• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN INTERDISIPLINER Di KELAS II SEKOLAH DASAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN INTERDISIPLINER Di KELAS II SEKOLAH DASAR."

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN INTERDISIPLINER

Dl KELAS II SEKOLAH DASAR

TESIS

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh gelar Magister Pendidikan

Bidang Studi Pengembangan Kurikulum .^^pE.1D'D'*

Oleh:

PRIHANTINI

009590

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

DISETUJUl DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING

PEMBIMBING I

TtoLa

Prof. Dr. H. Said Hamid Hasan. M.A

NIP.

PEMBIMBING II

(3)

ABSTRAK

Pengembangan Model Pembelajaran Dengan Pendekatan Interdisipliner

Di Kelas Dua Sekolah Dasar

Prihantini

Program Studi Pengembangan Kurikulum

pembelajaran; (2) kesulitan-kesulitan apa

yang dihadapi guru apabila pendekatan

interdisipliner diterapkan di Sekolah Dasar;

(3) model desain pendekatan interdisipliner yang manakah yang dapat meningkatkan

kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa di Sekolah Dasar.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah research and development. Lokasi penelitian di Gugus Cibatu II Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi,

dengan subyek penelitian guru SD kelas dua dan siswa SD kelas dua. Pengumpulan data

dilakukan dengan cara (1) studi

dokumentasi; (2) observasi proses pembelajaran sebelum dan selama uji coba

model; (3) wawancara dengan guru selaku

partner pengembangan model; dan (4) tes hasil belajar siswa setelah uji coba model.

Data hasil penelitian dianalisis secara

kualitatif untuk hasil observasi dan

wawancara, sedangkan hasil tes dianalisis

dengan uji-t pretes-postes satu kelompok.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa :

(1) guru memiliki kemampuan dasar yang

dapat dikembangkan menjadi keterampilan

yang

diperlukan

dalam

melaksanakan

pembelajaran dengan pendekatan

interdisipliner; (2) kesulitan utama guru

adalah dalam hal merencanakan desain

model, khususnya dalam menemukan keterkaitan materi bidang studi yang akan

diintegrasikan; (3) pendekatan interdisipliner

dapat memperbaiki proses pembelajaran dan

memberikan dampak positif terhadap hasil

belajar siswa;

(4) model

pembelajaran

dihasilkan melalui uji coba sebanyak dua

kali putaran yang terdiri dari enam tahap uji

coba, putaran pertama terdiri dari dua tahap

uji coba dan putaran kedua terdiri dari empat

tahap

uji

coba;

adapun

model

yang

dihasilkan adalah model Webb dengan

Tujuan penelitian uu adalah untuk

mmg

studi

Bahasa

Indonesia berfungsi

menghasilkan

produk

desain

model

sebagai organiser prinsipal, sedangkan

pembelajaran

dengan

pendekatan

bidang studi pendukung adalah Matematika,

interdisipliner agar dapat diterapkan dalam

ppKn Kerajinan Tangan dan Kesenian.

pembelajaran di Sekolah Dasar.

Masalah

penelitian dirumuskan sebagai berikut: (1)

apakah guru mampu mengimplementasikan

pendekatan

interdisipliner dalam

proses

ABSTRACT

The objective of this research is to develop an interdisciplinary instructional model for

elementary school. The research problems are formulated as follows : (1) can teachers

implement the interdisciplinary approach in learning process; (2) what kinds of difficulties

that teachers faced when interdisciplinary

approach is implemented; (3) which design

model of interdisciplinary approach can

improve the learning process and students

achievement at elementary school.

The Research and Development model was

applied for the presented research. The research conducted at Gugus Cibatu 11 Cisaat Sukabumi Regency, the subjects were teachers and

students of second year elementary school. The data were collected by : (1) documentation

study; (2) observation of learning before and during try-out of the model; (3) interview with teachers as partner in developing model; and (4) achievement test after try-out of the model. The

data from observation and interview were

analyzed qualitatively, achievement test data

were analyzed by t-tet using a group

pretest-postest.

The research found that : (1) the teachers

have basic capabilities that can be developed as skills needed in implementing instruction using interdisciplinary approach; (2) the major

problem the teachers face in making the model was to find out the relation among subject matters that must be integrated; (3)

interdisciplinary approach used did improve the

quality of learning process and had positive effects on students' achievement; (4) instruction model is produced through twice cycles try-out

and consisted six steps, the first cycleconcisted

two steps and the second cycle consisted four steps; the model produced from the research is

the Webbed Sequence Model with Indonesian

Language as the principle organizer,

Mathematics, Pancasila Education and Citizenship, Manual Labour and Arts as vital

(4)

DAFTAR ISI

Hal MOTTO

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR ii

UCAPAN TERIMA KASIH iii

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR BAGAN viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Perumusan Dan Pembatasan Masalah 10

C. Pertanyaan Penelitian 15

D. Definisi Operasional 16

E. Tujuan Penelitian 20

F. Manfaat Penelitian 20

BAB 11 PENDEKATAN INTERDISIPLINER DALAM PEMBELAJARAN 23

A. Konsep Pendekatan Interdisipliner 23

B. Psikologi Gestalt Sebagai Landasan Belajar Pendekatan Interdisipliner 54 C. Keterkaitan Pendekatan Interdisipliner Dengan Kurikulum Integrasi 58 D. Tinjauan Bidang Studi Bahasa Indonesia Sebagai Principal Organizer 64

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 73

A. Pendekatan Dalam Penelitian 73

B. Lokasi Dan Subyek Penelitian 82

C. Teknik Pengumpulan Data 83

D. Tahap-tahap Pelaksanaan Penelitian 87

E. Teknik Analisis Data 92

BAB IV HASIL PENELITIAN 94

A. Data Hasil Penelitian 94

B. Interpretasi Data Hasil Penelitian 134

BAB V PEMBAHASAN, KESIMPULAN, DAN REKOMENDASI 148

A. Pembahasan Hasil Temuan Penelitian 148

B. Kesimpulan 157

C. Rekomendasi 159

DAFTAR PUSTAKA 162

LAMPIRAN - LAMPIRAN

1. Rencana Pembelajaran Yang Diuji Cobakan 166

2. Format Observasi 195

3. Pedoman Wawancara 196

4. Soal-soal Pretes 198

5. Distribusi t 206

6. Data Prasurvey 207

(5)

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

3.1.

Daftar Subyek Penelitian Dan Pengembangan

83

4.1. Perincian Tema 101

4.2.

Kemampuan Guru Yang Hams Dipenuhi Dalam

111

Melaksanakan Pembelajaran Dengan Pendekatan

Interdisipliner

4.3.

Pandangan Gum Tentang Pendekatan Interdisipliner

112

4.4.

Sikap Guru Terhadap Pendekatan Interdisipliner

113

4.5.

Pendapat Guru Tentang Kemungkinan Penerapan

114

Pendekatan Interdisipliner

4.6.

Kesulitan Yang Dihadapi Guru

115

4.7.

Pertanyaan Gum Dan Jawaban Siswa Pada Uji Coba Model

117

4.8.

Hasil Uji t Perolehan Skor Pretes-Postes Uji Coba Putaran I

121

4.9.

Hasil Uji t Perolehan Skor Pretes-Postes Uji Coba Putaran II

123

4.10

Hasil Uji t Perbandingan Rata-rata Skor Postes

125

(6)

DAFTAR BAGAN

Bagan Hal

1.1.

Faktor Yang Menentukan Pengembangan Model

12

Pembelajaran Dengan Pendekatan Interdisipliner

2.1. Karakteristik Integrated Curriculum 61

3.1. Langkah-langkah Penelitian Dan Pengembangan 76

4.1. Desain Model Uji Coba Putaran I 95

4.2. Model Pembelajaran Uji Coba Tahap 1 (Putaran I) 97 4.3. Model Pembelajaran Uji Coba Tahap 2 (Putaran I) 99

4.4. Desain Model Uji Coba Putaran II 100

4.5. Model Pembelajaran Putaran II 109

4.6. Aktifitas Siswa Selama Uji Coba Putaran I 116 4.7. Aktifitas Siswa Selama Uji Coba Putaran II 118

4.8.

Grafik Kenaikan Aktifitas Siswa Selama Uji Coba Model

,

119

4.9.

Grafik Kfenaikan Skor Rata-rata Pretes-Postes Selama Uji

124

Coba Model

4.10.

BentUk Akhir Desain Model Pendekatan Interdisipliner

132

4.11. BeTitiik Akhir Rencana Pembelajaran Dengan Pendekatan

133

Interdisipliner

[image:6.595.49.434.79.598.2]
(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

2.1. Correlated Sequence Model 33

2.2. Webbing Sequence Model 34

2.3. Causal Sequence Model 35

2.4. Integrated Sequence Model 36

2.5. Spider Sequence Model 37

2.6. Pengembangan Tema 44

3.1. Desain Model Yang Dikembangkan 90

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Haj

1

Desain Model DanRencana Pembelajaran Yang Diuji cobakan

166

2 Format Observasi ] 95

3 Pedoman Wawancara ]96

4 Soal-soal Pretes 198

5 Distribusi t 206

(9)
(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kategori organisasi kurikulum yang dikenal dalam literatur adalah "subject

centered; experienced-centered: correlated, integrated, fused, broad-field, major social functions; centers of interest : core, unit, problem - in many combinations and under as many logics" (Zais; 1976:396). Pengorganisasian tersebut ada yang dipusatkan pada logika mata pelajaran, hakekat dan kebutuhan anak, atau tuntutan masyarakat. Ketiga hal tersebut; logika, psikologis, dan sosiologis sering dijadikan dasar untuk mengorganisasikan pengalaman belajar ( Shepherd and Ragan; 1982:80).

Masing-masing organisasi kurikulum memiliki karakteristik yang membedakan antara satu dengan lainnya, serta memiliki kelebihan dan kelemahan sesuai karakteristik yang dimiliki. Lepas dari organisasi mana yang lebih baik, karakteristik mana yang lebih menguntungkan; kesesuaian akan dilihat dari siapa subyek didik kurikulum yang direncanakan dan dikembangkan serta tujuan apa

yang ingin dicapai. Seorang perencana atau pengembang kurikulum dalam

memilih organisasi kurikulum akan ditentukan oleh subyek didik mana yang akan

menjadi sasaran kurikulum dan tujuan apa yang diinginkan.

(11)

pelajaran yang lepas-Iepas, dan ada beberapa mata pelajaran difusikan (broad

field) seperti IPA, IPS, Matematika.

Namun demikian, perpaduan yang erat

antara beberapa mata pelajaran tertentu tersebut dasarnya sebenarnya masih

bersifat subject curriculum ( Nasution; 1999:192 ). Karakteristik dari tipe ini ,

organisasi kurikulum memandang pelajaran sekolah adalah sejumlah disiplin ilmu

yang masing-masing berdiri sendiri. Sebagaimana pendapat Shepherd and Ragan,

"this type of organization views each school subject, each discipline, as being

totally independent of other disciplines" (Shepherd and Ragan; 1982:82).

Nasution menegaskan pula bahwa separate-subject segala bahan pelajaran

disajikan dalam subject atau mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang satu lepas

dari yang lain (Nasution; 1999:178).

Menurut McNeil, subject curriculum memiliki karakteristik sebagai berikut:

(1) Bertujuan untuk mengembangkan berfikir rasional, melatih siswa melakukan

penelitian dan melestarikan warisan nilai sosial atau tradisi; (2) Teknik yang

umumnya digunakan dalam subject matter adalah eksposisi dan inkuiri; (3) Struktur pengetahuan dalam kurikulum ditekankan pada konsep dan metode untuk

mempelajari pengetahuan sebagai disiplin terpisah; (4) Materi pelajaran

(12)

organisasi kurikulum ini setiap mata pelajarannya terdiri dari materi yang terpisah

dan terbatas; (4) Cenderung ke arah aktifitas verbal karena pengetahuan, ide, informasi mata pelajaran dikomunikasikan dan diingat dalam bentuk verbal sehingga cenderung menekankan prosedur belajar melalui ceramah, diskusi, eksposisi, eksplanasi, resitasi, bertanya, latihan menulis, laporan lisan, membuat paper; (5) Menuntut siswa secara konstan dan menyajikan kurikulum yang terdiri dari elemen-elemen umum atau pendidikan umum; (6) Merupakan organisasi yang sistematis dan efektif untuk mentransformasikan warisan-warisan budaya yang esensial ( Zais; 1976: 397-400 ).

Berdasarkan sejumlah karakteristik yang disebutkan dua ahli tersebut beberapa diantaranya ada pada kurikulum SD 1994, antara lain : (1) Kurikulum diorganisasikan menjadi sejumlah mata pelajaran terpisah, dalam sejumlah mata pelajaran tersebut terdapat batas-batas yang memisahkan bahan pelajaran untuk tiap kelas, seakan-akan terbagi atas petak-petak; (2) Penyajian tiap mata pelajaran diberikan tersendiri lepas dari mata pelajaran lain pada jam pelajaran tertentu; (3) Dalam prakteknya penyampaian bahan pelajaran bertujuan untuk menyampaikan sejumlah pengetahuan yang terdapat dalam buku-buku pelajaran dan seringkali bahan pelajaran tidak ada hubungannya dengan masalah-masalah yang dihadapi anak-anak dalam kehidupan nyata.

Dari apa yang terlihat dalam kurikulum SD 1994 ini sejalan dengan

kelemahan subject curriculum yang dikemukakan Zais yaitu : (1) Cenderung

membagi-bagi pengetahuan dan berpengaruh terhadap pemahaman siswa, konsep

(13)

memberi sedikit kesempatan untuk menghubungkan bagian-bagian itu dengan

segala sesuatu yang dapat memberikan perspektif makna. Sehingga makna dan

manfaat terbatas pada penyelesaian tugas-tugas dan lulus tes; (2) Melepaskan diri

dari

kepedulian

dan kejadian-kejadian

dunia nyata;

(3) Tidak banyak

mempertimbangkan kebutuhan, minat dan pengalaman siswa; (4) Skope tujuan

terbatas dan konsep belajar pasif (Zais; 1976 : 400-401 ).

Berdasarkan pada kelemahan tersebut berakibat terabaikan aspek psikologis

anak yaitu aspek perkembangan anak usia SD. Hakekat perkembangan anak usia

SD adalah bersifat holistik, yakni aspek perkembangan yang satu terkait erat dengan aspek perkembangan yang lain. Hal ini menjadikan pribadi anak dalam menghayati pengalaman secara totalitas dan masih sulit menghayati pengalaman

terpisah-pisah, terutama anak SD kelas awal.

Mencermati adanya beberapa kelemahan sebagaimana disebutkan di atas dirasakan perlu untuk mengatasi kelemahan yang ada pada kurikulum SD saat ini. Salah satu upaya adalah melalui pendekatan dalam pembelajaran dengan harapan dapat membantu anak dalam belajar sesuai sifat anak yang masih mengalami kesulitan terhadap pemisahan pengalaman-pengalaman belajar. Menurut Nasution (1999 : 196 ) diperlukan kebulatan bahan pelajaran karena dengan kebulatan dapat membentuk anak-anak menjadi pribadi yang "integrated", yakni manusia yang

sesuai atau selaras hidupnya dengan sekitarnya. Apa yang diajarkan di sekolah sesuai dengan kehidupan nyata anak di luar sekolah. Sedangkan masalah-masalah dalam kehidupan pada kenyataannya tidak hanya melibatkan satu disiplin, akan

(14)

secara interdisipliner. Berkaitan dengan permasalahan ini maka salah satu upaya

yang mungkin dilakukan adalah melalui pendekatan dalam pembelajaran, yaitu

pendekatan interdisipliner.

Selain dari analisa terhadap permasalahan kurikulum saat ini

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 4

mengemukakan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan

bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang

beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,

memiliki pengetahuan, keterampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Berdasarkan rumusan ideal tersebut dalam propenas tahun 2000-2004 ditetapkan tujuan jangka menengah pembangunan pendidikan, yaitu terwujudnya

sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu guna

memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas,

sehat, berdisiplin dan bertanggungjawab, berketerampilan, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka mengembangkan kualitas manusia

Indonesia ( Depdiknas; 2001 : 4 ). Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan tersebut maka arah kebijakan pembangunan pendidikan salah satunya adalah melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara profesional ( Depdiknas;

(15)

Untuk mencapai arah dan sasaran pembangunan pendidikan di atas dan

mengacu pada tujuan pendidikan nasional maka didalam Rencana Strategis

Departemen Pendidikan Nasional 2000-2004 prioritas kebijakan pendidikan

nasional difokuskan kepada : (1) Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, (2)

Pemerataan dan perluasan pendidikan, dan (3) Manajemen pendidikan nasional di

semuajalurjenjang, danjenis pendidikan ( Depdiknas; 2001 : 7).

Searah dengan prioritas kebijakan pendidikan nasional nomor satu, yakni

peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, PP No. 28 tahun 1992 telah

menetapkan garis kebijaksanaan pemerintah dibidang pendidikan dasar khususnya

pada jenjang SD difokuskan pada peningkatann mutu pendidikan di SD. Upaya

peningkatan mutu pendidikan di SD bahkan telah dimulai sejak tahun 1992/1993

melalui PEQIP (Primary Education Quality Improvement Project) dan BEP (Basic

Education Project) sejak tahun 1998/1999 yang pendanaannya diperoleh dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan dana bantuan dari luar

negeri (Bank Dunia). Semua upaya peningkatan mutu pendidikan tersebut titik

berat ada pada upaya peningkatan mutu proses belajar mengajar (PBM). Untuk

mendukung upaya tersebut tentunya dapat dilakukan melalui pembaharuan

pendekatan dalam pembelajaran.

Berkaitan dengan upaya peningkatan mutu proses belajar mengajar (PBM)

dirasakan perlu menghasilkan suatu model pendekatan dalam pembelajaran.

Dalam hal ini didukung oleh beberapa indikasi diantaranya laporan Pengawas

TK/SD ke Seksi Pendidikan Dasar Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten

(16)

kelas-kelas di SD adalah mutu PBM yang masih kurang. Permasalahan ditunjukkan

antara lain dominasi pengajaran tatap muka yang monoton, kurangnya kegiatan

aktif siswa, siswa lebih banyak mendengar, terlalu menekankan pengetahuan

ingatan dan rumus-rumus dengan mengabaikan keterampilan dan pemahaman

konsep-konsep yang diperlukan.untuk kehidupan siswa yang nyata. Monitoring

PBM yang pernah peneliti lakukan di beberapa SD di lingkungan kerja ternyata

ditemukan pula beberapa indikasi fenomena pendidikan yang menunjukkan

kecenderungan dalam hal : (1) pengkotakan bidang studi yang ketat, (2)

pembelajaran hanya memfokuskan pada pencapaian target selesainya pokok

bahasan / sub pokok bahasan, (3) sistem evaluasi yang menekankan aspek ingatan,

(4) pembelajaran menekankan informasi pengetahuan jadi untuk dihafalkan.

Fenomena pengkotakan bidang studi yang ketat dalam pembelajaran

mendominasi

praktek pembelajaran sehari-hari, tanpa disadari bahwa hal ini

berakibat pada terabaikannya aspek psikologis anak. Perlu disadari bahwa dari

aspek psikologis, anak usia SD masih sulit memahami pengalaman belajar yang

terpilah-pilah secara

artificial

sesuai tahap perkembangannya. Pengalaman

belajar yang dibutuhkan anak usia SD adalah pengalaman belajar yang merupakan

satu keterpaduan, yang bersifat kongkrit, dan dapat diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari.

Fenomena tersebut semakin mendorong peneliti untuk mencoba

menghasilkan suatu model pendekatan dalam pembelajaran dengan harapan agar

kekurangan yang terjadi dapat teratasi dan kualitas proses belajar mengajar

(17)

Kenyataan lain yang mendorong peneliti adalah beberapa hasil pen^

yang telah dilakukan berkaitan dengan penerapan model pembelajaran terpa^^^usTf^'5

melalui classroom action research. Penelitian-penelitian tersebut antara lain

dilakukan oleh Zaenal Arifin, Hidayat M, dan Yuyus Sulaeman (1996) mengkaji

penerapan model pendekatan multidisipliner oleh guru SD dalam penanganan

siswa berkesulitan belajar, dengan hasil prestasi hasil belajar anak yang

mengalami kesulitan belajar cukup tinggi. Maslichah Asyari (1997), Hari Setiati

(1998), Farida F (1999), Ina Hartinawati (2000), Hilda Karli (2000), menerapkan

pembelajaran terpadu dalam bidang studi EPA (intra mata pelajaran), dan hasilnya menunjukkan bahwa hasil belajar siswa secara signifikan meningkat. Lely

Halimah (2000) menerapkan pembelajaran terpadu dengan unsur pemadu bidang

studi Bahasa Indonesia, Sri Handayani (2000), Tahmid Sabri (2000), Renny

Sofiraeni (2001), Mimin Nurjhani (2001), Sumarno (2001); semuanya

menerapkan pembelajaran terpadu mata pelajaran IPA dengan sedikit perbedaan antara lain model webbed, integrated, tematik, CLIS. Sedangkan Drs. Kusnadi

(2000) mengkaji pembelajaran terpadu untuk mengintegrasikan nilai-nilai tauhid

dalam pengajaran Geografi, dan Nirva Diana (1999) menerapkan pembelajaran

terpadu model jarring laba-laba di SD. Temuan hasil penelitian yang dikemukakan oleh sejumlah peneliti tersebut bahwa penerapan model dapat meningkatkan hasil belajar, penguasaan konsep, dan kemampuan berfikir siswa.

(18)

pelajaran), menurut Rose dan Olsen (1993) dalam Walker menyebutnya dengan

single integration (Walker; 2001 : 3). Metode penelitian yang mereka gunakan

adalah classroom action research.

Berangkat dari pengertian dasar classroom

action research adalah salah satu strategi pemecahan masalah dengan tindakan

nyata, dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses dan

praksis pembelajaran (Depdikbud; 1999 : 2-3). Dengan pertimbangan dimensi

kajian dari penelitian-penelitian tersebut maka terdorong untuk meneliti melalui

pendekatan

pembelajaran

interdisipliner

dengan

metode

research

and

development.

Peneliti-peneliti lainnya adalah Slamet Simamora (1984), Albadi Sinulingga

(2000), Widi Pakerti (2000); ketiganya mencoba mengkaji pembelajaran terpadu

melalui metode penelitian eksperimen.

Dengan kesimpulan bahwa : (1) guru

mengalami kesulitan menyusun satuan pelajaran dan tidak semua tujuan

pembelajaran tercapai, dan (2) hasil belajar melalui pembelajaran terpadu

meningkat secara signifikan dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

Sedangkan penelitian dengan menggunakan metode kualitatif naturalistic

diantaranya Luthfie Asyari (1998) mengkaji implementasi kurikulum mata

pelajaran Ekonomi dalam model pendidikan terpadu, dan Ahmad Djazuli (2001)

melalui metode research and development mengembangkan pembelajaran terpadu

mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMU. Hasil yang diperoleh

menunjukkan bahwa guru masih memisahkan penyajian teori dan praktek dalam

proses pembelajaran mata pelajaran Ekonomi, hasil belajar mata pelajaran

(19)

penelitian "The Effects of Using Interdisciplinary Approach as Oppos

Traditional Approach for Examining Problems", dengan metode pene

eksperimen menunjukkan bahwa : (1) ada perbedaan skor post test antara

pelajaran IPA / Ilmu Sosial untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol; (2)

kelompok yang menggunakan pendekatan interdisciplinary rata-rata skor lebih

tinggi dibandingkan kelompok lain; (3) pendekatan interdisciplinary untuk

menguji problem-problem lingkungan lebih efektif dibandingkan dengan ,

pendekatan tradisional (http/www.ed.gov/pubs/Research/United State, html.).

Mencermati sejumlah 20 hasil penelitian terdahulu sebagaimana tersebut di

atas penelitian yang direncanakan akan mencoba menerapkan pendapat Kain

(1996) dalam Walker bahwa untuk menguji keberhasilan suatu pendekatan hams

secara keseluruhan yang terlibat teruji. "... the true impact of integrative

education studies will only be ascertained when the entire of students and teachers

who participate in integrative education is examined" ( Walker; 2001:2). Dalam

kaitan ini maka upaya penelitian dan pengembangan pendekatan interdisipliner

dalam pembelajaran di kelas dua SD di Kabupaten Sukabumi merupakan hal yang

perlu dengan melihat kemampuan guru dalam mengimplementasikan, serta

dampaknya terhadap kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa.

B. Perumusan Dan Pembatasan Masalah

1. Perumusan Masalah

Penjelasan-penjelasan dalam latar belakang mengisyaratkan bahwa

(20)

dapat meningkatkan kualitar proses belajar mengajar sekaligus berdampak

pada kualitas hasil belajar dan memudahkan guru untuk dapat melaksanakan.

Melalui penelitian dan pengembangan pendekatan interdisipliner dalam

pembelajaran diharapkan dapat mengatasi kelemahan-kelemahan fenomena

praktek pendidikan di SD sebagaimana dijelaskan dalam latar belakang. Selain

ltu pula melalui pendekatan interdisipliner, pembelajaran disesuaikan dengan

hakekat perkembangan peserta didik, dalam hal ini siswa SD memiliki hakekat

perkembangan yang bersifat holistik dan menghayati pengalaman secara

totalitas, masih sulit menghayati pengalaman yang terpisah-pisah dan artificial

terutama anak-anak kelas rendah. Pengalaman belajar yang dibutuhkan anak

usia SD adalah pengalaman belajar yang terpadu dan kongkrit serta dapat

diterapkan dalam kehidupan mereka. Tuntutan dari permasalahan kehidupan

pun memerlukan ilmu secara interdisipliner. Demikian pula status guru SD

selaku guru kelas memiliki kesempatan untuk dapat mengintegrasikan

beberapa disiplin ilmu dalam proses pembelajaran. Kemungkinan ini

ditunjang oleh kebebasan yang diberikan oleh kurikulum SD kepada guru

untuk mengembangkan kemampuan profesi dalam menentukan proses belajar

(Hasan; 2000:7).

Berangkat dari penjelasan-penjelasan tersebut maka fokus masalah

(21)

Karakteristik Anak Usia SD

- Hakekat perkembangan

-,

- Karakteristik berpikir

Status dan kewenangan

Guru SD (Selaku Guru Kelas)

Kelemahan Dalam Praktek

Pendidikan

Kurikulum : Ide Dokumen, proses, hasil

J

Pendekatan Interdisipliner Dalam Pembelajaran Masalah-masalah Dalam Kehidupan 1.Kualitas PBM. 2. Kualitas Hasil

Belajar. 3. Kemampuan

Guru dalam melaksanakan pembelajaran

Bagan 1.1 : Faktor Yang Menentukan Pengembangan Model

Pendekatan Interdisipliner

Istilah interdisipliner menurut Maurer (1991 :vi) menunjuk pada suatu

proses yang digunakan guru untuk mengorganisasi dan mentransfer

pengetahuan melalui suatu tema terpadu (unified). "The term interdisciplinary

refers to the process teachers use to organize and transfer knowledge under a

unified theme". Maurer (1991:3) menyamakan interdisciplinary dengan

"integrated". "Another term, integrated, is often used to describe this same

process."

Lebih lanjut dikatakan bahwa aplikasi dari interdisciplinary

merupakan suatu rangkaian dari kurikulum integrasi. "... interdisciplinary

applications on a continuum of curriculum integration." Sedangkan menurut

Shepherd dan Ragan, pendekatan interdisipliner adalah menggabungkan satu

disiplin ilmu atau satu pandangan dengan beberapa disiplin sebagai pusat

(22)

Tipe-tipe interdisciplinary dibedakan oleh Maurer dari yang sederhana

hingga

yang

sangat

kompleks,

yaitu

correlated,

multidisciplinary,

interdisciplinary, integrated day (Maurer; 1991:4). Karena interdisciplinary

merupakan rangkaian dari kurikulum integrasi, Rose dan Olsen (1993) dalam

Walker menyarankan lima model implementasi pendidikan integrative, yaitu

single subject integration, coordinated model, integrated core model,

integrated double core model, dan self - contained core model (Walker;

2001:3).

Mencermati berbagai tipe dan model implementasi sebagaimana dijelaskan

di atas serta adanya beberapa penelitian terdahulu menggunakan pembelajaran

terpadu (integrated teaching) dalam tema masih dalam satu mata pelajaran;

maka dalam penelitian dan pengembangan model berfokiis pada pendekatan

interdisipliner dengan implementasi self- contained core model.

Self - contained core model menurut Rose dan Olsen (1993) dalam

Walker adalah implementasi yang dapat dilakukan oleh seorang guru dan guru

tersebut dipercaya dengan berbagai mata pelajaran, tetap mengajar

sekelompok siswa sepanjang hari (Walker; 2001:3). Model ini tampaknya

sesuai dengan fungsi guru kelas di SD, sebab guru kelas memegang beberapa

mata pelajaran kecuali mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan

Penjaskes, yang harus diajarkan kepada sekelompok siswa sepanjang hari

sesuai kelas yang menjadi tanggung jawabnya.

Dengan demikian maka dalam penelitian ini masalah dirumuskan sebagai

(23)

a. Apakah guru mampu mengimplementasikan pendekatan interdisipliner

dalam proses pembelajaran ?

b. Kesulitan-kesulitan

apa

yang

dihadapi

guru

apabila

pendekatan

interdisipliner diterapkan di SD ?

c. Model desain pendekatan interdisipliner yang manakah yang dapat

meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajardi SD ?

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan pertimbangan keterbatasan peneliti dan berbagai dukungan

yang ada maka masalah yang akan diteliti adalah :

1. Pengembangan

model

hanya terbatas pada pengembangan model

pendekatan interdisipliner dalam pembelajaran di kelas dua SD.

2. Mengingat di SD berlaku sistem guru kelas, maka model pendekatan

interdisipliner terbatas pada pendekatan antar disiplin / antar mata

pelajaran yang menjadi tugas dan wewenang guru kelas dua SD. Mata

pelajaran tersebut adalah Bahasa Indonesia, Matematika, PPKn, Kerajinan

Tangan dan Kesenian (KTK)

3. Mengingat desain model pendekatan interdisipliner bermacam-macam,

yaitu the correlated event sequence model, the webbing sequence model,

the causal sequence model, the integrated model, the spider sequence

model ( Maurer; 1991:18-20); maka dalam penelitian ini pengembangan

(24)

4. Dalam pendekatan interdisipliner diperlukan organizer principal "atau "center core", dalam penelitian ini yang dijadikan center core adalah tema-tema yang ada dalam pelajaran Bahasa Indonesia kelas dua SD. Hal ini mempertimbangkan dalam kurikulum SD 1994 telah ditegaskan rambu-rambu pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bahwa, "dalam pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dapat pula dipadukan atau dikaitkan dengan mata pelajaran lain ... "(Depdikbud; 1993:26). Bahkan menurut Shepherd dan Ragan, "principal organizer dapat memanfaatkan bidang ilmu yang sudah dipahami oleh guru (1982:84).

5. Pendekatan interdisipliner dalam desain dan implementasinya harus ada tema yang diperinci menjadi sub-sub tema atau topik pembelajaran, mengingat organizer principal adalah bidang studi Bahasa Indonesia maka tema-tema yang dikembangkan diambil dari tema-tema yang tercantum dalam GBPP Bahasa Indonesia Suplemen Kurikulum SD 1999.

6. Pelaksanaan uji coba model dibatasi pada pelaksanaan proses pembelajaran kelas dua SD semester 1. Hasil belajar siswa dibatasi pula pada hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran selama uji coba model pembelajaran dengan pendekatan interdisipliner.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan dan pembatasan masalah sebagaimana dikemukakan di atas maka pertanyaan penelitian yang akan dicari jawabannya melalui studi pengembangan model ini adalah :

(25)

1. Apakah guru mampu mengimplementasikan pendekatan interdisipliner dalam

pembelajaran di kelas dua SD ? Pertanyaan ini diperinci menjadi: a. Bagaimana kemampuan guru dalam melaksanakan langkah-langkah

kegiatan pembelajaran dengan pendekatan interdisipliner ?

b. Kemampuan guru yang bagaimana yang harus dipenuhi untuk dapat

melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan interdisipliner ?

2. Kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi guru apabila pendekatan interdisipliner

diterapkan di SD kelas dua : dalam membuat perencanaan, dalam melaksanakan pembelajaran, atau dalam evaluasi ?

3. Bagaimana dampak penerapan pendekatan interdisipliner terhadap proses

dan hasil pembelajaran ? Pertanyaan ini diperinci menjadi:

a. Bagaimana dampak penerapan pendekatan interdisipliner terhadap kualitas proses pembelajaran kelas dua SD ?

b. Bagaimana dampak penerapan pendekatan interdisipliner dalam pembelajaran terhadap hasil belajar siswa SD kelas dua ?

4. Bagaimanakah bentuk akhir desain pendekatan interdisipliner yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas dua SD ?

D. Definisi Operasional

Sesuai dengan batasan masalah yang akan dikaji melalui penelitian dan

pengembangan pendekatan interdisipliner, maka perlu ditegaskan secara

operasional beberapa variabel yang akan menjadi bahan kajian penelitian agar

dapat diperoleh sasaran yang jelas dalam penelitian. Rumusan definisi operasional

(26)

berpedoman pada pendapat Tuckman (1972:57) bahwa, " An operational

definition is a definition based on the observable characteristics of that which is

being defined". Dalam penjelasannya lebih lanjut Tuckman membedakan tiga

tipe definisi operasional menjadi definisi operasional tipe A, B, dan C. Untuk

mengkaji masalah penelitian yang telah dirumuskan serta berdasarkan pembatasan

penelitian maka definisi operasional yang dirumuskan bertolak pada tipe C.

"A type Coperational definition can be constructed in terms ofwhat the objects or

phenomenon being defined looks like, that is, what constitutes its static properties

( Tuckman; 1972:60). Alasan menggunakan pedoman ini mengingat dalam

penelitian pendidikan banyak definisi operasional yang didasarkan pada

karakteristik yang dimiliki seseorang atau sesuatu, yang akhimya memberikan

arah terhadap pengukuran variabel. Definisi operasional tipe C mendiskripsikan

kualitas, perlakuan, atau karakteristik orang atau sesuatu. Selain itu dapat

digunakan untuk mendefinisikan berbagai tipe variabel (Tuckman; 1972 : 61).

Variabel yang dirasakan perlu untuk dipertegas adalah : (1) pendekatan

interdisipliner;

(2) kemampuan guru mengimplementasikan pendekatan

interdisipliner dalam pembelajaran, (3) kualitas pembelajaran, (4) hasil belajar.

1 Pendekatan interdisipliner adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang

memiliki karakteristik : (a) dikembangkan dari sebuah tema luas untuk

memadukan dua atau beberapa mata pelajaran, (b) dari dua atau beberapa

mata pelajaran yang dipadukan tersebut satu mata pelajaran berfungsi sebagai

"principal organizer" atau "center core" dan mata pelajaran yang lain

berfungsi sebagai pendukung

(vital adjuncts).

Berdasarkan karakteristik

(27)

tersebut maka dalam desain pembelajaran harus terlihat adanya : (a) tema

pembelajaran yang luas dan bersumber pada tema-tema mata pelajaran core

dalam GBPP dan diperinci menjadi sub-sub tema (topik) pembelajaran,

(b) konsep utama (fokus pembelajaran) didasarkan pada konsep-konsep yang

ada pada mata pelajaran core, (c) tujuan khusus pembelajaran mengacu pada

pola berpikir interdisipliner dan bersumber pada tujuan mata pelajaran core

dalam GBPP, (d) materi dan sumber belajar dikembangkan berdasarkan pada

komponen-komponen pembelajaran mata pelajaran core dan berorientasi pada

tema lingkungan, (e) strategi dan prosedur pembelajaran dikembangkan

berdasarkan tema pembelajaran yang dilakukan melalui tiga tahap yakni

kegiatan awal, inti, dan akhir; (f) evaluasi dikembangkan mengacu pada

pemahaman dan penerapan interdisipliner.

2. Kemampuan guru mengimplementasikan pendekatan interdisipliner dalam

pembelajaran dimaksudkan mengenai upaya guru menempuh urutan

langkah-langkah kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir dalam proses

pembelajaran secara logis dan sistematis.

Pada

kegiatan awal, kegiatan

yang

ditempuh

meliputi

(a) menginformasikan

tema pembelajaran

dengan

cara yang

dapat

membangkitkan minat siswa, (b) menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan

dicapai dan kegiatan yang akan dilakukan, (c) memberikan klarifikasi

sumber-sumber

belajar yang

harus

dicari

siswa

untuk

mempelajari

(28)

Pada kegiatan inti, kegiatan yang harus ditempuh terdiri dari : (a)

memberikan pertanyaan-pertanyaan fokus sebagai alat untuk mengarahkan

pada permasalahan berkaitan dengan tema pembelajaran, (b) mengarahkan

siswa untuk melakukan kegiatan atau tugas-tugas dalam rangka memperoleh

jawaban berkaitan dengan pertanyaan fokus, (c) meminta siswa melaporkan

hasil kerjanya, (d) memberikan penguatan melalui tugas-tugas yang menuntut

siswa

menerapkan

pemahaman

dan

ketrampilan

dikaitkan

dengan

pemahamannya

terhadap

konsep-konsep

mata

pelajaran

pendukung

(pemahaman dan penerapan interdisipliner).

Pada kegiatan akhir, kegiatan yang ditempuh adalah : (a) guru

merumuskan kesimpulan bersama siswa tentang konsep-konsep penting yang

telah dipelajari melalui topik pembelajaran, dan (b) melaksanakan postes pada

akhir pembelajaran.

3. Kualitas proses pembelajaran yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah

situasi pembelajaran dengan kadar keaktifan belajar siswa yang tinggi.

Dengan demikian kualitas pembelajaran dalam penelitian ini akan dilihat dari

kadar aktifitas belajar siswa yang tinggi selama proses pembelajaran, dilihat

dari

segi : a) aktifitas mengemukakan pendapat, b) aktifitas mengerjakan

tugas individual, c) aktifitas keteriibatan mengerjakan tugas kelompok, d)

aktifitas memecahkan masalah, e) aktifitas melakukan kegiatan.

(29)

belajar dilihat dari perolehan rata-rata skortes pada akhir pembelajaran

(postes) melalui kegiatan tes yang dikembangkan pada uji coba.

E. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian dan pengembangan

pendekatan interdisipliner

dalam pembelajaran bertujuan untuk menghasilkan produk desain model

pembelajaran dengan pendekatan interdisipliner untuk dapat diterapkan dalam

pembelajaran di Sekolah Dasar. Adapun secara khusus tujuan penelitian adalah

untuk :

1.

Mengetahui kemampuan guru kelas dua dalam mengimplementasikan

pendekatan interdisipliner dalam pembelajaran di kelas dua Sekolah Dasar.

2.

Mengetahui kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru apabila pendekatan

interdisipliner diterapkan di kelas dua Sekolah Dasar.

3.

Mengetahui dampak pelaksanaan pendekatan interdisipliner terhadap

kualitas pembelajaran di kelas dua Sekolah Dasar dan hasil belajar siswa

kelas dua Sekolah Dasar.

4. Menghasilkan model pembelajaran dengan pendekatan interdisipliner yang dirancang untuk memudahkan guru dalam menerapkan sesuai dengan

kebutuhan, kemampuan dan status guru kelas.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pengembangan kurikulum Sekolah Dasar dari segi pelaksanaannya di sekolah dan juga bagi

(30)

guru Sekolah Dasar dalam upaya meningkatkan kualitas proses pembelajara

hasil belajar siswa. Secara rinci manfaat yang diharapkan adalah :

1. Manfaat Teoritis

Hakekat

pembelajaran

dengan

pendekatan

interdisipliner

adalah

pembelajaran berfokus pada aplikasi ketrampilan dan pengetahuan terhadap situasi baru (Mathison dan Mason; 2001:2). Melalui pendekatan interdisipliner dapat membantu siswa agar ketrampilan dan pengetahuan yang telah dimiliki dapat dikombinasikan untuk menyelesaikan tugas, memecahkan masalah, atau menjelaskan sesuatu. Fenomena yang sering terjadi siswa tidak dapat memahami

atau menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki untuk memecahkan

masalah-masalah baru atau mentransfer pengetahuan yang telah dimiliki untuk

memperoleh pemahaman baru. Fenomena demikian merupakan akibat dari

pengajaran yang dilakukan secara terpisah. Melalui pendekatan interdisipliner

diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut, karena pembelajaran yang memberi

kesempatan siswa untuk menghubungkan serpihan-serpihan pengetahuan, bukan

sebaliknya memisahkan; dapat mempertinggi kemampuan siswa untuk memahami

dan menerapkan pengetahuan sebelumnya terhadap pengetahuan baru.

Melalui penelitian dan pengembangan pendekatan interdisipliner dalam

pembelajaran di SD diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap

pengembangan hakekat pendekatan interdisipliner dalam mengatasi

kelemahan-kelemahan praktek pembelajaran secara terpisah.

(31)

2. Manfaat Praktis :

a. Dapat membantu guru-guru Sekolah Dasar dalam membuat rancangan pembelajaran yang memudahkan untuk diterapkan dalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari.

b. Membantu guru-guru Sekolah Dasar untuk mempersiapkan diri menghadapi tuntutan kurikulum baru yang menggariskan proses pembelajaran tematik untuk pengajaran di Sekolah Dasar kelas dua. c. Memberikan alternatif pendekatan yang dapat diterapkan oleh guru-guru

Sekolah Dasar sehingga memperkaya wawasan berbagai pendekatan pembelajaran.

d. Bagi pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi, dalam hal ini Seksi Pendidikan Dasar, sebagai masukan untuk dapat dijadikan gagasan dalam membina dan meningkatkan kualitas proses belajar mengajar atau pelaksanaan kurikulum Sekolah Dasar.

e. Bagi Program Studi Pengembangan Kurikulum, diharapkan membuka

wawasan bagi penelitian - penelitian lebih lanjut dalam upaya peningkatan

proses pembelajaran atau pelaksanaan kurikulum di sekolah (actual

curriculum).

(32)
(33)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini diuraikan tentang (1) pendekatan dalam penelitian,

(2)lokasidan subyek penelitian, (3) teknik pengumpulan data, (4)

tahap-tahap pelaksanaan penelitian, dan (5)teknik analisis data.

A. Pendekatan Dalam Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah research and

development (penelitian dan pengembangan). Digunakan pendekatan ini

mengingat tujuan akhir penelitian adalah untuk menghasilkan suatu produk

berupa desain instruksional dengan menggunakan pendekatan interdisipliner

( interdisciplinary instructional design ). Menurut Borg &Gall ( 1979 : 624 )

batasan tentang research and development adalah " our use of the term

"product" include not only material object, such as textbooks, instructional

films, and so forth, but is also intended to refer to established procedures and

processes, such method ofteaching ormethod for organizing instructions".

Langkah - langkah dalam proses research and development mengarah

pada suatu siklus, berangkat dari kajian temuan penelitian dikembangkan

menjadi suatu produk. Pengembangan produk yang didasarkan pada kajian

studi pendahuluan diuji coba dalam situasi tertentu dan dilakukan revisi

terhadap hasil uji coba tersebut sampai pada akhimya diperoleh suatu model

( sebuah produk ). "It consist of a cycle in which a version of the

(34)

,', **

h /"»•* "-^

product

is developed,

field

tested,

and revised

on the basis of'">

field - test data " ( Borg and Gall ; 1979 : 771 ). Tujuan dari penelitian dan\_^

pengembangan adalah menghasilkan suatu produk tertentu yang dapat

diterapkan di sekolah.

"... the goal of R & D is to take this research

knowledge and incorporate it into product that can be used in the schools "

( Borg and Gall; 1979:771 ).

Siklus penelitian dan pengembangan menurut Borg dan Gall ( 1979 :

775 ) tediri atas 10 langkah yakni:

1. Penelitian dan pengumpulan informasi, termasuk didalamnya review

literatur, observasi kelas, dan persiapan laporan ;

2. Perencanaan, meliputi mendefinisikan ketrampilan, menetapkan tujuan,

menentukan urutan pembelajaran, dan uji kemungkinan dalam skala

kecil ;

3. Mengembangkan bentuk produk pendahuluan ( preliminary form of

product ), termasuk didalamnya persiapan materi belajar, buku - buku

yang digunakan, dan evaluasi.

4. Uji coba pendahuluan, melibatkan satu sampai tiga sekolah dengan

menyertakan 6-12 subyek. Pada langkah ini dilakukan analisis data

berdasarkan angket, hasil wawancara, dan observasi.

5. Revisi terhadap produk utama ( main Product), yang didasarkan atas hasil

uji coba pendahuluan.

6. Uji coba utama, melibatkan 5-15 sekolah yang menyertakan 30 - 100

subyek. Data kuantitatif berupa pretes dan postes dikumpulkan dan

\ I'-'/J

,1»r-•*>;.

(35)

hasilnya dievaluasi sesuai dengan tujuan, dan jika memungkinkan hasil

tersebut dibandingkan dengan kelompok kontrol.

7. Revisi produk operasional, dilakukan berdasarkan hasil uji coba utama. 8. Melakukan uji coba operasional, dilakukan berdasarkan hasil uji coba

utama.

9. Revisi produk terakhir berdasarkan hasil uji coba operasional.

10. Diseminasi dan distribusi. Pada langkah ini dilakukan monitoring sebagai

kontrol terhadap kualitas produk.

Mengingat keterbatasan waktu bagi peneliti dan merupakan tahap awal

pengembangan, maka langkah yang ditempuh hanya sampai pada langkah

kelima. Kelima langkah tersebut dalam pelaksanaan penelitian dilakukan

modifikasi sesuai kebutuhan penelitian dan kondisi lapangan. Dengan

demikian langkah-langkah penelitian dan pengembangan yang ditempuh

adalah :

1. Studi pendahuluan, meliputi kajian teori, kajian hasil penelitian, dan

kegiatan prasurvey.

2. Perencanaan, meliputi mengkaji kurikulum kelas II SD tahun 1994,

pemetaan materi, penetapan lokasi uji coba, pengenalan model, dan

merencanakan desain model. 3. Deskripsi produk model.

4. Uji coba model yang dikembangkan, terdiri dari dua kali putaran.

5. Analisis keberhasilan model.

(36)

Langkah-langkah penelitian dan pengembangan ini dapat digambarkan

sebagaimana tampak pada bagan berikut:

I STUDI PENDAHULUAN V It PERENCANAAN

I

III DESKRIPSI MODEL IV

UJI COBA MODEL YANG DIKEMBANGKAN

UJI COBA PUTARANI 1. Pre-tes

2. Implementasi Rancangan 3. Postes

4. Revisi

UJI COBA PUTARAN II 1. Pre-tes

2. Implementasi Rancangan 3. Postes

4. Revisi

Kajian teori pendekatan pembelajaran.

Kajian hasil penelitian

terdahulu.

Prasurvey: orientasi lapangan.

Mengkaji kurikulum kelas duaSD

Pemetaan materi.

Penetapan lokasi uji coba Pengenalan model

Merencanakan desain model

:0 V ANALISIS KEBERHASILAN MODEL HASIL REVISI AKHIR MODEL Bagan 3.1

Langkah-Langkah Penelitian dan Pengembangan

(37)

/. Studi Pendahuluan

Pada langkah ini kegiatan yang dilaksanakan adalah :

a.

Mengkaji teori-teori pendekatan pembelajaran yang relevan dengan

karakteristik anak usia Sekolah Dasar, taraf perkembangan dan

kemampuan berfikir anak usia Sekolah Dasar, salah satunya adalah

pendekatan interdisipliner.

b. Mengkaji hasil-hasil penelitian yang pemah dilakukan oleh

peneliti-peneliti

sebelumnya

yang

relevan

dengan

uji

coba

model

pembelajaran di Sekolah Dasar.

c. Melakukan kegiatan prasurvey di sekolah-sekolah tertentu, yang

diperkirakan dapat dilaksanakan uji coba pengembangan model.

Prasurvey dilaksanakan di Kecamatan-kecamatan terdekat antara lain

Kecamatan

Cisaat, Kecamatan Gunungguruh,

dan Kecamatan

Parungkuda.

Pada kegiatan ini dilakukan penelitian untuk mengumpulkan

informasi tentang proses pembelajaran yang biasa dilakukan. Hal ini

sesuai pendapat Ibrahim dan Sujana (1989:74) bahwa tujuan

utamanya adalah mengumpulkan informasi tentang variabel, bukan

informasi tentang individu - individu. Informasi-informasi yang

dikumpulkan meliputi (1) desain dan pelaksanaan pembelajaran yang

dilaksanakan oleh guru-guru kelas II Sekolah Dasar, (2) aktifitas

belajar siswa, (3) kemampuan guru dalam mengajar, (4) pemanfaatan

sarana, fasilitas, dan lingkungan yang ada di sekitar sekolah.

(38)

Berdasarkan kegiatan prasurvey selanjutnya peneliti menentukan

Sekolah Dasar yang akan dijadikan tempat uji coba model, dengan

mempertimbangkan kesiapan guru kelas dua, Kepala Sekolah, Kepala Cabang Dinas Kecamatan setempat, sarana prasarana yang tersedia,

keterjangkauan lokasi serta faktor-faktor pendukung lainnya.

2. Perencanaan

Pada langkah ini kegiatan yang dilakukan meliputi:

a. Mengkaji kurikulum Sekolah Dasar kelas dua meliputi GBPP catur

wulan satu, dua, dan tiga dari berbagai mata pelajaran yang harus

diajarkan oleh guru kelas dua Sekolah Dasar.

b. Melakukan pemetaan materi dari beberapa mata pelajaran kelas dua,

karena implementasi model adalah self-contain core model maka

pemetaan materi hanya meliputi bidang studi yang menjadi tugas dan

wewenang guru kelas yaitu PPKN, Bahasa Indonesia, Matematika, Ketrampilan dan Kesenian (KTK). Hal ini sesuai ketentuan kurikulum

SD 1994 bahwa empat mata pelajaran tersebut menjadi tugas guru

kelas, sedangkan bidang studi Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan menjadi tugas guru mata pelajaran PAI dan

guru Penjaskes (Depdikbud; 1993).

c. Menetapkan Sekolah Dasar tempat uji coba model sesuai kesiapan guru maupun kepala sekolah. Dari beberapa Sekolah yang diteliti pada

kegiatan prasurvey, sekolah yang siap untuk dijadikan tempat uji coba

adalah Sekolah Dasar Cibatu II Kecamatan Cisaat. Status SD

(39)

Cibatu II adalah SD inti untuk gugus tersebut, dua SD lain ditetapkan

dua SD Imbas dari gugus Cibatu II. Kepala Sekolah SD Cibatu II menyetujui SD Imbas yang dijadikan lokasi uji coba adalah SD Bojongkawung dan SD Cibatu I.

d. Melaksanakan pengenalan model kepada partner pengembang model

yaitu guru kelas dua, Kepala Sekolah dan Pengawas TK/SD pembina

sekolah tempat uji coba. Pengenalan dilakukan melalui diskusi dan

dialog, dimaksudkan untuk mengenalkan rencana model yang akan dikembangkan, serta kesiapan mereka untuk dijadikan partner dalam pengembangan model.

e. Merencanakan desain model. Didalam merencanakan desain model ditempuh kegiatan sebagai berikut, : 1) menganalisis model pendekatan interdisipliner dengan merujuk pada model - model yang dikemukakan Maurer yaitu the corelated event sequence model, the webbing sequence model, the causal sequence model, the integrated sequence model, dan the spider sequence model; 2) penentuan model

yang akan dikembangkan, mengingat model-model Maurer diperinci

dari yang sederhana hingga yang paling kompleks, sedangkan yang

menjadi sasaran penelitian adalah kelas dua Sekolah Dasar maka

model yang akan dicoba dikembangkan adalah the webbing sequence model; 3) penentuan langkah-langkah pengembangan model,dengan merujuk pada langkah - langkah pengembangan interdisipliner yang dikemukakan oleh Vogt. Langkah - langkah tersebut adalah

(40)

(a) menyeleksi tema, (b) memilih satu konsep utama untuk

mengarahkan pengajaran, (c) mengidentifikasi ketrampilan dan

strategi yang akan diajarkan, (d) mengidentifikasi rentangan

sumber-sumber belajar yang tepat (Vogt; 2001A).

3. Deskripsi produk model

Deskripsi produk model yang akan dihasilkan meliputi : a) tema

pembelajaran, b) mata pelajaran yang dijadikan core, c) desain model,

d) deskripsi kemampuan guru untuk dapat mengimplementasikan model

pembelajaran. Deskripsi model berpedoman pada model dan langkah-langkah yang telah ditetapkan pada tahap perencanaan.

Berdasarkan deskripsi model maka selanjutnya disusun rencana pembelajaran. Penyusunan rencana pembelajaran dilakukan oleh peneliti bersama gum, guru dilibatkan mengingat guru adalah orang yang akan berperan dalam pelaksanaan model sekaligus memberikan bekal pengetahuan kepada gum untuk dapat membuat desain model.

4. Uji Coba Model Yang Dikembangkan (Pengembangan)

Pada tahap pengembangan, kegiatan yang dilakukan adalah uji coba untuk mengimplementasikan desain model dan rencana pembelajaran. Uji

coba dilaksanakan di Sekolah Dasar Inti yaitu SD Cibatu II, dan dua Sekolah Dasar Imbasnya yaitu SD Bojongkawung dan SD Cibatu I dalam

satu gugus. Kegiatan uji coba sebanyak dua kali putaran terdiri dari : a) pretes; b) implementasi rencana pembelajaran; c) postes ; dan d) revisi.

(41)

Selama uji coba model, pada kegiatan implementasi rencana pembelajaran ditempuh pendekatan supervisi klinis, yaitu suatu proses pembicaraan untuk perbaikan proses pembelajaran berdasarkan hasil observasi (Soetjipto; 1994:234). Pada tahap implementasi kegiatan yang dilakukan meliputi pre conference, pelaksanaan pembelajaran, dan post conference. Pre conference dilakukan untuk menumbuhkan kepercayaan kepada gum dalam melaksanakan pembelajaran, post conference dilakukan untuk membicarakan hasil observasi selama pelaksanaan pembelajaran dan memberikan feed back kepada gum.

5. A nalisis Keberhasilan Model

Untuk menganalisis keberhasilan model yang dihasilkan ditinjau dari komponen-komponen yang terlibat dalam pembelajaran, yaitu guru, proses pembelajaran, dan hasil belajar siswa. Dari komponen guru, keberhasilan dilihat dari kemampuan guru dalam upaya menempuh prosedur secara sistematis dan logis dari segi : a) kegiatan awal pembelajaran, b) kegiatan inti ; dan c) kegiatan akhir pembelajaran. Sedangkan komponen proses pembelajaran, keberhasilan dilihat dari

keaktifan siswa yang tinggi selama proses pembelajaran. Komponen hasil

belajar, keberhasilan dilihat dari pencapaian skor yang diperoleh siswa pada pos tes dan dibandingkan dengan perolehan skor pretes, serta

perbandingan rata-rata skor postes pada setiap uji coba.

(42)

B. Lokasi Dan Subyek Penelitian

Dengan mempertimbangkan keterbatasan peneliti dan daya jangkau

lokasi maka penelitian

dilaksanakan di Kabupaten Sukabumi. Penelitian

dilaksanakan di salah satu gugus Sekolah Dasar karena Sekolah Dasar

diberlakukan sistem gugus sekolah.

Yang dimaksudkan dengan Gugus

Sekolah adalah organisasi sekolah yang terdiri dari 3 - 8 SD dalam suatu

daerah / wilayah berdekatan. Pemberlakuan sistem gugus sekolah di Sekc'ah

Dasar telah dibakukan melalui Surat Keputusan Direktorat Jenderal

Dikdasmen No. 070/C/Kep/I/1993 tanggal 7 April 1993. Dalam organisasi

gugus tersebut terdiri dari 1 SD Inti dan beberapa SD Imbas, dalam pembentukannya mengacu pada letak geografis sekelompok sekolah, luas

wilayah, kepadatan dan konsentrasi penduduk, ams komunikasi dan

transportasi, kontur daerah (Depdikbud; 1996 :8). Lokasi penelitian

selanjutnya ditentukan terdiri dari satu SD Inti dan dua SD Imbas dalam satu gugus. SD Inti maupun SD Imbas dijadikan tempat uji coba dan dilaksanakan dalam dua kali putaran.

Mempertimbangkan indikasi-indikasi yang diperoleh pada studi pendahuluan, maka uji coba pengembangan model sebanyak dua kali putaran ditetapkan di gugus Cibatu II Kecamatan Cisaat. Penetapan ini didasarkan pada kemungkinan dapat dilakukannya uji coba, artinya kesediaan dan

tanggapan positif dari pihak Kepala Sekolah, dan adanya kemauan dari pihak gum untuk melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan interdisipliner.

(43)

Faktor kesediaan, tanggapan positif, dan kemauan mempakan hal yang

penting sebab selama proses uji coba kerjasama ini sangat menentukan. Subyek penelitian adalah gum dan murid Sekolah Dasar kelas II di

gugus Cibatu II Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi. Data subyek penelitian sebagaimana tercantum pada tabel berikut:

Tabel 3.1

Daftar Subyek Penelitian pada Penelitian dan Pengembangan

Nama SD Jumlah Keterangan

Kelas Gum Siswa

SD Cibatu II 1 1 40 SD Inti

SD Bojongkawung 1 1 31 SD Imbas

SD Cibatu I 1 1 23 SD Imbas

Penentuan ketiga SD tersebut sebagaimana dijelaskan sebelumnya, berdasarkan kesiapan dan kemauan Kepala Sekolah dan gum kelas dua.

C.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini didasarkan pada sifat data yang diinginkan dan sesuai tahap-tahap penelitian yakni (1) studi dokumentasi pada tahap studi pendahuluan dan perencanaan, (2) instrumen observasi kelas untuk memperoleh data tentang kemampuan guru mengimplementasikan desain dan aktifitas belajar siswa pada tahap pengembangan , (3) instrumen tes hasil belajar untuk memperoleh data hasil belajar pada tahap pengembangan, dan (4) wawancara untuk mengetahui

(44)

sikap dan pendapat gum tentang penerapan pendekatan interdisipliner serta

kesulitan-kesulitan yang dihadapi gum bila harus menerapkan pendekatan

interdisipliner.

1. Studi Dokumentasi

Salah satu jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah

informasi tentang rencana pembelajaran dan perangkat pembelajaran

lainnya yang dimiliki gum sebelum dilakukan uji coba pengembangan.

Selain itu diperlukan data berkaitan dengan GBPP kurikulum SD 1994

dan suplemennya. Data tersebut dikumpulkan pada tahap studi pendahuluan dan tahap perencanaan. Maksud dari pengumpulan data ini

sesuai dengan apa yang dikemukakan Arikunto (1993:236) yaitu mencari

data berupa catatan, buku, agenda dan sebagainya. Dibandingkan metode

lain, metode ini tidak begitu sulit dan apabila ada kekeliruan sumber datanya masih tetap, belum berubah.

2. Instrumen Observasi Kelas

Observasi kelas dijadikan salah satu teknik pengumpul data yang utama pada tahap pengembangan khususnya untuk memperoleh data

tentang kemampuan gum dalam mengimplementasikan desain

pembelajaran dengan menggunakan pendekatan interdisipliner dan

aktifitas siswa selama proses pembelajaran dengan menggunakan

pendeklatan interdisipliner. Melalui observasi diharapkan dapat diketahui

(45)

perkembangan penerapan model pembelajaran dengan mencatat kejadian

yang sebenamya sebagai bahan analisis keberhasilan model.

Observasi kelas dijadikan salah satu kegiatan pengumpul data, karena

dapat digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses

terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati baik dalam situasi yang

sebenamya maupun dalam situasi buatan (Sudjana dan Ibrahim;

1989:109). Observasi memiliki kelebihan dibandingkan dengan lainnya,

diantaranya menurut Sulistia dkk lebih memungkinkan peneliti untuk

merekam perilaku sebagaimana adanya, seperti yang terlihat oleh

orang-orang yang tidak tertarik padanya sekali pun, daripada sekedar

mempercayakan diri pada laporan retrospektif subyek atau perilaku

pribadi mereka ( 1991 : 89). Instrumen observasi dibuat dalam bentuk

gabungan antara terbuka dan check-list (terbuka dan tertutup). Bentuk

yang demikian diharapkan dapat menghasilkan informasi yang luas dan

mendalam sehingga dapat diperoleh gambaran yang komprehensif

terhadap proses pembelajaran yang diamati.

3. Instrumen Hasil Belajar

Instrumen hasil belajar dikembangkan dalam bentuk tes berupa

soal-soal bentuk uraian tentang teks bacaan / narasi atau soal-soal-soal-soal cerita

berkaitan dengan penilaian terhadap penerapan konsep-konsep antar

disiplin. Tes uraian

disebut juga tes subyektif, yakni tes yang

mengukur kemajuan belajar yang memerlukan jawaban terbuka atau

uraian

( Arikunto; 1993:163).

Tujuan dari tes berkaitan dengan

(46)

jnf

86

££•5^

penelitian adalah agar siswa mampu menghubungkan pengetahuan yang 1 Pt^T^*r *•' '*'

telah

dimiliki

serta

mengintegrasikan

pemahamannya

untuk^.^p^S,».

menyelesaikan soal-soal baru (sesuai hakekat pembelajaran interdisipliner), maka melalui tes subyektif dapat dicapai untuk mengetahui kemampuan menghubungkan, mengintegrasi, bahkan

kemampuan lainnya. Hal ini sesuai pendapat Gronlund bahwa hasil belajar yang berkenaan dengan kemampuan menyeleksi, mengorganisasi, mengintegrasi, menghubungkan, dan mengevaluasi gagasan

membutuhkan jawaban yang lebih terbuka dan hal ini dapat dicapai melalui tes subyektif (1995:223). Lebih lanjut dikatakan bahwa tes subyektif dibedakan kedalam bentuk jawaban terbatas (restricted response type) dan bentuk jawaban terbuka (extended response type). Dalam

penelitian ini, baik pada uji coba putaran pertama maupun pada uji coba

putaran kedua digunakan kedua bentuk tes tersebut. Uji validitas maupun reliabilitas instrumen tidak dilakukan mengingat pertimbangan hasil

penilaian terhadap siswa tidak hanya didasarkan pada hasil tes tulis saja tetapi juga mempertimbangkan performansi siswa yakni keaktifannya

selama proses pembelajaran.

4. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara digunakan dalam penelitian ini dalam rangka

mengungkap pandangan, sikap, pendapat gum, serta kemungkinan dan kesulitan guru untuk menerapkan pendekatan interdisipliner dalam

(47)

apakah pendekatan interdisipliner dapat memberikan manfaat

bagi

perbaikan proses dan hasil belajar di sekolah.

Pemilihan pedoman wawancara sebagai

salah satu instmmen

didasarkan pada pendapat bahwa wawancara merupakan percakapan dua

orang yang dimulai oleh pewawancara dengan tujuan khusus memperoleh

keterangan yang sesuai dengan penelitian, dan dipusatkan olehnya pada

isi yang dititik beratkan pada tujuan-tujuan deskripsi, prediksi dan

penjelasan sistematik mengenai penelitian ( Sulistia dkk; 1991: 121).

Lincoln dan Guba juga mengatakan bahwa percakapan secara langsung

antara dua pihak untuk menyampaikan pesan, menyatakan simpati,

menyatakan kehendak, membuat kesepakatan (1983:153-154). Perluasan

dari istilah tersebut adalah wawancara, percakapan untuk suatu tujuan

tertentu yang mempakan salah satu alat yang paling tepat sesuai

tujuan yang dikehendaki.

D.

Tahap-tahap Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan melalui tahap-tahap (1) persiapan

teknis administratif, (2) studi pendahuluan (prasurvey), (3) penyusunan

desain

model

dan

rencana

pembelajaran

dengan

pendekatan

interdisipliner, (4) Uji coba

desain dan rencana pembelajaran yang

dikembangkan, (5) pelaporan.

(48)

1. Persiapan teknis administratif

Setelah desain penelitian diseminarkan dihadapan team penguji

seminar dan dinyatakan dapat diserujui, maka berdasarkan SK

Direktur Program Pasca Sarjana UPI Bandung No. 181/J33

7/PP.04.01/2002 tanggal 5 Maret 2002 ditetapkan dosen pembimbing

I dan II untuk proses pembimbingan penulisan tesis. Kegiatan

dilanjutkan dengan mempersiapkan teknis administratif untuk

mengurus surat ijin penelitian antara lain :

a. Pengusulan mengadakan penelitian, dan berdasarkan Surat dari

Direktur Program Pasca sarjana No. 294/J33.7/PL.03.06/2002

dikeluarkan surat ijin mengadakan penelitian yang ditujukan

kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi.

b. Berdasarkan surat tersebut maka peneliti menghubungi Kepala

Dinas Pendidikan setempat untuk mengadakan studi pendahuluan sebelum menetapkan lokasi penelitian dan dinyatakan tidak

berkeberatan. Pemyataan tersebut diberikan melalui Surat ijin

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi No.

070/1500-Dikdas/2002 tanggal 16 Mei 2002.

c. Berbekal pada kedua surat ijin tersebut selanjutnya peneliti mulai

mengadakan pendekatan kepada Kecamatan-Kecamatan terdekat

untuk menjajagi kemungkinan mengadakan studi pendahuluan.

(49)

2. Studi pendahuluan (prasurvey)

Studi pendahuluan dilaksanakan kurang lebih satu bulan yakni

pada bulan Mei 2002 untuk melakukan pendekatan beberapa

Kecamatan dan Sekolah Dasar yang memungkinkan dan bersedia

dijadikan tempat penelitian dan pengembangan. Kecamatan yang

dijadikan

lokasi

studi

pendahuluan

antara

lain

Kecamatan

Gunungguruh untuk Gugus Parakanlima II, Kecamatan Cisaat gugus

Cibatu II, dan Kecamatan Pamngkuda gugus Kompa I. Dalam studi

pendahuluan selain dilakukan penjaringan data, peneliti melakukan

pendekatan kepada Kepala Sekolah, guru kelas II dan Pengawas

TK/SD yang membina gugus-gugus tersebut. Berdasarkan kesediaan

dan kesiapan dari Kepala Sekolah dan guru maka diadakan observasi

dan wawancara tentang kegiatan belajar mengajar, kondisi sekolah,

pemanfaatan sarana prasarana, fasilitas, dan lingkungan

yang

tersedia.

Hasil

ini

digunakan

sebagai

pertimbangan

untuk

mengembangkan

model

pembelajaran

dengan

pendekatan

interdisipliner.

Dalam prasurvey data diperoleh melalui studi dokumentasi,

observasi kelas, dan wawancara kepada guru kelas dua maupun

Kepala Sekolahnya. Studi dokumentasi digunakan untuk memperoleh

data tentang rencana pembelajaran dan perangkat pembelajaran

lainnya yang dimiliki guru. Observasi kelas dilaksanakan untuk

mengetahui langsung proses pembelajaran yang biasa dilaksanakan

(50)

guru kelas dua sehari-hari selama ini. Wawancara dilakukan untuk

melengkapi data atau informasi yang diperlukan apabila ternyata

melalui studi dokumentasi dan observasi kelas tidak ditemukan data

yang diinginkan.

3. Penyusunan desain model dan rencana pembelajaran.

Pendekatan interdisipliner yang dikembangkan dalam penelitian

ini terbatas pada model Webbed (Maurer; 1990:20), model yang

dikembangkan diilustrasikan sebagai sebagai berikut:

Gambar 3.1

Desain Model Yang Dikembangkan

Dalam gambar tersebut "tema " ditempatkan sebagai topik sentral.

Pancaran dari topik sentral tersebut adalah aspek-aspek mata pelajaran

lain yang mendukung topik sentral, yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, Kesenian dan Kerajinan Tangan. Berdasarkan keterkaitan

tersebut ditentukan aktifitas belajar (fokus pembelajaran) yang

bersumber pada mata pelajaran core (Bahasa Indonesia), dan

garis-garis penghubung menunjukkan kaitan langsung.

(51)

Setelah desain model terumuskan maka ditentukan tema menjadi

sub-sub tema atau topik pembelajaran dan disusun rencana

pembelajaran untuk setiap topik pembelajaran.

4. Uji coba dalam rangka pengembangan model

Setelah diperoleh data pada studi pendahuluan, berdasarkan

kesiapan dan kesediaan dari pihak Kepala Sekolah dan Gum ternyata

Sekolah yang siap untuk dijadikan partner pengembangan adalah SD

Cibatu II. Atas kesediaan tersebut maka peneliti melaksanakan uji

coba berdasarkan deskripsi model yang telah dimmuskan. Uji coba

putaran pertama dilakukan dua kali terdiri dari dua topik

pembelajaran.

Berdasarkan revisi model yang telah diuji cobakan selama dua kali

di tiga sekolah, maka atas persetujuan Kepala Sekolah peneliti

diijinkan untuk mengadakan uji coba berikutnya hingga dapat

diperoleh kesimpulan sesuai tujuan yang diinginkan. Uji coba putaran

kedua pada SD yang sama sebanyak empat kali terdiri dari empat

topik pembelajaran. Dari uji coba putaran kedua sebanyak empat kali

maka diharapkan telah dapat dimmuskan model akhir setelah

dilakukan

analisis

keberhasilan

berdasarkan

data-data

yang

dikumpulkan.

5. Pelaporan

Laporan dibuat berdasarkan analisis data berupa catatan lapangan

(52)

postes, serta hasil wawancara dengan gum selaku partner

pengembangan model. Hasil analisis data tersebut digunakan untuk menyimpulkan kajian penelitian dan menyusun laporan hasil penelitian.

E. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini sesuai dengan variabel yang menjadi fokus yaitu pertama, variabel bebas berkenaan dengan pengembangan model pembelajaran dengan pendekatan interdisipliner; dan kedua variabel terikat yang berkenaan dengan kemampuan guru dalam menerapkan, kualitas proses pembelajaran, dan hasil belajar siswa. Analisis data yang digunakan adalah : 1. Hasil observasi kelas berkenaan dengan kemampuan guru menempuh prosedur pembelajaran denga

Gambar

Grafik Kenaikan Aktifitas Siswa Selama Uji Coba Model

Referensi

Dokumen terkait

Rakitan harus disiapkan dengan menggunakan pipa yang memiliki MRS dan SDR yang sama, sesuai dengan ISO 11413, Tabel C.1, kondisi 2 dan 3, menggunakan suhu ambien minimum dan

Tujuan dalam penelitian ini antara lain, diperoleh modul CNC II yang telah di validasi oleh dosen ahli dan diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan

Hampir semua pada setiap waktu penyimpanan K2 (kertas komposit) selalu memiliki waktu leleh yang lebih lama dibandingkan dengan K1 (polipropilen) karena K2

Pada penelitian tersebut juga dapat berarti bahwa telah terjadi pengaruh dari daerah lain, yang membuat permainan tradisional di suatu daerah pada umumnya banyak

 Cara penyampaian informasi yang beda dari CD interaktif yang lain, dengan tidak hanya menggunakan video sebagai media informasi. Sumber: Hasil

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat dan Karunia- Nya, sehingga penulis dapat merampungkan skripsi dengan judul “Analisis Dampak Customer Relationship

Selain ekuitas merek, produsen harus merancang lingkungan pembelian dalam suatu toko dengan menentukan karakteristik fisik toko tersebut melalui pengaturan dan