• Tidak ada hasil yang ditemukan

this file 7988 9961 1 SM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " this file 7988 9961 1 SM"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

37 Di Indonesiapara siswa dihadapkan kepada budaya “persaingan”, berkompetisi meraih prestasi persaingan dalam pendidikan. Persaingan memang memicu anak bergairah untuk mengikuti pelajaran.Menghasilkan anak yang sebagian berhasil, sebagian gagal, frustasi. Guru tidak sepenuhnya berfokus

pada pekerjaannya sebagai guru, melainkan bekerja juga di luar bidang Pendidikan. Akibatnya pendidikan berorientasi pada hasil rata-rata, banyak siswa yang tidak dihargai hak belajarnya muncul kenakalan remaja, frustasi, siswa merasa tidak dihargai.

Syaiful Imam *), IM Hambali **)

Alamat: *) Jurusan PGSD FIP Universitas Negeri Malang **) Jurusan Bimbingan dan Konseling FIP Universitas Negeri Malang

Email : imamsyaiful588@gmail

Abstrak: Menghasilkan anak yang sebagian berhasil, sebagian gagal, frustasi. Guru tidak sepenuhnya berfokus pada pekerjaannya sebagai guru, melainkan bekerja juga di luar bidang Pendidikan. Akibatnya pendidikan berorientasi pada hasil rata-rata, banyak siswa yang tidak dihargai hak belajarnyamuncul kenakalan remaja, frustasi, siswa merasa tidak dihargai.Penelitian ini bersifat kajian, melalui pendekatan survey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para guru: (1) Memiliki komitmen yang jelas terhadap proses peningkatan mutu pembelajaran sangat rendah, (2) Memiliki komitmen untuk menghilangkan rintangan baik yang bersifat organisasional maupun cultural sangat rendah, (3) Membangun tim yang efektif sangat rendah, (4) Mengembangkan mekanisme yang tepat untuk mengawasi dan mengevaluasi kesuksesan sangat rendah, (5) Memiliki fasilitas untuk peningkatan mutu pembelajaran (laptop dan modem) sangat tinggi, (6) Melakukan pembelajaran remidi pada anak yang memiliki prestasi rendah, mencari solusi masalah pembelajaran dengan aktif berkomunikasi dengan orang tua siswa dan para ahli pendidikan merupakan bukti kinerja guru yang baik, dan sangat jarang guru yang menjalankan, (7) Kinerja ini dapat diwujudkan oleh guru dengan aktif mengikuti perkumpulan guru yang tergabung dalam MGMP/KKG, (8) MGMP/KKG merupakan sarana yang sangat efektif untuk bertukar pikiran dan saling mencari solusi masalah pembelajaran. Peningkatan KKM dan percepatan prestasi bagi anak yang berprestasi rendah juga dapat diselesaikan bersama melalui MGMP/KKG.Termasuk pertukaran media dapat terjadi dalam kegiatan ini, (10) Mekanisme yang harus dikembangkan oleh guru diantaranya adalah mekanisme untuk mengawal kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa melalui model dan media pembelajaran yang tepat.Dan hal tersebut dapat dicapai melalui diantaranya lesson study, serta mencoba mencari solusi bagi anak yang berprestasi rendah melalui komunikasi dengan orang tua.Prestasi rendah tidak selalu kemampuan rendah.

(2)

Kompetisi dalam memasuki sekolah/ perguruan tinggi di indonesia menyebabkan siswa kementingkan hafalan dan tidak kreatif. Suatu perubahan paradigma dan sikap yang diharapkan: (1) Menghargai hak setiap orang untuk belajar, (2) Mengembangkan interaksi yang saling menghormati, (3) Menghargai keanekaragaman siswa, (4) Guru berusaha profesional, mengutamakan tugas dan fungsinya sebagai guru menciptakan lingkungan belajar.

Bab XI tentang pendidik dan tenga kependidikan, Pasal 39 ayat (1), tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Ayat (2) Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melaksanakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Pasal 40 ayat (2) Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban: (a) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis, (b) Mempuinyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan, (c) Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya, (d) Antara kondisi dan criteria guru professional

sering terjadi kesenjangan yang signiikan.

Belum lagi kebutuhan yang semakin besar bagi kehidupan rumah tangga sering menjadikan guru mengutamakan kepenting di luar tugas profesionalnya. Dampak lebh lanjut adalah minimnya guru yang menyadari bahwa penmgembangan diri dan peningkatan kualitas pembelajaran adalah kwajiban dan tuntutan profesi. Sepanjang kwajiban dan tuntutan profesi belum dipandang sebagai kebutuhan, dan masih dipandang sebagai beban yang memberatkan maka guru dan mutu pendidikan

menjadi kandas. Oleh karena itu, kajian ini sangat diperlukan, terutama bagi kepentingan pengambil kebijakan untuk mendapatkan data yang valid untuk melakukan pembinaan profesi guru.

Guru sebagai tenaga professional harus memiliki pola pikir yang menggambarkan profesionalitas. Gardner, 2009 memberi batasan adanya 5 pola pikir yang harus dimiliki oleh seorang profesional.Pikiran yang terbentuk dan diimplementasi dalam sebuah tindakan kerja mandiri dalam kegiatan nyata adalah keterampilan dan kemampuan yang harus terlatih dan terus menerus disempurnakan dari waktu ke waktu. Keterampilan ini perlu dibina setiap saat. Ada beberapa prinsip dalam membina, yaitu motivasi belajar dan keingintahuan yang tinggi, keuletan dan ketangguhan dalam menjalani proses berlatih secara berkesinambungan, kesediaan Releksi diri yang membuat seseorang menyadari kekurangan dan kesalahannya, lalu memperbaikinya. Pikiran ini akan terarah apabila seseorang berlatih secara terus menerus sehingga sebuah bidang benar-benar dikuasainya dengan sempurna dengan menunjukkan kinerja maksimal. Tanpa memiliki pikiran ini, seseorang akan kehilangan identitas keunggulan diri yang membedakannya dari orang lain.

(3)

Kreativitas yang didukung oleh daya upaya optimal, dengan memanfaatkan sumber dan informasi untuk menghasilkan hal-hal baru merupakan bagian perubahan pola pikir positif.Kondisi ini menelorkan ide-ide baru, mengajukan pertanyaan-pertanyaan tak terduga, membangkitkan cara-cara berpikir baru, dan memunculkan jawaban-jawaban yang tak terduga. Ketidak-mampuan mencipta membuat seseorang guru akan tergantikan oleh orang lain, komputer atau teknologi. Bernard A.Nijstad,2002, dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ide-ide kreatif akan berkembang manakala dilakukan aktivasi. Aktivasi terhadap ide dapat melalui obyek, pengalaman maupun tingkah laku yang bertujuan. Aktivasi ide diawali oleh tahap umum, dan diikuti oleh adanya penampakan perilaku kreatif yang didasarkan pada pengalaman, pengetahuan dan diikuti oleh proses generalisitik. Oleh karena itu, aktivasi kreativitas memerlukan kondisi-kondisi pendukung.Pendukung dapat berupa lingkungan keluarga uyang diciptakan guru sendiri, lingkungan sekolah yang diciptakan oleh pendidik (khususnya kepala sekolah) maupun lingkungan masyarakat yang kondusif. Hal itu terjadi juga ketika seseorang menghadapi orang lain dalam situasi hubungan personal.

Pikiran etis diuji manakala guru dihadapkan pada godaan manipulasi atau ketika akan menyakiti orang lain. Tanpa Pikiran etis seseorang akan tidak bermoral dan tuna nurani. Melalui penerapan prinsip dasar yang bersumber oleh adanya pikiran etis, guru akan menjadi bijak, dapat mengarahkan diri untuk dapat mengembangkan dialog internal dalam rangka menemukan tindakan tepat yang mampu mengakomodasi kepentingan orang banyak (khususnya siswa) dengan tanpa mengabaikan kebutuhan diri sendiri. Di sinilah kepedulian sosial akan tumbuh-kembang menjadi suatu karakter guru yang utama. Dan semua itu sangat erat dengan adanya tujuan hidup manusia. Tujuan hidup yang jelas akan mengarahkan seseorang

ke suatu peristiwa dan kondisi stabil dan terhindar oleh adanya suasana hati negatif dan ancaman. James Y. Shah & Arie W. Kruglanski (2004) meneliti dan mencermati asosiasi atau keterkaitan emosi dengan tujuan. Melalui penelitiannya, ia menyatakan bahwa suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang akan memperoleh makna emosional yang berhubungan erat dengan ketercapaian tujuan. Dengan demikian, tujuan secara emosional menggerakkan orang untuk bertingkah laku, dan kuat atau tidaknya tujuan akan berpengaruh terhadap kondisi tingkah laku. Setiap tingkah laku akan mengandung asosiasi antara tujuan dan emosi, meskipun mungkin asosiasi bersifat samar dan tertutup. Guru dalam hal ini harus mampu menciptakan suasana dimana asosiasi emosi dan tujuan bersifat wajar dan memiliki kekuatan positif. Oleh karena itu, membangkitkan tujuan positif merupakan alternatif cara yang dapat ditempuh guru. Penciptaan lingkungan yang memungkinkan siswa dapat memiliki tujuan positif akan berdampak terhadap timbulnya transfer emosi ke sebuah tindakan positif pula.

(4)

warga bisa bekerja tanpa mementingkan diri guna meningkatkan kesejahteraan bersama.

Mutu rerpadu merupakan motor dan penggerah psikis yang dapat menantang perubahan sikap para komponen pendidikandi setiap satuan pendidikan (sekolah). Persoalannya ialah bagaimana gairah setiap komponen pendidikan dapat dibangkitkan melalui berbagai fasilitas dan program peningkatan mutu. Jawabannya adalah perlunya terentuk sikap dasar dan paradigm baru yang menjadikan bahwa kegiatan pendidikan dan pembelajaran adalah kegiatan professional.Sebelum itu semua terjadi, pihak manajemen sekolah berupaya merumuskan sebuah strategi mendasar dan dilanjutkan dengan menciptakan program bersama seluruh komponen sekolah, serta memposisikan sekolah sebagai lembaga yang menjunjung tinggi azas kualitas tinggi.

METODE

Penelitian ini dilakukan dalam rangka mengkaji dan mengevaluasi dampak

sertiikasi guru terhadap mutu pendidikan

dasar di kota Malang. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian evaluasi dengan pendekatan “Process-Audit”, dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Penelitian evaluative biasa dilakukan dalam rangka mengumpulkan data tentang kinerja dalam implementasi suatu kebijakan, yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki implementasi kebijakan melalui rekomendasi kebijakan yang relevan.

Dalam pelaksanaan, penelitian ini menggunakan metode campuran yaitu metode kuantitatif dan kualitatif.Metode kuantitatif digunakan untuk mendeskripkan komponen-komponen kebijakan dan realisasinya di tingkat pelaksana pendidikan dasara (dalam hal ini kepala sekolah dan guru) menuurut kriteria yang digariskan oleh kebijakan pemerintah terkait yang bersifat mendukung.Penggunaan metode kuantitatif menghasilkan gambaran yang komprehensi tentang penyelenggaraan

ppendidikan dasar (mencakup proses dan hasil) serta upaya pemegang kendali mutu di tingkat sekolah.Akhirnya, penelitian ini dapat

memberikan proil komprehensif mengenai

penyelanggaraan pendidikan dasar sebagai indicator mutu pendidikan.

Populasi penelitian adalah semua guru

yang telah memiliki sertiikat pendidik pada

tingkat sekolah dasar dan SLTP (pendidikan dasar) baik swasta maupun negeri. Sampel penelitian ditetapkan dalam proses yang terdiri tiga tahap, pertama, sampel sampel wilayah. Yaitu sampel kecamatan yang disebut UPTD yang dianggap memiliki karakter yang sama dengan wilayah lain (cluster sampling). Kedua, sampel lembaga (sekolah) yaitu sekolah dasar dan SLTP yang dipilih berdasar tujuan (purposive sampling) yaitu lembaga yang memiliki karakteristik yang menggambarkan seluruh sekolah yang ada pada wilayah yang berbeda, dan ketiga,

sampel guru yang telah bersertiikat pendidik,

terdiri dari guru PNS dan guru swasta. Proses audit meliputi dua aspek indicator yakni proses dan hasil penyelenggaraan pendidikan terutama proses dan hasil pembelajaran oleh

guru bersertiikat. Data yang terekam dari

sampel mencerminkan perbandingan antara realitas proses dan hasil pembelajaran dengan criteria yang ditetapkan.

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah 1) angket/kuesioner, 2) dokumentasi, 3) pedoman observasi, dan 4) wawancara.Angket/kuesioner digunakan untuk mendapatkan data tentang kinerja

para guru bersertiikat pendidik. Fokus data

(5)

baik dari sumber- sumber cetak maupun elektronik.

Data-data yang hendak dikumpulkan meliputi 1) proses dan hasil pembelajaran, 2) upaya guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran (melalui karya invovatif guru, penelitian tindakan kelas dan lesson study), 3) komitmen guru dalam melaksanakan pengembangan diri melalui perkumpulan guru mata pelajaran, keikutserta dalam pendidikan dan pelatihan secara mandiri, 4) fasilitas pembelajaran yang dimiliki sebagai upaya penguatan kualitas pembelajaran, 5) sumber-sumer bacaan baik dari sumber-sumber cetak maupun elektronik. Data dianalisis dengan menggunakan teknik statistic deskriptif, dan analisis kualitatis yang dapt memberikan penjelasan yang cukup bagi data kuantitatif yang ada.

HASIL

Dari data yang kepemilikan alat penunjang pembelajaran terdapat jumlah guru SD yang memiliki laptop sebanyak 31 orang (82%), Jumlah guru SD yang memiliki modem sebanyak 24 orang (62%), Jumlah guru SD yang memiliki personel komputer sebanyak 12 orang (31%). Jumlah guru SD yang memiliki alat peraga sebanyak 14 orang (36%).Jumlah guru SD yang memiliki media pembelajaran sebanyak 13 orang (35%). Jumlah guru SD yang memiliki buku ilmiah sebanyak 9 orang (24%).

Dari data kemampuan pengoperasian alat penunjang pembelajaran didapat beberapa data, yaitu jumlah guru SD yang mampu mengoperasikan laptop sebanyak 29 orang (76%), jumlah guru SD yang dapat mengoperasikan modem sebanyak 21 orang (55%). Jumlah guru SD yang dapat mengoperasikan personel komputer sebanyak 23 orang (60%).Jumlah guru yang dapat mengoperasikan alat peraga sebanyak 33 orang (86%). Jumlah guru yang dapat mengoperasikan media pembelajaran sebanyak 33 orang (86%).Jumlah guru yang

dapat mengoperasikan buku ilmiah sebanyak 21 orang (56%).

Dari data dalam tabel, didapatkan data keikutsertaan dalam aktivitas guru yang terdiri

dari tiga aktiitas yaitu kegiatan MGMP/

KKG, Diklat Pengembangan Diri, dan Tim dalam Lesson study. Dalam kegiatan MGMP/ KKG didapatkan data bahwa terdapat 50 orang yang aktif dalam kegiatan tersebut (91), kegiatan diklat pengembangan diri 44 orang (80%), dan kegiatan tim dalam lesson study sebanyak 8 orang (15%).Dari data pengalaman penelitian tindakan kelas dapat diambil kesimpulan bahwa, terdapat 0 judul penelitian yang telah dihasilkan oleh guru SD dalam 2 tahun terakhir (0%).

Dalam kegiatan pengalaman dalam menulis buku ajar yang dilakukan dalam dua tahun terakhir didapatkan data bahwa terdapat 0 judul penelitian penulisan buku modul/ajar

yang dihasilkan oleh guru SD bersertiikasi

dalam 2 tahun terakhir (0%).

Dari data pengalaman menulis buku modul selama dua tahun terakhir terdapat tiga buah judul buku dan No.ISBN yang dihasilkan oleh guru SD dalam 2 tahun terakhir (0%). Dalam kegiatan pengalaman penulisan artikel ilmiah yang dilakukan dalam dua tahun terakhir didapatkan data bahwa terdapat tiga judul artikel ilmiah yang telah dihasilkan oleh

guru SD bersertiikasi dalam 2 tahun terakhir

(8%).Dari data pengalaman penyampaian madalah secara oral pada pertemuan/seminar ilmiah dalam lima tahun terakhir, terdapat dua nama pertemuan ilmiah/seminar yang telah dilakukan oleh guru SD dalam 5 tahun (0%) .Dalam kegiatan pengalaman pengembangan media/karya inovatifyang dilakukan dalam dua tahun terakhir didapatkan bahwa terdapat dua judul pengembangan media/karya inovatif

yang telah dihasilkan guru SD bersertiikasi

dalam 2 tahun terakhir (0%).

(6)

melalui remidi usaha yang dilakukan sebanyak 0 guru (0%), berkomunikasi kepada orangtua siswa guna mencari solusi bagi anak didik usaha yang dilakukan sebanyak 0 guru (0%), melakukan kegiatan diagnose kesulitan belajar usaha yang dilakukan sebanyak 0 guru (0%).

Dalam kegiatan Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya yang dilakukan dalam 5 Tahun terakhir terdapat satu judulJudul/Tema/Jenis rekayasa/ Sosial Lainnya yang Telah diterapkan oleh

guru SD yang bersertiikasi.

Dalam hal Penghargaan yang pernah diraih dalam 10 tahun terakhir (dari pemerintah, asosiasi, institusi lainnya) terdapat enam Judul/Tema/Jenis rekayasa/Sosial Lainnya yang Telah diterapkan yang dihasilkan oleh

guru SD bersertiikasi (0%).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil penelitian untuk kajian dampak

sertiikasi guru terhadap mutu pendidikan

dasar 9 tahun di kota Malang dapat disimpulkan sebagai berikut. (1) Memiliki komitmen yang jelas terhadap proses peningkatan mutu pembelajaran sangat rendah, (2) Memiliki komitmen untuk menghilangkan rintangan baik yang bersifat organisasional maupun cultural sangat rendah, (3) Membangun tim yang efektif sangat rendah, (4) Mengembangkan mekanisme yang tepat untuk mengawasi dan mengevaluasi kesuksesan sangat rendah, (5) Memiliki fasilitas untuk peningkatan mutu pembelajaran (laptop dan modem) sangat tinggi, (6) Melakukan pembelajaran remidi pada anak yang memiliki prestasi rendah, mencari solusi masalah pembelajaran dengan aktif berkomunikasi dengan orang tua siswa dan para ahli pendidikan merupakan bukti kinerja guru yang baik, dan sangat jarang guru yang menjalankan, (7) Kinerja ini dapat diwujudkan oleh guru dengan aktif mengikuti perkumpulan guru yang tergabung dalam MGMP/KKG, (8) MGMP/KKG

merupakan sarana yang sangat efektif untuk bertukar pikiran dan saling mencari solusi masalah pembelajaran. Peningkatan KKM dan percepatan prestasi bagi anak yang berprestasi rendah juga dapat diselesaikan bersama melalui MGMP/KKG. Termasuk pertukaran media dapat terjadi dalam kegiatan ini, (9) Mekanisme yang harus dikembangkan oleh guru diantaranya adalah mekanisme untuk mengawal kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa melalui model dan media pembelajaran yang tepat. Dan hal tersebut dapat dicapai melalui diantaranya lesson study, serta mencoba mencari solusi bagi anak yang berprestasi rendah melalui komunikasi dengan orang tua. Prestasi rendah tidak selalu kemampuan rendah.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian diajukan beberapa saran berikut. Pihak guru yang

bersertiikasi di kota Malang diharapkan

(7)

kerjasama antar guru, (4) Perlu diciptakan mekanisme hukuman bagi guru yang tidak menunjukkan kinerja baik (bahkan bisa melalui perda), (5) Aturan guru mengajar 24 jam tidak lagi sekedar menjadi beban bagi guru, namun menjadi hak bagi guru yang berprestasi, sedangkan guru yang kinerja kurang baik tidak memiliki hak mengajar 24 jam. Sehingga hak ikutan untuk mendapatkan tunjangan profesi akan melekat pada guru yang memiliki hak mengajar 24 jam, dan hal ini hanya bisa terjadi jika dituangkan dalam aturan daerah (perda), (6) Perlu adanya pembinaan dan pengembangan kompetensi pedagogic dan kompetensi professional guru secara terus menerus baik dalam bentuk

pendidikan dan pelatihan maupun dalam bentuk penyediaan fasilitas pembelajaran.

DAFTAR RUJUKAN

Faisal, S. dan H.S.Mundzir.2006.Sosiologi Pendidikan.Malang: Penerbit Fakultas Ilmu Pendidikan Univeritas Negeri Malang.

Gardner.H.2006b.Five Mind for The Future. Boston.MA:Harvard Business School Press.

Referensi

Dokumen terkait

Beban depresiasi untuk tiap periode jumlahnya selalu sama ( kecuali kalau ada penyesuaian ). Dalam metode ini perusahaan akan mencatat bahan penyusutan yang sama jumlahnya

Media Pembelajaran Jaringan Syaraf Tiruan … 883 yang memiliki sub tombol sejarah JST untuk menuju ke halaman Sejarah JST, sub tombol bentuk dan arsitektur JST

Alhamdulillah, puji dan syukur, saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan seluruh proses penyusunan Laporan

Kim (32) dan Huang (33) mengamati apoptosis pada kanker servik yang diberi perlakuan dengan radioterapi dan memperoleh bahwa indeks apoptosis spontan yang rendah mencerminkan

[r]

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 50 responden yang merupakan pasien Puskesmas Bahu menunjukkan kadar lipid trigliserida normal berjumlah 12 responden

mempergunakan bahasa Sunda sebagai bahasa pengantarnya, namun model ini dilengkapi : 1) model pengembangan, secara umum berisi tentang langkah-langkah pembuatan

Kedudukan Kejaksaan dalam perkara kepailitan yaitu sebagai Jaksa Pengacara Negara yang penunjukkannya berdasarkan Surat Kuasa Khusus dari pimpinan instansi Kejaksaan