Hubungan Frekuensi Makan Makanan Tertentu Dengan Kadar
Iodium Berlebih dalam Urin Anak Usia Sekolah, Ibu Hamil, dan
Wanita Usia Subur di Indonesia
Aang Sutrisna
Latar Belakang
Iodium merupakan elemen penting bagi tubuh manusia yang berubah menjadi hormon tiroid (triiodothyronine dan tiroksin) setelah penyerapan dalam kelenjar tiroid. Hormon tiroid diperlukan untuk perkembangan dan fungsi otak, terutama selama kehamilan. Gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) menyebabkan berbagai jenis penyakit seperti gondok, hipotiroidisme, keterbelakangan mental, gangguan psikosomatik, gangguan saraf pendengaran dan kretinisme.1
WHO telah menetapkan rekomendasi asupan iodium yaitu 90µg, 120µg, 150µg dan 250µg per hari untuk anak umur 0-5 tahun, 6-12 tahun, 12 tahun keatas dan untuk ibu hamil atau menyusui.2 Status iodium populasi dapat
dinilai dengan menggunakan beberapa biomarker paparan seperti kadar iodium urin (urinary iodine concentration/UIC), biomarker fungsi tiroid, dan gondok.3 UIC menjadi
biomarker pilihan untuk menilai status asupan iodium di tingkat populasi,2 karena dapat
mengukur asupan iodium terbaru, mengingat ginjal mengekskresikan lebih dari 90% dari iodium setelah 24-48 jam didalam tubuh manusia.3 Meskipun mengukur UIC
merupakan cara tidak langsung menilai fungsi tiroid, tetapi median UIC yang kurang atau berlebih dalam suatu populasi dapat memprediksi risiko yang lebih tinggi tentang adanya gangguan fungsi tiroid.
Dalam mengklasifikasikan negara menurut status asupan iodium, World Health Organization (WHO), United Nations Children's Fund (UNICEF), dan The International Council for The Control of Iodine
Deficiency Disorder (ICC-IDD)
merekomendasikan penggunaan median UIC dari survei yang representatif. Klasifikasi epidemiologi asupan iodium sebagai kurang, cukup dan berlebih bila median UIC pada anak usia sekolah dan orang dewasa <100 µg/L, 100-299 µg/L, dan ≥300 µg/L, atau bila median UIC pada ibu hamil <150 µg/L, 150-499 µg/L, dan ≥500 µg/L.4
Pada tahun 2014, negara dengan status asupan iodium ditingkat populasi dengan kategori cukup ada 112 negara, status kurang ada 29 negara, dan berlebih ada 11 negara. Selama dekade terakhir, jumlah negara iodium dengan status asupan iodium cukup, meningkat dari 67 menjadi 112.5 Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukan Indonesia termasuk kedalam negara dengan tingkat asupan iodium cukup, dimana median UIC pada anak usia 6-12 tahun adalah 215 µg/L, pada Wanita Usia Subur (WUS) 190 µg/L, Ibu Hamil 163 µg/L, dan ibu Menyusui 164 µg/L.
Persentase Penduduk Menurut Kategori Kadar Iodium Urin, Riskesdas 2013
iodium. Sedangkan proporsi asupan iodium kurang dan berlebih pada wanita usia subur yang tidak sedang hamil relatif sama.
Hubungan antara asupan iodium dan gangguan tiroid pada tingkat populasi adalah berbentuk U karena baik asupan iodium kurang maupun berlebih dapat mengganggu fungsi tiroid. Selain itu, peningkatan asupan iodium walaupun kecil pada populasi yang sebelumnya kurang iodium dapat mengubah pola penyakit tiroid.6 Data Riskesdas 2007 dan
2013 menunjukan adanya peningkatan proporsi anak usia 6-12 tahun di Indonesia dengan kadar iodium urine berlebih sementara pada kategori kurang relatif tidak berubah.
Distribusi Anak Usia 6-12 Tahun Menurut Kategori Kadar Iodium Dalam Urin, Riskesdas 2007 dan 20137
2007 2013
Kurang (<100ug/L) 13% 15%
Cukup (100-199ug/L) 28% 30%
Lebih (200-300ug/L) 37% 25%
Berisiko(>300ug/L) 22% 30%
Hasil Riskesdas 2013 juga menunjukan faktor demografi dan lingkungan yang memiliki hubungan signifikan secara statistik (nilai p < 0.05) dengan kadar iodium urin adalah status administratif desa, status ekonomi rumah tangga, hasil titrasi KIO3 (Kalium Iodat) dalam garam rumah tangga, dan dalam sumber air minum.
Gambar dibawah menunjukan indikasi adanya hubungan antara semua faktor demografi dan lingkungan dengan kadar iodium dalam urin, dimana persentase dengan status kadar iodium urin kurang semakin meningkat seiring dengan semakin rendahnya kadar iodium dalam sumber air minum dan garam rumah tangga serta status ekonomi keluarga responden, dan sebaliknya dengan kadar iodium urin berlebih.
Distribusi Kategori Kadar Iodium Urin Menurut Lokasi, Status Ekonomi, Kadar KIO3 dalam Garam
dan Air, Riskesdas 2013
Berdasarkan hasil analisis regresi berganda untuk faktor demografi dan lingkungan berupa status desa (x1), status ekonomi keluarga (x2),
kecukupan kadar iodium dalam sumber air (x3) dan dalam garam rumah tangga (x4)
sebagai variabel independen dengan kadar iodium urin (y) sebagai variabel dependen pada setiap kelompok responden menunjukan persamaan model regresi yang signifikan secara statistik sebagaimana tabel dibawah.
Persamaan Model Regresi Faktor Demografi dan Lingkungan dengan Kadar Iodium Dalam Urin,
Riskesdas 2013
Kelompok Persamaan Model Regresi
Anak 6-12 Thn
(n=1,023) y = 69 + 8(x2) + 36(x3) + 40(x4)* WUS
(n=1,783) y = 79 + 7(x2) + 22(x3) + 32(x4)* Ibu Hamil
(n=484) y = 90 + 16(x2) + 27(x4)* * Prob > F < 0.05
demografi dan lingkungan sebagai variabel independen hanya mampu menerangkan variasi kadar iodium dalam urin sebesar 5% saja. Sehingga diduga ada faktor lain yang bisa menerangkan variasi tersebut diantaranya adalah frekuensi makan makanan yang mengandung iodium.
Penelitian ini bermaksud melakukan evaluasi hubungan frekuensi makan makanan tertentu dalam 1 bulan terakhir dengan kadar iodium berlebih dalam urin pada anak usia 10-12 tahun, WUS dan Ibu Hamil dengan menggunakan data Riskesdas 2013.
Metode
Riskesdas 2013 merupakan survei cross- sectional yang bersifat deskriptif. Populasi dalam Riskesdas 2013 adalah seluruh rumah tangga di 33 provinsi, 497 kabupaten/kota. Berbagai ukuran sampling error termasuk didalamnya standard error, relative standard error, confidence interval, design effect, dan jumlah sampel tertimbang menyertai setiap estimasi variabel.
Pemeriksaan kadar iodium dalam urin dalam Riskesdas 2013 dilakukan pada 6.154 anak usia 6-12 tahun dan 13.811 Wanita Usia Subur, termasuk 578 ibu hamil7.
Makanan yang diduga menjadi sumber lain asupan iodium dan ditanyakan frekuensi konsumsinya dalam riskesdas 2013 meliputi
Makanan asin, berupa makanan yang lebih dominan rasa asin, seperti ikan asin, ikan pindang, telur asin, snack asin, makanan yang mengandung terasi, kecap, dan saos Makanan berlemak/berkolesterol/gorengan
berupa bahan makanan yang mengandung banyak lemak seperti daging berlemak, sop buntut, makanan gorengan, makanan bersantan, makanan yang mengandung banyak margarin. Sedangkan makanan yang banyak mengandung kolesterol, contoh jeroan (usus, babat), telur, udang. Makanan daging/ayam/ikan olahan dengan
pengawet, seperti daging yang melalui
proses pengolahan dan pengawetan menggunakan bahan tambahan makanan sendawa (nitrat). Biasanya mempunyai karakteristik berwarna merah. Contoh kornet, sosis, daging burger, daging asap. Makanan yang dibakar berupa makanan
yang diproses dengan cara dibakar di atas api secara langsung, contoh: sate, ayam bakar, kambing guling, ikan bakar.
Bumbu penyedap berupa Makanan yang
mengandung/menggunakan bumbu
penyedap seperti vetsin, masako dan bumbu masak lainnya
Makanan olahan dari tepung terigu berupa
mie instan, mie basah, roti dan biskuit.
Frekuensi makan makanan tersebut ditanyakan dengan bentuk interval frekuensi dalam 1 bulan terakhir yang dimulai dari tidak pernah (0), <3 kali sebulan (1), 1-2 kali seminggu (2), 3-6 kali seminggu (3), 1 kali per hari (4), dan lebih dan >1 kali per hari (5).
Metode analisis yang digunakan dalam evaluasi ini adalah analisis statistik univariate dengan chi-square (X2) sebagai uji signifikansi
statistiknya. Klasifikasi frekuensi makan makanan tertentu yang akan diuji di sederhanakan menjadi tidak sering (kategori 0
– 3) dan sering (kategori 4 dan 5), sedangkan hasil UIC dikelompokkan menjadi berlebih (≥200 µg/L pada WUS dan anak usia 6-12 tahun, dan ≥250 µg/L pada ibu hamil) dan tidak berlebih (kurang dan cukup) menurut klasifikasi epidemiologi asupan iodium dari WHO, UNICEF dan ICC-IDD. Frekuensi makan jenis makanan dengan persentase UIC berlebih yang berbeda siginifikan secara statistik kemudian di uji hubungannya dengan metode analisis regresi logistik berganda.
Hasil
10-12 tahun,13,233 WUS yang tidak sedang hamil serta 578 ibu hamil yang diperiksa kadar iodium dalam urinnya.
Distribusi Kelompok Responden Menurut Frekuensi Sering Makan Makanan Tertentu Dalam 1 Bulan
Terakhit, Riskesdas 2013
* nilai p perbedaan antara kelompok responden < 0.05
Urutan jenis makanan menurut persentase yang sering dimakan dalam 1 bulan terakhir sama pada ketiga kelompok responden, dimana bumbu penyedap adalah jenis makanan dengan persentase tertinggi dan makanan dibakar dengan persentase terendah. Walaupun demikian, ada perbedaan persentase yang signifikan secara statistik antar ketiga kelompok responden pada makanan asin, roti, biskuit, mie basah dan makanan olahan.
Secara keseluruhan, persentase UIC berlebih dari responden yang sering makan makanan berlemak/berkolesterol/gorengan (50%) dan bumbu penyedap (48%) lebih tinggi dan signifikan secara statistik dibanding yang tidak sering mengkonsumsi makanan tersebut. Makanan berlemak yang ditanyakan meliputi bahan makanan yang mengandung banyak lemak seperti daging berlemak, sop buntut, makanan gorengan, makanan bersantan, makanan yang mengandung banyak margarin, sedangkan bumbu penyedap berupa vetsin, masako dan bumbu masak lainnya. Kedua jenis makanan tersebut juga merupakan jenis makanan yang paling sering dikonsumsi oleh ketiga kelompok responden.
Persentase UIC Berlebih Menurut Kategori Frekuensi Makan Makanan Tertentu, Riskesdas 2013
Tidak
* nilai p perbedaan % UIC berlebih antara frekuensi makan < 0.05
Regresi logistik berganda kadar UIC berlebih dengan frekuensi makan makanan berlemak dan bumbu penyedap dalam 1 bulan terakhir pada semua responden menghasilkan rasio odd kadar UIC berlebih yang semakin meningkat dan signifikan secara statistik seiring dengan peningkatan frekuensi makan makanan berlemak. Hal ini menunjukan adanya hubungan yang positif antara kemungkinan UIC berlebih dengan frekuensi makan makanan berlemak. Sedangkan regresi logistik UIC berlebih dengan frekuensi makan bumbu menunjukan rasio odd yang tidak signifikan.
Rasio Odd UIC Berlebih Menurut Frekuensi Makan Makanan Berlemak dan Bumbu Penyedap 1 bulan
terakhir, Riskesdas 2013
nilai p < 0.05
Hubungan Frekuensi Makan
Makanan Tertentu dan UIC Berlebih
pada Anak Usia 10-12 tahun
Pada responden anak usia 10-12 tahun persentase UIC berlebih dari yang sering makan makanan olahan (63%) dan bumbu penyedap (55%) lebih tinggi dan signifikan secara statistik dibanding yang tidak sering mengkonsumsi kedua makanan tersebut (53% dan 49%). Makanan olahan yang dimaksud termasuk daging/ayam/ikan yang bahan tambahan makanan sendawa (nitrat) seperti kornet, sosis, daging burger, dan daging asap. Sedangkan bumbu penyedap termasuk vetsin, masako dan bumbu masak lainnya.
Frekuensi makan tujuh jenis makanan lainnya yang diuji secara univariate tidak menunjukan adanya perbedaan persentase kadar UIC berlebih yang signifikan secara statistik antara yang sering (minimal sekali setiap hari) dan tidak sering makan (tidak setiap hari) jenis makanan tersebut.
Persentase UIC Berlebih Menurut Kategori Frekuensi Makan Makanan Tertentu Pada Anak Usia 10-12
Tahun, Riskesdas 2013
* nilai P perbedaan % UIC berlebih antara frekuensi makan < 0.05
Hasil analisis regresi logistik berganda UIC berlebih dengan frekuensi makan makanan olahan dan bumbu penyedap dalam 1 bulan terakhir pada responden anak usia 10-12 tahun menunjukan adanya hubungan yang positif dan signifikan secara statistik berupa responden anak usia 10-12 tahun yang makan makanan berlemak 1 kali setiap harinya lebih
mungkin 1,6 kali (1.1 - 2.5 kali pada tingkat kepercayaan 95%) juga memiliki UIC berlebih dibanding yang tidak mengkonsumsi sama sekali dalam 1 bulan terakhir.
Rasio Odd UIC Berlebih Menurut Frekuensi Makan Makanan Berlemak dan Bumbu Penyedap Pada Anak
Usia 10-12 Tahun, Riskesdas 2013
nilai p < 0.05
Frekuensi makan 1=<3x/bulan; 2=1-2x/minggu; 3=3-6x/minggu; 4=1x/hari; 5=>1x/hari
Hubungan Frekuensi Makan
Makanan Tertentu dan UIC Berlebih
pada Wanita Usia Subur
Perbedaan yang signifikan secara statistik pada persentase UIC berlebih antara yang sering dan tidak sering mengkonsumsi makanan tertentu di responden Wanita Usia Subur hanya terjadi pada jenis makanan berlemak (49% dan 45%).
Persentase UIC Berlebih Menurut Kategori Frekuensi Makan Makanan Tertentu Pada WUS, Riskesdas 2013
Tidak
Makanan berlemak yang ditanyakan meliputi bahan makanan yang mengandung banyak lemak seperti daging berlemak, sop buntut, makanan gorengan, makanan bersantan, dan makanan yang mengandung banyak margarin.
Regresi logistik berganda kadar UIC berlebih dengan frekuensi makan makanan berlemak dalam 1 bulan terakhir pada semua wanita usia subur yang tidak sedang hamil menghasilkan rasio odd kadar UIC berlebih yang semakin meningkat dan signifikan secara statistik seiring dengan peningkatan frekuensi makan makanan berlemak. Hal ini menunjukan adanya hubungan yang positif antara UIC berlebih dengan frekuensi makan makanan berlemak.
Wanita Usia Subur yang tidak sedang hamil dan makan makanan berlemak 1-2 kali per minggu adalah 1.5 kali (1.2 – 2.0) lebih mungkin untuk juga memiliki UIC berlebih, dan kecenderungan tersebut meningkat menjadi 1.7 kali (1.3 – 2.2) pada kelompok dengan frekuensi makan makanan berlemak lebih dari 1 kali setiap harinya.
Rasio Odd UIC Berlebih Menurut Frekuensi Makan Makanan Berlemak dan Bumbu Penyedap Pada
Wanita Usia Subur, Riskesdas 2013
nilai p < 0.05
Frekuensi makan 1=<3x/bulan; 2=1-2x/minggu; 3=3-6x/minggu; 4=1x/hari; 5=>1x/hari
Hubungan Frekuensi Makan
Makanan Tertentu dan UIC Berlebih
pada Ibu Hamil
Pada responden ibu hamil persentase UIC berlebih dari yang sering makan makanan asin (41%) lebih tinggi dan signifikan secara
statistik dibanding yang tidak sering mengkonsumsinya (27%). Makanan asin yang dimaksud berupa makanan yang lebih dominan rasa asin, seperti ikan asin, ikan pindang, telur asin, snack asin, makanan yang mengandung terasi, kecap, dan saos.
Persentase UIC Berlebih Menurut Kategori Frekuensi Makan Makanan Tertentu Pada Ibu Hamil, Riskesdas
2013
Tidak
Sering Sering
Nilai p
Makanan Asin* 27% 41% 0.00
Makanan berlemak 27% 34% 0.09
Makanan olahan 30% 33% 0.76
Bumbu penyedap 32% 30% 0.72
Mie Basah 30% 29% 0.86
Mie Instan 30% 29% 0.85
Roti 30% 31% 0.89
Biskuit 30% 31% 0.94
Makanan dibakar 30% 46% 0.21
* nilai P perbedaan % UIC berlebih antara frekuensi makan < 0.05
Hasil analisis regresi logistik berganda UIC berlebih dengan frekuensi makan makanan asin dalam 1 bulan terakhir pada responden ibu hamil menunjukan adanya hubungan yang signifikan secara statistik berupa ibu yang makan makanan berlemak 1 kali setiap harinya lebih mungkin 2.9 kali (1.2 - 7 kali pada tingkat kepercayaan 95%) juga memiliki UIC berlebih dibanding yang tidak mengkonsumsi makanan asin sama sekali dalam 1 bulan terakhir.
Rasio Odd UIC Berlebih Menurut Frekuensi Makan Makanan Berlemak Pada Ibu Hamil, Riskesdas 2013
nilai p < 0.05
Kesimpulan
Secara umum, kadar Iodium yang berlebih dalam urin memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dengan frekuensi makan makanan berlemak. Sedangkan pada kelompok anak usia 10-12 tahun, wanita usia subur yang tidak sedang hamil, dan ibu hamil hubungan yang signifikan terjadi secara berurutan pada frekuensi makan makanan olahan, makanan berlemak dan makanan asin.
1 Zimmermann MB, Jooste PL, Pandav CS. Iodine-deficiency disorders. Lancet 2008; 372: 1251–62.
2 WHO, UN Children’s Fund, International Council for the Control of Iodine Defi ciency Disorders.
Assessment of iodine deficiency disorders and monitoring their elimination. A guide for programme managers, 3rd edn. Geneva: World Health Organization, 2007.
3 Zimmermann MB, Andersson M. Assessment of iodine nutrition in populations: past, present, and
future. Nutr Rev 2012; 70: 553–70.
4 Zimmermann MB, Aeberli I, Andersson M, et al. Thyroglobulin is a sensitive measure of both
deficient and excess iodine intakes in children and indicates no adverse effects on thyroid function in the UIC range of 100–299 μg/L: a UNICEF/ICCIDD study group report. J Clin Endocrinol Metab 2013; 98: 1271–80.
5 Website of the International Council for the Control of Iodine Defi ciency Disorders. ICCIDD global
network. http:// www.iccidd.org (accessed March 26, 2015).
6 Laurberg P, Jørgensen T, Perrild H, et al. The Danish investigation on iodine intake and thyroid
disease, DanThyr: status and perspectives. Eur J Endocrinol 2006; 155: 219–28.