MODIFIKASI ALAT PENYULING MINYAK ATSIRI TIPE UAP DAN AIR
SKRIPSI
KRISNA TRI PRABOWO 130308077
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
MODIFIKASI ALAT PENYULING MINYAK ATSIRI TIPE UAP DAN AIR
SKRIPSI
OLEH :
KRISNA TRI PRABOWO 130308077
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh:
Komisi Pembimbing
(Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si)
Ketua Anggota
(Dr. Taufik Rizaldi, STP, MP)
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
ABSTRAK
KRISNA TRI PRABOWO : Modifikasi Alat Penyuling Minyak Atsiri Tipe Uap dan Air, dibimbing oleh SAIPUL BAHRI DAULAY dan TAUFIK RIZALDI.
Dalam perdagangan skala Internasional, Indonesia menduduki peringkat tertinggi untuk sejumlah minyak atsiri seperti minyak sereh, minyak jahe, minyak nilam dan sebagainya. Sehingga perlu dilakukan peningkatkan produktivitas minyak atsiri.Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki kinerja alat penyuling minyak atsiri melalui modifikasi alat untuk menghasilkan kuantitas minyak atsiri yang lebih baik. Penelitian ini dilakukan di LPPM Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Keteknikan Pertanian, dan Laboratorium Teknologi Pangan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dari bulan Juli 2017 sampai Februari 2018 dengan menggunakan metode studi literatur (kepustakaan), melakukan eksperimen, dan melakukan pengamatan dengan 3 kali ulangan. Parameter yang diamati adalah warna minyak jahe, kapasitas efektif alat, rendemen, dan analisis ekonomi.
Hasil penelitian menunjukkan alat penyuling minyak atsiri tipe uap dan air yang telah dimodifikasi memiliki kapasitas efektif alat 0,75 ml/jam, rendemen
rata-rata alat 0,19 %, nilai rata-rata kalor yang dilepas 506.400 J, biaya pokok Rp 27.032,34/ml, nilai Break Event Point (titik impas) yakni 604,75 ml/tahun,
nilai Net Present Value (NPV) 4,25 % sebesar Rp Rp 7.367.926,7 dimana alat dinyatakan layak untuk digunakan, dan nilai Internal Rate of Return (IRR)
33,24 %.
Kata Kunci: Alat penyuling, minyak atsiri, tipe uap dan air, jahe, rendemen
ABSTRACT
KRISNA TRI PRABOWO: Modified Distributor of Essential Oil Steam and Water, guided by SAIPUL BAHRI DAULAY and TAUFIK RIZALDI.
In international trade, Indonesia is the highest ranking for essential oils such as citronella oil, ginger oil, patchouli oil and so on. Simply need to increase the effort of essential oil. This study aims to improve the tools of oil suppliers to measure the amount of essential oils better. This research was conducted at LPPM University of North Sumatera, Agricultural Engineering Laboratory, and Food Technology Laboratory of Food Science and Technology Study Program of Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara from July 2017 until February 2018 by using literature study method, doing experiment, with 3 repetitions. The parameters to be sought are the color of ginger oil, effective tools, yield, and economic analysis.
The results showed that steam and air volatile essential oil distillers having an effective capacity of 0.75 ml / h, average tool yield of 0.19%, average heat value of 506,400 J, cost of Rp 27,032, 34 / ml , Break Event Value (breakeven) value is 604.75 ml / year, Net Present Value (NPV) value is 4.25% of Rp 7,367,926.7 where the tool is feasible to use, and the value of Internal Rate Return (IRR) 33 , 24%.
Keywords: Distiller, essential oil, steam and air type, ginger, yield
KATA PENGANTAR
`Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan draft dengan judul
“Modifikasi Alat Penyuling Minyak Atsiri Tipe Uap Dan Air” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitiandi Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir.
Saipul Bahri Daulay, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr.
Taufik Rizaldi, STP, MP selaku anggota komisi pembimbing yang banyak membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan draft dengan baik.
Penulis menyadari bahwa draft ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun untuk kesempurnaan pada masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga draft ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan,April 2018
Penulis
DAFTAR ISI
Hal ABSTRAK ...
RIWAYAT HIDUP ...
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
ManfaatPenelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Jahe (Zingiber officinale) ... 4
Minyak Atsiri Jahe ... 6
Cara Pengambilan Minyak Atsiri ... 9
Perlakuan Terhadap Bahan ... 14
Tekanan dan Uap... 16
Komponen Alat Penyuling Minyak Atsiri Tipe Uap Dan Air Ketel penyulingan ... 17
Kondensor ... 17
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 19
Bahan dan Alat Penelitian ... 19
Metodologi Penelitian ... 19
Komponen Alat ... 20
Pembuatan Alat ... 22
Pengujian Alat ... 23
Parameter Pengujian... 23
Warna ... ...23
Kapasitas Efektif Alat ... ...24
Rendemen ... ...24
Analisis Ekonomi ... ..25
Biaya tetap ... 25
Biaya tidak tetap ... 26
Break even point ... 27
Net present value ... 28
Internal rate of return ... 29
HASIL DAN PEMBAHASAN Alat penyuling minyak atsiri tipe uap dan airkapasitas efektif alat ... 31
Proses penyulingan ... 32
Warna minyak atsiri jahe ... 34
Kapasitas efektif alat ... 34
Rendemen ... 36
Analisis Ekonomi ... ..39
Break even point ... 39
Net present value ... 40
Internal rate of return ... 40
KESIMPULAN DAN SARAN ... 41
DAFTAR PUSTAKA ... 43 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No. Hal
1. Syarat umum standar mutu jahe ... 6
2. Standar mutu minyak atsiri jahe ... 8
3. Kadar air dan kadar minyak atsiri jahe merah, jahe gajah, dan jahe emprit pada berbagai umur panen ... 9
4. Warna minyak jahe ... 34
5. Kapasitas efektif alat sebelum dan sesudah modifikasi ... 35
6. Rendemen minyak jahe sebelum dan sesudah modifikasi ... 36
7. Perpindahan panas ... 38
DAFTAR GAMBAR
No. Hal
1. Rimpang jahe ... 4 2. Penyulingan uap dan air ... 11
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal
1. Flowchart penelitian ... 45
2. Kapasitas efektif alat ... 47
3. Rendemen ... 48
4. Heat exchanger ... 49
5. Analisis ekonomi ... 50
6. Break even point (BEP) ... 54
7. Net present value (NPV) ... 55
8. Internal rate of return (IRR) ... 58
9. Kadar air bahan yang digunakan ... 60
10. Dokumentasi ... 61
11. Modifikasi alat penyuling minyak atsiri tipe uap dan air... 64
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris, hal ini tentu saja mengakibatkan sektor pertanian menjadi sektor yang paling berperan untuk meningkatkan perekonomian negara. Dengan total jutaan hektar lahan subur yang terbentang untuk dapat ditanami berbagai macam produk pertanian, tentu saja perlu diimbangi dengan pengembangan teknologi untuk mendukung produktivitas pada sektor pertanian ini. Salah satu produk pertanian yang sangat potensial untuk dapat dikembangkan adalah minyak atsiri yang merupakan salah satu bahan baku dalam pembuatan parfum, kosmetik, perasa makanan dan minuman, serta juga pada produk pembersih rumah tangga.
Dalam perdagangan skala internasional Indonesia menduduki peringkat tertinggi untuk sejumlah minyak atsiri seperti minyak sereh, minyak jahe, minyak nilam dan sebagainya. Kebanyakan minyak atsiri tersebut diekspor atau dijual ke luar negeri ke negara Jepang, Amerika Serikat, Inggris dan Eropa. Jika diperhatikan secara sepintas dengan menjual bahan dasar minyak atsiri tersebut akan segera mendapatkan uang bahkan keuntungan. Namun, tidak disadari bahwa kemudian masyarakat membeli produk yang berasal dari bahan baku minyak atsiri tersebut dengan harga yang berlipat. Hal ini memunculkan pemikiran bahwa kita dapat memrosesnya sendiri (Sastrohamidjojo, 2004).
Jumlah minyak atsiri yang diperdagangkan di pasar dunia mencapai sekitar 70 jenis, dimana dari 70 jenis tersebut 40 di antaranya dapat diproduksi di Indonesia. Akan tetapi, karena upaya pengembangan beberapa komoditas minyak
produksi minyak tidak menentu. Hal tersebut mengakibatkan peranan minyak atsiri sebagai mata dagang yang memiliki reputasi internasional, menghasilkan kontribusi yang masih relatif kecil bila dikaitkan dengan devisa yang diraih dari hasil ekspor non-migas secara keseluruhan. Tidak sepantasnya jika kondisi minyak atsiri Indonesia, yang selama ini terbukti mampu memberikan andil dalam pembangunan ekonomi nasional maupun regional, dibiarkan tetap statis atau bahkan terperosok dan pada akhirnya semakin tertinggal oleh negara-negara lain (Lutony dan Rahmayati, 2002).
Dalam rangka meningkatkan produktivitas dari produk pertanian berupa minyak atsiri, untuk itu perlu dilakuan penelitian mengenai teknologi bagaimana yang tepat untuk mendukung upaya peningkatan produktivitas minyak atsiri ini, seperti penelitian mengenai rancang bangun alat penyuling minyak atsiri.
Penelitian tentang rancang bangun alat penyuling minyak atsiri di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara ini telah beberapa kali dilakukan, yaitu Rancang Bangun Alat penyuling Minyak Atsiri Tipe Uap oleh Fuad Nugraha Lubis pada tahun 2010, Rancang Bangun Alat Penyuling Minyak Atsiri Tipe Uap Langsung oleh Octo Fandi Sinaga pada tahun 2015, dan Rancang Bangun Alat Penyuling Minyak Atsiri Tipe Uap Dan Air oleh Vanya Aulidya pada tahun 2016.
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari alat penyuling minyak atsiri tipe uap dan air. Untuk meningkatkan kinerja alat, maka perlu dilakukan modifikasi dari beberapa bagian alat diantaranya penambahan bak air yang dilengkapi dengan pompa untuk pengaturan sirkulasi air selama proses penyulingan, penambahan kran pada bagian bawah tangki kondensor untuk
pengaliran air ke bak penampungan air, penambahan tangki sebagai tempat air dingin yang dilengkapi kran pada bagian bawahnya untuk mengalirkan air dingin ke tangki kondensor, modifikasi pada kemiringan pipadengan penambahan panjang pipa serta penambahan sensor termokopel dan sensor suhu DS18B20.
Tujuan Penelitian
Untuk meningkatkan kinerja alat melalui modifikasi alat untuk menghasilkan kualitas minyak atsiri yang lebih baik.
Kegunaan Penelitian
1. Bagi penulis, yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
2. Bagi mahasiswa, sebagai informasi pendukung untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai alat penyuling minyak atsiri.
3. Bagi masyarakat, sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Jahe (Zingiber officinale)
Adapun klasifikasi dari tanaman jahe adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Spesies : Zingiber officinale Rosc.
(Hapsoh, dkk., 2008)
Gambar 1. Rimpang Jahe
Tanaman jahe tergolong terna berbatang semu, tinggi 30 cm sampai 1 m, rimpang bila dipotong berwarna kuning atau jingga. Rimpang jahe berkulit agak tebal membungkus daging umbi yang berserat dan berwarna coklat beraroma khas. Bentuk daun bulat panjang dan tidak lebar (sempit). Berdaun tunggal, berbentuk lanset dengan panjang 15–23 mm, lebar 8–15 mm; tangkai daun
dan tidak berbulu; seludang agak berbulu. Perbungaan berupa malai tersembul di permukaan tanah, berbentuk tongkat atau bundar telur yang sempit, 2,75–3 kali lebarnya, sangat tajam; panjang malai 3,5–5 cm, lebar 1,5–1,75 cm; gagang bunga hampir tidak berbulu, panjang 25 cm, rahis berbulu jarang; sisik pada gagang terdapat 5–7 buah, berbentuk lanset, letaknya berdekatan atau rapat, hampir tidak berbulu, panjang sisik 3–5 cm. Bunga memiliki 2 kelamin dengan 1 benang sari dan 3 putik bunga daun pelindung berbentuk bundar telur terbalik, bundar pada ujungnya, tidak berbulu, berwarna hijau cerah, panjang 2,5 cm, lebar 1–1,75 cm;
mahkota bunga berbentuk tabung 2–2,5 cm, helainya agak sempit, berbentuk tajam, berwarna kuning kehijauan, panjang 1,5–2,5 mm; lebar 3–3,5 mm, bibir berwarna ungu, gelap, berbintik-bintik berwarna putih kekuningan, panjang 12–15 mm; kepala sari berwarna ungu, panjang 9 mm; tangkai putik ada 2 (Hapsoh, dkk., 2008).
Panen rimpang dilakukan saat usia tanaman mencapai 9−10 bulan. Ciri fisik dari jahe siap panen biasanya daun berubah menjadi kekuningan. Rimpang jahe dipanen dengan cara dicabut dari tanah. Selain itu, rimpang jahe dibersihkan dari tanah. Setelah itu, rimpang jahe dibersihkan dari tanah yang menempel dan dicuci hingga bersih. Jika akan diolah menjadi minyak atsiri, rimpang dipotong dengan ketebalan sekitar 3 mm dan dikeringkan hingga kadar air mencapai 10−15 % (Rusli, 2010).
Rimpang jahe sebagai komoditas bernilai komersial, tidak hanya dipasarkan demi mencukupi kebutuhan di dalam negeri, tetapi juga berhasil tampil sebagai mata dagang ekspor. Nilai ekspor dan jumlah jahe di Indonesia
saja diandalkan atau dilibatkan dalam kegiatan agroindustri. Ada tiga cabang industri yang dapat menggunakan jahe, yaitu industri farmasi atau obat-obatan, industri pangan (makanan maupun minuman) dan industri penyulingan minyak atsiri serta oleoresin (Lutony dan Rahmayati, 2002).
Tabel 1. Syarat umum standar mutu jahe (Kadin Indonesia, 2007)
No. Karakteristik Syarat Metode Pengujian
1. Kesegaran jahe Segar Visual
2. Rimpang bertunas Tidak ada Visual
3. Kenampakan irisan melintang Cerah Visual
4. Bentuk rimpang Utuh Visual
5. Serangga hidup Bebas Visual
Keterangan:
- Kesegaran: Jahe dinyatakan segar apabila kulit jahe tampak halus , mengkilat dan tidak keriput
- Bentuk rimpang: Rimpang jahe segar dinyatakan utuh bila cabang-cabang dari rimpang jahe tidak ada yang patah, dengan maksimum 2 penampang patah pada pangkalnya
- Rimpang bertunas: Jahe segar dinyatakan mempunyai rimpang bertunas apabila salah satu atau beberapa ujung dari rimpang telah bertunas
- Kenampakan irisan: Jahe segar bila diiris melintang pada salah satu rimpangnya maka penampangnya berwarna cerah khas jahe segar
Minyak atsiri jahe
Ditinjau dari sumber alami minyak atsiri, substansi mudah menguap ini dapat dijadikan sebagai sidik jari atau ciri khas dari suatu jenis tumbuhan karena setiap tumbuhan menghasilkan minyak atsiri dengan aroma yang berbeda. Dengan kata lain, setiap jenis minyak atsiri memiliki aroma yang spesifik. Hanya tumbuhan yang memiliki sel glandula sajalah yang bisa menghasilkan minyak
atsiri. Secara konvensional ada beberapa metode yang bisa diterapkan untuk memperoleh minyak atsiri dari tumbuhan asalnya. Metode konvensional tersebut adalah penyulingan, ekstraksi dengan pelarut mudah menguap, pengikatan dengan lemak padat dan lain sebagainya (Agusta, 2000).
Minyak atsiri merupakan salah satu dari dua komponen utama minyak jahe. Minyak atsiri itu sendiri terdapat pada rimpang jahe segar, jahe kering, atau oleoresin. Minyak atsiri diperoleh dengan cara mendestilasi jahe dengan sistem destilasi air, destilasi air dan uap, atau destilasi uap. Jahe kering mengandung minyak atsiri sebanyak 1-3%. Sedangkan jahe segar kandungan minyak atsirinya lebih banyak dari jahe kering. Kandungan minyak atsiri dalam rimpang jahe ditentukan dalam umur panen dan jenis jahe. Pada umur panen muda, kandungan minyak atsirinya tinggi. Sedangkan pada umur tua, kandungan minyak atsirinya pun makin menyusut walau baunya semakin menyengat. Minyak jahe merupakan bentuk cairan berwarna kuning cokelat hingga kemerah-merahan. Berat jenisnya lebih kecil daripada air. Setiap rimpang jahe mengandung 1-3% minyak atsiri(Paimin dan Murhananto, 2005).
Minyak jahe bisa diproduksi dari rimpang segar atau rimpang kering.
Minyak dari rimpang kering akan lebih sedikit menghasilkan minyak karena sudah terlebih dahulu mengalami proses evaporasi saat pengeringan. Perbedaan antara minyak yang dihasilkan dari jahe segar dan jahe kering dapat dilihat dari kandungan sitrat, biasanya akan lebih rendah pada minyak dari jahe kering. Untuk penyulingan uap, rimpang kering dihancurkan menjadi serpihan kasar dan dimasukkan ke wadah penyulingan (Plotto, 2002).
Kandungan minyak atsiri pada jahe sangat dipengaruhi umur tanaman dan umur panen. Semakin tua umur jahe maka semakin tinggi kandungan minyak atsirinya. Akan tetapi, selama dan sesudah pembungaan, persentase kandungan minyak atsiri berkurang sehingga tidak dianjurkan jahe dipanen pada saat itu (Hapsoh, dkk., 2008).
Hasil penelitian (Puengphian dan Sirichote, 2008 dalam Hernani dan Winarti, 2011) menunjukkan bahwa jahe segar memiliki kadar air 94%, dimana 17% mempunyai kandungan gingerol 21,15 mg/g. Adanya pengeringan pada suhu 55 ± 2°C selama 11 jam menghasilkan kadar air 11,54 ± 0,29% dengan kadar gingerol 18,81 mg/g.
Minyak hasil sulingan harus segera dipisahkan setelah suhunya menyamai suhu kamar. Jika tidak, minyak akan menimbulkan bau tengik. Minyak atau lemak akan mengeluarkan bau tengik bila terjadi oksidasi, yaitu akibat bercampurnya minyak atau lemak, air dan udara. Hal ini dilakukan agar tidak menurunkan nilai ekonomis dari minyak tersebut yang mana selama ini seringkali terjadi di dalam industri kecil dan menengah yang tidak tahu dengan baik cara penanganan minyak atsiri tersebut (Herlina dan Ginting, 2002).
Standar mutu minyak jahe, masih mengacu pada ketentuan EOA (Essential Oil Association) seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2. Standar mutu minyak atsiri jahe
No. Spesifikasi Persyaratan
1. Warna Kuning muda – Kuning
2. Bobot Jenis 25/25oC 0,877 – 0,882 3. Indeks Bias (np25) 1,486 – 1,492
4. Putaran Optik (-28o) – (-45o
5.
) Bilangan penyabunan, maksimum 20
(Kadin Indonesia, 2007).
Tabel 3. Kadar air dan kadar minyak atsiri jahe merah, jahe gajah, dan jahe emprit pada berbagai umur panen
Kadar Air Kadar Minyak Atsiri
Umur Panen
Jahe Merah
Jahe Gajah
Jahe Emprit
Jahe Merah
Jahe Gajah
Jahe Emprit 8 Bulan
9 Bulan 10 Bulan 11 Bulan
89,48 88,94 88,52 74,13
87,22 85,74 84,64 78,58
82,72 81,67 78,95 74,51
2,39 2,53 3,92 3,90
2,64 3,27 3,23 3,13
2,12 2,74 3,45 3,26 (Julianti, dkk., 2008).
Cara pengambilan minyak atsiri
Pengambilan (ekstraksi) minyak atsiri dari tumbuh-tumbuhan dilakukan dengan 3 metode yaitu:
1) Metode penyulingan
Sampai sekarang metode penyulingan masih banyak digunakan para perajin karena peralatannya sederhana, pengoperasian mudah, dan biaya pembuatannya relatif murah. Akan tetapi, cara ini hanya cocok dipakai untuk jenis minyak tanaman tertentu yang tidak rusak oleh panas uap air, misalnya minyak cempaka, cengkih, jahe, kenanga, selasih, dan minyak nilam. Peristiwa terpenting yang terjadi pada proses penyulingan dengan metode hidrodestilasi ini adalah terjadinya difusi minyak atsiri dan air panas melalui membran bahan yang disuling (hidrodifusi), terjadinya hidrolisa terhadap beberapa komponen minyak atsiri, dan terjadinya dekomposisi yang disebabkan oleh panas. Minyak atsiri dapat diproduksi melalui tiga model penyulingan, diantaranya :
a) Penyulingan dengan air
Dengan metode ini bahan yang akan disuling berkontak langsung dengan
pemanasan langsung, mantel uap, ataupun pipa uap dalam spiral yang terbuka atau berlubang. Ketel yang berisi bahan dan air, yang pengisiannya tidak terlalu penuh, dipanaskan dengan api langsung yang dilengkapi dengan mantel uap dan pipa uap melingkar. Jika air sudah mulai mendidih, kondensat akan mulai keluar melalui kondensor, dan menetes ke dalam alat pemisah minyak yang terlebih dahulu terisi air.
Kecepatan penyulingan dapat diatur melalui intensitas apinya. Kecepatan hendaknya berada dalam keadaan optimum untuk menghasilkan minyak yang optimum. Yang perlu diperhatikan adalah selama proses penyulingan berlangsung diusahakan ada penambahan air untuk menjaga agar bahan tidak terlalu panas dan pengisian bahan tidak terlalu penuh. Kekurangannya antara lain ekstraksi tidak dapat berlangsung secara baik, walaupun sudah dirajang. Juga beberapa persenyawaan yang peka akan mengalami polimerisasi, minyak yang tersuling komponennya tidak lengkap, dan memerlukan ketel yang besar.
b) Penyulingan dengan air dan uap
Penyulingan merupakan cara untuk memisahakan dan memurnikan unsur- unsur organik. Biasanya berbentuk cairan pada suhu ruangan meskipun bahan padat dapat didistilasi pada suhu tinggi, misalnya 150 oC. Meski begitu, banyak kandungan unsur organik terdekomposisi pada temperatur yang tinggi.
Penyulingan dengan tekanan rendah (~1 torr atau 1/760 atm), bahan-bahan mendidih pada suhu terendah dan meminimalkan proses dekomposisi.
Penyulingan uap merupakan cara lain untuk penyulingan dengan suhu tinggi dan berguna untuk mengisolasi minyak, zat lilin dan lemak. Cairan organik apapun
yang tercampur dengan air dapat didistilasi pada suhu sekitar 100o
Pada metode penyulingan uap dan air, bahan yang diolah diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai permukaan air berada tidak jauh di bawah saringan. Air dapat dipanaskan dengan berbagai cara yaitu dengan uap jenuh yang basah dan bertekanan rendah. Ciri khas dari metode penyulingan uap dan air adalah bahwa uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas, bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Indriyanti, 2013).
C, titik didih air (Amenaghawon, 2014).
Distilasi uap dalam baja adalah metode ekstraksi yang banyak digunakan.
Material tanaman yang mengandung minyak atsiri diletakkan dalam bejana distilasi, selanjutnya dialirkan uap panas. Sel aromatis melepaskan molekul minyak atsiri. Campuran dari uap air dan uap minyak atsiri mengalir melalui kondensor (pendingin) sehingga mengalami kondensasi menjadi fase cair. Dari kondensor cairan dialirkan menuju separator untuk memisahkan air dan minyak atsiri.
Gambar 2. Penyulingan uap dan air
Prinsip distilasi uap dan air adalah dengan mengukus bahan tanaman yang mengandung minyak atsiri. Proses pembersihan bahan setelah distilasi cepat
karena bahan tidak tercelup dalam air panas, lebih cepat jika bahan berada dalam keranjang yang dapat diangkat dengan derek (Wijana, 2013).
Percobaan untuk penyulingan minyak atsiri yang berasal dari tanaman pada umumnya tidak dapat dikerjakan dengan mudah. Umumnya, kebanyakan unsur-unsur dari minyak memerlukan perebusan suhu tinggi dan akan terdekomposisi di bawah suhu perebusan tinggi untuk dapat mendidihkannya.
Penyulingan dengan uap merupakan cara yang sesuai untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pada penyulingan uap, wadah dimasukkan uap yang mana membawa uap minyak ke bagian atas wadah distilasi dan ke kondensor, dimana minyak dan air terkondensasi. Penyulingan dengan uap bekerja karena air dan minyak bercampur. Karena itu, masing-masing mendidih sempurna (Mulvaney, 2007).
Metode penyulingan menggunakan penyulingan uap dan air (water and steam distillation), memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut:1) mengiris tipis- tipis jahe yang telah dicuci dan dibersihkan dari tanah dan kotoran lain kemudian dimasukkan dalam ketel suling yang berisi air mendidih, 2) jahe yang berada dalam ketel suling akan dipanasi oleh uap panas basah, uapyang telah memasuki seluruh jahe akan keluar melalui leher ketel suling menujukondensor, yang mana komponen yang terdapat di dalam uap yang telah melewati jahe danmenuju kondensor tersebut berisi air dan mengandung minyak, 3) selanjutnya di dalam kondensor, uap yang terdiri dari minyak dan air akan diembunkan menjadi fase cair. Hal ini dapat diketahui dengan keluarnya distilatyang berupa cairan dari dalam kondensor. Menurut data (Von Rechenberg dalam Ernest Guenther dalam
Farry dkk., 1994) hasil rendemen jahe yang dihasilkan melalui sistem penyulingan dengan uap dan air berkisar antara 0,2 %−0,3% (Fatriani dan Hikmah, 2007).
Pengeringan dengan cara dikeringanginkan adalah pengeringan yang tidak terkena sinar matahari langsung. Cara pengeringan ini terutama digunakan untuk mengeringkan bahan rimpang lunak yang mengandung senyawa aktif mudah menguap, tetapi memerlukan waktu paling lama (7 x 24 jam), sedangkan pengeringan dengan oven 55 o
Pada metode ini bahan olahan diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Ketel sulingnya diisi air hingga tidak berada jauh di bawah saringan.
Pemanasan air dapat dilakukan dengan uap jenuh yang basah dan bertekanan rendah, jika bahannya dalam jumlah yang banyak. Keuntungan alat ini adalah uap selalu dalam keadaan panas, jenuh, dan tidak terlalu panas, serta bahan tidak berhubungan langsung dengan air panas. Tekanan uap yang rendah akan menghasilkan minyak atsiri berkualitas baik.
C memerlukan waktu yang paling cepat (1 x 24 jam). Cara pengeringan dengan oven lebih higienis daripada cara pengeringan lainnya. Pengeringan ini tidak ada pengontrolan baik suhu maupun kelembaban, sementara pengeringan dengan oven suhu yang digunakan dapat diatur sesuai dengan panas yang dikehendaki (Almasyhuri, dkk., 2012).
c) Penyulingan dengan uap
Metode ini prinsipnya sama dengan penyulingan dengan air dan uap.
Perbedaannya adalah air tidak dimasukkan dalam ketel peyulingan. Uap yang digunakan adalah uap jenuh atau uap yang kelewat panas pada tekanan di atas 1 atmosfir.Uap dialirkan melalui pipa uap spiral berlubang yang terletak di bagian
bawah bahan. Kemudian uap bergerak ke atas melalui bahan yang ada di saringan (Paimin dan Murhananto, 2005).
2) Metode ekstraksi dengan pelarut
Pada ekstraksi ini, bahan pelarut dialirkan secara berkesinambungan melalui serangkaian penampang yang diisi bahan tanaman penghasil minyak atsiri, dengan sistem teknik arus lawan (counter current technique) sampai proses ekstraksi selesai. Cairan ekstrak yang mengandung bahan pelarut dan unsur tanaman (minyak atsiri) disalurkan ke tabung hampa udara yang dipanaskan pada suhu secukupnya untuk menguapkan bahan pelarut. Uap pelarut dialirkan ke kondensor untuk dicairkan kembali, sedangkan unsur tanamannya tertinggal dalam tabung hampa tersebut (Lutony dan Rahmayati, 2002).
3) Pengempaan
Sebagian besar pengempaan dilakukan untuk mendapatkan berbagai minyak dari buah-buahan, seperti jeruk. Cara pengempaan digunakan untuk berbagai jenis minyak nabati (kacang tanah, kedelai, wijen dan lain-lain).
Pengambilan minyak atsiri secara pengempaan dilakukan dengan mengempa bahan tanaman pada sebuah alat press(Harris, 1987).
Alat pengempaan harus dibuat secara hidrolis, namun minyak atsiri dari hasil pengempaan masih perlu juga disingkirkan dari unsur-unsur tanaman lain dan dapat dilakukan melalui proses pemurnian (Lutony dan Rahmayati, 2002).
Perlakuan terhadap bahan
Beberapa jenis bahan tanaman sumber minyak atsiri perlu dirajang terlebih dahulu sebelum disuling. Hal ini untuk memudahkan proses penguapan minyak yang terdapat didalamnya karena perajangan ini menyebabkan kelenjar minyak
dapat terbuka selebar mungkin. Tujuan lainnya yaitu agar rendemen minyak menjadi lebih tinggi dan waktu penyulingan lebih singkat. Ukuran rajangan bervariasi, tergantung pada jenis bahannya. Bahan seperti bunga, daun, atau bahan yang berukuran tipis dan tidak berserat dapat disuling tanpa perlakuan perajangan terlebih dahulu. Lain lagi bahan yang berupa buah atau biji-bijian, sebelum disuling perlu dihancurkan agar sebagian sel-selnya hancur dan minyak dapat keluar dengan mudah bila uap dialirkan melalui pecahan-pecahan tersebut.
Sementara untuk bahan berupa akar, ranting, dan semua bagian yang berupa kayu harus dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil sehingga mempermudah minyak keluar dari bahan pada proses penyulingan(Lutony dan Rahmayati, 2002).
Minyak atsiri hanya akan keluar setelah uap menerobos jaringan-jaringan tanaman yang terdapat di permukaan. Proses lepasnya minyak atsiri ini hanya dapat terjadi dengan hidrodifusi atau penembusan air pada jaringan-jaringan tanaman. Untuk mempercepat proses difusi maka sebelum penyulingan dilakukan, bahan tanaman harus diperkecil dengan cara dipotong-potong atau digerus.
Pemotongan atau penggerusan merupakan upaya mengurangi ketebalan bahan hingga difusi dapat terjadi. Peningkatan difusi akan mempercepat penguapan dan penyulingan minyak atsiri. Perlu diperhatikan bila bahan yang telah dipotong- potong atau diperkecil harus segera disuling. Bila tidak segera diproses maka minyak atsiri yang mempunyai sifat mudah menguap sebagian akan teruapkan dan komposisi minyak atsiri akan berubah sehingga akan mempengaruhi baunya.
Perlu diketahui bahwa satu jenis minyak atsiri terdiri atas sejumlah komponen, bahkan ada yang berjumlah 20−30 lebih komponen. Di antara beberapa komponen
tersebut ada yang mudah menguap pada suhu kamar pada saat akan diproses (Sastrohamidjojo, 2004).
Selain perlakuan pengecilan ukuran, setiap jenis bahan yang akan disuling minyak atsirinya juga membutuhkan penanganan tersendiri. Misalnya, penanganan bunga kenanga tidak sama dengan penanganan sereh wangi. Kondisi air yang akan digunakan untuk penyulingan sebagai sumber uap harus terjaga kebersihannya. Artinya air harus bersih dari kotoran atau bebas dari zat-zat yang dapat merusak minyak. Selain tergantung pada jenis bahan tanaman, lama proses penyulingan juga dipengaruhi oleh model penyulingan yang digunakan dan banyaknya bahan tanaman yang disuling. Untuk penyulingan yang membutuhkan waktu lama, pengaturan pasokan uap air yang dipergunakan perlu diperhatikan.
Kekurangan uap air mengakibatkan terhentinya proses penguapan minyak. Jika dilakukan penambahan air maka harus digunakan air yang panas atau mendidih agar proses penyulingan tidak sama antara bahan tanaman yang satu dengan bahan tanaman yang lain. Faktor yang mempengaruhi rendemen mutu minyak atsiri yang dihasilkan antara lain jenis tanaman, varietas, cara pembudidayaan, dan model penyulingan itu sendiri(Lutony dan Rahmayati, 2002).
Tekanan dan Uap
Tekanan didefenisikan sebagai gaya per satuan luas. Satuan tekanan bergantung pada satuan tekanan dan satuan luas. Pada umumnya satuan tekanan yang digunakan kg/cm2. Sering juga tekanan digunakan dengan satuan atmosfir dan ditulis dengan atm, dimana 1 atm = 1 kg/cm2. Hukum Charles mengatakan volume suatu massa gas sempurna berubah dengan berbanding langsung dengan temperatur mutlak, jika tekanan mutlaknya konstan. Dalam hal ini dapat
disimpulkan bahwa volume, temperatur dan tekanan berubah secara bersamaan (Daryus, 2007).
Komponen Alat penyuling Minyak Atsiri Tipe Uap dan Air Alat-alat yang digunakan untuk penyulingan, meliputi : a. Ketel penyulingan
Berbentuk silinder, dapat terbuat dari drum atau bahan-bahan lain dan harus anti karat untuk menghindari terjadinya reaksi antara minyak dengan logam- logam. Pada bagian atas ketel terdapat sebuah pipa yang akan mengalirkan uap ke alat pendingin. Digunakan khusus untuk penyulingan dengan uap langsung, gunanya untuk merebus air sehingga menghasilkan uap, alat ini mempunyai tutup yang rapat di bagian atasnya. Ketel uap ini dihubungkan oleh pipa ke ketel penyulingan. Hasil minyak yang diperoleh dalam penyulingan pada umumnya berbanding terbalik dengan ukuran/besar ketel. Ketel yang berkapasitas kecil memberikan lebih banyak hasil dibandingkan dengan ketel yang berkapasitas besar. Hal ini disebabkan, uap panas yang dialirkan untuk memanasi bahan akan lebih merata, jika dibandingkan dengan ketel berukuran besar. Ketel penyulingan yang berkapasitas 40 kg bahan, dapat menghasilkan 3,00-3,50% minyak (Sudaryanti dan Sugiharti, 1999)
Ketel uap selain terdiri dari kotak dan tabung pemanas, juga harus dilengkapi dengan alat pengukur jumlah air dan tekanan, katup pengaman pada tekanan tinggi, pompa atau injektor untuk menyirkulasikan air dan pipa-pipa yang dapat diawasi secara manual (Lutony dan Rahmayati, 2002).
b. Alat pendingin (kondensor)
Berupa pipa yang panjang, diletakkan mendatar atau melingkar berbentuk spiral.Dalam proses penyulingan, pipa tersebut dibenamkan ke dalam air yang berfungsi sebagai pendingin.Pipa harus terbuat dari bahan yang anti karat, misalnya dari besi atau tembaga yang dilapisi aluminium atau stainless steel. Alat pendingin atau kondensor ini berfungsi mengembunkan uap air dan uap minyak yang tersuling menjadi cairan kembali. Agar minyak dapat mengembun seluruhnya, pendingin harus diusahakan berfungsi dengan sempurna. Daya kerja pendingin yang tidak sempurna akan menyebabkan hilangnya sebagian minyak karena penguapan kembali (Lutony dan Rahmayati, 2002).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Aulidya (2016), bahwasannya kapasitas maksimal saringan pada alat harus benar-benar diperhatikan. Hal ini dikarenakan pada proses penyaringan minyak atsiri apabila saringan terisi terlalu penuh oleh bahan,nantinya akan menyebabkan penumpukan dan akan menghambat pelepasan minyak dari bahan. Begitu pula sebaliknya apabila saringan terisi bahan yang terlalu sedikit, nantinya akan mengakibatkan peningkatan tekanan karena banyaknya ruang kosong pada saringan sehingga hanya uap air yang melewati ketel.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan juli 2017 sampai Februari 2018di LPPM Universitas Sumatera Utara untuk pemodifikasian alat, di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara untuk pengujian alat dan di Laboratorium Teknologi Pangan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara untuk pengukuran kadar air bahan (jahe) yang digunakan.
Bahan dan Alat
Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah air, jahe, pelat aluminium, pelat stainless steel, pipa dan keran.
Adapun alat-alat yang digunakan adalah alat tulis, seperangkat alat penyuling minyak atsiri, gergaji besi, gerinda, kalkulator, komputer, alat las, palu, ember, pipet tetes, erlenmeyer, gelas ukur, kompor gas, termometer, pompa, preassure gauge, sensor termokopel, sensor DS18B20 dan laptop.
Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah studi literatur (kepustakaan), melakukan eksperimen dan melakukan pengamatan tentang alat penyuling minyak atsiri tipe uap dan air setelah dimodifikasi.Kemudian dilakukan perancangan bentuk dan pembuatan/perangkaian komponen-komponen tambahan pada alat penyuling minyak atsiri tipe uap dan air. Memodifikasi alat penyuling minyak atsiri tipe uap dan airdengan pengubahan bentuk pipa kondensat menjadi lebih miring agar nantinya uap yang dihasilkan tidak kembali lagi (proses berjalan
mempermudah proses pengaliran media pengekstrasian, serta akan ditambahkannya sensor termokopel dan sensor suhu DS18B20 untuk mengetahui suhu perebusan dan suhu uap pada ketel utama (ketel perebusan) sehinggadapat mempermudah pengontrolan nyala api agar kualitas hasil penyulingan lebih baik.
Setelah itu, dilakukan pengujian alat dan pengamatan parameter.
Komponen Alat
Adapun komponen-komponen alat penyuling minyak atsiri tipe uap dan air setelah dimodifikasi adalah sebagai berikut :
1) Ketel utama
Ketel ini merupakan wadah air sekaligus wadah bahan yang akan digunakan untuk menghasilkan uap dengan kandungan minyak atsiri. Uap ini nantinya akan mengalir melalui pipa menuju wadah pendingin melewati pipa spiral sebagai heat exchanger. Wadah ini berbentuk silinder dengan penutup kerucut yang dapat terbuka dan terkunci rapat, berdiameter 40 cm dan tinggi 55 cm. Pada bagian penutup atas wadah ini dipasang preassure gauge untuk pengukur tekanan agar tekanan yang dihasilkan uap air dapat diamati dan lubang keluaran untuk uap berlebih. Pada bagian wadah dipasang termometer untuk mengetahui suhu di dalam wadah.
2) Tangki air dingin
Tangki ini terdiri dari drum dengan diameter 31,5 cm dan tinggi 57,5cm, yang dilengkapi dengan keran pada bagian bawahnya. Tangki diisi dengan air dan es batu yang akan dialirkan ke tangki kondensor dengan cara membuka keran pada bagian bawah tangki.
3) Kondensor
Kondensor ini terdiri dari drum dengan diameter 31,5 cm dan tinggi 57,5cm yang dilengkapi dengan pipa spiral dan 2 buah keran, dimana keran pada bagian samping tangki kondensor sebagai tempat pengeluaran distilat dan keran pada bawah tangki berfungsi untuk mengalirkan air ke bak penampungan.
4) Heat exchanger
Heat exchanger merupakan pipa spiral dengan panjang pipa 6 m dan diameter spiral 28 cm yang berfungsi untuk mengubah fase uap menjadi fase cair didalam kondensor.
5) Pipa aliran uap
Pipa ini berdiameter ½ inci dan berfungsi sebagai tempat aliran uap air yang menghubungkan wadah air dan bahan menuju pipa spiral pada proses pendinginan. Dimana dalam pemodifikasian yang akan dilakukan nantinya pipa kondensat tersebut akan dirancang sedikit lebih miring agar nantinya uap yang dihasilkan tidak kembali lagi (proses berjalan dengan optimal).
6) Bak penampungan air
Bak penampungan air yang digunakan ini dilengkapi dengan pompa air tipe wp-105, dengan tegangan 220-240 volt dan dengan daya 60 watt yang akan digunakan untuk menjalankan sirkulasi air pada saat proses sedang berlangsung.
7) Tungku gas
Tungku gas ini nantinya akan digunakan sebagai tempat untuk diletakkannya kompor gas, untuk menghasilkan panas (api) yang akan digunakan untuk menjalankan proses penyulingan.
8) Sensor termokopel
Sensor ini digunakan untuk membaca suhu pada ketel utama melalui dua jenis logam konduktor berbeda yang dihubungkan ujungnya sehingga menimbulkan efek thermo-electric. Rentang suhu operasional yang dapat dibaca sensor ini mulai dari -200 hingga 2000 o
9) Sensor suhu DS18B20
C.
Sensor ini digunakan untuk memnbaca suhu pada tangki air 1, 2 dan 3 dengan rentang suhu yang dapat dibaca mulai dari -55 hingga 125oC, dengan tingkat akurasi +/-0,5oC pada rentang -10hingga 85o
Pembuatan Alat
C. Sensor ini memiliki rentang daya 3 volt hingga 5,5 volt, dengan resolusi sensor 9 hingga 12 bit, serta dapat mengkonversi data suhu ke 12-bit digital word hanya dalam 750 millidetik (maksimal).
Adapun langkah-langkah dalam memodifikasi alat penyuling minyak atsiri tipe uap dan air, yaitu:
1. Dirancang bagian-bagian dari alat yang akan dimodifikasi.
2. Digambar serta ditentukan ukuran setiap bagian alat yang akan dimodifikasi.
3. Dipilih bahan yang akan digunakan sebagai bahan dasar pada pemodifikasian alat.
4. Dilakukan pengukuran terhadap bahan-bahan yang akan digunakan sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan.
5. Dipotong dan dilas pipa stainless pada bagian atas ketel utama dengan panjang 19 cm hingga membentuk sudut kemiringan sebesar 74,5 derajat.
6. Dibentuk dan dilas pelat bahan untuk membentuk rangka dudukan tangki air 1 dan 3.
7. Dipasang kembali komponen-komponen yang telah diperbaharui sesuai dengan posisinya semula.
Pengujian alat
1. Dimasukkan air ke dalam wadah penghasil uap air (≤ 40 L).
2. Dimasukkan bahan ke dalam saringan (3 kg jahe kering oven dengan kadar air rata-rata untuk ketiga ulangan sebesar 10,33%).
3. Dimasukkan es batu kedalam tangki air 1.
4. Dimasukkan air dan dipasang sensor kedalam tangki air 1,2 dan bak penampung air.
5. Dipasang termokopel pada ketel utama lalu disambungkan ke laptop.
6. Dihidupkan api kompor.
7. Dipanaskan air pada wadah penghasil uap air hingga mencapai suhu 98 o 8. Dijaga tekanan pada penghasil uap air (<1 atm).
C.
9. Dilakukan pemisahan minyak dan air hasil penyulingan.
10. Dilakukan pengukuran volume minyak yang dihasilkan tiap satuan berat bahan yang dimasukkan ke dalam wadah bahan.
11. Dilakukan pengamatan parameter.
Parameter Pengujian 1. Warna Minyak Jahe
Pengamatan warna dilakukan secara organoleptik dengan melihat warna minyak atsiri jahe yang dihasilkan. Digunakan tiga orang panelis sebagai pengamat warna minyak.
2. Kapasitas Efektif Alat
Kapasitas efektif alat dilakukan dengan menghitung banyaknya minyak jahe yang dihasilkan (ml) tiap satuan waktu yang dibutuhkan selama penyulingan tersebut (jam).
KEA = V
t ... (1) dimana :
KEA = Kapasitas efektif alat (ml/jam)
V = Volume minyak jahe yang dihasilkan (ml)
t = Waktu yang dibutuhkan selama penyulingan (jam) 3. Rendemen
Rendemen adalah perbandingan antara minyak yang dihasilkan dengan bahan tumbuhan yang diolah. Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui seberapa besar rendemen yang dihasilkan oleh suatu alat dalam memproduksi minyak jahe tiap satuan banyak bahan yang diolah.
R= BA
BB
×
100% ... (2) dimana :R = Rendemen (%)
BA = Berat minyak yang dihasilkan (gr) BB = Berat bahan olahan (gr)
4. Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus dikeluarkan saat produksi menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat diketahui seberapa besar biaya produksi sehingga keuntungan alat dapat diperhitungkan. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya tergantung pada output yang dihasilkan. Dimana semakin banyak produk yang dihasilkan maka semakin banyak bahan yang digunakan. Sedangkan, biaya tetap adalah biaya yang tidak tergantung pada banyak sedikitnya produk yang akan dihasilkan (Soeharno, 2007).
Pengukuran biaya pemakaian alat dilakukan dengan cara menjumlahkan biaya yang dikeluarkan yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap (biaya pokok).
BP =
[
BTx + BTT] C ... (3) Dimana :BP = Biaya pokok (Rp/satuan produksi) BT = Total biaya tetap (Rp/tahun) BTT= Total biaya tidak tetap ( Rp/jam) x = Total jam kerja pertahun (jam/tahun) C= Kapasitas alat (jam/satuan produksi) 1. Biaya tetap
Biaya tetap terdiri dari:
1. Biaya penyusutan (metode garis lurus) D = P−S
n ... (4)
D = Biaya penyusutan (Rp/tahun)
P = Nilai awal alsin (harga beli/pembuatan) (Rp) S = Nilai akhir alsin (10% dari P) (Rp)
n = Umur ekonomi (tahun)
2. Biaya bunga modal dan asuransi, perhitungannya digabungkan besarnya:
I = i(P)(n+1)
2n ... (5) dimana:
i = Total persentase bunga modal dan asuransi (%)
3. Dinegara kita belum ada ketentuan besar pajak secara khusus untuk mesin-mesin dan peralatan pertanian, beberapa literaturmenganjurkan bahwa biaya pajak alat dan mesin pertanian diperkirakan sebesar 2%
pertahun dari nilai awalnya.
4. Biaya gudang atau gedung diperkirakan berkisar antara 0,5 – 1 %, rata-rata diperhitungkan 1% nilai awal (P) pertahun.
2. Biaya tidak tetap
Biaya tidak tetap terdiri dari:
1. Biaya perbaikan untuk motor listrik sebagi sumber tenaga penggerak.Biaya perbaikan ini dapat dihitung dengan persamaan:
Biaya reperasi =1,2%(P−S)
1000 jam ... (6)
2. Biaya karyawan/operator yaitu biaya untuk gaji operator. Biaya ini tergantung kepada kondisi lokal, dapat diperkirakan dari gaji bulanan atau gaji pertahun dibagi dengan total jam kerjanya
(Giatman, 2006).
Break even point
Break even pointatau analisis titik impas (BEP) umumnya berhubungan dengan proses penentuan tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usaha yang dilakukan dapat membiayai sendiri (self financing),dan selanjutnya dapat berkembang sendiri (self growing). Dalam analisis ini, keuntungan awal dianggap sama dengan nol. Bila pendapatan dari produksi berada disebelah kiri titik impas maka kegiatanusaha akan menderita kerugian, sebaliknya bila disebelah kanan titik impas akan memperoleh keuntungan.
Analisis titik impas juga digunakan untuk:
1. Hitungan biaya dan pendapatan untuk setiap alternatif kegiatan usaha.
2. Rencana pengembangan pemasaran untuk menetapkan tambahan investasi untuk peralatan produksi.
3. Tingkat produksi dan penjualan yang menghasilkan ekuivalensi (kesamaan) dari dua alternatif usulan investasi.
(Waldiyono, 2008).
Manfaat perhitungan titik impas adalah untuk mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang dikelola masih layak untuk dijalankan.Pada kondisi ini income yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya operasional tanpa ada keuntungan.
Untuk mengetahui produksi titik impas (BEP) maka dapat digunakan rumus sebagai berikut:
N = BT
(R−BTT ) ... (7)
N= Jumlah produksi minimal untuk mencapai titik impas BT= Biaya tetap pertahun (Rupiah)
R = Penerimaan dari tiap unit produksi (harga jual) (Rupiah) BTT = Biaya tidak tetap perunit produksi(Rupiah)
(Giatman, 2006).
Biaya variabel adalah biaya yang besarnya tergantung pada out put yang dihasilkan. Dimana semakin banyak produk yang dihasilkan maka semakin banyak bahan yang digunakan dan biaya yang digunakan akan semkin besar juga.
Sedangkan biaya tetap adalah biaya yang tidak tergantung pada banyak sedikitnya produk yang akan dihasilkan (Soeharno, 2007).
Biaya tetap adalah biaya yang tidak terpengaruh oleh aktivitas perusahaan.
Biaya ini secara total tidak mengalami perubahan meskipun ada perubahan volume produksi. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah- ubah sesuai dengan aktivitas perusahaan. Biaya ini secara total akan berubah sesuai dengan volume produksi (Halim, 2009).
Net present value
Net present value (NPV) adalah selisih antara present value dari investasi nilai sekarang dari penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang. Identifikasi masalah kelayakan financial dianalisis dengan menggunakan metode analisis finansial dengan kriteria investasi.NPV adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan.Secara singkat dapat dirumuskan:
CIF – COF ≥ 0 ... (8)
dimana :
CIF = Chas in flow COF = Chas out flow
Sementera itu keuntungan yang diharapkan dari investasi yang dilakukan bertindak sebagai tingkat bungan modal dalam perhitungan :
Penerimaan (CIF) = pendapatan x (P/A, i, n) + nilai akhir x (P/F, i, n) Pengeluaran (COF) = investasi + pembiayaan (P/A, i, n).
Kriteria NPV yaitu :
- NPV >0, berarti usaha yang telah dilaksanakan menguntungkan
- NPV<0, berarti sampai dengan t tahun investasi usaha tidak menguntungkan - NPV =0,berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang
dikeluarkan (Giatman, 2006).
Internal rate of return
Dengan menggunakan metode internal rate of return (IRR) akan mendapatkan informasi yang berkaitan dengan tingkat kemampuan cash flow dalam mengembalikan investasi yang dijelaskan dalam bentuk %priode waktu.
Logika sederhananya menjelaskan seberapa kemampuan cash flow dalam mengembalikan modalnya dan seberapa besar pula kewajiban yang harus dipenuhi (Giatman, 2006).
Internal rate of return adalah suatu tingkatan discount rate, pada discount rate dimana diperolah B/C ratio = 1 atau NPV = 0. Harga IRR dapat dihitung
IRR = i1 – NPV 1
(NPV 2−NPV 1) (i1 – i2) ... (9)
dimana : i1
i
= Suku bungabank paling atraktif
2
NPV
= Suku bunga coba-coba
1 = NPV awal pada i NPV
1
2 = NPV pada i (Kastaman, 2006).
2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Alat Penyuling Minyak Atsiri Tipe Uap dan Air
Alat penyuling minyak atsiri tipe uap dan air adalah alat yang berfungsi untuk mengeluarkan kandungan minyak atsiri dari ruas-ruas bagian tubuh tumbuhan dengan cara menggunakan uap air. Pada penelitian ini, dilakukan perlakuan yang sama dengan penelitian sebelumnya yaitu dengan menggunakan bahan berupa jahe emprit yang telah diiris tipis dan dikeringovenkan dengan suhu 55o
Sebelum dilakukan pemodifikasian, alat ini hanya terdiri atas 3 bagian utama yaitu ketel suling yang dilengkapi termometer dan pressure gauge, tangki kondensor dan tungku api. Sehingga dalam pemodifikasiannya dilakukan penambahan beberapa bagian diantaranya berupa bak tampungan air yang dilengkapi dengan pompa untuk pengaturan sirkulasi air selama proses penyulingan, tangki sebagai tempat air dingin yang dilengkapi dengan keran pada bagian bawahnya untuk mengalirkan air dingin ke tangki kondensor, penambahan sensor suhu tipe DS18B20 pada masing-masing bagian (tangki utama/tempat air dingin, tangki kedua/tangki kondensor dan bak penampungan air) agar suhu pada C selama 18 jam. Hal ini sesuai dengan literaturLutony dan Rahmayati (2002) serta Rusli (2010) yang menyatakan bahwa diperlukan perajangan dan pengeringan terhadap beberapa jenis bahan tanaman sumber minyak atsiri sebelum disuling untuk memudahkan proses penguapan minyak karena perajangan menyebabkan kelenjar minyak pada bahan dapat terbuka selebar mungkin. Tujuan lainnya yaitu agar rendemen minyak menjadi lebih tinggi dan waktu penyulingan lebih singkat.
penambahan keran pada bagian bawah tangki kondesor untuk mengalirkan air ke bak penampungan dan penambahan kemiringan pipa kondensor sehingga uap yang dihasilkan pada proses penyulingan tidak kembali lagi ke ketel suling/perebusan.
Proses Penyulingan
Dalam satu kali proses penyulingan selama 5 jam diperlukan bahan bakar (gas elpiji) sebanyak 1,5 kg, air penghasil uap ≤ 40 L dan jahe dengan berat kering 3 kg serta dengan kadar air rata-rata untuk ketiga ulangan yaitu sebesar 10,33%
(kering oven selama 18 jam dengan suhu 55 o
Proses penyulingan dengan tipe uap dan air pada penelitian ini dilakukan dengan suhu 98
C) yang tertera pada Lampiran 9..
Hal ini sesuai dengan literatur Rusli (2010) dimana jika akan diolah menjadi minyak atsiri, rimpang dipotong dengan ketebalan sekitar 3 mm dan dikeringkan hingga kadar air mencapai 10−15 %.
oC dan dengan tekanan yang dihasilkan pada penelitian ini adalah dibawah 1 atm. Suhu air kondensor pada penelitian ini berkisar antara 26-28oC.
Suhu air pada kondensor tidak bisa dibawah 25o
Penyulingan dengan tipe uap dan air pada penelitian ini bersifat kontinu, dengan api sedang maka suhu naik secara bertahap hingga suhu mencapai 98
C karena nantinya distilat yang dihasilkan berupa air dengan volume yang sangat besar, hampir tidak mengandung minyak. Sehingga nyala api pada kompor pemanas ketel perebusan dan suhu air kondensor perlu dijaga dengan melihat data suhu yang terbaca pada sensor.
oC dan suhu air kondensor dipertahankan tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas (25–30oC) dengan mensirkulasikan air yang terdapat pada bak penampungan air
dan tangki air dingin menggunakan pompa. Setelah mencapai suhu optimum (98
o
Prinsip kerja alat ini, yaitu dengan memanaskan air di dalam ketel suling hingga suhunya mencapai 98
C), keran pengeluaran distilat pada tangki kondensor dibuka dan ditampung distilat yang keluar di gelas ukur sampai tidak ada lagi distilat yang dikeluarkan.
Distilat yang keluar berupa minyak dan air dimana perbandingan minyak dengan air adalah 1 : 1000. Lalu dilakukan pemisahan minyak atsiri dengan air yang diperoleh dengan menggunakan pipet tetes lalu diletakan pada wadah berupa gelas ukur dengan skala 0,2 ml untuk dilihat berapa volume minyak yang dihasilkan dan diletakkan pada botol berwarna gelap untuk penyimpanan selanjutnya agar kualitas minyak tetap terjaga.
oC, di dalam ketel suling terdapat saringan berisi bahan yang akan diuapkan. Ketel ditutup rapat agar tidak ada uap yang keluar dari celah tutup ketel maupun pipa sambungan. Sebelum proses berlangsung pastikan agar sensor suhu telah terpasang sempurna pada ketel suling, tangki air dingin, tangki kondensor dan bak penampungan air untuk menjaga kestabilan suhu penyulingan. Secara bertahap suhu akan naik hingga mencapai98o
Warna Minyak Jahe
C sehingga menguapkan air sekaligus minyak yang kemudian mengalir melalui pipa penghubung (diameter ½ inci dengan panjang 1 m) dan mengalami proses kondensasi atau perubahan fase dari uap menjadi cair saat masuk ke dalam pipa spiral (diameter ½ inci dengan panjang 6 m dan terdiri dari 7 kumparan). Distilat akan keluar melalui keran distilat dan kemudian minyak dengan airnya dipisahkan menggunakan pipet tetes.
Pengamatan warna dilakukan secara organoleptik dengan melihat warnaminyak atsiri jahe yang dihasilkan. Digunakan tiga orang panelis untuk melakukan pengamatan terhadap warna minyak jahe. Berikut ini warna minyak jahe dari ketiga sampel untuk selanjutnya disesuaikan dengan SNI. Warna minyak jahe berdasarkan pengamatan dari ketiga orang panelis dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Warna minyak jahe
Keterangan Panelis 1 Panelis 2 Panelis 3
Ulangan 1 Kuning Kuning Kuning
Ulangan 2 Kuning keorangean Coklat keorangean Merah keorangean
Ulangan 3 Kuning Kuning Kuning
Kadin Indonesia (2007) menyatakan bahwa standar mutu minyak atsiri jahe yang baik memiliki spesifikasi warna kuning muda-kuning. Pada penelitian ini jahe yang digunakan adalah jahe emprit atau jahe dapur dengan minyak atsiri yang dihasilkan berdasarkan pengamatan dari ketiga orang panelis berwarna kuning – kuning keorangean. Kualitas warna, aroma dan jumlah minyak atsiri jahe yang dihasilkan tersebut ditentukan oleh jenis bahan, kualitas fisik bahan, perlakuan terhadap bahan dan proses penyulingan yang digunakan.
Warna minyak atsiri jahe yang dihasilkan pada alat setelah dimodifikasi tidak jauh berbeda jika dibandingkan warna minyak atsiri jahe yang dihasilkan pada alat sebelum dimodifikasi (Lampiran 10).
Kapasitas Efektif Alat
Kapasitas efektif alat didefenisikan sebagai kemampuanalat dan mesin dalam menghasilkan suatu produk (ml) persatuanwaktu (jam). Dalam hal ini kapasitas efektif alat dihitung dari perbandingan antara banyaknya minyak atsiriyang dihasilkan pada proses penyulingan (ml) dengan waktu yang
dibutuhkan selama proses penyulingan (5 jam). Hasil perhitungan kapasitas efektif alat dapat dilihat pada Tabel 5 .
Tabel 5. Kapasitas efektif alat sebelum dan sesudah modifikasi Kapasitas efektif
alat (ml/jam) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-rata
Sebelum 0,4 0,3 0,6 0,43
Sesudah 0,68 0,84 0,72 0,75
Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali ulangan untuk masing-masing bahan sebanyak 3 kg berat kering dengan waktu 5 jam. Proses pengambilan distilat pada bukaan pertama dilakukan setelah suhu ketel penyulingan mencapai 98o
Dari ketiga ulangan yang dilakukan, nilai kapasitas efektif alat tertinggi adalah pada ulangan kedua yaitu 0,82 ml/jam dengan volume minyak 4,2 ml (Lampiran 2). kapasitas efektif rata-rata adalah 0,75 ml/jam. Artinya dalam waktu 1 jam alat ini dapat menghasilkan minyak astsiri jahe sebanyak 0,75 ml/jam.
Tinggi rendahnya nilai kapasitas efektif alat dipengaruhi oleh kelayakan alat terhadap kebocoran, besar api yang digunakan, suhu air kondensor dan kualitas jahe itu sendiri.
C, biasanya suhu tersebut dicapai setelah 1-1,5 jam penyalan api pada tungku pembakaran. Air yang mengandung minyak akan keluar sedikit demi sedikit secara berangsur-angsur. Penyulingan dinyatakan selesai apabila distilat yang keluar sudah tidak mengandung minyak lagi. Distilat ditampung sementara di gelas ukur, lalu dibiarkan beberapa menit untuk selanjutnya dipisahkan antara minyak dan air dengan menggunkan pipet tetes.
Dalam pengujian alat ini diperlukan nyala api yang stabil (tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil) karena apabila nyala apinya terlalu kecil nantinya akan menghambat proses penguapan air dan jika suhunya terlalu tinggi nantinya
volume air pada distilat yang dihasilkan sangat besar dan hampir tidak mengandung minyak. Hal ini sesuai dengan literatur Indriyanti (2013) yang menyatakan bahwa ciri khas dari metode ini adalah uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas, bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas. Apabila api yang digunakan terlalu besar maka suhu akan melebihi 100oC maka tekanan akan tinggi dan pipa akan cepat panas yang berpengaruh terhadap suhu air kondensor, sehingga distilat yang keluar volumenya besar dengan suhu lebih dari 30 o
Berdasarkan data yang tertera pada tabel diatas dapat disimpulkan bahwa alat penyuling minyak atsiri tipe uap dan air yang telah dimodifikasi pada penelitian ini memiliki rata-rata nilai kapasitas alat yang lebih besar dibandingkan dengan rata-rata nilai kapasitas alat sebelum dimodifikasi.
C dan tidak mengandung minyak.
Rendemen
Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui seberapa besar rendemen yang dihasilkan oleh suatu alat dalam memproduksi minyak jahe tiap satuan banyak bahan yang diolah. Hasil perhitungan rendemen alat dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rendemen minyak jahe sebelum dan sesudah modifikasi Rendemen Minyak
(%) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-rata
Sebelum 0,1 0,08 0,12 0,1
Sesudah 0,13 0,23 0,2 0,19
Dari tiga ulangan yang dilakukan, rendemen tertinggi pada ulangan kedua yaitu 0,23%, rendemen terendah pada ulangan pertama yaitu 0,13% serta dengan rendemen rata-rata pada ketiga ulangan tersebut sebesar 0,19%. Besar kecilnya
nilai rendemen yang dihasilkan ini dipengaruhi oleh kualitas jahe yang di olah, ketebalan pengirisan/perajangan jahe sehingga proses pengeringan tidak sempurna serta suhu air pada ketel penyulingan dan tangki kondensor.
Menurut data (Von Rechenberg dalam Ernest Guenther dalam Faryy dkk., 1994) rendemen minyak jahe yang dihasilkan melalui sistem penyulingan dengan uap dan air berkisar antara 0,2 % − 0,3 %, sedangkan rata-rata rendemen minyak atsiri jahe yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu sebesar 1,9% (sangat mendekati) untuk itu dapat dikatakan bahwa rendemen minyak jahe yang diperoleh pada penelitian ini sudah sesuai dengan SNI.
Faktor yang mempengaruhi rendemen minyak yang dihasilkan adalah kualitas fisik dari jahe yang digunakan, jahe harus segar dan berumur tua (9 – 10 bulan) sehingga mengandung minyak yang tinggi. Selain itu proses pengolahan/penanganan bahan sebelum dilakukan penyulingan juga turut mempengaruhi seberapa besar volume minyak yang dihasilkan seperti proses perajangan (ketebalan bahan) dan pengeringan bahan (kadar air bahan) serta proses pemisahan antara minyak dan air, dimana pada penelitian ini hanya menggunakan pipet tetes sehingga banyaknya minyak yang tertinggal pada tempat pemisahan dan pipet tetes itu sendiri. Hal ini sesuai dengan literaturRusli (2010) yang menyatakan bahwa panen rimpang dilakukan saat usia tanaman mencapai 9
− 10 bulan, jika akan diolah menjadi minyak atsiri, rimpang dipotong dengan ketebalan sekitar 3 mm dan dikeringkan hingga kadar air mencapai 10 − 15 %.
Untuk penyulingan tipe uap dan air, perlakuan terhadap jahe adalah harus dikurangi terlebih dahulu kadar airnya karena kadar air jahe sangat tinggi yaitu 94
Berdasarkan data yang tertera pada tabel diatas dapat disimpulkan bahwa alat penyuling minyak atsiri tipe uap dan air yang telah dimodifikasi pada penelitian ini memiliki rata-rata rendemen yang lebih besar dibandingkan dengan rata-rata rendemen alat sebelum dimodifikasi.
Heat Exchanger
Perpindahan panas merupakan panas yang berpindah dari suatu tempat ke tempat lain dengan adanya faktor tertentu. Panas akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat yang suhunya lebih rendah. Dalam hal ini panas yang dihasilkan oleh ketel uap dialirkan kedalam kondensor untuk akhirnya dapat diubah menjadi minyak. Hal ini disebabkan oleh adanya heat exchanger yang berfungsi mengubah fase uap menjadi fase cair. Kalor yang dilepas dalam satu kali proses berturut-turut dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Perpindahan panas
Ulangan Suhu Pendinginan (oC) Suhu Uap (oC) Perpindahan Kalor (J)
I 27 98 511.200
II 28 98 504.000
III 28 98 504.000
Rata-rata 27,7 98 506.400
Kalor terendah yang dilepas adalah pada suhu pendinginan 28o
Analisis Ekonomi
C yaitu sebesar 504.000 J dan rata-rata nilai kalor yang dilepas adalah 506.400 J. Alat penyuling minyak atsiri tipe uap dan air ini menggunakan heat exchanger dengan tipe spiral, dimana tipe spiral sangat baik pada cairan yang sangat kental dan bertekanan sedang. Hal ini sesuai dengan literatur Wallas (1982) yang menyatakan bahwa aliran fluida pada heat exchanger tipe spiral mengunakan aliran fluida spiral mengalir dua arah.
Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus dikeluarkan saat produksi menggunakan alat penyuling tipe uap dan air ini.
Dengan analisis ekonomi dapat diketahui seberapa besar biaya produksi sehingga keuntungan alat dapat diperhitungkan. Dari analisis ekonomi yang dilakukan (Lampiran 5) diperoleh biaya untuk memproduksi minyak atsiri jahe sebesar Rp.
Rp 5.190,35/ml. Artinya, untuk memproduksi minyak atsiri jahe sebanyak 1 ml dibutuhkan biaya sebesar Rp 5.190,35. Dimana dalam perhitungannya digunakan metode garis lurus sehingga biaya penyusutan dianggap sama setiap tahunnya.
Break Event Point (BEP)
Analisis titik impas umumnya berhubungan dengan proses penentuan tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usaha yang dilakukan dapat membiayai sendiri (self financing), dan selanjutnya dapat berkembang sendiri (self growing). Dalam analisis ini keuntungan awal dianggap nol. Manfaat perhitungan titik impas (break even point) adalah untuk mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang dikelola masih layak untuk dijalankan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan (Lampiran 6), alat penyuling minyak atsiri tipe uap dan air setelah dimodifikasi ini akan mencapai break even point pada nilai 322,6 ml/tahun. Hal ini berarti alat ini akan mencapai titik impas apabila hanya memproduksi minyak atsiri sebanyak 322,6 ml/tahun.
Net present value
Net present value adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan. Dalam menginvestasikan modal dalam
penambahan alat pada suatu usaha maka net present value ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam analisis financial. Dari percobaan dan data yang diperoleh (Lampiran 7) diperoleh nilai NPV dengan suku bunga 4,25 % adalah Rp 19.582.807,13. Hal ini berarti usaha ini layak untuk dijalankan karena nilai NPV lebih besar daripada nol (Rp 19.582.807,13> 0). Hal ini sesuai dengan literatur Giatman (2006) yang menyatakan bahwa NPV > 0, berarti usaha yang telah dilaksanakan menguntungkan dan NPV < 0, berarti sampai dengan t tahun investasi usaha tidak menguntungkan.
Internal rate of return
Internal rate of return (IRR) ini digunakan untuk memperkirakan kelayakan lama (umur) kepemilikan suatu alat atau mesin pada tingkat keuntungan tertentu. Dalam menginvestasikan sampai dimana kelayakan usaha itu dapatdilaksanakan. Maka hasil yang didapat dari perhitungan ini adalah sebesar 54,59 % (Lampiran 8). Artinya usaha ini masih layak dijalankan apabila bunga pinjaman bank tidak melebihi54,59%, jika bunga pinjaman di bank melebihi angka tersebut maka usaha ini tidak layak lagi diusahakan. Semakin tinggi bunga pinjaman di bank maka keuntungan yang diperoleh dari usaha ini semakin kecil.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Alat penyuling minyak atsiri tipe uap dan air yang telah dimodifikasi ini mampu menghasilkan minyak atsiri jahe yang lebih baik.
2. Kinerja alat yang telah dimodifikasi lebih baik dibandingkan kinerja alat sebelum dimodifikasi.
3. Warna minyak atsiri jahe yang dihasilkan pada penelitian ini berwarna kuning hingga kuning keorangean.
4. Kapasitas efektif alat penyuling minyak atsiri tipe uap dan air yang telah dimodifikasi pada penelitian ini sebesar 0,75 ml/jam.
5. Rendemen rata-rata alat pada alat penyuling minyak atsiri tipe uap dan air yang telah dimodifikasi pada penelitian ini adalah 0,19 % untuk penyulingan jahe.
6. Nilai rata-rata kalor yang dilepas adalah 506.400 J untuk penyulingan jahe pada alat penyulingan minyak atsiri tipe uap dan air yang telah dimodifikasi pada penelitian ini.
7. Biaya pokok yang dikeluarkan untuk memproduksi minyak jahe sebanyak 1 ml dari tahun pertama sampai tahun ke lima adalah Rp 5.190,35/ml.
8. Alat ini akan mencapai Break Event Point (titik impas) apabila menghasilkan minyak atsiri sebanyak 322,6 ml/tahundari tahun pertama sampai tahun ke lima.
9. Nilai Net Present Value (NPV) dengan suku bunga bank 4,25 % sebesar Rp Rp 19.582.807,13 dimana alat dinyatakan layak untuk digunakan.
10. Nilai Internal Rate of Return (IRR) dari alat penyuling minyak atsiri tipe uap dan air yang telah dimodifikasi pada penelitian ini adalah 54,59 %.
Saran
1. Modifikasi tutup pada ketel utama untuk mempermudah kerja operator sehingga waktu pemakaian alat lebih efisien.
2. Membuat alat separator agar memudahkan pemisah minyak dan air