Nilai LC50 (ppm) Aktivitas Toksik Kurang dari 30 Sangat toksik

30 – 1000 Toksik

Lebih dari 1000 Tidak toksik

E. Antioksidan

Tubuh manusia mempunyai sistem antioksidan yang diproduksi secara kontinyu untuk menangkal atau meredam radikal bebas. Bila jumlah senyawa radikal bebas melebihi jumlah antioksidan alami dalam tubuh maka radikal bebas akan menyerang komponen lipid, protein dan DNA. Sehingga dibutuhkan asupan antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas (Antolovich, et al., 2002).

Antioksidan merupakan senyawa reduktor yang mampu menginaktivasi

(27)

reaksi oksidasi dengan mencegah terbentuknya radikal melalui pemberian elektron (elektron donor) (Molyneux, 2004). Salah satu metode yang umum digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan adalah dengan radikal bebas 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) (Antolovich, et al., 2002).

Parameter untuk menginterpretasikan hasil pengujian DPPH adalah dengan nilai IC50. Nilai IC50 merupakan konsentrasi larutan sampel yang mampu mereduksi aktivitas DPPH sebesar 50%. Semakin kecil nilai IC50

berarti semakin tinggi aktivitas antioksidan (Molyneux, 2004). Secara spesifik kategori aktivitas antioksidan suatu ekstrak adalah:

Tabel 3. Aktivitas Antioksidan Ekstrak sesuai kriteria Molyneux (2004) Nilai IC50 (ppm) Aktivitas Antioksidan

Kurang dari 50 Sangat kuat

50 – 100 Kuat

100 – 150 Sedang

150 – 200 Lemah

Lebih dari 200 Sangat lemah

F. Sitotoksik

Sitotoksik adalah sifat toksik atau beracun yang dimiliki oleh suatu ekstrak atau senyawa tertentu terhadap sel hidup. Uji sitotoksik adalah suatu uji in vitro yang dilakukan menggunakan kultur sel untuk menentukan potensi ketoksikan suatu ekstrak atau senyawa terhadap sel berdasarkan parameter nilai IC50 (Sismindari, 2003). Dua metode umum yang digunakan untuk uji sitotoksik adalah metode perhitungan langsung (direct counting) dengan menggunakan trypan blue dan metode MTT.

Semakin besar nilai IC50, semakin banyak kristal formazan yang terbentuk (kristal ini memberi warna ungu), maka semakin tinggi nilai absorbansinya

(28)

18

pada ELISA reader, mengindikasikan mortalitas yang rendah karena semakin banyak sel yang hidup, sehingga ekstrak atau senyawa tersebut semakin tidak toksik (Lasisi and Idowu, 2011).

G. Proliferasi

Proliferasi adalah fase sel saat mengalami siklus sel yang berlangsung terus-menerus dan berulang (siklik) tanpa hambatan. Siklus sel adalah proses duplikasi secara akurat untuk menghasilkan jumlah DNA kromosom yang cukup banyak dan untuk menghasilkan dua sel anakan yang identik secara genetik. Sel-sel normal akan mati dengan sendirinya tanpa ada efek peradangan melalui proses apoptosis, ini merupakan suatu proses kematian sel melalui digesti enzimatik oleh dirinya sendiri dan mekanisme yang efisien untuk mengeliminasi sel yang tidak diperlukan dan mungkin berbahaya bagi tubuh. Program terminasi sel ini penting untuk menjaga homeostasis perkembangbiakan sel, dengan program ini dapat diatur berapa jumlah sel yang dibutuhkan dalam tubuh secara fungsional dan menempati tempat yang tepat dengan umur tertentu (Wargasetia, 2008). Pada sel-sel kanker, sel mengalami metastasis. Sel kanker akan terus hidup meski seharusnya mati (immortal) (Schneiders, et al., 2009). Sel yang rusak dapat terus membelah tanpa batas, yang akhirnya menjadi kanker (Beesoo, et al., 2014)

(29)

H. Kerangka Pikir

Demospongiae merupakan jenis spons laut yang terbanyak di Indonesia, seperti spons Cinachyrella. Sebagai organisme laut, spons merupakan sumber metabolit sekunder yang seringkali memiliki struktur unik atau baru dan gugus fungsi yang tidak biasa ditemukan pada organisme teresterial. Spons Cinachyrella merupakan genus terbesar pada famili Tetillidae. Beberapa komponen senyawa ditemukan pada spons genus Cinachyrella. Senyawa 35 merupakan steroid baru yang beranggotakan 27 atom karbon dengan aktivitas sitotoksik terhadap virus hepatitis B. Steroid ini memiliki keunikan pada kerangka molekulnya dengan adanya gugus oxim di C-3 dan gugus keton di C-6. Senyawa 36 merupakan steroid baru yang mengandung fenantren dan sistem spiro [2,4] heptan dengan aktivitas estrogen. Senyawa 47 merupakan suatu alkaloid baru dengan aktivitas sitotoksik terhadap sel HeLa. Kerangka molekul alkaloid ini mirip dengan quinolin dan isoquinolin tanpa ikatan rangkap terkonjugasi.

Senyawa 48 merupakan senyawa alkaloid turunan cinasiramin.

Senyawa 48 menunjukkan mekanisme seluler terhadap sel T47D, penghambatan proliferasi seluler pada inkubasi 48 jam, menginduksi apoptosis dan menghambat siklus sel. Pendekatan molekular docking menunjukkan, senyawa 48 menghambat enzim cdk2. Kekuatan interaksi antara senyawa 48 dan cdk2 (nilai docking = -65,43) lebih stabil dibanding interaksi antara doxorubicin dan cdk2 (-36,59). Senyawa keramid [55] dan

(30)

20

[56] merupakan suatu spingolipid baru dengan aktivitas yang mendorong apoptosis dan induksi yang menghambat siklus sel. Senyawa keramid ini memiliki gugus hidroksi yang lebih banyak dan tidak memiliki ikatan rangkap C-C. Senyawa 57 merupakan suatu makrolida baru dengan aktivitas sitotoksik terhadap sel line NCI 60. Makrolida ini memiliki keunikan pada cincin laktonnya yang dibangun oleh ester siklik dan eter siklik serta terdapat subtituen asam fosfat. Senyawa-senyawa yang telah diisolasi dari spons genus Cinachyrella sebagian besar adalah golongan steroid dan alkaloid dengan bioaktivitas umumnya sebagai antikanker termasuk pada sel HeLa

Spons Cinachyrella ditemukan pula di perairan Spermonde Sulawesi Selatan. Metabolit sekunder yang dihasilkan spons tersebut dapat berupa komponen steroid dan alkaloid yang berbeda dari yang telah ditemukan sebelumnya karena pengaruh kondisi lingkungan yang berbeda. Akan tetapi hingga tahun 2016 belum ada laporan informasi kimia maupun aktivitas antikanker spons Cinachyrella dari Perairan Spermonde khususnya C. australiensis dan Cinachyrella sp.

Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi metabolit sekunder spons C. australiensis dan Cinachyrella sp. dari perairan Spermonde yang diawali dengan ekstraksi sampel spons dengan pelarut organik. Ekstrak dengan aktivitas toksik dan antioksidan yang terbaik dipisahkan dan dimurnikan dengan teknik kromatografi. Struktur senyawa-senyawa murni yang diperoleh ditetapkan melalui analisis spektrum NMR dan HRMS.

(31)

Bioaktivitas in vitro senyawa-senyawa murni sebagai antikanker ditentukan melalui uji sitotoksik dan antiproliferasi terhadap sel HeLa. Jalur biogenesis Isolat senyawa diusulkan sesuai dengan biosintesis senyawa- senyawa metabolit sekunder. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar bagi penelitian selanjutnya baik dalam bidang kimia sebagai model untuk sintesis senyawa dengan bioaktivitas yang lebih baik maupun dalam bidang kesehatan untuk memperoleh obat antikanker baru dari derivat senyawa bahan alam laut yang lebih aman dalam pemakaiannya. Secara garis besar bagan kerangka pikir disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Penelitian

Komponen Senyawa (steroid dan alkaloid)

Bioaktivitas antikanker (sel HeLa) Spons Cinachyrella

Spons C. australiensis dan Cinachyrella sp.

di perairan Spermonde Sulawesi Selatan

Ekstrak Spons

dengan aktivitas Toksik dan Antioksidan

Isolat Senyawa Murni

 Struktur Senyawa

 Bioaktivitas Antikanker Senyawa

 Usulan Jalur Biogenesis Senyawa

~ Sintesis senyawa dengan bioaktivitas antikanker yang lebih baik

~ Obat antikanker baru yang lebih aman dalam pemakaiannya

(32)

22

I. Hipotesis

Spons C. australiensis dan Cinachyrella sp. dari perairan Spermonde Sulawesi Selatan mengandung komponen kimia seperti steroid dan alkaloid yang memiliki bioaktivitas antikanker terhadap sel HeLa.

(33)

23 A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2015 sampai November 2017. Lokasi pengambilan sampel spons adalah di perairan Spermonde Sulawesi Selatan. Proses ekstraksi dan uji bioaktivitas ekstrak (uji toksisitas dan uji antioksidan) dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas MIPA Unhas dan Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Unhas Makassar. Pemisahan dan pemurnian senyawa serta analisis spektroskopi Nuclear Magnetic Resonance (NMR) dan High Resolution Mass Spectrometry (HRMS) dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA ITB Bandung. Uji sitotoksik dan antiproliferasi senyawa murni dilakukan di Laboratorium Anatomi dan Biologi Sel FKU Unpad Bandung.

B. Alat dan Bahan

Spektrum NMR diukur menggunakan Agilent 500 MHz, NMR Proton (1H-NMR) 500 MHz dan NMR Karbon (13C-NMR) 125 MHz. Spektrum massa resolusi tinggi diukur dengan HRESI-MS Waters LCT Premier XE detektor TOF. Penentuan titik leleh dengan alat penetapan titik leleh Fisher Johns 120 V, 1.4 A, 60/60 Hz seri 4631.

Analisis kromatografi vakum cair (KVC) dengan adsorben Si gel Merck 60 GF254, kromatografi radial (KR) menggunakan alat kromatotron dengan Si gel Merck 60 PF254, dan analisis kromatografi lapis tipis (KLT)

(34)

24

pada plat berlapis Si gel Merck Kieselgel 60 F254. Pereaksi penampak noda digunakan larutan asam sulfat 5%.

Ekstraksi dan kromatografi menggunakan pelarut metanol, etil asetat, dan n-heksan teknis yang telah didestilasi. Untuk kromatografi digunakan pula aseton teknis yang telah didestilasi, kloroform dan diisopropil eter berkualitas pro analis (pa).

Uji toksisitas digunakan metanol (pa), garam dapur, aquades, telur Artemia salina, inkubator dengan aerator dan lampu pijar 40 watt. Uji antioksidan digunakan DPPH dan metanol (pa), serapannya diukur dengan UV-Vis Agilent 8453.

Uji sitotoksik dan antiproliferasi digunakan sel line kanker serviks HeLa dari American Type Culture Collection, RPMI-1640, MTT, DMSO, FBS, PBS, SDS, etoposide, ELISA reader; mikroplate.

Berbagai alat-alat gelas yang umum digunakan dalam laboratorium, neraca analitik, lampu ultraviolet (UV), rotary evaporator, hotplate, lemari pendingin, hammer mill, aluminium foil, kertas saring, etanol 70%.

C. Prosedur Penelitian 1. Sampel

Sampel spons dikumpulkan di perairan Spermonde Sulawesi Selatan, pada kedalaman 10-25 m selama September-Oktober 2015. Kemudian dicuci dan dibersihkan lalu dipreparasi dan analisis selanjutnya.

Karakterisasi morfologi pada Pusat Penelitian Oseanografi LIPI di Jakarta

(35)

Utara diidentifikasi sebagai Cinachyrella australiensis (SVP 01/10/15) dan Cinachyrella sp. (SVP 02/10/15).

2. Preparasi Sampel.

Sampel spons yang telah bersih, dicelupkan pada alkohol 70%

kemudian dikering anginkan, lalu dipotong-potong dan digiling sampai halus (80-100 mesh).

3. Ekstraksi Sampel

Sampel spons halus (C. autraliensis dan Cinachyrella sp.) masing- masing ditimbang 10 kg dimaserasi dengan pelarut metanol beberapa kali, pelarutnya diuapkan dengan rotary evaporator dan diperoleh ekstrak metanol (ekstrak kasar dan garamnya + lapisan air dan garamnya).

Ekstrak metanol kasar dan garamnya dipisahkan dengan lapisan air dan garamnya menggunakan corong pisah.

Ekstrak metanol kasar dilarutkan dengan metanol dan dipartisi dengan n-heksan. Diperoleh lapisan n-heksan, lapisan metanol, dan garam. Lapisan metanol dipartisi lagi dengan etil asetat, diperoleh lapisan etil asetat dan lapisan metanol sisa. Pelarutnya diuapkan sehingga diperoleh ekstrak n-heksan, etil asetat, dan metanol.

Lapisan air dipartisi dengan n-heksan, diperoleh lapisan n-heksan dan lapisan air. Lapisan air dipartisi lagi dengan etil asetat, diperoleh lapisan etil asetat dan lapisan air. Lapisan air dicuci dengan metanol, diperoleh lapisan metanol dan garam. Pelarutnya diuapkan sehingga diperoleh ekstrak n-heksan, etil asetat, dan metanol dari lapisan air.

(36)

26

4. Uji Bioaktivitas Ekstrak.

Seluruh ekstrak (dari metanol kasar dan dari lapisan air) diuji toksisitas dengan BSLT serta diuji fitokimia. Ekstrak n-heksan, etil asetat, dan metanol yang diperoleh dari metanol kasar diuji antioksidan dengan DPPH.

a. Uji Toksisitas (Muaja, et al., 2013).

1) Penyiapan larva uji (A. salina)

Telur A. salina (1 g) direndam dalam air selama 10–15 menit, telur yang ada di dasar wadah diambil dan ditetaskan dalam wadah yang berisi 2 L air laut buatan, diberi penerangan lampu pijar 40 watt dan aerator.

Telur A. salina menetas menjadi larva setelah 24 jam, larva dibiarkan lagi selama 24 jam. Setelah 48 jam larva aktif (nauplii) siap sebagai larva uji.

2) Pembuatan konsentrasi larutan uji

Larutan uji dibuat dengan konsentrasi 1000 μg/mL, 100 μg/mL, 10 μg/mL. Ekstrak (50 mg), dilarutkan dalam 5 mL metanol, diperoleh konsentrasi larutan stok 10.000 μg/mL.

Larutan uji 1000 μg/mL dibuat dengan memipet 0,5 mL larutan stok dan dimasukkan ke dalam vial uji lalu ditambahkan 5 mL air laut. Untuk larutan uji 100 μg/mL dibuat dari larutan 1000 μg/ml dan larutan uji 10 μg/mL dibuat dari larutan 100 μg/ml dengan cara yang sama.

Perlakuan kontrol dilakukan dengan cara yang sama dengan sampel dengan menggunakan air laut dan pelarut metanol.

(37)

3) Uji BSLT

Larva A. salina (10 ekor) dimasukkan ke dalam masing-masing vial.

Volumenya dicukupkan dengan ditambahkan air laut buatan, diulang 3 kali untuk tiap konsentrasi larutan uji dan kontrol. Disimpan ditempat yang cukup mendapat sinar lampu. Pengamatan jumlah larva yang mati dilakukan setelah 24 jam.

Data larva yang mati untuk tiap konsentrasi larutan uji dan kontrol dihitung dan ditabulasi. Data dianalisis probit untuk menentukan nilai LC50

setiap ekstrak.

b. Uji Antioksidan (Selvasundhari, et al., 2014).

1) Pembuatan larutan DPPH (0,4 mM)

DPPH (BM=394,32) sebanyak 15,8 mg dilarutkan dengan metanol (pa) sampai 100 mL, ditempatkan dalam botol gelap.

2) Pembuatan larutan blanko

Larutan DPPH (0,4 mM) dipipet sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam labu takar 5 mL, ditambahkan metanol (pa) sampai tanda, lalu dihomogenasi.

3) Pembuatan larutan uji

Sampel ekstrak (5 mg) dilarutkan dalam 5 mL metanol (1000 ppm), larutan ini merupakan larutan induk. Larutan induk masing-masing dipipet 25, 50, 125, 250, dan 500 μL dan dimasukkan ke dalam labu takar 5 mL.

Larutan DPPH sebanyak 1 mL dan metanol (pa) ditambahkan sampai

(38)

28

tanda batas, kemudian dihomogenisasi dan diperoleh larutan uji dengan konsentrasi 5, 10, 25, 50, dan 100 μg/mL.

4) Pengukuran dan perhitungan nilai IC50

Larutan uji dengan beberapa konsentrasi serta larutan blanko diinkubasi pada suhu 37 0C selama 30 menit (tepat), kemudian serapannya diukur pada panjang gelombang maksimum 517 nm dengan spektrofotometri UV-Vis. Serapan larutan uji dan blanko ditabulasi dan dihitung persen hambatannya, selanjutnya data dianalisis probit untuk menentukan nilai IC50 setiap ekstrak.

5. Pemisahan dan Pemurnian Senyawa

Ekstrak etil asetat dari metanol kasar kedua spesies spons dipisahkan dengan KVC menggunakan adsorben silika gel. Fraksi-fraksinya dipisahkan dan dimurnikan dengan KR dan rekristalisasi sehingga diperoleh senyawa-senyawa murni.

a. Pemisahan dan pemurnian senyawa dari ekstrak etil asetat spons C. australiensis.

Ekstrak etil asetat spons C. australiensis (33,28 g) difraksinasi menggunakan KVC, diperoleh dua puluh fraksi

1) Pemisahan dan Pemurnian Senyawa 1 dari Spons C. australiensis F3 (333,9 mg) merupakan kristal berminyak berwarna kekuningan, direkristalisasi beberapa kali sehingga membentuk kristal putih (8 mg).

Kristal senyawa 1 (AB1.3) diukur titik lelehnya dan dianalisis KLT menunjukkan satu spot.

(39)

2) Pemisahan dan Pemurnian Senyawa 2 dari Spons C. australiensis F13-15 digabung (1,5 g), difraksinasi dengan KVC diperoleh 20 fraksi.

F6-13 digabung (570,5 mg), kemudian direfraksinasi dengan KR diperoleh 3 fraksi. F3 (42,2 mg) dimurnikan dengan KR, diperoleh F3 (6,4 mg) berupa serbuk berwarna hijau muda (AB1.4) dan dianalisis dengan KLT.

3) Pemisahan dan Pemurnian Senyawa 4.

F18-20 digabung (467,1 mg) lalu difraksinasi dengan KR, diperoleh 13 fraksi. F9-11 digabung (27,5 mg) dan difraksinasi dengan KR, diperoleh 6 fraksi. F2-4 digabung (14,7 mg), dimurnikan dengan KR dan diperoleh isolat senyawa 4 (6,1 mg), lalu dianalisis dengan NMR dan HRMS.

b. Pemisahan dan pemurnian senyawa dari ekstrak etil asetat spons Cinachyrella sp.

Ekstrak etil asetat spons Cinachyrella sp. (28 g) difraksinasi menggunakan KVC sehingga diperoleh dua belas fraksi.

1) Pemisahan dan Pemurnian Senyawa 3, 5, dan 6.

F5 (53 mg) difraksinasi dengan KR, diperoleh 10 fraksi. F5 (2,2 mg) sebagai senyawa 3, F7 (2,3 mg) sebagai senyawa 5, dan F9 (3,0 mg) sebagai senyawa 6 dianalisis dengan NMR. Ketiga isolat senyawa diklarifikasi strukturnya berdasarkan data HRMS.

2) Pemisahan dan Pemurnian Senyawa 1 dari Spons Cinachyrella sp.

F4 (107,7 mg) merupakan kristal berminyak yang berwarna kekuningan, direkristalisasi beberapa kali sehingga membentuk kristal

(40)

30

putih (6,3 mg), analisis KLT kristal senyawa 1 (AB2.4) menunjukkan satu spot.

Analisis KLT antara isolat AB1.3 dari spons C. australiensis dengan isolat AB2.4 dari spons Cinachyrella sp., disimpulkan sebagai senyawa yang sama (senyawa 1). Kristal senyawa 1 kemudian dianalisis NMR.

3) Pemisahan dan Pemurnian Senyawa 2 dari Spons Cinachyrella sp.

F10 (119,8 mg) difraksinasi dengan KR, diperoleh 5 fraksi. F3 (25,3 mg) dimurnikan dengan KR dan diperoleh F3 (4,4 mg) yang diberi kode AB2.6.

F12 (500 mg) difraksinasi dengan KR, diperoleh 3 fraksi. F3 (139,4 mg) direfraksinasi dengan KR dan diperoleh F4 (21,6 mg). F4 dimurnikan dengan KR dan diperoleh F1 (8,2 mg) yang diberi kode AB2.7.

Analisis KLT antara isolat AB1.4 dari spons C. australiensis dengan isolat senyawa AB2.6 dan AB2.7 dari Spons Cinachyrella sp. disimpulkan sebagai senyawa yang sama (senyawa 2). Serbuk senyawa 2 kemudian dianalisis dengan NMR dan HRMS.

6. Uji Aktivitas Senyawa Pada Sel line Kanker Serviks

Senyawa-senyawa murni diuji sitotoksik dan antiproliferasi terhadap sel HeLa mengikuti prosedur Rezano, et al., 2013.

a. Uji Sitotoksik dengan MTT.

Suspensi sel line kanker serviks (sel HeLa) ditanam pada 96 sumuran dan diinkubasikan pada suhu 37°C selama 24-48 jam sampai sel mencapai konfluen 70-80%. Sel kemudian diberi perlakuan variasi

(41)

konsentrasi 0, 1, 3, 5, 10, 25, 50, 100, 200, 300, 400, 500, 1000 µg/mL kemudin diinkubasi kembali selama 24, 48, dan 72 jam pada suhu 37°C.

Perlakuan ini dilakukan duplikat pada satu waktu dan diulang tiga kali pada waktu berbeda. Sebagai kontrol positif digunakan etoposide dengan konsentrasi 50 uM dan medium digunakan sebagai kontrol negatif. DMSO digunakan sebagai pelarut obat dengan konsentrasi akhir < 1 %.

Pada akhir inkubasi, medium pada masing-masing sumuran dibuang, dicuci dengan PBS 10% lalu diberikan reagen MTT sebanyak 100 µL dan diinkubasi kembali selama 4 jam. Reduksi garam kuning tetrazolium MTT oleh enzim reduktase (indikator sel hidup) yang terdapat dalam rantai respirasi sel pada mitokondria membentuk kristal formazan berwarna ungu. Reagen stopper SDS (bersifat detergenik) kemudian ditambahkan yang akan melarutkan kristal formazan. Nilai absorbansi (Abs.) dari masing-masing sumuran kemudian dibaca menggunakan ELISA reader pada panjang gelombang 450 nm. Intensitas warna ungu yang terbentuk proporsional dengan jumlah sel hidup. Persentase sel hidup dihitung menggunakan rumus :

Penentuan nilai IC50 dilakukan dengan menganalisis respon konsentrasi serial menggunakan regresi logaritmik.

(42)

32

b. Uji proliferasi sel dengan trypan blue

Metode trypan blue dilakukan dengan memberi perlakuan variasi konsentrasi senyawa terhadap sel HeLa pada konsentrasi di sekitar konsentrasi IC50 senyawa uji. Sel ditanam pada 6 sumuran sebanyak 5x105 sel per sumuran, diinkubasi selama 24 jam sampai sel mencapai konfluen 70-80%. Selanjutnya, sel HeLa diberi perlakuan dengan memberikan 10 µg/mL senyawa uji yang memiliki aktivitas sitotoksik pada konsentrasi diatas dan dibawah 10 ppm dan diinkubasi serial waktu selama 0, 1, 2, 3, 4, 5 hari. Perlakuan ini dilakukan duplikat pada satu waktu dan diulang dua kali pada waktu berbeda .

Pada akhir inkubasi, medium sel dibuang dan dicuci dengan PBS 10%, kemudian sel dipanen menggunakan trypsin. Sebanyak 10 µL suspensi sel dalam PBS dimasukkan ke 96 sumuran. Tambahkan trypan blue dengan volume yang sama dengan volume suspensi sel, aduk sampai homogen dengan menggunakan pipet. Masukkan suspensi sel-trypan blue ke dalam kamar hemositometer. Hitung sel di bawah mikroskop cahaya dengan tally counter. Sel yang mati akan terwarnai trypan blue berwarna biru sedangkan sel yang hidup akan bulat, refraktif dan tidak berwarna. Selanjutnya, proliferasi sel Hela dianalisis menggunakan kurva linear dengan membandingkan jumlah sel (106) terhadap serial waktu inkubasi.

(43)

33

Perolehan ekstrak kedua spons genus Cinachyrella dari perairan Spermonde, metabolit sekunder yang terkandung pada ekstrak, toksisitas, dan antioksidannya ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Perolehan, Metabolit Sekunder, Toksisitas, dan Antioksidan Ekstrak Spons C. australiensis dan Cinachyrella sp.

Spesies

Spons Ekstrak Massa

(gram)

Metabolit Sekunder

Toksisitas (LC50 ppm)

Antioksidan (IC50 ppm)

C. australiensis Metanol Kasar

n-heksan 245,00 steroid (+) 7265,92 25176,76 Etil asetat 33,28 steroid (+) 247,57 1076,46

Metanol 166,00 alkaloid (+++) 624,97 5023,42

Cinachyrella sp.

n-heksan 265,64 steroid (+) 742,56 849,37 Etil asetat 28,00 steroid (+) 338,31 639,73 Metanol 214,87 alkaloid (+++) 1952,84 1172,19

C. australiensis Lapisan Air

n-heksan 1,33 steroid (+) 4794,45

Etil asetat 9,40 372,71

Metanol 463,12 alkaloid (+) 15629,17

Cinachyrella sp.

n-heksan 0,82 steroid (+) 297,25

Etil asetat 2,14 387,21

Metanol 227,00 alkaloid (+) 3676,98 Keterangan

 alkaloid (+++); positif Wegner, Meyer, Dragendorf

 alkaloid (+); positif Dragendorf

steroid (+); positif Liebermann Burchard

Senyawa yang terkandung pada ekstrak metanol kasar dari C. australiensis dan Cinachyrella sp., didominasi senyawa-senyawa non-polar. Tabel 4 menunjukkan bahwa perolehan ekstrak n-heksan paling besar pada kedua spesies spons, selanjutnya ekstrak metanol

(44)

34

(senyawa polar), dan yang terkecil ekstrak etil asetat (senyawa semi-polar). Sementara pada ekstrak lapisan air kedua spons lebih

didominasi senyawa-senyawa polar. Pada Tabel 4, tampak perolehan ekstrak metanol kedua spons paling besar dibanding ekstrak etil asetat dan n-heksan.

Berdasarkan kriteria toksisitas Meyer et al. (1982) pada Tabel 2, empat ekstrak dari metanol kasar menunjukkan aktivitas toksik terhadap

larva A. salina. Tampak pada Tabel 4 nilai LC50 ekstrak etil asetat C. australiensis (247,57 ppm) dan Cinachyrella sp. (338,31 ppm) lebih

rendah dari ekstrak metanol C. australiensis (624,97 ppm), dan ekstrak n-heksan Cinachyrella sp. (742,56 ppm). Data tersebut menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat dari kedua spesies spons memiliki aktivitas toksik yang terbesar dibanding ekstrak lainnya dan mengandung senyawa golongan steroid. Pada Tabel 4, juga tampak ada tiga ekstrak dari lapisan air yang menunjukkan aktivitas toksik terhadap larva A. salina yaitu ekstrak etil asetat (LC50 372,71 ppm) C. australiensis, ekstrak n-heksan (297,25 ppm) dan etil asetat (387,21 ppm) spons Chynachyrella sp., akan tetapi kuantitas ekstrak tersebut sangat sedikit. Aktivitas toksik ekstrak khususnya ekstrak etil asetat dari metanol kasar, merupakan indikasi potensi aktif senyawa yang terkandung pada ekstrak etil asetat dari C. australiensis dan Cinachyrella sp. terhadap sel kanker.

Aktivitas antioksidan seluruh ekstrak dari metanol kasar spons genus Cinachyrella menunjukkan nilai IC50 > 200 ppm. Sesuai kriteria Molyneux

(45)

(2004) pada Tabel 3, nilai IC50 > 200 ppm merupakan aktivitas antioksidan yang sangat lemah. Tabel 4 menunjukkan aktivitas antioksidan ekstrak setiap spesies spons berbanding lurus dengan aktivitas toksik ekstrak tersebut. Ekstrak etil asetat spons C. australiensis dan Cinachyrella sp.

dengan aktivitas terbaik dibanding ekstrak lainnya, masing-masing dengan nilai LC50 (247,57 dan 338,31 ppm) dan IC50 (1076,46 dan 639,73 ppm).

Hal tersebut merupakan indikasi bahwa senyawa dengan potensi antikanker terkandung pada ekstrak etil asetat kedua spesies spons.

A. Komponen Senyawa Hasil Isolasi dari Spons Cinachyrella.

1. Guneribol [1].

Senyawa 1 diperoleh berupa kristal pasir berwarna putih dengan titik leleh 130-133 0C. Data NMR (1H, 13C, DEPT, HSQC, HMBC, H2BC) senyawa 1 ditampilakan pada Tabel 5.

Hubungan korelasi H2BC dan HMBC antara proton (empat angka dibelakang koma) ke karbon (dua angka dibelakang koma) pada senyawa 1 digambar sebagai berikut. .

H2BC HMBC

(46)

36

Tabel 5. Data NMR senyawa 1 No

C

HSQC

DEPT HMBC H2BC

δC (ppm) δH (ppm)

1 37,22 1,8173 CH2 C3, C5, C10, C19

1,0626 C2, C10

2 31,46 1,8173 CH2 C3, C4, C10 1,4757

3 71,61 3,4950 CH C2, C4

4 42,11 2,2546 CH2

5 140,74 C

6 121,66 5,3329 CH C4, C7, C10

7 31,88 1,9382 CH2 C9

1,5173 C8

8 31,86 1,4327 CH C9, C14

9 50,09 0,9051 CH C11

10 36,47 C

11 21,05 1,4826 CH2

1,4240

12 39,74 1,9842 CH2

1,1466 C18 C11

13 42,28 C

14 56,72 0,9929 CH C17, C18 C13

15 24,27 1,5495 CH2

1,0536 C14

16 28,22 1,8173 CH2

1,2408 C17

17 55,99 1,0839 CH C18 C20

18 11,83 0,6650 CH3

19 19,37 0,9925 CH3 C1, C5, C9, C10

20 35,86 1,3501 CH C21, C22

21 18,67 0,9051 CH3 C20

22 18,69 0,9051 CH3 C20

Data HSQC menunjukkan bahwa ada delapan karbon metilen yang seluruhnya terangkai pada kerangka cincin, menguatkan analisis NMR.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa senyawa 1 adalah Guneribol

(47)

[1]

2. 3-hidroksi-3-metil-2-indolinon [2].

Senyawa 2 diperoleh berupa serbuk berwarna hijau muda. Data NMR (1H, 13C, HSQC, HMBC) senyawa 2 ditampilakan pada Tabel 6.

Tabel 6. Data NMR senyawa 2.

No.

C

δC (ppm) δH [i, m, J (Hz)] (ppm) 1H 13C

2 2* 2 2* HSQC HMBC

1 - - 9.32 [1H, bs]

(proton NH)

7.81 [1H, bs, -NH]

- -

2 179.51 180.2 - - - -

3 73.07 73.9 - - - -

3a 133.35 131.7 - - - -

4 109.69 110.2 6.91 [1H, d, 7.4]

6.88 [1H, bd, 7.8]

C4 C3, C3a, C5 5 121.95 123.3 7.02 [1H, td,

7.5, 7.4]

7.09 [1H,ddd, 7.8, 7.8, 1.1]

C5 C3a, C4, C6, C7 6 128.93 129.7 7.23 [1H, td,

7.8, 7.5]

7.26 [1H,ddd, 7.8, 7.8, 1.1]

C6 C4, C7, C7a 7 123.50 123.9 7.37 [1H, d,

7.8]

7.40 [1H, bd, 7.8]

C7 C3, C6, C7a

7a 141.18 139.7 - - - -

8 24.19 24.8 1.50 [3H, s] 1.60 [s, Me] C8 C2, C3, C3a

- - - 4.99 [1H, s]

(proton OH)

2.85 [1H,s, -OH]

- C2, C3, C3a, C8 2 Senyawa hasil isolasi (1H NMR, 500 MHz; 13C NMR, 125 MHz; aseton-d6) 2* Chen, et al. (2015) (1H NMR, 600 MHz; 13C NMR, 150 MHz; CDCl3)

(48)

38

Hubungan korelasi HSQC (garis tebal) dan HMBC (tanda panah), antara proton ke karbon pada senyawa 2 digambar sebagai berikut.

Spektrum HRMS menunjukkan massa ion molekul pada m/z 162.0559 dan massa kalkulasi 162.0555 yang sesuai dengan formula molekul C9H8NO2 [M-H]. Data HRMS menunjukkan struktur senyawa 2 mengandung heteroatom N menguatkan usulan struktur dari analisis NMR, maka senyawa 2 adalah 3-hidroksi-3-metil-2-indolinon.

[2]

3. 3-karbonitril indol [3].

Senyawa 3 diperoleh berupa gel berwarna coklat. Spektrum TOCSY menunjukkan proton pada δH 7,48 ppm kopling tiga ikatan dengan proton δH 7,35 ppm dan kopling empat ikatan dengan proton δH 7,32 ppm. Hal ini berarti bahwa proton δH 7,48 kopling orto dengan proton δH 7,35 ppm, proton δH 7,35 kopling orto pula dengan proton δH 7,32 ppm, dan proton δH 7,32 juga kopling orto dengan proton δH 7,80 ppm. Proton pada δH 7,75 ppm tidak kopling dengan proton aromatik yang ada, sebab proton δH 7,75

(49)

terangkai pada gugus alkena dan ada C kuarterner yang membatasi korelasinya ke proton aromatik. Data NMR (1H, 13C, HSQC, HMBC, hmbc 3Hz, CIGAR) senyawa 3 ditampilakan pada Tabel 7.

Tabel 7. Data NMR senyawa 3 No.

C

δC (ppm) δH [i, m, J (Hz)] (ppm) 1H 13C

3 3* 3 3* HSQC HMBC HMBC

3HZ CIGAR

1 - - 8,80

[1H, bs]

8.86 [1H, s]

- - - -

2 131,74 131.7 7,75 [1H,d,2.8]

7.76 [1H, s]

C2 C3a,

C7a, C8

C3, C7a

C3,C3a, C8

3 115,75 115.7 - - - - - -

3a 126,94 126.9 - - - - - -

4. 119,75 119.6 7,80 [1H,d,7.6]

7.81 [1H,d,6.4]

C4 C6, C7a - -

5 122,39 122.3 7,32 [1H,t,7.2]

7.31 [1H, m]

C5 C3a, C7 - -

6 124,33 124.3 7,35 [1H,t,7]

7.42 [1H, m]

C6 C4, C7a - -

7 111,99 112.0 7,48 [1H,d,7.9]

7.51 [1H,d,8.4]

C7 C3a, C5 - -

7a 134,80 134.8 - - - - - -

8 87,63 87.5 - - - - - -

3 Senyawa hasil isolasi (1H NMR, 500 MHz; 13C NMR, 125 MHz; CDCl3) 3* Yuen, et al. (2013) (1H NMR, 400 MHz; 13C NMR, 100 MHz; CDCl3)

Korelasi HSQC (garis tebal), HMBC ( ), HMBC 3Hz ( ), dan CIGAR ( ) antara proton ke karbon pada usulan struktur senyawa 3 adalah :

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pada Tabel 9, hasil uji logistik regresi tiga variabel independent yang berhubungan secara bermakna (jenis tempat perindukan, mobilitas penduduk, dan keadaan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data karakter simplisia dan parameter standar ekstrak kulit manggis.Hasil pengujian parameter spesifik didapatkan ekstrak berwarna

Hipotesis dalam penelitian ini adalah untuk melihat adanya perbedaan tingkat kelekatan mahasiswa yang ditinjau dari jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan serta

pembelian. Jumlah penjualan juga berpengaruh dalam meningkatkan jumlah pembelian kopi. Namun, jumlah pembelian, harga jual, harga beli dan jumlah anggota tidak berpengaruh

1) NIM memiliki batas atas dan batas bawahnya adalah 8 digit. 2) NIK memiliki batas atas dan batas bawahnya adalah 9 digit. 3) Kata Sandi memiliki batas bawah 8 dan batas atas 15.

Mikrokontroler Arduino Mega terhubung ke modul WiFi ESP-01 untuk terhubung ke jaringan internet, empat sensor kekeruhan untuk mendeteksi kondisi kekeruhan air pada

 Jumlah keberangkatan (embarkasi) penumpang angkutan laut dalam negeri melalui pelabuhan laut Tanjung Emas Semarang pada bulan Agustus 2017 sebanyak 12.931 orang,

1) Media digunakan dan diarahkan untuk mempermudah peserta didik belajar dalam upaya memahami materi pelajaran. 2) Media yang akan digunakan oleh guru harus sesuai dan..