• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Kereta Api Pengguna Antar Moda Transportasi Udara (Studi Di PT.Railink Medan) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Kereta Api Pengguna Antar Moda Transportasi Udara (Studi Di PT.Railink Medan) Chapter III V"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

A.Pengaturan Hukum Tentang Transportasi Kereta Api di Indonesia

Transportasi kereta api di Indonesia diawali dari peraturan-peraturan peninggalan zaman belanda sebelum adanya pengaturan hukum tentang kereta api di Indonesia yaitu bersumber pada Stb 1926-334 jo Stb 1927-295 (Algemene Regelen betreffende den aanleg en de ekspolitatie van spoor en tramwegen bested voor algemene verkeer in Ned. Indie) yang berbentuk suatu Koninklijk Besluit (KB).42 Peraturan-peraturan tersebut antara lain, sebagai berikut :43

a. Stb 1926 No.334, yang telah diubah dan ditambah dengan Stb 1927 No.295, yaitu tentang peraturan umum mengenai perbuatan dan eksploitasi jalan-jalan sepur dan trem yang ditentukan buat lalu lintas umum di Hindia Belanda.

b. Stb 1927 No.258 tentang peraturan umum mengenai jalan sepur dan trem (Algemeine Bepalingen Spooren Tremwegen = ABST) yang telah diubah dan ditambah dengan Stb 1933 No.139 dan Stb 1937 No. 557

c. Stb 1927 No.295, peraturan tentang pembuatan dan pengusahaan jalan-jalan sepur (Bepalingen Aeslangen Bedrijt Spoorwegen = BABS) yang telah diubah dan ditambah dengan Stb 1930 No.387 Stb 1937 No.290 dan Stb 1940 No.4.

42

Achmad Ichsan, Hukum Dagang, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1993, hal. 425 43

(2)

d. Stb 1929 No.260, peraturan tentang jalan-jalan trem kota (Bepalingen Staadstranwegen = BST) yang telah diubah dan ditambah dengan Stb 1931 No.168,Stb 1937 No.290 dan Stb 1940 No.4.

e. Stb 1927 No.261, peraturan tentang jalan-jalan trem di luar kota (Bepalingen Landelijk tramwegen = BLT) yang telah diubah dan ditambah dengan Stb 1930 No.382 Stb 1937 No.290 dan Stb 1940 No.4.

f. Stb 1927 No.262 sebagai salah satu peraturan yang terpenting, peraturan tentang pengangkutan dengan kereta api (Bepalingen Vervoer Spoorwegen = BVS).

g. Reglemen 18 jilid II, tentang peraturan pengangkutan barang.

h. STBH, tentang syarat-syarat dan tarif pengangkutan barang hantaran dan urusan angkutan motor.

i. STB, tentang syarat-syarat dan tarif pengangkutan kiriman biasa/cepat untuk barang, hewan, kendaraan dan jenazah.

j. STP, tentang syarat-syarat pengangkutan dan tarif untuk penumpang, bagasi dan hewan kecil.

(3)

dan digantikan dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 1992 tentang Perkeretaapian.

Perkembangan dalam transportasi kereta api tergolong sangat cepat dan sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 13 tahun 1992, kondisi perkeretaapian nasional masih bersifat monopoli dihadapkan pada berbagai masalah, seperti kontribusi perkeretaapian terhadap transportasi nasional masih rendah, sarana dan prasarana yang belum memadai, tingkat kecelakaan masih tinggi dan tingkat pelayanan masih jauh dari harapan. Dalam hal ini peran pemerintah dalam penyelenggaraan perkeretaapian perlu dititikberatkan pada pembinaan yang meliputi penentuan kebijakan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan dengan mengikutsertakan peran masyarakat sehingga penyelenggaraan perkeretaapian dapat terlaksana secara efisien, efektif, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Dan dengan tetap berpijak pada makna dan hakikat yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta dengan memperhatikan perkembangan lingkungan strategis, baik nasional maupun internasional, terutama di bidang perkeretaapian, Undang Nomor 13 tahun 1992 tentang Perkeretaapian diganti dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2007.

(4)

Nomor 23 tahun 2007 ini diharapkan dapat mewujudkan pelancaran perpindahan orang dan/atau barang secara massal dengan selamat, aman, nyaman, cepat serta efisien sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang ini.

Selain Undang-Undang Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian yang menjadi dasar pokok peraturan mengenai transportasi kereta api serta hal-hal yang berkaitan dengan kereta api, beberapa peraturan-peraturan pemerintah juga dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia antara lain sebagai berikut :

1. PP Nomor 56 tahun 2009 tentang penyelenggaraan perkeretaapian, mengatur mengenai penyelenggaraan sarana dan prasarana perkeretaapian. 2. PP Nomor 72 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan kereta api.

Peraturan pemerintah ini juga berlaku sama seperti berlakunya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2007. Namun dalam pelaksanaannya Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 23 tahun 2007 menjadi peraturan pokok yang diberlakukan. Dalam suatu peraturan perundang-undangan terdapat suatu asas yang disebut “asas lex specialis derogate lex generalis” yang menyatakan bahwa peraturan hukum yang bersifat khusus mengenyampingkan peraturan hukum yang bersifat umum. Dan menurut hierarki peraturan perundang-undangan dimana kedudukan Undang-Undang lebih tinggi di bandingkan dengan kedudukan peraturan pemerintah. Maka dengan demikian bahwa Undang-Undang Nomor 23 tahun 2007 menjadi aturan pokok mengenai perkeretaapian dan peraturan pemerintah lainnya masih tetap berlaku sebagai peraturan pelengkap dari Undang-Undang Nomor 23 tahun 2007.

(5)

pengangkutan kereta api. Berdasarkan PP Nomor 72 Tahun 2009 tentang Perkeretaapian, tarif angkutan terdiri atas sebagai berikut :

1) Tarif angkutan orang

Tarif angkutan orang didasarkan kepada biaya per-penumpang per-kilometer dan tarif ditetapkan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian, dalam hal ini di Indonesia ditentukan oleh PT. Kereta Api Indonesia yang kemudian melaporkan tarif yang ditetapkan kepada menteri, gubernur atau bupati/walikota untuk izin operasi. Jadi pejabat mempunyai wewenang melakukan evaluasi penetepan dan pelaksanaan tarif, apabila tidak sesuai dengan pedoman pokok penentuan tarif, maka penyelenggara dapat dikenai sanski administratif berupa teguran tertulis, pembekuan izin operasi dan bahkan bisa pencabutan izin operasi

2) Tarif angkutan barang

(6)

3) Tarif denda

Khusus pada penumpang, apabila tidak memiliki karcis maka tarif dendanya sebagai berikut :

a. 500 % dari harga karcis untuk angkutan kereta api perkotaan.

b. 200 % dari harga karcis untuk angkutan kereta api antar kota.

B. Asas dan Tujuan Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang

Transportasi Kereta Api

Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007, Perkeretaapian diselenggarakan dengan tujuan untuk memperlancar perpindahan orang dan/atau barang secara massal dengan selamat, aman, nyaman, cepat, dan lancar, tepat, tertib dan teratur, efisien, serta menunjang pemerataan, pertumbuhan, stabilitas, pendorong, dan penggerakan pembangunan nasional.

Asas hukum pengangkutan diselenggarakan berdasarkan landasan filosofis yang diklasifikasikan menjadi dua, yaitu asas hukum publik dan asas hukum perdata.

Asas pengaturan hukum pengangkutan tersebut antara lain, sebagai berikut:

(7)

Asas-asas hukum publik adalah landasan undang-undang yang lebih mengutamakan kepentingan umum atau kepentingan masyarakat banyak.

1) Asas manfaat

Asas ini mengandung makna bahwa setiap pengangkutan harus dapat memberikan manfaat nilai guna yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan perikehidupan yang berkesimbangan bagi warga negara Indonesia.

2) Asas adil dan merata

Asas ini mengandung makna bahwa penyelenggaraan pengangkutan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat.

3) Asas kepentingan umum

Asas ini mengandung makna bahwa penyelenggaraan pengangkutan harus lebih mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat umum.

4) Asas keterpaduan

Asas ini mengandung makna bahwa pengangkutan harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, dan saling mengisi.

5) Asas tegaknya hukum

(8)

kepada setiap warga negara Indonesia agar taat dan patuh pada hukum dalam penyelenggaraan pengangkutan.

6) Asas keselamatan penumpang

Asas ini mengandung makna bahwa pengangkutan penumpang harus disertai dengan asuransi kecelakaan dan/atau asuransi kerugian lainnya.

2. Asas Hukum Perdata

Semua undang-undang yang mengatur tentang pengangkutan di Indonesia juga berlandaskan asas-asas hukum perdata. Asas hukum perdata adalah landasan undang-undang yang lebih mengutamakan kepentingan pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan.

1) Asas perjanjian

Asas ini mengandung makna bahwa setiap pengangkutan diadakan dengan perjanjian antara pihak perusahaan pengangkutan dengan penumpang atau pemilik barang.

2) Asas koordinatif

Asas ini mengandung makna bahwa pihak-pihak dalam pengangkutan mempunyai kedudukan setara atau sejajar, tidak ada pihak yang mengatasi atau membawahi yang lain.

3) Asas campuran

(9)

4) Asas retensi

Asas ini mengandung makna bahwa pengangkut tidak menggunakan hak rentensi (hak menahan barang). Pengangkut hanya berkewajiban menyimpan barang atas biaya pemiliknya. 5) Asas pembuktian dengan dokumen

Berarti bahwa setiap pengangkutan selalu dibuktikan dengan dokumen pengangkutan. Tidak ada dokumen pengangkutan berarti tidak ada perjanjian pengangkutan.

Kereta api sebagai salah satu moda transportasi memiliki karakteristik dan keunggulan khusus, terutama dalam kemampuannya untuk mengangkut baik orang maupun barang secara massal, menghemat energi, mempunyai keamanan yang tinggi, serta lebih efisien waktu dibandingkan dengan moda transportasi jalan untuk angkutan jarak jauh dan yang padat lalu lintasnya.

Kemudian daripada itu penyelenggaraan sistem transportasi nasional yang merupakan bagian tak terpisahkan dari perkeretaapian didasarkan kepada asas– asas yang terdapat pada Pasal 2 UUKA, sebagai berikut :

a. Asas manfaat

(10)

b. Asas keadilan

Adalah bahwa perkeretaapian harus dapat memberi pelayanan kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau serta memberi kesempatan berusaha dan perlindungan yang sama kepada semua pihak yang terlibat dalam perkeretaapian.

c. Asas keseimbangan

Adalah bahwa perkeretaapian harus diselenggarakan atas dasar keseimbangan antara sarana dan prasarana, kepentingan pengguna jasa dan penyelenggara, kebutuhan dan ketersediaan, kepentingan individu dan masyarakat, antardaerah dan antarwilayah, serta antara kepentingan nasional dan internasional.

d. Asas kepentingan umum

Adalah bahwa perkeretaapian harus lebih mengutamakan kepentingan masyarakat luas daripada kepentingan perseorangan atau kelompok dengan memperhatikan keselamatan, keamanan, kenyamanan, dan ketertiban.

e. Asas keterpaduan

(11)

Adalah bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus berlandaskan kepercayaan diri, kemampuan dan potensi dalam negeri, serta sumber daya manusia dengan daya inovasi dan kreativitas yang bersendi pada kedaulatan, martabat, dan kepribadian bangsa.

g. Asas transparansi

Adalah bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus memberi ruang kepada masyarakat luas untuk memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur sehingga masyarakat mempunyai kesempatan berpartisipasi bagi kemajuan perkeretaapian. h. Asas akuntabilitas

Adalah bahwa perkeretaapian harus didasarkan pada kinerja yang terukur, dapat evaluasi, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

i. Asas berkelanjutan

Adalah bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus dilakukan secara berkesinambungan, berkembang, dan meningkat dengan mengikuti kemajuan teknologi dan menjaga kelestarian lingkungan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.

(12)

orang) yang dipercayakan kepadanya oleh pengirim untuk disampaikan kepada penerima dan pengangkut juga memiliki tanggung jawab terhadap penumpang sampai ditempat tujuan yang telah disepakati dengan selamat.

Penegak hukum merupakan salah satu usaha untuk mencapai atau menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat baik itu merupakan usaha pencegahan maupun pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum, dengan perkataan lain baik secara preventif maupun represif. Oleh karena itu untuk melaksanakan penegakan hukum tersebut dibutuhkan perlindungan hukum bagi penumpang ataupun konsumen.

Perlindungan hukum adalah suatu hal yang wajib diberikan oleh aparat penegak hukum bagi masyarakat. Perlindungan hukum ini merupakan sarana untuk melindungi hak seseorang ketika hak tersebut terabaikan yang nantinya akan memberikan keadilan bagi masing-masing pihak. Perlindungan hukum ini juga menjadi hal yang sangat dibutuhkan agar terjalin hubungan yang sepadan dan adil antara pihak penyelenggara pengangkutan dengan pihak pengguna jasa pengangkutan.

(13)

Pengangkutan merupakan bidang yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat yang membantu perkembangan pembangunan nasional. Pengangkutan mempunyai peran dalam memperlancar arus barang dan lalu lintas orang yang timbul sejalan dengan perkembangan masyarakat sehingga menjadikan pengangkutan sebagai suatu kebutuhan bagi masyarakat. Dengan adanya angkutan kereta api memudahkan masyarakat melakukan segala kegiatan perjalanannya dengan waktu yang efisien.

Dalam pengangkutan, penumpang adalah orang yang berada di dalam suatu alat pengangkut. Penumpang dalam pengangkutan kereta api adalah setiap orang atau badan hukum yang menggunakan jasa pengangkutan kereta api, baik pengangkutan orang maupun barang. Penumpang tersebut mengikatkan dirinya ketika ia telah membayar tiket atau ongkos pengangkutan yang akan mengangkutnya dari tempat semula sampai turun di tempat tujuan dengan keadaan selamat. Tiket yang dibayarkan oleh penumpang tersebut menjadi syarat dalam perjanjian pengangkutan, namun bukan berarti menjadi syarat mutlak sebab tidak adanya tiket penumpang berarti tidak ada perjanjian pengangkutan.

Maka penumpang angkutan kereta api yang telah melakukan pembayaran tarif dan memiliki tiket telah mendapat jaminan hukum atas keselamatannya jika kalau pengangkut tidak dapat melakukan kewajibannya dalam pengangkutan, yakni mengangkut penumpang dari tempat semula ke tempat tujuan yang diperjanjikan.

(14)

tanda bukti perjanjian pengangkutan, sehingga ketika hak penumpang terabaikan atau terjadi hal-hal yang merugikan penumpang, penumpang mempunyai jaminan berupa perlindungan hukum yang diberikan oleh pihak pengangkut. Ketika penumpang telah membayar ongkos atau tarif pengangkutan maka penumpang berhak mendapatkan hak difasilitasi atau dilayani oleh pihak pengangkut.

Perlindungan hukum terhadap penumpang tidak ada secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Hanya diatur tentang hak-hak yang harus diterima penumpang saja. Namun bentuk perlindungan yang diberikan Undang-Undang ini terhadap penumpang yakni melalui asuransi dan ganti kerugian terhadap penumpang yang mengalami kerugian terhadap fisik maupun barang atau harta benda.

Asas-asas diselenggarakannya perlindungan terhadap penumpang tidak jauh berbeda dengan asas perlindungan konsumen, hal ini dikarenakan penumpang juga dikatakan sebagai konsumen pengguna jasa suatu alat angkut.

Sedangkan berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional sesuai dengan apa yang tercantum dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.44

Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 menyebutkan bahwa Perlindungan Konsumen penumpang diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 asas tersebut, yaitu :

44

(15)

1. Asas Manfaat, yaitu bahwa segala upaya untuk menyelenggarakan perlindungan penumpang harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan penumpang dan pelaku usaha/pengangkut secara keseluruhan.

2. Asas Keadilan, yaitu bahwa dalam penyelenggaraan pengangkutan pihak pengangkut dan pihak penumpang mempunyai hak dan kewajiban, sehingga diharapkan kedua belah pihak ini dapat memperoleh hak dan kewajiban yang berimbang.

3. Asas Keseimbangan, yang dimaksud dengan asas ini ialah bahwa kedudukan pihak pengangkut dengan pihak penumpang adalah sama tinggi sama rendahnya. Tidak ada pihak yang lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan pihak lainnya, sehingga terwujud perlindungan yang lebih berimbang tidak ada yang lebih dilindungi.

4. Asas Keamanan dan keselamatan penumpang, bahwa perlindungan penumpang memberikan keamanan dan keselamatan penumpang saat penumpang mengalami kerugian ketika pengangkutan sedang berlangsung,

(16)

Perlindungan terhadap penumpang bukan hanya harus berdasarkan pada beberapa asas di atas, namun juga harus diketahui apa yang menjadi tujuan adanya perlindungan terhadap penumpang tersebut.

Tujuan perlindungan terhadap penumpang yang juga dapat memberikan manfaat bagi penumpang tersebut antara lain, sebagai berikut:

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian penumpang untuk melindungi diri;

2. Meningkatkan pemberdayaan penumpang dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai penumpang;

3. Menumbuhkan kesadaran terhadap penyelenggara pengangkutan mengenai pentingnya perlindungan penumpang sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam melaksanakan pengangkutan;

4. Mengangkat harkat dan martabat penumpang dengan menghindarkannya dari ekses negatif pengguna barang dan/atau jasa;

5. Menciptakan sistem perlindungan terhadap penumpang yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.

(17)

kepastikan hukum bagi hak dan kewajiban mereka. Perlindungan hak penumpang timbul karena penumpang memiliki atau membeli tiket perjalanan kereta api.

C. Aspek-aspek Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Dalam

Kegiatan Transportasi Kereta Api

Perlindungan hukum merupakan salah satu upaya hukum yang diberikan pihak pengangkut untuk mengantisipasi apabila terjadi kerugian terhadap penumpang selama proses pengangkutan berlangsung.

Penumpang dapat diartikan seseorang (individu) dan satu perusahaan (kelompok) yang menggunakan jasa angkutan untuk suatu perjalanan tertentu dengan menggeluarkan sejumlah uang sebagai imbalan bagi pengangkut.

Perlindungan terhadap penumpang dapat dilihat dari beberapa sisi, antara lain sebagai berikut:

1. Perlindungan hukum terhadap barang angkutan berupa benda, dimana apabila terjadi kerugian terhadap barang tersebut perlindungan hukumnya adalah ganti kerugian atas kerusakan yang disebabkan oleh pihak pengangkut berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya.

(18)

Aspek atau hal-hal yang perlu dilindungi dalam transportasi kereta api sama halnya juga dengan aspek atau hal-hal yang dilindungi dalam alat transportasi lainnya. Dimana perlindungan hukum yang diberikan kepada penumpang harus memperhatikan aspek-aspek yang harus dilindungi.

Adapun aspek-aspek perlindungan hukum bagi penumpang adalah sebagai berikut :

1. Aspek keselamatan

Aspek keselamatan menjadi aspek yang utama yang harus dijamin oleh pihak penyelenggara angkutan atau penyelenggara transportasi kereta api. Pihak penumpang berhak untuk mendapatkan jaminan keselamatan dalam sebuah penyelenggaran angkutan. Aspek keselamatan tersebut berkaitan dengan keadaan fisik kereta api tersebut serta pemeliharaannya sehingga terpenuhilah suatu persyaratan bagi kereta api tersebut agar dapat dijalankan atau dioperasikan. Selain daripada itu aspek keselamatan ini juga berkaitan dengan sumber daya manusianya yang terlibat dalam proses penyelenggaraan angkutan tersebut.

Dengan adanya keselamatan dalam suatu perjalanan maka terpenuhilah tujuan penyelenggaraan kereta api yang selamat, aman, nyaman, tertib, cepat dan lancar, tertib dan teratur (Pasal 3 UUKA).

(19)

Keamanan dalam suatu perjalanan adalah suatu keadaan yang memberikan perlindungan atau jaminan kepada penumpang dari tindakan-tindakan yang dapat merugikan penumpang maupun pihak penyelenggara. Keamanan dalam suatu perjalanan tersebut maksudnya adalah aman dari berbagai jenis gangguan, baik gangguan dari luar maupun dari dalam atau bahkan baik pengguna teknis maupun non teknis. Dalam mewujudkan aspek keamanan ini, pihak angkutan kereta api wajib menjamin keamanan setiap penumpangnya selama perjalanan kereta berlangsung.

3. Aspek pelayanan

Aspek pelayanan ini sebagai indikator bagi calon penumpang yang akan menggunakan angkutan kereta api. Dimana pelayanan ini memberikan dampak positif bagi pihak pengangkut. Ketika seorang penumpang telah membayar tiket angkutan maka ia berhak mendapatkan pelayanan yang sesuai dari pihak pengangkut. Maka dari itu pihak pengangkut harus mengatur dengan baik masalah pembelian tiket hingga penentuan tempat duduk agar tidak ada dua penumpang duduk dalam satu tempat duduk atau agar displin tidak terjadi perebutan tempat duduk.

4. Aspek penentuan tarif atau ongkos

(20)

dijadikan pilihal oleh penumpang. Besarnya tarif biasanya sesuai dengan tingkat pelayanan atau fasilitas yang akan diterima oleh penumpang. Angkutan kereta api railink merupakan angkutan kereta api yang menetapkan tarif yang relatif tinggi/mahal tetapi sesuai dengan fasilitas yang diberikan oleh pihak pengangkut. Hal ini dikarenakan penumpang kereta api railink sebagian besar adalah golongan menengah keatas.

5. Aspek perjanjian pengangkutan

Salah satu unsur terpenting dalam rangka memberikan perlindungan penumpang transportasi kereta api adalah menyangkut aspek perjanjian pengangkutan. Dalam proses pengangkutan, pihak pengangkut memberikan tiket kepada penumpang sebagai tanda bukti bahwa terjadi suatu perjanjian antara kedua belah pihak, dimana tiket yang diberikan pihak pengangkut dalam bentuk yang telah baku atau yang dikenal dengan perjanjian standard. Oleh karena tiket sebagai tanda bukti adanya suatu perjanjian maka haruslah ada jaminan bahwa adanya keseimbangan hak dan kewajiban diantara para pihak, baik pengangkut maupun penumpang.

6. Aspek perlindungan melalui asuransi

(21)

perjalanan kereta api, salah satunya mengasuransikan resiko tanggung jawab terhadap penumpang. Di Indonesia dikenal adanya asuransi wajib jasa raharja dimana asuransi ini yang membayar adalah penumpang itu sendiri melalui tiket yang dibayarkannya kepada pihak pengangkut dan pihak pengangkut hanyalah bertindak sebagai pihak pemungut saja. 7. Aspek pengajuan klaim

Kecelakaan tidak dapat dihindari dan dapat terjadi dalam suatu penyelenggaraan pengangkutan atau kegiatan perjalanan yang menimbulkan kerugian bagi penumpang. Oleh karena itu diperlukan perlindungan bagi penumpang, yaitu adanya prosedur pengajuan klaim yang mudah, cepat dan memuaskan. Maka dengan demikian penumpang atau ahli warisnya yang sudah jelas haknya tidak susah payah dan membayar biaya yang cukup mahal untuk mengajukan klaim. Biasanya penyelesaian yang digunakan dalam hal ini adalah penyelesaian sengketa diluar pengadilan karena dianggap lebih mudah dan tidak memerlukan waktu lama.

(22)

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENUMPANG

KERETA API PENGGUNA ANTARAMODA TRANSPORTASI UDARA

A.Tanggung Jawab PT.Railink Terhadap Penumpang Kereta Api

Dalam hukum pengangkutan, dikenal adanya prinsip-prinsip tanggung jawab di bidang angkutan. Prinsip-prinsip tanggung jawab ini berkaitan dengan tanggung jawab pengangkut untuk membayar ganti kerugian kepada pengguna jasa atau penumpang. Prinsip-prinsip tersebut antara lain, yaitu:45

1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan atas kesalahan (fault liability)

Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan ini diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang mengatur ketentuan tentang perbuatan melawan hukum. Prinsip tanggung jawab atas kesalahan ini merupakan tanggung jawab yang harus dibuktikan oleh pihak yang menuntut ganti kerugian dalam ini adalah penumpang bahwa benar tanggung jawab yang harus dilaksanakan pihak pengangkut tersebut sebagai akibat dari kelalaian atau ketidak hati-hatian pihak pengangkut.

Setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaran pengangkutan harus bertanggung jawab membayar segala kerugian yang timbul akibat kesalahan itu.

45

(23)

Pada pengangkutan kereta api, penyelenggara sarana perkeretaapian bertanggung jawab terhadap penumpang yang mengalami yang disebabkan oleh pengoperasian pengangkutan kereta api.

2. Tanggung jawab karena praduga (presumption liability)

(24)

3. Tanggung jawab mutlak (absolute liability)

Menurut prinsip ini, pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut. Prinsip ini tidak mengenal beban pembuktian, unsur kesalahan tidak perlu dipersoalkan. Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan apapun yang menimbulkan kerugian itu. Prinsip ini dapat dirumuskan bahwa, pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul karena peristiwa apapun dalam penyelenggaraan pengangkutan ini.

Dengan demikian, bahwa dalam hukum pengangkutan Indonesia prinsip tanggung jawab karena kesalahan dan karena praduga kedua-duanya dianut. Tetapi prinsip tanggung jawab karena kesalahan adalah asas, sedangkan prinsip tanggung jawab karena praduga adalah pengecualian. Artinya pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam penyelenggaraan pengangkutan, tetapi jika pengangkut berhasil membuktikan bahwa ia tidak bersalah, maka ia dibebaskan dari tanggung jawab.

(25)

prinsip ini digunakan maka di dalam perjanjian pengangkutan harus dinyatakan dengan tegas, misalnya di dokumen pengangkutan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 157 dan 158 UUKA bahwa penyelenggara kereta api wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap pengguna jasa (penumpang) yang mengalami kerugian, luka-luka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh pengoperasian pengangkutan kereta api.

Penyelenggara pengangkutan, dalam hal ini pihak PT.Railink haruslah bertanggung jawab atas penumpang dan/atau barang yang diangkutnya ke tempat tujuan. Dalam pengangkutan penumpang haruslah berdasarkan perjanjian pengangkutan yang telah mereka sepakati sebelumnya yaitu dengan penumpang yang membeli tiket perjalanan. PT. Railink sebagai pihak pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang dialami penumpang pada saat proses pengoperasian kereta api atau pada saat perjalanan kereta api sedang berlangsung.

Dalam pengangkutan yang diselenggarakan oleh PT. Railink tidak hanya tanggung jawab berupa asuransi terhadap penumpang saja yang diberikan. Namun PT. Railink yang selanjutnya disebut sebagai pihak pengangkut juga mempunyai tanggung jawab antara lain, sebagai berikut :

1. Pengangkut kereta api, berdasarkan perjanjian pengangkutan bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh penumpang dalam jangka waktu pengangkutan.

(26)

3. Penumpang yang terlambat masuk kereta api, tidak mempunyai hak untuk mendapat ganti harga karcis.

4. Penumpang tidak berhak untuk mendapat kembali harga karcis bila dia salah masuk kereta api yang lain.

Tanggung jawab hukum PT. Railink sebagai penyelenggara perkeretaapian, dibagi menjadi dua yaitu tanggung jawab penyelenggara prasarana perkeretaapian dan penyelenggara sarana perkeretaapian.

Dalam Pasal 87 UUKA, tanggung jawab penyelenggara prasarana perkeretaapian menyatakan bahwa :

1. Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian bertanggung jawab kepada penyelenggara sarana perkeretaapian dan pihak ketiga atas kerugian sebagai akibat kecelakaan yang disebabkan kesalahan pengoperasian prasarana perkeretaapian

2. Tanggung jawab penyelenggara prasarana perkeretaapian kepada penyelenggara sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan perjanjian kerja sama penyelenggara prasarana perkeretaapian dan penyelenggara sarana perkeretaapian

3. Penyelenggara prasarana perkeretaapian bertanggung jawab kepada pihak ketiga atas kerugian harta benda, luka-luka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh penyelenggaraan prasarana perkeretaapian

(27)

dunia yang disebabkan oleh penyelenggaaran prasarana perkeretaapian

5. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata dialami

Tanggung jawab penyelenggara sarana perkeretaapian terhadap penumpang diatur dalam Pasal 157 UUKA yang menyatakan :

1. Penyelenggara sarana perkeretaapian bertanggung jawab terhadap pengguna jasa yang mengalami kerugian, luka-luka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api 2. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak

pengguna jasa diangkut dari stasiun asal sampai dengan stasiun tujuan yang disepakati

3. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata dialami

4. Penyelenggara sarana perkeretaapian tidak bertanggung jawab atas kerugian, luka-luka, atau meninggalnya penumpang yang tidak disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api.

Dalam keadaan tertentu, PT. Railink dapat dibebaskan dari tanggung jawab penyelenggaraan pengangkutan, yaitu dalam hal pengangkutan itu terhalang karena force majeur. Force majeur dimaksudkan bahwa meskipun pengangkut telah menjalankan segala usaha yang sepatutnya dapat diharapkan daripadanya untuk mencegah atau menghindari kerugian, tetapi kerugian itu tetap terjadi.46

46

(28)

Penyelenggara prasarana perkeretaapian tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh penyelenggara sarana perkeretaapian dan/atau pihak ketiga yang disebabkan oleh pengoperasian prasarana perkeretaapian apabila pihak yang berwenang menyatakan bahwa kerugian bukan disebabkan kesalahan pengoperasian prasarana perkeretaapian dan/atau terjadi keadaan memaksa diatur dalam Pasal 88 UUKA.

Pasal 166 dan 167 UUKA menyatakan bahwa mewajibkan penyelenggara prasarana dan sarana perkeretaapian mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap pengguna jasa. Besarnya nilai pertanggungan harus sama dengan nilai ganti kerugian yang diberikan kepada pengguna jasa yang menderita kerugian akibat pengoperasian kereta api.

Penyelenggara sarana perkeretaapian yang tidak mengasuransikan tanggung jawabnya dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin operasi atau pencabutan izin operasi.

Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib mengasuransikan sarana perkeretaapian dan awak sarana perkeretaapian juga kerugian yang diderita oleh pihak ketiga sebagai akibat pengoperasian angkutan kereta api.

Penyelenggara prasarana dan sarana perkeretaapian berhak menuntut ganti kerugian kepada pihak yang menimbulkan kerugian terhadap prasarana perkeretaapian, sarana perkeretaapian dan orang yang dipekerjakan.

(29)

juga penyebab atau faktor kesalahannya. Kerugian yang dialami oleh penumpang haruslah karena kesalahan pihak pengangkut dan kesalahan itu terjadi selama perjalanan kereta api atau dalam proses pengoperasian pengangkutan.

Penumpang juga harus mampu memperlihatkan tiketnya kepada pihak pengangkut sebagai bukti bahwa ia benar sebagai penumpang kereta api railink yang berhak mendapatkan perlindungan hukum. Apabila kerugian yang dialami oleh penumpang tidak disebabkan dari pihak pengangkut, maka PT. Railink tidak harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Pengangkut dapat menentukan dalam perjanjian bahwa pengangkut tidak bertanggung jawab atas kehilangan atau kerusakan barang bawaan penumpang, kecuali terbukti bahwa kerusakan atau kehilangan barang bawaan penumpang tersebut disebabkan oleh kesalahan pengangkut atau kelalaian karyawannya. Pihak pengangkut bertanggung jawab sepenuhnya atas keselamatan penumpang, yaitu sejak penumpang berada di atas kereta api dari suatu stasiun asal ke stasiun tujuan.

(30)

Hambatan atau kesulitan yang dialami dalam proses pengangkutan dapat berasal dari dalam maupun luar. Hambatan dari dalam antara lain sebagai berikut:

1. Kepadatan arus lalu lintas kereta api sehingga perlu menunggu berlintasan dengan kereta api.

2. Kerusakan rel kereta api di tempat tertentu.

3. Tabrakan dengan kendaraan umum pada lintasan rel dan jalan raya yang tidak ada palangnya.

Tidak hanya itu, kerusakan alat pengangkut sebagai akibat tidak dirawat secara rutin juga dapat menjadi hambatan pengangkutan yang menyebabkan perjalanan menjadi tertunda atau bahkan berhenti di tengah perjalanan.

Sedangkan hambatan yang berasal dari luar berupa bencana alam seperti gempa bumi, tanah longsor dan sebagainya. Selain itu adanya pelemparan oleh masyarakat saat kereta api sedang berjalan juga merupakan hambatan proses penyelenggaraan kereta api.

(31)

Resiko dalam proses pengoperasian pengangkutan dapat terjadi kapan saja. Persoalan yang sering terjadi adalah siapakah yang bertanggung jawab atas segala resiko dan kerugian yang disebabkan karena keadaan memaksaa. Ketika kerugian atau resiko terjadi karena keadaan memaksa atau sering terjadi karena bencana alam, maka yang bertanggung jawab tetaplah pihak pengangkut.

Jaminan atas keselamatan penumpang ditutup asuransinya oleh pihak pengangkut kepada perusahaan asuransi kerugian dengan membayar premi yang penumpang ia bayarkan melalui pembelian tiket. Premi tersebut dipungut dari penumpang, premi tersebut ditambahkan dengan harga karcis.

PT. Railink sebagai pihak pengangkut bertanggung jawab atas keselamatan penumpang, yaitu sejak penumpang berada di atas kereta api dari suatu stasiun asal ke stasiun tujuan. Serta terhadap penumpang yang mengalami kertelambatan kereta karena tidak sesuainya jadwal keberangkatan, tentunya penumpang tersebut haruslah memenuhi syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pihak pengangkut.

B. Ketentuan Hukum Mengenai Pemberian Ganti Rugi Bagi Penumpang

Kereta Api

Hukum sebagai seperangkat aturan yang berfungsi sebagai alat untuk mengidentifikasi dan menyesuaikan berbagai kepentingan masyarakat yang saling bersinggungan dengan mengupayakan timbulnya benturan dan kerugian yang seminimal mungkin.47 Dengan kata lain hukum sebagai alat penyelesaian berbagai permasalahan dalam masyarakat, artinya eksistensi Undang–Undang diharapkan

47

(32)

tidak hanya melindungi masyarakat umum sebagai penumpang tetapi juga sebagai alat untuk meminimalisir terjadinya kerugian akibat terjadinya benturan antara pihak pengangkut dan penumpang sebagai akibat dari adanya kelalaian pihak pengangkut.

Wujud tanggung jawab pihak pengangkut adalah ganti rugi, dimana ketentuan tanggung jawab pengangkut inilah yang dapat dijadikan sebagai instrumen melindungi hak konsumen atau penumpang kereta api bandara.

Perlindungan hukum merupakan sarana untuk melindungi hak seseorang ketika hak tersebut terabaikan yang nantinya akan memberikan keadilan bagi masing-masing pihak. Maka dari itu tidaklah hak tersebut dapat terpenuhi tanpa adanya kewajiban terlebih dahulu.

Hak dan Kewajiban Konsumen tersebut antara lain: 1. Hak Konsumen

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. Hak untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujut mengenai kondisi barang atau penggunaan jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

(33)

f. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

g. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

2. Kewajiban konsumen :

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan; b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau

jasa;

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Secara umum prinsip tanggung jawab dalam hukum terkait dengan tuntutan ganti rugi yang dialami konsumen atau penumpang sebagai akibat adanya kelalaian pihak pengangkut yang didasarkan pada tuntutan ganti kerugian berdasarkan tidak terpenuhinya prestasi yang seharusnya dipenuhi oleh pihak pengangkut dan tuntutan ganti kerugian berdasarkan kesalahan dari pihak penumpang. Sehingga apabila kesalahan pihak penumpang yang dirugikan tidak dapat membuktikan kesalahan dari pihak pengangkut maka tidak dapat menuntut ganti kerugian dengan alasan tidak terpenuhinya prestasi.

(34)

dirugikan berhak menuntut haknya dan pihak pengangkut wajib mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang.

PT. Railink (Persero) sebagai anak perusahaan dari PT. Kereta Api Indonesia dalam hal ini memberikan ganti kerugian tunduk pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Bahwa kerugian yang diderita oleh penumpang yang merupakan kesalahan dari pihak pengangkut akan menjadi tanggung jawab pihak pengangkut yaitu PT. Railink.

Dalam Pasal 170 UUKA menyatakan bahwa Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian dan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian berhak menuntut ganti kerugian kepada pihak yang menimbulkan kerugian terhadap prasarana perkeretaapian, sarana perkeretaapian, dan orang yang dipekerjakan.

Untuk mendapatkan perlindungan dari pihak PT. Railink, tentunya ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh penumpang untuk mengklaim haknya. Syarat utama yang harus dipersiapkan oleh penumpang ialah dengan menunjukkan karcis atau tiket kereta api bandara yang telah ia beli sebelum perjalanan kereta api bandara dilakukan. Dengan adanya tiket tersebut maka penumpang mendapatkan hak untuk dilindungi.

Adapun Syarat dan Ketentuan yang ditetapkan oleh PT. Railink (Persero), yaitu :48

1) Penumpang Kereta Api Bandara diwajibkan untuk berangkat dari Stasiun Kereta Api di Medan menuju ke Stasiun Kereta Api di Bandara Kuala

48

(35)

Namu minimum dua jam sebelum jadwal keberangkatan pesawat domestik dan tiga jam untuk keberangkatan internasional;

2) Apabila pembelian tiket Kereta Api Bandara kurang dari 2 jam sebelum jadwal keberangkatan pesawat, maka resiko keterlambatan keberangkatan pesawat ditanggung oleh Penumpang;

3) Penumpang diperbolehkan masuk ke ruang tunggu keberangkatan paling cepat 30 menit sebelum keberangkatan kereta;

4) Struk pembelian ini merupakan bukti pembayaran yang sah. Apabila tiket Kereta Api Bandara dan RFID Tiket Kereta Api Bandara Anda hilang maka tiket dianggap hangus dan Anda wajib membeli tiket baru;

5) Perubahan jadwal tiket keberangkatan akan dikenakan biaya administrasi sebesar 25 % dari harga tiket paling lambat 30 menit sebelum keberangkatan;

6) Perubahan jadwal hanya dapat dilakukan apabila tempat duduk pada Kereta Api Bandara masih tersedia;

7) Pembatalan hanya dapat dilakukan paling lambat 30 menit sebelum jadwal keberangkatan kereta, dikenakan biaya administrasi sebesar 25 % dari harga tiket. Proses pengembalian biaya tiket 30 s/d 45 hari kerja;

8) Pembelian setiap tiket berlaku untuk satu jadwal keberangkatan sesuai jadwal yang tertera di struk pada tiket & tidak berlaku untuk jadwal berikutnya;

(36)

10) Berat dan volume bagasi kabin kereta untuk setiap penumpang maksimum 20 kg dengan volume maksimum 100 dm3;

11) Mohon periksa kembali tiket Kereta Api Bandara Anda (tanggal dan jam keberangkatan), serta uang kembalian, keluhan setelah meninggalkan loket tidak akan dilayani;

12) Tarif sudah termasuk tanggunga asuransi;

13) Semua perjalanan Kereta Api adalah tanpa asap rokok, tidak diperkenankan merokok di seluruh rangkaian Kereta Api Bandara dana tau di tempat-tempat yang terhitung;

14) Dilarang membawa makanan dan minuman di dalam Kereta Api Bandara; 15) Dilarang makan dan minum selama perjalanan;

16) Tiket promosi (Tiket dengan kode sub class X, Y dan Z) tidak dapat dibatalkan, ataupun dilakukan perubahan data terhadapnya;

17) Untuk syarat dan ketentuan lebih lengkap silakan kunjungi http://www.railink.co.id

Maka penumpang kereta api bandara harus mengikuti tata cara yang telah ditetapkan oleh Pihak Railink, Karena dengan mengikuti tata cara yang ada pada Railink barulah penumpang dapat menuntut ganti rugi apabila haknya terabaikan.

C. Bentuk Ganti Rugi yang Diberikan PT. Railink bagi Penumpang Kereta

Api

(37)

adalah sebagai akibat penerapan klausula dalam perjanjian, yang merupakan ketentuan hukum yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak dengan asas pacta sunt servanda.49 Yang menyatakan bahwa perjanjian merupakan Undang–Undang bagi pihak yang membuatnya (mengikat).

Tuntutan ganti kerugian yang dapat dilakukan oleh setiap pihak yang dirugikan, walaupun tidak pernah terdapat hubungan perjanjian diantaranya. Dengan demikian pihak ketigapun dapat menuntut ganti kerugian. Kerugian akibat keterlambatan pemberangkatan kereta api biasanya disebabkan oleh masalah teknis kereta api ataupun masalah diluar teknis. Pihak pengangkut tidak bertanggung jawab terhadap kerugian akibat ketinggalan kereta api bandara karena kesalahan penumpang.

Bentuk ganti kerugian PT. Railink oleh penumpang terhadap keterlambatan kereta api bandara adalah berupa kompensasi, dimana kompensasi merupakan segala sesuatu yang diterima penumpang, dapat berupa fisik maupun non fisik dalam upaya perusahaan untuk memperolehkeseimbangan/mengurangi kekecewaan dari suatu kejadian sehingga terbentuk kepuasan pelanggan.

Kompensasi diberikan pada setiap calon penumpang atau penumpang terhadap pengguna jasa kereta api bandara, yang mengakibatkan calon penumpang terlambat berangkat, atau tiba di tujuan kereta api bandara, atau tidak dijalankannya kereta api bandara (batal diberangkatkan) yang mengakibatkan kerugian bagi penumpang.

49

(38)

Maka dari itu PT.Railink (Persero) membuat Standar Prosedur Operasi Pemberian Pelayanan Kompensasi ( Standard Operation Procedure for Service Recovery) untuk dijadikan sebagai pedoman dalam pemberian kompensasi yang tertuang dalam Keputusan Direksi PT. Railink Nomor SKEP/DIR/26/VII/2014 yang ditetapkan tanggal 14 Juli 2014.

Adapun Service Recovery merupakan kompensasi dalam bentuk pelayanan tambahan yang diberikan 1 (satu) kali atau lebih secara cuma–cuma kepada penumpang kereta api yang secara kumulatif melebihi batasan waktu minimal keterlambatan. Bahwa yang dikategorikan keterlambatan dalam kereta api bandara adalah tidak terpenuhinya jadwal yang ditetapkan karena berbagai faktor penyebab.

Pembuatan ketentuan ini bertujuan untuk memberikan acuan dalam memberikan kompensasi atau layanan untuk mengurangi kekecewaan penumpang bila terjadi keterlambatan disebabkan adanya gangguan di perjalanan kereta api bandara.

Kebijakan umum Standar Prosedur Operasi Pemberian Pelayanan Kompensasi ( Standard Operation Procedure for Service Recovery ), yaitu :50

a. Pemberian pelayanan kompensasi dapat diberikan berupa makanan/minuman, penggantian biaya ataupun penggantian moda transportasi, dengan ketentuan apabila keterlambatan kereta >30 menit maka diberikan air mineral.

50

(39)

b. Apabila Kereta Api Bandara mengalami gangguan teknis dan tidak dapat melanjutkan kembali perjalanannya, maka penumpang harus dipindahkan ke kereta api lain atau moda transportasi lain.

c. Jika penumpang mengalami keterlambatan kereta yang mengakibatkan penumpang mengalami keterlambatan keberangkatan pesawat, maka pihak PT. Railink akan menggantikan biaya atau jadwal tiket pesawat, dimana hal ini hanya bersifat kebijakan yang dilakukan oleh PT. Railink.

d. Biaya yang nantinya dikeluarkan untuk pelayanan kompensasi diambil dari uang modal kasir masing-masing stasiun atas seijin Direktur Utama PT. Railink.

(40)

A. Kesimpulan

Dari apa yang penulis uraikan dalam bab–bab sebelumnya, maka penulis mengemukakan kesimpulan sebagai berikut :

(41)

penumpang untuk mengklaim haknya. Syarat utama yang harus dipersiapkan oleh penumpang ialah dengan menunjukkan karcis atau tiket kereta api bandara yang telah ia beli sebelum perjalanan kereta api bandara dilakukan.

3. Bentuk ganti kerugian PT. Railink oleh penumpang terhadap keterlambatan kereta api bandara adalah berupa kompensasi, dimana kompensasi merupakan segala sesuatu yang diterima penumpang, dapat berupa fisik maupun non fisik dalam upaya perusahaan untuk memperoleh keseimbangan/mengurangi kekecewaan dari suatu kejadian sehingga terbentuk kepuasan pelanggan. Bahwa ganti rugi hanya diberikan terhadap penumpang yang memiliki tiket kereta api bandara dan telah memenuhi syarat dan ketentuan sebagaimana telah ditetapkan.

B. Saran

1. Diharapkan kepada penumpang untuk menjaga dan menyimpan tiket perjalanannya hingga ia sampai pada tempat tujuan. Karena tiket tersebut merupakan bukti kepada pihak pengangkut untuk keperluan ganti rugi apabila terjadi kerugian terhadap penumpang dalam proses penyelenggaraan pengangkutan.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya bahasa pemogramman Java 2 Micro Edition (J2ME) kita dapat membuat suatu aplikasi yang dapat dijalankan pada hand phone. Dengan bahasa pemogramman tersebut penulis

Hasil penelitian ini yaitu: (1)Sebagian besar mahasiswa Universitas Nasional Pasim Bandung memiliki status sosial ekonomi keluarga tingkat atas sebesar 64,67% dan mahasiswa

Demikian pengumuman ini kami sampaikan, apabila ada peserta yang berkeberatan dengan pengumuman ini dapat menyampaikan sanggahan secara tertulis dan diterima paling

[r]

Tujuan penelitian ini adalah Untuk melihat hubungan pendidikan, penghasilan, pengetahuan dan sikap masyarakat dengan perilaku pemanfaatan MCK (Mandi, Cuci, Kakus)

Saliman, Abdul R., dkk, Esensi Hukum Bisnis Indonesia, Jakarta : Kencana, 2004 Sastrawidjaja, Man S., Hukum Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran. Utang, Bandung

OQWHPDVLRQDO 1DVLRQDO 1DVLH$DO1DVLRQDO \DQJ .RPSRQHQ\DQJGLQLODL OQWHUQDVLRQDO 7HUDNUH

2 Bahwa Judex Facti pada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam Putusan Perkara Nol0/Pailit/2012/PN.NiagaJKT.PST tertanggal 4 April 2012 telah salah