PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN INTERDISIPLINER
Dl KELAS II SEKOLAH DASAR
TESIS
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh gelar Magister Pendidikan
Bidang Studi Pengembangan Kurikulum .^^pE.1D'D'*
Oleh:
PRIHANTINI
009590
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
LEMBAR PERSETUJUAN
DISETUJUl DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING
PEMBIMBING I
TtoLa
Prof. Dr. H. Said Hamid Hasan. M.A
NIP.
PEMBIMBING II
ABSTRAK
Pengembangan Model Pembelajaran Dengan Pendekatan Interdisipliner
Di Kelas Dua Sekolah Dasar
Prihantini
Program Studi Pengembangan Kurikulum
pembelajaran; (2) kesulitan-kesulitan apa
yang dihadapi guru apabila pendekatan
interdisipliner diterapkan di Sekolah Dasar;
(3) model desain pendekatan interdisipliner yang manakah yang dapat meningkatkan
kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa di Sekolah Dasar.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah research and development. Lokasi penelitian di Gugus Cibatu II Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi,
dengan subyek penelitian guru SD kelas dua dan siswa SD kelas dua. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara (1) studi
dokumentasi; (2) observasi proses pembelajaran sebelum dan selama uji coba
model; (3) wawancara dengan guru selaku
partner pengembangan model; dan (4) tes hasil belajar siswa setelah uji coba model.
Data hasil penelitian dianalisis secara
kualitatif untuk hasil observasi dan
wawancara, sedangkan hasil tes dianalisis
dengan uji-t pretes-postes satu kelompok.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa :
(1) guru memiliki kemampuan dasar yang
dapat dikembangkan menjadi keterampilan
yang
diperlukan
dalam
melaksanakan
pembelajaran dengan pendekatan
interdisipliner; (2) kesulitan utama guru
adalah dalam hal merencanakan desain
model, khususnya dalam menemukan keterkaitan materi bidang studi yang akan
diintegrasikan; (3) pendekatan interdisipliner
dapat memperbaiki proses pembelajaran dan
memberikan dampak positif terhadap hasil
belajar siswa;
(4) model
pembelajaran
dihasilkan melalui uji coba sebanyak dua
kali putaran yang terdiri dari enam tahap uji
coba, putaran pertama terdiri dari dua tahap
uji coba dan putaran kedua terdiri dari empat
tahap
uji
coba;
adapun
model
yang
dihasilkan adalah model Webb dengan
Tujuan penelitian uu adalah untuk
mmg
studi
Bahasa
Indonesia berfungsi
menghasilkan
produk
desain
model
sebagai organiser prinsipal, sedangkan
pembelajaran
dengan
pendekatan
bidang studi pendukung adalah Matematika,
interdisipliner agar dapat diterapkan dalam
ppKn Kerajinan Tangan dan Kesenian.
pembelajaran di Sekolah Dasar.
Masalah
penelitian dirumuskan sebagai berikut: (1)
apakah guru mampu mengimplementasikan
pendekatan
interdisipliner dalam
proses
ABSTRACT
The objective of this research is to develop an interdisciplinary instructional model for
elementary school. The research problems are formulated as follows : (1) can teachers
implement the interdisciplinary approach in learning process; (2) what kinds of difficulties
that teachers faced when interdisciplinary
approach is implemented; (3) which design
model of interdisciplinary approach can
improve the learning process and students
achievement at elementary school.
The Research and Development model was
applied for the presented research. The research conducted at Gugus Cibatu 11 Cisaat Sukabumi Regency, the subjects were teachers and
students of second year elementary school. The data were collected by : (1) documentation
study; (2) observation of learning before and during try-out of the model; (3) interview with teachers as partner in developing model; and (4) achievement test after try-out of the model. The
data from observation and interview were
analyzed qualitatively, achievement test data
were analyzed by t-tet using a group
pretest-postest.
The research found that : (1) the teachers
have basic capabilities that can be developed as skills needed in implementing instruction using interdisciplinary approach; (2) the major
problem the teachers face in making the model was to find out the relation among subject matters that must be integrated; (3)
interdisciplinary approach used did improve the
quality of learning process and had positive effects on students' achievement; (4) instruction model is produced through twice cycles try-out
and consisted six steps, the first cycleconcisted
two steps and the second cycle consisted four steps; the model produced from the research is
the Webbed Sequence Model with Indonesian
Language as the principle organizer,
Mathematics, Pancasila Education and Citizenship, Manual Labour and Arts as vital
DAFTAR ISI
Hal MOTTO
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR ii
UCAPAN TERIMA KASIH iii
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR BAGAN viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Perumusan Dan Pembatasan Masalah 10
C. Pertanyaan Penelitian 15
D. Definisi Operasional 16
E. Tujuan Penelitian 20
F. Manfaat Penelitian 20
BAB 11 PENDEKATAN INTERDISIPLINER DALAM PEMBELAJARAN 23
A. Konsep Pendekatan Interdisipliner 23
B. Psikologi Gestalt Sebagai Landasan Belajar Pendekatan Interdisipliner 54 C. Keterkaitan Pendekatan Interdisipliner Dengan Kurikulum Integrasi 58 D. Tinjauan Bidang Studi Bahasa Indonesia Sebagai Principal Organizer 64
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 73
A. Pendekatan Dalam Penelitian 73
B. Lokasi Dan Subyek Penelitian 82
C. Teknik Pengumpulan Data 83
D. Tahap-tahap Pelaksanaan Penelitian 87
E. Teknik Analisis Data 92
BAB IV HASIL PENELITIAN 94
A. Data Hasil Penelitian 94
B. Interpretasi Data Hasil Penelitian 134
BAB V PEMBAHASAN, KESIMPULAN, DAN REKOMENDASI 148
A. Pembahasan Hasil Temuan Penelitian 148
B. Kesimpulan 157
C. Rekomendasi 159
DAFTAR PUSTAKA 162
LAMPIRAN - LAMPIRAN
1. Rencana Pembelajaran Yang Diuji Cobakan 166
2. Format Observasi 195
3. Pedoman Wawancara 196
4. Soal-soal Pretes 198
5. Distribusi t 206
6. Data Prasurvey 207
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
3.1.
Daftar Subyek Penelitian Dan Pengembangan
83
4.1. Perincian Tema 101
4.2.
Kemampuan Guru Yang Hams Dipenuhi Dalam
111
Melaksanakan Pembelajaran Dengan Pendekatan
Interdisipliner
4.3.
Pandangan Gum Tentang Pendekatan Interdisipliner
112
4.4.
Sikap Guru Terhadap Pendekatan Interdisipliner
113
4.5.
Pendapat Guru Tentang Kemungkinan Penerapan
114
Pendekatan Interdisipliner
4.6.
Kesulitan Yang Dihadapi Guru
115
4.7.
Pertanyaan Gum Dan Jawaban Siswa Pada Uji Coba Model
117
4.8.
Hasil Uji t Perolehan Skor Pretes-Postes Uji Coba Putaran I
121
4.9.
Hasil Uji t Perolehan Skor Pretes-Postes Uji Coba Putaran II
123
4.10
Hasil Uji t Perbandingan Rata-rata Skor Postes
125
DAFTAR BAGAN
Bagan Hal
1.1.
Faktor Yang Menentukan Pengembangan Model
12
Pembelajaran Dengan Pendekatan Interdisipliner
2.1. Karakteristik Integrated Curriculum 61
3.1. Langkah-langkah Penelitian Dan Pengembangan 76
4.1. Desain Model Uji Coba Putaran I 95
4.2. Model Pembelajaran Uji Coba Tahap 1 (Putaran I) 97 4.3. Model Pembelajaran Uji Coba Tahap 2 (Putaran I) 99
4.4. Desain Model Uji Coba Putaran II 100
4.5. Model Pembelajaran Putaran II 109
4.6. Aktifitas Siswa Selama Uji Coba Putaran I 116 4.7. Aktifitas Siswa Selama Uji Coba Putaran II 118
4.8.
Grafik Kenaikan Aktifitas Siswa Selama Uji Coba Model
,
119
4.9.
Grafik Kfenaikan Skor Rata-rata Pretes-Postes Selama Uji
124
Coba Model
4.10.
BentUk Akhir Desain Model Pendekatan Interdisipliner
132
4.11. BeTitiik Akhir Rencana Pembelajaran Dengan Pendekatan
133
Interdisipliner
[image:6.595.49.434.79.598.2]DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal
2.1. Correlated Sequence Model 33
2.2. Webbing Sequence Model 34
2.3. Causal Sequence Model 35
2.4. Integrated Sequence Model 36
2.5. Spider Sequence Model 37
2.6. Pengembangan Tema 44
3.1. Desain Model Yang Dikembangkan 90
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Haj
1
Desain Model DanRencana Pembelajaran Yang Diuji cobakan
166
2 Format Observasi ] 95
3 Pedoman Wawancara ]96
4 Soal-soal Pretes 198
5 Distribusi t 206
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kategori organisasi kurikulum yang dikenal dalam literatur adalah "subject
centered; experienced-centered: correlated, integrated, fused, broad-field, major social functions; centers of interest : core, unit, problem - in many combinations and under as many logics" (Zais; 1976:396). Pengorganisasian tersebut ada yang dipusatkan pada logika mata pelajaran, hakekat dan kebutuhan anak, atau tuntutan masyarakat. Ketiga hal tersebut; logika, psikologis, dan sosiologis sering dijadikan dasar untuk mengorganisasikan pengalaman belajar ( Shepherd and Ragan; 1982:80).
Masing-masing organisasi kurikulum memiliki karakteristik yang membedakan antara satu dengan lainnya, serta memiliki kelebihan dan kelemahan sesuai karakteristik yang dimiliki. Lepas dari organisasi mana yang lebih baik, karakteristik mana yang lebih menguntungkan; kesesuaian akan dilihat dari siapa subyek didik kurikulum yang direncanakan dan dikembangkan serta tujuan apa
yang ingin dicapai. Seorang perencana atau pengembang kurikulum dalam
memilih organisasi kurikulum akan ditentukan oleh subyek didik mana yang akan
menjadi sasaran kurikulum dan tujuan apa yang diinginkan.
pelajaran yang lepas-Iepas, dan ada beberapa mata pelajaran difusikan (broad
field) seperti IPA, IPS, Matematika.
Namun demikian, perpaduan yang erat
antara beberapa mata pelajaran tertentu tersebut dasarnya sebenarnya masih
bersifat subject curriculum ( Nasution; 1999:192 ). Karakteristik dari tipe ini ,
organisasi kurikulum memandang pelajaran sekolah adalah sejumlah disiplin ilmu
yang masing-masing berdiri sendiri. Sebagaimana pendapat Shepherd and Ragan,
"this type of organization views each school subject, each discipline, as being
totally independent of other disciplines" (Shepherd and Ragan; 1982:82).
Nasution menegaskan pula bahwa separate-subject segala bahan pelajaran
disajikan dalam subject atau mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang satu lepas
dari yang lain (Nasution; 1999:178).
Menurut McNeil, subject curriculum memiliki karakteristik sebagai berikut:
(1) Bertujuan untuk mengembangkan berfikir rasional, melatih siswa melakukan
penelitian dan melestarikan warisan nilai sosial atau tradisi; (2) Teknik yang
umumnya digunakan dalam subject matter adalah eksposisi dan inkuiri; (3) Struktur pengetahuan dalam kurikulum ditekankan pada konsep dan metode untuk
mempelajari pengetahuan sebagai disiplin terpisah; (4) Materi pelajaran
organisasi kurikulum ini setiap mata pelajarannya terdiri dari materi yang terpisah
dan terbatas; (4) Cenderung ke arah aktifitas verbal karena pengetahuan, ide, informasi mata pelajaran dikomunikasikan dan diingat dalam bentuk verbal sehingga cenderung menekankan prosedur belajar melalui ceramah, diskusi, eksposisi, eksplanasi, resitasi, bertanya, latihan menulis, laporan lisan, membuat paper; (5) Menuntut siswa secara konstan dan menyajikan kurikulum yang terdiri dari elemen-elemen umum atau pendidikan umum; (6) Merupakan organisasi yang sistematis dan efektif untuk mentransformasikan warisan-warisan budaya yang esensial ( Zais; 1976: 397-400 ).
Berdasarkan sejumlah karakteristik yang disebutkan dua ahli tersebut beberapa diantaranya ada pada kurikulum SD 1994, antara lain : (1) Kurikulum diorganisasikan menjadi sejumlah mata pelajaran terpisah, dalam sejumlah mata pelajaran tersebut terdapat batas-batas yang memisahkan bahan pelajaran untuk tiap kelas, seakan-akan terbagi atas petak-petak; (2) Penyajian tiap mata pelajaran diberikan tersendiri lepas dari mata pelajaran lain pada jam pelajaran tertentu; (3) Dalam prakteknya penyampaian bahan pelajaran bertujuan untuk menyampaikan sejumlah pengetahuan yang terdapat dalam buku-buku pelajaran dan seringkali bahan pelajaran tidak ada hubungannya dengan masalah-masalah yang dihadapi anak-anak dalam kehidupan nyata.
Dari apa yang terlihat dalam kurikulum SD 1994 ini sejalan dengan
kelemahan subject curriculum yang dikemukakan Zais yaitu : (1) Cenderung
membagi-bagi pengetahuan dan berpengaruh terhadap pemahaman siswa, konsep
memberi sedikit kesempatan untuk menghubungkan bagian-bagian itu dengan
segala sesuatu yang dapat memberikan perspektif makna. Sehingga makna dan
manfaat terbatas pada penyelesaian tugas-tugas dan lulus tes; (2) Melepaskan diri
dari
kepedulian
dan kejadian-kejadian
dunia nyata;
(3) Tidak banyak
mempertimbangkan kebutuhan, minat dan pengalaman siswa; (4) Skope tujuan
terbatas dan konsep belajar pasif (Zais; 1976 : 400-401 ).
Berdasarkan pada kelemahan tersebut berakibat terabaikan aspek psikologis
anak yaitu aspek perkembangan anak usia SD. Hakekat perkembangan anak usia
SD adalah bersifat holistik, yakni aspek perkembangan yang satu terkait erat dengan aspek perkembangan yang lain. Hal ini menjadikan pribadi anak dalam menghayati pengalaman secara totalitas dan masih sulit menghayati pengalaman
terpisah-pisah, terutama anak SD kelas awal.
Mencermati adanya beberapa kelemahan sebagaimana disebutkan di atas dirasakan perlu untuk mengatasi kelemahan yang ada pada kurikulum SD saat ini. Salah satu upaya adalah melalui pendekatan dalam pembelajaran dengan harapan dapat membantu anak dalam belajar sesuai sifat anak yang masih mengalami kesulitan terhadap pemisahan pengalaman-pengalaman belajar. Menurut Nasution (1999 : 196 ) diperlukan kebulatan bahan pelajaran karena dengan kebulatan dapat membentuk anak-anak menjadi pribadi yang "integrated", yakni manusia yang
sesuai atau selaras hidupnya dengan sekitarnya. Apa yang diajarkan di sekolah sesuai dengan kehidupan nyata anak di luar sekolah. Sedangkan masalah-masalah dalam kehidupan pada kenyataannya tidak hanya melibatkan satu disiplin, akan
secara interdisipliner. Berkaitan dengan permasalahan ini maka salah satu upaya
yang mungkin dilakukan adalah melalui pendekatan dalam pembelajaran, yaitu
pendekatan interdisipliner.
Selain dari analisa terhadap permasalahan kurikulum saat ini
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 4
mengemukakan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan, keterampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Berdasarkan rumusan ideal tersebut dalam propenas tahun 2000-2004 ditetapkan tujuan jangka menengah pembangunan pendidikan, yaitu terwujudnya
sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu guna
memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas,
sehat, berdisiplin dan bertanggungjawab, berketerampilan, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka mengembangkan kualitas manusia
Indonesia ( Depdiknas; 2001 : 4 ). Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan tersebut maka arah kebijakan pembangunan pendidikan salah satunya adalah melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara profesional ( Depdiknas;
Untuk mencapai arah dan sasaran pembangunan pendidikan di atas dan
mengacu pada tujuan pendidikan nasional maka didalam Rencana Strategis
Departemen Pendidikan Nasional 2000-2004 prioritas kebijakan pendidikan
nasional difokuskan kepada : (1) Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, (2)
Pemerataan dan perluasan pendidikan, dan (3) Manajemen pendidikan nasional di
semuajalurjenjang, danjenis pendidikan ( Depdiknas; 2001 : 7).
Searah dengan prioritas kebijakan pendidikan nasional nomor satu, yakni
peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, PP No. 28 tahun 1992 telah
menetapkan garis kebijaksanaan pemerintah dibidang pendidikan dasar khususnya
pada jenjang SD difokuskan pada peningkatann mutu pendidikan di SD. Upaya
peningkatan mutu pendidikan di SD bahkan telah dimulai sejak tahun 1992/1993
melalui PEQIP (Primary Education Quality Improvement Project) dan BEP (Basic
Education Project) sejak tahun 1998/1999 yang pendanaannya diperoleh dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan dana bantuan dari luar
negeri (Bank Dunia). Semua upaya peningkatan mutu pendidikan tersebut titik
berat ada pada upaya peningkatan mutu proses belajar mengajar (PBM). Untuk
mendukung upaya tersebut tentunya dapat dilakukan melalui pembaharuan
pendekatan dalam pembelajaran.
Berkaitan dengan upaya peningkatan mutu proses belajar mengajar (PBM)
dirasakan perlu menghasilkan suatu model pendekatan dalam pembelajaran.
Dalam hal ini didukung oleh beberapa indikasi diantaranya laporan Pengawas
TK/SD ke Seksi Pendidikan Dasar Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten
kelas-kelas di SD adalah mutu PBM yang masih kurang. Permasalahan ditunjukkan
antara lain dominasi pengajaran tatap muka yang monoton, kurangnya kegiatan
aktif siswa, siswa lebih banyak mendengar, terlalu menekankan pengetahuan
ingatan dan rumus-rumus dengan mengabaikan keterampilan dan pemahaman
konsep-konsep yang diperlukan.untuk kehidupan siswa yang nyata. Monitoring
PBM yang pernah peneliti lakukan di beberapa SD di lingkungan kerja ternyata
ditemukan pula beberapa indikasi fenomena pendidikan yang menunjukkan
kecenderungan dalam hal : (1) pengkotakan bidang studi yang ketat, (2)
pembelajaran hanya memfokuskan pada pencapaian target selesainya pokok
bahasan / sub pokok bahasan, (3) sistem evaluasi yang menekankan aspek ingatan,
(4) pembelajaran menekankan informasi pengetahuan jadi untuk dihafalkan.
Fenomena pengkotakan bidang studi yang ketat dalam pembelajaran
mendominasi
praktek pembelajaran sehari-hari, tanpa disadari bahwa hal ini
berakibat pada terabaikannya aspek psikologis anak. Perlu disadari bahwa dari
aspek psikologis, anak usia SD masih sulit memahami pengalaman belajar yang
terpilah-pilah secara
artificial
sesuai tahap perkembangannya. Pengalaman
belajar yang dibutuhkan anak usia SD adalah pengalaman belajar yang merupakan
satu keterpaduan, yang bersifat kongkrit, dan dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Fenomena tersebut semakin mendorong peneliti untuk mencoba
menghasilkan suatu model pendekatan dalam pembelajaran dengan harapan agar
kekurangan yang terjadi dapat teratasi dan kualitas proses belajar mengajar
Kenyataan lain yang mendorong peneliti adalah beberapa hasil pen^
yang telah dilakukan berkaitan dengan penerapan model pembelajaran terpa^^^usTf^'5
melalui classroom action research. Penelitian-penelitian tersebut antara lain
dilakukan oleh Zaenal Arifin, Hidayat M, dan Yuyus Sulaeman (1996) mengkaji
penerapan model pendekatan multidisipliner oleh guru SD dalam penanganan
siswa berkesulitan belajar, dengan hasil prestasi hasil belajar anak yang
mengalami kesulitan belajar cukup tinggi. Maslichah Asyari (1997), Hari Setiati
(1998), Farida F (1999), Ina Hartinawati (2000), Hilda Karli (2000), menerapkan
pembelajaran terpadu dalam bidang studi EPA (intra mata pelajaran), dan hasilnya menunjukkan bahwa hasil belajar siswa secara signifikan meningkat. Lely
Halimah (2000) menerapkan pembelajaran terpadu dengan unsur pemadu bidang
studi Bahasa Indonesia, Sri Handayani (2000), Tahmid Sabri (2000), Renny
Sofiraeni (2001), Mimin Nurjhani (2001), Sumarno (2001); semuanya
menerapkan pembelajaran terpadu mata pelajaran IPA dengan sedikit perbedaan antara lain model webbed, integrated, tematik, CLIS. Sedangkan Drs. Kusnadi
(2000) mengkaji pembelajaran terpadu untuk mengintegrasikan nilai-nilai tauhid
dalam pengajaran Geografi, dan Nirva Diana (1999) menerapkan pembelajaran
terpadu model jarring laba-laba di SD. Temuan hasil penelitian yang dikemukakan oleh sejumlah peneliti tersebut bahwa penerapan model dapat meningkatkan hasil belajar, penguasaan konsep, dan kemampuan berfikir siswa.
pelajaran), menurut Rose dan Olsen (1993) dalam Walker menyebutnya dengan
single integration (Walker; 2001 : 3). Metode penelitian yang mereka gunakan
adalah classroom action research.
Berangkat dari pengertian dasar classroom
action research adalah salah satu strategi pemecahan masalah dengan tindakan
nyata, dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses dan
praksis pembelajaran (Depdikbud; 1999 : 2-3). Dengan pertimbangan dimensi
kajian dari penelitian-penelitian tersebut maka terdorong untuk meneliti melalui
pendekatan
pembelajaran
interdisipliner
dengan
metode
research
and
development.
Peneliti-peneliti lainnya adalah Slamet Simamora (1984), Albadi Sinulingga
(2000), Widi Pakerti (2000); ketiganya mencoba mengkaji pembelajaran terpadu
melalui metode penelitian eksperimen.
Dengan kesimpulan bahwa : (1) guru
mengalami kesulitan menyusun satuan pelajaran dan tidak semua tujuan
pembelajaran tercapai, dan (2) hasil belajar melalui pembelajaran terpadu
meningkat secara signifikan dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
Sedangkan penelitian dengan menggunakan metode kualitatif naturalistic
diantaranya Luthfie Asyari (1998) mengkaji implementasi kurikulum mata
pelajaran Ekonomi dalam model pendidikan terpadu, dan Ahmad Djazuli (2001)
melalui metode research and development mengembangkan pembelajaran terpadu
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMU. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa guru masih memisahkan penyajian teori dan praktek dalam
proses pembelajaran mata pelajaran Ekonomi, hasil belajar mata pelajaran
penelitian "The Effects of Using Interdisciplinary Approach as Oppos
Traditional Approach for Examining Problems", dengan metode pene
eksperimen menunjukkan bahwa : (1) ada perbedaan skor post test antara
pelajaran IPA / Ilmu Sosial untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol; (2)
kelompok yang menggunakan pendekatan interdisciplinary rata-rata skor lebih
tinggi dibandingkan kelompok lain; (3) pendekatan interdisciplinary untuk
menguji problem-problem lingkungan lebih efektif dibandingkan dengan ,
pendekatan tradisional (http/www.ed.gov/pubs/Research/United State, html.).
Mencermati sejumlah 20 hasil penelitian terdahulu sebagaimana tersebut di
atas penelitian yang direncanakan akan mencoba menerapkan pendapat Kain
(1996) dalam Walker bahwa untuk menguji keberhasilan suatu pendekatan hams
secara keseluruhan yang terlibat teruji. "... the true impact of integrative
education studies will only be ascertained when the entire of students and teachers
who participate in integrative education is examined" ( Walker; 2001:2). Dalam
kaitan ini maka upaya penelitian dan pengembangan pendekatan interdisipliner
dalam pembelajaran di kelas dua SD di Kabupaten Sukabumi merupakan hal yang
perlu dengan melihat kemampuan guru dalam mengimplementasikan, sertadampaknya terhadap kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa.
B. Perumusan Dan Pembatasan Masalah
1. Perumusan Masalah
Penjelasan-penjelasan dalam latar belakang mengisyaratkan bahwa
dapat meningkatkan kualitar proses belajar mengajar sekaligus berdampak
pada kualitas hasil belajar dan memudahkan guru untuk dapat melaksanakan.
Melalui penelitian dan pengembangan pendekatan interdisipliner dalam
pembelajaran diharapkan dapat mengatasi kelemahan-kelemahan fenomena
praktek pendidikan di SD sebagaimana dijelaskan dalam latar belakang. Selain
ltu pula melalui pendekatan interdisipliner, pembelajaran disesuaikan dengan
hakekat perkembangan peserta didik, dalam hal ini siswa SD memiliki hakekat
perkembangan yang bersifat holistik dan menghayati pengalaman secara
totalitas, masih sulit menghayati pengalaman yang terpisah-pisah dan artificial
terutama anak-anak kelas rendah. Pengalaman belajar yang dibutuhkan anak
usia SD adalah pengalaman belajar yang terpadu dan kongkrit serta dapat
diterapkan dalam kehidupan mereka. Tuntutan dari permasalahan kehidupan
pun memerlukan ilmu secara interdisipliner. Demikian pula status guru SD
selaku guru kelas memiliki kesempatan untuk dapat mengintegrasikan
beberapa disiplin ilmu dalam proses pembelajaran. Kemungkinan ini
ditunjang oleh kebebasan yang diberikan oleh kurikulum SD kepada guru
untuk mengembangkan kemampuan profesi dalam menentukan proses belajar
(Hasan; 2000:7).Berangkat dari penjelasan-penjelasan tersebut maka fokus masalah
Karakteristik Anak Usia SD
- Hakekat perkembangan
-,
- Karakteristik berpikirStatus dan kewenangan
Guru SD (Selaku Guru Kelas)
Kelemahan Dalam Praktek
Pendidikan
Kurikulum : Ide Dokumen, proses, hasil
J
Pendekatan Interdisipliner Dalam Pembelajaran Masalah-masalah Dalam Kehidupan 1.Kualitas PBM. 2. Kualitas HasilBelajar. 3. Kemampuan
Guru dalam melaksanakan pembelajaran
Bagan 1.1 : Faktor Yang Menentukan Pengembangan Model
Pendekatan Interdisipliner
Istilah interdisipliner menurut Maurer (1991 :vi) menunjuk pada suatu
proses yang digunakan guru untuk mengorganisasi dan mentransfer
pengetahuan melalui suatu tema terpadu (unified). "The term interdisciplinary
refers to the process teachers use to organize and transfer knowledge under a
unified theme". Maurer (1991:3) menyamakan interdisciplinary dengan
"integrated". "Another term, integrated, is often used to describe this same
process."
Lebih lanjut dikatakan bahwa aplikasi dari interdisciplinary
merupakan suatu rangkaian dari kurikulum integrasi. "... interdisciplinary
applications on a continuum of curriculum integration." Sedangkan menurut
Shepherd dan Ragan, pendekatan interdisipliner adalah menggabungkan satu
disiplin ilmu atau satu pandangan dengan beberapa disiplin sebagai pusat
Tipe-tipe interdisciplinary dibedakan oleh Maurer dari yang sederhana
hingga
yang
sangat
kompleks,
yaitu
correlated,
multidisciplinary,
interdisciplinary, integrated day (Maurer; 1991:4). Karena interdisciplinary
merupakan rangkaian dari kurikulum integrasi, Rose dan Olsen (1993) dalam
Walker menyarankan lima model implementasi pendidikan integrative, yaitu
single subject integration, coordinated model, integrated core model,
integrated double core model, dan self - contained core model (Walker;
2001:3).Mencermati berbagai tipe dan model implementasi sebagaimana dijelaskan
di atas serta adanya beberapa penelitian terdahulu menggunakan pembelajaran
terpadu (integrated teaching) dalam tema masih dalam satu mata pelajaran;
maka dalam penelitian dan pengembangan model berfokiis pada pendekatan
interdisipliner dengan implementasi self- contained core model.
Self - contained core model menurut Rose dan Olsen (1993) dalam
Walker adalah implementasi yang dapat dilakukan oleh seorang guru dan guru
tersebut dipercaya dengan berbagai mata pelajaran, tetap mengajar
sekelompok siswa sepanjang hari (Walker; 2001:3). Model ini tampaknya
sesuai dengan fungsi guru kelas di SD, sebab guru kelas memegang beberapa
mata pelajaran kecuali mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan
Penjaskes, yang harus diajarkan kepada sekelompok siswa sepanjang hari
sesuai kelas yang menjadi tanggung jawabnya.
Dengan demikian maka dalam penelitian ini masalah dirumuskan sebagai
a. Apakah guru mampu mengimplementasikan pendekatan interdisipliner
dalam proses pembelajaran ?
b. Kesulitan-kesulitan
apa
yang
dihadapi
guru
apabila
pendekatan
interdisipliner diterapkan di SD ?
c. Model desain pendekatan interdisipliner yang manakah yang dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajardi SD ?
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan pertimbangan keterbatasan peneliti dan berbagai dukungan
yang ada maka masalah yang akan diteliti adalah :
1. Pengembangan
model
hanya terbatas pada pengembangan model
pendekatan interdisipliner dalam pembelajaran di kelas dua SD.2. Mengingat di SD berlaku sistem guru kelas, maka model pendekatan
interdisipliner terbatas pada pendekatan antar disiplin / antar mata
pelajaran yang menjadi tugas dan wewenang guru kelas dua SD. Mata
pelajaran tersebut adalah Bahasa Indonesia, Matematika, PPKn, Kerajinan
Tangan dan Kesenian (KTK)
3. Mengingat desain model pendekatan interdisipliner bermacam-macam,
yaitu the correlated event sequence model, the webbing sequence model,
the causal sequence model, the integrated model, the spider sequence
model ( Maurer; 1991:18-20); maka dalam penelitian ini pengembangan
4. Dalam pendekatan interdisipliner diperlukan organizer principal "atau "center core", dalam penelitian ini yang dijadikan center core adalah tema-tema yang ada dalam pelajaran Bahasa Indonesia kelas dua SD. Hal ini mempertimbangkan dalam kurikulum SD 1994 telah ditegaskan rambu-rambu pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bahwa, "dalam pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dapat pula dipadukan atau dikaitkan dengan mata pelajaran lain ... "(Depdikbud; 1993:26). Bahkan menurut Shepherd dan Ragan, "principal organizer dapat memanfaatkan bidang ilmu yang sudah dipahami oleh guru (1982:84).
5. Pendekatan interdisipliner dalam desain dan implementasinya harus ada tema yang diperinci menjadi sub-sub tema atau topik pembelajaran, mengingat organizer principal adalah bidang studi Bahasa Indonesia maka tema-tema yang dikembangkan diambil dari tema-tema yang tercantum dalam GBPP Bahasa Indonesia Suplemen Kurikulum SD 1999.
6. Pelaksanaan uji coba model dibatasi pada pelaksanaan proses pembelajaran kelas dua SD semester 1. Hasil belajar siswa dibatasi pula pada hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran selama uji coba model pembelajaran dengan pendekatan interdisipliner.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan dan pembatasan masalah sebagaimana dikemukakan di atas maka pertanyaan penelitian yang akan dicari jawabannya melalui studi pengembangan model ini adalah :
1. Apakah guru mampu mengimplementasikan pendekatan interdisipliner dalam
pembelajaran di kelas dua SD ? Pertanyaan ini diperinci menjadi: a. Bagaimana kemampuan guru dalam melaksanakan langkah-langkah
kegiatan pembelajaran dengan pendekatan interdisipliner ?
b. Kemampuan guru yang bagaimana yang harus dipenuhi untuk dapat
melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan interdisipliner ?
2. Kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi guru apabila pendekatan interdisipliner
diterapkan di SD kelas dua : dalam membuat perencanaan, dalam melaksanakan pembelajaran, atau dalam evaluasi ?
3. Bagaimana dampak penerapan pendekatan interdisipliner terhadap proses
dan hasil pembelajaran ? Pertanyaan ini diperinci menjadi:
a. Bagaimana dampak penerapan pendekatan interdisipliner terhadap kualitas proses pembelajaran kelas dua SD ?
b. Bagaimana dampak penerapan pendekatan interdisipliner dalam pembelajaran terhadap hasil belajar siswa SD kelas dua ?
4. Bagaimanakah bentuk akhir desain pendekatan interdisipliner yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas dua SD ?
D. Definisi Operasional
Sesuai dengan batasan masalah yang akan dikaji melalui penelitian dan
pengembangan pendekatan interdisipliner, maka perlu ditegaskan secara
operasional beberapa variabel yang akan menjadi bahan kajian penelitian agar
dapat diperoleh sasaran yang jelas dalam penelitian. Rumusan definisi operasional
berpedoman pada pendapat Tuckman (1972:57) bahwa, " An operational
definition is a definition based on the observable characteristics of that which is
being defined". Dalam penjelasannya lebih lanjut Tuckman membedakan tiga
tipe definisi operasional menjadi definisi operasional tipe A, B, dan C. Untuk
mengkaji masalah penelitian yang telah dirumuskan serta berdasarkan pembatasan
penelitian maka definisi operasional yang dirumuskan bertolak pada tipe C.
"A type Coperational definition can be constructed in terms ofwhat the objects or
phenomenon being defined looks like, that is, what constitutes its static properties
( Tuckman; 1972:60). Alasan menggunakan pedoman ini mengingat dalam
penelitian pendidikan banyak definisi operasional yang didasarkan pada
karakteristik yang dimiliki seseorang atau sesuatu, yang akhimya memberikan
arah terhadap pengukuran variabel. Definisi operasional tipe C mendiskripsikan
kualitas, perlakuan, atau karakteristik orang atau sesuatu. Selain itu dapat
digunakan untuk mendefinisikan berbagai tipe variabel (Tuckman; 1972 : 61).
Variabel yang dirasakan perlu untuk dipertegas adalah : (1) pendekatan
interdisipliner;
(2) kemampuan guru mengimplementasikan pendekatan
interdisipliner dalam pembelajaran, (3) kualitas pembelajaran, (4) hasil belajar.
1 Pendekatan interdisipliner adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang
memiliki karakteristik : (a) dikembangkan dari sebuah tema luas untuk
memadukan dua atau beberapa mata pelajaran, (b) dari dua atau beberapa
mata pelajaran yang dipadukan tersebut satu mata pelajaran berfungsi sebagai
"principal organizer" atau "center core" dan mata pelajaran yang lain
berfungsi sebagai pendukung
(vital adjuncts).
Berdasarkan karakteristik
tersebut maka dalam desain pembelajaran harus terlihat adanya : (a) tema
pembelajaran yang luas dan bersumber pada tema-tema mata pelajaran core
dalam GBPP dan diperinci menjadi sub-sub tema (topik) pembelajaran,
(b) konsep utama (fokus pembelajaran) didasarkan pada konsep-konsep yang
ada pada mata pelajaran core, (c) tujuan khusus pembelajaran mengacu pada
pola berpikir interdisipliner dan bersumber pada tujuan mata pelajaran core
dalam GBPP, (d) materi dan sumber belajar dikembangkan berdasarkan pada
komponen-komponen pembelajaran mata pelajaran core dan berorientasi pada
tema lingkungan, (e) strategi dan prosedur pembelajaran dikembangkan
berdasarkan tema pembelajaran yang dilakukan melalui tiga tahap yakni
kegiatan awal, inti, dan akhir; (f) evaluasi dikembangkan mengacu pada
pemahaman dan penerapan interdisipliner.2. Kemampuan guru mengimplementasikan pendekatan interdisipliner dalam
pembelajaran dimaksudkan mengenai upaya guru menempuh urutan
langkah-langkah kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir dalam proses
pembelajaran secara logis dan sistematis.
Pada
kegiatan awal, kegiatan
yang
ditempuh
meliputi
(a) menginformasikan
tema pembelajaran
dengan
cara yang
dapat
membangkitkan minat siswa, (b) menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai dan kegiatan yang akan dilakukan, (c) memberikan klarifikasi
sumber-sumber
belajar yang
harus
dicari
siswa
untuk
mempelajari
Pada kegiatan inti, kegiatan yang harus ditempuh terdiri dari : (a)
memberikan pertanyaan-pertanyaan fokus sebagai alat untuk mengarahkan
pada permasalahan berkaitan dengan tema pembelajaran, (b) mengarahkan
siswa untuk melakukan kegiatan atau tugas-tugas dalam rangka memperoleh
jawaban berkaitan dengan pertanyaan fokus, (c) meminta siswa melaporkan
hasil kerjanya, (d) memberikan penguatan melalui tugas-tugas yang menuntut
siswa
menerapkan
pemahaman
dan
ketrampilan
dikaitkan
dengan
pemahamannya
terhadap
konsep-konsep
mata
pelajaran
pendukung
(pemahaman dan penerapan interdisipliner).Pada kegiatan akhir, kegiatan yang ditempuh adalah : (a) guru
merumuskan kesimpulan bersama siswa tentang konsep-konsep penting yang
telah dipelajari melalui topik pembelajaran, dan (b) melaksanakan postes pada
akhir pembelajaran.
3. Kualitas proses pembelajaran yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
situasi pembelajaran dengan kadar keaktifan belajar siswa yang tinggi.
Dengan demikian kualitas pembelajaran dalam penelitian ini akan dilihat dari
kadar aktifitas belajar siswa yang tinggi selama proses pembelajaran, dilihat
dari
segi : a) aktifitas mengemukakan pendapat, b) aktifitas mengerjakan
tugas individual, c) aktifitas keteriibatan mengerjakan tugas kelompok, d)
aktifitas memecahkan masalah, e) aktifitas melakukan kegiatan.
belajar dilihat dari perolehan rata-rata skortes pada akhir pembelajaran
(postes) melalui kegiatan tes yang dikembangkan pada uji coba.
E. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian dan pengembangan
pendekatan interdisipliner
dalam pembelajaran bertujuan untuk menghasilkan produk desain model
pembelajaran dengan pendekatan interdisipliner untuk dapat diterapkan dalam
pembelajaran di Sekolah Dasar. Adapun secara khusus tujuan penelitian adalah
untuk :
1.
Mengetahui kemampuan guru kelas dua dalam mengimplementasikan
pendekatan interdisipliner dalam pembelajaran di kelas dua Sekolah Dasar.
2.
Mengetahui kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru apabila pendekatan
interdisipliner diterapkan di kelas dua Sekolah Dasar.
3.
Mengetahui dampak pelaksanaan pendekatan interdisipliner terhadap
kualitas pembelajaran di kelas dua Sekolah Dasar dan hasil belajar siswa
kelas dua Sekolah Dasar.
4. Menghasilkan model pembelajaran dengan pendekatan interdisipliner yang dirancang untuk memudahkan guru dalam menerapkan sesuai dengan
kebutuhan, kemampuan dan status guru kelas.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pengembangan kurikulum Sekolah Dasar dari segi pelaksanaannya di sekolah dan juga bagi
guru Sekolah Dasar dalam upaya meningkatkan kualitas proses pembelajara
hasil belajar siswa. Secara rinci manfaat yang diharapkan adalah :
1. Manfaat Teoritis
Hakekat
pembelajaran
dengan
pendekatan
interdisipliner
adalah
pembelajaran berfokus pada aplikasi ketrampilan dan pengetahuan terhadap situasi baru (Mathison dan Mason; 2001:2). Melalui pendekatan interdisipliner dapat membantu siswa agar ketrampilan dan pengetahuan yang telah dimiliki dapat dikombinasikan untuk menyelesaikan tugas, memecahkan masalah, atau menjelaskan sesuatu. Fenomena yang sering terjadi siswa tidak dapat memahami
atau menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki untuk memecahkan
masalah-masalah baru atau mentransfer pengetahuan yang telah dimiliki untuk
memperoleh pemahaman baru. Fenomena demikian merupakan akibat dari
pengajaran yang dilakukan secara terpisah. Melalui pendekatan interdisipliner
diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut, karena pembelajaran yang memberi
kesempatan siswa untuk menghubungkan serpihan-serpihan pengetahuan, bukan
sebaliknya memisahkan; dapat mempertinggi kemampuan siswa untuk memahami
dan menerapkan pengetahuan sebelumnya terhadap pengetahuan baru.
Melalui penelitian dan pengembangan pendekatan interdisipliner dalam
pembelajaran di SD diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap
pengembangan hakekat pendekatan interdisipliner dalam mengatasi
kelemahan-kelemahan praktek pembelajaran secara terpisah.
2. Manfaat Praktis :
a. Dapat membantu guru-guru Sekolah Dasar dalam membuat rancangan pembelajaran yang memudahkan untuk diterapkan dalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari.
b. Membantu guru-guru Sekolah Dasar untuk mempersiapkan diri menghadapi tuntutan kurikulum baru yang menggariskan proses pembelajaran tematik untuk pengajaran di Sekolah Dasar kelas dua. c. Memberikan alternatif pendekatan yang dapat diterapkan oleh guru-guru
Sekolah Dasar sehingga memperkaya wawasan berbagai pendekatan pembelajaran.
d. Bagi pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi, dalam hal ini Seksi Pendidikan Dasar, sebagai masukan untuk dapat dijadikan gagasan dalam membina dan meningkatkan kualitas proses belajar mengajar atau pelaksanaan kurikulum Sekolah Dasar.
e. Bagi Program Studi Pengembangan Kurikulum, diharapkan membuka
wawasan bagi penelitian - penelitian lebih lanjut dalam upaya peningkatan
proses pembelajaran atau pelaksanaan kurikulum di sekolah (actual
curriculum).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini diuraikan tentang (1) pendekatan dalam penelitian,
(2)lokasidan subyek penelitian, (3) teknik pengumpulan data, (4)
tahap-tahap pelaksanaan penelitian, dan (5)teknik analisis data.
A. Pendekatan Dalam Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah research and
development (penelitian dan pengembangan). Digunakan pendekatan ini
mengingat tujuan akhir penelitian adalah untuk menghasilkan suatu produk
berupa desain instruksional dengan menggunakan pendekatan interdisipliner
( interdisciplinary instructional design ). Menurut Borg &Gall ( 1979 : 624 )
batasan tentang research and development adalah " our use of the term
"product" include not only material object, such as textbooks, instructional
films, and so forth, but is also intended to refer to established procedures and
processes, such method ofteaching ormethod for organizing instructions".
Langkah - langkah dalam proses research and development mengarah
pada suatu siklus, berangkat dari kajian temuan penelitian dikembangkan
menjadi suatu produk. Pengembangan produk yang didasarkan pada kajian
studi pendahuluan diuji coba dalam situasi tertentu dan dilakukan revisi
terhadap hasil uji coba tersebut sampai pada akhimya diperoleh suatu model
( sebuah produk ). "It consist of a cycle in which a version of the
,', **
h /"»•* "-^
product
is developed,
field
tested,
and revised
on the basis of'">
field - test data " ( Borg and Gall ; 1979 : 771 ). Tujuan dari penelitian dan\_^
pengembangan adalah menghasilkan suatu produk tertentu yang dapat
diterapkan di sekolah.
"... the goal of R & D is to take this research
knowledge and incorporate it into product that can be used in the schools "
( Borg and Gall; 1979:771 ).
Siklus penelitian dan pengembangan menurut Borg dan Gall ( 1979 :
775 ) tediri atas 10 langkah yakni:
1. Penelitian dan pengumpulan informasi, termasuk didalamnya review
literatur, observasi kelas, dan persiapan laporan ;
2. Perencanaan, meliputi mendefinisikan ketrampilan, menetapkan tujuan,
menentukan urutan pembelajaran, dan uji kemungkinan dalam skala
kecil ;
3. Mengembangkan bentuk produk pendahuluan ( preliminary form of
product ), termasuk didalamnya persiapan materi belajar, buku - buku
yang digunakan, dan evaluasi.
4. Uji coba pendahuluan, melibatkan satu sampai tiga sekolah dengan
menyertakan 6-12 subyek. Pada langkah ini dilakukan analisis data
berdasarkan angket, hasil wawancara, dan observasi.
5. Revisi terhadap produk utama ( main Product), yang didasarkan atas hasil
uji coba pendahuluan.
6. Uji coba utama, melibatkan 5-15 sekolah yang menyertakan 30 - 100
subyek. Data kuantitatif berupa pretes dan postes dikumpulkan dan
\ I'-'/J
,1»r-•*>;.
hasilnya dievaluasi sesuai dengan tujuan, dan jika memungkinkan hasil
tersebut dibandingkan dengan kelompok kontrol.
7. Revisi produk operasional, dilakukan berdasarkan hasil uji coba utama. 8. Melakukan uji coba operasional, dilakukan berdasarkan hasil uji coba
utama.
9. Revisi produk terakhir berdasarkan hasil uji coba operasional.
10. Diseminasi dan distribusi. Pada langkah ini dilakukan monitoring sebagai
kontrol terhadap kualitas produk.
Mengingat keterbatasan waktu bagi peneliti dan merupakan tahap awal
pengembangan, maka langkah yang ditempuh hanya sampai pada langkah
kelima. Kelima langkah tersebut dalam pelaksanaan penelitian dilakukan
modifikasi sesuai kebutuhan penelitian dan kondisi lapangan. Dengan
demikian langkah-langkah penelitian dan pengembangan yang ditempuh
adalah :
1. Studi pendahuluan, meliputi kajian teori, kajian hasil penelitian, dan
kegiatan prasurvey.
2. Perencanaan, meliputi mengkaji kurikulum kelas II SD tahun 1994,
pemetaan materi, penetapan lokasi uji coba, pengenalan model, dan
merencanakan desain model. 3. Deskripsi produk model.
4. Uji coba model yang dikembangkan, terdiri dari dua kali putaran.
5. Analisis keberhasilan model.
Langkah-langkah penelitian dan pengembangan ini dapat digambarkan
sebagaimana tampak pada bagan berikut:
I STUDI PENDAHULUAN V It PERENCANAAN
I
III DESKRIPSI MODEL IVUJI COBA MODEL YANG DIKEMBANGKAN
UJI COBA PUTARANI 1. Pre-tes
2. Implementasi Rancangan 3. Postes
4. Revisi
UJI COBA PUTARAN II 1. Pre-tes
2. Implementasi Rancangan 3. Postes
4. Revisi
Kajian teori pendekatan pembelajaran.
Kajian hasil penelitian
terdahulu.
Prasurvey: orientasi lapangan.
Mengkaji kurikulum kelas duaSD
Pemetaan materi.
Penetapan lokasi uji coba Pengenalan model
Merencanakan desain model
:0 V ANALISIS KEBERHASILAN MODEL HASIL REVISI AKHIR MODEL Bagan 3.1
Langkah-Langkah Penelitian dan Pengembangan
/. Studi Pendahuluan
Pada langkah ini kegiatan yang dilaksanakan adalah :
a.
Mengkaji teori-teori pendekatan pembelajaran yang relevan dengan
karakteristik anak usia Sekolah Dasar, taraf perkembangan dan
kemampuan berfikir anak usia Sekolah Dasar, salah satunya adalah
pendekatan interdisipliner.
b. Mengkaji hasil-hasil penelitian yang pemah dilakukan oleh
peneliti-peneliti
sebelumnya
yang
relevan
dengan
uji
coba
model
pembelajaran di Sekolah Dasar.
c. Melakukan kegiatan prasurvey di sekolah-sekolah tertentu, yang
diperkirakan dapat dilaksanakan uji coba pengembangan model.
Prasurvey dilaksanakan di Kecamatan-kecamatan terdekat antara lain
Kecamatan
Cisaat, Kecamatan Gunungguruh,
dan Kecamatan
Parungkuda.
Pada kegiatan ini dilakukan penelitian untuk mengumpulkan
informasi tentang proses pembelajaran yang biasa dilakukan. Hal ini
sesuai pendapat Ibrahim dan Sujana (1989:74) bahwa tujuan
utamanya adalah mengumpulkan informasi tentang variabel, bukan
informasi tentang individu - individu. Informasi-informasi yang
dikumpulkan meliputi (1) desain dan pelaksanaan pembelajaran yang
dilaksanakan oleh guru-guru kelas II Sekolah Dasar, (2) aktifitas
belajar siswa, (3) kemampuan guru dalam mengajar, (4) pemanfaatan
sarana, fasilitas, dan lingkungan yang ada di sekitar sekolah.
Berdasarkan kegiatan prasurvey selanjutnya peneliti menentukan
Sekolah Dasar yang akan dijadikan tempat uji coba model, dengan
mempertimbangkan kesiapan guru kelas dua, Kepala Sekolah, Kepala Cabang Dinas Kecamatan setempat, sarana prasarana yang tersedia,
keterjangkauan lokasi serta faktor-faktor pendukung lainnya.
2. Perencanaan
Pada langkah ini kegiatan yang dilakukan meliputi:
a. Mengkaji kurikulum Sekolah Dasar kelas dua meliputi GBPP catur
wulan satu, dua, dan tiga dari berbagai mata pelajaran yang harus
diajarkan oleh guru kelas dua Sekolah Dasar.
b. Melakukan pemetaan materi dari beberapa mata pelajaran kelas dua,
karena implementasi model adalah self-contain core model maka
pemetaan materi hanya meliputi bidang studi yang menjadi tugas dan
wewenang guru kelas yaitu PPKN, Bahasa Indonesia, Matematika, Ketrampilan dan Kesenian (KTK). Hal ini sesuai ketentuan kurikulum
SD 1994 bahwa empat mata pelajaran tersebut menjadi tugas guru
kelas, sedangkan bidang studi Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan menjadi tugas guru mata pelajaran PAI dan
guru Penjaskes (Depdikbud; 1993).
c. Menetapkan Sekolah Dasar tempat uji coba model sesuai kesiapan guru maupun kepala sekolah. Dari beberapa Sekolah yang diteliti pada
kegiatan prasurvey, sekolah yang siap untuk dijadikan tempat uji coba
adalah Sekolah Dasar Cibatu II Kecamatan Cisaat. Status SD
Cibatu II adalah SD inti untuk gugus tersebut, dua SD lain ditetapkan
dua SD Imbas dari gugus Cibatu II. Kepala Sekolah SD Cibatu II menyetujui SD Imbas yang dijadikan lokasi uji coba adalah SD Bojongkawung dan SD Cibatu I.
d. Melaksanakan pengenalan model kepada partner pengembang model
yaitu guru kelas dua, Kepala Sekolah dan Pengawas TK/SD pembina
sekolah tempat uji coba. Pengenalan dilakukan melalui diskusi dan
dialog, dimaksudkan untuk mengenalkan rencana model yang akan dikembangkan, serta kesiapan mereka untuk dijadikan partner dalam pengembangan model.
e. Merencanakan desain model. Didalam merencanakan desain model ditempuh kegiatan sebagai berikut, : 1) menganalisis model pendekatan interdisipliner dengan merujuk pada model - model yang dikemukakan Maurer yaitu the corelated event sequence model, the webbing sequence model, the causal sequence model, the integrated sequence model, dan the spider sequence model; 2) penentuan model
yang akan dikembangkan, mengingat model-model Maurer diperinci
dari yang sederhana hingga yang paling kompleks, sedangkan yang
menjadi sasaran penelitian adalah kelas dua Sekolah Dasar maka
model yang akan dicoba dikembangkan adalah the webbing sequence model; 3) penentuan langkah-langkah pengembangan model,dengan merujuk pada langkah - langkah pengembangan interdisipliner yang dikemukakan oleh Vogt. Langkah - langkah tersebut adalah
(a) menyeleksi tema, (b) memilih satu konsep utama untuk
mengarahkan pengajaran, (c) mengidentifikasi ketrampilan dan
strategi yang akan diajarkan, (d) mengidentifikasi rentangan
sumber-sumber belajar yang tepat (Vogt; 2001A).
3. Deskripsi produk model
Deskripsi produk model yang akan dihasilkan meliputi : a) tema
pembelajaran, b) mata pelajaran yang dijadikan core, c) desain model,
d) deskripsi kemampuan guru untuk dapat mengimplementasikan model
pembelajaran. Deskripsi model berpedoman pada model dan langkah-langkah yang telah ditetapkan pada tahap perencanaan.
Berdasarkan deskripsi model maka selanjutnya disusun rencana pembelajaran. Penyusunan rencana pembelajaran dilakukan oleh peneliti bersama gum, guru dilibatkan mengingat guru adalah orang yang akan berperan dalam pelaksanaan model sekaligus memberikan bekal pengetahuan kepada gum untuk dapat membuat desain model.
4. Uji Coba Model Yang Dikembangkan (Pengembangan)
Pada tahap pengembangan, kegiatan yang dilakukan adalah uji coba untuk mengimplementasikan desain model dan rencana pembelajaran. Uji
coba dilaksanakan di Sekolah Dasar Inti yaitu SD Cibatu II, dan dua Sekolah Dasar Imbasnya yaitu SD Bojongkawung dan SD Cibatu I dalam
satu gugus. Kegiatan uji coba sebanyak dua kali putaran terdiri dari : a) pretes; b) implementasi rencana pembelajaran; c) postes ; dan d) revisi.
Selama uji coba model, pada kegiatan implementasi rencana pembelajaran ditempuh pendekatan supervisi klinis, yaitu suatu proses pembicaraan untuk perbaikan proses pembelajaran berdasarkan hasil observasi (Soetjipto; 1994:234). Pada tahap implementasi kegiatan yang dilakukan meliputi pre conference, pelaksanaan pembelajaran, dan post conference. Pre conference dilakukan untuk menumbuhkan kepercayaan kepada gum dalam melaksanakan pembelajaran, post conference dilakukan untuk membicarakan hasil observasi selama pelaksanaan pembelajaran dan memberikan feed back kepada gum.
5. A nalisis Keberhasilan Model
Untuk menganalisis keberhasilan model yang dihasilkan ditinjau dari komponen-komponen yang terlibat dalam pembelajaran, yaitu guru, proses pembelajaran, dan hasil belajar siswa. Dari komponen guru, keberhasilan dilihat dari kemampuan guru dalam upaya menempuh prosedur secara sistematis dan logis dari segi : a) kegiatan awal pembelajaran, b) kegiatan inti ; dan c) kegiatan akhir pembelajaran. Sedangkan komponen proses pembelajaran, keberhasilan dilihat dari
keaktifan siswa yang tinggi selama proses pembelajaran. Komponen hasil
belajar, keberhasilan dilihat dari pencapaian skor yang diperoleh siswa pada pos tes dan dibandingkan dengan perolehan skor pretes, serta
perbandingan rata-rata skor postes pada setiap uji coba.
B. Lokasi Dan Subyek Penelitian
Dengan mempertimbangkan keterbatasan peneliti dan daya jangkau
lokasi maka penelitian
dilaksanakan di Kabupaten Sukabumi. Penelitian
dilaksanakan di salah satu gugus Sekolah Dasar karena Sekolah Dasar
diberlakukan sistem gugus sekolah.
Yang dimaksudkan dengan Gugus
Sekolah adalah organisasi sekolah yang terdiri dari 3 - 8 SD dalam suatu
daerah / wilayah berdekatan. Pemberlakuan sistem gugus sekolah di Sekc'ah
Dasar telah dibakukan melalui Surat Keputusan Direktorat Jenderal
Dikdasmen No. 070/C/Kep/I/1993 tanggal 7 April 1993. Dalam organisasi
gugus tersebut terdiri dari 1 SD Inti dan beberapa SD Imbas, dalam pembentukannya mengacu pada letak geografis sekelompok sekolah, luas
wilayah, kepadatan dan konsentrasi penduduk, ams komunikasi dan
transportasi, kontur daerah (Depdikbud; 1996 :8). Lokasi penelitian
selanjutnya ditentukan terdiri dari satu SD Inti dan dua SD Imbas dalam satu gugus. SD Inti maupun SD Imbas dijadikan tempat uji coba dan dilaksanakan dalam dua kali putaran.
Mempertimbangkan indikasi-indikasi yang diperoleh pada studi pendahuluan, maka uji coba pengembangan model sebanyak dua kali putaran ditetapkan di gugus Cibatu II Kecamatan Cisaat. Penetapan ini didasarkan pada kemungkinan dapat dilakukannya uji coba, artinya kesediaan dan
tanggapan positif dari pihak Kepala Sekolah, dan adanya kemauan dari pihak gum untuk melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan interdisipliner.
Faktor kesediaan, tanggapan positif, dan kemauan mempakan hal yang
penting sebab selama proses uji coba kerjasama ini sangat menentukan. Subyek penelitian adalah gum dan murid Sekolah Dasar kelas II di
gugus Cibatu II Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi. Data subyek penelitian sebagaimana tercantum pada tabel berikut:
Tabel 3.1
Daftar Subyek Penelitian pada Penelitian dan Pengembangan
Nama SD Jumlah Keterangan
Kelas Gum Siswa
SD Cibatu II 1 1 40 SD Inti
SD Bojongkawung 1 1 31 SD Imbas
SD Cibatu I 1 1 23 SD Imbas
Penentuan ketiga SD tersebut sebagaimana dijelaskan sebelumnya, berdasarkan kesiapan dan kemauan Kepala Sekolah dan gum kelas dua.
C.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini didasarkan pada sifat data yang diinginkan dan sesuai tahap-tahap penelitian yakni (1) studi dokumentasi pada tahap studi pendahuluan dan perencanaan, (2) instrumen observasi kelas untuk memperoleh data tentang kemampuan guru mengimplementasikan desain dan aktifitas belajar siswa pada tahap pengembangan , (3) instrumen tes hasil belajar untuk memperoleh data hasil belajar pada tahap pengembangan, dan (4) wawancara untuk mengetahui
sikap dan pendapat gum tentang penerapan pendekatan interdisipliner serta
kesulitan-kesulitan yang dihadapi gum bila harus menerapkan pendekatan
interdisipliner.
1. Studi Dokumentasi
Salah satu jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah
informasi tentang rencana pembelajaran dan perangkat pembelajaran
lainnya yang dimiliki gum sebelum dilakukan uji coba pengembangan.
Selain itu diperlukan data berkaitan dengan GBPP kurikulum SD 1994
dan suplemennya. Data tersebut dikumpulkan pada tahap studi pendahuluan dan tahap perencanaan. Maksud dari pengumpulan data ini
sesuai dengan apa yang dikemukakan Arikunto (1993:236) yaitu mencari
data berupa catatan, buku, agenda dan sebagainya. Dibandingkan metode
lain, metode ini tidak begitu sulit dan apabila ada kekeliruan sumber datanya masih tetap, belum berubah.
2. Instrumen Observasi Kelas
Observasi kelas dijadikan salah satu teknik pengumpul data yang utama pada tahap pengembangan khususnya untuk memperoleh data
tentang kemampuan gum dalam mengimplementasikan desain
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan interdisipliner dan
aktifitas siswa selama proses pembelajaran dengan menggunakan
pendeklatan interdisipliner. Melalui observasi diharapkan dapat diketahui
perkembangan penerapan model pembelajaran dengan mencatat kejadian
yang sebenamya sebagai bahan analisis keberhasilan model.
Observasi kelas dijadikan salah satu kegiatan pengumpul data, karena
dapat digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses
terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati baik dalam situasi yang
sebenamya maupun dalam situasi buatan (Sudjana dan Ibrahim;
1989:109). Observasi memiliki kelebihan dibandingkan dengan lainnya,
diantaranya menurut Sulistia dkk lebih memungkinkan peneliti untuk
merekam perilaku sebagaimana adanya, seperti yang terlihat oleh
orang-orang yang tidak tertarik padanya sekali pun, daripada sekedar
mempercayakan diri pada laporan retrospektif subyek atau perilaku
pribadi mereka ( 1991 : 89). Instrumen observasi dibuat dalam bentuk
gabungan antara terbuka dan check-list (terbuka dan tertutup). Bentuk
yang demikian diharapkan dapat menghasilkan informasi yang luas dan
mendalam sehingga dapat diperoleh gambaran yang komprehensif
terhadap proses pembelajaran yang diamati.
3. Instrumen Hasil Belajar
Instrumen hasil belajar dikembangkan dalam bentuk tes berupa
soal-soal bentuk uraian tentang teks bacaan / narasi atau soal-soal-soal-soal cerita
berkaitan dengan penilaian terhadap penerapan konsep-konsep antar
disiplin. Tes uraian
disebut juga tes subyektif, yakni tes yang
mengukur kemajuan belajar yang memerlukan jawaban terbuka atau
uraian
( Arikunto; 1993:163).
Tujuan dari tes berkaitan dengan
jnf
86
££•5^
penelitian adalah agar siswa mampu menghubungkan pengetahuan yang 1 Pt^T^*r *•' '*'
telah
dimiliki
serta
mengintegrasikan
pemahamannya
untuk^.^p^S,».
menyelesaikan soal-soal baru (sesuai hakekat pembelajaran interdisipliner), maka melalui tes subyektif dapat dicapai untuk mengetahui kemampuan menghubungkan, mengintegrasi, bahkan
kemampuan lainnya. Hal ini sesuai pendapat Gronlund bahwa hasil belajar yang berkenaan dengan kemampuan menyeleksi, mengorganisasi, mengintegrasi, menghubungkan, dan mengevaluasi gagasan
membutuhkan jawaban yang lebih terbuka dan hal ini dapat dicapai melalui tes subyektif (1995:223). Lebih lanjut dikatakan bahwa tes subyektif dibedakan kedalam bentuk jawaban terbatas (restricted response type) dan bentuk jawaban terbuka (extended response type). Dalam
penelitian ini, baik pada uji coba putaran pertama maupun pada uji coba
putaran kedua digunakan kedua bentuk tes tersebut. Uji validitas maupun reliabilitas instrumen tidak dilakukan mengingat pertimbangan hasil
penilaian terhadap siswa tidak hanya didasarkan pada hasil tes tulis saja tetapi juga mempertimbangkan performansi siswa yakni keaktifannya
selama proses pembelajaran.
4. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara digunakan dalam penelitian ini dalam rangka
mengungkap pandangan, sikap, pendapat gum, serta kemungkinan dan kesulitan guru untuk menerapkan pendekatan interdisipliner dalam
apakah pendekatan interdisipliner dapat memberikan manfaat
bagi
perbaikan proses dan hasil belajar di sekolah.
Pemilihan pedoman wawancara sebagai
salah satu instmmen
didasarkan pada pendapat bahwa wawancara merupakan percakapan dua
orang yang dimulai oleh pewawancara dengan tujuan khusus memperoleh
keterangan yang sesuai dengan penelitian, dan dipusatkan olehnya pada
isi yang dititik beratkan pada tujuan-tujuan deskripsi, prediksi dan
penjelasan sistematik mengenai penelitian ( Sulistia dkk; 1991: 121).
Lincoln dan Guba juga mengatakan bahwa percakapan secara langsung
antara dua pihak untuk menyampaikan pesan, menyatakan simpati,
menyatakan kehendak, membuat kesepakatan (1983:153-154). Perluasan
dari istilah tersebut adalah wawancara, percakapan untuk suatu tujuan
tertentu yang mempakan salah satu alat yang paling tepat sesuai
tujuan yang dikehendaki.
D.
Tahap-tahap Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan melalui tahap-tahap (1) persiapan
teknis administratif, (2) studi pendahuluan (prasurvey), (3) penyusunan
desain
model
dan
rencana
pembelajaran
dengan
pendekatan
interdisipliner, (4) Uji coba
desain dan rencana pembelajaran yang
dikembangkan, (5) pelaporan.
1. Persiapan teknis administratif
Setelah desain penelitian diseminarkan dihadapan team penguji
seminar dan dinyatakan dapat diserujui, maka berdasarkan SK
Direktur Program Pasca Sarjana UPI Bandung No. 181/J33
7/PP.04.01/2002 tanggal 5 Maret 2002 ditetapkan dosen pembimbing
I dan II untuk proses pembimbingan penulisan tesis. Kegiatan
dilanjutkan dengan mempersiapkan teknis administratif untuk
mengurus surat ijin penelitian antara lain :
a. Pengusulan mengadakan penelitian, dan berdasarkan Surat dari
Direktur Program Pasca sarjana No. 294/J33.7/PL.03.06/2002
dikeluarkan surat ijin mengadakan penelitian yang ditujukan
kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi.
b. Berdasarkan surat tersebut maka peneliti menghubungi Kepala
Dinas Pendidikan setempat untuk mengadakan studi pendahuluan sebelum menetapkan lokasi penelitian dan dinyatakan tidak
berkeberatan. Pemyataan tersebut diberikan melalui Surat ijin
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi No.
070/1500-Dikdas/2002 tanggal 16 Mei 2002.
c. Berbekal pada kedua surat ijin tersebut selanjutnya peneliti mulai
mengadakan pendekatan kepada Kecamatan-Kecamatan terdekat
untuk menjajagi kemungkinan mengadakan studi pendahuluan.
2. Studi pendahuluan (prasurvey)
Studi pendahuluan dilaksanakan kurang lebih satu bulan yakni
pada bulan Mei 2002 untuk melakukan pendekatan beberapa
Kecamatan dan Sekolah Dasar yang memungkinkan dan bersedia
dijadikan tempat penelitian dan pengembangan. Kecamatan yang
dijadikan
lokasi
studi
pendahuluan
antara
lain
Kecamatan
Gunungguruh untuk Gugus Parakanlima II, Kecamatan Cisaat gugus
Cibatu II, dan Kecamatan Pamngkuda gugus Kompa I. Dalam studi
pendahuluan selain dilakukan penjaringan data, peneliti melakukan
pendekatan kepada Kepala Sekolah, guru kelas II dan Pengawas
TK/SD yang membina gugus-gugus tersebut. Berdasarkan kesediaan
dan kesiapan dari Kepala Sekolah dan guru maka diadakan observasi
dan wawancara tentang kegiatan belajar mengajar, kondisi sekolah,
pemanfaatan sarana prasarana, fasilitas, dan lingkungan
yang
tersedia.
Hasil
ini
digunakan
sebagai
pertimbangan
untuk
mengembangkan
model
pembelajaran
dengan
pendekatan
interdisipliner.
Dalam prasurvey data diperoleh melalui studi dokumentasi,
observasi kelas, dan wawancara kepada guru kelas dua maupun
Kepala Sekolahnya. Studi dokumentasi digunakan untuk memperoleh
data tentang rencana pembelajaran dan perangkat pembelajaran
lainnya yang dimiliki guru. Observasi kelas dilaksanakan untuk
mengetahui langsung proses pembelajaran yang biasa dilaksanakan
guru kelas dua sehari-hari selama ini. Wawancara dilakukan untuk
melengkapi data atau informasi yang diperlukan apabila ternyata
melalui studi dokumentasi dan observasi kelas tidak ditemukan data
yang diinginkan.
3. Penyusunan desain model dan rencana pembelajaran.
Pendekatan interdisipliner yang dikembangkan dalam penelitian
ini terbatas pada model Webbed (Maurer; 1990:20), model yang
dikembangkan diilustrasikan sebagai sebagai berikut:
Gambar 3.1
Desain Model Yang Dikembangkan
Dalam gambar tersebut "tema " ditempatkan sebagai topik sentral.
Pancaran dari topik sentral tersebut adalah aspek-aspek mata pelajaran
lain yang mendukung topik sentral, yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, Kesenian dan Kerajinan Tangan. Berdasarkan keterkaitan
tersebut ditentukan aktifitas belajar (fokus pembelajaran) yang
bersumber pada mata pelajaran core (Bahasa Indonesia), dan
garis-garis penghubung menunjukkan kaitan langsung.
Setelah desain model terumuskan maka ditentukan tema menjadi
sub-sub tema atau topik pembelajaran dan disusun rencana
pembelajaran untuk setiap topik pembelajaran.
4. Uji coba dalam rangka pengembangan model
Setelah diperoleh data pada studi pendahuluan, berdasarkan
kesiapan dan kesediaan dari pihak Kepala Sekolah dan Gum ternyata
Sekolah yang siap untuk dijadikan partner pengembangan adalah SD
Cibatu II. Atas kesediaan tersebut maka peneliti melaksanakan uji
coba berdasarkan deskripsi model yang telah dimmuskan. Uji coba
putaran pertama dilakukan dua kali terdiri dari dua topik
pembelajaran.
Berdasarkan revisi model yang telah diuji cobakan selama dua kali
di tiga sekolah, maka atas persetujuan Kepala Sekolah peneliti
diijinkan untuk mengadakan uji coba berikutnya hingga dapat
diperoleh kesimpulan sesuai tujuan yang diinginkan. Uji coba putaran
kedua pada SD yang sama sebanyak empat kali terdiri dari empat
topik pembelajaran. Dari uji coba putaran kedua sebanyak empat kali
maka diharapkan telah dapat dimmuskan model akhir setelah
dilakukan
analisis
keberhasilan
berdasarkan
data-data
yang
dikumpulkan.5. Pelaporan
Laporan dibuat berdasarkan analisis data berupa catatan lapangan
postes, serta hasil wawancara dengan gum selaku partner
pengembangan model. Hasil analisis data tersebut digunakan untuk menyimpulkan kajian penelitian dan menyusun laporan hasil penelitian.
E. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini sesuai dengan variabel yang menjadi fokus yaitu pertama, variabel bebas berkenaan dengan pengembangan model pembelajaran dengan pendekatan interdisipliner; dan kedua variabel terikat yang berkenaan dengan kemampuan guru dalam menerapkan, kualitas proses pembelajaran, dan hasil belajar siswa. Analisis data yang digunakan adalah : 1. Hasil observasi kelas berkenaan dengan kemampuan guru menempuh prosedur pembelajaran denga