6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Biomekanik
Gambar 2.1 Columna Vertebralis (Kehr, 2014)
1. Columna vertebralis
Columna vertebralis merupakan pilar utama tubuh, dan berfungsi menyangga kranium, gelang bahu, ekstremitas superior, dan dinding thorak serta melalui gelang panggul meneruskan berat badan ke ekstremitas inferior. Di dalam rongganya terletak medulla spinalis, radiks nervi spinalis, dan lapisan penutup meningen. Columna vertebralis membentuk sekitar 40% tinggi manusia.
Panjang columna vertebralis untuk laki-laki sekitar 70 cm dan perempuan 60 cm (Snell, 2012) . Berikut merupakan gambar dari columna vertebralis tampak depan (kiri), tampak belakang (tengah), dan tampak samping (kanan).
Columna vertebralis terdiri atas 33 vertebra, yaitu 7 vertebra cervicalis, 12 vertebra thoracis, 5 vertebra lumbalis, 5 vertebra sacralis (yang bersatu membentuk os sacrum), dan 4 vertebra coccygis (tiga yang di bawah umumnya bersatu). Struktur columna ini fleksibel, karena columna ini bersegmen-segmen dan tersusun atas vertebra, sendi-sendi, dan bantalan fibrocartilago yang disebut discus intervertebralis (Snell, 2012). Discus intervertebralis membentuk kira-kira seperempat panjang columna vertebralis. Discus ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat banyak terjadinya gerakan columna vertebralis. Struktur ini dapat dianggap sebagai discus semielatis, yang terletak diantara corpus vertebrae yang berdekatan dan bersifat kaku. Ciri fisiknya memungkinkannya berfungsi sebagai peredam benturan bila beban pada columna vertebralis mendadak bertambah. Kekurangannya daya pegas ini berangsur-angsur menghilang dengan bertambahnya usia. Dengan bertambahnya umur, kandungan air di dalam nucleus pulposus berkurang dan digantikan oleh fibrocartilago. Serabut-serabut kolagen annulus berdegenerasi, dan sebagai akibatnya annulus tidak lagi berada dalam tekanan (Snell, 2012).
Peningkatan beban kompresi yang mendadak pada columna vertebralis menyebabkan nucleus pulposus yang semi-cair ini menjadi gepeng. Dorongan keluar dari nucleus ini dapat ditahan oleh daya pegas annulus fibrosus di sekelilingnya. Kadang-kadang, dorongan keluar ini terlalu kuat bagi annulus, sehingga annulus menjadi robek ke dalam canalis vertebralis, tempat nucleus ini dapat menekan radiks spinalis, nervus spinalis, atau bahkan medula spinalis.
Columna vertebralis memiliki lengkung khas, yaitu lordosis servikal (lengkung konveks ventral), kifosis torak (lengkung konveks dorsal), lordosis lumbal (lengkung konveks ventral), kifosis sakral (lengkung konveks dorsal) (Yong et al., 2017).
2. Vertebrae Cervical
Gambar 2.2 Vertebrae Cervical (Kehr, 2014)
Vertebrae cervical terdiri dari tujuh tulang atau ruas tulang leher yang paling kecil (Gitkind & Gritsenko, 2017). Umumnya ruas tulang leher mempunyai ciri-ciri badannya yang kecil dan persegi panjang, lebih panjang ke samping daripada ke depan atau ke belakang. Lengkungnya besar, prosesus spinosus atau taju duri ujungnya dua atau bivida. Prosesus transversus atau taju sayap berlubang-lubang karena banyak foramina untuk lewatnya arteri vertebralis (Kehr, 2014). Ruas pertama disebut atlas strukturnya menyerupai cincin yang tidak memiliki badan dan prosessus spinosus yang sangat pendek
atau vestigial. Vertebrae serviks pertama dan kedua dimodifikasi untuk menyangga dan menggerakkan kepala (Snell, 2012).
Gambar 2.3 C1 Atlas (Sobotta et al., 2013)
Vertebrae cervicalis pertama dinamakan atlas. Berbeda dengan vertebrae yang lain, atlas tidak mempunyai corpus vertebrae tetapi mempunyai massa lateralis atlantis di kiri dan kanan. Kedua massa lateralis dihubungkan oleh arcus anterior atlantis dan arcus posterior atlantis. Di pertengahan arcus anterior terdapat tuberculum anterior dan dibelakang terdapat tuberculum posterior. Di bagian belakang tuberculum anterior terdapat fovea dentis (Sobotta et al., 2013). Menurut Frank (2012), pada radiograf proyeksi lateral, akan tampak columna vertebrae satu dari arah lateral, arcus posterior columna vertebrae cervical, dan diskus intervertebra.
Gambar 2.4 C2 Axis tampak belakang (Sobotta et al., 2013)
Vertebrae cervical kedua atau disebut axis, mempunyai corpus yang menonjol ke atas membentuk dens axis. Processus transversus-nya relatif kecil dan mempunyai tonjolan nyata diujungnya. Menurut Frank, dkk (2012), pada radiograf cervical lateral, akan menampakkan gambaran processus spinosus, corpus, dan processus odontoid columna vertebrae cervical, namun processus odontoid akan terlihat samar, karena processus odontoid superposisi dengan columna vertebrae cervical.
Gambar 2.5 Vertebra Cervical Ketiga Sampai Keenam (Sobotta et al., 2013)
Vertebra cervical 3-6 memiliki ciri-ciri yaitu corpus kecil dan berbentuk oval dengan diameter transversal yang lebih panjang. Foramen vertebralis luas dan berbentuk segitiga, pedikelnya kecil, dan berbentuk silinder, lamina panjang, dan sempit.
Gambar 2.6 C7 atau Vertebrae Prominens (Sobotta et al., 2013)
Vertebra cervical ketujuh dinamakan juga vertebrae prominens, berbeda dengan yang lain karena mempunya processus spinosus yang panjang menyerupa vertebra thoracica sehingga mudah diraba dari luar. Selain itu, tuberculum anterior-nya juga kadang-kadang panjang menyerupai costa (Gitkind &
Gritsenko, 2017). Menurut Frank (2012) columna vertebra cervical tujuh akan terlihat jelas apabila pada proyeksi lateral dilakukan stressing pada bahu.
3. Diskus Intervertebra
Gambar 2.7 Diskus Intervertebralis (Kehr, 2014)
Merupakan cakram yang melekat pada permukaan corpus dua vertebra yang berdekatan, terdiri dari annulus fibrosus, cincin jaringan fibrokartilaginosa pada bagian luar, dan nucleus pulposus, zat semi-cair yang mengandung sedikit serat dan tertutup di dalam annulus fibrosus. Discus intervertebralis terdiri dari dua bagian pokok yaitu nucleus pulposus ditengah dan annulus fibrosus di sekelilingnya. Discus dipisahkan dari tulang yang di atas dan dibawahnya oleh dua lempengan tulang rawan yang tipis.
Nucleus pulposus adalah bagian tengah discus yang bersifat semigelatin, nucleus ini mengandung berkas-berkas serat kolagen, sel-sel jaringan penyambung dan sel-sel tulang rawan. Zat ini berfungsi sebagai peredam benturan antara corpus vertebrae yang berdekatan. Selain itu, juga memainkan peranan penting dalam pertukaran cairan antara discus dan pembuluh-pembuluh darah kapiler (Snell, 2012).
Annulus fibrosus terdiri atas cincin-cincin fibrosa konsentris yang mengelilingi nucleus pulposus. Annulus fibrosus berfungsi untuk memungkinkan gerakan antara corpus vertebrae (disebabkan oleh struktur spiral dari serabut- serabut) untuk menopang nucleus pulposus dan meredam benturan. Jadi annulus berfungsi mirip dengan simpail di sekeliling tong air atau seperti gulungan pegas, yang menarik corpus vertebrae bersatu melawan resistensi elastis nucleus pulposus, sedangkan nucleus pulposus bertindak sebagai bola penunjang antara corpus vertebrae.
Discus intervertebralis berukuran kira-kira seperempat panjang columna vertebralis. Discus paling tipis terdapat pada daerah thoracal sedangkan yang paling tebal terdapat di daerah lumbal. Bersamaan dengan bertambahnya usia, kandungan air discus berkurang dan menjadi lebih tipis (Yong et al., 2017).
4. Ligament Vertebrae
Gambar 2.8 Capsular Ligament (Kehr, 2014)
Banyak studi mengenai spinal ligament menetapkan bermacam-macam tingkat support pada spine. Termasuk interspinous ligament, ligamentum flavum, anterior dan posterior longitudinal ligament, capsular ligament, dan lateral ligament (Bogduk, 2011).
a. Interspinous Ligament
Merupakan ligament tambahan yang tidak begitu penting pada sebuah tulang melalui spinous process, penggunaannya pada saat gerakan signifikan flexion melawan gaya pada spine. Perlu diperhatikan bahwa interspinous ligament tidak terdapat pada L5-S1 dan terdapat sedikit pada L4-L5.
b. Ligamentum Flavum
Merupakan ligament yang kompleks dan kuat, namun kurang resistance untuk gerakan flexion karena lebih menahan gerakan kearah ventral.
c. Anterior Longitudinal Ligament
Merupakan ligament yang relatif kuat melekat pada tepi vertebral body (dan tidak begitu melekat pada annulus fibrosus) pada setiap segmental dari spine ligament ini berfungsi untuk menahan gerakan ke arah ekstensi.
d. Posterior Longitudinal Ligament
Ligament ini tidak sekuat anterior longitudinal ligament. Ligament ini sebagian besar dempet dengan discus (annulus fibrosus).
e. Capsular Ligament
Merupakan ligament yang berperan penting untuk kestabilan vertebrae.
Tidak begitu banyak gerakan, namun relatif kuat.
5. Otot pada Vertebrae Cervical
Gambar 2.9 M. Prevertebralis Cervical
Otot-otot regio cervical terdiri atas kelompok otot bagian anterior, posterior, dan bagian lateral.
a. Bagian anterior
Pada bagian anterior, terdapat otot prevertebralis cervical dan otot hyoid.
1) M. Prevertebralis Cervical
Otot prevertebralis terdiri atas m. longus colli dan longus capitis, serta m. rectus capitis anterior dan m. rectus capitis lateralis. M. longus colli dan longus capitis berjalan vertikal ke atas di depan vertebrae, m.
longus colli berasal dari T3 bagian atas sampai pada C1 (atlas) dan m.
longus capitis berasal dari cervical bawah ke os occipital.
M. rectus capitis berjalan secara oblique ke atas dari atlas ke tengkorak, rectus capitis anterior berjalan ke arah medial dan rectus capitis lateralis berjalan ke arah lateral. Kecuali m. longus colli, otot-otot tersebut diatas berperan dalam gerak fleksi kepala dan leher ketika otot-otot sisi kiri dan sisi kanan bekerja bersama-sama. Pada aksi yang terpisah, otot-otot
tersebut berfungsi dalam gerak fleksi kepala dan leher ke arah lateral atau rotasi pada sisi yang berlawanan. M. longus colli hanya bekerja pada sisi yang berlawanan. M. longus colli hanya bekerja pada leher dan bekerja aktif pada fleksi yang ditahan, lateral fleksi yang ditahan dan rotasi pada sisi yang sama. Otot ini juga menstabilisasi leher selama batuk, bicara, dan menelan (Bogduk, 2011).
2) M. Hyoid
Gambar 2.10 M. Hyoid (Sobotta et al., 2013)
Otot ini dikenal juga sebagai otot yang berbentuk tali. M. hyoid adalah otot-otot bagian anterior yang kecil pada regio cervical. Otot ini terdiri atas m. suprahydois dan empat m. infrahydois. M. hyoid berperan di dalam gerak fleksi kepala dan leher. Otot tersebut merupakan otot-otot
utama dalam fase-fase menelan, tetapi berkontraksi pada fleksi cervical melawan tahanan (Bogduk, 2011).
b. Bagian Posterior
Pada bagian posterior cervical terdapat m. splenius capitis dan cervicis, group m. suboccipitalis, erector spine, serta m. semispinalis cervicis dan capitis.
1) M. Splenius Capitis dan Cervicis
Gambar 2.11 M. Splenius Capitis dan Cervicis (Kehr, 2014)
Kedua otot ini terdiri atas ikatan serabut paralel, berjalan keluar dan ke atas dari perlekatannya di bawah ke arah sentral atau medial sampai perlekatannya di atas lebih ke arah lateral. M. splenius capitis jauh lebih besar daripada splenius cervicis. Ketika sisi kiri dan kanan berkontraksi secara bersamaan, kedua otot tersebut berperan dalam gerak ekstensi dan hiperekstensi kepala serta leher. Kedua otot ini juga membantu menopang kepala dan postur tegak. Jika satu sisi berkontraksi sendiri dapat menghasilkan fleksi kepala, lateral fleksi leher, dan juga rotasi leher pada
sisi yang sama. Otot-otot ini dapat dipalpasi pada posterior leher tepatnya dibagian lateral dari upper trapezius dan bagian posterior dari sternocleidomastoid di atas levator scapula. Otot ini khususnya berkontraksi jika kepala ekstensi melawan tahanan dalam posisi tengkurap dan kedua shoulder rileks, tetapi hal ini sulit diidentifikasi (Bogduk, 2011).
2) Grup Otot Suboccipitalis
Gambar 2.12 Grup Otot Suboccipital (Kehr, 2014)
Grup otot ini terdiri dari 4 otot yang pendek yang terletak pada bagian belakang bawah dari tengkorak (os occipital) dan 2 vertebrae bagian atas.
Grup otot ini mencakup obliques capitis superior dan inferior, serta rectus capitis posterior major dan minor. Aksi atau kerja otot secara bersamaan pada kedua sisi menghasilkan ekstensi dan hiperekstensi kepala. Ketika satu sisi bekerja sendiri maka terjadi lateral fleksi kepala atau rotasi kepala ke sisi yang sama (Bogduk, 2011).
3) Erector Spine
Gambar 2.13 Erector Spine (Kehr, 2014)
Otot ini dikenal sebagai massa otot yang besar dan terbagi ke dalam 3 cabang yaitu otot iliocostalis, longissimus, dan otot spinalis. Khusus regio cervical hanya terdapat otot iliocostalis dan otot longissimus. Otot iliocostalis terdiri dari bagian lumbal, thoracal, dan cervical. Pada rego cervical, otot iliocostalis cervicis melekat pada processus transversus C4 kemudian bersambung pada regio thoracal dengan nama ilocostalis thoracal. Otot longissimus terdiri dari 3 bagian yang berbeda yaitu longissimus thoracis, longissimus cervicis, dan longissimus capitis.
Longissimus cervicis adalah otot yang kecil dan terletak agak dekat dengan spine, melekat dari processus transversus vertebra thoracal atas sampai pada processus transversus vertebrae cervical bawah. Longissimus capitis adalah otot yang tipis dan melekat dari vertebrae cervical pada 2/3 bagian bawah cervical, kemudian berjalan ke luar dan ke atas pada
processus mastoideus os temporalis. Otot erector spine pada regio cervical jika berkontraksi secara bersamaan pada kedua sisi akan menghasilkan gerakan ekstensi kepala. Jika hanya berkontraksi pada satu sisi, khususnya yang berhubungan dengan otot bagian lateral dan anterior pada sisi yang sama maka akan menghasilkan gerakan lateral fleksi (Bogduk, 2011).
4) Otot Semispinalis Cervicis dan Capitis
Gambar 2.14 Otot Semispinalis Cervicis dan Capitis (Sobotta et al., 2013)
Otot ini terletak dekat dengan vertebrae pada bagian dalam dari erector spine. Bagian thoracal dan cervical terdiri dari bundel-bundel serabut otot yang kecil yang berjalan ke arah medial dan ke atas sampai beberapa processus vertebra diatasnya. Bagian bawah semispinalis capitis melekat dari vertebra thoracal bagian atas dan berjalan sedikit ke medial, tetapi bundel-bundel serabutnya pada regio cervical berjalan vertikal ke os occipital. Ketika kedua sisi otot-otot serabut tersebut berkontraksi secara
bersamaan maka akan menghasilkan ekstensi cervical. Dan ketika hanya satu sisi berkontraksi maka akan menghasilkan lateral fleksi dan rotasi pada sisi yang berlawanan (Bogduk, 2011).
c. Bagian Lateral
Pada bagian lateral cervical, terdiri atas otot scalenus anterior, posterior, dan medius, serta otot sternocleiodmastoid.
1) Otot Scalenus Anterior, Posterior, dan Medius
Gambar 2.15 Otot Scalenus Anterior, Posterior, dan Medius (Kehr, 2014)
Ketiga otot ini berjalan diagonal ke atas dari sisi 2 kosta atas sampai processus transversus vertebra cervical. Aksi ketiga otot secara bersamaan pada kedua sisi akan menghasilkan fleksi cervical, dan aksi ketiga otot pada satu sisi akan menghasilkan lateral fleksi leher. Ketiga otot ini dapat dipalpasi pada sisi leher antara sternocleidomastoid dan upper trapezius tetapi sulit diidentifikasi (Bogduk, 2011).
2) Otot Sternocleidomastoid
Gambar 2.16 Otot Leher Bagian Lateral (Sobotta et al., 2013)
Otot ini terdiri dari 2 caput, satu caput dari puncak sternum dan satu caput lainnya dari puncak clavicula, sekitar dua inci ke lateral dari kosta satu. Kedua caput otot ini menyatu dan melekat pada tulang tengkorak tepat di bawah dan di belakang telinga. Aksi otot pada kedua sisi secara bersamaan akan menghasilkan fleksi kepala dan leher. Aksi otot pada satu sisi akan menghasilkan fleksi kepala dan lateral fleksi leher, juga menghasilkan rotasi pada sisi yang berlawanan. Otot ini mudah dipalpasi pada sisi leher tepat dibawah telinga ke bawah dan di belakang telinga.
Aksi otot pada kedua sisi secara bersamaan akan menghasilkan fleksi kepala dan leher. Aksi otot pada satu sisi akan menghasilkan fleksi kepala dan lateral fleksi leher, juga menghasilkan rotasi pada sisi yang berlawanan. Otot ini mudah dipalpasi pada sisi leher tepat dibawah telinga
ke depan leher pada salah satu sisi dari sternoclavicular joint (Lippert, 2011).
6. Arthrologi Leher
Gambar 2.17 Gerakan yang dihasilkan oleh atlanto occipital (C0-C1), atlanto-axial joint (C1-C2), dan vertebrae joints (C2-
C7)
(Yong et al., 2017)
Terdapat tiga sendi atau articulatio pada vertebra cervicales, yaitu atlanto- occipital joint (C0-C1), atlanto-axial joint (C1-C2), dan vertebrae joints (C2- C7). Adapun gerakan yang dihasilkan pada regio ini, yaitu fleksi-ekstensi, rotasi, dan lateral fleksi.
a. Atlanto-Occipital Joint (C0-C1)
Atlanto-occipital joint berperan dalam gerakan fleksi-ekstensi dan lateral fleksi cervical. Pada gerakan fleksi, condylus yang konveks akan bergeser kearah posterior terhadap facet articularis yang konkaf sebesar 10°.
Sedangkan pada gerakan ekstensi, condylus yang konveks akan bergeser kearah anterior terhadap facet articularis yang konkaf sebesar 17°. Kemudian, pada gerakan lateral fleksi cervical akan terjadi rotasi dengan jumlah yang
kecil pada condylus occipitalis yang konveks terhadap facet articularis yang konkaf sebesar 5°.
b. Atlanto-Axial Joint (C1-C2)
Gerakan utama pada atlanto-axial joint adalah gerakan rotasi cervical ditambah dengan gerakan fleksi dan ekstensi. Pada gerakan fleksi akan terjadi gerakan pivot, yaitu gerakan ke anterior dan sedikit rotasi pada atlas terhadap axis sebesar 15°, sedangkan pada gerakan ekstensi, gerakan pivot ke posterior dan sedikit rotasi pada atlas terhadap axis sebesar 45°. Gerakan rotasi pada sendi ini, yaitu atlas akan berputar di sekitar processus odontoid bagian processus articularis inferior atlas yang sedikit konkaf akan bergeser dengan arah melingkar terhadap processus articularis superior axis.
c. Vertebra Joints (C2-C7)
Pada vertebra joint terjadi gerakan fleksi-ekstensi, rotasi, dan lateral fleksi cervical. Pada gerakan fleksi permukaan processus articularis inferior vertebra superior yang berbentuk konkaf akan bergeser ke arah superior dan anterior terhadap processus articularis superior vertebra inferior sebesar 40°, sedangkan pada gerakan ekstensi permukaan processus articularis inferior vertebra superior yang berbentuk konkaf akan bergeser ke arah inferior dan posterior terhadap processus articularis superior vertebra inferior sebesar 70°. Pada gerakan rotasi akan terjadi pergeseran pada processus articularis inferior vertebra superior ke arah posterior dan inferior pada ipsilateral arah rotasi dan akan terjadi pergeseran kea rah anteroposterior pada sisi
contralateral terhadap processus articularis superior vertebra inferior sebesar 45°.
Gerakan lateral fleksi cervical, processus articularis inferior vertebra superior pada sisi ipsilateral bergeser ke arah inferior dan sedikit ke posterior dan pada sisi contralateral akan bergeser ke arah superior dan sedikit ke anterior sebesar 35°. Inklinasi pada bentuk facet joint akan menghasilkan gerakan coupling yang searah dimana selama gerakan rotasi akan disertai dengan lateral fleksi yang juga searah.
B. Konsep Dasar Neck Pain (Nyeri Leher)
1. Definisi Nyeri Leher
Nyeri leher yang banyak terjadi pada masyarakat umumnya merupakan nyeri leher mekanik. Nyeri leher mekanik adalah nyeri leher yang tidak menyebar sampai anggota gerak atas, nyeri berlokasi pada leher, area oksipital, atau dasar tengkorak dan bahu bagian belakang. Nyeri leher mekanik dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : postur yang salah, kecemasan, setres, dan gerakan yang berlebihan. Keluhan yang dirasakan umumnya adalah sakit di daerah leher dan kaku, nyeri pada otot-otot leher, dapat juga terjadi sakit kepala dan migraine (Haryatno & Kuntono, 2016)
Nyeri leher merupakan rasa tidak nyaman di sekitar leher, sering dikeluhkan dan menjadi alasan pasien datang berobat ke dokter, menurut The International Association For The Study Of Pain (IASP) nyeri leher merupakan sakit yang dirasakan di daerah yang dibatasi oleh garis nuchal di bagian superior dan dibagian inferiornya dibatasi oleh prosessus spinosus torakal satu dan daerah
lateral leher, sedangkan nyeri leher non spesifik merupakan nyeri mekanik yang dirasakan diantara occipital dan thoracal satu dan otot-otot sekitarnya tanpa penyebab yang spesifik (Gitkind & Gritsenko, 2017).
2. Epidemiologi Nyeri Leher
Sekitar 54% individu di dunia pernah mengeluhkan nyeri leher dalam periode enam bulan dan kejadian ini terus meningkat prevalensinya sekitar 6%
sampai 22% dan meningkat pada kelompok usia tua sekitar 38%, prevalensi nyeri leher pada pekerja berkisar antara 6-76% dan kebanyakan terjadi pada perempuan (Hoy et al., 2010). Prevalensi nyeri leher pada populasi orang dewasa di Indonesia mencapai sekitar 16,6% dengan 0,6% diantaranya mengalami nyeri leher yang memberat. Selain memberikan nyeri pada bagian leher belakang, nyeri leher juga menurunkan gerakan sendi leher dan aktivitas fungsional leher sehingga dapat mempengaruhi kegiatan penderita (Prayoga, 2014).
3. Gejala dan Tanda Nyeri Leher
Individu dengan nyeri leher mengeluh rasa tidak nyaman di daerah leher dan punggung atas, sakit kepala, kekakuan, dan tortikolis, Leher terasa nyeri pada satu atau kedua sisi, nyeri seperti terbakar, kesemutan, kekakuan, nyeri di sekitar tulang belikat, nyeri yang menjalar ke lengan, rasa berputar dan sakit kepala, adalah gejala yang bisa ditemukan pada nyeri leher. Tanda-tanda yang perlu diwaspadai pada nyeri leher adalah nyeri leher yang disertai dengan gejala-gejala berikut :
a) Mati rasa b) Kelemahan
c) Gejala kesemutan (Gitkind & Gritsenko, 2017) 4. Patofisiologi Nyeri Leher
Nyeri leher timbul sebagai akibat dari beberapa faktor yang saling mempengaruhi, kontraksi otot leher, postur tubuh dan posisi leher saat kerja serta durasi atau lama posis leher dalam posisi tertentu dapat menyebabkan timbulnya nyeri leher. Mekanisme ini secara kimiawi diikuti dengan penurunan glutathione (GSH) sehingga menyebabkan kenaikan dari reactive oxygen species (ROS) dan merangsang aktivasi dari transient receptor potential cation channel subfamily 1 (TRPV1) atau reseptor capsaicin yang pada akhirnya mengaktivasi reseptor nosiseptik pada otot rangka di leher dan menimbulkan sensoris yang tidak nyaman berupa nyeri di leher, peregangan dapat meningkatkan biogenesis energy dalam mitokondria, meningkatkan aktivasi antioksidan dan meningkatkan kalsium local pada sel otot. Peningkatan aktivitas biogenesis energy pada mitokondria dapat meningkatkan glutathione (GSH), peningkatan antioksidan menekan peningkatan ROS dan kalsium lokal yang meningkat menekan proliferasi mikrotubulus otot-otot leher sehingga NADPH (Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate) oxidase dan ROS menurun sehingga aktivasi reseptor nyeri ditekan dan nyeri leher dapat berkurang (Bogduk, 2011).
5. Nyeri Leher Non-Spesifik
Nyeri leher non spesifik merupakan keluhan yang paling banyak terjadi pada pekerja terutama para pekerja yang dalam jangka waktu lama dan berulang- ulang melakukan postur tertentu, nyeri leher yang dialami oleh pekerja sering
kali melibatkan gangguan pada sistem muskuloskeletal, nyeri leher ini menurut proses patofisiologinya termasuk nyeri leher mekanik atau nyeri leher axial atau sering disebut sebagai nyeri leher non spesifik, dikatakan non spesifik karena tidak ada penyakit atau kelainan struktural anatomi yang mendasarinya. Gejala yang sering menyertai nyeri leher non spesifik ini seperti rasa kaku pada leher bisa satu sisi atau kedua sisi leher, nyeri dirasakan sampai ke kepala, nyeri leher non spesifik murni disebabkan oleh struktur otot-otot atau sistem muskuloskeletal di leher dan sering berhubungan dengan postur tubuh atau posisi leher yang salah saat bekerja, beban kerja otot leher yang berlebihan dalam jangka waktu tertentu (Tortora & Derrickson, 2014).
Berbagai faktor dapat berkontribusi untuk nyeri leher termasuk fisik dan faktor biomekanik, faktor psikososial, individu, dan pribadi (Tortora &
Derrickson, 2014).
Faktor Lingkungan Kerja :
1) Tata letak ruang kerja yang buruk, membuat karyawan bekerja di posisi yang tidak ergonomis serta desain alat dan mesin yang kurang baik
2) Suhu ruangan yang terlalu panas atau terlalu dingin 3) Pencahayaan yang buruk
4) Tingkat kebisingan yang tinggi, menyebabkan tubuh tegang
Faktor Individu :
1) Umur : memainkan peran penting dalam pengembangan masalah kesehatan dan pemahaman kesehatan kerja
2) Jenis kelamin : kapasitas dan ketahan fisik pekerja berbeda antara wanita dan laki-laki
3) Tingkat pendidikan : penilaian informasi pekerja tentang aplikasi pekerjaan dengan cara yang sehat, kurangnya pengalaman, pelatihan akan meningkatkan risiko kecelakaan atau masalah kesehatan akibat kerja.
4) Posisi kerja : postur statis, lama duduk, postur tubuh yang buruk dan gerakan berulang dalam jangka waktu yang lama. Semua faktor ini dapat bertindak secara terpisah tetapi risikonya lebih besar jika beberapa faktor risiko terlibat (Lippert, 2011).
C. Kuli Panggul
Kuli panggul adalah pekerja sektor informal yang bekerja dengan menjual jasa untuk mengangkut barang dari satu tempat ke tempat lain yang umumnya menggunakan tubuh sebagai alat angkut. Penggunaan tubuh dalam mengangkut barang tanpa bantuan alat akan meningkatkan beban kerja fisik pada pekerja. Proses kerja sedemikian rupa mempunyai risiko terhadap kesehatan seperti timbulnya keluham musculoskeletal dan kelelahan (Cahyani, 2010).
Pada penelitian Munandar pada tahun 2011 menyatakan bahwa beban kerja adalah tugas-tugas yang diberikan kepada pekerja untuk diselesaikan pada waktu tertentu dengan menggunakan keterampilan dan potensi dari tenaga kerja. Beban kerja dapat berupa beban kerja fisik, beban kerja mental, dan beban kerja sosial yang
besarnya berbeda-beda sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja tersebut. Seorang kuli panggul memiliki beban fisik yang lebih besar daripada beban mental dan sosial. Beban kerja fisik merupakan beban kerja yang dilihat dari seberapa banyak aktivitas fisik dilakukan oleh pekerja ketika melaksanakan pekerjaannya,seperti mendorong, menarik, mengangkat, menurunkan beban, dan lain-lain (Dewi, 2016).
D. Beban yang Diangkat
Berat dan ringannya suatu beban bisa mempengaruhi kinerja pekerja. Berat beban yang diangkat harus disesuaikan dengan kemampuan pekerja dengan melihat batasan angkat maksimum yang telah ditetapkan secara internasional. Jika berat beban terlalu besar dapat mengakibatkan pekerja mudah mengalami kelelahan dan adanya risiko cedera yang besar (Pratiwi et al., 2015). Menurut ILO (2013), batas angkat maksimum bagi tubuh pria yang sehat dengan usia kurang dari 60 tahun adalah sebesar 60 kg, sedangkan wanita dengan usia kurang dari 50 tahun sebesar 30 kg. Ukuran dan jenis beban yang diangkat juga mempengaruhi kerja pekerja.
Rekomendasi berat maksimum setiap kali pengangkutan jika pekerja sedang tidak dalam keadaan sehat adalah sebesar 25 kg. Pada pekerja wanita, pekerja dengan umur kurang dari 18 tahun, dan pekerja dengan umur lebih dari 60 tahun tidak dianjurkan mengangkat beban melebihi 15 kg (The International Labour Organization, 2013). Untuk melakukan kegiatan manual handling secara berkelanjutan, usia pekerja minimal harus 18 tahun. Jika beban yang diangkat sulit untuk dipegang misalnya karena beban terlalu besar, terlalu lebar, atau terlalu kasar,
maka beban tersebut memberikan beban tambahan ketika dipegang atau dibawa sehingga meningkatkan risiko cedera ketika mengangkat atau menurunkan beban (Pratiwi et al., 2015).