PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keadaan alam Indonesia memungkinkan dilakukannya pembudidayaan berbagai jenis sayuran, baik yang lokal maupun yang berasal dari luar negeri. Ditinjau dari aspek agroklimatologis, Indonesia sangat potensial untuk pembudidayaan sayur-sayuran. Diantara bermacam-macam jenis sayuran yang dapat dibudidayakan tersebut, sawi merupakan sayuran yang mempunyai nilai komersial dan prospek yang cukup baik. Ditinjau dari aspek teknis, budidaya sawi tidak terlalu sulit (Rukmana, 2007 ).
Sawi termasuk tanaman sayuran daun dari keluarga Cruciferae yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Dalam 100 g sawi nilai gizinya adalah sebagai berikut: protein 2,3 g, lemak 0,3 g, karbohidrat 4,0 g, Ca 220,0 mg, P 38,0 mg, Fe 2,9 mg, vitamin A 1940 mg, vitamin B 0,09 mg dan vitamin C 102 mg, air 9 g. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran yang digemari banyak orang, namun produksinya masih tergolong rendah. Salah satu usaha untuk menaikkan produksi adalah dengan cara pemupukan (Manurung, 2011).
Produksi sawi di Sumatera Utara mengalami penurunan selama kurun waktu 5 tahun terakhir. Menurut Badan Pusat Statistik Sumatera Utara (2011) produksi sawi mulai tahun 2005 sampai 2009 mengalami penurunan. Pada tahun 2005 produksi sawi diperoleh sebanyak 79.850 ton/ha, sedangkan tahun 2009 produksi menurun menjadi 63.911 ton/ha. Beberapa penyebab penurunan produksi ini juga dikarenakan adanya pengurangan luas lahan dan banyaknya petani sawi yang beralih ke komoditi lain (Hamim, 2007).
Sebagai sayuran yang berserat, sawi baik dikonsumsi untuk memperbaiki dan memperlancar pencernaan. Rasa yang renyah, segar dengan sedikit rasa pahit membuatnya banyak dinikmati,sehingga permintaanya setiap hari sangat tinggi. Untuk memenuhi permintaan ini dapat ditingkatkan melalui penigkatan produktifitas per luas areal tanaman. Peningkatan produksi dapat ditempuh dengan cara perbaikan teknik bercocok tanam, yaitu dengan menggunakan pupuk organik (Dwi, 2006).
Peningkatan produksi sawi dapat dilakukan dengan pemupukan. Pemupukan melalui tanah dapat dilakukan dengan pupuk buatan dan pupuk alami. Berkurangnya subsidi pupuk dan banyaknya beredar pupuk majemuk alternatif membuat para petani menjadi bingung hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan petani mengenai jumlah dan jenis unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Sehingga tidaklah mengherankan bila penerapan pemupukan tidak diikuti dengan peningkatan produksi karena hanya memenuhi beberapa unsur hara makro saja, sementara unsur mikro yang lain tidak terpenuhi (Barus, 2011).
Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan sisa-sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk organik dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik da Pupuk organik mengandung banyak bahan organik daripada
kadar haranya. Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa pane
Salah satu pupuk organik yang sangat baik digunakan untuk budidaya
tanaman hortikultura yang dalam hal ini tanaman sawi adalah pupuk
kascing. Kascing adalah pupuk yang bahan asalnya berupa kotoran cacing (Lumbricus rubellus). Pupuk organik yang berkualitas baik ditandai
dengan warna hitam kecoklatan hingga hitam, tidak berbau, bertekstur remah dan
matang (C/N < 20) (Mashur, 2001)
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menguji respon pertumbuhan dan produksi sawi pakchoy terhadap pemberian pupuk organik kascing.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui respon pertumbuhan dan produksi sawi pakchoy terhadap pemberian pupuk organik kascing.
Hipotesis Penelitian
Ada interaksi antara varietas dan pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi sawi.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai sumber data untuk penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan