• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA PROBLEM SOLVING APPRAISAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI NAPI ANAK : Studi Korelasi pada Napi Anak Penghuni Lapas di Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA PROBLEM SOLVING APPRAISAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI NAPI ANAK : Studi Korelasi pada Napi Anak Penghuni Lapas di Bandung."

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

HALAMAN PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR GRAFIK ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. ... Latar Belakang ... 1

B. ... Identifikasi Masalah ... 8

C. ... Tujuan Penelitian ... 9

D. ... Metode Penelitian ... 10

E. ... Manfaat Penelitian………. ... 10

F. ... Struktur Organisasi Skripsi ... 12

(2)

Pustaka ... 14

1. ... Teori Problem Solving Appraisal ... 14

a. ... Definisi Problem Solving Appraisal ... 15

b. ... Aspek-aspek Problem Solving Appraisal……… ... 16

c. ... Effective Problem Solvers dan

Ineffective Problem Solvers………. 19 d. ...

Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Problem Solving Appraisal pada Remaja………. 20

2. ... Teori

Penyesuaian Diri……… ... 23 a. ... Definisi

Penyesuaian Diri……… ... 25 b. ...

Well-adjusted dan MalWell-adjusted……… ... 26

c. ... Karakteristi

k Penyesuaian Diri yang Efektif………… ... 28 d. ...

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses

(3)

Narapidana Anak……… ... 37

c. ... Permasalah an yang Dihadapi Napi Anak di

Lembaga Pemasyarakatan……….... 39

4. ... Penelitian Terdahulu yang Relevan dengan

Problem Solving Appraisal dan Penyesuaian Diri ... 45

B. ... Kerangka Berpikir ... 47

C. ... Hipotesis Penelitian ... 51

BAB III METODE PENELITIAN

A. ... Lokasi dan Pengembangan Instrumen Penelitian ... 60

(4)

Data ... 66

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. ... Hasil Penelitian ... 71

1. ... Gambaran Problem Solving Appraisal pada Napi Anak

Penghuni Lapas di Bandung ... 71

2. ... Gambaran Penyesuaian Diri pada Napi Anak

Penghuni Lapas di Bandung ... 85

3. ... Hubu ngan Antara Problem Solving Appraisal

dan Penyesuaian Diri Napi Anak Penghuni Lapas

di Bandung ... 104

B. ... Pembahasa n Hasil penelitian ... 109

(5)

dan Penyesuaian Diri Napi Anak Penghuni Lapas

di Bandung ... 128

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. ... Kesimpulan ... 135

B. ... Saran ... 136

DAFTAR PUSTAKA ... 140

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 145

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Kriminalitas adalah sebuah permasalahan yang sering disajikan di berbagai

media, baik itu media elektronik sampai media cetak, yang terjadi baik di kota besar

sampai kota kecil, dari tindak kriminal ringan hingga berat, yang meresahkan

masyarakat. Tindak kriminal merupakan segala sesuatu tindakan yang melanggar

hukum atau sebuah tindak kejahatan.

Meskipun tingkat kriminalitas di Indonesia sudah menurun hingga 20,28%,

dari 344.942 kasus di tahun 2009 menjadi 274.999 kasus di tahun 2010

(tekno.kompas.com, 2011). Saat ini tingkat kriminalitas di kota-kota besar masih

tetap tinggi. Di kota Bandung, kondisi keamanan masih sangat meresahkan

masyarakat. Berdasarkan hasil catatan Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar),

sepanjang Januari hingga Juli 2012 tercatat angka kriminalitas wilayah hukum

Polrestabes Bandung menduduki peringkat tertinggi dibanding kota-kota lainnya di

Jawa Barat diantaranya adalah kasus pencurian dengan kekerasan (curas), pencurian

(7)

Kriminolog Erlangga Masdiono (2011) mengungkapkan bahwa tingginya

angka kriminalitas di Indonesia disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain

kemiskinan, disfungsi norma dan hukum, ketidakharmonisan unsur terkait serta

karakter bangsa yang sudah bergeser, ditambah dengan sistem pendidikan yang tidak

lagi mengajarkan nilai-nilai etika termasuk pendidikan agama yang hanya

menekankan pada aspek kognitifnya (hankam.kompasiana.com, 2012).

Kriminalitas tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, tapi bahkan oleh anak

sekalipun. Anak dalam hukum adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun

dan belum menikah termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut

adalah demi kepentingannya (UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia).

Anak akan dijatuhi hukuman pidana jika anak telah mencapai usia lebih dari 12

tahun yang dalam istilah psikologi sudah memasuki masa remaja (Soetedjo, 2006).

Berdasarkan laporan yang masuk ke Direktorat III Tindak Pidana Umum Bareskrim

Mabes Polri, tercatat 967 kasus anak yang berhadapan dengan hukum pada tahun

2011. Dari jumlah tersebut, perkara yang paling banyak menyeret anak ke rimba

hukum adalah penganiayaan (236 kasus). Tiga tindak pidana lain yang paling banyak

berturut-turut adalah pencurian (166 kasus), perbuatan cabul menurut KUHP (128),

dan pengeroyokan (64). Jumlah kasus pencurian bisa bertambah jika digabung

dengan percobaan pencurian (5) dan pencurian dengan kekerasan (36). Angka ini

bisa bertambah jika digabung dengan tindak pidana pencabulan menurut

Undang-Undang Perlindungan Anak (9), percobaan pemerkosaan (5), dan pemerkosaan (15)

(8)

Di Indonesia pelaku tindak kriminalitas yang mendapatkan hukuman pidana

dihukum dengan memasukan mereka dalam penjara. Penjara di Indonesia saat ini

menganut falsafah pembinaan narapidana yang dikenal dengan nama “pemasyarakatan”.

Sehingga istilah penjara kini telah diubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan. Menurut

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, fungsi sistem

pemasyarakatan adalah menyiapkan orang-orang yang dibina agar dapat berperan

kembali sebagai anggota masyarakat yang baik dan bertanggung jawab

(wikipedia.org, 2011).

Data terbaru dari sistem database pemasyarakatan, jumlah penghuni Lembaga

Permasyarakatan (Lapas) di Indonesia baik yang berstatus masih tahanan dan napi

saat ini mencapai 153.224 dan 5.532 diantaranya adalah anak. Sedangkan anak yang

berstatus napi anak saat ini sudah mencapai 3.335 anak, yaitu 3.282 diantaranya napi

anak lelaki dan 73 napi anak perempuan (smslap.ditjenpas.go.id, 2013). Berdasarkan

data bulan Januari 2013, jumlah napi anak yang berada baik di Lapas maupun di

Rutan (Rumah Tahanan) Bandung saat itu sudah mencapai 54 orang.

Masuk ke Lapas bagi napi anak berarti kehilangan kebebasan fisik, kehilangan

kontrol atas hidup, kehilangan keluarga, kehilangan barang dan jasa, kehilangan

keamanan, kehilangan hubungan heteroseksual, kurangnya stimulasi, dan gangguan

(9)

Menurut Irwanto (2011), Direktur Pusat Kajian Perlindungan Anak Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, kondisi lembaga pemasyarakatan

di Indonesia sangat memprihatinkan. Hal ini disebabkan karena masih banyak Lapas

yang belum memiliki sarana dan prasarana yang layak, sanitasi, layanan kesehatan

hingga kapasitas Lapas melampaui batas (vivanews.com, 2011). Selain itu,

berdasarkan data dari KPAI menunjukkan bahwa 80% anak yang masuk ke Lapas

pernah mengalami kekerasan (kompas.com, 2010). Salah satu contohnya adalah

kasus kematian seorang napi anak yang terjadi di Lapas Tulungagung bernama

Hisyam Dayu Firmansyah (15 tahun). Korban merupakan napi yang menempati Blok

F berada bersama 11 tahanan anak-anak lainnya dan polisi menduga korban tewas

akibat pengeroyokan (tempo.co, 2012).

Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Bantuan

Hukum (2012) di di Rumah Tahanan Pondok Bambu, LAPAS Kelas IIA Anak Pria

Tangerang, dan LAPAS Wanita Kelas IIB Tangerang. Hampir semua tahanan anak

mengalami kekerasan, bahkan pelecehan seksual, sebelum sampai di persidangan.

Sebanyak 98 persen anak mengaku disiksa saat menjalani pemeriksaan, 97 persen

mengaku dipukuli ketika penangkapan, dan 74 persen dihajar saat di dalam tahanan

(tempo.co, 2012). Penelitian ini menambah daftar panjang permasalahan yang harus

dihadapi napi anak saat berada di Lapas.

Fenomena di atas menunjukkan bahwa kondisi lingkungan Lapas dengan

peraturan-peraturan, sarana dan prasarana yang kurang memadai, juga lingkungan

(10)

diri di lingkungan tersebut. Lingkungan Lapas yang menjauhkan napi dari kebebasan

dan dukungan sosial dari orang terdekat, seperti keluarga dan teman terdekat, akan

membuat napi semakin rentan terhadap berbagai gangguan psikologis. Sehingga

tidak mengherankan beberapa napi anak di Indonesia memilih untuk bunuh diri saat

masih berada dalam tahanan karena penyesuaian diri merupakan salah satu

persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan mental ((jurnaliswarga.com, 2011;

Mu’tadin, 2002).

Menurut Schneider (1964: 51), penyesuaian diri merupakan suatu proses,

yang melibatkan respon-respon mental dan perbuatan dalam upaya untuk memenuhi

kebutuhan. Individu berusaha keras agar berhasil mengatasi

kebutuhan-kebutuhan, dan mengatasi ketegangan, frustrasi, dan konflik secara sukses, serta

menghasilkan hubungan yang harmonis antara kebutuhan dirinya dengan norma atau

tuntutan lingkungan dimana dia hidup. Haber dan Runyon (1984: 10) mengatakan

bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses yang akan terus berlangsung selama

hidup. Efektivitas penyesuaian diri dilihat dari bagaimana seseorang mengatasi

situasi yang terus berubah. Kualitasnya akan bervariasi dari waktu ke waktu dan dari

situasi ke situasi.

Salah satu aspek yang mempengaruhi penyesuaian diri di Lapas adalah

(11)

individu yang kurang memiliki kemampuan dalam problem solving baik pribadi dan

sosial cenderung mengembangkan penyesuaian yang menyimpang (maladjustment)

(Foster dan Ritchey, 1979; Jahoda, 1958; Spivack, Latt, dan Shure, 1967 dalam

Biggam dan Power, 1999).

Problem solving tidak akan efektif jika individu tidak melakukan penilaian

terlebih dahulu terhadap permasalahannya. Menurut Butler dan Meichenbaum

(dalam Heppner dkk, 2004) dalam penelitian mereka mengenai proses problem

solving, problem solving tidak hanya difokuskan pada proses pengaplikasian

pengetahuan sebagai solusi dalam memecahkan permasalahan tetapi pada variabel

yang mempengaruhi bagaimana mereka akan menyelesaikan permasalahan. Menurut

mereka, penilaian individu terhadap kemampuan mereka dalam problem solving

tidak hanya akan mempengaruhi pelaksaan problem solving itu sendiri (problem

solving performance) tetapi juga berbagai variabel yang mempengaruhi proses

problem solving.

Berdasarkan gagasan Butler dan Meichenbaum tersebut, Heppner dkk (1987)

mengembangkan konsep problem solving appraisal. Problem solving appraisal

didefinisikan sebagai proses seseorang dalam merespon masalah hidupnya,

khususnya bagaimana mereka menilai kemampuan pemecahan masalah dan apakah

mereka cenderung menyelesaikannya atau menghindari permasalahan. (Lee dan

Heppner, 2002).

Individu yang menilai dirinya sebagai effective problem solvers akan mampu

(12)

mampu menghadapi berbagai stressor, dan mampu untuk mengembangkan metode

yang efektif untuk meraih berbagai kebutuhan dan tujuan-tujuan hidupnya

Sebaliknya, individu yang menilai dirinya sebagai ineffective problem solvers akan

membawa seseorang pada ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri (Heppner,

Witty, dan Dixon, 2004).

Dalam konteks kehidupan di Lapas, napi yang menilai dirinya sebagai

effective problem solvers akan mampu menyesuaikan diri dengan berbagai

tuntutan-tuntutan atau situasi di dalam Lapas. Sebaliknya, napi yang menilai dirinya sebagai

ineffective problem solvers akan memiliki kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan

kehidupan di Lapas.

Berdasarkan uraian fenomena di atas peneliti bermaksud untuk meneliti

“Hubungan Problem Solving Appraisal dan Penyesuaian Diri Napi Anak” karena

masuknya remaja ke Lapas sebagai napi anak akan membawa berbagai perubahan

pada kehidupan mereka yang akan membuat mereka sulit untuk melakukan

penyesuaian diri. Dalam melakukan penyesuaian diri tersebut, napi menggunakan

problem solving appraisal sebagai bentuk upaya mereka dalam menghadapi berbagai

(13)

B. Identifikasi Masalah

Penyesuaian diri merupakan suatu proses, yang melibatkan respon-respon

mental dan perbuatan dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan, individu

berusaha keras agar berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan, dan mengatasi

ketegangan, frustrasi, dan konflik secara sukses, serta menghasilkan hubungan yang

harmonis antara kebutuhan dirinya dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana

dia hidup (Schneiders, 1964: 51). Penyesuaian diri adalah kemampuan individu

dalam mengatasi situasi dan lingkungan yang terus berubah (Haber dan Runyon,

1984: 10). Sedangkan problem solving appraisal didefinisikan sebagai proses

penilaian seseorang dalam merespon masalah hidup, khususnya bagaimana individu

menilai kemampuan pemecahan masalah dan apakah mereka cenderung

menyelesaikannya atau menghindari permasalahan. (Lee dan Heppner, 2002).

Masuknya remaja ke dalam Lembaga Permasyarakatan (Lapas) sebagai napi

anak akan membuat mereka mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri.

Perubahan lingkungan dari yang penuh dengan kebebasan dan dukungan sosial dari

orang sekitarnya ke lingkungan Lapas yang tidak bebas, keras, dan jauh dari

dukungan orang-orang terdekat akan membuat napi anak semakin rentan mengalami

berbagai gangguan psikologis. Tidak mengherankan jika mereka mungkin akan

mengalami stres, kecemasan, dan depresi.

Dalam mengatasi perubahan-perubahan tersebut napi anak menggunakan

problem solving appraisal sebagai proses penilaian baik dalam memecahkan berbagai

(14)

dirinya sebagai effective problem solvers akan mampu menyesuaikan diri dengan

berbagai tuntutan atau situasi di dalam Lapas. Sebaliknya, napi yang menilai dirinya

sebagai ineffective problem solvers akan memiliki kesulitan dalam menyesuaikan diri

dengan kehidupan di Lapas.

Berdasarkan pernyataan di atas rumusan permasalahan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran problem solving appraisal pada napi anak penghuni Lapas

di Bandung?

2. Bagaimana gambaran penyesuian diri pada napi anak penghuni Lapas di

Bandung?

Berdasarkan rumusan permasalahan di atas maka pertanyaan penelitian dalam

penelitian ini adalah “Apakah terdapat hubungan antara problem solving appraisal

dengan penyesuaian diri napi anak di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di

Bandung?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat hubungan

antara problem solving appraisal dengan penyesuaian diri napi anak penghuni

(15)

D. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian korelasional. Metode penelitian korelasi ini mengacu pada upaya

menghubungkan variabel dengan variabel lain (Latipun, 2002: 5). Prinsip dalam

penelitian korelasi adalah peneliti menghubungkan sejumlah variabel tetapi tidak

melakukan manipulasi terhadapnya (D’amato, 1970 dalam Latipun, 2002: 5).

Dalam variabel ini terdapat variabel X dan Y. Variabel X adalah problem

solving appraisal dan variabel Y adalah penyesuaian diri di Lapas. Pengujian

hipotesis akan dilakukan dengan teknik statistik korelasi Product Moment Pearson.

Instrumen yang akan digunakan meliputi intrumen problem solving appraisal yang

dimodifikasi dari Problem Solving Inventory (PSI) dari Heppner (1982) dan

instrumen penyesuaian diri di Lapas yang didasarkan pada karakteristik penyesuaian

diri Haber dan Runyon (1984).

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sebagai

berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini akan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu psikologi

terutama psikologi forensik dan memperkaya pengetahuan mengenai psikologi di

setting penjara atau Lapas Indonesia. Selain itu penelitian ini juga dapat

(16)

dan penyesuaian diri terutama problem solving appraisal dan penyesuaian diri di

Lapas.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah

sebagai berikut:

a. Bagi Pihak Lembaga Permasyarakatan

Melalui penelitian ini diharapkan pihak Lapas dapat mengembangkan

pelatihan-pelatihan atau pemberian jasa konseling baik untuk meningkatkan

kemampuan pemecahan permasalahan dan untuk dapat mendukung

penyesuaian diri napi anak. Pelatihan dan konseling ini diharapkan dapat

mencegah berkembangnya berbagai gangguan psikologis yang tidak

diharapkan dan mungkin akan merugikan bagi perkembangan mereka di masa

dewasa nanti mengingat mereka tetap berpotensi untuk menjadi penerus

bangsa.

b. Bagi Orang Tua

Melalui penelitian ini diharapkan orang tua dapat memberikan

dukungan sosial dan emosional yang lebih bagi napi anak dalam mendukung

napi anak menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi di Lapas demi

(17)

F. Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi skripsi atau rincian urutan penelitian skripsi yang

dilakukan adalah sebagai berikut:

Judul

Halaman Pengesahan

Pernyataan tentang Keaslian Karya Tulis

Kata Pengantar

Ucapan Terima Kasih

Abstrak

Daftar Isi

Daftar Tabel

Daftar Gambar

Daftar Lampiran

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Identifikasi Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Metode Penelitian

E. Manfaat Penelitian

F. Struktur Organisasi Skripsi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

(18)

C. Hipotesis Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

B. Desain Penelitian

C. Definisi Operasional

D. Instrumen Penelitian

E. Proses Pengembangan Instrumen

F. Teknik Pengumpulan Data

G. Analisis Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

B. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Daftar Pustaka

(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian dilakukan di tiga Lapas di Bandung, yaitu Rutan Tahanan Negara

Klas I Bandung, dan Lapas Sustik Klas IIA Bandung, dan Lapas Wanita Bandung

Klas IIA. Populas dalam penelitian ini adalah 48 napi anak laki-laki dan napi anak

wanita di Rutan Tahanan Negara Klas I Bandung, Lapas Sustik Klas IIA Bandung,

dan Lapas Wanita Bandung Klas IIA, yang memiliki karakteristik sampel penelitian

sebagai berikut:

a. Napi anak berumur 15-18 tahun karena pada umur tersebut individu

diasumsikan sudah masuk ke dalam tahap pemikiran operasional formal yang

dianggap lebih bersifat abstrak dibandingkan dengan pemikiran anak di usia

lainnya, sehingga mereka dapat melakukan penalaran induktif yang berperan

dalam pemecahan permasalahan (Santrock, 1983:11),

b. Menjalani warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) atau Rumah

Tahanan (Rutan) sebagai napi anak.

Teknik sampling yang digunakan adalah teknik purposive sampling. Teknik

purposive sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan ciri-ciri tertentu yang

dipandang memiliki sangkut paut erat dengan populasi yang diketahui sebelumnya

(20)

B. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang akan diteliti adalah sebagai

berikut:

1. Variabel bebas (X)

Variabel yang mempengaruhi atau variabel bebas dalam penelitian ini adalah

problem solving appraisal.

2. Variabel terikat (Y)

Variabel yang dipengaruhi atau variabel terikat dalam penelitian ini adalah

penyesuaian diri di Lapas.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menguji sejauh mana variabel bebas

mempengaruhi variabel terikat atau dalam penelitian ini sejauh mana variabel

problem solving appraisal mempengaruhi variabel penyesuaian diri (lihat gambar

3.1). Analisa data yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian ini adalah

dengan statistik korelasional Product Moment Pearson yang didasarkan pada data

yang dikumpulkan melalui kuesioner yang mengukur problem solving appraisal dan

penyesuaian diri.

Problem Solving Appraisal

X

Penyesuaian Diri

(21)

C. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian

kuantitatif menekankan analisis pada data-data numerikal yang diolah dengan statistik

inferensial atau pengujian hipotesis sehingga diperoleh signifikansi hubungan antara

variabel yang diteliti (Azwar, 2004).

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

korelasional. Metode penelitian korelasi ini mengacu pada upaya menghubungkan

satu variabel dengan variabel lain (Latipun, 2002: 5). Prinsip dalam metode penelitian

korelasi adalah peneliti menghubungkan sejumlah variabel tetapi tidak melakukan

manipulasi terhadapnya (D’amato, 1970 dalam Latipun, 2002: 5).

D. Definisi Operasional

Definisi operasional dari dua variabel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Problem solving appraisal merupakan penilaian napi anak terhadap

kepercayaan dirinya dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah di Lapas,

kecenderungan untuk menghindari atau menyelesaikan masalah di Lapas, dan

kemampuan mengontrol diri dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah

di Lapas yang tergambar dari skor keseluruhan dari instrumen problem

solving appraisal. Skor keseluruhan yang tinggi menunjukkan bahwa napi

anak merupakan individu yang meyakini dirinya sebagai effective problem

(22)

anak merupakan individu yang meyakini dirinya sebagai ineffective problem

solvers. Aspek-aspek yang tercakup dalam problem solving appraisal adalah

sebagai berikut:

a. Problem solving confidence,

b. The approach-avoidance style, dan

c. Personal control.

2. Penyesuaian diri merupakan kemampuan napi anak dalam memenuhi

kebutuhan dan mengatasi ketegangan, frustrasi, serta konflik yang

dihadapinya di LAPAS yang tergambar dari instrumen penyesuaian diri napi

anak di LAPAS. Skor keseluruhan yang tinggi menunjukkan bahwa napi anak

dapat menyesuaikan diri dengan baik di LAPAS (well-adjustment), sebaliknya

skor keseluruhan yang rendah menunjukkan bahwa napi anak belum dapat

menyesuaikan diri dengan baik di LAPAS (maladjustment). Aspek-aspek

yang tercakup dalam penyesuaian diri adalah sebagai berikut:

a. Persepsi terhadap kenyataan,

b. Kemampuan untuk mengatasi stres dan kecemasan,

c. Citra diri (self-image),

d. Kemampuan untuk mengekspresikan perasaan, dan

(23)

E. Instrumen Penelitian

Berikut instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian mengenai

“hubungan antara problem solving appraisal dan penyesuaian diri pada napi anak

penghuni Lapas di Bandung”.

1. Instrumen Problem Solving Appraisal

Untuk mengukur problem solving appraisal, peneliti menggunakan

instrumen berupa questionnaire yang dimodifikasi dari The Problem Solving

Inventory (PSI) yang dibuat oleh Heppner (1982) untuk mengukur kesadaran

individu pada kemampuan problem solving secara umum. The Problem Solving

Inventory (PSI) merupakan inventory yang menggunakan tipe skala likert dengan

sistem penyekoran dari 1= sangat setuju sampai 6= sangat tidak setuju dan

item-item terdiri dari pernyataan-pernyataan yang bersifat positif dan negatif atau

disebut pula dengan istilah favorable dan unfavorable.

Tabel 3.1

Penyekoran Instrumen Problem Solving Appraisal

Item Nilai Pernyataan

SS CS AS ATS CTS STS

Favorable 6 5 4 3 2 1

Unfavorable 1 2 3 4 5 6

Keterangan:

SS : Sangat Setuju

CS : Cukup Setuju

AS : Agak Setuju

(24)

CTS : Cukup Tidak Setuju

STS : Sangat Tidak Setuju

Instrumen yang digunakan dimodifikasi dari Problem Solving Inventory

(PSI). Instrumen terdiri dari 33 item yaitu 11 item untuk mengukur problem

solving confidence, 16 item untuk mengukur the approach-avoidance style, dan 6

item untuk mengukur personal control. Tingginya nilai PSI diartikan bahwa

individu tidak yakin bahwa dirinya dapat memecahkan permasalahan secara

efektif (ineffective problem solvers) (Heppner dan Petersen, 1982).

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Problem Solving Appraisal

No. Dimensi Indikator Item Jumlah

(25)

2. Instrumen Penyesuaian Diri di Lapas

Instrumen yang mengukur penyesuaian diri di Lapas merupakan instrumen

berupa questionnaire yang dibuat berdasarkan pada teori karakteristik

penyesuaian diri dari Harber dan Runyon (1984). Instrumen ini dibuat dengan

menggunakan pendekatan summated rating atau skala likert. Skala Likert

digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau

sekelompok orang tentang fenomena sosial karena skala ini berpusat kepada

subyek atau orang (Sugiyono, 2010: 93; Ihsan, 2009). Kisi-kisi dalam instrumen

penyesuaian diri sebelum dilakukan uji coba, yaitu:

Tabel 3.3

Kisi-kisi Instrumen Penyesuaian Diri di Lapas

Dimensi Indikator Item Jumlah

(26)

masalah-masalah yang

Item-item dibuat peneliti dengan pernyataan-pernyataan yang bersifat

positif dan negatif atau disebut pula dengan istilah favorable dan unfavorable.

Setiap pernyataan memiliki 5 alternatif jawaban berdasarkan kecenderungan

(27)

Keterangan:

SS : Sering Sekali

S : Sering

J : Jarang

P : Pernah

TP : Tidak Pernah

3. Kategorisasi Skala

Kategorisasi merupakan suatu usaha untuk menempatkan individu ke

dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu

kontinum berdasarkan atribut tertentu. Tujuan kategorisasi ini adalah

menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara

berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan variabel yang diukur (Azwar,

2008: 107). Dalam penelitian ini peneliti mengelompokkan hasil total skor subjek

menjadi dua kategori baik untuk problem solving appraisal dan untuk

penyesuaian diri.

Tabel 3.5

Kategorisasi Skala Rumus Dua Level

Kriteria Kategori

X ≥ µ (rata-rata populasi) Tinggi

X < µ (rata-rata populasi) Rendah

(Ihsan, 2009: 77)

Keterangan:

X = skor subjek

(28)

Kategorisasi dihitung berdasarkan analisis statistik deskriptif dari skor

mentah yang diperoleh oleh subjek di masing-masing variabel baik variabel

problem solving appraisal dan penyesuaian diri di Lapas. Analisis deskriptif

diolah dengan bantuan software SPSS 15,0 sehingga diperoleh hasil sebagai

berikut:

Tabel 3.6

Statistik Deskriptif Problem Solving Appraisal dan Penyesuaian Diri

N Minimal Maksimal

pengkategorisasian untuk problem solving appraisal dan penyesuaian diri di

Lapas adalah sebagai berikut:

Tabel 3.7

Kategorisasi Problem Solving Appraisal

Kriteria Kategori

X ≥ 76,31 (rata-rata populasi) Effective problem solvers

X < 76,31 (rata-rata populasi) Ineffective problem solvers

Tabel 3.8

Kategorisasi Penyesuaian Diri

Kriteria Kategori

(29)

F. Proses Pengembangan Instrumen Penelitian

Pengembangan instrumen penelitian dilakukan dengan uji coba untuk

mengukur sejauh mana instrumen penelitian dapat mengungkap dengan tepat variabel

yang akan diukur. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian “hubungan

antara problem solving appraisal dan penyesuaian diri pada napi anak penghuni

Lapas di Bandung” adalah instrumen yang mengukur problem solving appraisal dan

penyesuaian diri napi anak di Lapas.

Uji coba instrumen dilaksankan pada 48 napi anak yang berada di Lembaga

Pemasyarakatan di daerah Bandung diantaranya adalah Rutan Tahanan Negara Klas I

Bandung, dan Lapas Sustik Klas IIA Bandung, dan Lapas Wanita Bandung Klas IIA.

Data kemudian diolah untuk dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji coba

instrumen dalam penelitian ini bersifat uji coba terpakai sehingga pengambilan data

dilakukan hanya satu kali. Data yang terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data

dengan menghilangkan item-item yang tidak valid ataupun reliabel. Uji coba terpakai

dilakukan karena mengingat populasi penelitian yang jumlahnya sangat terbatas.

Berikut langkah-langkah yang dilakukan dalm analisis dan seleksi item.

1. Analisis dan Seleksi Item

Dalam prosedur seleksi atau pemilihan item menyangkut beberapa tahap

kerja. Tahap pertama adalah analisis dan seleksi item berdasakan evaluasi

kualitatif atau validitas isi yang kedua adalah prosedur seleksi item melalui

analisis kuantitatif yang dalam hal ini peneliti dibantu dengan SPSS versi 15.0 for

(30)

a. Uji Validitas Isi

Pelaksanaan validitas isi diawali dengan menerjemahkan salah satu

intrumen modifikasi terlebih dahulu, yang dalam hal ini adalah instrumen

problem solving appraisal dengan bantuan salah satu dosen bahasa inggris,

yaitu Dr. Doddy Rusmono, MLIS.

Setelah penerjemahan salah satu instrumen selesai, peneliti melakukan

validitas isi melalui professional judgement yaitu pada dua dosen psikologi

Siti Chotidjah, MA.,Psi, dan Sri Maslihah, M.Psi. Validitas isi merupakan

validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis

rasional atau lewat professional judgement (Azwar, 1997: 48).

b. Analisis Item

Analisis item merupakan prosedur untuk meningkatkan validitas dan

reabilitas suatu alat tes dengan cara memilih item-item yang sesuai dengan

tujuan alat tes (Crocker dan Agina, 2005). Analisis item didasarkan dari data

empiris dengan melakukan analisis kuantitatif terhadap parameter-parameter

item seperti indeks kesukaran item, indeks diskriminasi item, analisis

reabilitas dan validitas alat ukur tersebut (Azwar, 2010: 56).

Setelah melakukan mengambilan data, peneliti melakukan pemilihan

(31)

layak jika memiliki koefisien korelasi r ≥ 0,30 tetapi jika jumlah item yang

lolos masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, maka koefisien korelasi

dapat diturunkan dari 0,30 menjadi 0,25. Hal yang tidak disarankan adalah

jika menurunkan batas koefisien korelasi dibawah 0,20 (Azwar, 2010: 65).

Tabel 3.9

Kriteria Evaluasi Indeks Diskriminasi

Indeks Diskriminasi Evaluasi

> 0,40 Bagus sekali

0,30 ≥ 0,39 Lumayan bagus tapi masih perlu peningkatan

0,20 ≥ 0,29 Belum memuaskan, perlu diperbaiki

< 0,20 Jelek dan harus dibuang

(Ebel, 1979 dalam Azwar, 1996: 140)

Berdasarkan hasil analisis item secara kuantitatif melalui pengujian

daya diskriminasi item atau daya beda item yang dibantu dengan SPSS versi

15.0 for Windows maka terdapat 18 item yang layak dari 33 item pada

variabel problem solving appraisal dan 25 item yang layak dari 57 item pada

variabel penyesuaian diri.

Tabel. 3.10

Item-item yang Layak Instrumen Problem Solving Appraisal

No. Dimensi Item-item yang layak Total

Problem Solving Confidence 10,12,19,28,33 5 item The Approach-Avodance 1,2, 4, 14,16,18,30,29 8 item

Personal Control 3,8,11,25,32 5 item

(32)

Tabel 3.11

Item-item yang Layak Instrumen Penyesuaian Diri

No Dimensi Item-item yang Layak Total

1. Persepsi terhadap kenyataan 1,3,9 3 item 2. Kemampuan untuk mengatasi

stres dan kecemasan

5. Hubungan interpersonal 51,56 2 item

Jumlah Total 25 item

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur yang

mengandung makna kecermatan pengukuran sehingga reliabilitas dapat diartikan

sebagai tingkat keterpercayaan hasil suatu pengukuran (Azwar, 2010). Reliabilitas

menunjukkan sejauhmana konsistensi hasil pengukuran apabila pengukuran

dilakukan ulang pada kelompok subjek yang sama (Azwar, 2009: 8). Dalam

aplikasinya, reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx) yang angkanya

berada dalam rentang dari 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien

reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya.

Sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0 berarti semakin

rendah reliabilitasnya (Azwar, 2010: 83). Dalam penelitian ini, koefisien

(33)

Tabel 3.12

Koefisien Reliabilitas Alpha Cronbach

Kriteria Koefisien

Sangat Reliabel >0,900

Reliabel 0,700-0,900

Cukup Reliabel 0,400-0,700

Kurang Reliabel 0,200-0,400

Tidak Reliabel <0,200

Tabel 3.13

Reliabilitas Instrumen Problem Solving Appraisal Sebelum Dilakukan Seleksi Item

Cronbach's

Alpha N of Items

.686 33

Tabel 3.14

Reliabilitas Instrumen Problem Solving Appraisal Setelah Dilakukan Seleksi Item

Pada tabel 3.13 dan 3.14 di atas, dapat dilihat hasil uji reliabilitas pada

instrumen problem solving appraisal sebelum dilaksanakannya seleksi item yaitu

sebesar 0,686 dan setelah seleksi item sebesar 0,785. Hal ini menunjukkan bahwa

reliabilitas instrumen problem solving appraisal mengalami perubahan dari

instrumen yang cukup reliabel menjadi instrumen yang reliabel. Cronbach's

Alpha N of Items

(34)

Tabel 3.15

Reliabilitas Instrumen Penyesuaian Diri Sebelum Dilakukan Seleksi Item

Cronbach's

Alpha N of Items

.822 57

Tabel 3.16

Reliabilitas Instrumen Penyesuaian Diri Setelah Dilakukan Seleksi Item

Pada tabel 3.15 dan 3.16 di atas, dapat dilihat hasil uji reliabilitas pada

instrumen penyesuaian diri sebelum dilaksanakannya seleksi item yaitu sebesar

0,822 dan setelah seleksi item sebesar 0,902. Hal ini menunjukkan bahwa

reliabilitas instrumen penyesuaian diri mengalami perubahan dari instrumen yang

reliabel menjadi instrumen yang sangat reliabel.

G. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa pemberian

kuesioner. Kuesioner adalah suatu daftar yang berisikan rangkaian pernyataan Cronbach's

Alpha N of Items

(35)

mengukur problem solving appraisal yang dikembangkan dari Problem Solving

Inventory (PSI) (Heppner dan Petersen, 1982) dan penyesuaian diri di Lapas yang

dibuat berdasarkan teori karakteristik penyesuaian diri dari Harber dan Runyon

(1984).

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert dengan pilihan

jawaban masing-masing 6 pilihan jawaban untuk problem solving appraisal dan 5

pilihan jawaban untuk penyesuaian diri. Responden diminta untuk memilih salah satu

dari keenam dan kelima jawaban dari masing-masing instrumen penelitian.

H. Analisis Data

Berikut ini pelaksanaan analisis data dalam penelitian mengenai hubungan

antara problem solving appraisal dengan penyesuaian diri.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah uji untuk mengukur apakah data berdistribusi

normal sehingga dapat dipakai statistik parametrik (statistik inferensial). Apabila

data berdistribusi normal maka teknik yang digunakan adalah teknik parametrik

sedangkan data yang berdistribusi tidak normal maka teknik yang digunakan

adalah teknik nonparametrik. Data dikatakan berdistribusi normal apabila nilai

probabilitasnya > 0,05. Sedangkan data berdistribusi tidak normal apabila nilai

probabilitasnya ≤ 0,05 (Sugiyono, 2008: 2010). Uji normalitas dilaksanakan oleh

(36)

Tabel 3.17

solving appraisal 0,947 dan penyesuaian diri sebesar 0,572. Kedua hasil tersebut

memiliki nilai > 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa variabel problem solving

appraisal dan penyesuaian diri berdisribusi normal.

2. Uji Linearitas

Uji linear digunakan untuk melihat apakah variabel problem solving

appraisal dan penyesuaian diri linear atau tidak dan digunakan untuk dapat

mengetahui taraf signifikansi penyimpangan dari linearitas hubungan tersebut.

Suatu hubungan dapat dikatakan linear apabila adanya kesamaan variabel, baik

(37)

Tabel 3.18 Hasil Uji Linearitas

Model

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 2395.365 1 2395.365 7.692 .008(a)

Residual 14324.552 46 311.403

Total 16719.917 47

a Predictors: (Constant), Problem Solving Appraisal

b Dependent Variable: Penyesuaian Diri

Berdasarkan hasil analisis linearitas pada tabel 3.18 di atas, antara variabel

problem solving appraisal dan penyesuaian diri menunjukkan bahwa signifikansi

yang dihasilkan adalah sebesar 0,008 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa

problem solving appraisal berpengaruh pada penyesuaian diri napi anak di Lapas.

3. Uji Korelasi

Uji korelasi merupakan teknik statistik yang digunakan untuk menguji ada

atau tidaknya hubungan serta arah hubungan dari dua variabel atau lebih. Dalam

penelitian ini dilakukan uji korelasi untuk melihat apakah terdapat hubungan

antara variabel problem solving appraisal dan penyesuaian diri. Untuk data yang

berdistribusi normal dan linear digunakan uji korelasi product moment Pearson

sedangkan untuk data yang tidak berdistribusi normal dan linear maka digunakan

uji korelasi rank spearman.

Berdasarkan hasil uji normalitas dan linearitas variabel problem solving

appraisal dan penyesuaian diri menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dan

(38)

Korelasi Product Moment digunakan untuk menguji hipotesis hubungan antara

satu variabel independen dengan satu variabel dependen. Setelah nilai koefisien

korelasi didapatkan, maka untuk menginterpretasikan koefisien korelasi tersebut

digunakan pedoman sebagai berikut (Arikunto, 2010):

Tabel 3.19 Interpretasi Nilai r

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,000 – 0,199 Sangat rendah

0,200 – 0,399 Rendah

0,400 – 0,599 Sedang

0,600 – 0,799 Kuat

0,800 – 1,000 Sangat kuat

Uji korelasi ini kemudian akan dilakukan dengan menggunakan bantuan

SPSS versi 15.0 for Window.

4. Uji Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi adalah seberapa besar kemampuan variabel bebas

dalam menjelaskan varians dari variabel terikatnya. Biasanya digunakan untuk

menganalisis seberapa besar kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat

yang dinyatakan dalam persentase (%). Secara sederhana koefisien determinasi

dihitung dengan menkuadratkan koefisien korelasi.

(39)

5. Uji Signifikansi

Uji signifikansi merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui

apakah terdapat korelasi yang signifikan antara variabel pertama dengan variabel

kedua. Berikut ini kriteria signifikansi korelasi:

Tabel 3.20

Kriteria Signifikansi Variabel

Kriteria

Probabilitas > 0,05 Ho diterima

(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara problem solving

appraisal dan penyesuaian diri napi anak penghuni Lapas di Bandung dapat

disimpulkan bahwa:

1. Sebagian besar napi anak penghuni Lapas di Bandung meyakini dirinya

sebagai ineffective problem solvers. Hal ini menunjukkan bahwa napi anak

sebagian besar yang kurang mampu beradaptasi dengan mudah dalam

berbagai kondisi lingkungan seperti apapun, menghadapi berbagai

stressor, dan mengembangkan metode yang efektif untuk meraih berbagai

kebutuhan dan tujuan-tujuan hidupnya.

2. Sebagian besar napi anak penghuni Lapas di Bandung mampu

menyesuaikan diri dengan baik atau berperilaku well-adjusted. Hal ini

menunjukkan bahwa sebagian besar sudah mampu menyelesaikan

sebagian besar konflik, frustrasi, dan kesulitan-kesulitan baik yang ada di

dalam diri dan sosialnya di Lapas.

(41)

kenyataan, self image, dan hubungan dengan kemampuan

mengekspresikan perasaan. Napi anak yang menganggap dirinya mampu

memecahkan permasalahan secara efektif akan mampu untuk beradaptasi

dengan mudah dalam berbagai kondisi lingkungan Lapas, mampu

menghadapi berbagai konflik, frustrasi, dan stressor, dan mampu untuk

mengembangkan metode yang efektif untuk meraih berbagai kebutuhan

dan tujuan-tujuan hidupnya. Sebaliknya, napi anak yang tidak memiliki

kepercayaan diri dalam menyelesaikan permasalahan, cenderung

menghindari masalah, kurang mampu untuk mengontrol baik emosi dan

perilakunya, dan dia akan memiliki kesulitan dalam menyesuaikan diri.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara problem solving

appraisal dan penyesuaian diri napi anak penghuni Lapas di Bandung, maka

peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi napi anak

a. Sebaiknya napi anak berupaya untuk membangun rasa kepercayaan

diri terutama dalam menghadapi permasalahan dan dalam mengontrol

dirinya. Meningkatkan kepercayaan diri dalam menyelesaikan masalah

(42)

kecenderungan untuk menghindari masalah yang nantinya akan

mengganggu penyesuaian diri mereka di Lapas.

b. Masuk ke Lapas merupakan transisi yang sulit bagi napi anak sehingga

penyesuaian diri akan sangat diperlukan. Sebaiknya napi anak lebih

membangun berbagai aspek-aspek yang dapat mendorong penyesuaian

diri mereka menjadi lebih baik seperti membangun hubungan

interpersonal yang baik dengan penghuni Lapas lain, meningkatkan

persepsi mereka terhadap kenyataan yang akan mendukung mereka

dalam menilai situasi, masalah, atau keterbatasannya, dan tepat atau

tidaknya tindakan dalam menyelesaikan permasalahan di Lapas,

membangun citra diri yang positif, dan meningkatkan kemampuannya

untuk mengontrol emosi.

2. Bagi Orang Tua

a. Sebaiknya orang tua, lebih rajin untuk memberikan dukungan sosial

dan emosional pada anaknya di Lapas karena dukungan sosial dan

emosional akan dapat mendukung bagi peningkatan keyakinan diri

napi anak dalam menghadapi masalah dan menyesuaikan diri di Lapas.

3. Bagi Pihak Lembaga Pemasyarakatan

(43)

menyelesaikan permasalahan hidup. Pembinaan ini akan menjadi

bekal dan bermanfaat bagi napi anak dalam menghadapi kehidupan

tidak hanya di dalam Lapas bahkan di luar Lapas.

b. Pihak Lapas sebaiknya menyediakan pelayanan konseling untuk

menggali permasalahan yang dihadapi oleh napi anak selama mereka

menjalani hidup di Lapas. Konseling akan membantu mengurangi

stres dan kecemasan yang napi anak hadapi di Lapas sehingga

penyesuaian diri yang optimal dapat tercapai.

c. Pihak Lapas sebaiknya menyediakan fasilitas berupa pelatihan,

permainan, atau keterampilan, yang disesuaikan dengan hobi dan

kesenangan napi anak atau disesuaikan dengan karakteristik remaja.

Fasilitas seperti ini dapat bermanfaat selain bagi penyesuaian diri,

namun juga untuk mengasah kemampuan mereka dalam memecahkan

permasalahan dalam pelatihan, permainan, atau keterampilan sehingga

dapat bermanfaat bagi mereka kelak di luar Lapas.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan untuk melakukan penelitian

kualitatif untuk lebih menggali secara mendalam permasalahan napi

anak di Lapas, problem solving appraisal, dan penyesuaian diri napi

(44)

b. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan untuk menggali aspek-aspek

lain selain problem solving appraisal yang dapat mendukung

terciptanya penyesuaian diri yang optimal bagi napi anak di Lapas.

c. Instrumen diharapkan dapat dikembangankan dan dimodifikasi agar

lebih sesuai dan lebih menggali dan mengukur baik problem solving

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M., dan Asrori, M. (2011). Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara

Animasahun, R.A. (2010). “Intelligent Quotient, Emotional Intelligence and Spiritual Intelligence as Correlates of Prison Adjustment among Inmates in Nigeria Prisons”. Journal Social and Science, 22(2), 121-128.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Atkinson, R.L., Atkinson, R.C., dan Hilgard. E.R. (1996). Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.

Azwar, S. (2010). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Azwar, S. (2009). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Azwar, S. (1996). Tes Prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Bandura, A. (1997). Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York: W. H. Freeman and company

Biggam, F.H., dan Power, K.G. (1999). “A Comparison of the Problem Solving Abilities and Psychological Distress of Suicidal, Bullied, and Protected Prisoners”. Criminal Justice and Behavior, 26, 196-216.

Calhoun, J.F., Acocella, J.R. (1990). Psychology of Adjustment and Human Relationship 3rd Edition. New York : Mac Graw-Hill. Inc.

Cooke, D. J., Baldwin, P. J., dan HowisonJ. (1990). Psychology in prisons. London: Routledge.

(46)

Dian, N. (2012, 13 Januari). Kematian Tahanan Anak di Lapas Tulung Agung.

Tempo [Online]. Tersedia:

http://www.tempo.co/read/news/2012/01/13/058377188/Kematian-Tahanan-Anak-di-Lapas-Tulungagung-Diusut. [19 Januari 2012].

Dic. (2012, 5 Agustus). Bandung Tertinggi Angka Kriminalistas: Tribun Jabar [Online]. Tersedia: http://m.tribunjabar.co.id/2012/08/05/bandung-tertinggi-angka-kriminalitas. [26 Desember 2012].

Ditjen.PAS. (2013). Data Terakhir Jumlah Penghuni Per-UPT pada Kanwil. Sistem

Data Base Pemasyarakatan [Online]. Tersedia:

http://smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/current/monthly/kanwil/db5e00e0-6bd1-1bd1-913c-313134333039. [21 Desember 2013]

Furhmann, B. S. (1990). Adolescence Adolescents (2rd). London : Brown Higher Education.

Gate, I., dan Gersild, A. (1983). “Meaning of Adjustment. In: RN Sarona (Ed)”.

Abnormal Psychological. New Delhi: Anand Publisher, 23-24.

Haber, A.,dan Runyon, R. P. (1984).Psychology of adjustment. Illinois:The Dorsey Press.

Hall, C., dan Lindzey, G. (1985). Introduction to Theories of Personality. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Heppner, P.P., dan Lee, D.G. (2002). “Problem Solving Appraisal and Psychological Adjustment”. Handbook of Positive Psychology. NC : Oxford University Press.

(47)

Heppner, P.P., Witty, T.E., dan Dixon, W.A. (2004). “Problem Solving Appraisal and Human Adjustment : A review of 20 years of research using the problem

solving inventory”. The Counseling Psychologist, 32, 344-428.

Heppner, P.P., dan Krauskopf, C.J. (1987). “An Information-Processing Approach to

Personal Problem Solving”. The Counseling Psychologist, 15, 371-447

Hurlock, E.B. (1980). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga

Ihsan, H. (2009). Metode Skala Psikologi. Bandung: Tidak Diterbitkan

Kinanthi, M.R. (2011). “Problem Solving Appraisal: The Contribution of Family

Protective Factors”. The International Conference on Psychology of

Resilience, 175-178. Depok: Universitas Indonesia.

Latipun. (2010). Psikologi Eksperimen. Malang: UMM Press

Lazarus. (1976). Pattern of Adjustment (Third Edition). New York: McGraw-Hill.

Listyawati, R. (2011). Napi Anak Banyak, Salah Kepolisian. Waspada [Online]. Tersedia:

http://waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=20733 5:-napi-anak-banyak-salah-kepolisian&catid=14:medan&Itemid=27. [14 Desember 2011].

Makitan, A., dan Mustika, G. (2012). LBH: Hampir Semua Tahanan Anak Disiksa.

Tempo [Online]. Tersedia:

http://www.tempo.co/read/news/2012/04/12/173396497/LBH-Hampir-Semua-Tahanan-Anak-Disiksa. [21 Desember 2013]

(48)

MYS. (2012). Empat Perkara yang Paling Banyak Menyeret Anak. Hukumonline

[Online]. Tersedia:

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f3a36c521913/empat-perkara-yang-paling-banyak-menyeret-anak. [21 Desember 2013]

Purmiati., Supatimi, S.M., dan Tinduk, N.M.M. (2002). Analisis Situasi Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Jakarta: UNICEF Indonesia.

Sanderson, C.A. (2004). Health Psychology. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Santrock, J.W. (1983). Life Span Development Jilid II. Jakarta : Erlangga.

Schneider, A.A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York : Holt, Rinehart, Winston.

Silawaty, I., dan Ramdhan, M. (2007). Peran Agama Terhadap Penyesuaian Diri Narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Jurnal Ilmiah Universitas Indonesia, 13, No.3, 225-234.

Snyder, C.R., dan Lopez, S.J. (2002). Handbook of Positive Psychology. New York: Oxford University Press.

Soebijoto, H. (2011, 20 Januari). Angka Kejahatan di Indonesia Turun. Kompas

[Online]. Tersedia:

http://tekno.kompas.com/read/2011/01/20/10434465/angka.kejahatan.di.indon esia.turun. [16 Desember 2011].

Soetodjo, W. (2006). Hukum Pidana Anak. Bandung: Refika Aditama.

Steinberg, L. (1993). Adolescence. New York : McGraw-Hill, Inc.

(49)

Suryanto. (2011, 25 Februari). Penghuni Lapas di Indonesia 135 ribu Orang. Antara

News [Online]. Tersedia :

http://www.antaranews.com/berita/1298649268/penghuni-lapas-di-indonesia-135-ribu-orang. [16 Desember 2011].

Tanpa Nama. (2011). Pidana. [online]. Tersedia:

http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_pidana. [16 Desember 2011].

Tongeren, D.R.V., dan Klebe, K.J. (2009). “Reconceptualizing Prison Adjustment: A Multidimensional Approach Exploring Female Offenders Adjustment to

Prison Life”. The Prison Journal, 90 (1), 48-68.

Tanpa Nama. (2011). Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) [online]. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Pemasyarakatan. [18 Desember 2011].

Randan, P. (2012, 4 Januari). Indonesia dalam Bingkai Kriminalitas. Analisa Daily

[Online]. Tersedia di :

http://www.analisadaily.com/news/read/2011/11/15/21724/indonesia_dalam_ bingkai_kriminalitas/ [19 Januari 2012].

Yusuf, S. (2009). Mental Hygene : Nutrisi Psikospiritual untuk Hidup Sehat Berkualitas. Bandung: Maestro.

Vembriarto, S.T. 1993. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: BPK Gunung Agung.

Wulan, W.S.A (2010). 80 Persen Anak Alami Kekerasan di Lapas. Kompas [Online]. Tersedia:

http://nasional.kompas.com/read/2010/03/22/14044936/80.Persen.Anak.Alam i.Kekerasan.di.Lapas. [14 Desember 2011].

Gambar

Gambar 3.1 Desain Penelitian
Tabel 3.2 Problem Solving Appraisal
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Penyesuaian Diri di Lapas
Tabel 3.4 Format Penyekoran Instrumen Penyesuaian Diri
+7

Referensi

Dokumen terkait

Struktur kendali rinci (d etailed control structure ) Menspesifikasikan tiga struktur kendali, (1) Jika sistem digabungkan dengan prosedur lain, bagaimana sistem pakar

Pada proses kognitif applying subjek menjelaskan cara membuktikan grup abelian yaitu membuktikan memenuhi sifat tertutup, assosiatif, mempunyai elemen identitas,

Pelatihan Dasar bagi Fasilitator dititik beratkan sebagai proses penyadaran (awareness training) dengan penekanan pada; (a) Re-orientasi sikap dan pola pikir dan pandangan

Barang Mewah adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak,

parhobas dalam acara pesta pada sistem kekerabatan Batak Toba di Desa.

Setelah dilakukan penelitian terhadap mantan narapida pelaku pembunuhan ini, maka ditemukan berbagai hasil yang beragam mengenai faktor-faktor seseorang melakukan kejahatan,

ruang lintasan tak hingga dengan topologi kompak lokal Hausdorff dari. graf berarah baris-berhingga sebagai unit space

Dari hasil penelitian ini, dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang manfaat umbi rumput teki sebagai pengobatan alternatif yang mengandung kalsium,