• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG KONTRIBUSI DAN PENDIDIKAN PEREMPUAN DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI TENTANG KONTRIBUSI DAN PENDIDIKAN PEREMPUAN DI INDONESIA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI TENTANG KONTRIBUSI DAN PENDIDIKAN PEREMPUAN DI INDONESIA

A. Definisi Kontribusi

Kontribusi berasal dari bahasa Inggris yaitu Contribute, Contribution yang artinya adalah keikutsertaan, keterlibatan, melibatkan diri maupun sumbangan. Berarti dalam hal ini kontribusi dapat berupa materi atau tindakan. Hal yang bersifat materi misalnya seorang individu memberikan pinjaman terhadap pihak lain demi kebaikan bersama.

Kontribusi dalam pengertian sebagai tindakan yaitu berupa perilaku yang dilakukan oleh individu yang kemudian memberikan dampak baik positif maupun negatif terhadap pihak lain. Sebagai contoh, seseorang melakukan kerja bakti di daerah rumahnya demi menciptakan suasana asri di daerah tempat ia tinggal sehingga memberikan dampak positif bagi penduduk maupun pendatang, dengan kontribusi berarti individu tersebut juga berusaha meningkatkan efisiensi dan efektivitas hidupnya. Hal ini dilakukan dengan cara menajamkan posisi perannya, sesuatu yang kemudian menjadi bidang spesialis, agar lebih tepat sesuai dengan kompetensi. Kontribusi dapat diberikan dalam berbagai bidang yaitu pemikiran, kepemimpinan, profesionalisme, financial. (Ahira, 2012: 34)

sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia istilah kontribusi adalah uang iuran (kepada perkumpulan dan sebagainya) atau sumbangan. Jadi kontribusi merupakan semua yang diberikan seseorang untuk orang lain ataupun untuk negara yang berupa materi ataupun tindakan.

B. Pendidikan

1. Definisi Pendidikan

Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan orang dewasa kepada mereka yang di anggap belum dewasa yang bersifat atau bertujuan mengarahkan, membimbing, dan membina dari suatu hal yang tidak diketahui menjadi suatu hal yang diketahui baik secara umum maupun pribadi. dengan struktur, arahan, sarana dan prasarana yang telah terencana sehingga mendukung proses pendidikan tersebut dan dapat dihasilkan suatu serapan materi yang penting. Menurut UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat

15

(2)

mengembangkan potensi dalam dirinya untuk memiliki kekuatan kepribadian yang baik, spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, moralitas, dan keterampilan yang dibutuhkan oleh dirinya sendiri dan masyarakat. Biasanya hal ini berkaitan dengan landasan dan ketulusan hati sehingga materi yang disampaikan dapat dipahami secara terbuka. Jadi Pendidikan itu adalah sebagai upaya untuk mengarahkan perkembangan peserta didik sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berkembang dan diterima oleh masyarakat.

Adapun definisi menurut para ahli adalah sebagai berikut:

a. Ki Hajar Dewantara : Dia mengatakan pendidikan merupakan permintaan dalam kehidupan anak-anak. Intinya adalah bahwa pendidikan mengarah semua kekuatan yang ada di alam agar peserta didik sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan yang tinggi dan kebahagiaan hidup.

b. Carter V. Good : Menafsirkan pendidikan sebagai proses pengembangan keterampilan seseorang dalam bentuk sikap dan perilaku yang berlaku dalam masyarakat. Proses di mana seseorang dipengaruhi oleh lingkungan, terutama di lingkungan sekolah dipandu sehingga mencapai keterampilan sosial dan dapat mengembangkan kepribadiannya.

c. Ivan Ilik, Pendidikan adalah pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup (Engkoswara dan Aan Komariah, 2010:6)

d. Pengertian pendidikan menurut driyarkara Pendidikan didefinisikan sebagai upaya memanusiakan manusia muda atau pengangkatan manusia muda ke taraf insani.

(Driyarkara,1950:74.)

Prof. H. Mahmud Yunus : Definisi pendidikan adalah upaya sengaja dipilih untuk mempengaruhi dan membantu anak-anak yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, fisik dan moral yang secara bertahap bisa memberikan anak untuk tujuan dan cita-cita yang paling tinggi. Dalam rangka untuk mendapatkan kehidupan yang bahagia dan apa yang dilakukanya menjadi bermanfaat bagi diri mereka sendiri, masyarakat, bangsa, negara dan agama.

Sedangkan Pendidikan adalah transformasi ilmu pengetahuan, budaya, sekaligus nilai-nilai yang berkembang pada suatu generasi agar dapat ditransformasikan kepada generasi berikutnya (Masdudi, 2012:1) dalam pengertian ini penddikan tidak hanya sebagai transformasi melainkan sudah berada dalam wilayah transformasi budaya dan nilai yang demikian jauh lebih luas cangkupannya, karena pendidikan adalah unsur utama dalam pembentukan negara yang merdeka tanpa

(3)

penindasan dan kebodohan maka pendidikan memliki fungsi dan tujuan yang sangat penting.

Dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh orang dewasa untuk mereka yang dianggap belum dewasa yang bertujuan untuk membeikan penyadaran dan kesejahteraan hidup. Dengan memiliki pendidikan maka kita akan memiliki ketrampilan yang mampu menjadi modal sosial dan dapat memberikan kesejahteraan hidup diri dan keluarga.

2. Sejarah Pendidikan Di Indonesia

Nasution menjelaskan bahwa Pada zaman kolonialisme pemerintahan Belanda menyediakan sekolah yang beraneka ragam bagi orang Indonesia untuk memenuhi kebutuhan berbagai lapisan masyarakat. Ciri yang khas dari sekolah-sekolah ini ialah tidak adanya hubungan berbagai ragam sekolah itu. Namun lambat laun, dalam berbagai macam sekolah yang terpisah-pisah itu terbentuklah hubungan-hubungan sehingga terdapat suatu sistem yang menunjukkan kebulatan. Pendidikan bagi anak- anak Indonesia semula terbatas pada pendidikan rendah,akan tetapi kemudia berkengang secara vertikal sehingga anak-anak Indonesia melalui pendidikan menengah dapat mencapai pendidikan tinggi, sekalipun melalui jalan yang sulit dan sempit.

Sekolah pendidikan yang dilakukan oleh VOC terutama dipusatkan dibagian timur Indonesia dimana agama Katolik telah berakar di Batavia (Jakarta), pusat administrasi kolonial. Pada tahun 1607 didirikan sekolah pertama di Ambon untuk anak-anak Indonesia, karena saat itu belum ada anak-anak Belanda. Tujuan utama ternyata umtuk melenyapkan agama Katolik dengan menyebarkan agama Protestan, Calvinisme. Jumlah sekolah cepat bertambah. Pada tahun 1632 telah ada 16 sekolah di Ambon, di tahun 1654 meningkat menjadi 33 buah dengan 1300 murid. Akan tetapi pada abad ke-18 perkembangan menurun. Sekolah permata di Jakarta dibuka pada tahun 1630 untuk mendidik anak Belanda dan Jawa agar menjadi pekerja yang kompenten pada VOC. Pada tahun 1636 jumlahnya menjadi 3 buah dan pada tahun 1706 telah ada 34 guru dan 4873 murid. Sekolah-sekolah itu terbuka bagi semua anak tanpa perbedaan kebangsaan.

Sekolah-sekolah selama VOC bertalian erat dengan gereja. menurut instruksi Heeren XVII BADAN TERTINGGI Voc DI NEGERI Belanda yang terdiri atas 17 orang anggota tahun 1617, gubernur di Indonesia harus menyebarluaskan agama

(4)

Kristen dan mendirikan sekolahuntuk tujuan itu. Walaupun tidak ada kurikulum yang ditentukan, tetapi biasanya sekolah menyajikan pelajaran tentang katekismu, agama, juga membaca, menulis dan bernyanyi. Demikian pula tidak ditentukan lama belajar.

Peraturan hanya menentukan bahwa anak pria lebih dari usia 16 tahun dan anak wanita lebih dari usia 12 tahun hendaknya jangan dikeluarkan dari sekolah.

Pembagian dalam kelas ditentukan pertama kali pada tahun 1778. Dikelas 3, kelas terendah, anak-anak belajar abjad, dikelas 2 membaca, menulis dan bernyanyi dan di kelas 1, kelas tertinggi: membaca, menulis, katekismus, bernyanyi dan berhitung

Selama setengah abad ke-18 pertama pemerintah Belanda tak satu sekolah pun menyediakan bagi anak-anak Indonesia. Alasan yang diberikan ialah agar menghormati bumiputera serta lembaga-lembaga mereka dengan membiarkan penduduk di bawah bimbingan pemimpin mereka. Alasan lain ialah kesulitan finansial yang berat yang dihadapi orang belanda akibat perang Diponegoro (1825- 1830) yang mahal dan dan menelan banyak korban itu serta peperangan antara Belanda dan Belgia (1830-1839). (Nasution, 2011:11)

Penerimaan murid dipengaruhi oleh tujuan sekolah. Sekolah-sekolah pertama di Jawa dimaksud untuk mendidik pegawai pemerintah. Konsekuensinya dua macam.

Pertama, hanya anak laki-laki yang diterima dan kedua, anak priyayi diberikan prioritas utama. Maka anak-anak perempuan mengalami berbagai macam rintangan dalam mengikuti kegiatan pendidikan formal. Agama Islam, agama mayoritas penduduk Jawa pada masa itu masih ortodoks dan menentang pendidikan formal untuk gadis-gadis. Adat istiadat tradisional juga kurang mneyetujui pendidikan untuk kaum wanita. Penduduk sendiri melihat tidak ada manfaat untuk mendidik gadis-gadis dengan cara yang sama dengan kaum pria. Gadis-gadis memiliki peranan penting terhadap rumah tangga dan di sawah. Maka karena itu jumlah murid pria jauh lebih banyak dibanding murid perempuan. Pada tahun 1877 hanya 25 anak wanita terdaftar di sekolah pemerintah di banding dengan 12.498 anak pria. Pada tahun 1888 terdapat 30.767 anak laki-laki akan tetapi hanya 276 anak perempuan di sekolah. Jika dilihat dari tahun 1877 sampai 1888 terdapat peningkatan untuk kaum perempuan mengenyam pendidikan walaupun halanga-halangan sosial masih terlampau kuat untuk mengijinkan anak wanita menikmati kesempatan belajar yang sama seperti anak pria.

Selain penerimaan murid menurut jenis kelamin terdapat pula kebijakan penerimaan murid menurut kedudukan sosial seperti memberikan prioritas pada anak-

(5)

anak priyayi untuk memenuhi kebutuhan mereka akan pegawai. Pada waktu sekolah menyediakan tempat yang lebih banyak daripada yang dapat di isi oleh anak kaum ningrat karena itu anak orang baisa makin banyak mmasuki sekolah. Pada tahun 1888 sejumlah 5.824 atau 16% dari murid adalah aristrokasi dan pegawai yang dipandang sebagai priyayi sedangkan 84% dari anak-anak dari kalangan orang biasa.

Perbandingan jumlah sekolah menunjukkan bahwa setidak-tidaknya sampai 1892 lebih banyak sekolah diluar Jawa daripada di Jawa. Pada tahun 1877 di Jawa terdapat 205 sekolah, di luar Jawa 311. Samapi 1892 jumlah sekolah tidak bertambah akibat krisis ekonomi. Jumlah sekolah yang banyak di luar Jawa disebabkan oleh kegiatan misisonaris, khususnya dibagian Timur Indonesia. Pada tahun 1882 di Minaha terdapat 111 sekolah sedangkan di keresidenan Jakarta hanya 6 buah. Akan tetapi sesudah 1892 Jawa lambat laun menjadi pusat pendidikan dalam segala aspek. ( Nasution, 2008:48)

Sedangkan menurut Islam awal mula ilmu pengetahuan muncul adalah ketika manusia sudah mulai berfikir, fikr adalah penerjemahan bayang-bayang dibalik perasaan dan aplikasi akal di dalamnya untuk pembuatan analisa dan sintesa. Inilah arti kata af-idah dalam firman Allah ta’ala dalam surat Al-mulk ayat 23: “ dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan akal” Fu-ad inilah yang disebut dengan pemikiran. Dunia dan benda-benda yang ada dimuka bumi menyebabkan tindakan-tindakan makhluk hidup yang teratur dan tertib sedangkan tindakan-tindakan yang tidak teratur dan tertib adalah tindakan makhluk selain manusia.

Mengetahui benda-benda yang ada (hawadist) baik secara alami maupun melalui cara yang dipersiapkan. Bila seseorang bermakasudinngin membuat suatu benda, ia harus mengetahui sebab atau akibat, atau hal-hal yang berhubungan dengan benda tersebut, maka bila seorang manusia dalam berpikir telah mencapai prinsip yang terakhir dalam kedua dan memulai pekerjaan yang akan memulai dalam prinsip yang terakhir dalam pemikirannya. Misalnya seorang berpikir untuk membuta atap yang akan dijadikan tempat untuk bernaung. Dengan otaknya dia akan berpndah tentang atap ke dinding yang akan menyanggahnya, kemudia ke fondasi yang akan menjadi dasar bagi dinding itu. Disini pikirannyapun akan berakhir dan dia mulai mengerjakan fondasi lalu dinding kemudia atap. Atap merupakan pekerjaannya yang akhir dari pikiran, dan permulaan pikiran merupakan akhir dari pekerjaan (Ahmadie, 1986:524)

(6)

Jika dalam perspektif umum sejarah pendidikan ketika Indonesia dijajah oleh belanda dan penjajah menularkan ilmu pengetahannya tentang dunia dan masyarakat menerima pengetahuan itu dengan berperan sebagai murid dan yang lain menjadi guru, berbeda dengan perspektif Islam bahwa ilmu pengetahuan muncul ketika manusia mulai berfikir. Berfikir tentang apa dan bagaimana, tentang sebab atau akibat dari benda-benda yang ada di lingkungan mereka. Bisa disimpulkan bahwa manusia mendapatkan ilmu pengetahuan pertamanya melalui cara berfikir dan mendapatkan pendidikan dengan cara mencari ilmu dari teks-teks tulisan orang lain ataupun dari orang lain yang berperan sebagai gurunya.

3. Unsur-unsur pendidikan a. Pendidik

Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Menurut Ahmad D. Marimba Pendidik ialah orang dewasa yang memiliki hak dan kewajiban dalam memikul tanggung jawab untuk mendidik peserta didik (Marimba, 1989: 35). Seorang pendidik hendaknya mengetahui bagaimana cara murid belajar dengan baik dan berhasil, oleh karena itu Zakiah Daradjat (2005: 15-16) mengemukakan unsur-unsur yang perlu diperhatikan oleh seorang pendidik yang meliputi:

Kegairahan dan kesediaan untuk belajar, membangkitkan minat belajar, menumbuhkan sikap dan bakat yang baik, mengatur proses belajar mengajar, berpindahnya pengaruh belajar dan pelaksanaanya ke dalam kehidupan nyata, hubungan manusiawi dalam proses belajar. Dari sini dapat disimpulkan bahwa seorang pendidik dalam mengajar bukan hanya terbatas pada penyampaian ilmu pengetahuan dan keterampilan saja, akan tetapi juga melakukan pembinaan-pembinaan yang diperlukan untuk mengembangkan seluruh kepribadian peserta didik. Sementara itu, menurut Ahmad Tafsir (2007: 74-75), orang yang paling bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik adalah orangtua (ayah dan ibu) anak didik. Tanggung jawab itu sekurang- kurangnya oleh dua hal: Pertama kodrat, yaitu karena orangtua ditakdirkan menjadi orangtua anaknya, dan karena itu ditakdirkan pula bertanggung jawab mendidik anaknya; Kedua, karena kepentingan orangtua, yaitu orangtua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya, sukses anaknya adalah sukses orangtua juga. Namun, karena perkembangan pengetahuan, keterampilan, sikap serta kebutuhan hidup sudah sedemikian luas, dalam, dan rumit, maka orangtua tidak mampu lagi melaksanakan sendiri tugas-tugas dalam mendidik anak. Oleh karena itu, tugas-tugas orangtua diserahkan kepada sekolah. Dalam hal ini guru sebagai

(7)

tenaga pendidik menggantikan orang tua di rumah untuk mendidik anak agar menjadi manusia yang dewasa.

Guru sebagai seorang pendidik adalah orang yang memberikan ilmunya kepada peserta didik sehingga peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan yang seluas-luasnya.

Selain memberikan pengajaran, seorang guru pun memberikan pendidikan dengan mentransformasikan nilai-nilai dan pembentukkan kepribadian sehingga peserta didik mewarisi nilai-nilai luhur dan dapat menjalankan kehidupan dengan sebaik-baiknya. Guru merupakan orang yang paling berjasa dalam memajukan negara ini. Tanpa seorang guru tidak akan ada orang-orang yang berkualitas yang memajukan negara, baik itu dari sektor pendidikan, ekonomi, maupun sektor lainnya. Karena bagaimanapun, tinggi atau rendahnya kebudayaan suatu masyarakat tergantung pada pendidikan dan pengajaran yang diperoleh dari seorang guru. Dengan demikian, dapatlah kita ketahui bahwa tugas seorang guru merupakan tugas yang berat, oleh karena itu negara mengatur syarat-syarat untuk menjadi seorang guru yang tertera dalam UU No. 12 tahun 1954 bahwa syarat utama untuk menjadi guru, selain ijazah dan syarat-syarat yang mengenai kesehatan jasmani dan rohani, juga harus bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkelakuan baik, bertanggung jawab, dan berjiwa nasional (Purwanto, 2007: 139).

Seorang guru pun harus berlaku adil, percaya dan suka kepada murid-muridnya, sabar dan rela berkorban, bersikap baik terhadap guru-guru lainnya, bersikap baik terhadap masyarakat, menguasai mata pelajarannya, suka kepada mata pelajaran yang diberikannya, dan berpengetahuan luas (Purwanto, 2007: 143). Selain itu, terdapat empat kompetensi guru dalam Pasal 28 ayat 3 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 yang meliputi:

Kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial (Yamin, 2006: 79). Semua syarat-syarat menjadi guru tersebut, merupakan sebagai upaya untuk menciptakan tenaga pendidik yang profesional untuk kemajuan bangsa dengan mendidik anak-anak penerus bangsa dengan baik. Selain itu, seorang guru harus memiliki kepribadian yang baik.

Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak-anaknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak-anaknya, terutama bagi anak didik yang masih kecil dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa. Kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak, sukar dilihat atau diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi dan aspek kehidupan. Misalnya dalam tindakannya, ucapan, caranya

(8)

bergaul, berpakaian dan dalam menghadapi setiap persoalan, baik yang ringan maupun yang berat (Daradjat, 2005: 9).

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang pendidik adalah orang yang membimbing dan memimpin anak didik dalam proses belajar mengajar, tidak hanya bertugas memberikan pengajaran yang mentransformasikan ilmu pengetahuan, melainkan juga bertugas membentuk kepribadian peserta didik menjadi manusia yang susila dan beradab, oleh karena itu seorang pendidik harus dibekali dengan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, menguasai ilmu pengetahuan yang luas serta dapat mempraktekan pendidikan yang menjadi bidang spesialisnya. Karena pendidik adalah orang yang selalu dipandang dan dicontoh oleh anak didiknya. Dalam hal ini, seorang pendidik harus mengenal dan memahami serta mentaati norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Karena sebelum mendidik peserta didik agar menjadi manusia susila, pendidik harus terlebih dahulu menjadi manusia susila.

b. Peserta Didik

Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. pandangan modern cenderung menyebut demikian oleh karena peserta didik (tanpa pandang usia) adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya. Selaku pribadi yang memiliki ciri khas dan otonomi, yang ingin mengembangkan diri (mendidik diri) secara terus-menerus guna memecahkan masalah hidup yang dijumpai sepanjang hidupnya. Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik ialah: 1) Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik. 2) Individu yang sedang berkembang 3) Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan pelakuan manusiawi. 4) Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan yaitu orang tua, guru, pemimpin program pembelajaran, pelatihan, dan masyarakat atau organisasi.

Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba (1989: 30-31) peserta didik adalah seseorang yang belum dewasa baik secara jasmani maupun rohani. Ia mempunyai kebutuhan- kebutuhan yang harus dipenuhi yang tidak dapat ia penuhi sendiri, melainkan masih tergantung kepada orang lain, dalam hal ini pendidik. Oleh karena itu, peserta didik menggantungkan harapannya kepada pendidik. Sifat ketergantungan ini tidak disadari oleh peserta didik, melainkan para pendidiklah sebagai orang yang bertanggung jawab yang harus memahaminya. Namun demikian, tidaklah seluruh persoalan pendidikan

(9)

tergantung kepada pendidik. Karena peserta didik memegang peranan yang penting pula.

Ia yang memiliki apa-apa yang harus dikembangkan, ia juga akan mengolah apa yang telah diajarkan oleh pendidik. Peranan ini semakin lama semakin besar, dan pada masa dewasa seluruh tanggung jawab terletak pada diri peserta didik. Maka dari itu, dalam menjalankan tugasnya, seorang pendidik harus memiliki kemampuan untuk mengetahui dan memahami keadaan peserta didik, baik dari segi fisik maupun psikis.

Peserta didik adalah manusia yang belum dewasa dan memerlukan bantuan orang lain untuk membimbingnya supaya dapat mencapai kedewasaan. Karena, walaupun peserta didik memiliki potensi yang banyak, namun apabila tidak ada yang mengarahkan dan membimbingnya, maka dia tidak akan mencapai kedewasaan jasmani dan rohani yang optimal dan tidak akan menunaikan kewajibannya sebagai peserta didik untuk mengamalkan pendidikannya. Dalam kehidupannya sehari-hari. Dalam kewajibannya sebagai peserta didik, menurut HAMKA seorang peserta didik harus berupaya memiliki akhlak mulia, baik secara vertikal maupun horizontal dan senantiasa mengembangkan potensi yang dimilikinya dengan seperangkat ilmu pengetahuan, sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang telah dianugerahkan Allah melalui fitrah-Nya (Nizar, 2008: 159).

Maka dari itu, dengan keluasan ilmu dan akhlak yang dimilikinya, peserta didik dapat memiliki wawasan yang luas, kepribadian yang baik, dan meraih kesempurnaan hidup sebagai makhluk Allah.

Oleh karena itu, menurut HAMKA dalam menuntut ilmu, hendaklah peserta didik mencari guru yang banyak pengalamannya, luas pengetahuannya, bijaksana, pemaaf, tenang dalam memberi pengajaran. Hendaklah peserta didik rindu dan cinta pada ilmu dan tidak cepat bosan dalam mencari ilmu pengetahuan, percaya pada keutamaannya dan yakin pada manfaatnya, serta dengan niat untuk mencari keridhoan Allah SWT. Karena dengan ilmu yang luas itulah, peserta didik dapat mengenal Tuhan dan membangun budi pekerti yang baik. Serta janganlah menuntut ilmu karena ingin riya, karena orang riya itu sebenarnya tidaklah menjadi orang besar, tetapi ia menjadi orang yang terhina (Hamka, 2001: 241).

Sosok pendidik yang demikian, akan sangat bermanfaat bagi peserta didik dalam mencari ilmu pengetahuan, sehingga mereka dapat menguasai ilmu pengetahuan luas dan kepribadian yang baik. Karena dengan demikian, ia akan dapat melaksanakan kewajibannya sebagai makhluk Allah yang senantiasa mengembangkan seluruh potensi yang ia miliki sebagai anugerah dari Allah untuk menjalankan segala aktifitas serta dapat bermanfaat bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Selain itu juga, menurut

(10)

HAMKA seorang peserta didik hendaklah mengakui kelebihan gurunya dan menghormatinya, karena guru itu lebih utama daripada ibu dan bapak tentang kebesaran jasanya. Ibu dan bapak mengasuh anak sejak dilahirkan, tetapi guru melatih anak supaya berguna setelah besar. Karena akal budi itu adalah laksana berlian yang baru keluar dari tambang, masih kotor dan belum berkilat. Adalah guru yang menjadi tukang gosoknya dan membersihkannya, sehingga menjadi berlian yang berharga. Meskipun guru tidak akan dikatakan lebih daripada ibu bapak, tetapi janganlah dikatakan kurang (Hamka, 2001: 247). Jadi, sudah seharusnya seorang anak menghormati dan menyayangi guru sebagaimana ia menghormati dan menyayangi orang tuanya. Karena, tanpa bantuan seorang guru, ia tidak akan mampu tumbuh dan berkembang dengan optimal untuk menjalankan kehidupan sehari-hari. Di tangan gurulah peserta didik mendapatkan pendidikan, pengajaran dan pembinaan yang dilakukan dengan senagaja maupun tidak sengaja, bahkan tidak disadari oleh guru melalui sikap, dan berbagai penampilan kepribadian guru.

Dalam mengikuti proses belajar mengajar, seorang peserta didik tidak bisa lepas dalam interaksi dengan sesamanya. Agar interaksi itu berjalan secara harmonis dan mendukung proses pendidikan, maka setidaknya ada dua kewajiban yang mesti dilakukan antara sesama peserta didik, yaitu: 1) Merasakan keberadaan mereka (peserta didik yang lain) bagaikan sebuah keluarga dengan ikatan persaudaraan). 2) Jadikan teman untuk menambah ilmu. Lakukanlah diskusi dan berbagai latihan sebagai sarana untuk menambah kemampuan intelektual sesama peserta didik (Hamka, 2001: 245-246).

Maka dengan demikian, dengan melakukan interaksi dengan peserta didik lainnya, peserta didik akan menyadari kekurangan dirinya, sehingga ia akan selalu membutuhkan peserta didik lainnya dalam upaya mencari ilmu pengetahuan yang luas dengan melakukan diskusi-diskusi untuk meningkatkan mutu ilmu pengetahuan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peserta didik adalah orang yang membutuhkan bimbingan dan pertolongan dalam mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya, sehingga ia dapat mencapai kedewasaan dan dapat bermanfaat untuk masa depannya baik untuk dirinya sendiri, masyarakat, bangsa maupun negara.

c. Kurikulum

Secara epistimologi, kurikulum berasal dari kata dalam kalimata Latin “curir” yang artinya pelari. Jadi istilah kurikulum berasal dari dunia olah raga pada zaman Romawi kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai dengan finish. Maksudnya kurikulum menjadi satu acuan untuk

(11)

memulai satu pembelajaran yang akan memandu dari awal pembelajaran sampai akhir pembelajaran. Pengertian kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran-aliran atau teori-teori pendidikan yang dianutnya. Menurut pandangan lama kurikulum merupakan kumpulan dari mata peajaran atau bahan ajar yang harus disampaikan guru atau dipeljari oleh siswa. Anggapan ini sudah ada sejak zaman dahulu (Yunani Kuno), dalam hubungan atau lingkungan tertentu pandangn itu masih terpakai sampai sekarang.

Robert S. Zais (dalam Nana Syaodih, 1988) mengatakan bahwa “Curriculum is rececourse of subject matters to be mastered” banyak orang tua bahkan guru-guru bila ditanya tentang kurikulum akan memberikan jawaban sekitar mata-mata pelajaran, lebih khusus mungkin kurkulum diartikan sebaga isi mata-mata pelajaran.

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar, materi standar, hasil belajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dan tujuan pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut serta kebutuhan lapangan kerja. Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh. Dalam proses pembelajaran, kurikulum sangat diperlukan sebagai pedoman untuk menyusun target dalam kegiatan pendidikan. Dengan kurikulum, seorang guru akan membawa peserta didik ke arah sesuai tujuan yang hendak dicapai. Pengertian kurikulum menurut pandangan lama atau pandangan tradisional adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh murid untuk memperoleh ijazah (Sanjaya, 2008: 2). Menurut Ahmad Tafsir (2007: 53), pandangan tersebut tidak terlalu salah; mereka membedakan kegiatan belajar kurikuler dari kegiatan belajar ekstrakurikuler dan kokurikuler. Kegiatan kurikuler ialah kegiatan belajar untuk mempelajari mata pelajaran wajib, sedangkan kegiatan belajar kurikuler dan ektrakurikuler disebut mereka sebagai kegiatan penyerta. Praktek kimia, fisika, biologi, kunjungan ke museum untuk pelajaran sejarah, dipandang mereka sebagai kurikuler (penyerta kegiatan belajar bidang studi). Bila kegiatan itu tidak berfungsi penyerta, seperti pramuka dan olahraga (di luar bidang studi olahraga), maka ini disebut mereka kegiatan di luar kurikulum (kegiatan ekstrakurikuler). Berbeda dengan pandangan lama, pengertian kurikulum menurut pandangan modern adalah kurikulum bukan hanya mata pelajaran saja,

(12)

tetapi meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang menjadi tanggung jawab sekolah (Hamalik, 2007: 4).

Di dalam pendidikan, kegiatan yang dilakukan siswa dapat memberikan pengalaman belajar, atau dianggap sebagai pengalaman belajar, seperti berkebun, olahraga, pramuka, dan pergaulan selain mempelajari bidang studi. Semua itu merupakan pengalaman belajar yang bermanfaat. Pandangan modern berpendapat bahwa semua pengalaman belajar itulah kurikulum. Atas dasar ini maka inti kurikulum adalah pengalaman belajar. Ternyata pengalaman belajar yang banyak pengaruhnya dalam pendewasaan anak, tidak hanya mempelajari mata-mata pelajaran, interaksi sosial di lingkungan sekolah, kerja sama dalam kelompok, interaksi dengan lingkungan fisik, dan lain- lain, juga merupakan pengalaman belajar (Ahmad Tafsir, 2007: 53). Oleh karena itu, untuk memahami kurikulum sekolah, tidak hanya dengan melihat dokumen kurikulum sebagai suatu program tertulis, akan tetapi juga bagaimana proses pembelajaran yang dilakukan anak didik baik di sekolah maupun di luar sekolah. Hal ini harus dipahami, sebab kaitannya sangat erat dengan evaluasi keberhasilan pelaksanaan suatu kurikulum, yaitu bahwa pencapaian target pelaksanaan suatu kurikulum tidak hanya diukur dari kemampuan siswa menguasai seluruh isi atau materi pelajaran seperti yang tergambar dari hasil tes sebagai produk belajar, akan tetapi juga harus dilihat proses atau kegiatan siswa sebagai pengalaman belajar (Sanjaya, 2008: 4).

Fungsi kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam hal ini, alat untuk menempuh manusia yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Pendidikan suatu bangsa dengan bangsa lain tidak akan sama karena setiap bangsa dan Negara mempunyai filsafat dan tujuan pendidikan tertentu yang dipengaruhi oleh berbagai segi, baik segi agama, ideologi, kebudayaan, maupun kebutuhan Negara itu sendiri. Dengan demikian, fungsi kurikulum yang ada di Indonesia antara lain: 1) Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. 2) Kuriulum merupakan program yang harus dilaksanakan oleh guru dan murid dalam proses belajar mengajar, guna mencapai tujuan- tujuan itu. 3) kurikulum merupakan pedoman guru dan siswa agar terlaksana proses belajar mengajar dengan baik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.

Dalam peratuan pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada bab x kurikulum pasal 36 yang berbunyi

(1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu oada standar nasional pendidikan untuk menwujudkan tujuan pendidikan nasional

(13)

(2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik

(3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:

a. Peningkatan iman dan taqwa;

b. Peningkatan akhlak mulia;

c. Peningkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta didik;

d. Keragaman potensi daerah dan lingkungan;

e. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional;

f. Tuntutan dunia kerja;

g. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni;

h. Agama;

i. Dinamika perkembanganglobal; dan

j. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan

(4) Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksuddalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

d. Proses belajar mengajar

Proses belajar mengajar Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Oleh karena itu, berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarga sendiri. Secara institusional, belajar dipandang sebagai proses “validasi”

atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang telah ia pelajari.

Adapun pengertian belajar secara kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman dengan cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti akan dihadapi siswa (Syah, 2008: 91-92). Menurut HAMKA, agar proses belajar mengajar mampu berperan dalam menciptakan peserta didik yang memiliki wawasan intelektual yang luas, maka proses interaksinya hendaknya mendorong perkembangan potensi peserta didik, sehingga ia dapat mengekspresikan seluruh kemampuan yang dimilikinya (Nizar, 2008: 185).

Oleh karena itu, dalam proses belajar mengajar seorang pendidik harus mengetahui bahwa peserta didik adalah individu yang berbeda, karena masing-masing peserta didik memiliki kemampuan baik fisik maupun psikis yang berbeda pula. Sehingga, peserta didik

(14)

mampu mengembangkan potensi yang ia miliki untuk mendapatkan pencapaian kedewasaan.

Para ahli sependapat bahwa proses belajar mengajar adalah sebuah kegiatan yang integral (utuh terpadu) antara siswa sebagai pelajar yang sedang belajar dengan guru sebagai pengajar yang sedang mengajar (Syah, 2008: 237). Para siswa dalam situasi instruksional menjalani tahapan kegiatan belajar melalui interaksi dengan kegiatan tahapan mengajar yang dilakukan guru. Namun, dalam proses belajar mengajar masa kini di samping guru menggunakan interaksi resiprokal, ia juga dianjurkan memanfaatkan konsep komunikasi banyak arah untuk menciptakan suasana pendidikan yang kreatif, dinamis, dan dialogis. (Pasal 40 ayat 2 UU Sisdiknas 2003). Dalam hal ini ada interaksi antara peserta didik dan guru sebagai pendidik melalui proses pembelajaran. Peserta didik tidak hanya menerima saja pelajaran dari pendidik, namun juga harus aktif, dan dinamis dalam memperoleh pendidikan dan pengajaran. Ia tidak hanya berkomukasi dengan guru saja, melainkan juga dengan teman- teman sebayanya. Karena dengan berperan aktif, peserta didik tidak hanya sekedar mendapatkan teori belajar saja, melainkan lebih daripada itu. Ia akan mewarisi berbagai ilmu pengetahuan praktis, juga berbagai warisan kebudayaan, pemikiran serta pembentukkan kepribadian yang berperan penting bagi kemajuan bangsa menuju masyarakat yang beradab.

Oleh karena itu diperlukan proses belajar mengajar dalam suasana multiarah. Selanjutnya, kegiatan proses belajar mengajar dipandang sebagai kegiatan sebuah sistem yang memproses input, yakni para siswa yang diharapkan terdorong secara intrinsik untuk melakukan pembelajaran aneka ragam materi pelajaran disajikan di kelas (Syah, 2008: 238).

Oleh karena itu, peran guru sangatlah penting, agar peserta didik dapat mencapai tujuan pendidikannya. Namun peran guru tidak akan dapat berjalan dengan baik, jika peserta didik tidak ikut berperan aktif dalam proses pendidikan. Karena guru sebagai tenaga pendidik, hanya membimbing dan mengarahkan peserta didik, dan yang berperan aktif adalah peserta didik itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi yang selaras antara pendidik dan peserta didik agar terciptanya keselarasan dalam mencapai tujuan pendidikan.

e. Metode Pembelajaran

Peserta didik adalah peniru dari pendidik yang meberikan ilmunya, jika cara menyampaikan ilmunya dengan satu cara yang unik maka peserta didik akan menangkap ilmu tersebut rsis seperti apa yang dilakukan oleh pendidik, oleh sebab itu pendidik harus memiliki cara yang baik dan benar dalam kegiatan transfer ilmunya tersebut, tentu harus menggunakan metode pembelajaran yang baik dan benar.

Menurut Sunhaji, M.Ag (2007), kegiatan pembelajaran adalah suatu aktivitas untuk mentransformasikan bahan pelajaran kepada subjek belajar pada konteks ini, guru

(15)

berperan sebagai penjabar dan penerjemah bahan tersebut agar dimiliki siswa. Berbagai upaya dan strategi dilakukan guru agar bahan atau materi pembelajaran tersebut dapat dengan mudah dicerna oleh subjek belajar, yakni tercapainya tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Tujuan ini merupakan gambaran perilaku yang diharapkan dimiliki oleh subjek belajar, atau hasil belajar yang diharapkan.

Sedangkan metode berasal daribahasa Yunani, yaitu methodos berasal darikata “meta”

dan “hodos”. Meta berarti melalui sedang hodos berarti jalan. Sehingga metode berarti jalan yang harus ditempuh atau cara untuk melakukan sesuatu atau prosedur (Nasution, 1995:2) adapun dala bahasa Arab, metodeini bermakna “Minhaj, al-Wasilah, al-Kaifiyah, al-Thariqah”. Semua kata ini berarti jalan atau cara yang harus ditempuh (Asnely, 1995:30). Menurut para ahli pendidikan, misalnya Winkel, menyebut metode dengan istilah prosedur didaktik. Sedangkan Abdul Ghafur menggunakan istilah strategi dengan instruksional. Semenara itu James K. Phopan mengistilahkannya dengan transaksi dan Mudhofir mengistilahkannya dengan pendekatan. Metode mengajar adalah sistem penggunaan teknik-teknik di dalam interaksi dan komunikasi antara guru dan murid dalam pelaksanaan program belajar mengajar sebagai proses pendidikan. Oleh karena itu, yang harus menjadi pedoman utama adalah bagaimana mengusahakan perkembangan anak didik yang optimal, baik sebagai perorangan maupun sebagai anggota masyarakat.

Mengenai aspek teknis metode mengajar perlu dikemukakan bermacam-macam teknik yang dapat digunakan dalam interaksi dan komunikasi itu, seperti: bermain, ceramah, tanya jawab, diskusi, peragaan, kerja kelompok (Daradjat, 2005: 41).

C. Perempuan

1. Pengertian Perempuan

Al-Qur'an, sebagai prinsip-prinsip dasar atau pedoman moral tentang keadilan tersebut, mencakup berbagai anjuran untuk menegakkan keadilan teologis (agama), ekonomi, politik, budaya, kultural termasuk keadilan gender (Fakih, 2005: 135).

Secara diskrit, di dunia ini yang diakui sebagai manusia "lumrah" adalah manusia yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Meskipun menyandang predikat sebagai manusia "lumrah", akan tetapi terdapat ketimpangan di antara keduanya, represi (penindasan) yang sungguh luar biasa. Laki-laki menguasai perempuan dalam berbagai bidang kehidupan, ini adalah realitas yang tidak bisa ditolak oleh siapapun (Hasyim, 2005:

5).

(16)

Perempuan merupakan makhluk lemah lembut dan penuh kasih sayang karena perasaannya yang halus. Secara umum sifat perempuan yaitu keindahan, kelembutan serta rendah hati dan memelihara. Demikianlah gambaran perempuan yang sering terdengar di sekitar kita. Perbedaan secara anatomis dan fisiologis menyebabkan pula perbedaan pada tingkah lakunya, dan timbul juga perbedaan dalam hal kemampuan, selektif terhadap kegiatan-kegiatan intensional yang bertujuan dan terarah dengan kodrat perempuan.

Adapun pengertian Perempuan sendiri secara etimologis berasal dari kata empu yang berarti “tuan”, orang yang mahir atau berkuasa, kepala, hulu yang paling besar (Saksono, 2005: 24/11). Namun dalam buku Zaitunah Subhan (2004: 1), perempuan berasal dari empu yang artinya dihargai. Lebih lanjut Zaitunah menjelaskan pergeseran istilah dari wanita ke perempuan. Kata wanita dianggap berasal dari bahasa Sansakerta, dengan dasar kata Wan yang berarti nafsu, sehingga kata wanita mempunyai arti yang dinafsui atau merupakan objek seks. Jadi secara simbolik mengubah penggunaan kata wanita ke perempuan adalah megubah objek jadi subjek. Tetapi dalam bahasa Inggris wan ditulis dengan kata want, atau men dalam bahasa Belanda, wun dan schen dalam bahasa Jerman.

Kata tersebut mempunyai arti like, wish, desire, aim. Kata want dalam bahasa Inggris bentuk lampaunya wanted. Jadi, wanita adalah who is being wanted (seseorang yang dibutuhkan) yaitu seseorang yang diinginkan.

Berbicara mengenai perempuan, tidak terlepas dari sosok perempuan pertama yang diciptakan Allah. Hawa (sebagai perempuan pertama) lengkap dengan semua sifat-sifat feminimnya untuk mengimbangi dan mendampingi Adam yang memiliki segala sifat maskulin. Keseimbangan ini berasal dari sifat Tuhan yang universal, yang memiliki maskulin seperti Maha Kuasa, Maha Agung, Maha Hebat, Maha Perkasa dan sebagainya, yang semuanya menunjukkan pada kebesaran, keagungan, kekuasaan serta kontrol dan maskulin. Sebaliknya selain memiliki sifat-sifat di atas, Tuhan juga memiliki sifat-sifat yang lebih menekankan pada feminitas, seperti Maha Indah, Maha Dekat, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Lembut, Maha Pengampun, Maha Pemaaf, Maha Pemberi dan sebagainya (Murata, 1999: 31). Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya Allah menciptakan makhluk yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, dan semua itu dia ciptakan supaya manusia dapat saling melengkapi satu sama lain, dan tidak ada satupun orang yang jauh lebih tinggi harkat dan martabatnya dihadapan Allah kecuali ketakwaannya. Namun perlu diketahui juga, di atas persamaan pasti ada perbedaan. Dan hal ini juga dialami oleh manusia yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan karena di dalam diri mereka terdapat perbedaan yang menonjol terutama dari

(17)

segi fisik maupun dari psikisnya. Karena bagaimanapun, Allah menciptakan makhluknya untuk saling berdampingan satu sama lain, jika semua manusia laki-laki dan perempuan sama, maka manusia sebagai makhluk sosial tidak akan ada fungsinya.

2. Karakteristik perempuan

Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.

Mengenali karakteristik perempuan itu sangat penting. Ada beberapa pembahasan untuk mengenali karakteristik perempuan, yaitu:

a. Keibuan Tipe karakter perempuan yang keibuan adalah perempuan yang pikirannya sudah dewasa. Perempuan yang sudah mempunyai karakter keibuan ini, biasanya dikarenakan adanya pengaruh dari keluarganya.

b. Mandiri Tipe kedua ini, adalah karakter perempuan yang tergolong kuat. Karena perempuan dengan tipe karakter seperti ini biasanya percaya pada diri sendiri, tidak mudah menangis atau tegar walaupun terkadang menangis di hati tetapi wajahnya tetap menampakkan bahwa tidak ada apa-apa dalam hidupnya (Grahatian, 2001: 06/02).

c. Lemah Lembut Perasaan lemah lembut perempuan membuat setiap lelaki akan merasa bergetar hatinya. Karena sesungguhnya lelaki itu luluh hatinya karena perempuan. Sikap ini terkadang akan membuat si lelaki malu di hadapan si perempuan dan akan bertekuk lutut dihadapan si perempuan. Lelaki memiliki sikap manja dan kekanak-kanakan. Oleh karena itu perempuan memiliki perasaan lemah lembut.

d. Dewasa Para pria harusnya sadar bahwa cara berfikirnya dan segala hal yang ada pada dirinya jauh lebih tertinggal dari perempuan. Ada yang meneliti bahwa Pria lebih muda dari pada wanita. Sebab itu wanita berfikirnya jauh lebih dewasa dari pada pria. Semua itu untuk mangimbangi si pria agar tidak mudah emosi dan dapat mengontrol dirinya. Dan perempuan memiliki seribu cara untuk mengimbangi sikap kekanak-kanakan dari pria.

Oleh karena itu, perempuan memiliki sikap Dewasa.

e. Lebih memakai perasaan dibandingkan Ego Perasaan adalah sesuatu yang sangat berpengaruh pada perempuan. Karena perempuan lebih menggunakan Perasaan dari pada egonya. Sedangkan Pria lebih mementingkan ego dari pada perasaan. Inilah sesungguhnya yang membuat perbedaan dan sebagai pelengkap hidup. Perasaan dan ego di padukan untuk menjalani hidup lebih bermakna. Dengan demikian, setiap perempuan mempunyai

(18)

karakter yang berbeda-beda tergantung pada tingkah laku kebiasaanya dalam kehidupan sehari-hari. Namun kebanyakan perempuan mempunyai karakter yang lemah lembut.

3. Peran perempuan

Di dalam Islam tidak ada konsep peran yang khas untuk laki-laki maupun perempuan kecuali dalam batas-batas yang menyangkut hal-hal yang khas dan yang menyangkut hak dan kewajiban masing-masing. Secara totalitas, Islam menjamin sepenuhnya hak-hak kaum perempuan. Sejumlah nash-nash dan konsep Islam dalam al-Quran menganjurkan manusia untuk menghormati dan melindungi kaum perempuan dalam perasaan cinta kasih dan tanggung jawab (Al-Hibri, 2006: 266).

ُهُلاَصِف َو ُهُلْم َح َو اًه ْرُك ُهْتَعَض َو َو اًه ْرُك ُهُّمُأ ُهْتَلَم َح اًناَس ْحِإ ِهٌَْدِلا َوِب َناَسْنلإا اَنٌَّْص َو َو َلاَق ًةَنَس َنٌِعَب ْرَأ َغَلَب َو ُهَّدُشَأ َغَلَب اَذِإ ىَّتَح اًرْهَش َنوُثلاَث ًِتَّلا َكَتَم ْعِن َرُكْشَأ ْنَأ ًِن ْع ِز ْوَأ ِّبَر

َكٌَْلِإ ُتْبُت ًِّنِإ ًِتٌَِّّرُذ ًِف ًِل ْحِلْصَأ َو ُهاَض ْرَت اًحِلاَص َلَمْعَأ ْنَأ َو َّيَدِلا َو ىَلَع َو ًََّلَع َتْمَعْنَأ ( َنٌِمِل ْسُمْلا َنِم ًِّنِإ َو ٥١

)

Artinya: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai;

berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah

diri."

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

Peran perempuan dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Selain berperan sebagai ibu dan istri yang sudah merupakan kodrat seorang perempuan yang telah berumah

(19)

tangga. Kehidupan wanita terus berkembang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Perempuan turut ikut serta membawa perubahan yang tidak sedikit bagi perkembangan bangsa Indonesia. Pada masa-masa revolusi fisik, seluruh lapisan masyarakat saling bahu- membahu bersama para pejuang untuk menggapai dan mempertahankan kemerdekaan. Dapat dipastikan bahwa kaum perempuan Indonesia pun turut membantu bahkan terjun langsung dan terlibat dalam perjuangan, mengabdikan seluruh hidupnya untuk kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia tercinta. Dari fakta-fakta sejarah kita peroleh gambaran yang menarik perhatian yang berhubungan dengan kedudukan dan peranan perempuan di Indonesia.

Kaum perempuan Indonesia tidak hanya memiliki peranan ternyata juga bisa memperoleh kedudukan, wewenang dan kekuasaan tertinggi sebagai kepala negara.

Disamping itu, mereka juga telah berkiprah di berbagai bidang yang sering dianggap sebagai dunia laki-laki. Hal ini bertentangan sekali dengan gambaran umum yang ada tentang masyarakat Indonesia masa lalu, dimana kaum perempuan tidak memiliki peranan dan mereka hanya memiliki kedudukan yang rendah dan hidup terkekang. Oleh karena itu, dengan berbagai cara, para tokoh pergerakan perempuan tersebut berusaha untuk menyadarkan kaum perempuan akan kedudukan dan perannya dalam masyarakat. Mereka menyadari bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong kemajuan perempuan. Mereka berharap, kaum perempuan sebangsanya dapat sadar akan hak dan kewajibannya. Sehingga, kaum perempuan dapat ikut berperan untuk memajukan bangsa dan negaranya.

4. Hak dan kewajiban perempuan dalam pendidikan a. Hak Perempuan daam pendidikan

Moh. Roqib dalam bukunya yang berjudul pendidikan perempuan menjelaskan bahwa perempuan adalah makhluk penuh misteri, kontroversial, dan paling kurang dipahami sekaligus disalah tafsirkan akan tetapi perempuan bisa diibaratkan juga sebagai mysterium fascinorum, misteri yang menawan. (Roqib, 2003:

21). Rumusan pendidikan yang baik dan benar, nilai Islam dapat disebarkan keseluruh penjuru. Islam membawa asas persamaan (kemanusian), kebebasan, demokrasi, dan keadilan, sebuah tema sentral yang universal. Pendidikan adalah penegak kemanusian yang berperadaban tinggi, pendidikan tidakbisa lepas dari kehidupan sosial artinya pendidikan untuk kesejahteraan manusia dan akhirat sehingga perlu diaplikasikan.

Karenanya, proses belajar mengajar merupakan kebutuhan penting hidup manusia.

Hal ini harus dirasakan oleh setiap individu baik laik-laik maupun perempuan tanpa

(20)

pandang bulu. (Roqib, 2003: 44). Seperti dalam ayat al-Quran dibawah ini yang menerngkan tentang keadilan bagi perempuan dan laki-laki:

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

b. Kewajiban perempuan dalam pendidikan

Ajaran Islam mewajibkan kepada setiap umat manusia baik itu laki- laki ataupun perempuan untuk menuntut ilmu (Anwar, 2007: 93). Sebagaimana dalam hadits Rasul yang ditegaskan bahwa menuntut ilmu itu adalah wajib bagi setiap laki- laki dan perempuan.

Artinya: “Tuntutlah ilmu dari dalam buaian hingga ke liang lahad”

Dengan demikian maka tidak ada perbedaan gender dalam rangka memperoleh ilmu, dan ditegaskan pula oleh Nabi bahwa barangsiapa ingin memperoleh kebahagiaan didunia maka hendaklah dengan ilmu, barangsiapa menghendaki kebahagiaan di akhirat maka hendaklah dengan ilmu, dan barangsiapa yang menghendaki kebahagiaan keduanya maka hendaklah dengan ilmu.

Para perempuan di zaman Nabi SAW. menyadari benar kewajiban menuntun ilmu, sehingga mereka memohon kepada Nabi agar beliau bersedia menyisihkan waktu tertentu dan khusus untuk mereka agar dapat menuntut ilmu pengetahuan.

Permohonan ini tentu saja dikabulkan oleh Nabi Muhammad SAW. Al-Quran memberikan pujian kepada ulul albab, yang berzikir dan memikirkan kejadian langit dan bumi. Zikir dan pemikiran menyangkut hal tersebut mengantarkan manusia mengetahui rahasia-rahasia alam raya. Mereka yang dinamai ulul albab tidak terbatas

(21)

pada kaum lelaki saja, melainkan juga kaum perempuan. Hal ini terbukti dari lanjutan ayat di atas, yang menguraikan tentang sifat-sifat ulul albab. pengetahuannya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, sehingga menjadi rujukan sekian banyak tokoh lelaki. Istri Nabi, Aisyah R.A., adalah salah seorang yang mempunyai pengetahuan sangat dalam serta termasyhur pula Sejarah membuktikan bahwa banyak wanita yang sangat menonjol sebagai seorang kritikus, sampai-sampai ada ungkapan terkenal yang dinisbahkan oleh sementara ulama sebagai pernyataan Nabi Muhammad SAW: Ambillah setengah pengetahuan agama kalian dari Al-Humaira, (yakni Aisyah). Demikian juga As-Sayyidah Sakinah putri Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib. Kemudian, Al-Syaikhah Syuhrah yang bergelar “Fakhr Al-Nisa”, (Kebanggaan Perempuan) adalah salah seorang guru Imam Syafi'i, tokoh mazhab yang pandangan-pandangannya menjadi panutan banyak umat Islam di seluruh dunia.

Selain itu wanita yang mempunyai kedudukan ilmiah yang sangat terhormat ialah Al- Khansa' dan Rabi'ah Al-Adawiyah (Shihab, 2014: 3-4).

Rasulullah SAW. tidak membatasi kewajiban belajar hanya kepada perempuan-perempuan merdeka (yang memiliki status sosial tinggi), tetapi juga para budak belian dan mereka yang bersatus sosial rendah. Karena itu sejarah mencatat sekian banyak perempuan yang tadinya budak belian kemudian mencapai tingkat pendidikan yang sangat tinggi. Dengan demikian setiap umat manusia baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan baik. Karena pendidikan merupakan salah satu dasar untuk memperoleh ilmu pengetahuan, dengan ilmu pengetahuan kita bisa mengetahui tentang mana hal yang baik dan hal yang buruk serta mendapatkan wawasan yang luas.

D. Pendidikan Perempuan

1. Kebutuhan Perempuan Dalam Pendidikan

Dalam beberapa dekade yang lalu, perempuan tidak memiliki tempat dalam mendapat hak-haknya dalam dunia pendidikan. Kini dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta berkembangnya isu demokrasi dan gender pada umumnya, maka perempuan mulai berkembang dan mendapatkan akses pendidikan. Di Indonesia, sebetulnya pendidikan perempuan sudah dimulai sejak perjuangan R.A. Kartini untuk memperoleh status sebagai pelajar. Seperti halnya yang telah penulis kemukakan bahwa pendidikan merupakan hal yang tidak boleh tidak harus diberikan. Melalui pendidikan, kaum perempuan harus

(22)

diyakinkan mengenai perlunya perubahan-perubahan yang akan memajukan kaum perempuan dalam berbagai segi kehidupan (Chabaud, 1984: 8).

Dengan demikian, perempuan memiliki hak yang wajib dipenuhi. Hak tersebut adalah dalam memperoleh pendidikan. Karena sebenarnya, yang menyebabkan kemerosotan masyarakat seluruhnya, hanyalah disebabkan merosotnya kaum perempuan, sebab mereka menjadi manusia yang bodoh dan tidak terdidik sebagaimana mestinya, sehingga didikan mereka rusak dan inilah yang menimbulkan akhlak yang kurang sempurna kebaikan serta kemuliannya. Maka dari itu wajib memberikan pengajaran dan pendidikan kepada putri- putri dan para gadis remaja dengan tekun dan penuh tanggung jawab. Dengan melaksanakan itu, sudah dapat menguasai suatu urusan yang terpenting dan akan diikuti pula oleh amal perbuatan yang lain-lain yang seluruhnya adalah berupa amalan yang shalih dan diridhoi Allah SWT (Ghalayini, 1998: 291).

Maka dari itu, penulis menyimpulkan bahwa pendidikan bagi kaum perempuan adalah kebutuhan berskala nasional, bahkan internasional. Mengingat peranan serta tugas dan kontribusi yang telah perempuan berikan, baik untuk dirinya sendiri, keluarga, lingkungan sekitar bahkan untuk negaranya. Kita jangan memandang rendah kemampuan seorang perempuan. Karena bagaimanapun juga perempuanlah yang mendidik anak-anaknya dengan perannya sebagai ibu dan pendidik pertama dan utama. Perempuanlah yang mendorong kesuksesan seorang laki-laki dalam arti suaminya. Tidak hanya itu, perempuan pun ikut serta dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia, yang berjuang melawan penjajah. Terbukti dengan banyaknya catatan sejarah pahlawan nasional perempuan seperti Cut Nyak Dien, Cut Muetia, dalam bidang pendidikan, antara lain R.A. Kartini, Dewi Sartika, Rahmah El Yunisiah, Raden Ayu Lasminingrat, dan lain-lain.

2. Pemikiran Pendidikan Perempuan di Indonesia

Seperti pada pembahasan sebelumnya bahwa perempuan banyak mempunyai jasa dalam kemerdekaan Indonesia, termasuk juga perjuangan perempuan dalam bidang pendidikan. Tokoh pemikiran pendidikan perempuan di Indonesia begitu banyak, namun dalam pembahasan ini hanya beberapa tokoh perempuan yang akan dijelaskan, di antaranya:

a. Raden Ajeng Kartini

Seseorang dari lingkup kelas bangsawan Jawa, putrid Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat bupati jepara. Kartini merupakan putrid yang lahir dari istri pertama yang bernama M.A. Ngasirah. Putri dari Nyai Hj. Siti Aminah dan KH. Madirono yang merupakan guru agama di Telukawur-Jepara (Azizah, 2011: 32). Di usia dua belas tahun

(23)

R.A Kartini mendapat kesempatan untuk bersekolah di Europese Lagere School (ELS). Di sekolah tersebut R.A. Kartini belajar bahasa Belanda. Karena bisa berbahasa Belanda, R.A.Kartini menulis surat kepada teman-teman Korespondensi yang berasal dari Belanda.

Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa R.A.Kartini tertarik pada kemajuan berfikir perempuan Eropa.

Dari bacaan-bacaan yang dipelajari, hasrat R.A.Kartini untuk memajukan perempuan pribumi yang berbeda pada status sosial rendah itu mulai tumbuh. Perhatiannya terhadap perempuan pribumi tidak sekedar persoalan emansipasi wanita, namun juga masalah sosial umum.

R.A.kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi, dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Dengan demikian, dapatlah terlihat tujuan Kartini adalah berusaha memajukan bangsa dan merintis jalan bagi kaum perempuan, menjadikan perempuan menjadi manusia yang beradab. Mendidik dan mencerdaskan kaum perempuan, serta membangkitkannya dari dasar yang paling dangkal, menuju pusaran tinggi dalam kehidupannya. Lebih lanjut R.A.Kartini mengungkapkan orang yang sanggup melakukan hal banyak dan berusaha memajukan kecerdasan budi, dan mempertinggi derajat manusia ialah perempuan sendiri, ibu; karena pada haribaan si ibulah manusia akan mendapat didikan yang pertama, oleh karena disanalah pangkal anak itu belajar merasa, berfikir, dan berkata, dan didikan yang pertama kali, pastilah sangat berpengaruh bagi penghidupan seseorang. “Peranan seorang Ibu bagi peradaban”, masyarakat, rumah tangga dan untuk dirinya sendiri (Sastroatmojo, 2005: 38). Oleh karena itu, di tangan perempuanlah tercipta sebuah peradaban baru yang akan menyongsong meraih masa depan yang lebih baik. Dengan penuh cita-cita yang tak pernah goyah maupun sedetik pun lepas dari tangan, Kartini betapa menebar cinta kepada kemanusiaan, cita-citanya dalam upaya pemberdayaan kaum perempuan merupakan perjalanan yang tak kenal mati, yang senantiasa segar, berkelopak, dan merekah sepanjang zaman.

b. Rahmah El Yunisiah

Dilahirkan pada 20 Desember 1900 di Padang Panjang, Sumatera Barat. Ia adalah putri bungsu dari pasangan Syaikh Muhammad Yunus dan Rafi’ah. Ayahnya adalah seorang kadi di Pandai Sikat yang juga ahli ilmu falak. Kakeknya adalah Syaikh Imaduddin, ulama terkenal di Minangkabau sekaligus tokoh tarekat Naqsanbandiyah.

Perempuan, dalam pandangan Rahmah El Yunusiyah, mempunyai peran penting dalam kehidupan. Perempuan adalah pendidik anak yang akan mengendalikan jalur kehidupan mereka selanjutnya. Atas dasar itu, untuk meningkatkan kualitas dan memperbaiki

(24)

kedudukan perempuan diperlukan pendidikan khusus kaum perempuan yang diajarkan oleh kaum perempuan sendiri. Dalam hal ini perlu adanya upaya untuk meningkatkan kemampuan kaum perempuan, baik di bidang intelektual, kepribadian ataupun keterampilan.

Rahmah El Yunisiah mendirikan sekolah Diniyah Putri pada 1923, agar dapat memperluas misi kaum modernis untuk menyediakan sarana pendidikan bagi kaum perempuan yang akan menyiapkan mereka menjadi warga yang produktif dan muslim yang baik (Burhanuddin, 2004:74). Ia menciptakan wacana baru di Minangkabau, dan meletakkan tradisi baru dalam pendidikan bagi kaum perempuan di kepulauan Indonesia.

Diniyah Putri adalah akademi agama pertama bagi putri yang didirikan di Indonesia.

Tujuan akhir Rahmah adalah meningkatkan kedudukan kaum perempuan dalam masyarakat melalui pendidikan modern yang berlandaskan prinsip-prinsip Islam. Ia percaya bahwa perbaikan posisi kaum perempuan dalam masyarakat tidak dapat diserahkan kepada pihak lain, hal ini harus dilakukan oleh kaum perempuan sendiri (Tp, 1978: 180). Melalui lembaga seperti itu, ia berharap bahwa perempuan bisa maju, sehingga pandangan lama yang mensubordinasikan peran perempuan lambat laun akan hilang dan akhirnya kaum perempuan pun akan menemukan kepribadiannya secara utuh dan mandiri dalam mengemban tugasnya sejalan dengan petunjuk agama. Selain sebagai pendidik, Rahmah juga merupakan seorang pejuang. Dialah orang pertama yang mengibarkan bendera merah putih di sekolahnya setelah mendengar berita proklamasi kemerdekaan Indonesia. Dibawah kepemimpinan Rahmah, Diniyah Putri berkembang pesat. Keberhasilan lembaga ini mendapat perhatian dan pujian dari berbagai tokoh pendidikan, pemimpin nasional, politikus, dan tokoh agama, baik dari dalam maupun luar negeri. Untuk itu pada tahun 1957 Rahmah memperoleh gelar Syaikhah dari Senat Guru Besar Universitas Al-Azhar, Mesir.

c. Dewi Sartika

Pendidikan perempuan pada zaman Pemerintahan Hindia-Belanda tidak diperhatikan bahkan perempuan tidak diwajibkan untuk menikmati pendidikan di sekolah, apalagi perempuan yang dari kalangan petani dan pedagang. Kemudian dengan munculnya Raden Dewi Sartika dari Bandung, perempuan mulai mendapatkan keadilan dalam mengenyam pendidikan. Hal tersebut yang melatarbelakangi penelitian tentang tokoh pendidikan perempuan di Bandung dalam memperjuangkan pendidikan kaum perempuan serta memberikan kontribusi berupa mendirikan sekolah khusus perempuan. Penelitian ini bertujuan untuk memgetahui pendidikan perempuan di Indonesia dari zaman pemerintahan

(25)

Hindia-Belanda sampai Kemerdekaan, menggambarkan riwayat hidup Raden Dewi Sartika meliputi latar belakang keluarga serta pendidikannya, dan memahami kontribusi perjuangan Raden Dewi Sartika terhadap pendidikan perempuan di Indonesia.

Raden Dewi Sartika merupakan Pahlawan Nasional yang berasal dari Bandung dan telah mengembangkan pendidikan bagi kaum perempuan. Tepatnya pada tahun 1904, telah berdiri sebuah lembaga pendidikan yang khusus diperuntukkan bagi kaum perempuan.

Sekolah ini bernama Sakola Kautamaan Istri, didirikannya sekolah ini karena kondisi kaum perempuan yang seringkali mendapat perlakuan diskriminatif dalam memperoleh pendidikan. Penelitian ini merupakan penelitian studi tokoh. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif, sumber data yang digunakan ialah sumber data primer dan sekunder yang diperoleh dari Yayasan Raden Dewi Sartika Bandung. Teknik pengumpulan datanya mengggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Beliau memilki cita-cita yang besar untuk memajukan pendidikan kaum perempuan khususnya di wilayah Pasundan, kemudian beliau mewujudkan cita-citanya dengan mendirikan sekolah Kautamaan Istri. Sekolah Kautamaan Istri sekarang ini menjadi Yayasan Raden Dewi Sartika yang memiliki tiga lembaga pendidikan yaitu Taman Kanak- kanak (TK) Dewi Sartika, Sekolah Dasar Swasta (SDS) Dewi Sartika, Sekolah Menengah Pertama Swasta (SMPS) Dewi Sartika. Yayasan Dewi Sartika saat ini diketuai oleh Dra.

Hj. Yooce Yovrida Krisnawati. Kontribusi yang diberikan oleh Raden Dewi Sartika kepada rakyat Bandung berupa bangunan sekolah. Sedangkan untuk pendidikan kaum perempuan Indonesia, Raden Dewi Sartika memberikan perjuangan untuk mengangkat derajat kaum perempuan agar dapat memperoleh hak yang sama dengan laki-laki dalam mengenyam pendidikan.

d. Rohana Kuddus

Rohana Kuddus dikenal sebagai perempuan Islam yang taat pada agamanya dan ia giat mempelopori emansipasi perempuan. Selain sebagai pendidik ia pun adalah wartawan perempuan pertama di Indonesia. Sebagaimana dikemukakan I. Djumhur dan H.

Danasuparta (1976), pada tahun 1896 (pada usia 12 tahun) Rohana telah mengajarkan membaca dan menulis (bahasa Arab dan Latin) kepada teman-teman gadis sekampungnya.

Pada tahun 1905 ia mendirikan sekolah gadis di kota Gedang. Pada tanggal 11 Februari 1911 ia mempin perkumpulan wanita Minangkabau yang diberi nama “kerajinan amai setia” yang kemudian dijadikan nama sekolahnya, Rohana juga berjuang menerbitkan surat kabar khusus perempuan.

(26)

Referensi

Dokumen terkait

Mengingat karya yang diciptakan semata-mata tidak mengedepankan bentuk dan teknik belaka, melainkan juga memperkuat isi atau pesan yang hendak disampaikan, maka, apa yang

Hasil penelitian yang diperoleh dari 40 penelitian terhadap tes kemahiran membaca cepat siswa kelas X Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 4 Tanjungpinang Tahun Pelajaran

Tujuan khusus penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui informasi apa yang diperlukan mahasiswa Departemen Pendidikan Bahsa Asing (DPBA), (2) untuk mengetahui asal sumber

Peserta didik dapat menjelaskan fungsi peralatan dan bahan yang diperlukan untuk membuat kerajinan jahit dan sulam1. Peserta didik dapat menjelaskan macam-macam produk benda

Oleh karena itu, para guru yang bertugas mengelola pembelajaran biologi di sdc:olah di sam ping perlu memahami tentang pengembangan Silabus, guru juga perlu memahami

Namun belum banyak penelitian yang menunjukkan hubungan antara kadar Pb udara dengan tingkat inteligensi khususnya terhadap siswa sekolah dasar di kota... Berikut

Rasa empati akan mendorong kita untuk dapat menyampaikan pesan (message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan (receiver) menerimanya. Sebelum kita membangun

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir dengan judul ANALISA KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET LIMBAH INDUSTRI KELAPA SAWIT DENGAN VARIASI PEREKAT