• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konstruksi Pemahaman Remaja Tentang Etika Komunikasi Di Media Sosial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konstruksi Pemahaman Remaja Tentang Etika Komunikasi Di Media Sosial"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah

Perkembangan Teknologi dan Informasi berkembang pesat dari waktu ke

waktu. Hal tersebut pertanda bahwa Teknologi dan Informasi menjadi sebuah

kebutuhan diera mobilitas tinggi seperti saat ini. Salah satu contoh perkembangan

Teknologi dan Informasi adalah internet yaitu sebuah teknologi berbasis jaringan

yang dapat memudahkan proses komunikasi. Kehadiran internet juga mampu

“menenggelamkan” popularitas media lain seperti media cetak dan elektronik. Internet juga menjadi media baru yang menawarkan banyak kelebihan salah

satunya adalah menyajikan informasi yang ada di media cetak dan media

elektronik dalam satu wadah. Sehingga tidak heran jika internet menjadi sebuah fenomena tersendiri dalam bidang komunikasi. Hal tersebut terlihat dari

banyaknya pengguna internet. Keberadaan internet juga ikut mendorong

perkembangan alat-alat komunikasi (ga dget) seperti telepon genggam, tablet,

komputer jinjing (laptop) yang dapat memudahkan pengguna dalam mengakses

internet kapan saja dan dimana saja.

Perkembangan internet juga didukung oleh sejumlah aplikasi yang disebut

dengan media sosial. Kini sudah beragam jenisnya seperti facebook, twitter, path,

instagram, blog dan lain sebagainya. Penggunaannya cukup mudah dan praktis

sehingga media sosial memiliki banyak peminat yang berasal dari berbagai negara

termasuk Indonesia. Pengguna media sosial di Indonesia pada tahun 2014 berada

diangka yang cukup mengejutkan dimana pengguna media sosial facebook

berjumlah 53 juta penggua twitter berjumlah 28 juta pengguna, instagram 17 juta

pengguna dan youtube berjumlah 7 juta pengguna (m.bisnis.com).

Sebuah penelitian juga dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan

Informatika didukung oleh UNICEF pada tahun 2014 menunjukkan angka yang

fantastis. Studi ini meneliti kelompok usia 10 sampai 19 tahun dengan populasi

besar dari 43,5 juta remaja. Sebanyak 80% remaja menggunakan internet untuk

mencari data dan informasi khususnya untuk tugas-tugas sekolah. Sebanyak 70%

remaja menggunakan internet untuk bertemu dengan teman online melalui

(2)

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa terdapat beberapa jenis media sosial

yang diminati oleh pengguna internet yaitu seperti facebook, twitter, youtube dan

instagram. Dalam penelitian ini, peneliti hanya membahas media sosial facebook

dan twitter saja dimana kedua media sosial ini memiliki jumlah pengguna yang

lebih banyak dibandingkan dengan jenis media sosial yang lain. Kedua jejaring

sosial tersebut merupakan produk internet yang berfungsi sebagai media

komunikasi yang dapat memperluas hubungan sosial para penggunanya hingga

mendunia. Onno Purbo (www.enetter.blogspot.com), mengatakan bahwa

sebenarnya internet dan berbagai aplikasinya merupakan media yang digunakan

untuk mengefesiensikan proses komunikasi.

Tercetusnya ide untuk melakukan penelitian tentang etika komunikasi ini

berawal dari keisengan peneliti mengamati beragam terbitan dari pengguna

facebook dan twitter. Banyak pengguna kedua media sosial tersebut menerbitkan

berbagai informasi lewat status maupun tweet yang berisi informasi yang bersifat

umum hingga bersifat pribadi (curhat, marah, bahagia dan lain-lain). Peneliti juga

memperhatikan aktivitas saling balas komentar para pengguna facebook dan

twitter banyak menemukan percakapan tidak sopan. Selain itu, peneliti juga

terinspirasi dari pemberitaan di media massa tentang kasus pengguna media sosial

yang terjerat hukum. Kedua jejaring sosial tersebut memberi kesempatan pada

penggunanya untuk “mengemas” pesan tanpa harus terikat pada suatu aturan tulis

tertentu.

Pengguna tidak perlu memperhatikan penggunaan Ejaan Yang

Disempurnakan (EYD). Hal tersebut merupakan budaya komunikasi yang

diterapkan oleh masyarakat dunia maya. Peneliti mengamati bahwa pengguna

jejaring sosial menggunakan teks berbicara dimana mereka menggunakan teks

sebagai cara berkomunikasi dan dikemas dengan gaya berbicara sehari-hari. Gaya

berbahasa masa kini yang digunakan saat berinteraksi di media sosial cukup

memperihatinkan karena nilai-nilai kesopanan mulai memudar. Contohnya

pengguna media sosial menyebut temannya dengan sebutan seperti “anak odat”,

(3)

Tulisan yang sangat mudah ditemui ketika berselancar di media sosial

adalah tulisan multitafsir yang dapat menimbulkan konflik. Seperti contoh berikut

dimana seorang pengguna facebook bernama Utry Tanjung, asal Kota Medan

mengekspresikan amarahnya melalui sebuah status. Status tersebut diunggah pada

tanggal 16 Agustus 2014, pukul 11.45 WIB.

“Eh Mbak! Mbak itu tajir ngapai mbak nya takut kalah saing sama aku. Kalo mba k sirik sama aku berarti mbak iri dong. Gak perlu mbak kepoin hdp orang atau ngurus hdp org karna hdp mbak aja blangsakan! Gak usah fitnah aku yang gak bener.Cobadeh mbak berdiri ddpan cermin. Bpk, emak,kakak,abg,adek dan mbak sendiri gak beres. Ingat mbak Allah gak tidur kita lihat !!!” (https://www. facebook. com/utry. tanjjung?fref=ts).

Selain di facebook ada juga pengguna media sosial lain seperti twitter yang

juga mengemas pesan dengan cara yang tidak wajar saat berkomunikasi di twitter.

Sebuah akun twitter atas nama @riandirif secara terang-terangan mengumpat

pihak PLN terkait persoalan listrik yang terjadi di daerahnya. Pesan tersebut

diunggah pada 7 juli 2014 seperti contoh berikut yang dikutip dari

(www.twitter.com/RizkyFebriandryArf.com).

“@pln_123 kau Medan selalu kau matikan listrik. Jakarta pernah kau matikan listrik?! Babi kali kau korupsi anjeng!”.

Jika terjadi kegagalan dalam memberi makna terhadap pesan yang

dibagikan di ruang publik tersebut, bukan tidak mungkin dapat menimbulkan

kerugian di media sosial. Resiko tersebut berlaku tidak hanya pada tingkat

individu tetapi juga pada tingkat lembaga, komunitas dan bahkan Negara.

Kesalahpahaman di media sosial terjadi karena posisi media sosial sebagai salah

satu ruang publik. Sehingga memungkinkan siapa saja dapat melihat dan memberi

makna terhadap postingan yang diunggah tersebut. Menurut Jurgen Habermas,

public sphere atau ruang publik adalah ruang yang tercipta dari sekumpulan

orang. Orang-orang tersebut memiliki tujuan tertentu dimana mereka dapat

menyatakan opini-opini, kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan

mereka secara bebas (Nasrullah, 2011: 105).

Tindakan-tindakan seperti itu menimbulkan tindakan baru dalam bidang

hukum karena dianggap dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi para

(4)

individu, kelompok atau instansi seakan terancam. Maka pemerintah mengambil

langkah tegas dengan membuat sebuah Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2008

tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang terdiri dari BAB I

hingga BAB XIII. Berikut merupakan contoh kasus sejumlah pengguna media

sosial yang terjerat kasus hukum:

Masih segar dalam ingatan kita tentang sebuah kasus yang sempat menghebohkan pemberitaan ditanah air yang membawa nama Prita Mulyasari menjadi sorotan publik. Bera wal dari tulisan pribadi miliknya yang berisi tentang keluh kesahnya ketika menjadi pasien di Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutera, Serpong. Ia mencurahkan isi hatinya lewat email ke sejumlah rekan-rekannya. Kemudian email tersebut dengan sangat cepat tersebar luas didunia maya yang pada akhirnya menghantarkan tulisan pribadi milik Prita tersebut ke pihak manajemen rumah sakit. Merasa pihaknya telah dirugikan, pihak Rumah Sakit “menyeret” Prita kejalur hukum. Alhasil, Prita dikenakan pasal berlapis atas tuduhan pencemaran nama baik dan telah melanggar Undang-Undang Informa si dan Transaksi Elektronik (UU ITE Pasal 27 ayat 3). Seakan tidak bercermin dari kasus Prita tersebut, seorang mahasiswi S2 Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Florence Sihombing juga terjerat kasus hukum karena tulisannya di jejaring sosial (path) yang diunggahnya pada tanggal 27 Agustus 2014. "Jogja miskin, tolol, miskin dan tak berbudaya. Teman-teman Jakarta, Bandung, jangan mau tinggal di jogja”. Tulisan itu kemudian tersebar di jejaring sosial dan mendapat reaksi negatif. Pernyataan Florence Sihombing membuat kecewa masyarakat Jogja dan Raja Keraton Sri Sultan Hamengkubuwono X (metro.news.viva.co.id).

Komunikasi yang beretika kini seakan menjadi persoalan penting bagi

para pengguna karena aktivitas di media sosial erat kaitannya dengan aktivitas

penyampaian pesan. Media sosial seharusnya menjadi sarana yang dapat

mengefisiensikan komunikasi. Namun kasus-kasus tersebut justru

menggambarkan bahwa media sosial semakin digunakan secara “liar” untuk

kepentingan-kepentingan pribadi. Sisi lain, pengguna media sosial kebanyakan

berasal dari kalangan remaja. Remaja seakan menjadi pihak yang paling rentan

melakukan tindakan pelanggaran etika di media sosial. Hal itu disebabkan karena

masa remaja adalah masa krisis dimana seorang individu disibukkan dengan

proses penyesuaian diri dengan lingkungan sekitarnya. Menurut Erik Erikson,

kondisi krisis adalah masa perkembangan pada diri remaja yang harus dilalui

dalam proses mencari jati diri (Dariyo, 2004: 80).

Remaja lebih mengutamakan kepuasan diri dengan membagi emosionalnya

(5)

tersebut menyinggung suatu pihak. Menurut Elisabeth B. Hurlock, ada tiga masa

dalam perkembangan remaja, yaitu: Pertama, masa pubertas usia 10-13 tahun.

Kedua, masa remaja awal usia 13-17 tahun. Ketiga, masa remaja akhir usia 17-21

tahun (Al-Mighwar, 2006: 60). Secara teori, remaja usia akhir mulai mendapatkan

kematangan emosi dimana mereka mulai dapat mengambil sikap terhadap

berbagai rangsangan yang muncul selama proses pergaulan, pendidikan,

percintaan dan lain-lain. Namun kematangan emosi tersebut masih belum stabil.

Pada masa ini pula orang tua tidak lagi bisa mengawasi anak-anaknya secara utuh.

Remaja lebih senang bergaul dengan teman sebayanya mengikuti

perkembangan trend dari waktu ke waktu. Apalagi dengan adanya internet maka

semakin besar pula pengaruhnya dalam mengiringi perkembangan remaja. Bisa

jadi, waktu yang dimiliki remaja lebih banyak digunakan untuk curhat di facebook

atau twitter daripada mencurahkan emosinya kepada orang tua. Kedua media

sosial ini dianggap sebagai sarana yang dapat mewakili ekspresi seseorang. Selain

itu, pada masa remaja akhir kemampuan kognitif mereka juga sedang berkembang

tentang segala hal yang ingin diketahuinya. Mereka juga selalu ingin tampak aktif

dalam berargumen untuk peristiwa menarik yang terjadi disekeliling mereka dan

menjadikan facebook dan twitter sebagai alat untuk membagi pemikiran tersebut.

Berdasarkan konteks masalah tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang pemahaman remaja tentang etika komunikasi di media sosial.

Peneliti menyadari bahwa sebelumnya telah ada beberapa penelitian yang

menyinggung tentang etika di media sosial seperti penelitian yang dilakukan oleh

Rizki Afandi Mahasiswa Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma pada tahun

2013 dengan judul Etika dan Kode Etik Menulis Di Media Sosial. Hasil penelitian

yang Rizki tulis dalam akun blog pribadinya (rizkiafandi.blogspot.com),

menggambarkan tentang batasan-batasan etika yang harus diketahui oleh para

pengguna jejaring sosial facebook dan twitter. Menurut penelitian tersebut, para

pengguna media sosial facebook dan twitter pada dasarnya tidak memiliki

kebebasan pribadi sebab pemerintah telah menetapkan Undang-Undang ITE No.

11 tahun 2008 sebagai landasan perilaku di internet.

Sementara itu ada juga penelitian yang dilakukan oleh Irsanti Widuri Asih,

(6)

Maya: Analisis Implementasi Pasal 27 s/d 32 UU Informasi dan Transaksi

Elektronik oleh Anak-Anak di Bawah Usia 13 Tahun melalui jejaring sosial

facebook dan twitter pada tahun 2011. Pada jurnal penelitiannya (www.pustaka.

ut.ac.id) ditemukan perilaku negatif yang dilakukan oleh para pengguna media

sosial facebook dan twitter usia 13 tahun kebawah yang tidak mendapat perhatian

khusus (berupa sanksi) dari pembuat media sosial. Selain itu jurnal penelitian

tersebut juga menyatakan bahwa kurangnya sosialiasi UU ITE kepada masyarakat

sehingga para pengguna media sosial kurang memiliki pengetahuan yang cukup

tentang etika komunikasi di media sosial.

Sehingga peneliti berusaha untuk mencari sisi lain yang dapat diteliti dari

tema etika komunikasi di media sosial ini. Peneliti mencoba menyoroti dari segi

pemahaman para pengguna facebook dan twitter dalam memahami etika komunikasi di facebook dan twitter. Alasan lain yang membuat peneliti tertarik

memilih judul Konstruksi Pemahaman Remaja di Kota Medan Tentang Etika

Komunikasi di Media Sosial ini karena peneliti belum menemukan penelitian

serupa yang mencakup wilayah Kota Medan.

1.2 Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, maka fokus

masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimanakah kontruksi pemahaman

remaja di Kota Medan tentang etika komunikasi di media sosial facebook dan

twitter?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui motif remaja menggunakan media sosial facebook dan

twitter

2. Untuk mengetahui aktivitas yang dilakukan remaja di facebook dan twitter

miliknya

3. Untuk mengetahui bagaimana konstruksi pemahaman remaja tentang etika

(7)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah kekayaan khazanah ilmu

pengetahuan bagi mahasiswa Departemen Ilmu Komumikasi FISIP USU

dibidang komunikasi, khususnya mengenai etika komunikasi dimedia sosial.

2. Secara akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan penelitian dalam bidang

ilmu komunikasi dan semoga dapat menjadi bahan referensi bagi peneilitian

sejenis dimasa yang akan datang.

3. Manfaat praktis

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian ini bagi sekolah-sekolah yang ingin mencapai kinerja tinggi terutama dalam prestasi ujian nasional disarankan untuk membangun dan

Vertical linkages are critical for moving a product from inception to the market and for transferring benefits, learning and em- bedded technical, financial and business

Dengan ditetapkannya Peraturan Gubernur ini, maka Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pemberian Tambahan Penghasilan

Mesin ini menggunakan beberapa komponen yang dirakit sedemikian rupa hingga dapat digunakan untuk malakukan operasi pembuatan produk khususnya produk sayap depan ( Leg shield).

memberikan kontribusi memainkan peran dan menciptakan gerakan- gerakan baru untuk memunculkan kosa kata, kalimat, atau frasa baru yang memancing rasa ingin

Brownies juga merupakan makanan yang banyak mengandung gizi, karena biasanya brownies dibuat dengan bahan-bahan yang mengandung banyak mineral (Sufi, 2009).. Brownies

Tugas yang diberikan dapat berupa kegiatan memelihara hewan peliharaan atau lainnya.. Cobalah tuliskan dan ceritakan pembagian peran dan tugas

Sesuai dengan pendapat Ninik Widiyati (2010:71) Dalam Koperasi usaha dan organisasi diurus bersama oleh anggota. Usaha anggota dan usaha koperasi berkaitan erat sehingga