1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap individu membutuhkan rasa nyaman. Menurut Kolcaba (1992 dikutip dalam Potter & Perry, 2006) kenyamanan merupakan suatu keadaan terpenuhi dalam kebutuhan dasar manusia yang meliputi kebutuhan akan ketentraman, kelegaan dan transenden (keadaan yang melebihi masalah atau nyeri). Kebutuhan rasa nyaman ini dipersepsikan berbeda pada tiap orang. Kondisi ketidaknyamanan yang paling sering dihadapi individu adalah nyeri. Nyeri bersifat subjektif, tidak ada dua individu yang mengalami nyeri pada kejadian nyeri yang sama menghasilkan respon atau perasaan yang identik pada seorang individu (Potter & Perry, 2006).
Nyeri post operasi merupakan adanya trauma fisiologis pada individu yang terjadi akibat adanya sifat prosedur pembedahan, letak insisi dan kedalaman nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan trauma pembedahan (Smeltzer & Bare, 2002). Adapun bentuk nyeri yang dialami individu post operasi adalah nyeri akut yang terjadi adanya luka insisi pada prosedur pembedahan.
Nyeri akut merupakan nyeri untuk post operasi. Kualitas, intensitas dan durasi nyeri berkaitan dengan sifat prosedur bedah. Nyeri akut berdurasi singkat (kurang dari 6 bulan), memiliki waktu yang tiba-tiba dan terlokalisasi (Andarmoyo, 2013).
2
Jika nyeri akut tidak dapat dikontrol maka menyebabkan proses hospitalisasi pasien menjadi lama, dikarenakan pasien memfokuskan semua perhatian untuk mengatasi nyeri (Potter & Perry, 2006).
Sebagai perawat tenaga profesional yang paling banyak berinteraksi dengan klien harus mampu menangani masalah nyeri yang dialami oleh klien. Setelah pasien selesai dalam pembedahan maka pasien dirawat di ruangan intensif. Perawat memberi asuhan keperawatan kepada klien dan memberi intervensi untuk meningkatkan kenyaman klien. Perawat membantu klien dalam upaya mengontrol nyeri. Nyeri dapat dikaji dengan penilaian subyektif dan penilaian objektif. Penilaian subyektif dengan menggunakan metode wawancara dengan pasien dengan ada tidaknya gangguan pada fisik pasien. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan pasien untuk mengidentifikasi dan mengkomunikasi nyeri yang dialami. Penilaian objektif seperti pengamat perilaku pada pasien merupakan proses penilaian nyeri. Adapun perilaku dasar ketika pasien mengalami nyeri seperti pasien diam, menarik diri, mengeluh dari biasanya dan wajah terlihat kaku/ menyeringai kesakitan (Rospond, 2009).
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri yang dirasakan individu. Pengukuran subjektif nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai alat pengukur nyeri seperti visual analog, skala nyeri numerik, skala nyeri deskriptif atau skala nyeri Wong Bakers untuk anak-anak (Tamsuri, 2007).
Setiap individu mempelajari nyeri melalui pengalaman yang berhubungan langsung dengan nyeri di kehidupannya. Banyak faktor seperti pengalaman masa lalu dengan nyeri, teknik koping, motivasi untuk menahan rasa sakit dan seluruh
3
tingkat energi semua menambah variasi dalam mentoleransi nyeri dan pengalaman nyeri secara subjektif (McCaffery & Pasero,1999 dikutip dari Harahap, 2006). Ketika pasien berada dalam beberapa tingkat nyeri sudah pasti perilaku berhubungan dengan nyeri yang terjadi. Pasien yang mengalami nyeri pasti akan memperlihatkan beberapa perilaku yang dapat dilihat dan diobservasi. Perilaku ini adalah cara pasien berkomunikasi dengan lingkungan bahwa mereka sedang mengalami nyeri (Fordyce,1976 dikutip dari Harahap, 2006).
Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan verbal, perilaku, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain, atau perubahan respon terhadap lingkungan. Respon fisik meliputi perubahan keadaan umum, wajah, denyut nadi, pernafasan, suhu tubuh, sikap tubuh, dan apabila nafas semakin berat dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan syok (Smeltzer & Bare, 2002). Perawat harus mampu mengobservasi ekspresi nyeri klien pada satu atau lebih kategori respon perilaku.
Perawat memantau dan mengobservasi langsung intensitas dan perilaku nyeri setelah pasien melakukan post operasi dan dirawat diruangan intensif. Peneliti melakukan pengukuran dalam waktu yang bersamaan, karena tindakan pengukuran intensitas nyeri penentuannya secara subjektif dan pengukuran perilaku nyeri bersifat objektif, yang dapat diambil hasilnya hanya dengan observasi secara langsung terhadap pasien.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai intensitas nyeri dan perilaku nyeri pasien post operasi di RSUP Haji Adam Malik Medan.
4
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana gambaran intensitas nyeri pada pasien post operasi? 1.2.2 Bagaimana gambaran perilaku nyeri pada pasien post operasi?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Mengambarkan intensitas nyeri pada pasien post operasi di Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
1.3.2 Menggambarkan perilaku nyeri pada pasien post operasi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Praktek Keperawatan
Dalam praktek keperawatan hasil penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan perawat dalam mengidentifikasi nyeri pasien melalui intensitas dan perilaku pasien sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien post operasi rangka mempercepat proses penyembuhan sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
1.4.2 Bagi Keperawatan
Hasil penelitian ini merupakan pengkajian awal tentang intensitas dan perilaku nyeri pada pasien post operasi, maka akan dapat digunakan sebagai sumber data awal pelaksanaan peneliti selanjutnya berkaitan dengan intervensi keperawatan yang tepat diberikan kepada pasien post operasi.