• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Biro Perjalanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Biro Perjalanan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

7

Universitas Kristen Petra

2. LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Biro Perjalanan

Menurut Pendit (1994) biro perjalanan adalah perusahaan yang memiliki tujuan untuk menyiapkan suatu perjalanan bagi seseorang yang merencanakan untuk mengadakannya. Sedangkan menurut Warwick (2004) biro perjalanan merupakan suatu badan usaha yang menghubungkan pembeli atau pengguna jasa perjalanan dan pelayanan pariwisata dengan penjual yang diinginkan. Yoeti (1997) mengatakan bahwa biro perjalanan memiliki beberapa aktivitas usaha yang bisa dilakukannya, antara lain yaitu:

1. Biro perjalanan wisata dapat membuat suatu paket perjalanan wisata.

Setelah itu Biro perjalanan wisata juga berhak untuk menjual dan menyelenggarakan paket wisata tersebut.

2. Biro perjalanan wisata juga menyediakan transportasi bagi orang atau sekelompok orang yang memakai paket wisata dari Biro perjalanan wisata tersebut.

3. Biro perjalanan wisata juga berhak melayani pemesanan dari orang atau sekelompok orang tentang penginapan, rumah makan, ataupun sarana wisata yang dibutuhkan.

4. Mengurus surat – surat dari suatu perjalanan wisata. Biro perjalanan wisata juga berhak untuk menyelenggarakan pemanduan terhadap suatu perjalanan wisata.

5. Memberikan kenyamanan dan keamanan terhadap orang atau kelompok orang yang menggunakan jasa biro perjalanan wisata tersebut.

Fungsi Biro Perjalanan dibedakan menjadi dua fungsi yaitu:

1. Fungsi Umum

Dalam hal ini, biro perjalanan merupakan suatu badan usaha yang dapat memberikan penerangan atau informasi tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia perjalanan pada umumnya dan perjalanan wisata pada khususnya.

(2)

8

Universitas Kristen Petra

2. Fungsi khusus

a. Biro perjalanan sebagai perantara. Dalam kegiatannya ia bertindak atas nama perusahaan lain dan menjual jasa – jasa perusahaan yang diwakilinya. Karena itu ia bertindak di antara wirasatawan dan industri wisata.

b. Biro perjalanan sebagai badan usaha yang merencanakan dan menyelenggarakan tour dengan tanggung jawab dan resikonya sendiri.

c. Biro perjalanan sebagai pengorganisasi yaitu dalam menggiatkan usaha ia aktif menjalin kerja sama dengan perusahaan lain baik dalam dan luar negeri. Fasilitas yang dimiliki di manfaatkan sebagai dagangannya.

Biro perjalanan ini juga memiliki kerjasama dengan beberapa bidang usaha lain, seperti:

1. Maskapai penerbangan baik penerbangan domestic maupun luar negeri.

2. Hotel ataupun penginapan baik di dalam maupun di luar negeri.

3. Penyedia layanan transportasi darat.

4. Rumah makan ataupun restaurant.

5. Pemandu wisata.

6. Perusahan – perusahaan maupun instansi – instansi yang mengurus dokumen perjalanan.

7. Pimpinan rombongan untuk setiap perjalanan wisata.

8. Porter yang bertugas memindahkan barang milik peserta dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya.

9. Penyedia cinderamata ataupun oleh – oleh.

2.1.1 Perilaku konsumen terhadap Biro perjalanan

Menurut Harssel (1994), setiap orang memiliki alasan tersendiri dalam menjalani liburan atau wisata. Alasan – alasan tersebut antara lain akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Self-exploration

Pribadi seperti ini mengingkinkan pengetahuan atau pembelajaran tentang dunia disekelilingnya. Pengetahuan itu akan didapatkan dengan cara

(3)

9

Universitas Kristen Petra

berekreasi. Bagi mereka, dengan berekreasi ke suatu tempat wisata dapat membuat mereka merasakan secara langsung pengalaman dan kehidupan disana (tidak hanya melalui siaran televisi atau media lainnya).

2. Social Interaction

Bagi mereka berinteraksi dengan orang lain merupakan hal yang penting.

Di saat berlibur, interaksi dengan orang lain juga perlu dijalin. Tipe orang seperti ini memilih tempat ramai yang akan melakukan banyak interaksi dengan orang lain sebagai sarana berlibur, seperti nonton, konser dan shopping. Tempat yang mayoritas diminati yaitu mall yang ramai sehingga mereka dapat berinteraksi satu sama lain.

3. Excitement

Tipe orang seperti ini mengingkinkan wisata yang berbeda dari pada orang lain. Mereka ingin berwisata sesuai dengan keinginannya yang mungkin dipandang tidak umum oleh orang lain. Mereka menginginkan fantasy berbeda yang dapat membebaskan dirinya.

4. Ego Enhancement

Orang seperti ini termotivasi melakukan kegiatan wisata dengan tujuan agar banyak orang mengagumi dirinya. Ia ingin membuat semua orang merasa iri akan kepergiannya ke suatu tempat wisata.

5. Perceptions of Tourist Experiences

Bagi mereka, berlibur merupakan hal yang diperlukan. Melalui pengalaman – pengalamannya selama berlibur, mereka akan memisahkan mana pengalaman baik dan mana pengalaman buruk. Dan pengalaman – pengalaman itulah yang akan dijadikan sebagai motivasi dalam melakukan liburan di masa mendatang.

2.1.2 Peran karyawan dalam perusahaan Biro Perjalanan

Dalam perusahaan, karyawan memiliki peranan yang penting dalam menjalankan proses bisnisnya. Peran karyawan berpengaruh terhadap kualitas layanan yang akan di-deliver kepada pelanggan. Selain itu karyawan harus mampu menciptakan value dalam kualitas layanan serta dapat menyesuaikan dengan perilaku konsumen. Karyawan juga harus mampu memberikan kualitas

(4)

10

Universitas Kristen Petra

layanan terbaik dari hal - hal kecil, misalnya tanggap dalam membantu memberikan informasi kepada pelanggan secara sopan. Praktek layanan yang prima dari karyawan terhadap pelanggan telah terbukti mengarah pada kepuasan pelanggan yang meningkat (Sivadass dan Baker-Prewitt, 2000).

2.2 Pengertian Balance Scorecard

Konsep balanced scorecard, pertama kali dikemukakan oleh Robert Kaplan dan David Norton dari Harvard Business School pada tahun 1992.

Balanced Scorecard adalah sebuah alat penilaian kinerja perusahaan yang dirumuskan dalam sebuah kartu skor (scorecard) untuk menyeimbangkan (balanced) perspektif keuangan dan non-keuangan perusahaan. Dengan menggabungkan pengukuran kinerja keuangan dan non-keuangan perusahaan, balanced scorecard dapat mentranslasikan visi dan misi organisasi bisnis menjadi sebuah tindakan nyata, serta dapat memberi informasi yang relevan mengenai kinerja sesungguhnya dari sebuah organisasi bisnis. Kaplan dan Norton menyatakan 4 langkah yang merupakan bagian tujuan dari balanced scorecard adalah:

1. Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi menjadi tujuan operasional perusahaan.

2. Mengkomunikasikan dan mengaitkan tujuan dan ukuran strategis.

3. Merencanakan, menerapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis.

4. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis.

Meskipun balanced scorecard mengalami perbaikan dari waktu ke waktu, namun konsep dari balanced scorecard adalah selalu sama, yakni pembagian kinerja perusahaan ke dalam 4 indikator perspektif (Kaplan dan Norton, 1992), yakni perspektif keuangan (financial), perspektif pelanggan (customer), perspektif proses bisnis internal (internal business process), dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth). Setiap perspektif akan berkaitan dengan perspektif lainnya, karena itu penulis ingin membahas mengenai kerangka berpikir dari hubungan antara aspek-aspek dalam balanced scorecard, yakni kepuasan kerja karyawan yang terdapat dalam perspektif learning and growth,

(5)

11

Universitas Kristen Petra

kualitas layanan yang terdapat dalam perspektif internal business process, kepuasan pelanggan yang terdapat dalam perspektif customer, dan profitabilitas perusahaan yang terdapat dalam perspektif financial.

2.3 Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (Learning and Growth) Perspektif learning and growth merupakan perspektif paling dasar diantara perspektif lainnya. Tujuan dalam perspektif learning and growth ini adalah menyediakan infrastruktur untuk memungkinkan pencapaian tujuan dari tiga perspektif lainnya tersebut (Kaplan dan Norton, 1996). Selain itu perspektif ini merupakan faktor pendorong dan pengendali untuk pencapaian tujuan perusahaan dalam perspektif keuangan, pelanggan, serta proses internal bisnis. Perspektif ini juga menunjukkan bahwa kemampuan sumber daya manusia dan sistem organisasi yang kompak merupakan sebuah dasar bagi kemajuan kinerja perusahaan. Kepuasan pekerja juga dapat diukur berdasarkan retensi dan produktivitas pekerja. Untuk dapat meningkatkan produktivitas dan menurunkan retensi karyawan maka penting bagi perusahaan untuk dapat memuaskan karyawannya.

2.3.1 Kepuasan kerja karyawan

Kepuasan kerja karyawan, merupakan salah satu aspek dalam balanced scorecard yang termasuk didalam perspektif learning and growth. Menurut Werther dan Davis (1996) kepuasan kerja karyawan merupakan cara pandang seorang karyawan terhadap pekerjaan yang menguntungkan atau tidak menguntungkannya. Menurut Armstrong (2006), kepuasan kerja merupakan perasaan yang dimiliki seseorang dengan pekerjaannya, dimana sikap positif dan mendukung terhadap pekerjaan menunjukkan kepuasan terhadap pekerjaan, serta sikap negatif dan tidak mendukung menunjukkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan. Martoyo (2000) juga mengungkapkan definisi dari kepuasan kerja yaitu, merupakan keadaan emosional karyawan dimana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan/organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan.

Kepuasaan kerja merupakan seperangkat perasaan yang menyenangkan maupun

(6)

12

Universitas Kristen Petra

yang kurang menyenangkan dan emosi yang dilihatnya melalui pekerjaan mereka (Keith dan Newstroom, 1997). Yoon dan Suh (2003) mengungkapkan bahwa karyawan yang puas akan lebih bekerja keras dan berusaha untuk menyediakan layanan yang lebih baik dan kepuasan kerja adalah faktor kunci untuk memotivasi karyawan. Sehingga semakin karyawan merasa puas, maka karyawan tersebut akan lebih aktif dan senang akan pekerjaannya. Dan begitu pula sebaliknya, semakin karyawan tidak puas, maka karyawan tersebut tidak akan memberikan hasil yang terbaik.

Menurut Dessler (2003) terdapat beberapa komponen yang dianggap menguntungkan oleh karyawan, antara lain sebagai berikut:

1. Jaminan dan kesehatan

Yang termasuk didalamnya yaitu seperti jaminan asuransi hidup;

kompensasi pekerja; jaminan kecelakaan dan kematian; jaminan biaya Rumah Sakit, operasi, bersalin; pemeliharaan kesehatan organisasi;

kegiatan medis lain – lain; cuti sakit; perencaaan pension; jaminan sosial;

dan pesangon.

2. Upah tidak bekerja

Upah yang dimaksud disini bukanlah upah berupa material seperti uang melainkan upah berbentuk piknik, hari libur dan cuti panjang.

3. Layanan Karyawan

Setiap individu akan merasa senang jika diberi layanan yang baik, begitu juga dengan karyawan, berikut merupakan layanan yang dapat diberikan kepada karyawan antara lain seperti : kuliah bantuan; kredit sertifikat;

asuransi mobil; pelayanan makanan; mobil; layanan rutinitas misalnya pemberian bonus setiap Hari Natal; konsultasi; adopsi anak; perlindungan anak; perawatan orang tua; hadiah; piagam.

2.3.2 Job Descriptive Index (JDI) Sebagai Pengukur Kepuasan Kerja Karyawan

Job Descriptive Index atau JDI merupakan suatu cara pengukuran standar terhadap kepuasan kerja karyawan yang dikembangkan oleh Smith, Kendall, dan Hulin (1969). JDI telah banyak digunakan dalam industri bisnis dan instansi

(7)

13

Universitas Kristen Petra

pemerintah (O'Reilly dan Roberts, 1973), baik sebagai alat penelitian dan indikator diagnostik. JDI juga dikenal sangat stabil dalam berbagai kelompok kerja industri (Smith, Smith, dan Rollo, 1975).

Secara umum, ada lima dimensi JDI yang sering digunakan dalam mengukur kepuasan kerja karyawan. Fu (2007) dan Ramayah, Jantan dan Tadisina (2001) dalam penelitiannya juga menggunakan lima dimensi JDI dalam mengukur kepuasan kerja karyawan. Sedangkan Yee, Yeung dan Cheng (2008) memilih empat dari lima dimensi JDI dengan mengatakan “We chose four questions out of the five classical satisfaction facets, namely salary, job nature, promotion, and relationship with colleagues listed in the Job Descriptive Index. We did not measure their relationship with supervisors. This is because such a relationship might highly depend on their performance in service delivery”

Dalam penelitian ini, JDI yang digunakan yaitu lima dimensi sesuai dengan Riggio (2006) yang mengatakan “The Job Descriptive Index (JDI) measures satisfaction with five job fact: the work itself, pay, supervision, co- workers, and promotions”. Pernyataan di atas menjelaskan bahwa terdapat lima faktor yang digunakan Job Descriptive Index dalam mengukur kepuasan karyawan , yaitu:

a. Pekerjaan itu sendiri (job itself)

Hackman dan Frank (1975), menyatakan bahwa kepuasan kerja akan tercapai jika ada kesesuaian antara keinginan dari para pekerja dan dimensi inti pekerjaan (five core job dimensions) yang terdiri dari ragam ketrampilan, identitas pekerjaan, keberartian pekerjaan, otonomi, dan umpan balik. Dari setiap dimensi ini memiliki kaitan masing-masing dengan kepuasan kerja, semakin besarnya keragaman aktivitas pekerjaan yang dilakukan, seseorang akan merasa pekerjaannya makin berarti, karena pekerjaan yang sama sederhana dan berulang menyebabkan karyawan menjadi bosan. Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan yang berisi tugas-tugas yang menarik untuk dikerjakan sehingga tidak jenuh, kesempatan untuk berkembang dan belajar, dan memikul tanggung jawab akan hasil kerja. Menurut Hezbert dalam Hasibuan (2007), pekerjaan-pekerjaan yang terlalu rutin atau terspesialisasi jarang menawarkan kesempatan untuk pertumbuhan psikologis,

(8)

14

Universitas Kristen Petra

penghargaan yang berusaha meningkatkan efisiensi tugas, dan kepuasan karyawan.

b. Supervisi (supervision)

Supervisi adalah memilih orang-orang yang tepat untuk tiap-tiap pekerjaan, menimbulkan minat tiap-tiap orang terhadap pekerjaan dan mengajarkan bagaimana harus melakukan pekerjaannya, mengukur dan menilai hasil kerjanya, mengadakan koreksi-koreksi bilamana perlu dan memindahkan orang kepada pekerjaannya yang lebih sesuai atau memberhentikan mereka yang ternyata tidak dapat bekerja dengan baik, memberi pujian dan penghargaan atas kerja yang baik dan akhirnya menyelaraskan setiap orang kedalam suatu kerja sama yang erat dengan teman-teman kerjanya (Halsey dan Greenberg, 1983)

c. Imbalan (pay)

Heidjrachman (1992) mengartikan imbalan sebagai jumlah keseluruhan pengganti jasa yang telah dilakukan oleh tenaga kerja yang meliputi gaji/upah pokok dan tunjangan sosial lainnya. Sedangkan menurut Handoko (2001) menyatakan bahwa “ketidakpuasan sebagai besar karyawan terhadap besarnya kompensasi sering diakibatkan adanya perasaan tidak diperlakukan dengan adil dan layak dalam pembayaran mereka”. Hasibuan (2007) juga berpendapat mengenai definisi imbalan, yaitu balas jasa atau kompensasi, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya. Menurut

d. Kesempatan promosi (promotion)

Pengertian promosi menurut Flippo dan Edwin (1984), yaitu promosi merupakan karir yang dapat didefinisikan sebagai urutan aktivitas kerja yang terpisah namun berhubungan, yang menyediakan kontinuitas dan makna dalam kehidupan seseorang. Pada umumnya para karyawan mengharapkan adanya peningkatan-peningkatan dalam karirnya. Salah satu cara agar seorang karyawan dapat meningkatkan karirnya yaitu melalui jenjang promosi yang ada pada perusahaan tempat karyawan tersebut bekerja. Menurut Luthans (1995) apabila seorang karyawan memperoleh promosi, maka jabatan dan

(9)

15

Universitas Kristen Petra

kompensasi yang akan diterima secara otomatis juga akan meningkat, hal ini akan menimbulkan kepuasan kerja yang lebih dari sebelumnya.

e. Suasana tempat kerja (co-workers)

Perasaan puas oleh bawahan akan diperoleh apabila bawahan merasa dihargai oleh atasannya, dilibatkan dalam pemecahan suatu masalah serta mempunyai kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya (Kartono, 1985). Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa lewat pekerjaan akan didapatkan kepuasan kebutuhan sosial, seperti kebutuhan untuk dihormati, prestasi dan dukungan, karena manusia adalah mahluk sosial. Kebutuhan social itu bisa didapat dari atasan, rekan kerjanya serta lingkungan kerjanya. Menurut Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2005) menjelaskan tentang pengaruh rekan kerja terhadap kepuasan karyawan yaitu sejauh mana rekan kerja bersahabat, kompeten, dan memberikan dukungan.

2.4 Perspektif Proses Internal Bisnis (Internal Business Process)

Dalam perspektif ini, ukuran proses bisnis internal berfokus pada berbagai proses bisnis internal yang akan berdampak besar kepada kepuasan pelanggan dan pencapaian tujuan finansial perusahaan. Proses internal yang dimaksud adalah proses yang berhubungan dengan penciptaan barang dan jasa sehingga dapat menarik dan mempertahankan pelanggan di pasar yang akhirnya dapat menciptakan value. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti memberikan kualitas yang baik, kecepatan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan, serta kecepatan dalam menanggapi keluhan pelanggan.

2.4.1 Kualitas Layanan

Tjiptono (2005) mengungkapkan beberapa definisi tentang kualitas layanan , diantaranya : menurut Lovelock, Patterson, dan Walker (2004) kualitas layanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Sedangkan menurut Lewis dan Broom (1983) kualitas layanan adalah ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan.

Parasuraman, Zeithhaml, dan Berry (1990) mendefinisikan kualitas layanan

(10)

16

Universitas Kristen Petra

sebagai perbedaan antar apa yang menjadi keinginan dan harapan pelanggan dengan kenyataan yang mereka terima. Pelanggan akan merasa puas saat harapan mereka terpenuhi. Pelanggan yang merasa terpuaskan cenderung akan memiliki loyalitas yang tinggi. Kotler (2000) menjelaskan bahwa kepuasan konsumen adalah hasil yang dirasakan oleh pembeli yang mengalami kinerja sebuah perusahaan yang sesuai dengan harapannya.

2.4.2 Service Quality (SERVQUAL) Sebagai Pengukur Kualitas Layanan Service quality (SERVQUAL) adalah alat untuk mengukur kualitas layanan dan dapat digunakan untuk menganalisis penyebab dari permasalahan layanan tersebut (Parasuraman, Zeithaml, dan Berry, 1990). Didalam konsep SERVQUAL terdapat 5 dimensi yang harus diperhatikan dalam kualitas layanan, yaitu:

1. Reliability (Kehandalan)

Lupiyoadi (2001) mendefinisikan kehandalan sebagai kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Sedangkan Tjiptono (1996) mendefinisikan bahwa kehandalan mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Secara singkat definisi kehandalan menurut Tjiptono (1996) adalah kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.

2. Assurance (Jaminan)

Menurut Lupiyoadi (2001) jaminan adalah pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen, antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy). Sedangkan Tjiptono (1996) mendefinisikan jaminan mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staff, bebas dari bahaya, risiko, atau keragu-raguan. Kotler (2001) juga ikut mendefinisikan jaminan sebagai pengetahuan dan kesopanan dari karyawan, dan kemampuan untuk mendapatkan kepercayaan dan keyakinan.

(11)

17

Universitas Kristen Petra

3. Tangibles (Bukti Langsung)

Pengertian bukti langsung, menurut Lupiyoadi (2001) adalah kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensi kepada pihak eksternal.

Penampilan fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa, yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan, serta penampilan pegawainya. Bukti langsung menurut Kotler (2001) adalah fasilitas dan peralatan fisik serta penampilan karyawan yang profesional. Sedangkan menurut Tjiptono (1996) bukti langsung adalah bukti fisik dari jasa, bisa berupa fisik, peralatan yang dipergunakan, representasi fisik dari jasa.

4. Empathy (Empati)

Definisi empati menurut Lupiyoadi (2001) adalah memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Sedangkan menurut Tjiptono (1996), empati adalah kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan. Kotler (2001) juga mendefinisikan empati secara singkat, yaitu empati merupakan tingkat perhatian pribadi terhadap para pelanggan.

5. Responsiveness (Daya Tanggap)

Daya tanggap adalah suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas (Lupiyoadi, 2001). Dalam melayani konsumen sebaiknya konsumen jangan dibiarkan menunggu lama tanpa ada suatu alasan yang jelas, karena hal ini dapat menyebabkan pemikiran yang negatif dalam kualitas pelayanan dimata konsumen. Definisi lain diungkapkan oleh Tjiptono (1996) bahwa daya tanggap adalah keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

(12)

18

Universitas Kristen Petra

2.5 Perspektif Pelanggan (Customer)

Perspektif pelanggan berhubungan dengan ukuran – ukuran yang dapat merespon kekritisan para pelanggan. Hal ini didasari oleh pernyataan saat ini, bahwa dunia usaha berupaya selalu menyajikan value perusahaan kepada para pelanggannya dengan lebih baik. Secara umum ukuran – ukuran pada perspektif pelanggan terdiri dari customer satisfaction, customer retention, new customer acquisition, loyalty, customer profitability, dan market and account share (Mansur, 2007).

2.5.1 Kepuasan Pelanggan

Menurut Engel (1995), kepuasan didefinisikan sebagai hasil evaluasi sesudah melakukan konsumsi bahwa suatu alternatif yang dipilih setidaknya telah memenuhi bahkan melebihi harapan konsumen. Sedangkan Westbrook dan Reilly (1983) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah respon emosional atas pengalaman yang diberikan dan terkait atas produk yang dibeli atau pelayanan yang diberikan. Pendapat lain juga diungkapkan oleh Kotler (2001), yang mendefinisikan pengertian kepuasan pelanggan sebagai sebuah perasaan pelanggan yang timbul dari perbandingan antara kinerja suatu produk dengan tingkat ekspektasi kinerja produk yang diharapkan oleh pelanggan tersebut.

2.5.2 Marketing Mix Sebagai Pengukur Kepuasan Pelanggan

Farisa, Zain dan Yuniarinto (2003) mengatakan bahwa product, price, place dan promotion memiliki pengaruh signifikansi terhadap kepuasan pelanggan, hal ini dapat diasumsikan bahwa product, price, place dan promotion dapat dijadikan sebagai tolak ukur kepuasan pelanggan.

Awalnya marketing mix dikemukakan oleh Rasmussen pada tahun 1955, lalu dikembangkan oleh Mc Carthy tahun 1960 yang kemudian disempurnakan oleh Kotler pada tahun 1967. Definisi marketing mix menurut Kotler (2001) adalah sejumlah alat – alat pemasaran taktis yang dapat dikendalikan oleh perusahaan untuk memperoleh tanggapan dari pasar sasaran seperti keinginan perusahaan, dimana bauran pemasaran ini adalah kombinasi dari empat variable atau kegiatan yang merupakan inti dari system pemasaran yakni :

(13)

19

Universitas Kristen Petra

1. Product

Menurut Kotler dan Amstrong (1996) produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan dan yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan konsumen. Produk dalam dunia pariwisata didefinisikan sebagai sebuah paket yang memiliki komponen atraksi wisata, fasilitas dan jasa serta akses ke tempat tujuan wisata termasuk transportasi, pencitraan brand dan persepsi (Middleton dan Clarke, 2001). Produk paket yang dimaksudkan yaitu kepastian kualitas, pengulangan penawaran seperti transportasi, akomodasi, konsumsi, tempat tujuan wisata dan fasilitas lain yang berhubungan dengan jasa.

2. Price

Muhmin (2002) memandang harga bukan hanya merupakan bentuk nominal namun lebih cenderung diarahkan pada elemen-elemen program pemasaran seperti harga jual produk, diskon dan sistem pembayaran yang diterapkan kepada pengguna produk. Sesuatu yang harus diberikan oleh pembeli untuk memperoleh suatu barang atau jasa, dan pemberian tersebut harus sesuai dengan value yang didapatkan oleh pelanggan (Grewal dan Levy, 2008)

3. Place

Merupakan suatu tempat yang menghubungkan pihak perusahaan dengan pelanggan yang membutuhkan barang atau jasa dari perusahaan tersebut.

(Grewal dan Levy, 2008). Sedangkan menurut Johnson (2000) place merupakan lokasi tempat kerja atau kantor organisasi pariwisata yang penting untuk dipertimbangkan karena harus terletak didaerah yang strategis sehingga dapat dijangkau dengan mudah oleh pelanggan.

Middleton dan Clarke (2001) mendefinisikan place sebagai sarana atau segala macam aksesibilitas yang membuat konsumen dapat membeli produk yang ditawarkan misalnya penjualan melalui internet, layanan telepon, dll.

(14)

20

Universitas Kristen Petra

4. Promotion

Pengertian promosi menurut Grewal dan Levy (2008) adalah bagaimana cara suatu perusahaan dalam menyediakan informasi bagi target pasar melalui iklan, promosi penjualan dan lain sebagainya. Sedangkan Kotler (1997) membagi variable promosi ini menjadi lima bagian, yaitu :

a. Advertising

Yaitu semua bentuk presentasi nonpersonal dan promosi ide, barang, atau jasa oleh sponsor yang ditunjuk dengan mendapat bayaran.

b. Sales promotion

Yaitu insentif jangka pendek untuk mendorong keinginan mencoba atau pembelian produk dan jasa.

c. Public relations and publicity

Yaitu berbagai program yang dirancang untuk mempromosikan dan/atau melindungi citra perusahaan atau produk individual yang dihasilkan.

d. Personal selling

Yaitu interaksi langsung antara satu atau lebih calon pembeli dengan tujuan melakukan penjualan.

e. Direct marketing

Yaitu melakukan komunikasi pemasaran secara langsung untuk mendapatkan respon dari pelanggan dan calon tertentu, yang dapat dilakukan dengan menggunakan surat, telepon, dan alat penghubung nonpersonal lain.

2.6 Perspektif Keuangan (Financial)

Pada umumnya, perspektif keuangan ini merupakan kunci atau tolak ukur keberhasilan sebuah perusahaan, karena tujuan finansial biasanya berhubungan dengan pengukuran profitabilitas. Sugiyanto dan Anwar (2003) mengatakan bahwa ukuran keuangan merupakan ikhtisar dari konsekuensi ekonomi yang terjadi yang disebabkan oleh pengambilan keputusan. Dalam balanced scorecard, perspektif keuangan dipakai sebagai perspektif yang terjadi akibat 3 perspektif yang lain (perspektif pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan

(15)

21

Universitas Kristen Petra

pertumbuhan). Dengan kata lain, perspektif ini secara otomatis akan terwujud dari baik buruknya kinerja 3 perspektif di bawahnya.

2.6.1 Profitabilitas

Menurut Helfert (2003), profitabilitas adalah sebuah efektivitas dari hasil kinerja manajemen dalam mengelola total aset dan aktiva bersih, sebagaimana yang tercatat dalam neraca. Sedangkan menurut Greuning (2005), profitabilitas adalah suatu indikasi atas bagaimana margin laba suatu perusahaan berhubungan dengan penjualan, modal rata-rata, dan ekuitas saham biasa rata-rata. Dalam mengukur profitabilitas, Devie, Tarigan dan Widjaja (2011) mengukurnya berdasarkan pendapatan, asset dan bonus.

2.6.2 Signaling Theory Sebagai Pengukur Profitabilitas

Spence (1974) memperkenalkan sebuah teori mengenai signaling dalam pemikiran ekonomi. Menurut pendapatnya, ketika informasi tidak diberikan secara utuh atau sempurna (imperfect information), seseorang yang memiliki kualitas tinggi akan mengirim sinyal untuk membedakan dirinya dari yang lain. Leland dan Pyle (1977), menyatakan bahwa perusahaan yang berkualitas baik dengan sengaja akan memberikan sinyal pada pasar, dengan demikian pasar diharapkan dapat membedakan perusahaan yang berkualitas baik dan buruk. Agar sinyal tersebut efektif, maka harus dapat ditangkap oleh pasar dan dipersepsikan dengan baik, serta tidak mudah ditiru oleh perusahaan yang berkualitas buruk (Hartono, 2005). Perusahaan yang berkualitas baik pada umumnya akan memberi sinyal dengan cara menyampaikan laporan keuangannya dengan tepat waktu, hal ini tidak dapat ditiru oleh perusahaan yang berkualitas buruk karena perusahaan berkualitas buruk akan cenderung tidak tepat waktu dalam menyampaikan laporan keuangannya.

Peningkatan profitabilitas suatu perusahaan juga dapat dilihat melalui perspektif dividen. Apabila perusahaan membagikan deviden secara konstan dari waktu ke waktu, hal tersebut merupakan sinyal bahwa perusahaan tersebut stabil.

Perusahaan yang memiliki profitabilitas bagus juga dapat dikaitkan bonus karyawan, semakin tinggi bonus yang diberikan berarti semakin tinggi pula profit

(16)

22

Universitas Kristen Petra

perusahaan itu. Sama halnya dengan investasi aset, perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi tentu akan mengeluarkan cost untuk investasi aset yang lebih tinggi daripada perusahaan lain. Dilger (2012) dan Ayyagari, Beck dan Kunt (2005) mengatakan bahwa pada umumnya ukuran yang menjadi sinyal bahwa skala usaha meningkat adalah dengan adanya peningkatan jumlah pendapatan dan asset. Tingkat profitabilitas yang dimiliki oleh sebuah perusahaan juga dapat dilihat dari seberapa banyak pelanggan yang dimiliki, dan juga seberapa tinggi frekuensi penjualan yang dimiliki oleh perusahaan. Mulhern (2005) mengatakan bahwa pelanggan juga merupakan komponen yang dapat mempengaruhi profitabilitas suatu perusahaan.

Berdasarkan signaling theory yang telah disampaikan diatas, maka penulis berupaya untuk menyusun beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas suatu perusahaan dengan menggunakan persepsi, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan dipersepsikan memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi, jika pendapatan perusahaan meningkat. Hal ini dapat dilihat oleh karyawan dari tingkat order yang masuk jika dibandingkan dengan periode sebelumnya.

2. Perusahaan dipersepsikan memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi, jika jumlah pelanggan yang membeli jasa mengalami peningkatkan dari waktu ke waktu.

3. Perusahaan dipersepsikan memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi, jika jumlah investasi aset yang dimiliki oleh perusahaan meningkat. Dalam biro perjalanan hal ini dapat dilihat oleh karyawan dari meningkatnya hubungan kerja sama biro perjalanan dengan perusahaan lain yang berkaitan seperti hotel, restaurant, dll.

4. Perusahaan dipersepsikan memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi, jika bonus yang diberikan perusahaan kepada karyawan meningkat. Hal ini dapat dilihat oleh karyawan dengan melihat apakah jumlah bonus yang diberikan pemilik kepada karyawan semakin meningkat.

(17)

23

Universitas Kristen Petra

2.7 Hubungan Antar Perspektif Balanced Scorecard

Kaplan dan Norton (2000) menyatakan balanced scorecard berisi serangkaian hubungan sebab-akibat yang kompleks antara berbagai variabel penting yang menjelaskan arah perjalanan dari strategi. Rantai sebab–akibat meliputi keempat perspektif balanced scorecard.

Perspektif learning and growth yang baik dipercaya dapat memberikan dampak yang baik juga terhadap perspektif internal business processes. Dengan baiknya perspektif internal business processes maka perspektif customer juga berdampak baik. Jika perspektif customer baik, maka perspektif financial juga akan baik. Jika dihadapkan pada suatu perusahaan, maka sebagai contoh hubungan tiap perspektif dapat diawali dengan kepuasan kerja karyawan. Jika karyawan memiliki kepuasan kerja terhadap perusahaan, maka karyawan dapat memberikan kualitas layanan yang baik pula kepada pelanggan. Jika pelanggan merasa terpuaskan atas pelayanan yang ada, maka kemungkinan besar rasa loyalitas akan timbul. Jika loyalitas pelanggan ini telah diperoleh perusahaan, maka pada akhirnya perusahaan juga yang akan mendapatkan keuntungan financial. Karena itu perusahaan perlu menjaga kepuasan kerja karyawan, sebab perspektif learning and growth dapat mempengaruhi perspektif financial.

2.8 Kajian Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelumnya dengan judul the impact of employee satisfaction on quality and profitability in high contact service industries yang diteliti oleh Yee, Yeung, dan Cheng (2008) mengembangkan dan menguji teori dengan dasar model empiris yang menggambarkan pengaruh antara kepuasan karyawan terhadap kualitas layanan, kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan, kepuasan pelanggan terhadap profitabilitas, dan kepuasan karyawan terhadap kualitas layanan perusahaan dalam industri layanan high contact. Dalam penelitiannya, kepuasan karyawan adalah faktor yang sangat penting untuk mencapai kualitas dan profitabilitas dalam industri high contact, yaitu industri yang banyak melakukan interaksi langsung dengan pelanggan. Hasil penelitian mendukung hipotesis kepuasan karyawan mempengaruhi kualitas pelayanan dan itu menpengaruhi kepuasan pelanggan secara langsung. Kualitas layanan dan

(18)

24

Universitas Kristen Petra

kepuasan pelanggan menghasilkan keuntungan keuangan bagi perusahaan.

Kepuasan karyawan merupakan salah satu pertimbangan penting untuk mendorong kualitas layanan dan kepuasan pelanggan, dan memegang peranan penting dalam meningkatkan kinerja operasional organisasi dalam industri jasa.

Hal ini mendukung kerangka konseptual balanced scorecard (Kaplan dan Norton, 2000), di mana semangat dan pertumbuhan karyawan, proses bisnis internal, kepuasan pelanggan, dan profitabilitas dianggap sebagai empat kuadran seimbang yang mendorong inisiatif strategi organisasi. Apabila ada salah satu kuadran yang kurang diperhatikan maka organisasi akan kehilangan keseimbangan yang akan menyebabkan organisasi tidak dapat mencapai strategi dan tujuannya.

2.9 Hubungan Antar Konsep

Berikut akan dijelaskan keterkaitan antar variabel – variabel yang digunakan dalam model penelitian:

1. Kepuasan Kerja Karyawan dan Kualitas Layanan

Menurut Yoon dan Suh (2003), karyawan yang merasa puas akan lebih mungkin bekerja lebih giat dan memberikan layanan yang lebih baik. Karyawan yang merasa puas akan pekerjaan mereka akan lebih terlibat dalam organisasi yang memperkerjakan mereka dan lebih berdedikasi dalam memberikan layanan dengan kualitas yang tinggi. Banyak peneliti yang mengargumentasikan bahwa kualitas layanan dipengaruhi oleh kepuasan atas pekerjaan (Bowen dan Schneider, 1985; Hartline dan Ferrell, 1996). Hartline dan Ferrell (1996) juga menemukan bukti bahwa kepuasan pekerjaan dirasakan oleh pelanggan yang berhubungan langsung dengan karyawan sebagai kaitan dengan kualitas pelayanan yang diberikan.

Menurut Heskett, Sasser dan Schlesinger (1997) apabila perusahaan dapat memberikan kualitas pelayanan internal yang baik sehingga dapat memuaskan karyawannya, maka karyawan tersebut akan memberikan kualitas pelayanan yang baik pada konsumennya. Wayne et al. (1997) dan Flynn (2005) mengatakan ketika seorang atasan menawarkan kondisi bekerja yang dapat membuat karyawan merasa puas, maka selanjutnya karyawan tersebut akan memberikan timbal balik

(19)

25

Universitas Kristen Petra

kepada atasan melalui komitmen untuk memberikan kinerja yang lebih baik bagi organisasi, yang membawa pada kualitas layanan yang lebih tinggi.

H1: Kepuasan kerja karyawan mempunyai pengaruh dan signifikansi terhadap kualitas layanan.

2. Kepuasan Kerja Karyawan Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan

Heskett et al. (1997) sebagai penemu konsep service-profit chain menyatakan bahwa loyalitas karyawan yang diberikan kepada perusahaan, contohnya berupa keinginan karyawan untuk bekerja lebih lama (employee retention) dan juga meningkatkan produktivitas kerjanya (employee productivity), akan memberikan value kepada perusahaan. Loyalitas karyawan tersebut akan mampu menumbuhkan kualitas pelayanan eksternal yang akan mampu memuaskan pelanggan. Yee et al. (2008) yang mengadopsi pendapat Homburg dan Stock (2004) yang menjelaskan bahwa karyawan yang memiliki tingkat kepuasan yang tinggi terhadap pekerjaannya akan menunjukan kesesuaian dan kenyamanan terhadap lingkungannya, menyebabkan pengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan.

H2: Kepuasan kerja karyawan mempunyai pengaruh dan signifikansi terhadap kepuasan pelanggan.

3. Kualitas Layanan dan Kepuasan Pelanggan

Yee et al. (2008) mengutip beberapa penelitian yang menyatakan bahwa kualitas layanan berhubungan dengan kepuasan pelanggan. Westbrook dan Reilly (1983) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah respon emosional atas pengalaman yang diberikan dan terkait atas produk yang dibeli atau layanan yang diberikan. Sedangkan menurut Tantakasem (2008) yang mengatakan bahwa pelanggan mengevaluasi kualitas layanan tidak hanya berdasarkan hasil layanan tetapi juga pada proses pengiriman layanan, dan dari seberapa baik penyedia layanan benar-benar melakukan pelayanan.

Teori yang digunakan dalam antara kualitas layanan dan kepuasan pelanggan adalah attitude theory yang dikemukakan oleh Lazarus (1991) dan Bagozzi (1992) yang diadopsi oleh Yee et al. (2008). Pada teori tersebut dikatakan

(20)

26

Universitas Kristen Petra

jika suatu kegiatan dinilai seseorang sudah mencapai hasil yang direncanakan, maka pemenuhan hasil yang diinginkan terwujud dan diikuti respon afektif yang membawa pada kepuasaan. Ketika diaplikasikan pada konteks layanan, maka teori tersebut menjelaskan tentang pemikiran yang mendukung penilaian kualitas layanan. Apabila kualitas layanan dinilai sesuai dengan apa direncanakan maka pada akhirnya akan membawa pada kepuasan pelanggan. Dengan demikian, maka hipotesis berikut ini adalah sebagai berikut.

H3: Kualitas layanan mempunyai pengaruh dan signifikansi terhadap kepuasan pelanggan.

4. Kualitas Layanan Mempengaruhi Profitabilitas Perusahaan

Menurut Crosby (1980) yang berpendapat bahwa “quality is free” dengan mengatakan bahwa “a quality program can save a company more money than it costs to implement”. Dalam penelitiannya, Phillips, Chang, dan Buzzell (1983) mengatakan bahwa perusahaan yang menawarkan layanan yang berkualitas akan mencapai pertumbuhan pasar saham yang lebih tinggi dari pada tingkat normal.

Hal ini dikarenakan dengan peningkatan kualitas, perusahaan mampu mendapatkan laba termasuk pangsa pasar yang lebih tinggi dan harga premium.

H4: Kualitas layanan mempunyai pengaruh dan signifikansi terhadap profitabilitas.

5. Kepuasan Pelanggan dan Profitabilitas Perusahaan

Kepuasan pelanggan mempunyai pengaruh keuangan jangka panjang dalam bisnis (Nagar dan Rajan, 2005). Yee et al. (2008) yang mengutip Anderson et al. (1994) dan Gronhold et al. (2000) yang mengatakan bahwa pelanggan dengan tingkat kepuasan yang tinggi atas perusahaan cenderung membeli dengan frekuensi yang lebih tinggi, jumlah yang lebih banyak, dan membeli barang dan jasa lain yang ditawarkan oleh perusahaan. Yee et al. (2008) mengutip beberapa alasan yang menyatakan bahwa kepuasan pelanggan mempunyai pengaruh positif bagi profitabilitas perusahaan. Alasan pertama, kepuasan pelanggan meningkatkan loyalitas pelanggan dan mempengaruhi intensi pembelian kembali di masa yang akan datang dan perilaku pelanggan (Stank et al., 1999 ; Ver hoef, 2003). Ketika

(21)

27

Universitas Kristen Petra

hal ini terjadi, maka secara otomatis profitabilitas perusahaan akan meningkat (Anderson et al., 1994; Mittal dan Kamakura, 2001). Alasan kedua adalah pelanggan dengan tingkat kepuasan yang tinggi bersedia membayar harga premium dan tidak terlalu sensitif terhadap harga (Anderson et al., 1994). Hal ini mengimplikasikan bahwa pelanggan akan mentoleransi kenaikan harga atas peningkatan ekonomis kinerja perusahaan.

H5: Kepuasan pelanggan mempunyai pengaruh dan signifikansi terhadap profitabilitas.

6. Kepuasan Kerja Karyawan Mempengaruhi Profitabilitas Perusahaan

Teori service-profit chain yang diungkapkan oleh Heskett et al. (1997), loyalitas dari seorang karyawan yang merasa puas, mampu menumbuhkan kualitas pelayanan eksternal yang akan mampu memuaskan pelanggan. Pelanggan yang merasa puas, cenderung memiliki rasa loyalitas. Pelanggan yang memiliki loyalitas merupakan modal bagi suatu perusahaan untuk meraih laba atau profit.

Heskett et al. (1997) mengutip pendapat Rucci (1998) yang mengatakan bahwa titik tolak dari konsep service-profit chain tidak lepas dari tujuan mendasar dari keseluruhan entitas bisnis secara umum, yaitu menaikkan laba dari aktivitas operasionalnya, meningkatkan produktivitas serta meningkatkan pertumbuhan pendapatan.

H6: Kepuasan kerja karyawan mempunyai pengaruh dan signifikansi terhadap profitabilitas.

2.10 Kerangka Pemikiran

Model berikut menggambarkan yang digunakan dalam penelitian ini.

Dilakukan penelitian terhadap variabel kepuasan karyawan, kualitas layanan, kepuasan pelanggan, dan profitabilitas untuk mengetahui apakah kepuasan karyawan mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas.

(22)

28

Universitas Kristen Petra Gambar 2.1 – Kerangka berpikir balanced scorecard

2.11 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari permasalahan dalam penelitian ini, sebagai berikut:

H1o : Kepuasan kerja karyawan tidak mempunyai pengaruh dan signifikansi terhadap kualitas layanan.

H1a : Kepuasan kerja karyawan mempunyai pengaruh dan signifikansi terhadap kualitas layanan.

H2o: Kepuasan kerja karyawan tidak mempunyai pengaruh dan signifikansi terhadap kepuasan pelanggan.

H2a : Kepuasan kerja karyawan mempunyai pengaruh dan signifikansi terhadap kepuasan pelanggan.

H3o : Kualitas layanan tidak mempunyai pengaruh dan signifikansi terhadap kepuasan pelanggan.

H3a : Kualitas layanan mempunyai pengaruh dan signifikansi terhadap kepuasan pelanggan.

H4o : Kualitas layanan tidak mempunyai pengaruh dan signifikansi terhadap profitabilitas.

H4a : Kualitas layanan mempunyai pengaruh dan signifikansi terhadap profitabilitas.

(23)

29

Universitas Kristen Petra

H5o : Kepuasan pelanggan tidak mempunyai pengaruh dan signifikansi terhadap profitabilitas.

H5a : Kepuasan pelanggan mempunyai pengaruh dan signifikansi terhadap profitabilitas.

H6o : Kepuasan kerja karyawan tidak mempunyai pengaruh dan signifikansi terhadap profitabilitas.

H6a : Kepuasan kerja karyawan mempunyai pengaruh dan signifikansi terhadap profitabilitas.

Referensi

Dokumen terkait

Strategi konservasi sumber daya hayati baik tingkat nasional maupun global meliputi 3 aspek penting yaitu (1) perlindungan terhadap habitat asli yang merupakan bagian dari

And it seemed to them that in only a few more minutes a solution would be found and a new, beautiful life would begin; but both of them knew very well that the end

Data kemudian dianalisis dengan model Miles & Huberman dan diuji keabsahannya sesuai dengan uji keabsahan data penelitian kualitatif.Adapun hasil dari penelitian

Lukisan ini menceritakan tentang kehidupan binatang yang bertahan hidup di sungai yang penuh dengan sampah dari manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan hidup

Hasil penilaian pada elemen mitra kunci adalah kekuatan/kelemahan 4,00 (tinggi), peluang 3,80 (tinggi), dan ancaman 2,33 (rendah). Kekuatan mitra kunci dipengaruhi

Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan pada tingkat pengetahuan tentang penyakit diabetes melitus terhadap pengaturan pola makan dan

Manfaat dari penelitian ini adalah (1) Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu alternatif bagi peningkatan pemahaman konsep tentang menyatakan lambang bilangan cacah

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, yang digunakan untuk mengetahui aspek aspek apa saja yang berpengaruh terhadap