STUDI PENGOLAHAN AIR MINUM DALAM KEMASAN DARI SUMBER MATA AIR KEBUN TAMBUNAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TUGAS AKHIR
RENDY PRAYUDHI UTAMA 140407007
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
STUDI PENGOLAHAN AIR MINUM DALAM KEMASAN DARI SUMBER MATA AIR KEBUN TAMBUNAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TUGAS AKHIR
RENDY PRAYUDHI UTAMA 140407007
TUGAS AKHIR INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar kepada penulis, maka pada kesempatan kali ini penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Studi Pengolahan Air Minum Dalam Kemasan Dari Sumber Mata Air Kebum Tambunan Universitas Sumatera Utara.
Pemilihan judul tersebut dilatarbelakangi oleh adanya potensi mata air di Kebun Tambuna USU untuk dijadikan air baku AMDK.
Ucapan terima kasih atas bantuan dan motivasi sehingga tugas akhir dapat diselesaikan dengan baik kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia, M.Sc sebagai dosen pembimbing I yang telah memberikan dorongan, arahan, moril dan materil dalam penyelesaian tugas akhir ini.
2. Bapak Ivan Indrawan, S.T., M.T sebagai dosen pembimbing II yang telah menyisihkan waktu dan kesempatan untuk membimbing penulis di sela-sela aktivitas beliau.
3. Ibu Ir. Netti Herlina, M.T, selaku ketua Jurusan Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Isra Suryati, S.T., M.Si sebagai koordinator tugas akhir yang telah memberikan nasehat-nasehat serta bimbingan kepada penulis, juga sebagai dosen pembanding dalam tugas akhir saya.
5. Bapak Muhammad Faisal S.T, M.T sebagai dosen penguji yang telah memberi bimbingan dan masukan untuk tugas akhir ini.
6. Bapak/ibu staf pengajar Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
7. Ayahanda Sudarso Edi Prayitno, Ibunda Sri Hartini, Kakek H.Rasikun, Nenek Hj.Sarmi yang selalu memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
8. Rekan-rekan seperjuangan Nasri, Roby, Rawi, Amry, Dwiki, Febrian, Abraham, Pinem yang telah setia menemani penulis saat suka maupun duka selama kuliah di Teknik Lingkungan.
9. Kak Nurhayani Simamora, S.H. yang telah membantu dan memberikan tips dan trik dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
10. Rekan tugas akhir Ferry Hasibuan Teknik Sipil 2014 yang banyak berkontribusi dalam pengumpulan data serta pengerjaan laporan tugas akhir ini.
11. Rekan rekan Teknik Lingkungan 2014 yang menjadi tempat keluh dan kesah penulis selama masa kuliah.
12. Seluruh pihak yang yang telah membantu yang tidak mungkin disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, baik isi maupun sistematikanya. Oleh karena itu, terhadap segala kekurangan dengan tangan terbuka penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak demi perbaikan pada masa yang akan datang.
Medan, Agustus 2018
Rendy Prayudhi Utama
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN ix
ABSTAK x
ABSTRACT xi
BAB I PENDAHULUAN I-1
1.1. Latar Belakang I-1
1.2. Perumusan Masalah I-3
1.3. Tujuan Penelitian I-3
1.4. Ruang Lingkup I-3
1.5. Manfaat Penelitian I-4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-1
2.1 Pengertian Air II-1
2.2 Air Mata Air II-2
2.3 Air Minum II-2
2.4 Karakteristik Air II-2
2.4.1 Karakteristik Air Berdasarkan Fisik II-2
2.4.2 Karakteristik Air Berdasarkan Kimia II-4
2.4.3 Karakteristik Air Berdasarkan Mikrobiologis II-7
2.5 Karakteristik Air Minum II-8
2.6 Proses Pengolahan Air Minum II-9
2.6.1 Filtrasi II-9
2.6.2 Membran II-9
2.6.3 Desinfeksi Dengan Ozon II-14
2.6.4 Desinfeksi Dengan Ultraviolet II-14
BAB III METODOLOGI PERANCANGAN III-1
3.1 Gambaran UmumLokasi Perancangan III-1
3.2 Langkah Perancangan III-3
3.2.1 Pengumpulan Data dan Informasi III-3
3.2.1.1 Tahap Persiapan III-3
3.2.1.2 Tahap Pengumpulan Data III-4
3.2.1.3 Cara Pengoperasian Alat Ukur Kualitas AIr III-4
3.2.3 Perancangan III-7
BAB IV KONDISI EKSISTING DAN KAPASITAS PRODUKSI IV-1 4.1 Kondisi Topografi di Sekitar Sumber Air Baku IV-1
4.2 Debit Pada Sumber Air Baku IV-1
4.2.1 Pengukuran Debit Dengan Metode Volume IV-2
4.2.2 Pengukuran Debit Dengan Metode Kecepatan Aliran IV-3
4.3 Kualitas Pada Sumber Air Baku IV-3
4.3.1 Uji Kualitas Air Baku Secara In-Situ IV-4
4.3.2 Uji Laboratorium Kualitas Air Baku IV-4
4.4 Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara IV-5
4.5 Target Pasar dan Kapasitas Produksi AMDK IV-6
4.5.1 Prakiraan Kebutuhan Air Minum di Daerah Sasaran IV-7
4.5.2 Kapasitas Produksi Mesin AMDK IV-8
4.6 Rencana Produksi dan Harga AMDK IV-9
4.6 Analisa Break Event Point (BEP) IV-10
BAB V ANALISA DAN PERHITUNGAN PERANCANGAN V-1
5.1 Desain Perpipaan dan Bak Penampungan V-1
5.2 Perhitungan Headloss dan Jenis Pompa V-6
5.3 Unit Pengolahan Air Minum Dalam Kemasan V-10
5.3.1 Sand Filter V-11
5.3.2 Carbon Filter V-12
5.3.3 Filtrasi Menggunakan Membran V-13
5.3.3.1 Menggunakan modul Reverse Osmosis V-13
5.3.3.2 Menggunakan modul Ultrafiltrasi V-18
5.3.4 Desinfeksi Ultraviolet V-17
5.3.5 Tangki Penampung V-18
5.3.6 Mesin Filling Galon dan Botol V-19
5.4 Analisa Alternatif Pengolahan V-20
5.5 Pemanfaatan Air Buangan Reverse Osmosis V-21
5.6 Layout Pabrik Air Minum Dalam Kemasan V-22
5.7 Standar Kualitas Produksi Air Minum V-22
5.8 Proses Pengolahan Pada Beberapa Industri AMDK V-24
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN VI-1
6.1 Kesimpulan VI-1
6.2 Saran VI-1
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagian Bagian Membran II-13
Gambar 3.1 Lokasi Mata Air III-1
Gambar 3.2 Lokasi Instalasi Pengolahan AMDK III-2
Gambar 3.3 Profil Memanjang dari Rencana Tapak Ke Mata Air III-2
Gambar 3.4 Lubang Mata Air III-3
Gambar 3.5 Diagram Alir Perancangan III-8
Gambar 3.6 Diagram Alir Penulisan Laporan III-9
Gambar 4.1 Profil Memanjang Area Darat Sungai IV-1
Gambar 4.2 Skema Break Event Point Untuk Pasar USU IV-11 Gambar 4.3 Skema Break Event Point Untuk Dua Kali Pasar USU IV-11 Gambar 5.1 Diagram Alir Proses Pengolahan Air Alternatif I V-2 Gambar 5.2 Diagram Alir Proses Pengolahan Air Alternatif II V-3 Gambar 5.3 Diagram Alir Proses Pengolahan Air Alternatif III V-4
Gambar 5.4 Sketsa Perpipaan Dan Bak Penampungan V-5
Gambar 5.5 Diagram Moody V- 8
Gambar 5.6 Grafik Performa Pompa V-10
Gambar 5.7 Tabung Sand Filter V-12
Gambar 5.8 Spektrum Filtrasi V-15
Gambar 5.9 Modul Ultrafiltrasi V-17
Gambar 5.10 Modul Ulraviolet V-18
Gambar 5.11 Layout Pabrik AMDK V-18
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Baku Mutu AMDK Sesuai SNI 01-3553-2006 II-8
Tabel 2.2 Perbandingan Reverse Osmosis, Ultrafiltrasi dan Mikrofiltrasi II-14
Tabel 3.1 Parameter Uji Laboratorium III-5
Tabel 4.1 Pengukuran Debit Mata Air Metode Tampung IV-2 Tabel 4.2 Pengukuran Debit Mata Air Metode Kecepatan Aliran IV-3
Tabel 4.3 Hasil Pengukuran In-Situ IV-4
Tabel 4.4 Hasil Uji Laboratorium IV-4
Tabel 4.5 Jumlah Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara IV-5
Tabel 4.6 Asumsi Kehadiran Civitas Akademika USU IV-7
Tabel 4.7 Asumsi Kebutuhan AMDK Berdasarkan Kategori Konsumen IV-7
Tabel 4.8 Kebutuhan AMDK Civitas Akademika USU IV-8
Tabel 4.9 Konsumsi Jenis-jenis AMDK di Kampus USU IV-8
Tabel 4.10 Target Pemasaran AMDK di Kampus USU IV-8
Tabel 4.11 Kapasitas Efektif Produksi AMDK IV-9
Tabel 4.12 Presentase Produksi AMDK IV-9
Tabel 4.13 Rencana Harga dan Penjualan AMDK IV-9
Tabel 4.14 Rencana Produksi AMDK untuk Target Pasar USU IV-10 Tabel 4.15 Laba Produksi untuk Target Pasar USU IV-11 Tabel 4.16 Rencana Produksi AMDK untuk Dua Kali Target Pasar USU IV-10 Tabel 4.17 Laba Produksi untuk Dua Kali Target Pasar USU IV-11 Tabel 5.1 Nilai Kekasaran Permukaan Pada Jenis-Jenis Pipa V-7
Tabel 5.2 Spesifikasi Pompa V-10
Tabel 5.3 Perbandingan Membran Ultrafiltrasi dan Reverse Osmosis V-14 Tabel 5.4 Perhitungan Penggunaan Membran Reverse Osmosis V-15
Tabel 5.5 Konfigurasi Membran Reverse Osmosis V-16
Tabel 5.6 Permeat Flow dan Tekanan di Setiap Elemen V-16 Tabel 5.7 Spesifikasi Teknis Membran Reverse Osmosis V-16
Tabel 5.8 Spesifikasi Teknis Membran Ultrafiltrasi V-17
Tabel 5.9 Spesifikasi Teknis Modul Ultraviolet V-18
Tabel 5.10 Rekapitulasi Kebutuhan Tangki V-19
Tabel 5.11 Rencana Produksi AMDK Kapasitas 4000l/jam V-19
Tabel 5.12 Spesifikasi Mesin Filling AMDK V-20
Tabel 5.13 Standar Kualitas Air Minum Berdasarkan SNI 01-3553-2006 V-23 Tabel 5.14 Proses Pengolahan Pada Beberapa Industri AMDK V-24
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Topografi Daerah Sekitar Mata Air.
Lampiran 2. Denah Bak Penampung.
Lampiran 3. Hasil Uji Laboratorium Kualitas Air Baku.
Lampiran 4. Spesifikasi dan Performa Pompa.
Lampiran 5. Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor 96/M-IND/PER/12/2011.
Lampiran 6. Foto Dokumentasi
ABSTRAK
Air minum dalam kemasan menurut Standar Nasional Indonesia 01-3553-2006 tentang air minum dalam kemasan adalah air baku yang telah diproses, dikemas, dan aman diminum mencakup air mineral dan air demineral. USU sebagai PTN-BH memiliki kewenangan untuk mengelola keuangan secara mandiri. Mata air di Kebun Tambunan USU dapat digunakan sebagai sumber baku air minum dalam kemasan dengan pengolahan yang tepat dan efisien. Menentukan alternatif proses pengolahan air baku menjadi air minum kemasan.
Menentukan kapasitas produksi air minum kemasan yang dapat diproduksi dengan sumber air baku yang ditinjau dari kebutuhan target pasar. Lokasi perancangan instalasi pengolahan air minum berada di Kebun Tambunan USU yang terletak di Desa Perkebunan Tambunan, Kecamatan Salapian, Kabupaten Langkat. Air baku untuk air minum dalam kemasan tersebut diperoleh dari mata air yang terletak pada koordninat 3°26'36.7"LU 98°20'10.0"BT. Total seluruh mahasiswa USU adalah 52.440 orang, total seluruh dosen adalah 1.504 orang, dan total seluruh pegawai adalah 1.962 orang. Kebutuhan harian untuk pangsa pasar Universitas Sumatera Utara adalah sebesar 13.349 liter/ hari. Sesuai dengan Peraturan Menteri Perinduslrian RI Nomor:96/IND/PER/12/2011 tentang air minum dalam kemasan. Setiap pabrik pengolahan air minum dalam kemasan harus memiliki prefilter, filter karbon aktif, mikrofilter dan desinfeksi. Filter dengan multimedia filter dirancang untuk menurunkan kekeruhan dan koloid. Filter tersebut dapat menghilangkan partikel hingga 10 mikron. Filter karbon merupakan metode karbon aktif dengan media granular (Granular Activated Carbon) merupakan proses filtrasi yang berfungsi untuk menghilangkan bahan-bahan organik, desinfeksi, serta menghilangkan bau dan rasa yang disebabkan oleh senyawa-senyawa organik. Proses membran Ultrafiltrasi (UF) merupakan upaya pemisahan dengan membran yang menggunakan gaya dorong beda tekanan sangat dipengaruhi oleh ukuran dan distribusi pori membran. Reverse osmosis merupakan proses pemisahan berbagai pencemar dari dalam air dengan cara melewatkan air pada suatu membran yang bersifat semipermeabel.
Kata kunci: Air Minum, Filter, Mata Air, Reverse Osmosis, Ultrafiltrasi.
ABSTRACT
Bottled drinking water according to Indonesian National Standard 01-3553-2006 concerning bottled drinking water is raw water that has been processed, packaged, and safe to drink including mineral water and demineralized water. USU as PTN-BH has the authority to manage finances independently. The spring in USU's Tambunan Garden can be used as a standard source of bottled drinking water with proper and efficient processing.
Determine alternative processing of raw water into bottled water. Determine the production capacity of bottled drinking water that can be produced with raw water sources in terms of the needs of the target market. The design location of the drinking water treatment plant is located at USU's Tambunan Garden located in the Kebun Tambunan Village, Salapian Subdistrict, Langkat Regency. The raw water for drinking water in the package is obtained from the spring which is located on the coordinate 3 ° 26'36.7 "LU 98 ° 20'10.0" BT. The total number of USU students was 52,440 people, the total number of lecturers was 1,504 people, and the total of all employees was 1,962 people. The daily requirement for the market share of the University of North Sumatra is 13,349 liters / day. In accordance with the Regulation of the Minister of Industry and Trade No. 96 / IND / PER / 12/2011 concerning bottled drinking water. Each packaged drinking water treatment plant must have a prefilter, activated carbon filter, microfilter and disinfection. Filters with multimedia filters are designed to reduce turbidity and colloids. The filter can remove particles up to 10 microns. Carbon filter is a method of activated carbon with granular media (Granular Activated Carbon) is a filtration process that serves to remove organic materials, disinfection, and eliminate odors and flavors caused by organic compounds. Ultrafiltration membrane process (UF) is an attempt to separate the membrane which uses a pressure thrust force is strongly influenced by the size and pore distribution of the membrane.
Reverse osmosis is the process of separating various pollutants from the water by passing water on a semipermeable membrane.
Keywords: Drinking Water, Filter, Spring, Reverse Osmosis, Ultrafiltration.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan vital makhluk hidup. Proses kehidupan tidak dapat berjalan tanpa adanya air yang memadai. Kebutuhan utama untuk terselenggaranya kesehatan yang baik ialah tersedianya air dari aspek kuantitas, kualitas, dan kontinuitas. Konsumsi air meningkat pesat dalam 50 tahun terakhir yang sebanding dengan penurunan mutu air (Asmadi, dkk. 2011). Air yang dibutuhkan ialah air bersih, hygiene, dan memenuhi persyaratan, yaitu air yang berkualitas dalam aspek fisik, kimia dan bebas dari mikroorganisme, tidak berwarna, tawar dan tidak berbau (Soemirat, 2001).
Berdasarkan peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas yaitu :
1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut ;
3. Kelas tiga, air yang peruntukannya digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanarnan dan atau per,untukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sarna dengan kegunaan tersebut;
4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Air minum harus memenuhi syarat–syarat yang mencakup sifat–sifat fisika, kimia dan mikrobiologi. Syarat ini harus sesuai dengan standar yang telah dikeluarkan oleh Depatemen Kesehatan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
Untuk keperluan air minum, maka sumber air baku yang dapat digunakan untuk kebutuhan air minum dapat terdiri dari mata air, air permukaan (sungai, danau, waduk, dll.), air tanah (sumur gali, sumur bor) maupun air hujan. Dari segi kualitas air, kualitas mata air relatif jernih dibandingkan dengan kualitas sumber air tanah dari air permukaan pada umumnya, dengan demikian mata air lebih baik digunakan dibandingkan dengan air permukaan. Namun demikian keberadaan mata air ini pada saat ini terus berkurang keberadaannya. Air tanah, yang umumnya mempunyai kandungan besi dan mangan relatif lebih besar dari sumber air yang lain, pemakaiannya juga sudah harus mulai dikurangi atau dihentikan sehubungan dengan masalah penurunan muka tanah (Hartono, 2016).
Air minum dalam kemasan menurut Standar Nasional Indonesia 01-3553-2006 tentang air minum dalam kemasan adalah air baku yang telah diproses, dikemas, dan aman diminum mencakup air mineral dan air demineral. Air minum dalam kemasan harus memenuhi syarat-syarat standar kualitas air. Syarat tersebut berupa standar fisik, kimia dan mikrobiologi.
Berdasarkan data Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (ASPADIN), pasar industri AMDK di Indonesia beberapa tahun terakhir ini semakin berkembang seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat. Dilihat dari sisi volume, konsumsi AMDK menyumbang sekitar 85% total konsumsi minuman ringan di Indonesia. Sementara itu, nilai pasar (penjualan) industri AMDK nasional pada 2013 diperkirakan sebesar USD1.676 juta. Nilai pasar (penjualan) industri AMDK diperkirakan tumbuh rata-rata 11,1% per tahun hingga 2017 (Mandiri, 2015).
Menurut Peraturan Majelis Wali Amanat Universitas Sumatera Utara Nomor 16 Tahun 2014 tentang statuta usu, pada pasal 23 ayat 2 USU memiliki kewenangan untuk mengelola keuangan secara mandiri, transparan, dan akuntabel. Mata air di Kebun Tambunan USU dapat digunakan sebagai sumber baku air minum dalam kemasan dengan pengolahan yang tepat dan efisien. Sehingga produk air minum dalam kemasan (AMDK) dapat sesuai dengan kualitas air minum untuk kemudian dipasarkan dan menjadi sumber pemasukan keuangan bagi Universitas Sumatera Utara.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, maka dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik sumber air baku di mata air Kebun Tambunan USU?
2. Bagaimana menentukan kapasitas produksi yang sesuai dengan ketersediaan air baku dan target pasar?
3. Bagaimana proses pengolahan yang terjadi pada setiap unit pengolahan?
4. Bagaimana rancangan pengolahan air baku menjadi air minum dalam kemasan?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis yaitu :
1. Mengetahui karakteristik air baku di mata air Kebun Tambunan USU.
2. Menentukan kapasitas produksi air minum kemasan yang dapat diproduksi dengan sumber air baku yang ditinjau dari kebutuhan target pasar.
3. Menentukan alternatif proses pengolahan air baku menjadi air minum kemasan.
4. Merancang unit pengolahan untuk mengolah air baku menjadi air minum dalam kemasan.
1.4 Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup penelitian ini akan dibatasi pada masalah sebagai berikut:
1. Air baku yang digunakan adalah mata air yang terletak di Kebun Tambunan USU yang terletak pada koordinat 3°26'36.7"LU 98°20'10.0"BT.
2. Perancangan unit pengolahan air minum dalam kemasan dirancang sesuai karakteristik air baku.
3. Target pasar yang ingin dicapai adalah sivitas akademika Universitas Sumatera Utara 4. Karakteristik air yang ingin dicapai sesuai PERMENKES 492 Tahun 2010 tentang air
minum.
5. Unit pengolahan yang dirancang dari bangunan penangkap mata air, proses pengolahan air, hingga proses pengemasan menjadi air minum dalam kemasan (AMDK).
6. Perancangan tidak mencakup rencana anggaran biaya (RAB).
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Diketahuinya karakteristik air pada mata air Kebun Tambunan USU.
2. Diketahuinya unit-unit pengolahan air yang tepat untuk mengolah air baku menjadi air minum kemasan berdasarkan karakteristik air baku tersebut.
3. Diketahuinya proses pengolahan air di setiap unit yang direncanakan.
4. Sebagai referensi bagi pihak Universitas Sumatera Utara untuk merencanakan pembuatan air kemasan dari air baku tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Air
Air merupakan bagian dari ekosistem secara keseluruhan. Keberadaan air di suatu tempat yang berbeda membuat air bisa berlebih dan bisa berkurang sehingga dapat menimbulkan berbagai persoalan. Untuk itu, air harus dikelola dengan bijak dengan pendekatan terpadu secara menyeluruh. Terpadu berarti keterikatan dengan berbagai aspek. Untuk sumber daya air yang terpadu membutuhkan keterlibatan dari berbagai pihak (Kodoatie, 2008).
Air juga mempunyai karakteristik khusus yaitu karakteristik fisika dan karakteristik kimia. Karakteristik fisika air meliputi kekeruhan, suhu, warna, residu terlarut, residu tersuspensi, bau, dan rasa. Kekeruhan dapat terjadi karena bahan organik maupun anorganik, seperti limbah industri, limbah domestik, dan lumpur. Suhu akan mempengaruhi jumlah oksigen terlarut, karena oksigen akan mudah terurai pada suhu tinggi. Semakin tinggi suhu air maka jumlah oksigen terlarut akan semakin rendah. Warna pada air dipengaruhi oleh adanya organisme, bahan berwarna yang tersuspensi dan senyawa-senyawa organik. Air memiliki bau dan rasa karena pengaruh organisme seperti alga, bau dan rasa juga dapat timbul karena adanya senyawa H2S dalam bentuk gas yang merupakan hasil penguraian senyawa organik yang berlangsung secara anaerob. Sedangkan karakteristik kimia air meliputi : DO (Dissolved Oxygent), COD (Chemical Oxygent Demand), BOD (Biological Oxygent Demand), pH (Effendi, 2007).
Air bersih dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan manusia untuk melakukan segala kegiatan sehingga perlu diketahui bagaimana air dikatakan bersih dari segi kualitas dan bisa digunakan dalam jumlah yang memadai dalam kegiatan sehari-hari manusia. Ditinjau dari segi kualitas, ada bebarapa persyaratan yang harus dipenuhi, diantaranya kualitas fisik yang terdiri atas bau, warna dan rasa, kualitas kimia yang terdiri atas pH, kesadahan dan sebagainya serta kualitas biologi dimana air terbebas dari mikroorganisme penyebab penyakit. Agar kelangsungan hidup manusia dapat berjalan lancar, air bersih juga harus tersedia dalam
jumlah yang memadai sesuai dengan aktifitas manusia pada tempat tertentu dan kurun waktu tertentu (Gabriel, 2001).
2.2 Air Mata Air
Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah.
Kuantitas mata air yang keluar dari dalam tanah hampir tidak terpengaruh musim, kualitasnya juga sama dengan air tanah dalam (Totok Sutrisno, 2002).
2.3 Air Minum
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010, air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
Menurut Permendagri No. 23 tahun 2006 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum pada Perusahaan Daerah Air Minum, Departemen dalam Negeri Republik Indonesia, air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
2.4 Karakteristik Air
2.4.1 Karakteristik Air Berdasarkan Parameter Fisik
Karakteristik air berdasarkan parameter fisik terdiri dari (Gabriel, 2001) : a. Suhu
Suhu air maksimum yang diizinkan oleh Kementrian Kesehatan RI NO.492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum adalah suhu udara ± 30C. Penyimpangan terhadap ketetapan ini akan mengakibatkan meningkatnya daya/tingkat toksisitas bahan kimia atau bahan pencemaran dalam air serta pertumbuhan mikroba dalam air.
b. Warna
Banyak air permukaan khususnya yang berasal dari daerah rawa rawa seringkali berwarna sehingga tidak dapat diterima oleh masyarakat baik untuk keperluan rumah tangga maupun keperluan industri, tanpa dilakukannya pengolahan untuk menghilangkan warna tersebut. Bahan bahan yang
menimbulkan warna tersebut dihasilkan dari kontak antara air dengan reruntuhan organis yang mengalami dekomposisi.
c. Bau
Bau pada air minum dapat dideteksi dengan menggunakan hidung. Tujuan deteksi bau pada air minum yaitu untuk mengetahui ada bau atau tidaknya bau yang berasal dari air minum yang disebabkan oleh pencemar. Apabila air minum memiliki bau maka dapat dikategorikan sebagai air minum yang tidak memenuhi syarat dan kurang layak untuk di manfatkan sebagai air minum. Pada persyaratan air bersih yaitu harus tidak boleh ada bau. Karena bau pada air disebabkan adanya benda asing yang masuk kedalam air sehingga terlarut dan terurai didalam air lalu dapat mengganggu kesehatan apabila dikonsumsi (Soesanto ,1997).
d. Rasa
Biasanya rasa dan bau terjadi bersama-sama, yaitu akibat adanya dekomposisi bahan organik dalam air. Seperti pada bau, air yang memiliki rasa juga dapat mengganggu estetika. Rasa pada air dapat ditimbulkan oleh beberapa hal yaitu adanya gas terlarut seperti H2S, organisme hidup, adanya limbah padat dan limbah cair dan kemungkinan adanya sisa-sisa bahan yang digunakan untuk disinfektan seperti klor. Rasa pada air minum diupayakan netral atau tawar, sehingga dapat diterima oleh para konsumen air minum (Soesanto,1997)
e. Kekeruhan
Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi tanah liat, lumpur, bahan bahan organik yang tersebar dan partikel-partikel kecil lain yang tersuspensi.
2.4.2 Karakteristik Air Berdasarkan Parameter Kimia Karakteristik air berdasarkan parameter fisik terdiri dari:
a. Derajat Keasamaan (pH)
pH merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa sesuatu larutan. Sebagai satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan atau kehidupan mikroorganisme dalam air, secara empirik pH yang optimum untuk tiap spesifik harus ditentukan. Kebanyakan mikroorganisme tumbuh terbaik pada pH 6,0-8,0 meskipun beberapa bentuk mempunyai pH optimum rendah 2,0 dan lainnya punya pH optimum 8,5. Pengetahuan pH ini sangat diperlukan dalam penentuan range pH yang akan diterapkan pada usaha pengelolaan air bekas yang menggunakan proses-proses biologis. Pengaruh yang menyangkut aspek kesehatan dari penyimpanan standar kualitas air minum dalam pH ini yaitu bahwa pH yang lebih kecil dari 6,5 dan lebih besar dari 9,2 akan dapat menyebabkan korosi pada pipa-pipa air dan menyebabkan beberapa senyawa menjadi racun, sehingga menggangu kesehatan (Susilawati, 2011).
b. Total Padatan Terlarut (Total Dissolve Solid)
TDS (Total Dissolve Solid) yaitu ukuran zat terlarut (baik itu zat organik maupun anorganik) yang terdapat pada sebuah larutan. Umumnya berdasarkan definisi di atas seharusnya zat yang terlarut dalam air (larutan) harus dapat melewati saringan yang berdiameter 2 mikrometer (2×10-6 meter). Aplikasi yang umum digunakan adalah untuk mengukur kualitas cairan biasanya untuk pengairan, pemeliharaan aquarium, kolam renang, proses kimia, dan pembuatan air mineral. Setidaknya, kita dapat mengetahui air minum mana yang baik dikonsumsi tubuh, ataupun air murni untuk keperluan kimia misalnya pembuatan kosmetika, obat-obatan, dan makanan (Kusnaedi, 2006).
Banyak zat terlarut yang tidak diinginkan dalam air. Mineral, gas, zat organik yang terlarut mungkin menghasilkan warna, rasa dan bau yang secara estetis tidak menyenangkan. Beberapa zat kimia mungkin bersifat racun, dan beberapa zat organik terlarut bersifat karsinogen yaitu zat yang dapat menyebabkan penyakit kanker. Cukup sering, dua atau lebih zat terlarut khususnya zat terlarut dan anggota
golongan halogen akan bergabung membentuk senyawa yang bersifat lebih dapat diterima daripada bentuk tunggalnya (Susilawati, 2011).
c. Konduktivitas
Nilai konduktivitas merupakan ukuran terhadap konsentrasi total elektrolit didalam air. Kandungan elektrolit yang pada prinsipnya merupakan garam-garam yang terlarut dalam air, berkaitan dengan kemampuan air didalam menghantarkan arus listrik. Semakin banyak garam-garam yang terlarut semakin baik daya hantar listrik air tersebut. Air suling yang tidak mengandung garam-garam terlarut dengan demikian bukan merupakan penghantar listrik yang baik. Selain dipengaruhi oleh jumlah garam-garam terlarut, konduktivitas juga dipengaruhi oleh nilai temperatur (Kusnaedi,2006).
d. Zat Organik
Adanya zat organik di dalam air disebabkan karena air buangan dari rumah tangga, industri, kegiatan pertanian dan pertambangan. Zat organik di dalam air dapat ditentukan dengan mengukur angka permangantnya (KMnO4). Di dalam standar kualitas, ditentukan maksimal angka permangantnya 10mg/l (Susilawati, 2011).
e. Kimia Anorganik
Kimia anorganik terdiri atas : 1. Calcium (Ca)
Adanya Ca dalam air sangat dibutuhkan dalam jumlah tertentu, yaitu untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Sedangkan bila telah melewati ambang batas, kalsium dapat menyebabkan kesadahan, kesadahan dapat berpengaruh secara ekonomis maupun terhadap kesehatan yaitu efek korosif dan menurunnya efektifitas dari kerja sabun. Standar yang ditetapkan Departemen Kesehatan (Depkes) sebesar 75-200 mg/l. Sedangkan WHO interregional water study group adalah sebesar 75-150 mg/l.
2. Tembaga (Cu)
Ukuran batas ada atau tidaknya tembaga adalah 0,05-1,5 mg/l. Dalam jumlah kecil Cu sangat diperlukan untuk pembentukan sel darah merah, sedangkan dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan rasa yang tidak enak di lidah, disamping dapat menyebabkan kerusakan pada hati.
3. Sulfida (S2 atau H2S)
H2S sangat beracun dan berbau busuk, oleh karena itu zat ini tidak boleh terdapat dalam air minum. Dalam jumlah besar dapat menimbulkan atau memperbesar keasaman air sehingga menyebabkan korosifitas pada pipapipa logam.
4. Amonia (NH3)
Bahan ini sangat berbau yang sangat menusuk hidung atau baunya sangat tajam sehingga tidak boleh sama sekali dalam air minum.
5. Magnesium (Mg)
Efek yang ditimbulkan oleh Mg sama dengan kalsium yaitu menyebabkan terjadinya kesadahan. Dalam jumlah kecil Mg dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan tulang, sedang dalam jumlah yang lebih besar dari 150 mg/l dapat meyebabkan rasa mual
6. Besi (Fe)
Besi adalah metal berwarna putih keperakan, liat dan dapat dibentuk. Di alam didapat sebagai hematit. Di dalam air minum Fe menimbulkan rasa, warna (kuning), pengendapan pada dinding pipa, pertumbuhan bakteri besi dan kekeruhan. Besi dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan hemoglobin.
7. Cadmium (Cd)
Dalam standar kualitas ditetapkan konsentrasi maksimal 0,01 mg/l. Apabila cadmium melebihi standar, maka cadmium tersebut akan terakumulasi dalam jaringan tubuh sehingga mengakibatkan penyakit.
8. Mangan (Mn)
Tubuh manusia membutuhkan mangan rata-rata 10 mg/l sehari yang dapat dipenuhi dari makanan. Tetapi mangan bersifat toxis terhadap alat pernafasan. Standar kualitas menetapkan: kandaungan mangan di dalam air 0,05-05 mg/l.
9. Air Raksa (Hg)
Raksa merupakan logam berbentuk cair dalam suhu kamar yang bersifat toksis. Di dalam standar ditetapkan sebesar 0,001 mg/l. Jika dalam air terdapat air raksa lebih dari standar, akan menyebabkan: - Keracunan sel-sel tubuh - Kerusakan ginjal, hati dan syaraf - Keterbelakangan mental dan cerebral polcy pada bayi.
10. Seng (Zn)
Satuan yang dipergunakan adalah mg/l dengan batas antara 1,0 sampai 15 mg/l. Zn dapat menyebabkan hambatan pada pertumbuhan anak. Akan tetapi apabila jumlahnya besar dapat menimbulkan rasa pahit dan sepat pada air minum.
11. Arsen
Arsen dapat diperbolehkan dalam air paling banyak sebesar 0,05 mg/l. Jika dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan gangguan pada sistem pencernaan, kanker kulit, hati dan saluran empedu.
12. NO3
Batas maksimum NO3 dalam air minum adalah sebesar 20mg/l. Jumlah nitrat yang besar cenderung berubah menjadi nitrit, yang dapat bereaksi langsung dengan hemoglobine yang dapat menghalangi perjalanan oksigen di dalam tubuh.
13. Sulfat
Kadar yang dianjurkan 200-400 mg/l, apabila jumlahnya besar dapat bereaksi dengan ion natrium atau magnesium dalam air sehingga membentuk garam natrium sulfat atau magnesium sulfat yang dapat menimbulkan rasa mual.
2.4.2 Karakteristik Air Berdasarkan Parameter Mikrobiologis
Bakteri yang digunakan sebagai indikator mikrobiologis pada air minum adalah E.
coli , E.coli adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang yang tidak membentuk spora yang merupakan flora normal di usus. Meskipun demikian, beberapa jenis E.
coli dapat bersifat patogen, yaitu serotipe-serotipe yang masuk dalam golongan E.coli Enteropatogenik, E.coli Enteroinvasif, E.coli Enterotoksigenik dan E.coli Enterohemoragik . Jadi adanya E. coli dalam air minum menunjukkan bahwa air minum tersebut pernah terkontaminasi kotoran manusia dan mungkin dapat mengandung patogen usus. Parameter persyaratan bakteriologis air minum menurut
Kementrian Kesehatan RI NO.492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum yaitu jumlah maksimum E.coli dan total bakteri Coliform per 100 ml sampel.
2.5 Karakteristik Air Minum
Air minum adalah air yang digunakan untuk konsumsi manusia. Menurut Kementrian Kesehatan RI NO.492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum, syarat-syarat air minum adalah tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, tidak mengandung mikroorganisme melebihi 100 ml per sampel. Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan ataupun tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002 Tentang Syarat – Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum).
Adapun karakteristik air minum dalam kemasan (AMDK) yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3553-2006 tentang air minum dalam kemasan dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Baku Mutu AMDK yang sesuai dengan SNI 01-3553-2006
No Parameter Satuan Baku Mutu
1 Bau - Tidak Berbau
2 Rasa - Tidak Berasa
3 Warna Unit Pt-Co Maks. 5
4 Kekeruhan Ntu Maks 3
5 pH - 6.0-8,5
6 Zat Organik mg/l Maks. 10
7 Nitrat (NO3) mg/l Maks. 45
8 Nitrit (NO2) mg/l Maks. 3
9 Amonium (NH4) mg/l Maks. 0,15
10 Sulfat (SO4) mg/l Maks. 200
11 Klorida (Cl) mg/l Maks. 250
12 Flourida (F) mg/l Maks. 1
13 Sianida (Sn) mg/l Maks. 0,05
14 Besi (Fe) mg/l Maks. 0,1
15 Mangan (Mn) mg/l Maks. 0,4
16 Klor Bebas (Cl2) mg/l Maks. 0,1
17 Kromium (Cr) mg/l Maks. 0,005
18 Barium (Ba) mg/l Maks. 0,7
19 Boron (Br) mg/l Maks. 0,3
20 Selenium (Se) mg/l Maks. 0,01
21 Timbal (Pb) mg/l Maks. 0,05
22 Tembaga (Cu) mg/l Maks. 0,5
23 Kadmium (Cd) mg/l Maks. 0,03
24 Raksa (Hg) mg/l Maks. 0,001
25 Perak (Ag) - -
26 Kobalt (Co) - -
27 Bakteri E. Colli APM/100 mL <2 Sumber : BSN, 2006
2.6 Proses Pengolahan Air Minum 2.6.1 Filtrasi
Filtrasi merupakan proses pemisahan antara padatan / koloid dengan suatu cairan.
Untuk penyaringan air olahan yang mengandung padatan dengan ukuran seragam dapat digunakan saringan medium tunggal, sedangkan untuk penyaringan air yang mengandung padatan dengan ukuran yang berbeda dapat digunakan tipe saringan multi medium (Hardjasoemantri, 1995).
Media filter merupakan alat filtrasi yang mampu memisahkan campuran solid dan liquid dengan media atau porous sehingga dapat memisahkan padatan tersuspensi yang paling halus penyaringan ini merupakan proses pemisahan antara padatan atau koloid dengan cairan, dimana prosesnya bisa dijadikan sebagai proses awal.
Oleh karena air olahan yang akan disaring berupa cairan yang mengandung butiran halus atau bahan-bahan yang larut dan menghasilkan endapan, maka bahan-bahan tersebut dapat dipisahkan dari cairan melalui filtrasi. Apabila air olahan mempunyai padatan yang ukuran seragam maka saringan yang digunakan adalah single medium. Jika ukuran beragam maka digunakan saringan dual medium atau three medium (Hardjasoemantri, 1995).
2.6.2 Membran
Membran merupakan sekat yang bersifat selektif permeable yang bias memisahkan dua fasa. Pada dasarnya pemisahan membran adalah berdasarkan ukuran partikelnya. Selain itu membran juga dapat didefinisikan sebagai suatu media berpori berbentuk seperti tabung atau film tipis, bersifat semipermeabel (Widianto, 2008).
Ditinjau dari bahannya membran terdiri dari bahan alami dan bahan sintetis.
Bahan alami adalah bahan yang berasal dari alam misalnya pulp dan kapas, sedangkan bahan sintetis dibuat dari bahan kimia, misalnya polimer.
Membran berfungsi memisahkan material berdasarkan ukuran dan bentuk molekul, menahan komponen dari umpan yang mempunyai ukuran lebih besar dari pori-pori membran dan melewatkan komponen yang mempunyai ukuran yang lebih kecil. Larutan yang mengandung komponen yang tertahan disebut konsentrat dan larutan yang mengalir disebut permeat. Filtrasi dengan menggunakan membran selain berfungsi sebagai sarana pemisahan juga berfungsi sebagai sarana pemekatan dan pemurnian dari suatu larutan yang dilewatkan pada membran tersebut.
Proses pemisahan dengan membran yang memakai gaya dorong berupa beda tekan umumnya dikelompokan menjadi empat jenis, diantaranya mikromembran, ultramembran, nanomembran dan Reverse Osmosis (A.J.
Hartomo, 2006).
A. Karakteristik Membran
Kinerja membran atau efisiensi membran dapat ditentukan oleh beberapa parameter, yaitu kandungan air, ukuran dan jumlah pori, ketebalan membran, luas membren fluks dan rejeksi (Mulder, 1996).
1. Kandungan Air
Kandungan air merupakan tingkat kemampuan membran untuk menyerap air, yang dapat ditentukan dengan persamaan (Mulder, 1996) :
𝐻 = 𝑊𝑚𝑏 − 𝑊𝑚𝑘
𝑊𝑚𝑏 𝑥 100%...(2.1) Dimana :
Wmb : Berat Membran Basah (gr) Wmk : Berat Membran Kering (gr) H : Kandungan Air (%)
2. Ukuran dan Jumlah Pori
Pada proses menggunakan membran, ukuran dan jumlah pori merupakan faktor yang harus dipertimbangkan. Ukuran pori akan menentukan sifat Selektifitas membran yaitu kemampuan dari membran untuk menahan molekul– molekul zat terlarut, sehingga tidak ada yang lolos menembus pori membran. Sedangkan jumlah pori menentukan sifat Permeabilitas membran yaitu kemudahan membran untuk melewatkan molekul – molekul air, dimana jika Permeabilitas membran yang dihasilkan tinggi, maka membran layak digunakan (Mulder, 1996).
3. Ketebalan Membran
Merupakan salah satu karakteristik membran yang diukur untuk mengetahui laju permeasi membran (Mulder, 1996).
4. Luas Membran
Dibuat disesuaikan dengan alat yang digunakan, dimana pengukuran panjang dan lebar membran dapat dengan manual (Mulder, 1996).
5. Fluks Volume (Jv)
Didefinisikan sebagai zat yang dapat menembus membran tiap satuan luas membran persatuan waktu. Dimana fluks dapat dinyatakan dengan persamaan (Mulder, 1996) :
𝐽𝑣 = 𝑉
𝐴.𝑡...(2.2) Dimana :
Jv : Fluks Volume A : Luas Permukaan V : Volume Permeat t : Waktu Proses
6. Rejeksi
Rejeksi menunjukan besarnya kandungan garam yang tertahan pada permukaan membran yang tidak menembus membran dapat dinyatakan dengan persamaan (Mulder, 1996) :
𝑅 = (1 −𝑐𝑝
𝑐𝑓) 𝑥 100%...(2.3) Dimana :
R : Rejeksi (%)
Cp : Konsentrasi Solute dalam Permeat (ppm) Cf : Konsentrasi Solute dalam Umpan (ppm)
Jika koefisien rejeksi yang diperoleh cukup besar, maka air bersih yang dihasilkan cukup murni (Mulder, 1996).
B. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Membran
Pembuatan membran mempunyai spesifikasi khusus tergantung untuk apa membran tersebut digunakan dan spesifikasi apa produk yang diharapkan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi dalam penggunaan membran diantaranya sebagai berikut (A.J. Hartomo, 2006) :
1. Ukuran Molekul
Ukuran molekul membran sangat mempengaruhi kinerja membran. Pada pembuatan mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi mempunyai spesifikasi khusus. Sebagai contoh untuk membran protein kedele yang dihidrolisis menggunakan ukuran membran dalam satuan Molecular weight cut-off (MWCO) yaitu 5000 MWCO, 10.000 MWCO dan 50.000 MWCO.
2. Bentuk Molekul
Bentuk dan konfigurasi macromolekul mempunyai efek pada kekuatan ion, temperature dan interaksi antar komponen. Perbedaan bentuk ini khusus pada kondisi dibawah permukaan membran. Hal ini dapat terlihat dalam penggunaan membran pada protein dan dextrin.
3. Bahan Membran
Perbedaan bahan membran akan berpengaruh pada hasil rejection dan distribusi ukuran pori. Sebagai contoh membran dari polysulfone dan membran dari selulosa asetat, kedua membran ini menunjukkan rendahnya deviasi antara kedua membran dan ini mempunyai efek pada tekanan membran. Selain itu mempunyai efek pada tingkat penyumbatan (fouling) pada membran.
4. Karakteristik Larutan
Pada umumnya berat molekul larutan garam dan gula mempunyai berat molekul yang kecil dari ukuran pori membran. Karakteristik larutan ini mempunyai efek pada permeability membran.
5. Parameter operasional
Jenis parameter yang digunakan pada operasional umumnya terdiri dari tekanan membran, permukaan, temperature dan konsentrasi serta parameter tambahan adalah : pH, ion strength dan polarisasi. Jenis parameter yang digunakan pada operasional umumnya terdiri dari tekanan membran, permukaan membran, temperature dan konsentrasi serta parameter tambahan adalah : pH, kekuatan ion dan polarisasi.
Membran memiliki bagian-bagian yang dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Bagian-bagian Membran
Sumber: http://www.jualmesinromurah.com/p/filter-reverse-osmosis.html
Teknik pemisahan menggunakan membran umumnya berdasarkan ukuran partikel dan berat molekul dengan gaya dorong berupa beda tekan, medan listrik, dan beda konsentrasi. Proses pemisahan dengan membran yang memakai gaya dorong
berupa beda tekan umumnya dikelompokan menjadi tiga jenis, diantaranya Mikromembran, Ultramembran, dan Reverse Osmosis.
Tabel 2.2 Pembandingan Reverse Osmosis (RO), Ultrafiltrasi, dan Mikrofiltrasi Reverse Osmosis (RO) Ultrafiltrasi (UF) Mikrofiltrasi (MF)
Perlu perlakuan Koloid
Beroperasi pada air berkoloid
Cepat recovery karena koloid
Tekanan tinggi (10-30 bar) Tekanan rendah (1-6 Bar) Tekanan rendah (2-6 bar)
Energi Tinggi Energi Rendah Energi Rendah
Recovery Rendah (50 - 80%) Recovery hingga 95% Recovery 100%
Toleransi pH 2-11 Toleransi pH 1-13 Toleransi 1-13 Suhu operasi maksimal 400C Suhu Sampai 800C Dapat dengan suhu tinggi Sumber : Hartomo. A.J 2006
2.6.3 Desinfeksi Dengan Ozon
Desinfeksi adalah proses yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen yang terdapat di dalam air baku yang masuk ke dalam instalasi pengolahan air minum. Proses ini tidak berlaku bagi mikroorganisme yang berada dalam bentuk spora. Terdapat berbagai metode untuk melakukan desinfeksi, antara lain dengan penggunaan zat pengoksidasi (ozon, halogen, senyawa halogen), kation dari logam berat (perak, emas, merkuri), senyawa organik, senyawa berbentuk gas, dan pengolahan fisik (panas, UV, pH) (Reynolds, 1982).
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan desinfektan yang akan digunakan adalah kemampuan desinfektan untuk memerangi kontaminasi yang terjadi setelah pengolahan pada sistem ditribusi air sehingga desinfektan yang terpilih harus memiliki kekuatan desinfeksi yang tersisa di dalam air selama proses distribusi terjadi.
Ozon merupakan senyawa oksigen yang terbentuk dari tiga atom oksigen (O3) dan mempunyai sifat sebagai oksidator kuat. Secara alamiah ozon terbentuk melalui dua cara yaitu melalui bantuan radiasi sinar ultraviolet matahari pada atmosfer bumi dan kilat yang terjadi di udara. Proses ozonisasi dalam pengolahan air minum dilakukan berdasarkan prinsip pembentukan ozon secara alamiah. Melalui dua cara diatas, ikatan atom dari 3 molekul oksigen (O2) akan terpecah dan membentuk 2 molekul ozon (O3). Ikatan atom yang membentuk ozon sangat lemah sehingga ozon yang terbentuk dapat cepat kembali menjadi oksigen (O2). Hal ini menyebabkan ozon mempunyai sifat oksidator yang kuat (Reynolds, 1982).
2.6.4 Desinfeksi Dengan Ultraviolet
Salah satu metode pengolahan air adalah dengan penyinaran sinar ultraviolet dengan panjang gelombang pendek yang memiliki daya inti mikroba yang kuat.
Cara kerjanya adalah dengan absorbsi oleh asam nukleat tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan pada permukaan sel. Air dialirkan melalui tabung dengan lampu ultraviolet berintensitas tinggi, sehingga bakteri terbunuh oleh radiasi sinar ultraviolet, harus diperhatikan bahwa intensitas lampu ultraviolet yang dipakai harus cukup, untuk sanitasi air yang efektif diperlukan intensitas sebesar 30.000 mW sec/cm2 (Micro Watt detik per sentimeter persegi) (Wandrival dkk, 2012).
Radiasi sinar ultraviolet dapat membunuh semua jenis mikroba bila intensitas dan waktunya cukup, tidak ada residu atau hasil samping dari proses penyinaran dengan ultraviolet, namun agar efektif, lampu ultraviolet (UV) harus dibersihkan secara teratur dan harus diganti paling lama satu tahun. Air yang akan disinari dengan UV harus tetap melalui filter halus dan karbon aktif untuk menghilangkan partikel tersuspensi, bahan organik, Fe atau Mn jika konsentrasinya cukup tinggi (Sembiring, 2008).
BAB III
METODOLOGI PERANCANGAN 3.1 Gambaran Umum Lokasi Perancangan
Lokasi perancangan instalasi pengolahan air minum berada di Kebun Tambunan USU yang terletak di Desa Perkebunan Tambunan, Kecamatan Salapian, Kabupaten Langkat. Air baku untuk air minum dalam kemasan tersebut diperoleh dari mata air yang terletak pada koordninat 3°26'36.7"LU 98°20'10.0"BT. Lokasi air baku dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Sumber: Google Earth, 2018
Untuk menuju ke lok asi sumber air baku, harus melalui jalan setapak yang curam
±80 m dari bidang yang datar. Area disekitar sumber air baku adalah kebun sawit milik Universitas Sumatera Utara. Instalasi pengolahan air minum dalam kemasan direncanakan dibangun pada bidang yang datar tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.2 dan 3.3.
Gambar 3.1 Lokasi Mata Air di Kebun Tambunan USU
Sumber: Google Earth, 2018
Daerah sekitar mata air cukup datar, tidak seterjal jalan dari bidang datar menuju ke area mata air. Pada Gambar 3.4 adalah mata air yang direncanakan menjadi sumber air baku.
Gambar 3.2 Lokasi Instalasi Pengolahan AMDK yang direncanakan
Gambar 3.3 Profil Memanjang dari Rencana Tapak ke Mata Air
3.2 Langkah-langkah Perancangan
Dalam pelaksanaan perancangan yang berlangsung secara bertahap, penulis melakukan tahapan atau langkah sebagai berikut:
3.2.1 Pengumpulan Data dan Informasi
Tahap-tahap yang digunakan dalam pengumpulan data dan informasi adalah:
3.2.1.1 Tahap Persiapan
Tahap ini dimaksudkan untuk mempermudah penulis dalam melaksanakan penelitian, seperti pengumpulan data, analisis serta penyusunan laporan. Tahap persiapan meliputi:
a. Studi pustaka dimaksudkan untuk mendapatkan arahan dan wawasan sehingga mempermudah dalam pengumpulan data, analisis data maupun dalam perancangan.
Gambar 3.4 Lubang Mata Air
b. Observasi lapangan dilakukan untuk mengetahui bagaimana kondisi lokasi perancangan, sehingga dapat dilakukan analisis secara tepat sesuai dengan kebutuhan serta kondisi lahan.
3.2.1.2 Tahap Pengumpulan Data
Untuk kebutuhan perancangan maka dibutuhkan data-data berupa data primer dan sekuder. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi langsung dilapangan serta mengumpulkan data dari sumber terkait. Adapun data sekunder dan primer yang dimaksud yaitu :
1. Data Sekunder
a. Kondisi eksisting lapangan (Luas wilayah dan Topografi)
Data kondisi eksisting lapangan disekitar mata air, dibutuhkan untuk menentukan lokasi unit pengolahan air minum.
b. Data Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara
Civitas akademika Universitas Sumatera Utara merupakan target pemasaran air minum dalam kemasan. Data ini diperlukan untuk menghitung debit yang akan diolah untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Data civitas akademika yang dimasukan dalam target pemasaran adalah mahasiswa, dosen dan pegawai. Data didapat dari peta usu yang didownload di http://usu.ac.id.
Kemudian setiap mahasiwa, dosen dan pegawai diprakirakan konsumsi air minum dalam kemasannya berdasarkan asumsi kehadiran dan asumsi kebutuhan air minum dalam kemasan berdasarkan kategori konsumen di Universitas Sumatera Utara.
2. Data Primer a. Kualitas Air Baku
Penyediaan air bersih, selain kuantitasnya, kualitasnya pun harus memenuhi standar yang berlaku. Dalam hal air bersih, sudah merupakan praktek umum bahwa dalam menetapkan kualitas dan karakteristik dikaitkan dengan suatu baku mutu air tertentu (standar kualitas air). Untuk mendapatkan karakteristik air baku maka dilakukan pengujian secacara In-Situ dan uji laboratorium. Uji in-situ dilakukan dengan alat Lutron WA-2015 dan Lutron
TU-2016. Parameter yang diuji secara in-situ yaitu suhu, kekeruhan, TDS dan pH.
Pada uji laboratorium terdapat beberapa parameter fisika dan kimia yang di uji sesuai dengan baku mutu Permenkes 492 tahun 2010 tentang persyaratan kualitas air minum. Pengujian dilakukan di BTKLPP Medan. Parameter yang diuji dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Parameter Uji Laboratorium
Bau Amonia Nikel
Rasa Besi Selenium
Total Padatan Terlarut (TDS) Mangan Alumunium
Warna Seng Natrium
Kekeruhan Kadmium Kromium
Suhu Amonia Nikel
pH Timbal Flourida
Nitrit Air Raksa Sulfat
Klorida Arsen Nitrat
Kesadahan (CaCO3) Barium Sianida
pH Tembaga Detergen
Nitrit Timbal Zat Anorganik
b. Debit Air Baku
Pengukuran metode volume ini dilakukan dengan cara mencatat waktu yang diperlukan untuk mengisi tempat ukur debit yang volumenya telah diketahui (SNI 7831:2012). Debit dapat dihitung dengan persamaan beikut :
𝑄 = 𝑉
𝑡 ...(3.1)
Dimana :
Q = Debit (m3/s)
V = Volume air yang dimasukkan ke dalam bak selama t detik (m3) t = Waktu yang dibutuhkan untuk memasukkan fluida (detik)
Pengukuran debit alternatif dengan menggunakan pelampung, stopwatch, dan mistar. Cara pengukurannya yaitu dengan menentukan bidang aliran yang akan diukur menjadi satuan luas, lalu mengukur kecepatan aliran dengan cara menghanyutkan pelampung yang diukur dengan stopwatch. Lalu hitunglah besarnya debit dengan cara mengkalikan luas dengan kecepatan aliran (Asdak, 1995).
Q = v . A...(3.2)
dimana : Q = Debit aliran (liter/detik) v = Kecepatan aliran (m/detik) A = Luas bidang aliran (𝑚2)
3.2.1.3 Cara Pengoperasian Alat Ukur Kualitas Air
Uji in-situ dilakukan dengan alat Lutron WA-2015 dan Lutron TU-2016. Parameter yang diuji secara in-situ yaitu suhu, kekeruhan, TDS dan pH. Berikut adalah metode pengoperasian alat ukur kualitas air secara singkat.
1. Turbiditimeter
Prinsip umum dari alat turbidimeter adalah sinar yang datang mengenai suatu partikel ada yang diteruskan dan ada yang dipantulkan, maka sinar yang diteruskan digunakan sebagai dasar pengukuran. Alat akan memancarkan cahaya pada media atau sampel, dan cahaya tersebut akan diserap, dipantulkan atau menembus media tersebut. Cahaya yang menembus media akan diukur dan ditransfer ke dalam bentuk angka. Sebelum digunakan alat harus dikalibrasi terlebih dahulu. Berikut adalah cara kalibrasi alat Lutron TU-2016.
a. Siapkan larutan kalibrasi 0 NTU dan 100 NTU.
b. Hidupkan alat dengan menekan tombol PWR.
c. Tekan tombol CAL selama 10 dekit hingga terdapat tulisan 0,00 di layar d. Masukkan larutan 0 NTU
e. Setelah selesai kalibrasi larutan 0 NTU, di layar akan terdapat tulisan 100.
f. Masukkan larutan 100 NTU
g. Setelah selesai dikalibrasi, maka alat turbidimeter dapat digunakan dengan sampel yang ingin diuji kekeruhannya.
2. Alat ukur pH, DO, Suhu dan TDS.
Alat yang digunakan dalam pengujian ini yaitu alat Lutron WA-2015. Alat ini menggunakan probe sesuai dengan parameter yang ingin diuji. Dalam pengujian yang dilakukan dilapangan digunakan oxygen probe, conductivity probe, temperature probe dan pH. Berikut adalah cara penggunaan alat Lutron WA-2015 secara singkat.
a. Masukan probe sesuai parameter yang ingin diuji kedalam alat.
b. Ubah mode alat kedalam paramater yang ingin diuji.
c. Air sampel yang diuji dimasukkan kedalam gelas ukur atau suatu wadah.
d. Masukkan probe kedalam wadah tersebut hingga pengukuran dilayar stabil dan tidak berubah-ubah lagi.
3.2.3 Perancangan
Seluruh data atau informasi yang telah terkumpul kemudian diolah atau dianalisis dan disusun untuk mendapatkan perancangan instalasi air minum dalam kemasan yang dapat memenuhi baku mutu serta efisien. Gambar 3.5 merupakan gambaran umum unit yang akan dirancang untuk memenuhi kriteria perancangan instalasi air minum dalam kemasan.
Untuk memudahkan penulis dalam melaksanakan perancangan ini, penulis juga menggunakan metode bentuk diagram alir dari tahap persiapan, proses pengumpulan data, hingga proses perancangan dan penulisan laporan beserta data data yang dibutuhkan dalam perancangan. Diagram alir tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.6.
Tangki Penampung
Carbon Filter Sand Filter
Membran Filter
Reverse Osmosis Ultrafiltrasi
Ultraviolet Air Baku
Output
Gambar 3.5 Diagram Alir Perancangan Bak Penampung
Tangki Penampung
Mesin Filling
Kesimpulan dan Saran
Selesai Perumusan Masalah
Data Primer
1. Kualitas Air Baku 2. Data Debit Air Baku Studi literatur
Mulai
Gambar 3.6 Diagram Alir Penulisan Laporan Perhitungan Kebutuhan Pasar
Pengumpulan Data
Perhitungan Desain
Penyusunan Laporan Data Sekunder
1. Data Topografi
2. Data Jumlah Sivitas Akademika USU
BAB IV
KONDISI EKSISTING DAN KAPASITAS PRODUKSI 4.1 Kondisi Topografi di Sekitar Sumber Air Baku di Kebun Tambunan Beda ketinggian area mata air dengan bidang datar di area patok BPN yaitu 45 m.
Jarak dari bidang datar yaitu area patok BPN menuju ke area sumber mata air sejauh 80 m. Profil memanjang dari area patok BPN menuju ke area bibir sungai dapat dilihat pada Gambar 4.1. Untuk peta topografi daerah sekitar mata air dapat dilihat pada Lampiran 1.
Gambar 4.1 Profil Memanjang Area Sekitar Sumber Mata Air 4.2 Debit Pada Sumber Air Baku di Kebun Tambunan
4.2.1 Pengukuran Debit Dengan Metode Volume
Pengukuran metode volume ini dilakukan dengan cara mencatat waktu yang didiperlukan untuk mengisi tempat ukur debit yang volumenya telah diketahui (SNI 7831:2012). Dikarenakan dasar aliran yang berbatu dan menurun dan tidak memungkinkan aliran mata air untuk dibuat pancuran. Maka aliran ditampung terlebih dahulu menggunakan kantung plastik kemudian dipindahkan ke dalam wadah yang telah diketahui volumenya.
Rumus yang digunakan untuk menghitung volume wadah adalah sebagai berikut : 𝑉 = 1
3 𝜋 𝑡 (𝑅2+ 𝑅𝑟 + 𝑟2)...(4.1)
Keterangan : t = tinggi tempat ukur debit (cm) R = Jari jari atas tempat ukur debit (cm) r = Jari jari bawah tempat ukur debit (cm) Volume total tempat ukur debit :
𝑉 = 1
3 𝜋 𝑡 (𝑅2+ 𝑅𝑟 + 𝑟2) 𝑉 = 1
3 3,14 𝑥 23 (292+ (29 𝑥 20) + 202) 𝑉 = 43837,54 𝑐𝑚3 = 43,84 𝐿
Pengukuran dilakukan dengan durasi 1 detik, setelah 1 detik air dipindahkan ke ember untuk dilihat volumenya. Hasil pengukuran debit menggunakan metode volume dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Pengukuran Debit Mata Air Metode Tampung No Tinggi Wadah Saat Percobaan
Waktu Tinggi Air (cm) Volume Air (cm3)
1 1 detik 8,2 15.579,26
2 1 detik 9,3 17.669,16
3 1 detik 10,3 19.569,07
4 1 detik 10,2 19.379,08
5 1 detik 9,7 18.429,12
6 1 detik 10,2 19.379,08
7 1 detik 9,8 18.619,11
8 1 detik 8,7 16.529,21
9 1 detik 8 15.199,28
10 1 detik 10,4 19.759,06
11 1 detik 9 17.099,19
12 1 detik 10,1 19.189,09
13 1 detik 8,7 16.529,21
14 1 detik 10,3 19.569,07
15 1 detik 10,4 19.759,06
Sumber: Hasil Perhitungan, 2018
Dari 15 kali pengukuran diatas maka didapat debit rata – rata 18,15 Liter/detik
4.2.2 Pengukuran Debit Dengan Metode Kecepatan Aliran
Pengukuran debit dengan metode kecepatan aliran merupakan proses pengukuran dan perhitungan kecepatan aliran, kedalaman dan lebar aliran serta perhitungan luas penampang basah untuk menghitung debit dan pengukuran tingggi muka airnya (Asdak, 1995). Rumus yang digunakan adalah :
𝑄 = ∑ (𝐴 𝑥 𝑉) ...(4.2) Keterangan : Q = debit (m3/det)
A = luas bagian penampang basah (m2)
V = kecepatan aliran rata-rata pada luas bagian penampang basah (m/det).
Debit diukur menggunakan media tinta, dikarenakan dasar aliran berbatu dan tidak rata. Hasil pengukuran dengan metode kecepatan aliran dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Pengukuran Debit Mata Air Metode Kecepatan Aliran Vr (m/dtk) Ar (m
2
) Q (m
3
/dtk) Q (l/dtk)
0.86 0.021 0.018 18.154
Sumber: Hasil Perhitungan, 2018
4.3 Kualitas Air Pada Sumber Air Baku
Kualitas air perlu diketahui untuk dapat memperkirakan jenis instalasi yang diperlukan untuk mengolah air agar siap digunakan. Sumber air baku yang digunakan untuk air minum dalam kemasan (AMDK) yaitu air mata air Kebun Tambunan Universitas Sumatera Utara. Sumber air baku tersebut telah di uji kualitas fisik dan kimianya baik secara in-situ dan uji laboratorium. Pengujian secara in-situ dilakukan di lokasi sumber air baku dengan alat ukur kualitas air. Uji laboratorium dilakukan melalui pemeriksaan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) terhadap sampel sumber air yang diperoleh di lapangan.