• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

15 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pernikahan di Bawah Tangan

1. Pengertian Pernikahan

Pernikahan atau nikah berasal dari bahasa Arab, yaitu nakaha- yankihu-nikaahan yang secara bahasa bermakna berhimpun atau berkumpul,

menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berasal dari kata nikah yang kemudian diberi imbuhan per-an, arti dari nikah sendiri menurut KBBI adalah ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama, adapun imbuhan per-an di sini menyatakan sebuah proses.1

Sedangkan pengertian pernikahan yang lebih spesifik adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2

Adapun pengertian lain dari pernikahan adalah akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.3

Dari dua pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pernikahan merupakan suatu ikatan lahir bathin yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan antara seorang pria dan wanita sebagai sepasang suami

1 KBBI Daring, diakses pada tanggal 30 Juni 2021 dari https://kbbi.kemdikbud.go.id

2 Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

3 Pasal 2 Buku 1 Kompilasi Hukum Islam

(2)

16

isteri sebagai bentuk ibadah dan ketaatan pada Allah SWT, dengan tujuan terbentuknya keluarga yang bahagia dan kekal.

2. Pernikahan di Bawah Tangan

Nikah di bawah tangan atau yang lebih masyhur disebut nikah siri adalah pernikahan yang rukun dan syaratnya telah terpenuhi secara fiqh (hukum Islam) namun tidak disertai pencatatan resmi pada instansi yang berwenang sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Sederhananya adalah pernikahan yang sah secara agama saja bukan sah secara negara karena tidak adanya pencatatan pada instansi yang berwenang, yakni Kantor Urusan Agama (KUA) setempat.

Untuk ketentuan hukum terkait pernikahan di bawah tangan sejatinya memang sah secara agama dan terhindar dari dosa, akan tetapi jika terdapat madharat di dalamnya maka hukumnya berubah menjadi haram. Namun,

tetap pernikahan jenis ini sangat tidak dianjurkan, karena adanya pencatatan pernikahan merupakan langkah preventif untuk mencegah adanya hal-hal yang tidak diinginkan dalam sebuah bahtera rumah tangga dikemudian hari.4 Ditambah lagi dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pun sebenarnya sudah menegaskan bahwa pernikahan di bawah tangan sama sekali tidak memiliki kekuatan hukum.5

4 Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Nikah di Bawah Tangan

5 Pasal 6 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam (KHI)

(3)

17 B. Kekerasan Dalam Rumah Tangga

1. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah tiap-tiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang mengakibatkan timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga (ekonomi) termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.6

Adapun lingkup rumah tangga yang dimaksud adalah suami, isteri, anak baik kandung, angkat, maupun tiri, serta seluruh orang yang tinggal dalam satu lingkup rumah. Ketentuan lingkup rumah tangga di sini memang secara eksplisit tidak menyebutkan rumah tangga seperti apa yang dimaksud, apakah rumah tangga melalui pernikahan yang sah atau rumah tangga melalui pernikahan di bawah tangan. Namun jika kita tarik pada keterangan sebelumnya maka pernikahan resmi lah yang dimaksud.

Dalam Islam sendiri sejatinya tidak mengenal secara khusus istilah KDRT, namun Islam melarang segala bentuk kekerasan termasuk dalam rumah tangga karena kekerasan dalam bentuk apapun merupakan suatu kedzaliman. Akan tetapi dalam Islam juga ada beberapa bentuk kekerasan yang diperbolehkan untuk pendidikan dengan tetap memperhatikan koridor yang jelas, yakni melakukan pemukulan yang tanpa meninggalkan luka dan tanpa meninggalkan bekas. Kekerasan yang dimaksud bukanlah kekerasan

6 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

(4)

18

dengan sekedar memukul fisik akan tetapi lebih mengarah kepada sesuatu yang bisa mengena dan membekas di hati sebagai cambukan pengingat kesalahan dan pengingat untuk senantiasa berbuat yang lebih baik lagi.

2. Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) memiliki beberapa bentuk sebagaimana disebutkan dalam UU PKDRT, yakni :

a. Kekerasan fisik

Kekerasan fisik merupakan suatu perbuatan yang dapat mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.7

b. Kekerasan psikis

Kekerasan psikis merupakan suatu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, hilangnya kepercayaan diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.8

c. Kekerasan seksual

Kekerasan seksual merupakan perbuatan berupa pemaksaan hubungan seksual baik secara wajar, maupun tidak dan/atau tidak disukai, juga pemaksaan hubungan seksual dalam lingkup rumah tangga dengan tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

d. Penelantaran rumah tangga (kekerasan ekonomi)

7 Pasal 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

8 Pasal 7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

(5)

19

Penelantaran rumah tangga (kekerasan ekonomi) merupakan perbuatan abai dengan tidak diberikannya kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang yang masuk dalam lingkup rumah tangganya, serta untuk orang-orang yang mengendalikan orang dalam lingkup rumah tangganya dan berakibat ketergantungan ekonomi pada orang tersebut dengan membatasi dan/atau melarang seseorang dalam lingkup rumah tangganya untuk bekerja yang layak baik di dalam dan/atau di luar rumah.9

C. Penganiayaan

1. Pengertian Penganiayaan

Sejatinya pengertian dari penganiayaan sendiri tidak secara khusus dijelaskan dalam Peraturan Perundang-undangan yang ada, baik dalam KUHP maupun undang-undang yang lainnya. Akan tetapi secara garis besar yang dimaksud penganiayaan ialah kejahatan yang dilakukan pada tubuh.

Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya dengan mengambil inti-inti dari unsur-unsur penganiayaan yang ada dalam peraturan perundang-undangan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian penganiayaan adalah perbuatan sewenang-wenang (penyiksaan, penindasan, dan sebagainya).10 Sedangkan kamus hukum mendefinisikan penganiayaan sebagai suatu perbuatan yang menyakiti atau menyiksa manusia, atau dengan sengaja mengurangi atau merusak kesehatan orang lain.11 R. Soesilo

9 Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

10 KBBI Daring, diakses pada tanggal 8 Agustus 2021 dari https://kbbi.kemdikbud.go.id

11 Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta:1992), 34

(6)

20

berpendapat penganiayaan adalah pertama sengaja menimbulkan perasaan tidak enak (penderitaan), kedua menimbulkan rasa sakit, dan ketiga menimbulkan luka-luka.12

Sehingga jika kami simpulkan dari beberapa definisi di atas maka yang disebut tindak pidana penganiayaan adalah segala bentuk perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk sedikit saja mengurangi kesempurnaan hidup atau kebahagiaan hidup orang lain.

2. Jenis-Jenis Penganiayaan

Menurut pasal 351-355 KUHP kurang lebih ada 5 jenis penganiayaan : a. Penganiayaan Biasa

Penganiayaan biasa atau yang biasa disebut penganiayaan pokok, pada hakikatnya merupakan bentuk penganiayaan yang bukan termasuk pada penganiayaan ringan atau pun berat, atau dalam artian penganiayaan sedang.13

b. Penganiayaan Ringan

Penganiayaan ringan merupakan penganiayaan yang tidak berakibat pada sakitnya seseorang atau terhalangnya sesorang untuk melakukan pekerjaan atau jabatannya.14 Ada yang menarik dalam hukum formil dari Pasal 352 KUHP ini, pelanggaran terhadap Pasal 352 KUHP atau yang biasa disebut “Tipiring” (tindak pidana ringan), berdasar Pasal 205 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

12 R.Soesilo, KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor:1996), 245

13 Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

14 Pasaal 352 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(7)

21

langsung diajukan penyidik ke Pengadilan Negeri dalam waktu tiga hari tanpa melibatkan Penuntut Umum.

c. Penganiayaan Biasa Berencana

Penganiayaan biasa berencana sebagaimana yang dimaksud sejatinya sama saja dengan penganiayaan biasa yang diatur dalam Pasal 351 KUHP, hanya saja ada tambahan diisyaratkannya unsur direncanakan terlebih dahulu.15

d. Penganiayaan Berat (Pasal 354 KUHP)

Penganiayaan berat adalah adanya niat dari pelaku untuk melukai berat atau dengan kata lain pelaku memang sengaja melakukan penganiayaan agar objeknya mengalami luka berat.16

e. Penganiayaan Berat Berencana

Penganiayaan berat berencana merupakan gabungan antara penganiayaan berat dan penganiayaan berencana. Kedua bentuk penganiayaan ini terjadi secara serentak/bersama, sehingga harus terpenuhi baik unsur-unsur dalam penganiayaan berat maupun unsur penganiayaan berencana. Dalam penganiayaan berat berencana adanya rencana yang itu merupakan niat atau kesengajaan dan adanya juga luka berat yang timbul, bukan kematian.17 Hal ini menjadi penting karena dalam penerapannya sering sekali ada oknum-oknum nakal yang berusaha menggunakan Pasal 355 KUHP ini sebagai alibi untuk

15 Pasal 353 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

16 Pasal 354 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

17 Pasal 355 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(8)

22

kejahatan pembunuhan berencana, yang tentu saja tujuannya untuk mengurangi masa tahanan.

3. Unsur-Unsur Penganiayaan

Dalam setiap tindak pidana yang diatur dalam KUHP tentu ada unsur-unsur terentu yang harus terpenuhi agar suatu perbuatan tersebut bisa dikatakan sebagai tindak pidana. Begitu pun dengan penganiayaan yang tentu saja ada unsur-unsur tertentu agar suatu kejahatan pada tubuh itu bisa masuk dalam kategori penganiayaan. Adapun unsur-unsur dalam tindak pidana penganiayaan adalah sebagai berikut:18

a. Adanya kesengajaan

Unsur kesengajaan merupakan unsur subjektif (kesalahan). Dalam tindak pidana penganiayaan unsur kesengajaan harus diartikan sempit yaitu kesengajaan opzet alsogmerk yang artinya adalah kesengajaan yang bersifat tujuan, dimana pelaku benar-benar menghendaki tercapainya akibat dari perbuatan itu sendiri.19 Patut menjadi perhatian bahwa kesengajaan dalam tindak pidana penganiayaan itu bisa ditafsirkan dengan sadar akan kemungkinan, secara spesifik sadar akan akibat. Artinya penafsiran secara luas tentang unsur kesengajaan itu meliputi kesengajaan sebagai maksud, kesengajaan sebagai kemungkinan, dan kesengajaan sebagai kepastian, ini semua hanya berkaitan dengan akibatnya. Sementara terkait perbuatannya haruslah merupakan tujuan dari pelaku, dalam artian perbuatan tersebut

18 Tongat, Hukum Pidana Materill: Tinjauan Atas Tindak Pidana Terhadap Subjek Hukum dalam KUHP, (Jakarta:2003), 74

19 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung:2003), 67

(9)

23

memang benar-benar ditujukan sebagai perbuatan yang dikehendaki atau dimaksudkan.

b. Adanya perbuatan

Unsur perbuatan merupakan unsur objektif, perbuatan di sini adalah aktifitas yang sifatnya positif, yakni menggunakan anggota tubuh yang digunakan untuk melakukan aktifitas sehari-hari. Sedangkan sifat abstrak yang dimaksud adalah perbuatan yang mengandung sifat kekerasan fisik dalam berbagai bentuk.

c. Adanya akibat perbuatan (yang dituju)

1) Menimbulkan perasaan tidak enak (penderitaan)

2) Menimbulkan rasa sakit atau penderitaan baik yang nampak pada tubuh maupun tidak.

3) Luka pada tubuh, yakni menampakkan perubahan atau meninggalkan bekas pada tubuh akibat dari penganiayaan.

4) Merusak kesehatan orang.20 D. Yurisprudensi

1. Pengertian Yurisprudensi

Yurisprudensi memeiliki makna secara harfiah dalam ilmu hukum Indonesia yang sama sekali berbeda dengan istilah jurisprudence dalam bahasa Inggris yang memiliki arti ilmu hukum, istilah yurisprudensi dalam ilmu hukum Indonesia memiliki makna yang sama dengan

20 Adami Chawazi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, (Jakarta:2010), 10

(10)

24

jurisprudentie dalam bahasa Belanda atau jurisprudence dalam bahasa

Perancis.21

Adapun makna istilah dari yurisprudensi di Indonesia yang telah dipaparkan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) adalah sebagai berikut :

a. Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto berpendapat yurisprudensi adalah hukum peradilan atau peradilan yang tetap b. Kamus Pockema Andrea dan Kamus Koenen Endepols mengartikan

yurisprudensi sebagai suatu ajaran hukum yang dibentuk dan dipertahankan oleh pengadilan

c. Kamus Pockema Andrea dan Kamus Van Dale juga mengartikan yurisprudensi sebagai kumpulan keputusan MA dan Pengadilan Tinggi yang diikuti oleh hakim lain untuk memutus dalam persoalan yang sama

d. R. Subekti mendefinisikan yurisprudensi sebagai putusan hakim atau pengadilan yang tetap dan dibenarkan oleh MA sebagai pengadilan kasasi, atau putusan-putusan MA sendiri yang tetap (constant)22

Secara sederhana yurisprudensi merupakan suatu hukum yang terbentuk atas putusan hakim yang tetap dan telah disetujui oleh MA, atau putusan yang datangnya dari MA sendiri. Yurisprudensi bukan hanya sekedar putusan terdahulu yang dikumpulkan semata, namun harus

21 Enrico Simanjuntak, Peran Yurisprudensi dalam Sistem Hukum di Indonesia, Jurnal Konstitusi, Vol. 16 No. 1, (Maret:2019), Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 88

22 Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Peningkatan Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum, (Jakarta:1992), 8-12

(11)

25

memenuhi beberapa ketentuan sampai akhirnya ditetapkan sebagai yurisprudensi dan bisa diikuti oleh para hakim.

2. Ketentuan Yurisprudensi

Suatu putusan bisa sampai tahap dinyatakan sebagai suatu yurisprudensi yang nantinya akan menjadi salah satu rujukan hakim dalam memutus perkara tentu tidak serta-merta setalah putusan itu inkracht kemudian secara otomatis menjadi yurisprudensi. Perlu ada

beberapa ketentuan yang harus dipenuhi sampai akhirnya suatu putusan itu ditetapkan sebagai suatu yurisprudensi.

Menurut Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) ada lima ketentuan yang harus dipenuhi agar suatu putusan bisa menjadi yurisprudensi, yaitu pertama keputusan atas perkara hukum yang belum jelas pengaturan perundang-undangannya, kedua keputusan itu merupakan keputusan tetap, ketiga keputusan yang diputus dengan keputusan yang sama dan dalam kasus yang sama berulang kali, keempat terpenuhinya rasa keadilan, kelima keputusan itu telah dilegitimasi oleh Mahkamah Agung.23

Dari beberapa ketentuan di atas maka jelas bahwa satu-satunya lembaga yudikatif yang memiliki wewenang untuk membenarkan serta menetapkan suatu putusan menjadi yurisprudensi adalah Mahkamah Agung (MA).

23 Mahkamah Agung, Naskah Akademis Tentang Pembentukan Hukum Melalui Yurisprudensi, (Jakarta:2005), 28

Referensi

Dokumen terkait

Kearifan lokal komunitas nelayan tradisional tersebut juga dimanfaatkan sebagai salah satu strategi mereka dalam menghadapi perubahan ekologis Danau Tempe yang ditandai

Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kebermaknaan hidup adalah penghayatan individu terhadap hal-hal yang dianggap penting, dirasakan

Berdasarkan temuan dan hasil pembahasan yang telah dijelaskan pada bab IV maka kesimpulan dalam penelitian analisis tingkat kepuasan masyarakat dalam layanan administrasi

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol rambut jagung ( Zea mays L.) memiliki efek untuk menurunkan kadar gula darah

Untuk genggaman pertama yaitu genggaman tangkai cangkul bagian tengah, terlihat dari gambar di atas bahwa genggaman yang digunakan adalah genggaman antara ibu

Manakala dapatan skor min konstruk kefahaman pelajar tentang IR 4.0, dengan penggunaan aplikasi rangkaian media sosial bagi tujuan pembelajaran dan penggunaan alatan

 Berdasarkan analisis lingkungan pengendapan dan sikuenstratigrafi, didapatkan bahwa Formasi Telisa memiliki porositas yang lebih tinggi dari Formasi Bekasap apabila

Untuk mengantisipasi permasalahan ini, model pendidikan inklusif merupakan sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk