• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PERSEPSI ANAK USIA 10 TAHUN TERHADAP FILM ANIMASI UPIN DAN IPIN EPISODE IKHLAS DARI HATI DI DESA PULOREJO. Oleh RISA SUSANTI NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI PERSEPSI ANAK USIA 10 TAHUN TERHADAP FILM ANIMASI UPIN DAN IPIN EPISODE IKHLAS DARI HATI DI DESA PULOREJO. Oleh RISA SUSANTI NIM"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

i SKRIPSI

PERSEPSI ANAK USIA 10 TAHUN TERHADAP FILM ANIMASI UPIN DAN IPIN EPISODE “IKHLAS DARI HATI”

DI DESA PULOREJO

Oleh RISA SUSANTI

NIM 201733163

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MURIA KUDUS 2020

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

(6)

vi ABSTRAK

Susanti, Risa. 2021. Persepsi Anak Usia 10 Tahun terhadap Film Animasi Upin dan Ipin Episode “Ikhlas Dari Hati” di Desa Pulorejo. Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muria Kudus. Dosen Pembimbing (1) Dr. Erik Aditia Ismaya, S.Pd., M.A.

(2) Deka Setiawan, S.Pd., M.Pd.

Kata Kunci: Persepsi, Film Animasi Upin Ipin, pendidikan karakter

Dewasa ini film menjadi tontonan favorit bagi semua kalangan. Dilihat dari pilihan menu tayangan televisi sekarang ini banyak yang memberikan efek positif begitupun sebaliknya. Nilai-nilai moral dalam suatu film yang diperuntukkan bagi anak perlu diperhatikan. Pemilihan tayangan televisi yang kurang tepat bagi anak dapat berpengaruh pada pengembangan karakter anak.

Berdasarkan hasil pra penelitian di Desa Pulorejo, anak usia 10 tahun sangat menyukai Film Animasi Upin dan Ipin dikarenakan memiliki karakter yang menarik, memiliki alur cerita yang bermacam-macam, serta menceritakan tentang kehidupan sosialisasi di lingkungan keluarga, sekolah, dan bermain. Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana persepsi anak usia 10 tahun terhadap tayangan Upin dan Ipin Episode “Ikhlas dari Hati” dan nilai moral apa saja yang tersampaikan dari film tersebut”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi anak usia 10 tahun di Desa Pulorejo terhadap terhadap Film Animasi Upin dan Ipin Episode “Ikhlas dari Hati” dan mendeskripsikan nilai-nilai moral yang tersampaikan dari film Upin dan Ipin Episode Ikhlas dari Hati.

Film animasi Upin dan Ipin menceritakan kehidupan sehari-hari oleh dua anak kembar bersaudara yang bernama Upin dan Ipin. Dalam film ini mengandung nilai-nilai moral yang baik sebagai agen sosialisasi pendidikan karakter pada anak. Karakter peduli sosial merupakan tindakan untuk peduli pada lingkungan sosial di sekitarnya sehingga menjadikan anak selalu tergerak untuk membantu orang lain yang membutuhkan bantuan.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif kualitatif yang akan dilaksanakan di Desa Pulorejo, Kecamatan Winong, Kabupaten Pati. Peneliti memilih anak usia 10 tahun sebagai informan. Data dalam penelitian ini yaitu film animasi Upin dan Ipin Episode “Ikhlas dari Hati” serta hasil wawancara dari anak usia 10 tahun. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan meliputi reduksi data, penyajian data, verifikasi atau kesimpulan.

(7)

vii

(8)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap individu berhak mendapatkan pendidikan. Pendidikan menjadi bekal utama yang harus dimiliki oleh setiap individu untuk bersaing di masa mendatang. Siswoyo (2013) berpendapat bahwa pendidikan dalam arti luas adalah transmisi dan transformasi pengetahuan (knowledge), nilai-nilai (values), dan keterampilan-keterampilan (skills) yang berlangsung di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup.

Pendidikan menempati kedudukan penting bagi manusia, apalagi untuk anak-anak yang pada dasarnya masih pada tahap belajar ke arah pertumbuhan dan perkembangan yang meliputi kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual. Hal tersebut tentunya harus diimbangi dengan adanya pendidikan karakter yang harus ditanamkan pada anak. Dengan adanya pendidikan karakter pada anak akan menjadi pondasi yang kokoh dan sangat penting keberadaannya untuk masa depan mereka. Untuk mengembangkan aspek tersebut tentunya diperlukan strategi pembelajaran yang tepat di semua aspek lingkungan.

Pendidikan karakter pada anak yang ditanamkan melalui etika dan moral tidak akan cukup jika hanya disajikan secara tertulis ataupun hafalan. Namun dapat disajikan secara langsung melalui sebuah peristiwa-peristiwa nyata yang kemudian dirangkum dalam bentuk lain, sehingga nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya dapat ditarik ke arah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Basri (2017) berpendapat bahwa pendidikan karakter merupakan pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku peserta didik secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai tertentu yang dirujuk oleh sekolah. Melalui peran sekolah tersebut, pendidikan karakter dapat diintegrasikan ke dalam muatan pembelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma perlu dikembangkan dan dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari anak.

(9)

2

Wulandari (2017) berpendapat bahwa pendidikan karakter merupakan bentuk kegiatan manusia yang di dalamnya terdapat suatu tindakan yang mendidik dan diperuntukkan bagi generasi selanjutnya. Karena itu, penanaman karakter akan lebih baik apabila diberikan secara menyeluruh dimulai dari arah kognitif kemudian berujung pada pengalaman nyata kehidupan anak di lingkungan sekolah maupun masyarakat. Hal tersebut tentunya membutuhkan waktu yang tidak singkat, karena pada dasarnya penanaman pendidikan karakter harus dilaksanakan dengan pembiasaan yang rutin dan bersifat berkesinambungan.

Pada era digital ini setiap manusia dapat saling bertukar informasi, mencari informasi maupun menerima informasi dengan mudah. Teknologi di era digital ini sangat memberi manfaat besar bagi dunia pendidikan. Pencarian literasi-literasi dapat dicari dengan mudah melalui internet dan media massa yang dapat diakses di mana saja dan kapan saja. Teknologi yang digunakan juga sangat bervariasi, termuat dalam handphone yang di dalamnya terdapat berbagai aplikasi dan media sosial seperti zoom, google classroom, facebook, instagram, twitter, youtube, dan lain-lain. Salah satu media massa yang sampai saat ini paling digemari oleh setiap keluarga sebagai media hiburan dan informasi yaitu televisi.

Televisi ini merupakan media massa berbentuk audio-visual yang menghadirkan acara musik, variety show, berita, sinetron, film, dan lain-lain.

Televisi merupakan media massa elektronik yang memiliki kemampuan mengakses informasi dan menyebarkan informasi secara cepat. Televisi dengan berbagai program acara yang ditayangkan telah mampu menarik perhatian masyarakat untuk selalu menyaksikan program yang ditayangkan. Bahkan bagi anak-anak sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kesehariannya.

Dimulai dari bangun tidur, anak-anak telah disuguhkan oleh tayangan kartun sehingga bisa menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk menonton acara televisi kesukaannya.

Televisi sebagai media hiburan dan pendidikan yang di dalamnya terdapat berbagai program tayangan dapat dimanfaatkan oleh oleh orangtua untuk pendidikan moral pada anak. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menyajikan tayangan film yang bersifat edukatif, sehingga secara tidak langsung orangtua

(10)

3

memberikan contoh berperilaku yang baik. Tayangan bertema anak-anak yang mengandung moral yang baik dapat menunjang sikap moral anak, karena pada dasarnya anak-anak suka meniru tingkah laku yang mereka lihat secara langsung melalui media elektronik, yaitu film.

Film sebagai media hiburan dapat digunakan sebagai sarana edukasi, literasi serta sebagai sarana penyebarluasan nilai-nilai budaya di masyarakat.

Darojah (2011) mengungkapkan bahwa film merupakan sederetan gambar dengan ilusi gerak, sehingga terlihat hidup dalam frame yang diproyeksikan melaui proyektor dan diproduksi secara mekanis sehingga dapat dilihat dan didengar.

Dewasa ini film menjadi tontonan favorit bagi semua kalangan, bahkan televisi swasta maupun nasional berlomba-lomba untuk menyuguhkan film untuk memikat hati masyarakat. Hal yang diperdebatkan saat ini adalah tayangan film untuk anak-anak. Dilihat dari pilihan menu tayangan televisi sekarang ini banyak yang memberikan efek positif begitupun sebaliknya. Kenyataan yang terjadi saat ini, acara-acara televisi cenderung kepada fungsi informatif dan rekreatif saja. Hal ini bisa dilihat dari susunan acara-acara televisi yang kebanyakan acara sinetron tentang percintaan para remaja dan gosip dunia selebriti. Selain itu, semakin banyaknya acara infotainment yang membuat penontonnya terobsesi dengan kehidupan artis. Sedangkan acara-acara yang mengarah ke edukatif sangat kecil frekuensinya. Oleh karena itu, orangtua harus pandai dalam memilih tayangan televisi yang sehat untuk perkembangan psikis yang positif serta berpengaruh pada perkembangan karakter anak ke arah lebih baik.

Tayangan televisi untuk anak-anak tidak lepas dari tayangan film animasi atau kartun. Pengertian film animasi menurut Darojah (2011) film animasi merupakan sederetan gambar dengan ilusi gerak sehingga terlihat hidup dalam frame yang diproyeksikan melalui proyektor dan diproduksi secara mekanis sehingga dapat dilihat dan didengar. Sehubungan dengan hal tersebut, Raimukti (2013) menjelaskan bahwa film digunakan untuk memenuhi suatu kebutuhan umum yaitu mengkomunikasikan suatu pesan, gagasan, atau kenyataan. Melalui film animasi dengan tampilan yang menarik anak-anak dapat tertarik untuk menonton film tersebut. Jika film animasi tersebut membawakan pesan moral

(11)

4

yang sesuai untuk menanamkan karakter anak maka hal tersebut menjadi poin positif yang sangat rekomendasi untuk ditayangkan kepada anak.

Sama halnya dengan film, animasi juga dibuat dengan berbagai keunikan, meliputi tampilan, penokohan, pengisi suara, serta alur cerita. Hal tersebut dibuat dengan tujuan agar pesan yang akan disampaikan lebih mendalam kepada penonton. Pesan dalam suatu cerita dalam film tentunya tidak akan lepas dari isi cerita. Pesan tersebut tentunya ditandai dengan visualisasi tokoh, gerak tubuh, dialog, dan karakter yang dimunculkan dalam animasi. Pesan dapat berupa pendapat atau gagasan yang sudah dituangkan dalam suatu bentuk dialog ataupun melalui tingkah laku tokoh.

Telah kita ketahui bahwa telah banyak film animasi yang menghiasi layar televisi Indonesia, seperti Shiva, Doraemon, Shincan, Dora the Explorer dan Upin dan Ipin. Film animasi Upin Ipin dari Malaysia yang diproduksi oleh Les‟

Copaque ini beberapa tahun terakhir telah menghiasi layar kaca Indonesia. Film ini kerap menceritakan kehidupan sehari-hari oleh dua anak kembar bersaudara yang bernama Upin dan Ipin. Film animasi ini ditayangkan di MNCTV setiap hari pukul 07.00, 13.00, dan 18.00 WIB serta berdurasi 60 menit setiap tayangannya.

Cerita ini dikemas dengan kesederhanaan kehidupan Upin dan Ipin ini seringkali memuat pesan-pesan moral di dalam setiap episodenya. Bagaimana cara Upin dan Ipin berinteraksi serta menghormati orang yang lebih tua, baik itu kakaknya, neneknya, tetangganya, atau bahkan dengan teman-temannya. Dikemas dengan cerita yang mudah dipahami, lucu, dan banyak adegan pendidikan di dalamnya membuat Upin dan Ipin banyak digemari oleh anak-anak.

Pada penelitian ini, film animasi yang digunakan yaitu Film Animasi Upin dan Ipin Episode “Ikhlas dari Hati”. Film Upin dan Ipin Episode “Ikhlas dari Hati” menceritakan tentang keseharian Upin, Ipin, dan teman-teman di Kampung Durian Runtuh. Suatu hari saat Upin, Ipin, Mail, Fizi, Ehsan, dan Mei-Mei bermain di gazebo lapangan kampong seperti hari-hari biasanya. Tiba-tiba ada asap hitam mengepul di awan, para warga berbondong-bondong untuk mencari sumber asap itu.

(12)

5

Keesokan harinya saat Upin dan Ipin sekolah di Tadika Mesra mendapat kabar bahwa asap yang mengepul kemarin berasal dari rumah Ijat yang kebakaran. Bu Guru Jasmin menginformasikan bahwa hari ini ada tamu spesial yaitu Siti Zuleha, seorang motivator. Anak-anak Tadika Mesra biasa memanggil

“Tok Wan”. Beliau bercerita tentang kegunaan uang 10 sen. Keesokan harinya Upin, Ipin dan kawan-kawan ke rumah Ijat untuk menghibur Ijat yang kesusahan, mereka memberikan saran kepada Ijat dan mengajaknya bermain untuk bersama- sama.

Kehadiran Tok Wan di kelas, membuat Upin dan Ipin termotivasi untuk membantu Ijat melalui kegiatan “bederma”. Mereka secara bersama-sama mengumpulkan sumbangan untuk membantu Ijat. Ehsan memberikan baju sedangkan Mei-Mei memberikan buku untuk Ijat.

Nilai-nilai moral dalam suatu film yang diperuntukkan bagi anak seperti film Upin dan Ipin ini memang perlu diperhatikan, di mana film ini dapat mempengaruhi perkembangan karakter anak. Melalui tayangan film Upin dan Ipin ini secara tidak langsung memberikan edukasi kepada anak mengenai pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan suatu alat untuk membimbing seseorang menjadi lebih baik dengan menanamkan karakter-karakter yang sesuai dengan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pendidikan karakter menjadi sesuatu yang utama untuk membentuk generasi yang tangguh dan berkualitas. Memasuki abad ini kebijakan pemerintah melalui Kemendikbud mengenai pendidikan karakter yang termuat dalam Kurikulum 2013 perlu didukung oleh semua pihak.

Pendidikan karakter bukan hanya penting, tetapi mutlak dilakukan oleh setiap bangsa. Salah satu karakter dari 18 karakter yang harus ditanamkan pada anak yaitu peduli sosial.

Pada dasarnya karakter peduli sosial terbentuk karena adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu dengan lingkungannya. Melalui interaksi ini, setiap individu mempunyai hubungan yang saling mempengaruhi pola perilaku dalam anggota masyarakat. Peduli sosial adalah tindakan untuk peduli pada lingkungan sosial di sekitarnya sehingga menjadikan anak selalu tergerak untuk membantu orang lain yang membutuhkan bantuan. Sebagaimana didukung oleh

(13)

6

Tabi‟in (2017) berpendapat bahwa peduli sosial adalah perasaan bertanggungjawab atas kesulitan yang dihadapi oleh orang lain di mana seseorang terdorong untuk melakukan sesuatu untuk mengatasinya. Melalui penanaman karakter peduli sosial ini anak tidak hanya memahami tentang arti dari tolong menolong tetapi juga memiliki rasa tanggungjawab serta melakukan aksi tolong menolong kepada orang yang membutuhkan. Tindakan tersebut dirasa perlu dilakukan dengan harapandapat membentuk generasi penerus bangsa yang dapat tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan zaman serta tidak tergerus pada dinamika masyarakat modern.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hutasuhut dan Yaswinda (2020) mendapatkan hasil pnelitian yaitu dalam Film Nussa dan Rara memiliki pengaruh terhadap empati anak usia dini. Film Nussa dan Rara dapat dijadikan sebagai media dalam membantu anak untuk memahami cerita dan menarik perhatian anak untuk mempelajari pesan moral agar dipraktekkan oleh anak di lingkungannya.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ngatman dan Fatimah (2018) mendapatkan hasil bahwa 1) Film Cloud Bread dapat dijadikan media pengenalan bahasa dan kata baku bagi anak; 2) Film Cloud Bread dapat dijadikan media untuk menanamkan pendidikan karakter anak yang meliputi, setia kawan, saling memotivasi, ramah, kerjasama, saling menghargai antarteman, tekun, tidak mudah putus asa, semangat, dan rasa hormat kepada orangtua.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh dua peneliti dapat disimpulkan bahwa penelitian tersebut memiliki kesamaan yaitu meneliti tentang film animasi serta moral yang terkandung di dalamnya dan bagaimana pengaruhnya terhadap penguatan karakter pada anak. Hasil penelitian tersebut mencerminkan bahwa nilai-nilai moral pada film tertentu seperti “Ada Surga di Rumahmu dan Cloud Bread sangat direkomendasikan untuk ditontonkan kepada anak-anak. Di samping penggambaran karakter yang unik, film tersebut sangat cocok untuk penguatan karakter anak yang meliputi saling tolong menolong, kerjasama, dan toleransi.

(14)

7

Penelitian mengenai karakter peduli sosial yang dilakukan oleh Masrukhan (2016) menunjukkan hasil bahwa pelaksanaan pendidikan karakter peduli sosial dilakukan melalui (1) Pengembangan diri berupa kegiatan rutin dengan infaq yang dilakukan pada hari Senin dan Kamis, guru memberikan keteladanan berupa tindakan secara langsung, guru melaksanakan kegitan spontan dengan menegur siswa yang acuh dengan teman, serta melalui pengondisian dengan memasang tata tertib, kode etik siswa dan poster berkatian dengan peduli sosial, guru juga mengkondisikan kelas dengan kerja kelompok; (2) Pengintegrasian karakter peduli sosial dalam materi pembelajaran; dan (3) Pengembangan budaya sekolah dilaksanakan dengan kegiatan sekolah sesuai dengan indikator karakter peduli sosial.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ahsan, Fauzi, dkk (2017) menunjukkan hasil bahwa penerapan model pembelajaran Discovery Learning untuk mengembangkan karakter rasa ingin tahu peduli sosial sangat efektif dan efisien. Melalui pembelajaran tersebut siswa akan membuka daya pikir dan rasa ingin tahu untuk memecahkan masalah yang diberikan.

Kedua penelitian tersebut menandakan bahwa penanaman karakter peduli sosial untuk kalangan anak-anak perlu ditingkatkan dengan tujuan untuk membentuk karakter yang sesuai dengan moral bangsa Indonesia. Baik dilakukan dengan metode sederhana ataupun yang bervariasi, asalkan dapat tersampaikan ke anak dengan baik.

Berdasarkan hasil pra penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Agustus di Desa Pulorejo, Mayoritas anak umur 10 tahun di Desa Pulorejo menyukai film animasi Upin dan Ipin karena dengan alasan tampilan yang menarik serta mempunyai alur cerita yang bermacam-macam. Selain itu, pada anak usia 10 tahun tidak hanya melakukan sosialisasi primer namun sudah pada tahap sosialisasi sekunder dan mengenal agen sosialisasi seperti teman sebaya, sekolah, dan media massa.

Di samping itu, dapat dilihat saat ini tayangan televisi yang bersifat edukatif juga kurang. Ada banyak serial film animasi yang dikhususkan untuk anak-anak namu tidak semuanya mengajarkan moral yang baik. Dalam

(15)

8

menanamkan moral pada anak perlu didukung oleh tayangan dari media massa yang dapat dijadikan sebagai media pembelajaran anak sehingga anak tertarik terhadap apa yang disampaikan. Salah satu program edukatif program televisi yang masih ditayangkan sampai saat ini yaitu film animasi Upin dan Ipin. Film Animasi Upin dan Ipin dapat dijadikan solusi pembelajaran moral pada anak.

Selain itu, setiap episode dalam film tersebut memuat pendidikan moral dan karakter yang baik untuk diserap dan dicontoh untu anak usia sekolah dasar.

Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti meneliti lebih lanjut mengenai persepsi anak usia 10 tahun terhadap Film Animasi Upin dan Ipin episode “Ikhlas dari Hati di Desa Pulorejo.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.

1.2.1 Bagaimana persepsi anak usia 10 tahun di Desa Pulorejo terhadap Film Animasi Upin dan Ipin “Episode Ikhlas dari Hati”?

1.2.2 Bagaimana persepsi anak usia 10 tahun terhadap Film Animasi Upin dan Ipin “Episode Ikhlas dari Hati” sebagai agen sosialisasi pendidikan karakter?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Untuk mengetahui persepsi anak usia 10 tahun di Desa Pulorejo terhadap pesan dalam tayangan Film Animasi Upin dan Ipin “Episode Ihklas dari Hati”.

1.3.2 Untuk mendeskripsikan persepsi anak usia 10 tahun terhadap Film Animasi Upin dan Ipin “Episode Ikhlas dari Hati” sebagai agen sosialisasi pendidikan karakter.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang akan dicapai, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

1.4.1 Manfaat Teoretis

(16)

9

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan khususnya dalam pemaknaan berbagai macam jenis film secara teoretis serta dapat ditayangkan untuk anak sebagai tayangan yang sehat dan dapat mendukung perkembangan pendidikan karakter pada anak.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi anak, dapat mengetahui dan memahami nilai-nilai moral yang terdapat dalam film animasi Upin dan Ipin episode Ikhlas dari Hati serta dapat memiliki rasa peduli dengan orang lain, tolong menolong, saling berbagi, rasa empati yang tinggi dalam kehidupan bermasyarakat.

1.4.2.2 Bagi orangtua, dapat memilihkan tayangan televisi yang sehat sesuai dengan usia anak sebagai media dalam menanamkan nilai moral pada anak.

1.4.2.3 Bagi pembaca, dapat digunakan sebagai wawasan serta masukan bagi program televisi khususnya film animasi yang dapat dijadikan sebagai media untuk menanamkan moral pada anak.

(17)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Konseptual

Deskripsi Konseptual ini akan menguraikan mengenai (1) Pengertian Persepsi (2) Pengertian Nilai; (3) Macam-Macam Nilai; (4) Pengertian Moral; (5) Pengertian Karakter; (6) Pengertian Pendidikan Karakter; (7) Tujuan Pendidikan Karakter; (8) Nilai-Nilai Pendidikan Karakter; (9) Peran Media Massa dalam Pendidikan Karakter; (10) Pengertian Peduli Sosial; (11) Ciri-Ciri Peduli Sosial;

(12) Bentuk-Bentuk Peduli Sosial; (13) Pengertian Film; (14) Jenis-jenis Film;

(15) Pengertian Film Animasi; (16) Film Animasi Upin dan Ipin; (17) Agen Sosialisasi dalam pembentukan karakter; (18) Kajian Penelitian Relevan; (19) Kerangka Berpikir.

2.1.1 Persepsi

2.1.1.1 Pengertian Persepsi

Setiap individu memiliki persepsi sendiri terhadap apa yang dilihat, dipikirkan, dan dirasakan. Hal tersebut menunjukkan bahwa persepsi menentukan apa yang akan dilakukan seseorang di lingkungannya. Persepsi ini tentunya berbeda dari setiap individu. Persepsi ini dihasilkan dari proses penilaian yang dilakukan oleh individu melalui penginderaan terhadap suatu objek. Berikut merupakan definisi persepsi menurut beberapa ahli.

Persepsi berasal dari kata perception yang berarti tanggapan, pendapat, daya paham terhadap sesuatu. Khairani (dalam Suliyanto, dkk, 2015) mendefinisikan persepsi merupakan proses pemberian arti terhadap lingkungan yang dilakukan individu. Pendapat tersebut sejalan dengan Mashuri (2017) yang mendefinisikan persepsi merupakan proses penginderaan dari seseorang untuk memahami informasi lingkungannya.

Istilah persepsi biasanya digunakan untuk mengungkapkan pengalaman terhadap suatu benda atau suatu kejadian yang pernah dialami. Persepsi juga

(18)

11

dijelaskan sebagai pengaruh atau kesan oleh benda melalui proses pengamatan dan penginderaan. Rakhmat (dalam Fais, dkk, 2019) mendefinisikan persepsi sebagai pengalaman mengenai suatu objek, peristiwa yang diperoleh dengan mnyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan yang terkandung di dalamnya.

Sutrisman dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Politik, Persepsi, Kepemimpinan, dan Mahasiswa persepsi merupakan proses penilaian yang dilakukan oleh seseorang melalui penginderaan terhadap sesuatu yang terjadi pada lingkungannya yang bergantung pada kepribadian seseorang, cara pendalaman (learning), dan motivasi.

Robbins dalam Sutrisman (2015), persepsi merupakan proses individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan sensoris (panca indera) yang kemudian dianalisis, diinterpretasi dan dievaluasi untuk memberikan makna pada lingkungannya. Teori tersebut menggambarkan bahwa persepsi merupakan upaya untuk memberikan pandangan seseorang terhadap suatu keadaan yang terjadi di lingkungan sekitarnya berdasarkan pada hal-hal yang dirasakan oleh individu.

Dari beberapa definisi mengenai persepsi, dapat dipahami bahwa persepsi merupakan proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu proses dierimanya stimulus oleh individu melalui alat indera.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan persepsi merupakan anggapan dari seseorang setelah menerima stimulus melalui penginderaan kemudian berkembang menjadi sebuah pemikiran yang membuat kita memiliki pandangan terhadap suatu obyek.

2.1.1.2 Proses Terbentuknya Persepsi

Proses terbentuknya persepsi dimulai dari adanya suatu objek/kasus yang menimbulkan stimulus, kemudian stimulus tersebut diterima oleh alat indera.

Dilanjutkan proses pemberian arti di dalam otak terhadap objek yang telah dilihat dan dirasakan kemudian individu dapat memberikan tanggapan, pandangan, dan respon. Menurut Fais, dkk (2019) Proses persepsi melalui tiga komponen utama, yaitu sebagai berikut:

(19)

12

1. Seleksi, kegiatan pemilihan informasi yang diterima oleh panca indera terhadap stimulus dari lingkungan.

2. Interpretasi, proses penyaringan informasi oleh penerima sehingga memiliki makna.

3. Interpretasi, tingkah laku oleh individu sebagai sebuah reaksi dari pesan yang diterimanya (Depdikbud, 1985, dalam Soelaeman, 1978).

Proses terbentuknya persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Sarwono dalam Listyana dan Hartono (2015) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu sebagai berikut”

1. Perhatian, berperan dalam mengangkap seluruh rangsangan yang dilakukan oleh sistem indera terhadap suatu objek. perbedaan fokus perhatian antara satu orang ke orang lain menyebabkan perbedaan persepsi.

2. Sistem nilai, sistem nilai yang beraku di masyarakat berpengaruh pada persepsi seseorang.

3. Tipe kepribadian, kepribadian yang dimiliki individu menghasilkan persepsi yang berbeda. Sehubungan dengan itu, maka proses terbentuknya persepsi dipengaruhi oleh persepsi orang lain.

Indikator Persepsi

Persepsi merupakan kesan yang diperoleh individu melalui panca indera kemudian dianalisis, diinterpretasi, dan dievaluasi. Pendapat Robbins melengkapi pendapat-pendapat sebelumnya. Hal tersebut karena adanya unsur evaluasi terhadap obyek tertentu. Robbins dalam Sutrisman (2015) menetapkan indikator perepsi menjadi dua macam, yaitu:

1. Peneriman

Proses penerimaan merupakan indikator terjadinya persepsi, yaitu berfungsinya indera untuk menangkap rangsangan dari luar.

2. Evaluasi

Rangsangan dari luar yang ditangkap oleh panca indera dievaluasi oleh individu. Melalui evaluasi ini rangsang yang diterima oleh individu yang stu akan berbeda dari individu yang lain.

(20)

13

Indikator persepsi menurut Walgito (dalam Akbar, 2015) indikator persepsi seagai berikut:

1. Penyerapan terhadap rangsang suatu objek

Rangsangan yang diterima oleh individu kemudian diterima oleh panca indera, baik penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan pengecap tergantung dari obyek yang diamati. Dari hasil penginderaan tersebut individu akan mendapatkan gambaran, tanggapan, dan kesan dalam otak. Di dalam otak terbentuk gambaran yang baru saja terbentuk.

2. Pengertian atau pemahaman

Setelah terjadi gambaran di dalam otak, maka gambaran tersebut diorganisir, diklasifikasi, dan diinterpretasi sehinga terbentuk suatu pemahaman.

3. Penilaian atau evaluasi

Setelah terbentuk pemahaman, terbentuklah penilaian dari individu.

penilaian individu ini bersifat individual meskipun objek yang diamati sama.

2.1.2 Nilai

2.1.2.1 Pengertian Nilai

Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk sosial, yang berarti manusia selalu melakukan interaksi sosial dalam kehidupannya. Karena pada dasarnya manusia tidak akan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa adanya campur tangan dari orang lain. Hal ini diperjelas oleh Fernanda (2012) bahwa kemampuan berinteraksi sosial yang maksimal merupakan salah satu tujuan dari proses pembelajaran yang dijalani siswa di sekolah. Pada dasarnya, manusia dalam melakukan interaksi sosial memerlukan nilai-nilai sebagai pedomannya.

Menurut bahasa, nilai merupakan harga, hal-hal yang penting, atau berguna bagi kehidupan manusia. Napitupulu (2017) berpendapat bahwa secara umum nilai sering dikaitkan dengan etika dan moral. Pendapat tersebut sejalan dengan Imelda (2017) bahwa nilai adalah sesuatu yang terbentuk abstrak yang bernilai mensifati dan disifatkan terhadap sesuatu hal yang ciri-cirinya dapat

(21)

14

dilihat dari perilaku seseorang yang memiliki hubungan dengan fakta, tindakan, norma, moral, dan keyakinan.

Cakupan pengertian nilai sangat luas. Menurut Sanjaya, seperti yang dikutip Yanti dan Matnuh (2016) mendefinisikan nilai (value) sebagai norma- norma yang dianggap baik oleh individu. Pendapat tersebut diperjelas oleh Zaqiah dan Rusdiana (2014) menyatakan bahwa nilai adalah sesuatu yang berarti, patut dimiliki, dan dihayati dalam hidup manusia. Nilai dikejar dan diperjuangkan karena bermakna baik dan berguna bagi manusia sebagai individu dan kelompok sosial. Definisi nilai dalam referensi Islam, nilai yang sangat terkenal dan melekat yang mencerminkan akhlak/perilaku yang tercermin pada Nabi Muhammad SAW yaitu sidik, amanah, fatanah, dan tabligh. Jadi, nilai memiliki makna yang baik dan sangat berguna bagi kehidupan manusia.

Nilai membantu sesorang untuk mengidentifikasikan perilaku baik atau buruk, benar atau salah sehingga dapat dijadikan pedoman dalam bertingkah laku di kehidupan bermasyarakat yang memposisikan manusia sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan pengertian nilai merupakan sesuatu yang berkaitan dengan etika dan moral yang dijadikan pedoman manusia dalam kehidupan bermasyarakat.

2.1.2.2 Macam-Macam Nilai

Menurut M. Chabib Thoha seperti yang dikutip oleh Ansori (2017) bahwa untuk lebih memperjelas tentang nilai, maka nilai dapat dibedakan dari beberapa klasifikasi sebagai berikut.

a. Dilihat dari segi kebutuhan hidup manusia, nilai menurut Abraham Maslow dapat dibedakan menjadi: 1) nilai biologis, 2) nilai keamanan, 3) nilai cinta kasih, 4) nilai harga diri, 5) nilai jati diri.

b. Dilihat dari kemampuan jiwa manusia untuk menangkap dan mengembangkannya: 1) nilai statik, seperti kognisi, emosi, dan psikomotor, 2) nilai yang bersifat dinamis, seperti motivasi berprestasi, motivasi berafiliasi, motivasi berkuasa.

c. Dilihat dari proses budaya: 1) nilai ilmu pengetahuan, 2) nilai ekonomi, 3) nilai keindahan, 4) nilai politik, 5) nilai keagamaan, 6) nilai kekeluargaan, 7) nilai kejasmanian.

d. Dilihat dari pembagian nilai; 1) nilai-nilai subjektif, 2) nilai-nilai objektif metafisik.

(22)

15

e. Nilai berdasar dari sumbernya: 1) nilai Ilahiyah (Ubudiyah dan Mu‟amalah), 2) nilai Insaniyah, nilai yang diciptakan oleh manusia atas dasar kriteria manusia itu juga.

f. Dilihat dari segi ruang lingkup dan keberlakukannya: 1) nilai-nilai universal, 2) nilai-nilai lokal.

2.1.3 Moral

2.1.3.1 Pengertian Moral

Menurut Ardini (2012) moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk.

Pengertian lain tentang moral diungkapkan oleh PJ. J. Bouman (dalam Syapparuddin, 2020) moral merupakan suatu perbuatan atau tingkah laku manusia yang timbul karena adanya interaksi antar individu dalam pergaulan. Lickona (dalam Ananda, 2017) berpendapat bahwa pembentukan karakter anak dapat dilakukan melalui tiga kerangka pikir, yaitu konsep moral (moral knowing), sikap moral (moral feeling), dan perilaku moral (moral behavior). Dengan demikian dalam pembentukan karakter anak dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu konsep moral, sikap moral, dan perilaku moral. Nudyansyah (2018) berpendapat bahwa moral merupakan nilai-nilai yang dapat menuntun dan mengarahkan manusia untuk berperilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

Moral memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia yang berhubungan dengan tingkah laku manusia. Tingkah laku ini mendasari individu pada norma-norma yang berlaku di masyarakat. Individu dikatakan bermoral apabila bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang terdapat dalam masyarakat. Dengan demikian, individu yang berperilaku sesuai dengan norma- norma yang berlaku dalam masyarakatnya disebut baik secara moral. Jadi, dapat disimpulkan moral merupakan tindakan manusia yang memiliki nilai-nilai baik.

2.1.4 Pendidikan Karakter 2.1.4.1 Pengertian Karakter

Kata „karakter‟ berasal dari bahasa Yunani „charassein‟, yang berarti to engrave (melukis, menggambar), seperti orang yang melukis kertas, memahat batu atau metal. Berakar dari pengertian tersebut, karakter kemudian diartikan

(23)

16

sebagai tanda atau ciri. Karakter juga didefinisikan sebagai sifat manusia pada umumnya yang bergantung pada faktor kehidupannya sendiri. Mustoip dan Sofyan (2018:47) berpendapat bahwa karakter adalah cara berpikir setiap individu untuk mengimplementasikan nilai-nilai kebaikan dalam sebuah tindakan atau perilaku sehingga menjadi ciri khas bagi setiap individu. Individu yang berkarakter ditandai dengan individu yang mampu membuat keputusan dan siap untuk bertanggungjawab keputusan yang telah dibuat.

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, karakter didefinisikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain. Menurut Shihab (dalam Pantu dan Luneto, 2014) karakter merupakan himpunan pengalaman, pendidikan dan sebagainya yang menumbuhkan kemampuan dalam diri manusia, sebagai alat ukir yang mewujudkan pemikiran, sikap, dan perilaku antara lain akhlak mulia dan budi pekerti.

Dalam kehidupan bermasyarakat yang di dalamnya terdapat kegiatan interaksi sosial, yang mengharuskan individu untuk bertindak sesuai norma-norma yang berlaku di lingkungan masyarakat, memiliki pemahaman untuk menerapkan nilai dan norma dalam kehidupan, serta berkomitmen untuk menginternalisasikan nilai-nilai dalam bentuk tindakan dan perilaku. Mustoip dan Sofyan (2018:64) menjelaskan bahwa karakter seseorang pada dasarnya tidak berkembang dengan sendirinya, karena setiap individu dipengaruhi oleh faktor bawaan (nature) dan faktor lingkungan (nurture). Dengan demikian, seiring berjalannya waktu karakter setiap individu akan terus berkembang melalui pendidikan dan proses sosialisasi tentang nilai-nilai kebaikan yang berlangsung dalam kehidupan.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dipahami bahwa karakter berkaitan dengan moral dan mengandung nilai-nilai positif. Jadi, seseorang yang berkarakter adalah orang yang mempunyai kualitas moral positif. Dengan demikian, karakter merupakan cara bepikir, sifat atau pola perilaku yang didasari dengan moral yang positif yang dimiliki oleh individu dengan dipengaruhi oleh fakor bawaan dan faktor lingkungan.

2.1.4.2 Pengertian Pendidikan Karakter

(24)

17

Pendidikan karakter memiliki peranan penting dalam dunia pendidikan.

Melalui pendidikan karakter dapat digunakan sebagai jembatan untuk membimbing seseorang menjadi lebih baik, mampu membedakan mana yang baik dan mana yang harus ditinggalkan serta mampu untuk menanamkan hal-hal baik untuk membentuk generasi penerus bangsa yang berakhlak dan beretika.

Diberlakukannya Kurikulum 2013 dalam dunia pendidikan ini menjadi bukti bahwa pendidikan karakter mutlak dilakukan oleh setiap sekolah dengan tujuan menjadi bangsa yang berkarakter unggul.

Pendidikan karakter didefinisikan sebagai pembelajaran yang dirancang untuk mendidik dan membantu siswa dalam mengembangkan nilai-nilai kewarganegaraan, karakter, etika dalam bermasyarakat, dan prestasi belajar.

Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai usaha untuk mendidik, mengarahkan kepribadian yang baik pada anak. Basri (2017) berpendapat bahwa pendidikan karakter merupakan pembelajaran yang ditujukan untuk penguatan dan pengembangan perilaku peserta didik secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai tertentu. Menurut Zubaedi seperti yang dikutip Yanti (2013) pendidikan karakter adalah usaha secara sadar untuk mewujudkan kebajikan, yaitu kualitas kemanusiaan yang baik secara objektif, baik untuk individu serta masyarakat secara keseluruhan.

Pendidikan karakter memiliki prinsip bahwa setiap peserta didik memiliki potensi untuk menjadi kuat dan berkembang dengan menggunakan nilai-nilai tertentu sebagai alatnya. Oleh sebab itu, pendidikan karakter terintegrasi dengan semua muatan pembelajaran. Pendidikan dasar berbasis pendidikan karakter dilakukan dengan cara menanamkan nilai-nilai karakter yang dimasukkan pada proses pembelajaran yang kemudian dihubungkan dengan konteks kehidupan sehari-hari.

Wulandari (2017) berpendapat bahwa pendidikan karakter merupakan bentuk kegiatan manusia yang di dalamnya terdapat suatu tindakan yang mendidik dan diperuntukkan bagi generasi selanjutnya. Oleh karena itu, pendidikan karakter seharusnya menuntun peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara efektif, dan pengalaman nilai secara nyata.

(25)

18

Zubaedi (2011:14) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai usaha secara sengaja dari seluruh dimensi kehidupan sekolah untuk membantu pengembangan karakter dengan optimal. Hal tersebut berarti bahwa pengembangan karakter peserta didik harus didukung oleh semua komponen sekolah yang meliputi kurikulum, proses pembelajaran, kualitas hubungan, penanganan muatan pelajaran, pelaksanaan aktivitas ko-kurikuler, serta etos lingkungan sekolah. Pendapat tersebut diperkuat oleh William & Schnaps (dalam Zubaedi, 2011:15) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai usaha yang dilakukan oleh semua personel sekolah, bahkan dilakukan bersama-sama dengan orangtua dan anggota masyarakat untuk membantu anak-anak dan remaja agar memiliki sifat peduli, berpendirian, dan bertanggungjawab.

Raharjo (2010) memaknai pendidikan karakter sebagai suatu proses pendidikan secara holistis yang menghubungkan dimensi moral dengan ranah sosial dalam kehidupan peserta didik sebagai fondasi bagi terbentuknya generasi yang berkualitas yang mampu hidup mandiri dan memiliki prinsip suatu kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan. Secara singkat dapat diartikan pendidikan karakter merupakan pendidikan yang dilakukan secara menyeluruh yang memiliki keterkaitan antara tingkah laku dengan kehidupan sosial peserta didik dengan harapan menjadi generasi yang berkualitas unggul.

Dalam konteks kajian P3, Kesuma dan Dharma (2011:5) mendefiniskan pendidikan karakter dalam setting sekolah sebagai “pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai tertentu yang dirujuk oleh sekolah.” Definisi tersebut mengandung makna:

1) Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang terintegrasi dengan pembelajaran yang terjadi pada semua muatan pelajaran.

2) Diarahkan pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh.

Asumsinya, anak merupakan organisme manusia yang memiliki potensi untuk dikuatkan dan dikembangkan.

3) Penguatan dan pengembangan perilaku didasari oleh nilai yang dirujuk sekolah (lembaga).

Berdasarkan pendapat tersebut, pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta

(26)

19

didik dalam membedakan baik dan buruk, memelihara hal yang baik dan mengaplikasikan hal kebaikan tersebut dalam kehidupan di lingkungan masyarakat.

2.1.4.3 Tujuan Pendidikan Karakter

Fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Bab 2 Pasal 3 tentang Dasar, Fungsi, dan Tujuan Pendidikan Nasional yaitu menjelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Kesuma dan Dharma (2011:9) menegaskan bahwa ada beberapa tujuan pendidikan karakter di setting sekolah yakni sebagai berikut.

1. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.

2. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah.

3. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggungjawab pendidikan karakter secara bersama.

Fokus utama tujuan pendidikan karakter adalah memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku peserta didik, baik ketika proses belajar di sekolah maupun setelah proses belajar di masyarakat. Penguatan dan pengembangan memiliki makna bahwa pendidikan dalam setting sekolah merupakan suatu proses yang membawa peserta didik untuk memahami dan merefleksi bagaimana suatu nilai menjadi penting untuk diwujudkan dalam berperilaku di kehidupan. Penguatan sendiri memiliki arti adanya hubungan antara penguatan perilaku melalui pembiasaan di sekolah dengan pembiasaan di rumah maupun di lingkungan masyarakat.

Tujuan pendidikan karakter adalah mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah. Tujuan ini

(27)

20

memiliki arti bahwa pendidikan karakter difokuskan untuk meluruskan perilaku anak yang cenderung negatif diarahkan ke perilaku positif. Selanjutnya dalam pendidikan karakter setting sekolah adalah membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggungjawab pendidikan karakter secara bersama. Dengan artian bahwa proses pendidikan karaker di sekolah harus seiring dan sejalan denga proses pendidikan di keluarga (Kesuma, 2011:9-11).

Menurut Wijaya dan Helaluddin (2018) tujuan pendidikan karakter lebih difokuskan pada menanamkan nilai dan merubah kehidupan sehingga bisa sepenuhnya menciptakan karakter mulia peserta didik secara terpadu, seimbang, dan bisa dilakukan secara berkesinambungan dalam kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut mengenai tujuan pendidikan karakter, menurut Puspitasari (2016) pendidikan karakter pada intinya bertujuan untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bergotong royong, bermoral, berjiwa patriotisme, bertoleransi, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.

Jadi, secara umum dapat disimpulkan tujuan pendidikan karakter yaitu untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai tertentu agar peserta didik mewujudkannya dalam berperilaku sehingga membentuk generasi yang berakhlak dan beretika.

2.1.4.4 Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Menurut Kemendikbud, ada 18 nilai-nilai pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

1. Religius

Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2. Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

3. Toleransi

Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

4. Disiplin

(28)

21

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5. Kerja Keras

Tindakan yang dikerjakan secara sungguh-sungguh tanpa mengenal lelah atau berhenti sebelum target tercapai.

6. Kreatif

Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7. Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8. Demokratis

Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

9. Rasa Ingin Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan didengar.

10. Semangat Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri sendiri dan kelompoknya.

11. Cinta Tanah Air

Sikap mencintai bangsa sendiri dengan setia mengabdi, berkorban, memelihara persauan dan kesatuan, melindungi tanah air dari segala ancaman, gangguan dan tantangan yang dihadapi oleh tanah air.

12. Menghargai Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.

13. Bersahabat/Komunikatif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

14. Cinta Damai

Sikap menghargai perbedaan yang dimiliki individu/kelompok lain daripada dirinya atau kelompoknya sendiri.

15. Gemar Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

16. Peduli Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

17. Peduli Sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

18. Tanggungjawab

(29)

22

Sikap dan perilak seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Sementara itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tahun 2017 mengidentifikasikan lima nilai utama karakter yang saling berkaitan dalam membentuk nilai yang perlu dikembangkan sebagai prioritas utama, yaitu nilai religius, nasionalis, mandiri, gotong-royong, dan integritas.

1. Nilai karakter religius mencerminkan keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang diwujudkan dalam perbuatan dengan melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleransi antar umat beragama, serta hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain.

2. Nilai karakter nasionalis, merupakan sikap, cara berpikir, dan tindakan yang menunjukkan kesetiaan, kepedulianm penghargaan yang tinggi terhadap bahasa lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Menurut Rahardjo (2013) sub nilai karakter nasionalis antara lain, mengapresiasi budaya bangsa sendiri, rela berkorban, menghormati keragaman budaya, suku, dan agama.

3. Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan tingkah laku yang mencerminkan tidak bergantung pada orang lain dan menggunakan segala tenaga, pikiran dan pikiran untuk mewujudkan cita-cita. Nilai karakter mandiri ini mempunyai beberapa sub. Seperti yang dijelaskan oleh Yusuf (2017), sub-sub nilai mandiri antara lain kerja keras, tangguh, professional, dan kreatif.

4. Nilai karakter gotong-royong merupakan tindakan yang menggambarkan menghargai semangat kerja sama, menjaga komunikasi persahabatan, menyelesaikan masalah bersama, serta memberi bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan. Menurut Zainal dalam Komara (2018) sub nilai gotong royong ini antara lain, kerjasama, komitmen atas keputusan bersama, musyawarah dan mufakat, solidaritas, empati, dan sikap dermawan.

5. Nilai karakter integritas merupakan nilai dasar dalam perilaku individu yang menjadikan dirinya sebagai individu yang dapat dipercaya dalam segala

(30)

23

perkataan, tindakan, dan perbuatan. Karakter integritas meliputi beberapa sub seperi yang dijelaskan oleh Asmani dalam Komara (2018) antara lain kejujuran, cinta kebenaran, anti korupsi, setia, keadilan, tanggungjawab, dan menghargai individu.

2.1.5 Peran Media Massa dalam Pendidikan Karakter

Upaya lembaga pendidikan dalam mendidik karakter peserta didik tidak lepas dari dukungan dari berbagai media massa seperti media cetak (koran, surat kabar), televisi (elektronik) dan internet (situs web). Media televisi ini menyajikan acara- acara tentang gambaran kehidupan dan perilaku sehari-hari manusia baik dalam bentuk kisah nyata maupun dikemas dalam bentuk sinetron sesuai dengan tujuan yang dikehendaki. Televisi memiliki kedudukan sebagai media massa yang paling popular dan digemari oleh berbagai lapisan masyarakat. Seringkali apa yang ada di televisi ditiru oleh masyarakat, khususnya anak-anak. Perilaku imitatif (meniru) ini sangat menonjol dilakukan oleh anak-anak karena pada fase tertentu anak suka meniru dengan apa yang disukainya dan berandai-andai bisa menjadi seperti subjek yang ditiru. Saat ini seringkali yang menjadi idola anak adalah sinetron- sinetron remaja yang tidak sesuai dengan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, untuk membentuk karakter yang positif pada anak diperlukan partisipasi media massa dalam mengemas substansi tayangan televisi yang mendukung pembangunan karakter bangsa terutama generasi muda.

Menurut Anwas (2011) untuk mengkondisikan agar lingkungan di sekitar mendukung untuk mengubah perilaku dan membangun karakter anak, maka diperlukan dukungan oleh aspek-aspek yang berada di lingkungan tersebut.

dengan kata lain, diperlukan kerjasama oleh semua pihak. Jika dilihat berdasarkan kondisi saat ini, salah satu aspek lingkungan di era digital saat ini adalah media massa. Media massa dengan karakteristik masing-masing dapat menyajikan tayangan yang bersifat edukatif yang mendukung pendidikan karakter.

Media televisi memiliki kelebihan dalam membantu tugas guru dan orangtua dalam menanamkan pendidikan karakter terhadap anak secara berkesinambungan.

Hal ini karena televisi dengan segala kelebihannya dapat menyajikan pesan

(31)

24

audiovisual, gerak tokoh serta dapat mendramatisasi pesan sesuai tujuan yang akan dikehendaki. Ada beberapa alasan anak dalam menonton televisi, seperti yang dijelaskan olah Artha (2016) menonton televisi untuk relaksasi, menjadi teman saat kesepian, menonton televisi karena kebiasaan, mengisi waktu luang, karena tidak punya kegiatan lain yang harus dilakukan, untuk interaksi sosial, sebagai media untuk mendapatkan informasi, bisa membangkitkan semangat, serta digunakan sebagai hiburan. Menu dalam acara televisi akan berpengaruh positif terhadap pembentukan karakter anak jika didesain melalui contoh-contoh konkret dalam kehidupan masyarakat yang menjunjung tinggi tatanan nilai luhur, norma, dan akhlak mulia.

Seperti yang dinyatakan oleh Artha (2016) sosialisasi yang merupakan inti dari perkembangan sosial anak akan tumbuh dengan baik ketika anak bisa mengambil secara positif sarana apa saja yang ada di sekitarnya, tidak terkecuali dengan televisi. Artinya, anak dapat belajar apa saja untuk menggali pengetahuan mereka melalui lingkungan sekitar, termasuk televisi. Media televisi yang mendidik adalah media yang memberikan nilai tambah, yaitu perubahan perilaku masyarakat ke arah yang lebih baik. Dalam hal ini televisi harus mampu menempatkan dirinya sebagai „pendidik‟ yang secara tidak langsung ikut memberikan pengaruh terhadap proses pembentukan karakter anak.

2.1.6 Peduli Sosial

2.1.6.1 Pengertian Peduli Sosial

Upaya mengembangkan karakter peduli sosial harus dilakukan dalam berbagai aktivitas. Dalam lingkungan masyarakat peduli sosial memiliki kedudukan penting dan harus dikembangkan. Manusia sebagai makhluk sosial memiliki hubungan timbal balik dengan manusia lainnya untuk melakukan hubungan sosial sebagaimana mestinya. Setiap manusia mempunyai kepentingan dengan manusia yang lain sehingga tercipta interaksi sosial. Manusia sebagai makhluk sosial (homo socialis) membutuhkan manusia lain dalam beberapa hal, untuk itu manusia harus mempunyai kesadaran sosial.

(32)

25

Kesadaran sosial menurut Isyra (2017) adalah proses di mana seseorang memahami kondisi orang lain yang menjadikan individu itu sendiri sadar dan paham betul dengan apa yang terjadi. Sehingga manusia akan saling berinteraksi dan saling menghormati, peduli terhadap berbagai keadaan di lingkungan sekitarnya. Manusia yang mempunyai sifat peduli sosial akan memiliki perasaan empati terhadap suatu keadaan tertentu yang dialami orang lain.

Menurut Suyadi (dalam Setiawan 2017) berpendapat bahwa peduli sosial adalah sikap dan perbuatan mencerminkan kepedulian terhadap orang lain maupun masyarakat yang membutuhkan. Jadi peduli sosial merupakan suatu nilai karakter yang harus dimiliki oleh setiap individu karena terkait dengan nilai kasih sayang, keramahan, kerendahan hati, dan kebaikan. Sejalan dengan Suyadi, Nisa dan Wulandari (2018) menjelaskan bahwa kepedulian merupakan salah satu karakter utama yang harus dimiliki oleh anak. Dengan adanya rasa kepedulian memberikan dampak yang baik untuk masa mendatang.

Hayuni dan Flurentin (2016) menjelaskan bahwa setiap individu memiliki dorongan untuk memenuhi kebutuhan serta berguna bagi orang lain melalui sikap untuk membantu orang lain terhadap masyarakat yang membutuhkan. Pendapat tersebut memiliki makna bahwa pada dasarnya individu merupakan makhluk sosial yang membutuhkan bantuan orang lain. Dengan kata lain, setiap individu mempunyai rasa peduli dan ingin dipedulikan oleh orang lain.

Muhibidin (dalam Hayuni dan Flurentin 2016) mengungkapkan bahwa kepedulian sosial merupakan sifat yang dimiliki oleh setiap individu untuk saling memahami dan memberi sesuatu kepada orang lain. Hal tersebut berarti bahwa seseorang memiliki sifat peduli sosial mampu memahami keadaan orang lain, serta tergerak untuk mewujudkan rasa kepeduliannya dengan memberikan bantuan kepada orang lain. Naum dan Iswahyudi (2019) mendefinisikan peduli sosial merupakan perasaan bertanggungjawab dalam pribadi setiap individu terkait dengan kesulitan yang dialami orang lain, serta terdorong untuk memberikan bantuan kepada individu yang lebih membutuhkan.

A. Tabiin (2017) menjelaskan bahwa peduli sosial yaitu suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain yang sedang

(33)

26

membutuhkan bantuan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peduli sosial yaitu suatu bentuk kepedulian dari seseorang dalam memperhatikan orang lain dengan memberikan bantuan dan lain sebagainya.

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai peduli sosial, dapat disimpulkan bahwa peduli sosial merupakan sikap memahami kondisi orang lain dan mewujudkannya dalam bentuk kepedulian melalui bantuan dan perhatian.

2.1.6.2 Ciri-Ciri Peduli Sosial

Karakter peduli sosial memiliki beberapa ciri-ciri, seperti yang dijelaskan oleh Herdati (dalam Sari dan Priyanto, 2019) bahwa peduli sosial memiliki beberapa kriteria yaitu: (1) Peka terhadap kesulitan orang lain; (2) Peka terhadap kerusakan lingkungan fisik; (3) Peka terhadap perilaku menyimpang; (4) Peka terhadap kebutuhan dan tuntutan dinamis; (5) Peka terhadap perubahan pola-pola kehidupan sosial. Karakter peduli sosial sebenarnya merupakan kepekaan perhatian yang dimiliki oleh individu sehingga menimbulkan rasa empati terhadap musibah orang lain, yang tidak hanya kasihan tetapi juga kemauan melakukan gerakan sebagai wujud ekspresi dalam tiga indikator menurut Soenarko (dalam Sari dan Priyanto, 2019) antara lain: (1) kemampuan dalam bersikap ikut merasakan penderitaan orang lain; (2) Kemampuan untuk bersikap bersedia memberikan pertolongan terhadap penderitaan orang lain; (3) Kemampuan kesadaran untuk bersikap rela berkorban dalam memberikan pertolongan dalam memberikan bantuan dalam bentuk apapun terhadap penderitaan orang lain.

Menurut Jayanti (2016) sikap dan perilaku kepedulian sosial bukanlah pembawaan, tetapi dapat dibentuk melalui pengalaman dan proses belajar yang dapat dilakukan melalui 3 model sebagai berikut.

1. Mengamati dan meniru perilaku peduli sosial orang-orang yang diidolakan.

2. Melalui proses pemerolehan informasi verbal tentang kondisi dan keadaan sosial orang yang lemah sehingga dapat diperoleh pemahaman dan pengetahuan tentang apa yang menimpa dan dirasakan oleh mereka dan bagaimana ia harus bersikap dan berperilaku peduli kepada orang lemah.

(34)

27

Dalam hal ini, di dalam film animasi Upin dan Ipin episode Ikhlas dari Hati memiliki indikator karakter peduli sosial antara lain; (1) Peka terhadap kesulitan yang dialami orang lain; (2) Kemampuan ikut merasakan penderitaan/musibah orang lain; (3) Kemampuan untuk bersikap mau memberikan pertolongan terhadap orang lain; (4) Memiliki rasa empati terhadap kesulitan orang lain.

2.1.6.3 Bentuk-Bentuk Peduli Sosial

Bentuk-bentuk peduli sosial dibedakan berdasarkan lingkungan.

Lingkungan merupakan tempat di mana individu hidup dan menjalin hubungan dan berinteraksi dengan dengan individu yang lainnya. Adapun bentuk-bentuk peduli sosial adalah sebagai berikut.

1. Peduli sosial di lingkungan keluarga

Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama dan utama yang dialami oleh manusia dari kecil. Melalui hubungan antar keluarga ini seorang individu akan membawa perkembangan sosial yang pertama. Menurut Arum (2020) perkembangan sosial dapat tumbuh melalui perasaan simpati anak kepada orang tua akan muncul ketika anak merasakan simpati karena telah dididik dan dirawat dengan sangat baik. Berawal dari perasaan simpati tersebut, maka akan tumbuh rasa cinta dan kasih sayang kemudian muncul sikap sailing peduli.

Sikap saling peduli terhadap anggota keluarga dapat ditanamkan dengan baik, seperti mengajak beribadah bersama, kerja bakti di rumah, makan bersama, dan hal-hal lain yang dapat memupuk rasa persaudaraan dalam keluarga. Oleh karena itu, keluarga yang berperan sebagai lingkungan sosial terkecil harus dipelihara keharmonisannya. Melalui hubungan anggota keluarga yang harmonis menjadi poin yang sangat penting dalam pembentukan sikap peduli sosial karena akan mendukung pada tingkatan masyarakat serta dampaknya dalam berinteraksi dengan masyarakat luas.

2. Peduli sosial di lingkungan masyarakat

Lingkungan masyarakat daerah pedesaan memiliki nilai tradisi yang kuat dan tertanam sikap kepedulian sosial yang kuat. Hal tersebut dapat dilihat

(35)

28

ketika terdapat suatu kegiatan yang dilakukan oleh seorang warga, maka warga yang lainnya akan ikut membantu dengan berbagai cara tanpa adanya imbalan.

Seperti contoh salah satu warga hendak membangun rumah, warga yang lain dengan sukarela membantu warga tersebut tanpa imblan, kegiatan tersebut biasa dikenal dengan istilah „sambatan‟. Sedangkan di lingkungan masyarakat perkotaan cenderung invdividualisme yang tidak terlalu ikut campur urusan orang lain.

Sikap peduli sosial sosial di lingkungan masyarakat perlu ditanamkan/ditingkatkan karena posisi manusia yang berperan sebagai makhluk sosial tak lepas dari orang lain. sikap peduli dapat dilakukan diantaranya, 1) menolong tetangga ketika tertimpa musibah, 2) mempunyai sikap ramah pada tetangga, 3) ikut serta dalam kegiatan di lingkungan masyarakat.

3. Peduli sosial di lingkungan sekolah

Selain menjadi tempat untuk belajar dan meningkatkan kemampuan intelektual, sekolah juga berperan dalam mengembangkan dan memperluas pengalaman sosial anak agar dapat bergaul dengan orang lain. Berinteraksi dengan orang lain dapat ditunjukkan dengan berbagai cara, yaitu dengan menujukkan sikap peduli terhadap sesama. Sikap peduli sosial di lingkungan sekolah dapat ditunjukkan melalui peduli terhadap teman sebaya, pendidik, dan semua warga yang berada di sekitar sekolah.

2.1.7 Film

2.1.7.1 Pengertian Film

Film merupakan salah satu dari sekian banyak media hiburan yang digemari oeh semua lapisan masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, Mahnun (2012) menyatakan bahwa film/tayangan adalah media komunikasi yang aktual dan faktual dapat diterima baik oleh penerima pesan, termasuk dalam proses pembelajaran. Media massa mempunyai beberapa fungsi, salah satunya yaitu sebagai hiburan. Sebagai bagian dari media massa, film menjadi media hiburan yang efektif bagi masyarakat untuk mengisi waktu luang, sebagai hiburan untuk

(36)

29

istirahat, serta sebagai media pemberi informasi. Dalam kamus Oxford, dikutip dalam jurnal Musyafak (2013) film adalah suatu format pertunjukan yang menetapkan suatu cerita dengan bunyi yang serasi serta beberapa urutan gambar yang bergerak.

Menurut Sutorini (2019) film merupakan media yang topik dan pesan secara luas namun ringan sehingga mudah dipahami oleh penonton. Sejalan dengan pendapat tersebut, Pasrah (2020) berpendapat bahwa film memberikan dampak positif maupun negatif bagi penonton apabila tidak digunakan dengan bijak, melalui pesan yang terkandung di dalamnya akan mengubah dan membentuk karakter penontonnya. Pengertian film yang dijelaskan oleh Barsam dalam Satria (2019) film sebagai rangkaian gambaran yang berurutan yang bergerak dengan cepat dan diproyeksikan dalam layar dengan objek yang diletakkan pada posisi berurutan sehingga dapat menghasilkan efek optic pada rangkaian gambar dari objek yang bergerak tersebut.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan film merupakan rangkaian gambar yang bergerak yang di dalamnya memuat topik dan pesan yang disampaikan kepada penerima pesan.

2.1.7.2 Jenis-Jenis Film

Berkembangnya industri film di Indonesia, sebanding dengan berkembangnya genre-genre yang ada, seperti film bergenre politik, komedi, drama, musical, hinga bertema nasionalis. Sebagai salah satu bagian dari media massa yang berfungsi sebagi hiburan, film mempunyai jenis-jenis yang bervariasi.

Seperti yang dijelaskan oleh Efendy dalam Musyafak (2013) membagi jenis-jenis film menjadi (1) Film cerita, film cerita adalah film yang mengandung unsur cerita cerita baik fiktif maupun non fiktif serta dapat menyentuh hati masyarakat;

(2) Film dokumenter, merupakan film yang berkisah tentang fakta persitiwa yang benar-benar terjadi; (3) Film berita, merupakan film yang disajikan dalam bentuk berita dan berisi tentang peristiwa yang benar-benar terjadi.

Hampir senada sejalan dengan pembagian tersebut, Fatimah (2017) membagi jenis-jenis film menjadi tiga bagian utama, yaitu film dokumenter, film

(37)

30

cerita pendek (berdurasi kurang dari 60 menit), film cerita panjang (berdurasi lebih dari 60 menit).

2.1.7.3 Pengertian Film Animasi

Kata animasi diambil dari bahasa Latin, “anima”, yang artinya jiwa, hidup, nyawa, dan semangat. Menurut Adinda (dalam Basid 2016) berpendapat bahwa animasi merupakan serangkaian gambar cepat yang terus-menerus yang memiliki hubungan satu dengan yang lainnya. Sementara itu, Chabib (2013) mendefinisikan film animasi merupakan film dari hasil pengolahan gambar diam menjadi gambar bergerak.

Mutiarasani dan Sidhartani (2018) mendefinisikan bahwa film animasi merupakan film yang berasal dari rangkaian gambar-gambar yang diolah sehingga terlihat seperti bergerak dan memiliki cerita. Lebih lanjut Mutiarasani (2018) menjelaskan bahwa animasi merupakan teknik pembuatan karya visual yang dapat bergerak dengan serangkaian gambar, sehingga gambar tersebut menjadi jalan cerita yang dapat menyampaikan pesan atau informasi.

Menurut Batubara (2020) film kartun atau film animasi merupakan film yang berupa serial gambar yang difilmkan satu persatu dengan memperhatikan keruntutan gerak sehingga muncul sebagai satu gerakan dalam film kemudian disusun sesuai dengan sistematika sehingga menghasilkan suatu film animasi yang utuh.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan film animasi merupakan suatu film yang dibuat melalui serangkaian gambar yang diolah secara sistematis sehingga menjadi film animasi yang utuh sebagai media untuk menyampaikan pesan atau informasi.

2.1.7.4 Film Animasi Upin dan Ipin

Tidak sedikit masyarakat yang sudah mengetahui Film Upin Ipin. Film ini beberapa tahun terakhir telah menghiasi layar kaca Indonesia dan bahkan telah menjadi tontonan wajib bagi anak-anak. Menurut Wikipedia, film animasi Upin

(38)

31

dan Ipin adalah televisi animasi anak-anak yang dirilis pada tanggal 14 September 2007 yang ditayangkan di Malaysia dan Indonesia yaitu TV9 dan MNCTV. Serial ini diproduksi oleh Les‟ Copaque Production. Tujuan mula dari film ini pada awalnya untuk mendidik anak-anak agar pentingnya bulan Ramadhan. Film animasi Upin dan Ipin ini dibuat oleh Mohd Nizam Abdul Razak, Mohd Sofwan Abdul Karim, dan Usamah Zaid, serta para pemilik Les‟Copaque. Selain disiarkan di televisi, film Upin dan Ipin juga berbentuk VCD dan DVD. Untuk lebih jelasnya, pemeran film animasi Upin dan Ipin dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Film animasi Upin dan Ipin

https://www.itl.cat/wallview/bJiomR_upin-ipin-dan-kak-ros/

Film Upin dan Ipin menceritakan tentang dua anak bersaudara kembar yang bernama Upin dan Ipin serta begenre kartun 3D. Film Upin dan Ipin menyangkan suatu cerita dalam kehidupan sehari-hari, di lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, lingkungan bermain, dan lingkungan masyarakat yang dikemas dengan jalan cerita yang menarik serta terdapat nilai-nilai karakter untuk pendidikan karakter anak. Ahda (2018) menyatakan bahwa seseorang pada situasi konflik yang memberikan sejumlah alternatif pilihan baik dan tidak, benar ataupun salah (example non example) sehingga penonton dapat langsung menarik kesimpulan tentang apa yang harus diperbuat setelah menonton film tersebut.

Adapun gambaran nama dan karakter dalam film animasi Upin dan Ipin sebagai berikut.

a. Upin

(39)

32

Upin merupakan kakak Ipin. Dia lebih banyak bicara dan selalu mempunyai ide untuk menjahili orang-orang sekitarnya. Upin dapat dibedakan dari adiknya dengan melihat sehelai rambut di kepalanya.

b. Ipin

Ipin merupakan adik dari saudara kembarnya, yaitu Upin. Ipin sangat menyukai ayam goreng. Ciri khas dari Ipin, dia sering mengulang kata “betul, betul, betul” sebagai tanda menyetujui perkataan orang lain.

c. Opah

Opah adalah nenek dari Upin, Ipin, dan Kak Ros. Opah seorang yang penyabar, berhati mulia dan sangat menyayangi cucu-cucunya. Opah sering memberikan nasihat kepada Upin dan Ipin.

d. Kak Ros

Kak Ros adalah kakak dari Upin dan Ipin yang terkenal dengan kegalakannya.

Namun sebenarnya Kak Ros ini seorang kakak yang penyayang dan usil dengan adik-adiknya.

e. Atok

Atok (kakek) merupakan tetangga Upin dan Ipin. Atok sangat baik kepada semua anak, tak terkecuali Upin, Ipin dan teman-temannya. Dia juga sering membantu Upin, Ipin dan teman-temannya ketika membutuhkan bantuan.

f. Fizi

Fizi merupakan salah satu teman bermain Upin dan Ipin. Dia memunyai sifat cengeng, manja, dan baik hati. Fizi dikenal dengan „etan mbayong‟ saat memanggil Ehsan, karena Fizi yang terlihat sering bersama Ehsan.

g. Ehsan

Ehsan terlihat sering bersama dengan Fizi. Hobi Ehsan memasak dan makan.

Ehsan digambarkan dengan karakter sebagai anak orang kaya, dimanja oleh ayahnya namun tetap baik hati kepada teman-temannya.

h. Jarjit

Jarjit merupakan keturunan dari India dan berkulit hitam. Jarjit dikenal dengan perkataanya „marvelous, marveolus‟ yang berarti hebat serta sangat pandai membuat pantun, teka-teki yang diawali dengan kata-kata „dua, tiga‟. Dia baik

Gambar

Gambar 2.1 Film animasi Upin dan Ipin
Tabel 2.1 Persamaan, perbedaan, dan orisinalitas kajian penelitian relevan
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir  Sumber: Peneliti

Referensi

Dokumen terkait

Banyak nilai- nilai yang terdapat dalam film kartun Upin dan Ipin ini, selain pada episode ramadhan pelajaran berharga tentang nilai-nilai, misalnya nilai sosial pada film kartu

264 Hayana, Pengaruh Film Upin dan Ipin terhadap … maupun nonfisik, maka orang tersebut akan memiliki konsep diri yang positif, sehingga dapat melaksanakan fungsi dan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh film animasi Upin dan Ipin terhadap penerapan nilai sosial siswa di SDN 006 Sekolubuk Tigo Lirik, bahwa nilai R = 0,733

Namun saat ini film yang banyak digandrungi anak-anak salah satunya adalah film animasi Upin-Ipin, film ini tidak hanya disukai anak-anak tetapi juga remaja dan orang

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa dalam film Upin Ipin terdapat banyak percakapan dan adegan-adegan anak yang sarat akan pembelajaran nilai-nilai Islam,

Dikisahkan awal cerita film ini adalah ketika Upin, Ipin, Fizi, dan Ehsan sedang bermain sepak takraw dengan menggunakan bola yang biasa dipakai dalam permainan bulu

Angka tersebut menunjukkan pengertian bahwa sumbangan pengaruh variabel film animasi Upin dan Ipin terhadap penerapan nilai sosial siswa yang diperoleh adalah sebesar

Upin dan Ipin bersekolah di Tadika Mesra yang terletak dalam kawasan kampung, dimana mereka berteman dengan anak sebaya mereka yang bermacam-macam sifat den karakternya, seperti