• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etika (2020) Perubahan fisik serta psikologis yang terjadi pada tahap perkembangan remaja dapat menimbulkan terjadinya konflik pada diri remaja sendiri maupun dengan orang lain

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Etika (2020) Perubahan fisik serta psikologis yang terjadi pada tahap perkembangan remaja dapat menimbulkan terjadinya konflik pada diri remaja sendiri maupun dengan orang lain"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa menurut (Mohammad, A 2004). Remaja mengalami transisi dari masa anak-anak menuju dewasa disertai dengan perubahan biologis, kognitif dan sosial- emosional. Masa remaja dimulai sekitar usia 10 sampai 13 tahun dan berakhir antara usia 18 sampai 22 tahun (Santrock, 2003).

Menurut Yunalia & Etika (2020) Perubahan fisik serta psikologis yang terjadi pada tahap perkembangan remaja dapat menimbulkan terjadinya konflik pada diri remaja sendiri maupun dengan orang lain. Fenomena yang terjadi saat ini remaja sangat mudah dalam mengakses internet dan semakin banyak juga jenis media sosial seperti Face Book, Twitter, Instagram dsb. Remaja saat ini lebih mudah dalam meluapkan emosinya di media sosial tanpa memikirkan apa saja nanti dampaknya didunia nyata (Dewi & Savira, 2017).

Remaja ketika melihat suatu fenomena baik yang sedang tren atau suatu kejadian yang terjadi di kehidupan sehari-hari cenderung terbawa emosi. Seperti halnya ketika melihat suatu postingan di media sosial, contoh mengenai kasus yang sempat viral di media sosial tentang Audrey seorang siswi Sekolah Menengah Pertama yang terjadi pada tahun 2019. Di mana Audrey mengalami pengeroyokan dan penganiayaan oleh sejumlah siswi SMA yang dipicu masalah asmara dan saling balas komentar di media sosial (Dahono, 2019). Meskipun hal tersebut belum bisa

(2)

dipastikan kebenarannya akan tetapi remaja sudah mulai mengasumsikan bahwa hal tersebut memang benar adanya dan sulit dalam mengontrol emosi.

Dampak dari perilaku ramaja yang melakukan penyalahgunaan layanan media sosial seperti Cyberbullying. Cyberbullying merupakan suatu Tindakan perundungan yang dilakukan seseorang dengan menggunakan media sosial (Riswanto & Marsinun, 2020). Ketika remaja memiliki permasalahan secara personal dengan seseorang tidak jarang remaja melakukan suatu tindakan seperti pembulyan melalui media sosial seperti menjelek-jelekan seseorang dan melebihkan suatu permasalahan. Remaja lebih cenderung menilai suatu tindakan dari satu sisi tanpa melihat sisi lain, sehingga remaja mengalami penurunan dalam pengelolaan emosi dalam dirinya dan meluapkan emosinya tanpa memikirkan dampak kedepannya (Dewi & Savira, 2017).

Remaja saat ini dalam melakukan segala Sesutu harus bisa serba cepat dan tidak jarang juga semua hal yang diinginkan oleh mereka harus terpenuhi. Akibat dari itu menjadikan tren yaitu You Only Live Once atau sering didengar “YOLO”

dan sering berkonotasi negatif. Dalam mencapai hal tersebut tidak mudah melainkan memalului proses yang panjang untuk mencapainya (Novianti, 2017).

Perkembangan emosional yang terjadi pada setiap individu terkadang sangat sulit utuk diklasifikasikan , karena setiap individu sulit menyatakan perasaan yang dirasakan selain itu adapula faktor lain seperti lingkungan, pengalaman dan kebudayaan (Mohammad A, 2004). Menurut Yusuf (dalam Purnama & Wahyuni, 2017) perubahan sosial yang dialami pada masa remaja ditandai dengan perubahan- perubahan untuk mencapai kematangan dalam hubungan sosial atau perubahan

(3)

untuk dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma yang diberlakukan dalam suatu kelompok. Sehingga di dalam perjalanan remaja menuju ke masa dewasa, remaja harus berusaha untuk mempunyai peran dalam kehidupan sosialnya (Sarwono, 2013).

Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku atau tindakan remaja adalah kecerdasan emosional. Menurut Goleman (1996) kecerdasan emosi merupakan kemampuan untuk memotivasi diri dan bertahan untuk menghadapi frustasi, mengatur suasana hati agar tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, serta mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan serta kemampuan berempati dan berdoa.

Salovey menempatkan kecerdasan pribadi Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang dicetuskan, seraya memperluas kemampuan ini menjadi lima wilayah (dalam Goleman, 1996) yaitu : (1) Mengenali emosi diri, (2) Mengelola emosi, (3) Memotivasi diri, (4) Mengenali emosi orang lain, (5) Membina hubungan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Widyaningrum (2013) diperoleh gambaran kecerdasan emosi pada remaja akhir bahwa sebagian besar masuk dalam kategorisasi sedang sebanyak (37%) sebanyak sepuluh subjek dan subjek yang masuk dalam kategorisasi rendah dan tinggi memiliki persentase yang sama yaitu (25,9%) masing-masing dengan tujuh subjek. Subjek dengan tingkat kecerdasan emosi yang sangat rendah sebanyak (3,7%) satu subjek dan kategori sangat tinggi sebanyak (7,4%) dua subjek. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosi pada remaja akhir berada pada kategori sedang.

(4)

Dari hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 27 Oktober 2021, Menggunakan metode wawancara melalui media sosial WhatsApp Call, dikarenakan saat ini sedang pandemi sehingga peneliti memutuskan menggunakan metode wawancara secara online dengan 14 subjek remaja akhir dengan rentang usia 17 sampai 22 tahun dan menggunakan pertanyaan dari dimensi kecerdasan emosi dari Salovey gardner (dalam Goleman, 1996) yaitu : mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain. Dari wawancara yang dilakukan diperoleh data sebanyak 10 dari 14 subjek yang memiliki permasalahan kecerdasan emosi. Seperti dalam mengenali emosi diri sendiri dan orang lain, subjek merasa kurang bisa mengenali emosi yang ada dalam diri, seperti ketika merasakan suatu emosi, subjek sulit untuk menempatkan emosinya dengan baik.

Subjek merasa emosi tidak semua dapat dikelola dengan baik, jika subjek merasa emosi itu masih ringan subjek masih bisa mengendalikannya akan tetapi ketika permasalahan yang dialami berat subjek terkadang tidak bisa melakukan aktifitas karena saling bertentangan dengan perasaan subjek. Dalam memahami orang lain subjek merasa sulit dalam memahami emosi orang lain karena masing- masing orang memiliki permasalahan yang berbeda-beda.

Pada aspek mengenali emosi diri, 10 subjek dalam mengenali emosi dalam diri merasa kurang bisa mengenali emosinya secara baik. Seperti ketika subjek merasa sedih atau senang subjek hanya merasakan emosinya tanpa subjek merasakan apa sebab dari emosi yang dirasakan. Dalam aspek mengontrol emosi rata-rata dari subjek sudah bisa dalam mengelola emosi. Dalam aspek memotivasi

(5)

diri subjek merasa terkadang sudah bisa dalam memotivasi diri akan tetapi tergantung dari permasalahan yang dialami jika permasalahan itu ringan subjek cepat bangkit dari permasalahan yang dialami akan tetatpi jika permasalahan yang dialami berat subjek juga dapat larut dalam permasalahan tersebut.

Pada aspek mengenali emosi orang lain, 6 subjek merasa kurang bisa dalam mengenali emosi orang lain. Menurut subjek, emosi seseorang tidak bisa diketahui apabila orang tersebut tidak menceritakan apa yang dirasakan sehingga subjek kurang memahami emosi apa yang dirasakan seseorang. Dalam aspek membina hubunga denga orang lain, keseluruhan subjek dapat membina hubungan dengan orang lain baik lingkungan baru maupun lama. Dari 11 subjek hanya 3 subjek yang susah dalam beradptasi dengan lingkungan baru. Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa kesepuluh subjek memiliki permasalahan kecerdasan emosi.

Menurut Goleman (dalam Sarwono, 2013) keberhasilan atau kegagalan yag dialami individu tergantung pada kecerdasan emosinya. Semakin tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki individu maka semakin bisa individu tersebut mengatasi masalah yang dialami, terkhusus dalam memerlukan kendali emosi yang kuat.

Kecerdasan Emosi sangat berhubungan dengan kualitas kehidupan individu, seperti individu bisa hidup dalam ketenangan batin, empati dan kedamaian (Wesfix, 2016). Menurut Suparman dkk, (2020) kelekatan aman ini sangat mempengaruhi perkembangan anak dalam aspek sosial, emosi dan spiritual. Pentingnya kecerdasan emosi pada remaja, karena remaja pada umumnya mudah terpengaruh oleh teman sebaya, baik pengaruh positif maupun negatif (Yunalia & Etika, 2020).

(6)

Menurut Goleman (1996) ada dua faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi, yaitu: faktor lingkungan keluarga dan faktor lingkungan non keluarga. Faktor lingkungan keluarga adalah sekolah pertama anak untuk mempelajari emosi (Helmawati, 2014). Di dalam keluarga bagaimana anak dapat belajar merasakan emosi baik diri sendiri maupun emosi orang lain, Sementara itu lingkungan non keluarga adalah lingkungan masyarakat dan lingkungan Pendidikan merupakan faktor yang bertanggung jawab terhadap perkembangan kecerdasan emosi. seperti pergaulan dengan teman sebaya, guru dan masyarakat luas (Goleman, 1996).

Nihara, Tamiyazu dan Yoshikazo (dalam Adekeye et al., 2015) Faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi adalah kelurga, hubungan antara aspek afektif dan emosional dan perilaku orang tua dan penyesuaian emosional anak dapat dipengaruhi melalui keluarga dan budaya tertentu. Hal ini menjelaskan pentingnya keluarga karena pembelajaran terjadi melalui interaksi antara anak dan anggota keluarganya terutama orang tua. dalam penelitian ini peneliti memilih lingkungan keluarga sebagai faktor yang mempengaruhi

Menurut Desmita (2012) keterikatan antara remaja dan orang tua yang terjalin dapat membantu remaja dalam kompetensi sosial dan kesejahteraan sosialnya seperti harga diri, penyesuaian e

mosional dan Kesehatan fisik. Sehingga remaja yang memiliki hubungan yang nyaman dan harmonis dengan orang tuanya memiliki harga diri dan kesejahteraan emosional yang lebih baik.

(7)

Kelekatan yang aman dapat memberikan efek yang positif terhadap kecerdasan emosi individu. Kelekatan terhadap orang tua pada masa remaja dapat membantu remaja dalam bersosial dan kesejahteraan sosial remaja. Santrock (dalam Purnama & Wahyuni, 2017). Apabila anak yang mengalami gaya kelekatan yang tidak aman atau insecure akan mengarah kepada emosi yang negatif dan mudah merasakan stress Kafetsios, (dalam Damara & Aviani, 2020).

Kelekatan (attachment) adalah suatu ikatan emosional yang menetap dan bersifat timbal balik antara bayi dan pengasuh. Hal tersebut masing-masing berkontribusi terhadap kualitas hubungan tersebut (Papalia, Olds, Feldman, 2009).

Menurut Desmita (2012) kelekatan aman suatu keterikatan antara remaja dan orang tua yang terjalin dan dapat membantu remaja dalam kompetensi sosial serta kesejahteraan sosialnya seperti harga diri, penyesuaian emosional dan kesehatan fisik. Sehingga remaja yang memiliki hubungan yang nyaman dan harmonis dengan orang tuanya memiliki harga diri dan kesejahteraan emosional yang lebih baik.

Kelekatan aman yang terjalin antara orang tua-anak ditandai dengan adanya rasa saling percaya dan komunikasi yang terjalin secara hangat antara anak dengan orang tua (Purnama & Wahyuni, 2017). Menurut Armsden dan Greenberg (1987) kelekatan adalah ikatan afeksi antara dua individu yang memiliki intensitas yang kuat. kelekatan aman dilihat dari tiga dimensi dasar dalam skala IPPA (Inventory Parent and Peer Attachment) yang disusun oleh Armsden dan GreenBerg (Guarnieri et al., 2010) yaitu: Kepercayaan (trust), Komunikasi (communication) dan Keterasingan (alienation).

(8)

Orang tua merupakan figur yang mampu memberi bekal pengalaman kepada remaja seperti bagaimana cara bertingkah laku, bersikap, bagaimana menegnali emosi dalam diri, emosi orang lain, mengendalikan emosi, menanggapi orang lain sesuai dengan porsinya dan bagaimana bersosialisasi di lingkungan masyarakat. melalui pengalaman emosi yang di dapatkan remaja ketika sedang berinteraksi dengan keluarga, terutama orang tua. Hubungan yang terjalin antara orang tua dan remaja nantinya akan menentukan kecerdasan emosi pada diri remaja.

orang tua merupakan figur sentral yang mempunyai peran penting dalam perkembangan remaja. karena dasar hubungan pribadi remaja diperoleh pertama kali dalam hubungannya dengan orang tua Sehingga kecerdasan emosi dapat terbentuk karena kelekatan yang orang tua berikan kepada anak sehingga membantu anak melewati masa transisi menuju dewasa. kelekatan yang aman yang terjalin antara orang tua dan remaja (Pratiwi, Rezky., & Utami, 2021).

Penelitian yang dilakukan (Al-Yagon, 2011) menyatakan bahwa anak-anak yang memiliki gaya kelekatan aman akan menunjukkan kemampuan pengaturan emosi, kempuan bersosialisasi dan kesejahteraan psikologis yang lebih baik daripada anak yang memiliki gaya kelekatan tidak aman.

Kelekatan aman yang terjalin antara orang tua dan anak ditandai dengan adanya rasa saling percaya dan komunikasi yang baik. Kepercayaan remaja terhadap orang tua di mana orang tua mampu memahami dan menghormati kebutuhan dan keinginan remaja. Sedangkan komunikasi yang terjalin antara remaja dan orang tua berkaitan dengan sensitive dan responsive terhadap keadaan

(9)

emosional dan menilai sejauhmana keterlibatan yang terjalin baik secara verbal (Purnama & Wahyuni, 2017).

Dengan adanya masalah di atas maka peneliti tertarik mengambil judul Hubungan antara kelekatan aman orang tua-anak dengan kecerdasan emosi pada remaja akhir. Oleh karena itu dengan adanya kelekatan aman yang terjalin antara orang tua dan remaja sehingga dapat mempengaruhi kecerdasan emosi remaja seperti bagaimana remaja mengenali emosinya dengan baik serta mengenali emosi orang lain dan dapat berinteraksi dengan baik dengan lingkungan sosial.

Dari uraian di atas, maka permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini apakah ada hubungan antara kelekatan orang tua-anak dengan kecerdasan emosi pada remaja akhir?

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan antara Kelekatan Aman Orang Tua-Anak dengan Kecerdasan Emosi pada Remaja Akhir.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat secara teoritis adalah memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang psikologi perkembangan.

b. Manfaat praktis adalah memberi masukan kepada remaja akhir tentang pentingnya kecerdasan emosi dalam penerapan kehidupan sehari- hari.

Referensi

Dokumen terkait

Saat ini secara garis besar terdapat tiga jenis lahan kritis di Pulau Bintan, yaitu lahan kritis yang berasal dari pembukaan lahan yang kemudian ditinggalkan untuk

Namun dibalik itu salah satu bentuk penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh pemerintah yang merupakan sebagai salah satu tolok ukur kelulusan peserta

Kontroler Fuzzy pada Pengaturan Perbandingan Udara Bahan Bakar pada Spark Ignition Mesin dapat diterapkan. Saat mesin bekerja tanpa beban, kontroler bisa menyesuaikan

Selain itu STAD juga terdiri dari siklus kegiatan pengajaran yang teratur.Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian tindakan kelas untuk membuktikan bahwa melalui

Desain dari modul SD ditekankan kepada penggunaan strategi penjualan yang sensitif terhadap perubahan yang terjadi di pasar. Prioritas utama dari penggunaan modul ini adalah

Administrasi adalah keseluruhan proses pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang terlibat dalam suatu bentuk usahakerja sama demi tercapainya

Az is feltehet ő kérdés, hogy miért lesz valaki konzer- vatív vagy liberális, feltéve, ha elismerjük, hogy a politikai orientációk sokdimen- ziósak, változtathatóak, és

Selain sebagai indikator pelayanan yang menunjukkan seberapa cepat dan tanggap petugas kesehatan dalam menangani masalah dan memberikan pertolongan medis kepada