i
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
MENINGKATKAN KEMAMPUAN SPASIAL DAN SELF-EFFICACY SISWA SMP MELALUI MODEL KOOPERATIF STAD
BERBANTUAN WINGEOM
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh
ARCAT 1101164
ii
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG 2013
MENINGKATKAN KEMAMPUAN SPASIAL DAN SELF-EFFICACY SISWA SMP MELALUI MODEL KOOPERATIF STAD BERBANTUAN
WINGEOM
Oleh ARCAT
S.Pd Universitas Riau Pekanbaru, 2010
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Matematika
© Arcat, 2013
Universitas Pendidikan Indonesia Juli 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
iii
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
LEMBAR PENGESAHAN
MENINGKATKAN KEMAMPUAN SPASIAL DAN SELF-EFFICACY SISWA SMP MELALUI MODEL KOOPERATIF STAD
BERBANTUAN WINGEOM
Oleh:
Arcat 1101164
Disetujui dan disahkan oleh:
Pembimbing I
Dr. Kusnandi, M.Si.
Pembimbing II
Dr. Stanly Dewanto, M.Pd.
Mengetahui:
iv
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
vii
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK
Arcat. (2013). Improved Spatial Ability and Self-Efficacy Junior High School Students Through Cooperative Model STAD Wingeom Assisted.
This research will be revealed differences increase in spatial ability and self-efficacy among students who obtain STAD cooperative learning models aided by Wingeom with students who obtain conventional learning. The study was quasi-experimental. The samples in this study were eighth grade students from two classes at one of public secondary school in West Bandung district. The research instrument consists of a set of tests of spatial ability, self-efficacy questionnaire scales, and observation sheets. The study design used Non Equivalent Control Group Design. Both classes were given pretest and posttest on spatial ability. At the end of the meeting, both classes were given questionnaires in the form of student self-efficacy scale. Research hypotheses were tested through parametric test (t-test) and non-parametric tests (Mann-Whitney test). The results showed that an increase in spatial ability and self-efficacy of students who obtain STAD cooperative learning models aided by Wingeom better than students who obtain conventional teaching
viii
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Rumusan Masalah ...8
C. Tujuan Penelitian ...8
D. Manfaat Penelitian ...8
E. Definisi Operasional ...9
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Spasial Matematis ...11
B. Self-Efficacy ... 13
C. Model Pembelajaran Kooperatif ...20
D. Program Wingeom ...27
E. Pembalajaran Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom ...29
F. Penelitian yang Relevan ...35
G. Pembelajaran Konvensional ...37
H. Hipotesis Penelitian ...38
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ...39
B. Populasi dan Sampel Penelitian ...39
C. Variabel Penelitian ...40
D. Instrumen Penelitian ...40
1. Tes Kemampuan Spasial Matematis ...40
2. Skala Self-Efficacy Siswa ...41
3. Teknik Analisis Instrumen ...42
E. Prosedur Penelitian ...47
F. Teknik Pengumpulan Data ...48
G. Teknik Pengolahan Data ...49
1. Teknik Analisis Data Kuantitatif ...49
2. Teknik Analisis Data Skala Self-Efficacy ...51
ix
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1. Analisis Hasil Pengolahan Data Kuantitatif ...54
a. Analisis Pretes Kemampuan Spasial Matematis (KSM) ... 55
1) Uji Normalitas Pretes KSM ...56
2) Uji Perbedaan Rata-rata Pretes KSM ...57
b. Analisis Postes Kemampuan Spasial Matematis ...57
1) Uji Normalitas Postes SKM ...58
2) Uji Perbedaan Rata-rata postes KSM ...59
c. Analisis N-gain Kemampuan Spasial Matematis ...60
1) Uji Normalitas N-gain ...61
2) Uji Perbedaan Rata-rata N-gain KSM ...62
2. Analisis Hasil Pengolahan Data Kualitatif ...63
a. Analisis Angket Skala Self-efficacy Siswa ...63
1) Analisis Deskriptif Skala Self-efficacy ...64
2) Analisis Inferensial Skor Self-efficacy Siswa ... 66
a) Uji Normalitas Self-efficacy ...67
b) Uji Homogenitas Self-efficacy ...68
c) Uji Perbedaan rata-rata self-efficacy ...69
b. Lembar Observasi ...70
B. Pembahasan 1. Kemampuan Spasial Matematis ...72
2. Self-Efficacy ...75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...77
B. Implikasi ...77
C. Saran ...78
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN: LAMPIRAN A: INSTRUMEN PENELITIAN ...86
LAMPIRAN B: ANALISI HASIL UJI COBA ...148
x
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Umum ... 22
Tabel 2.2 Konversi Skor Perkembangan Poin Kemajuan ... 26
Tabel 2.3 Kriteria Penghargaan Kelompok ... 27
Tabel 2.4 Nilai Perkembangan Individu ... 33
Tabel 3.1 Klasifikasi Koefisian Validitas ... 44
Tabel 3.2 Interpretasi Uji Validitas Tes Spasial Matematis ... 45
Tabel 3.3 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 46
Tabel 3.4 Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda ... 47
Tabel 3.5 Interpretasi Uji Daya Pembeda Tes Spasial Matematis ... 47
Tabel 3.6 Klasifikasi Koefisien Tingkat Kesukaran ... 48
Tabel 3.7 Interpretasi Uji Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Spasial Matematis ... 48
Tabel 3.8 Klasifikasi N-gain ... 52
Tabel 4.1 Statistik deskriptif kemampuan spasial matematis siswa ... 55
Tabel 4.2 Rata-rata Skor Pretes KSM ... 56
Tabel 4.3 Uji Normalitas Skor Pretes ... 57
Tabel 4.4 Uji Perbedaan Rata-Rata Skor Pretes KSM ... 58
Tabel 4.5 Rata-rata Data Postes KSM ... 59
Tabel 4.6 Uji Normalitas Postes ... 60
Tabel 4.7 Uji Kesamaan Rata-Rata Postes KSM... 61
Tabel 4.8 Rata-rata dan Klasifikasi N-gain KSM ... 62
Tabel 4.9 Uji Normalitas N-gain ... 63
Tabel 4.10 Uji Kesamaan Rata-rata N-gain KSM ... 64
Tabel 4.11 Analisis Perbedaan Rata-Rata Data Skor Self-Efficacy ... 67
Tabel 4.12 Rata-rataDataAngket Self-Efficacy ... 68
Tabel 4.13 Uji Normalitas Self-Efficacy ... 69
Tabel 4.14 Uji Hogenitas Self-Efficacy ... 70
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika sangat dibutuhkan dalam kehidupan, karena hampir dalam
setiap aktivitas sehari-hari, disadari atau tidak kita pasti menggunakan
matematika. Mulai dari bangun tidur hingga menjelang tidur lagi. Matematika
membekali peserta didik untuk mempunyai kemampuan berfikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. Sebagai contoh
kehidupan sehari-hari penggunaan matematika dalam perdagangan menghitung
jumlah yang harus dibayar sipembeli dan berapa yang harus dikembalikan. Oleh
karena itu, matematika menjadi salah satu pelajaran terpenting yang harus
dikuasai oleh setiap orang yang ingin meraih sukses dalam kehidupannya.
Namun keadaan Indonesia saat ini, kemampuan berpikir matematis siswa
masih tergolong rendah. Kenyataan yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur
adalah data hasil studi internasional yang dilakukan oleh Trends in International
Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Program for International Student
Assesment (PISA).
Trends in International Mathematics and Science Study(TIMSS) adalah
studi internasional tentang prestasi matematika dan sains siswa sekolah lanjutan
tingkat pertama. Studi ini dikoordinasikan oleh The International Association for
the Evaluation of Educational Achievement(IEA), prestasi matematika siswa kelas
VIII Indonesia yang diambil sampel berada pada urutan ke-36 dari 49 negara yang
ikut berpartisipasi. Nilai rerata Indonesia berada di bawah rerata internasional,
Indonesia hanya memperoleh nilai rerata 397 sedangkan nilai rerata internasional
yaitu 500 (Puspendik 2012). Selama keikutsertaan Indonesia dalam TIMSS,
peringkat belajar matematika siswa Indonesia yang diambil sampel tidak ada
perubahan yang signifikan dan selalau berada di bawah, tahun 1999 berada pada
urutan ke-34 dari 38 negara, tahun 2003 berada pada urutan ke-35 dari 46 negara,
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Laporan hasil studi PISA tidak berbeda jauh dengan TIMSS. Programme
for International Student Assessment(PISA) adalah studi internasional tentang
prestasi literasi membaca, matematika, dan sains siswa sekolah berusia 15
tahun. Studi ini dikoordinasikan oleh Organisation for Economic Cooperation
and Development(OECD), pada tahun 2009 menyimpulkan bahwa ranking
matematika siswa di Indonesia yang diambil sebagai sampel berada pada
peringkat ke-61 dari 65 negara yang ikut berpartisipasi. Skor rerata matematis
internasional yaitu 500, sedangkan Indonesia hanya mampu memperoleh skor
rerata 371 (Puspendik 2012). Selama keikut sertaan Indonesia dalam PISA selalau
berada pada ranking 10 terbawah.
Domain konten soal yang diteskan PISA kepada siswa di Indonesia salah
satunya adalah geometri. Sub-sub komponen konten yang diteskan yaitu
perubahan dan keterkaitan, ruang dan bentuk, kuantitas, ketidakpastian dan data.
Di bawah ini adalah contoh soal yang telah diteskan studi PISA kepada siswa
akhir pendidikan dasar atau berusia 15 tahun (Wardhani dan Rumiati, 2011).
Berdasarkan analisis hasil studi PISA menyatakan bahwa masih ada siswa
Indonesia yang kesulitan dalam menyelesaikan soal di atas. Beberapa siswa
Indonesia yang mampu menyelesaikan soal tersebut yaitu 33,4%, sisanya
menjawab salah. Hal ini memperlihatkan rendahnya kemampuan spasial siswa
dalam geometri, yang sangat diperlukan untuk memahami geometri.
Studi dari Guay & McDaniel (1977) menemukan bahwa kemampuan spasial
mempunyai hubungan positif dengan matematika pada anak usia sekolah. Studi
dari Shermann (1980) juga menemukan bahwa matematika dan berpikir spasial
mempunyai korelasi yang positif pada anak usia sekolah, baik pada kemampuan
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mengemukakan bahwa setiap siswa harus berusaha mengembangkan kemampuan
dan penginderaan spasialnya yang sangat berguna dalam memahami relasi dan
sifat-sifat dalam geometri untuk memecahkan masalah matematika dan masalah
dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya Academy of Science mengungkapkan
bahwa hal tersebut diperkuat dengan persepsi dari suatu objek atau gambar dapat
dipengaruhi secara ekstrim oleh orientasi objek tersebut, sehingga dapat
mengenali suatu objek/gambar dengan tepat diperlukan kemampuan spasial.
Rendahnya kemampuan spasial siswa Indonesia tersebut disebabkan
berbagai faktor. Diantaranya adalah karena karakteristik matematika yang abstrak.
Kariadinata (2010) mengemukakan bahwa, banyak persoalan geomerti yang
memerlukan visualisasi dalam pemecahan masalah dan pada umumnya siswa
merasa kesulitan dalam mengkonstruksi bangun ruang geometri.
Selain temuan Kariadinata di atas, ada beberapa fakta dilapangan yang
ditemukan dalam beberapa penelitian lain yang menyatakan secara tidak langsung
bahwa kemampuan spasial siswa masih rendah dan perlu untuk ditingkatkan. Hal
ini ditunjukkan oleh beberapa penelitian diantaranya hasil penelitian yang
dilakukan oleh Sudarman (Abdussakir, 2009) yang menemukan bahwa masih
banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar geometri, mulai tingkat
dasar sampai perguruan tinggi. Secara tersirat temuan tersebut menunjukkan siswa
SMP kesulitan dalam belajar geometri termasuk bangun ruang yang ada didalam
materi SMP. Selain itu, Gumilar (2012) menyatakan bahwa masih banyak siswa
yang mengalami kesulitan dalam memahami geometri, terutama geometri ruang
yang merupakan materi matematika yang tidak disukai oleh siswa.
Lebih lanjut, Markaban (Suwaji, 2008) mengemukakan bahwa dari hasil
Training Need Assessment (TNA) Calon Peserta Diklat Guru Matematika SMP
yang dilaksanakan PPPPTK Matematika tahun 2007 dengan sampel sebanyak 268
guru SMP dari 15 provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa untuk materi luas
selimut, volume tabung, kerucut, dan bola sangat diperlukan oleh guru, 48,1%
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dan volume balok, kubus, prisma serta limas, 43,7 % guru menyatakan sangat
memerlukan. Sedangkan untuk materi; sifat-sifat kubus, balok, prisma, dan limas
serta bagian-bagiannya; pembuatan jaring-jaring kubus, balok, prisma, dan limas;
unsur-unsur tabung, kerucut, dan bola. Guru menyatakan memerlukan, dengan
persentase berturut-turut 48,1%, 48,1%, dan 45,9%. Secara tidak langsung hal ini
menggambarkan bahwa siswa SMP membutuhkan peningkatan kemampuan
spasial.
Selain kemampuan spasial siswa, terdapat aspek psikologis yang turut
memberikan kontribusi terhadap keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan
tugas dengan baik. Aspek psikologis tersebut adalah self-efficacy. Wilson & Janes
(2008) menyatakan bahwa self-efficacy merupakan salah satu faktor penting
dalam menentukan prestasi matematika seseorang.
Banyak peneliti melaporkan bahwa self-efficacy siswa berkorelasi dengan
konstruksi motivasi, kinerja dan prestasi siswa. Diantaranya adalah penelitian
yang dilakukan oleh Betz dan Hacket pada tahun 1983 (Pajares, 2002:11)
melaporkan bahwa dengan self-efficacy yang tinggi, pada umumnya seorang siswa
akan lebih mudah dan berhasil melampaui latihan-latihan matematika yang
diberikan kepadanya, sehingga hasil akhir dari pembelajaran tersebut yang
tercermin dalam prestasi akademiknya juga cenderung akan lebih tinggi
dibandingkan siswa yang memiliki self-efficacy rendah. Selain itu menurut Hacket
ditahun 1985 dan Reyes tahun 1984 (Pajares, 2002:10), self-efficacy juga dapat
membuat seseorang lebih mudah dan lebih merasa mampu untuk mengerjakan
soal-soal matematika yang dihadapinya, bahkan soal matematika yang lebih rumit
atau spesifik sekalipun.
Tidak jauh berbeda penelitian yang baru-baru ini dilakukan oleh
Mahardikawati (2011) terhadap siswa-siswi kelas VIII SMP Negeri 2 Sukaraja
kabupaten Sukabumi, yang menyatakan terdapat hubungan positif yang signifikan
antara efikasi diri (self-efficacy) dengan prestasi belajar siswa. Demikian juga
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
salah satu faktor pencapai prestasi siswa. Hal ini mengindikasikan bahwa
self-efficacy yang dimiliki siswa berkaitan dengan prestasi yang dicapainya. Semakin
tinggi self-efficacy yang dimiliki siswa semakin tinggi pula prestasi belajar yang
dicapainya, begitu juga sebaliknya semakin rendah self-efficacy siswa semakin
rendah pula prestasi belajar yang dicapainya.
Namun temuan di lapangan menunjukkan masih rendahnya self-efficacy
siswa, diantaranya yang diungkapkan oleh Ruseffendi (1991) bahwa “terdapat
banyak orang yang setelah belajar matematika bagian yang sederhanapun banyak
yang tidak dipahaminya, bahkan banyak konsep yang dipahami secara keliru.
Matematika dianggap sebagai ilmu yang sukar, ruwet dan banyak
memperdayakan”. Dari temuan adanya siswa yang mengganggap matematika sukar dan ruwet tersebut, secara tersirat dapat diartikan bahwa kepercayaan diri
siswa akan kemampuannya (self-efficacy) untuk menghadapi matematika masih
rendah.
Selain temuan di atas, fakta di lapangan yang sering dijumpai guru-guru
dalam mengajar adalah ketidakmauan siswa untuk mengajukan pertanyaan kepada
guru dan menjawab pertanyaan guru. Ketidakmauan siswa tersebut di latar
belakangi karena siswa tidak percaya akan kemampuannya untuk menjawab
dengan benar pertanyaan guru. Juga ketidakpercayaan siswa akan kebenaran
pertanyaan yang diajukan kepada guru.
Upaya memvisualisasikan ide-ide matematika agar matematika bisa
benar-benar dipahami oleh siswa, khususnya pada materi geometri dibutuhkan suatu
strategi pembelajaran yang lebih inovatif. Diantaranya adalah media inovatif
dengan pemanfaatan kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
sebagai sumber belajar maupun media pembelajaran. Adanya TIK ini dapat
memberikan nuansa baru untuk mendorong proses pembelajaran matematika yang
lebih baik.
Menurut Wepner (Kusuma, 2003) ada enam keunggulan komputer dalam
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
seperti lazimnya manusia; (2) Mampu memotivasi siswa dengan pujian yang
dirancang khusus; (3) Memberi kesempatan bereksperimen tanpa dihantui
kekuatiran akan kerusakan yang bisa terjadi; (4) Tidak diskriminatif; (5) Memberi
siswa ketrampilan yang berharga untuk masa depannya, (6) Mempercepat proses
perhitungan yang secara manual sangat lama waktu menyelesaiannya, atau bahkan
tidak mungkin sama sekali.
Demikian juga yang dinyatakan oleh Glass (Kusuma, 2003) bahwa banyak
sekali kontribusi nyata yang dapat dipersembahkan komputer bagi kemajuan
pendidikan, khususnya pembelajaran matematika. Komputer dapat dimanfaatkan
untuk mengatasi perbedaan invidual siswa; mengajarkan konsep; melaksanakan
perhitungan dan menstimulir belajar siswa. Hal ini memperlihatkan bahwa
penerapan pembelajaran matematika melalui media komputer akan lebih
menyenangkan dan lebih bermakna bagi siswa. Selain itu, pembelajaran melalui
media komputer dapat menciptakan iklim belajar yang efektif untuk
mengoptimalkan kemampuan matematika, meskipun setiap siswa memiliki
kemampuan yang berbeda-beda dalam menangkap suatu materi yang diajarkan.
Komputer dan software merupakan sarana yang bermanfaat untuk
mengembangkan bahan ajar, untuk meningkatkan kualitas presentasi sehingga
memperjelas penyampaian materi, membantu proses perhitungan yang sulit
dilakukan secara manual, membantu menginterpretasikan suatu formula atau
konsep dalam matematika, dan lain-lain. Menurut Fey dan Heid (Kusuma, 2008)
penggunaan software komputer untuk kegiatan pembelajaran sangat tidak terbatas,
beberapa software komputer dapat memberikan pengalaman dan mengonstruksi
bangun-bangun geometri, melatih kemampuan tilikan ruang, dan melatih
keterampilan memecahkan masalah. Ada banyak software yang telah dibuat
secara khusus untuk membantu pembelajaran matematika, diantaranya Maple,
Matlab, Winplot, Wingeom,Winstat, Winmat dll.
Peragaan tentang visualisasi sangatlah penting dalam pembelajaran
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang dirancang untuk menyampaikan konsep-konsep geometri, sehingga
pembelajaran yang mengkombinasikan antara tatap muka dengan guru dan
tekonologi sangatlah efektif (Kariadinata, 2010). Salah satu dynamic mathematics
software yang dapat dijadikan media pembelajaran pada pembelajaran geometri
adalah Wingeom. Pembelajaran dengan Wingeom dapat membantu siswa
memvisualisasikan bentuk geometri dimensi dua maupun dimensi tiga yang
abstrak menjadi lebih konkret, sehingga siswa dapat lebih memahami konsep dan
mencitrakannya dalam pikiran untuk melatih kemampuan spasial.
Selain hal di atas, keberhasilan siswa tidak terlepas dari implementasi model
pembelajaran dalam proses belajar mengajar matematika. Karena itu pemilihan
metode, strategi dan pendekatan dalam mendesain model pembelajaran guna
tercapainya iklim pembelajaran aktif dan bermakna adalah tututan yang mesti
dipenuhi oleh para guru. Widayati (2012) menyatakan bahwa kualitas dan
keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan ketepatan
guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran.
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk menyampaikan
materi pelajaran adalah model kooperatif tipe Student Teams-Achievement
Divisions (STAD). Kooperatif STAD terdiri dari empat langkah utama yaitu:
presentasi kelas, kerja kelompok, kuis individu dan penghargaan.
Adapun kontribusi pembelajaran kooperatif STAD terhadap kemampuan
spasial matematis siswa secara tidak langsung terlihat atau tidak secara gamblang,
sebagaimana STAD terhadap kemampuan komunikasi siswa. Secara tidak
langsung kooperatif STAD tetap memberikan kontribusi terhadap kemampuan
spasial matematis siswa. Hal tersebut dapat dipahami dari salah satu langkah
STAD yaitu kerja kelompok, dengan adanya kerja kelompok pada STAD ini
membuat siswa aktif dan terlibat langsung dalam pembelajaran. Aktif dan terlibat
langsungnya siswa dalam proses pembelajaran menjadikan kemampuan matematis
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran koopertif STAD berkontribusi terhadap
kemampuan spasial siswa namun tidak secara langsung.
Selain itu secara tidak langsung juga, kontribusi STAD terhadap
perkembangan kemampuan spasial matematis siswa dapat dilihat dari langkah
STAD yaitu langkah pemberian penghargaan kelompok. Adapun kontribusi
STAD yang disumbangkan berupa motivasi. Termotivasinya siswa untuk belajar
menyebabkan siswa akan berusaha belajar dengan baik, sehingga kemampuan
matematis siswa dapat berkembang termasuk kemampuan spasial matematis
siswa. Berdasarkan hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa STAD berkontribusi
terhadap kemampuan spasial matematis siswa.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas penulis mencoba
mengajukan sebuah studi penelitian untuk meningkatkan kemampuan spasial dan
self-efficacy siswa SMP melalui model kooperatif STAD berbantuan Wingeom.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
rumusan masalah yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah peningkatana kemampuan spasial matematis siswa yang mendapat
pembelajaran matematika melalui model kooperatif STAD berbantuan
Wingeom lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran
konvensional?
2. Apakah self-efficacy siswa yang mendapat pembelajaran matematika
melalui model kooperatif STAD berbantuan Wingeom lebih baik daripada
siswa yang mendapat pembelajaran konvensional?
C. Tujuan Penelitian
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1. Peningkatan kemampuan spasial matematis siswa yang mendapat
pembelajaran matematika melalui model kooperatif STAD berbantuan
Wingeom dibandingkan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.
2. Self-efficacy siswa yang mendapat pembelajaran matematika melalui
model kooperatif STAD berbantuan Wingeom dibandingkan siswa yang
mendapat pembelajaran konvensional.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna sebagai suatu alternatif pembelajaran
yang berarti bagi guru, calon guru, siswa, dan sekolah. Untuk lebih jelasnya
diharapkan manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi guru, dapat menjadi ide dan inspirasi dalam memperluas pengetahuan
dan wawasan mengenai alternatif pembelajaran matematika dalam upaya
meningkatkan kemampuan spasial matematis dan self-efficacy siswa.
2. Bagi siswa, pembelajaran kooperatif STAD dapat menarik rasa
keingintahuan siswa untuk berfikir kritis, kreatif, inovatif, dan sikap
sportif dalam memahami matematika.
3. Bagi para calon guru. Sebagai bahan masukan untuk lebih mengetahui
alternatif-alternatif model mengajar dalam usaha meningkatkan prestasi
belajar siswa.
4. Bagi peneliti bidang sejenis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
salah satu dasar dan masukan untuk melakukan pengembangan dalam
penelitian-penelitian selanjutnya.
E. Definisi Operasional
Dalam rangka memperoleh persamaan persepsi dan menghindarkan
penafsiran yang berbeda dari beberapa istilah dalam penelitian ini, maka perlu di
perjelas istilah-istilah yang digunakan, yaitu:
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pembelajaran kooperatif adalah suatu bentuk pembelajaran dimana siswa
belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif
yang anggotanya terdiri dari empat sampai lima orang dengan struktur
kelompok yang heterogen.
2. Student Team-Achievement Divisions (STAD) berbantuan Wingeom adalah
salah satu tipe model kooperatif paling sederhana dengan menggunakan
bantuan software Wingeom, menekankan kerja sama kelompok, untuk
mencapai penghargaan terbaik yang diberikan kepada setiap kelompok,
diperoleh berdasarkan skor kemajuan individu dari nilai masing-masing
siswa pada setiap kuis. STAD terdiri dari 4 langkah utama presentasi
kelas, kerja tim, kuis dan penghargaan kelompok
3. Kemampuan spasial adalah kemampuan siswa untuk membayangkan
bentuk atau posisi suatu objek geometri yang dipandang dari sudut
pandang tertentu, menyatakan kedudukan antar unsur-unsur suatu bangun
ruang, mengkonstruksi dan merepresentasikan model-model geometri
yang digambar pada bidang datar dan, menduga dan menentukan ukuran
yang sebenarnya dari stimulus visual suatu objek.
4. Self-efficacy yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah keyakinan
seseorang terhadap kemampuannya melakukan tindakan-tindakan yang
diperlukan untuk menyelesaikan soal yang melibatkan kemampuan spasial
matematis dengan berhasil. Self-efficacy yang diukur dalam penelitian ini
berdasarkan karakteristik yaitu percayapada kemampuan sendiri, bertindak
mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki konsep diri yang positif,
dan berani mengungkapkan pendapat.
5. Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pembelajaran yang menggunakan metode ceramah, diawali dengan guru
menjelaskan materi pelajaran, siswa mendengarkan dan mencatat
penjelasan yang disampaikan guru, kemudian siswa mengerjakan latihan,
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Terlihat dari judul penelitian ini akan dilakukan secara experiment. Dimana
penelitian eksperimen mengambil sampel secara acak murni, namun pada
pelaksanaan penelitian ini tidak memungkinkan melakukan pengambilan sampel
secara acak murni. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan desain quasi
experiment atau eksperimen semu yang terdiri dari dua kelompok penelitian yaitu
kelas eksperimen (kelas perlakuan) merupakan kelompok siswa yang
pembelajarannya menggunakan pembelajaran kooperatif STAD berbantuan
Wingeom dan kelompok kontrol (kelas pembanding) adalah kelompok siswa yang
pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional. Dengan demikian
untuk mengetahui adanya perbedaan kemampuan spasial matematis siswa
terhadap pembelajaran matematika dilakukan penelitian dengan desain penelitian
sebagai berikut:
Kelas Eksperimen : O X O
Kelas Kontrol : O O
Keterangan:
O : Pretes atau Postes
X : Pembelajaran Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
: Subjek tidak dikelompokkan secara acak
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain
kelompok control non-ekuivalen (Ruseffendi, 2005: 52). Pada desain ini, subjek
tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek
seadanya.
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP N 3 Lembang
tahun ajaran 2013/2014 semester genap. Pengambil populasi tersebut dikarenakan
beberapa pertimbangan diantaranya: (1) letaknya berdekatan dan memudahkan
untuk dijangkau, (2) memudahkan prosedur administratif yang relatif mudah, dan
(3) memiliki ketersediaan sarana dan prasarana yang relatif lengkap. Pengambilan
sampel dilakukan teknik purvosive sampling, dikarenakan tidak memungkinkan
untuk pengambilan sampel secara acak murni.
C. Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan suatu kondisi yang dimanipulasi,
dikendalikan atau diobservasi oleh peneliti. Penelitian ini melibatkan tiga jenis
variabel: variabel bebas, yaitu pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan
wingeom dan pembelajaran konvensional; variabel terikat, yaitu kemampuan
spasial dan self-efficacy.
D. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, digunakan dua jenis
instrumen, yaitu tes dan non tes. Instrumen tes dibuat untuk mengumpulkan data
guna mengetahui dan membandingkan kemampuan spasial siswa sebelum dan
sesudah menggunakan model kooperatif tipe STAD berbantuan Wingeom. Bentuk
dari instrumen yang akan digunakan adalah berbentuk uraian karena dengan
bentuk ini kemampuan spasial siswa dapat terlihat. Sedangkan instrumen dalam
bentuk non tes yaitu skala self-efficacy siswa. Berikut ini merupakan uraian dari
masing-masing instrumen yang digunakan.
1. Tes Kemampuan Spasial Matematis
Tujuan penyusunan tes spasial matematis adalah untuk mengetahui
kemampuan spasial matematis siswa. Tes tersebut berupa soal uraian, disusun
berdasarkan indikator spasial matematis yang hendak diukur. Penyusunan tes
kisi-Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kisi yang telah disusun disertai dengan kunci jawaban, dan dilengkapi dengan
pedoman pemberian skor tiap butir soal.
Sebelum tes dijadikan instrumen penelitian, tes tersebut diukur validitas
muka terkait dengan kejelasan bahasa atau redaksional, kejelasan gambar atau
representasi dan validitas isi terkait dengan materi pokok yang akan diberikan dan
tujuan yang ingin dicapai serta aspek kemampuan yang diukur. Validitas muka
dan validitas ukur diuji oleh ahli (expert) dalam hal ini dosen pembimbing dan
rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika (SPs) UPI.
Langkah selanjutnya adalah uji coba instrumen tes kepada siswa di SMP
yang akan menjadi tempat penelitian atau di SMP lain dengan kriteria yang mirip,
tetapi pada jenjang kelas yang lebih tinggi dari kelas yang akan dilakukan
penelitian. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah instrumen tes yang
diberikan memenuhi kriteria sebagai alat ukur yang baik. Kriteria tersebut
diantaranya adalah validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda.
2. Skala Self-Efficacy Siswa
Skala self-efficacy digunakan untuk mengukur keyakinan siswa terhadap
kemampuannya melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk
menyelesaikan soal yang melibatkan kemampuan spasial matematis dengan
berhasil. Keyakinan tersebut mencakup empat karakteristik yaitu percaya pada
kemampuan sendiri, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki
konsep diri yang positif, dan berani mengungkapkan pendapat. Keempat
karakteristik tersebut kemudian diturunkan menjadi indikator-indikator dan
selanjutnya dibuat pernyataan-pernyataan untuk mengukur self-efficacy siswa.
Aspek-Aspek dan indikator self-efficacy yang digunakan dalam penelitian ini
diadaptasi dari aspek dan indikator self-efficacy yang dikembangkan oleh
Hendriana (2009).
Untuk menguji validitas skala self-efficacy digunakan uji validitas isi
(content validity). Pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2006). Instrumen dinyatakan valid apabila isinya sesuai dengan apa yang hendak
diukur. Pada penelitian ini, pengujian validitas skala self-efficacy dilakukan oleh
dosen pembimbing satu dan dua. Berorientasi pada validitas konstruk dan
validitas isi, berupa dimensi dan indikator yang hendak diukur, redaksi setiap
butir pernyataan, keefektifan susunan kalimat dan koreksi.
Dalam penelitian ini, hanya empat respon yang digunakan yaitu Sangat
Setuju (Ss), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pilihan
Netral (N) tidak digunakan untuk menghindari jawaban aman, sekaligus
mendorong siswa untuk menunjukkan keberpihakannya terhadap pernyataan yang
diajukan. Dalam menganalisis hasil skala sikap ini, skala kualitatif tersebut
ditransfer ke dalam skala kuantitatif. Pemberian nilainya dibedakan antara
pernyataan yang bersifat negatif dengan pernyataan yang bersifat positif. Untuk
pernyataan yang bersifat positif, pemberian skornya adalah SS diberi skor 4, S
diberi skor 3, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1. Sedangkan untuk
pernyataan negatif, pemberian skornya adalah SS diberi skor 1, S diberi skor 2,
TS diberi skor 3, STS diberi skor 4.
3. Teknik Analisis Instrumen
Sebelum soal instrumen dipergunakan dalam penelitian, soal instrumen
tersebut diuji cobakan terlebih dahulu pada siswa yang telah memperoleh materi
yang berkenaan dengan penelitian ini. Uji coba ini dilakukan untuk mengetahui
apakah instrumen tersebut telah memenuhi syarat instrumen yang baik atau
belum, yaitu validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran.
a. Validitas
Menurut Arikunto (2006: 168), validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukan tingkatan kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Validitas
instrumen diketahui dari hasil pemikiran dan hasil pengamatan. Dari hasil tersebut
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1) Validitas Teoritik
Validitas teoritik untuk sebuah instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi
bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan teori dan
aturan yang ada. Pertimbangan terhadap soal tes kemampuan spasial dan skala
self-efficacy yang berkenaan dengan validitas isi dan validitas muka diberikan
oleh ahli dalam hal ini dosen pembimbing.
Validitas isi suatu alat evaluasi artinya ketepatan alat tersebut ditinjau dari
segi materi yang dievaluasikan (Suherman, 2001: 131). Validitas isi dilakukan
dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang telah
diajarkan. Apakah soal pada instrumen penelitian sesuai atau tidak dengan
indikator.
Validitas muka dilakukan dengan melihat tampilan dari soal itu yaitu
keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya
dan tidak salah tafsir. Jadi suatu instrumen dikatakan memiliki validitas muka
yang baik apabila instrumen tersebut mudah dipahami maksudnya sehingga tes
tidak mengalami kesulitan ketika menjawab soal.
2) Validitas Empirik
Validitas empirik adalah validitas yang ditinjau dengan kriteria tertentu.
Kriteria ini digunakan untuk menentukan tinggi rendahnya koefisien validitas alat
evaluasi yang dibuat melalui perhitungan korelasi produk momen dengan
menggunakan angka kasar (Arikunto, 2003: 72) yaitu:
r xy ∑ ∑ ∑
√ ∑ –(∑ } ∑ ∑
Keterangan :
rxy = Koefisian validitas X = Skor tiap butir soal Y = Skor total
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Menurut (Suherman, 2001: 136) klasifikasi koefisien validitas
sebagai berikut:
Hasil perhitungan validitas untuk kemampuan spasial matematis dengan
menggunakan program Microsoft Office Excel 2010 pada soal uraian secara jelas
dapat dilihat pada tabel di bawah ini, sementara untuk hasil selengkapnya dapat
dilihat pada lampiran.
Tabel 3.2
Interpretasi uji validitas tes spasial matematis
No. Soal Korelasi Interpretasi
1 0.444 Sedang
2 0.466 Sedang
3 0.844 Tinggi
4 0.448 Sedang
Dari 7 soal yang diujicobakan, diambil 4 soal yang memiliki validitas
masing-masing tiga soal memiliki validitas sedang dan satu lagi memiliki validitas
tinggi. Hal ini menandakan bahwa soal sudah siap digunakan untuk instrumen tes
pada penelitian ini.
b. Reliabilitas
Reliabilitas adalah ketetapan suatu tes apabila diteskan kepada subyek yang
sama (Arikunto, 2003: 90). Suatu alat evaluasi (tes dan nontes) disebut reliabel
jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap jika digunakan untuk subjek yang sama.
Rumus yang digunakan untuk menghitung reliabilitas tes ini adalah rumus Alpha
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu [ ] ∑
Keterangan:
r11 = reliabilitas instrumen
∑σi2 = jumlah varians skor tiap–tiap item
σt2 = varians total n = banyaknya soal
Menurut Suherman (2001: 156) ketentuan klasifikasi koefisien reliabilitas pada
Tabel 3.3:
Tabel 3.3
Klasifikasi koefisien reliabilitas
Besarnya nilai r11 Interpretasi
0,80 < r11≤ 1,00 Sangat tinggi
0,60 < r11≤ 0,80 Tinggi
0,40 < r11≤ 0,60 Cukup
0,20 < r11≤ 0,40 Rendah
r11≤ 0,20 Sangat rendah
Berdasarkan hasil uji coba reliabilitas butir soal secara keseluruhan dengan
menggunakan program Microsoft Office Excel 2010, diperoleh nilai reliabilitas
sebesar 0,52, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa jenis soal spasial matematis
mempunyai reliabilitas cukup. Hal ini dapat disimpulkan bahwa jenis soal ini
layak untuk digunakan dalam penelitian ini.
c. Daya Pembeda
Daya pembeda sebuah butir soal tes menurut Suherman (2001: 175) adalah
kemampuan butir soal itu untuk membedakan antara siswa yang pandai atau
berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Daya pembeda
item dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya angka indeks diskriminasi
item. Rumus yang digunakan untuk menentukan daya pembeda menurut
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
̅
̅
Keterangan:
DP = Daya pembeda
̅ = Rata-rata skor pada kelompok atas
̅ = Rata-rata skor pada kelompok bawah
= Skor maksimum pada butir soal
Menurut Suherman (2001: 161) klasifikasi interpretasi daya pembeda soal
pada Tabel 3.4:
Tabel 3.4
Klasifikasi koefisien daya pembeda
Kriteria Daya Pembeda Interpretasi
DP ≤ 0,00 Sangat Jelek
0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek
0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup
0,40 < DP ≤ 0,70 Baik
0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik
Hasil perhitungan daya pembeda untuk kemampuan spasial matematis
dengan menggunakan program Microsoft Office Excel 2010 pada soal uraian
secara jelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini, sementara untuk hasil
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
Tabel 3.5
Interpretasi uji daya pembeda tes spasial matematis
No. Soal Indeks Daya Pembeda Interpretasi
1 0.219 cukup
2 0.250 cukup
3 0.781 sangat baik
4 0.219 cukup
Dari tabel di atas terlihat bahwa terdapat satu soal (no 3) yang memiliki
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sehingga secara umum dapat dikatakan bahwa soal ini dapat membedakan antara
kelompok atas dengan kelompok bawah.
d. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya
suatu soal tes (Arikunto, 2006: 207). Menurut Surapranata (2009: 12), tingkat
kesukaran untuk soal uraian dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
̅
Dimana :
TK = Tingkat Kesukaran
̅ = Rata-rata skor pada butir soal
= Skor maksimum pada butir soal
Menurut Suherman (2001: 170) klasifikasi tingkat kesukaran soal sebagai
berikut:
Tabel 3.6
Klasifikasi koefisien tingkat kesukaran
Kriteria Tingkat Kesukaran Klasifikasi
TK = 0,00 Soal Sangat Sukar
0,00 TK 0,3 Soal Sukar
0,3 TK ≤ 0,7 Soal Sedang
0,7 TK ≤ 1,00 Soal Mudah
TK = 1,00 Soal Sangat Mudah
Hasil perhitungan tingkat kesukaran untuk kemampuan spasial matematis
dengan menggunakan program Microsoft Office Excel 2010 pada soal uraian
secara jelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini, sementara untuk hasil
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
Tabel 3.7
Interpretasi uji tingkat kesukaran tes kemampuan spasial matematis
No. Soal Indeks Tingkat Kesukaran Interpretasi
1 0.484 Sedang
2 0.750 Mudah
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4 0.406 Sedang
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa hanya satu soal (no 2) yang
memiliki tingkat kesukaran mudah, sedangkan yang lainnya memiliki tingkat
kesukaran sedang. Dengan demikian soal ini dapat digunakan dalam penelitian
ini.
E. Prosedur Penelitian
Penelitian akan dilakukan dalam tiga tahapan kegiatan yaitu: tahap
persiapan, tahap penelitian dan tahap pengolahan data.
1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan, peneliti melakukan beberapa kegiatan yang
dilaksanakan dalam rangka persiapan pelaksanaan penelitian, diantaranya:
a) Melakukan kajian teoritis mengenai model pembelajaran kooperatif
STAD berbantuan Wingeom, kemampuan spasial dan self-efficacy,
b) Mengembangkan bahan ajar untuk kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol,
c) Menyusun instrumen tes yang mengukur kemampuan spasial matematis,
d) Menyusun angket self-efficacy dan lembar observasi,
e) Membuat pedoman penskoran untuk soal uraian,
f) Melakukan observasi,
g) Uji coba instrumen penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Kegiatan pada tahap ini adalah:
a) Pelaksanaan pretes kemampuan spasial pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol,
b) Pelaksanaan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif
STAD berbantuan Wingeom pada kelas eksperimen dan pembelajaran
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
c) Pelaksanan postes kemampuan spasial matematis, dan angket
self-efficacy untuk kedua kelompok, dan
d) Pengisian lembar observasi.
3. Tahap Pembuatan Laporan
Tahap ini merupakan tahap akhir, dimana peneliti mengumpulkan,
mengolah dan menganalisia data, serta menulis laporan hasil penelitian.
F. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui tes kemampuan spasial,
skala self-efficacy dan lembar wawancara. Data yang berkaitan dengan
kemampuan spasial matematis siswa dikumpulkan melalui pretes dan postes, data
yang berkaitan dengan self-efficacy siswa dikumpulkan melalui skala self-efficacy
siswa, lembar wawancara dan lembar observasi, sedangkan data mengenai
aktivitas pembelajaran di kelas dikumpulkan melalui lembar wawancara.
G. Teknik Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data kuantitatif dan data
kualitatif. Untuk itu pengolahan terhadap data yang telah dikumpulkan, dilakukan
secara kualitatif dan kuantitatif.
1. Teknik Analisis Data Kuantitatif
Data hasil pretes, postes, dan pengingkatan kemampuan spasial siswa
(N-gain) dari kelas eksperimen dan kontrol diolah menggunakan uji statistik dengan
bantuan software SPSS versi 15.0 for windows. adapun langkah-langkah yang
ditempuh sebagai berikut.
a. Uji Normalitas
Melakukan uji normalitas untuk mengetahui kenormalan data skor pretes,
Shapiro-Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Wilk dikarenakan lebih dari 30 sampel yang terlibat. Adapun rumusan
hipotesisnya adalah:
Ho: Data berdistribusi normal
H1: Data tidak berdistribusi normal
Dengan kriteria uji sebagai berikut:
Jika nilai Sig. (p-value) ≥ α (α =0,05), maka Ho diterima.
Jika nilai Sig. (p-value) < α (α =0,05), maka Ho ditolak.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui asumsi yang dipakai dalam
pengujian dua rata-rata independent dari skor pretes, postes dan N-gain di dua
kelas. Adapun perumusan hipotesis pengujian homogenitas adalah sebagai
berikut.
Ho: Kedua data bervariansi homogen
H1: Kedua data tidak bervariansi homogen
Dengan kriteria pengambilan keputusannya sebagai berikut:
Jika nilai Sig. (p-value) ≥ α (α = 0,05), maka Ho diterima.
Jika nilai Sig. (p-value) < α (α = 0,05), maka Ho ditolak
c. Uji Perbedaan Rata-rata
Jenis perbedaan rata-rata yang akan digunakan tergantung dari hasil
perhitungan uji normalitas dan homogenitas data. Apa bila data normal dan
homogen, maka digunakan Uji-t. Apa bila data normal tapi tidak homogen, maka
digunakan Uji-t’. Sedangkan apa bila data tidak normal, maka digunakan uji
statistik nonparametrik yaitu Mann Whitney-U (Sundayana, 2010).
d. Analisis Data N-Gain
Normalized gain disebut N-gain, pengolahan data gain dalam hasil proses
pembelajaran tidaklah mudah. Mana yang sebenarnya dikatakan gain tinggi dan
mana yang dikatakan gain rendah, kurang dapat dijelaskan melalui gainabsolut
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mengembangkan sebuah alternatif untuk menjelaskan dalam bentuk seperti di
bawah ini:
Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan
klasifikasi pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8 Klasifikasi N-gain
Besarnya Gain (g) Klasifikasi
g ≥ 0,70 Tinggi
0,30 ≤ g < 0,70 Sedang
g < 0,30 Rendah
Teknik analisis data N-gain yang dilakukan dengan menggunakan
Independent Sample T-Test atau uji nonparametrik Mann-Whitney, hal ini
dimaksudkan untuk melihat perbedaan dua rata-rata (N-gain). Hasil yang
diharapkan adalah terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata N-gain
kelas kontrol dan kelas eksperimen. Dengan melihat rata-rata N-gain kedua kelas,
rata-rata yang lebih tinggi di salah satu kelas menunjukkan bahwa kelas tersebut
lebih baik dibandingkan kelas lainnya.
2. Teknik Analisis Data Skala Self-Efficacy
Data yang diperoleh melalui angket berupa data ordinal yang, kemudian
ditrasnformasi kedalam skala interval dengan menggunakan Methode of
Successive Interval (MSI), agar terdapat kesetaraan data untuk diolah lebih lanjut.
Data self-efficacy siswa akan dianalisa dengan menggunakan cara pemberian skor
butir skala sikap model Likert. Dalam pelaksanaan penelitian ini, menggunakan
uji statistik yang datanya berupa data interval. Adapun langkah-langkah yang
digunakan menurut Sundayana (2010) adalah:
a. Hasil jawaban untuk setiap pertanyaan dihitung frekuensi setiap pilihan
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
b. Frekuensi yang diperoleh setiap pertanyaan dihitung proporsi setiap
pilihan jawaban.
c. Berdasarkan proporsi untuk setiap pertanyaan tersebut, dihitung proporsi
kumulatif untuk setiap pertanyaan.
d. Kemudian ditentukan nilai batas untuk Z bagi setiap pilihan jawaban dan
setiap pertanyaan.
e. Berdasarkan nilai Z, tentukan nilai densitas (kepadatan). Nilai densitas
dapat dilihat pada tabel ordinat Y untuk lengkungan normal standar.
f. Hitung nilai skala/ scale value/ SV untuk setiap pilihan jawaban dengan
persamaan sebagai berikut:
g. Langkah selanjutnya yaitu tentukan nilai k, dengan rumus:
k= 1 +| |.
h. Langkah terakhir yaitu transformasikan masing-masing nilai pada SV
dengan rumus: SV + k.
Data kualitatif diperoleh dari angket self-efficacy siswa, kemudian data
tersebut akan dianalisis secara deskriptif dan infrensial sebagai berikut. Data yang
terkumpul dari angket self-efficacy siswa dianalisis deskriptif melalui
langkah-langkah berikut:
a. Setiap butir angket dihitung menggunakan cara aposteriori. Dengan
demikian, selain dapat diketahui skor untuk setiap butir angket, juga dapat
diketahui skor yang diperoleh setiap siswa.
b. Menentukan skor sikap netral dengan tujuan untuk membandingkannya
dengan skor sikap siswa. Sehingga terlihat kecenderungan sikap seluruh
siswa secara umum dan kecenderungan sikap setiap individu.
c. Data hasil perhitungan MSI kemudian dibuat dalam bentuk persentase
untuk mengetahui frekuensi masing-masing alternatif jawaban yang
diberikan. Untuk menentukan persentase jawaban siswa, digunakan rumus
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
% x n f
P 100
Keterangan: P = persentase jawaban
f = frekuensi jawaban
n = banyak responden
Selain menganalisis secara deskriptif, data self-efficacy juga dianalisis
secara inferensial. Analisis ini bertujuan untuk memperlihatkan apakah ada
perbedaan yang signifikan self-efficacy antara siswa kelompok eksperimen dan
siswa kelompok kontrol. Analisis inferensial ini juga sekaligus menguji hipotesis
kedua penelitian ini yang berbunya “Self-efficacy siswa yang mendapat pembelajaran matematika melalui model kooperatif STAD berbantuan
Wingeomlebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional”.
Adapun langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut:
a. Melakukan uji normalitas self-efficacy
Setelah melakukan uji normalitas pada data self-efficacy siswa, diperoleh
hasil normal atau tidaknya data self-efficacy. Jika data di kedua kelas normal,
maka dilanjutkan dengan melakukan uji homgenitas. Namun apabila salah satu
dari kedua kelas atau keduanya tidak normal maka langsung melakukan rata-rata
yaitu uji non-parametrik Uji Mann-Whitney.
b. Melakukan uji homogenitas self-efficacy
Setelah mengetahui data self-efficacy siswa berdistribusi normal, selanjutnya
dilakukan uji homogenitas. Jika data self-efficacy siswa homogen atau tidak,
selanjutnya dilakukan uji perbedaan rata-rata
c. Melakukan uji perbedaan rata-rata self-efficacy
Jenis uji perbedaan rata-rata yang akan digunakan ditentukan oleh hasil uji
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kelas normal dan homogen maka digunakan uji-t, namun apabila salah satu dari
kedua kelas data self-efficacy tidak normal maka digunakan uji non-parametrik
yaitu uji Mann-Whitney. Sedangkan apabila data self-efficacy di kedua kelas
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV mengenai
perbedaan peningkatan hasil belajar terhadap kemampuan spasial matematis
siswa, atara siswa yang mendapat pembelajaran model kooperatif STAD
berbantuan Wingeom dan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional,
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Secara keseluruhan peningkatan kemampuan spasial siswa yang
memperoleh pembelajaran model kooperatif STAD berbantuan Wingeom
lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.
Bila diperhatikan berdasarkan kategori peningkatan, diperoleh bahwa
kemampuan spasial matematik pada kelompok siswa yang memperoleh
pembelajaran model kooperatif STAD berbantuan Wingeom termasuk
kategori sedang, sedangkan kelompok siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional termasuk dalam kategori rendah.
2. Self-efficay kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran pembelajaran
model kooperatif STAD berbantuan Wingeom, menunjukkan hasil yang
lebih baik daripada self-efficacy siswa yang memperoleh pembelajaran
konvensional.
B. Implikasi
Mengacu pada hasil-hasil penelitian sebagaimana yang diungkapkan di atas,
maka implikasi dari hasil-hasil tersebut diuraikan berikut ini:
1. Pembelajaran model kooperatif STAD berbantuan Wingeom dapat
dijadikan sebagai alternatif pembelajaran di jenjang SMP dalam upaya
mengembangkan kemampuan spasial dan self-efficacy matematis siswa.
2. Pembelajaran model kooperatif STAD berbantuan Wingeom direspon
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
cara pandang siswa bahwa belajar matematika bukan belajar tentang
rumus tetapi belajar memahami matematika dari masalah yang mereka
alami dalam kehidupan sehari-hari.
C. Saran
Penerapan pembelajaran model kooperatif STAD berbantuan Wingeom,
terhadap aspek kemampuan spasial matematis yang merupakan fokus perhatian
dalam penelitian ini, masih perlu diteliti lebih mendalam lagi. Beberapa saran
yang dapat disampaikan penulis dalam laporan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagi yang akan menggunakan program Wingeom, hendaknya terlebih
dahulu membuat bangun-bangun geometri yang akan ditampilkan
sebelum digunakan di dalam kelas, agar dapat menggunakan waktu
pembelajaran secara efisien. Bahasan matematika yang dikembangkan
dalam penelitian ini hanya pada jenjang Sekolah Mengah Pertama (SMP)
dan pada materi bangun ruang. Masih terbuka peluang untuk melakukan
penelitian lanjutan pada jenjang dan materi lain, misalnya jenjang SMA
dan pada materi bangun ruang (krucut, bola dll) .
2. Aspek psikologi yang diukur dalam penelitian ini hanya self-efficacy.
Masih banyak aspek psikologi lainnya yang menarik untuk diteliti
berkaitan dengan prestasi siswa seperti self-concept yaitu kepercayaan
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA
Abdussakir. (2009). Pembelajaran Geometri dan Teori van Hiele. [Online]. Tersedia:
http://abdussakir.wordpress.com/2009/01/25/pembelajarangeometri-dan-teori-van-hiele/. [28 Februari 2013]
Arikunto, S. (2003). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
__________(2006). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Asbullah. (2005). Efektifitas Penerapan Model Cooperative Learning Tipe STAD dalam Pembelajaran Sains pada Peningkatan Aktifitas Belajar Siswa dan Penguasaan Konsep Pencemaran Lingkungan di SMP. Tesis. Bandung. PPS UPI: Tidak Dipublikasi.
Atun, I. (2006). Pembelajaran Matematika dengan Strategi Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Divisions untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Siswa SMA. Tesis. PPS UPI: Tidak Dipublikasi.
AWE., (2005). Overview: Visual Spatial Skills. AWE Research Overviews.
[Online]. http://www.aweonline.org [25 Februari 2013].
Bandura, A. (1993), Perceived Self Efficacy in Cognitive Development and Functioning, American Psychologist, 28 (2), page.117-148.
__________. (1994). Self-efficacy. Dalam VS Ramachaudran (Ed.), Encyclopedia perilaku manusia (Vol. 4, hlm 71-81). New York: Academic Press. (Dicetak ulang dalam H. Friedman [Ed.], Ensiklopedia kesehatan mental San Diego:. Academic Press, 1998).
__________. (1977). Social Learning Theory, Englewood Cliff, New Jersey: PrenticeHall.
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
__________. (2006). Guide for Constructing Self-Efficacy Scales. Self-Efficacy Beliefs of Adolescents, pp. 307-337. [Online]. Tersedia: http://www.des.emory.edu/mfp/014-BanduraGuide2006.pdf. [18 Januari 2013].
Firdaus, M. (2010). “Meningkatkan Kecerdasan Visual-Spasial Anak Melalui
Media Pembelajaran Tangram”. Makalah pada Konferensi Nasional
Pendidikan Matematika III, Medan.
Forster, P.A. (2006). “Assesing Technology-based Approaches for Teaching
andLearning Mathematics”. International Journal of Mathematical
Education in Science and Technology. 37 (2): 145-164
Guay, B.R., & McDaniel, D.E. (1977). “The Relationship Between Mathematics Achievement and Spatial Abilities Among Elementary School Children”. Makalah pada Pertemuan American Research Association, San Francisco.
Gumilar. (2012). Pembelajaran Geometri dengan Wingeom untuk Meningkatkan Kemampuan Spasial dan Penalaran Matematis Siswa. Tesis Pada SPs UPI: Tidak diterbitkan
Harmiati, E., & Rahayu, A. (2008). Peningkatan Motivasi Belajar dan Pemahaman Keruangan Siswa Melalui Pembelajaran Geometri Berbantuan Program Komputer. Laporan penelitian SMA Sang Timur Yogyakarta: tidakditerbitkan.
Harmony, J.,& Theis,R. (2012). “Pengaruh Kemampuan Spasial Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 9 Kota Jambi”.
Jurnal Edumatica. Vol.2, No. 1.
Hendriana. (2009). Pembelajaran dengan Pendekatan Metaphorical Thinking untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik, Komunikasi Matematik dan Kepercayaan Diri Siswa SMP. Disertasi pada SPs UPI:Tidak diterbitkan.
Arcat, 2013
Meningkatkan Kemampuan Spasial Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Jiang, Z. (2007). “ The Dynamic Geometry Software as an Effective Learning and
Teaching Tool”. The Electronic Journal of Mathematics and
Technology. 1(3).
Kariadinata, R. (2010). “Kemampuan Visualisasi Geometri Spasial Siswa Madrasah Aliyah Negeri (Man) Kelas X Melalui Software
Pembelajaran Mandiri”. Jurnal EDUMAT. 1(2).
Kusumah, Y.S. (2008). Pengembangan Model Computer Based E-learning untuk Meningkatkan High-Order Mathematical Thinking Siswa SMA. Usul penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi. Bandung: tidak diterbitkan.
Lee, C., & Bobko, P. (1994).“Self Efficacy Beliefs: Comparasion of Five Measures”.Journal of Applied Psychology. Vol. 79. no. 6, page. 819-825.
Lohman, D.F., (1993). Spatial Ability and G. Paper Presented at the first Spearman Seminar, University of Plymouth.
Mahardikawati, D. (2011). Hubungan antara Self-Efficacy dengan Prestasi Belajar Siswa.Skripsi pada UPI: Tidak diterbitkan
Mardiah. (2012). Peningkatan Keterampilan Menulis Berita melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe JIGSAW Siswa Kelas VIII D MTs Pondok Pesantren As-Salam Naga Beralih Kabupaten Kampar. Tesis pada SPs UNP: Tidak diterbitkan.
Masterdac. (2012). Kecerdasan Visual Spasial. [Online].
http://www.duniaanakcerdas.com/kecerdasan-visual-spasial.html [04 Januari 2013].
Meltzer, D.E. (2002). “The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible “Hidden Variable”
inDiagnostics Pretest Scores”. American Journal of Physics. Vol. 70 (12)
1259-1268.