• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA MELALUI PERAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA MELALUI PERAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA MELALUI PERAN AKTIF

GURU PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA

SEBAGAI MODEL PERAN

Sapto Adi

Jurusan Ilmu Keolahragaan, Fakultas Ilmu Keolahragaan,

Universitas Negeri Malang

e-mail:

sapto.adi.fik@um.ac.id

Abstract

The central role of physical education teachers and sports as the main actors in the learning interactions, providing flexibility in displaying positive role for students that will affect the character and good behavior of students. The protrusion of the -se roles can be done when the teacher was doing the learning inside and outside the classroom. Note that each perform teac-her learning is already preparing the material well and conveyed with interactive language by seeing that students are part of a generation of future success or lack of success is the responsibility of adults as agents of change. The superior quality of the teacher as an adult would have a direct impact on the character of a strong positive for the students. Therefore, the role model of physical education teachers and sports quality and superior in terms of knowledge, attitude / character, and actions required to continue to level continuously over time.

Keywords: character, active participation, physical education teachers and sports, role models

Abstrak

peran sentral guru pendidikan jasmani dan olahraga sebagai pelaku utama interaksi dalam pembelajaran, memberikan kele-luasan dalam menampilkan peran positif bagi siswa yang akan berpengaruh terhadap karakter dan perilaku baik siswa. Penonjolan peran ini dapat dilakukan ketika guru sedang dalam melakukan pembelajaran di dalam maupun di luar kelas. De -ngan catatan bahwa setiap melakukan pembelajaran guru sudah mempersiapkan materi ngan baik dan di sampaikan de-ngan bahasa yang interaktif dede-ngan melihat bahwa siswa adalah bagian dari generasi masa depan yang keberhasilan atau ketidak berhasilan merupakan tanggung jawab orang dewasa sebagai agen perubahan. Kualitas unggul guru sebagai orang dewasa akan berdampak langsung terhadap karakter positif yang kuat bagi siswa. Oleh sebab itu model peran guru pendi-dikan jasmani dan olahraga yang berkualitas dan unggul dari aspek pengetahuan, sikap/karakter, dan tindakan dituntut te-rus ditingkat tete-rus menete-rus sepanjang waktu.

Kata kunci: karakter, peran aktif, guru pendidikan jasmani, model peran

PENDAHULUAN

Masalah karakter dan moralitas siswa selalu menjadi suatu persoalan dan perdebatan penting di bidang pendidikan. Ini mungkin akibat dari kenya-taan bahwa pendidikan di Indonesia ada kecende-rungan menekankan pada perkembangan intelektual saja, sedangkan aspek lain, seperti kepribadian, fak-tor afektif, dan kebajikan moral, dan keterampilan menerima lebih sedikit perhatian. Hal ini, semakin di dukung dengan adanya ujian tulis nasional yang berorientasi pada aspek pengetahuan. Sekolah dan guru benar-benar memainkan peran penting dan memiliki tanggung jawab untuk siswa belajar, baik dalam aspek kognitif, afektif, dan keterampilan. Dengan kata lain, peningkatan dan penekanan pada aspek kognitif seperti penguasaan dalam membaca, bahasa, matematika, dan ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mempersiapkan siswa untuk masuk dunia global harus seimbang terhadap peningkatan afektif dan keterampilan mereka.

Dalam beberapa tahun terakhir argumen telah dibuat untuk reorientasi tujuan pendidikan untuk memprioritaskan tidak hanya belajar akademik, tetapi juga emosional, sosial, dan kompetensi etika.

Perkembangan emosional pada anak-anak dan re-maja juga menarik perhatian dalam komunitas pen-didikan (Lu, C., & Buchanan, A., 2014). Bung Karno pernah mengatakan, “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character building) karena character building inilah yang akan membuat Indonesia men-jadi bangsa yang besar, maju dan jaya serta bermar-tabat. Kalau character building ini tidak dilakukan, maka bangsa Indonesia akan menja- di bangsa kuli” (Noverino, R., 2012).

Dalam UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, menye- butkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengem-bangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pen-didikan nasional bertujuan untuk berkem- bangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kre-atif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam un-dang-undang ini jelas tersurat bahwa pendidikan

(2)

nasional berkeinginan untuk membentuk karakter bangsa agar lebih beradab dan bermartabat. Arti-nya dari undang-undang ini jelas tidak haArti-nya ber-tujuan pada peningkatan ilmu, namun juga mene-kankan karakter yang positif.

PENGERTIAN PENDIDIKAN KARAKTER

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti karakter adalah tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang den-gan yang lain; Watak; Pengertian karakter menu-rut Pusat Bahasa Depdiknas ialah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personali-tas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak. Sedan-gkan berkarakter ialah berkepribadian, berpe- ri-laku, berwatak, bertabiat, bersifat dan berbudi pekerti. Menurut David Elkind & Freddy Sweet (dalam Retno, S., 2011) pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru mem-bantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Sedangkan menurut Rohmansyah, N. A. (2016) Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan tekno-logi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pan-casila.

Menurut Power, F. C., & Khmelkov, V. T. (1998) karakter mengacu pada dimensi khusus mo-ral diri. Pembentukan karakter melibatkan proses evaluasi diri di mana individu memban- dingkan deskripsi mereka sendiri. Sedangkan menurut Ryan, K., & Bohlin, K. E., (1999) memba- ngun karakter di Sekolah jelas tanggung jawab orang dewasa dan siswa dalam pemodelan dan memelihara karakter serta menetapkan pedoman praktis bagi sekolah yang ingin menjadi komunitas kebajikan di mana tanggung jawab, kerja keras, kejujuran, dan kebaik-an dimodelkkebaik-an, diajarkkebaik-an, diharapkkebaik-an, dirayakkebaik-an, dan terus berlatih.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disim-pulkan bahwa karaker berhubungan dengan kepri-badian, watak. Sedangkan pendidikan karakter me-rupakan usaha untuk membantu membentuk karak-ter baik yang diharapkan. Guru dan sekolah memi-liki peran yang sangat penting dalam menghasilkan karakter baik yang dikehendaki.

TUJUAN, FUNGSI, DAN NILAI PENDIDIKAN KARAKTER

Pendidikan karakter bertujuan mengembang-kan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi: (1) mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia

berhati baik, berpikiran baik, dan berprilaku baik; (2) membangun bangsa yang berkarakter Pancasila; (3) mengembangkan potensi warganegara agar memi- liki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia.

Pendidikan karakter berfungsi (1) memba-ngun kehidupan kebangsaan yang multikultural; (2) membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbu-daya luhur, dan mampu berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan ummat manusia; me-ngembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik serta ketela-danan baik; (3) membangun sikap warganegara yang cinta damai, kreatif, mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam su-atu harmoni (Kemendiknas, 2011).

Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter pada satuan pendidikan telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disi-plin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat ke-bangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13) bersahabat/komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli lingkun-gan, (17) peduli sosial, (18) tanggung jawab (Ke-mendiknas, 2011).

Sebenarnya, masih ada beberapa karakter- ka-rakter posisif yang dapat dikembangkan agar siswa menjadi lebih unggul dan siap berkompetisi. Karak-ter Karak-tersebut antara lain: (1) tidak mudah menyerah, (2) percaya diri,(3) memiliki keberanian, (4) rendah hati, dan sebagainya. Perilaku seseorang yang berkarakter pada hakekatnya merupakan perwuju-dan fungsi totalitas psikologis yang men- cakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dan fungsi totalitas sosial kultural dalam konteks interaksi (dalam kelu-arga, satuan pendidikan, dan masya- rakat) dan berlangsung sepanjang hayat (http://fisip.ilearn.u-nand.ac.id/).

TEMUAN-TEMUAN PENELITIAN BERHU-BUNGAN DENGAN PENDIDIKAN KARAK-TER

(3)

maha-siswa calon guru dari San Diego State University School of Education menunjukkan bahwa, pendi-dikan karak- ter penting, mereka berbeda pendapat tentang apa pendidikan karakter dan bagaimana ha-rus diajar- kan.

Penelitian Suldo, S. M., dkk., (2012) menun-jukkan bahwa pelaksanaan program pendidikan karakter secara sosio kultural terinspirasi multi-komponen dapat memiliki efek positif pada iklim sekolah, perilaku murid, dan moral staf. Menurut Kamaruddin, S. A. (2016) dalam lingkungan pendi-dikan, diperlukan program pendidikan karakter, baik secara formal maupun informal. Ini dimaksud-kan sebagai salah satu ide yang mendukung untuk tindak lanjut dalam bentuk desain kegiatan. Pen- di-dikan karakter pada dasarnya harus mengacu pada visi dan misi lembaga yang bersangkutan.

Menurut Lopes, J., dkk., (2013) sekolah me-miliki banyak pengaruh pada perkembangan anak-anak di luar dunia akademis. Mengingat aksesibili-tas ini untuk anak-anak, sekolah memiliki kesem-patan untuk membantu anak-anak mengem- bang-kan karakter positif. Setiap komunitas di sekolah harus menentukan peran dan konten apa yang akan akan disampaikan melalui program pendidikan ka-rakter. Hasil penelitian Cosentino, A. C., & Solano, A. C. (2012) secara umum memper- lihatkan bah-wa sisbah-wa militer memiliki kekuatan karakter spiri-tualitas lebih tinggi daripada siswa sipil. Secara khusus, taruna dengan tingkat yang lebih tinggi (prestasi akademik) memiliki kekuatan karakter ketekunan lebih tinggi bila dibandingkan dengan taruna berkinerja rendah pada tahun yang sama studi.

Menurut Parker, D. C., dkk., (2010) hasil pe-nelitian menunjukkan hubungan yang lemah antara ukuran kelas, persentase siswa penerima bantuan (makan siang gratis), dan masalah perilaku dalam sekolah pendidikan karakter daripada di sekolah kontrol dan bahwa program pendidikan karakter da-pat memiliki pengaruh kuat di sekolah dengan per-sentase siswa penerima bantuan (makan siang gra-tis). Selain itu Jones, C. (2005) berpen- dapat po-tensi pelajaran pendidikan jasmani, dan guru pendi-dikan jasmani berkontribusi pada budidaya karakter moral, kebiasaan baik dan pemain yang layak, da-pat dievaluasi lebih hati-hati.

PERAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA

Bagaimana dengan olahraga, apakah olahraga membangun karakter? Olahraga dapat melakukan hal besar yang baik seperti membangun tubuh, membuat tubuh akan lebih tahan dan kuat, memberi kepercayaan diri, menumbuhkan keberanian. Tetapi pada saat yang sama, pemain olahraga sering melakukan tindakan brutal, mereka menjadi lebih agresif, dan ganas.

Penelitian dalam pengembangan karakter olahraga telah menyarankan bahwa olahraga dapat membangun karakter, tetapi hanya jika pelatih dan administrator olahraga menerapkan strategi khusus untuk melakukannya. Sementara pengembangan karakter bukan merupakan konsekuensi yang melekat pada partisipasi olahraga, ada bukti yang cukup bahwa dengan upaya yang disengaja, oleh pelatih dan orang dewasa lainnya, lingkungan yang mendorong pengembangan karakter pada atlet muda dapat dibuat. Dengan menantang atlet untuk menjadi kekuatan positif pada tim, pelatih dapat membantu atlet untuk mengembangkan karakter yang baik termasuk nilai-nilai etika seperti rasa hor-mat, tanggung jawab, kejujuran, keadilan, dan kasih sayang. Dengan perkembangan nilai-nilai ini, bu-daya yang tampaknya negatif seputar lingkungan olahraga dapat diubah, sehingga memperoleh pen-galaman yang lebih positif bagi semua yang terlibat (Gaines, S. A., 2012).

Menurut Rudd, A., (2005) ada dua jenis yang berbeda dari karakter yang dianut dalam lingku-ngan olahraga yaitu nilai-nilai sosial (karakter so-sial) dan nilai-nilai moral (karakter moral). Setelah penjelasan dan perbandingan jenis karakter, rekomendasi dibuat untuk penekanan diperlukan terhadap pengembangan karakter moral. Sedangkan menurut Solomon, G., (1997) pengembangan ka-rakter dalam pendidikan jasmani menunjukkan bahwa konteks kegiatan fisik yang terorganisir de-ngan baik berdampak pada pertumbuhan moral yang positif. Oleh karena itu, pendidik jasmani memiliki tanggung jawab dan kesempatan untuk menciptakan situasi yang akan meningkatkan pengembangan karakter anak. Menurut Wang, X., & Sugiyama, Y. (2014) Penelitian ini menguji pen-garuh program pendidikan jasmani baru yang bertu-juan untuk meningkatkan keterampilan sosial (per-sahabatan, pengendalian diri, membuka diri, dan adaptasi) bagi mahasiswa baru. Hasil analisis dua faktor varians menunjukkan efek interaksi yang sig-nifikan antara kelompok eksperimen dan kontrol.

(4)

waktu luang mereka, dan menangani masalah-masalah yang timbul. Ini sangat berharga bagi pe-ngembangan kemampuan dan karakter mahasiswa (Feng, Z. H. E. N. G. , 2007).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelom-pok eksperimen mengungguli kelomkelom-pok kontrol dalam hal bereaksi terhadap masalah, baik masalah yang terkait olahraga atau masalah yang terkait ke-hidupan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan pendekatan humanistik untuk peng-ajaran pendidikan jasmani dapat menghasilkan siswa yang dapat bereaksi secara bijaksana dalam menghadapai masalah. Partisipasi dalam kegiatan pendidikan jasmani menyediakan siswa dengan salah satu saluran yang benar-benar alami untuk penyesuaian perilaku sosial. Program pendidikan jasmani, ketika terorganisir dan mengajar dengan baik, dapat memberikan kontribusi yang luar biasa untuk proses sosialisasi dalam kurikulum sekolah (Salamuddin, N., & Harun, M. T., 2011).

Kurikulum memiliki kewajiban memberikan kontribusi bagi perkembangan sosial dan moral anak muda. para peneliti di lapangan menunjukkan guru pendidikan jasmani dan olahraga memiliki peran penting dalam mencapai tujuan ini. Saat ini, terlalu sedikit informasi tentang cara di mana guru pendidikan jasmani dan olahraga menyadari tang-gung jawab mereka dalam pembangunan sosial dan moral siswa melalui disiplin yang mereka ajarkan. Ada juga informasi yang cukup dari cara mereka memahami dan menerapkan tujuan pendidikan moral (Rus, C. M., & Radu, L. E. (2014).

Para pendukung partisipasi olahraga percaya bahwa olahraga memberikan konteks yang tepat untuk belajar keterampilan sosial seperti kerja sama dan pengembangan perilaku prososial (Weiss, Smith, & Stuntz, 2008). Studi ini mengandalkan strategi seperti model pembelajaran, penguatan langsung, menciptakan iklim motivasi, penguasaan, dan mentransfer kewenangan dari pendidik kepada anak untuk meningkatkan perkembangan moral mereka. Model tanggung jawab pribadi dan sosial Hellison yang menggunakan banyak strategi pem-belajaran yang sama, sambil memberikan model lima tingkat ditunjukkan untuk meningkatkan per-kembangan moral. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan karakter harus dipupuk melalui pen-didikan jasmani dengan menggunakan model lima tingkat Hellison tentang tanggung jawab pribadi dan social (Destani, F., dkk., 2014).

Sedangkan salah alah satu Ajaran dari Ki Hajar Dewantara yang sangat populer adalah “Seorang pemimpin harus memiliki tiga sifat

seperti: 1) Ing Ngarsa sung Tuladha ; ing(di), Ngarsa (depan), sung (jadi), Tuladha (contoh/ panutan) makna: Di Depan menjadi Contoh atau Panutan, 2) Ing Madya Mangun Karsa ; ing (di), Madya (tengah), mangun (berbuat), Karsa (penjalar) makna: Di tengah Berbuat Keseimbangan atau Penjalaran, 3) Tut Wuri Handayani ; Tut (di), Wuri (berbuat/mengelola), Handayani(Dorongan) makna: Di Belakang membuat Dorongan atau Mendorong

Dari ajaran, tersebut dapat disarikan bahwa sebagai seorang guru, seyogjanya dapat membe- ri-kan contoh atau teladan. Dapat dimaknai sebelum memberikan contoh maka guru harus memiliki kompetensi yang baik. Ketika di tengah menggugah semangat siswa, agar dalam pembelajaran tercipta situasi yang nyaman untuk belajar. Sedangkan saat di belakang, guru benar-benar mampu mendorong moral siswa, agar tumbuh semangat dalam belajar.

PERAN GURU PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA SEBAGAI PEMBENTUK KA-RAKTER SISWA

Menurut kamus besar bahasa Indonesia peran diartikan perangkat tingkah yang diharapkan dimi-liki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Tingkah inilah yang akan dapat memberikan dam-pak pada pembentukan karakter siswa. Pe- modelan pean inilah yang harus menjadi penekanan bahwa secara eksplisit bahwa guru pendidikan jasmani dan olahraga berperan secara langsung terhadap pem-bentukan karakter positif siswa. Hal ini, juga terpat dalam kompetensi inti dan kompetensi dasar da-lam mata pelajaran pendidikan jasmani dan olahra-ga kurikulum 2013.

Dalam artikel ini, penulis akan banyak mem-berikan berbagai ilustrasi praktis ketika pembelajar-an pendidikpembelajar-an jasmpembelajar-ani sedpembelajar-ang berlpembelajar-ang- sung. Ca-tatan-catatan penting bahwa pelajaran pendidikan jasmani dan olahraga dapat diper- gunakan sebagai pembentuk karakter positif adalah jika guru benar-benar secara sadar bahwa pelajaran pendidikan jas-mani dan olahraga dipahami sebagai media/alat un-tuk mendidik sikap dan keterampilan. Di dalam komponen sikap inilah, watak/ kepribadian siswa dapat dengan sengaja dibentuk oleh guru sebagai orang dewasa yang berperan penting dan pembela-jaran.

(5)

Tabel 1. Pembentukan Karakter Secara Eksplisit dalam Aktivitas Pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Olahraga.

Materi pem-belajaran

Sikap/kepriba-dian

Peran guru pen-didikan jasmani dan olahraga

Penjelasan

Permainan tradisional go-bak sodor

Kerjasama dan saling mem-bantu

Manajemen ke-las dalam mem-persiapan sara-na/lapangan

Guru bertindak secara langsung dalam memberikan instruksi kepada seluruh siswa di kelas untuk bersama-sama membuat la-pangan gobak sodor. Pembagian peran oleh guru sudah dapat dilaksanakan. Ada sebagi-an siswa membuat lapsebagi-angsebagi-an dengsebagi-an mem-persiapkan alat ukur lapangan, sebagian sis-wa, mempersiapkan cat untuk membuat ga-ris permanen, sebagian siswa mempersiap-kan tali rafia sebagai patomempersiap-kan membuat ga-ris lurus saat dilakukan pembuatan gaga-ris. Saat kerjsama membuat lapangan ini, seka-ligus guru memperhatikan semua siswa, se-andainya ada siswa yang kesulitan dan perlu dibantu oleh siswa lain. Saat itu juga guru dapat secara langsung meminta tolong siswa lain agar dapat segera membantunya. Kejujuran Sebagai wasit

saat permainan berlangsung

Guru bertindak sebagai wasit untuk memas-tikan bahwa para siswa yang sedang berma-in gobak sodor, benar-benar dapat menerap-kan kejujuran itu. Sebagian siswa memiliki keinginan untuk menang sangat tinggi. Kei-nginan ini, dapat menimbulkan konsekuensi siswa berbuat tidak jujur sangat tinggi. Con-toh, jika siswa bertindak sebagai pemain yang sedang berjaga. Saat berjaga, siswa ha-rus selalu mengikuti garis dalam permainan itu, jika ingin “mematikan” lawan dengan cara menyentuk sebagaian anggota badan. Dia tidak boleh menyentuh pemain lawan tanpa menginjak garis. Kalau ini terjadi maka guru sebagai wasit harus segera ber-tindak langsung untuk memutuskan bahwa tindakan siswa itu tidak sah dan harus diba-talkan karena dia tidak mengikuti aturan permaian. Saat itu juga guru harus menjelas-kan bahwa tindamenjelas-kannya masih salah karena dia tidak mengikuti aturan secara benar. Permainan

bolavoli Sikap adil Sebagai manajer Ketika pembelajaran pada tahap bertandingbolavoli antar kelompok. Sebagai manajer guru harus membagi kelompok secara adil dan merata dari tingkat kemampuan siswa. Hal ini harus dilakukan agar tidak menim-bulkan kecemburuan siswa terhadap kelom-pok lain. Dan ini lakukan untuk semua sis-wa secara merata dan adil tanpa membeda-kan jenis kelamin.

Kerja keras dan menghar-gai prestasi, toleransi, jujur

(6)

guru sudah berperan untuk membiasakan menghargai prestasi. Ketika ada siswa yang kelihatan tidak bergairah dalam bermain, maka guru harus segera mengingatkan siswa untuk berusaha bekerja keras untuk mem-peroleh kemenangan. Disisi lain, saat memi-liki keinginan kuat untuk menang, dapat memunculkan sikap kurang menghargai te-man tim yang kurang memiliki ketrampilan yang baik untuk bermain. Bisa saja siswa yang pintar akan “mengecilkan” dengan cara mengolok-olok atau membodohkan de-ngan kata-kata yang tidak santun. Peran guru, harus segera mengingatkan secara ver-bal bahwa tindakan siswa yang seperti itu ti-dak benar dan kalau perlu guru mengingat-kan secara khusus siswa yang seperti itu. Sebagai wasit guru juga harus menunjukan keputusan yang obyektif

KESIMPULAN

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan

bahwa peran guru pendidikan jasmani dan

olahraga secara eksplisit benar-benar dapat

membangun karakter, dengan kesadaran

penuh bahwa aktivitas jasmani dan

olahra-ga sebaolahra-gai alat untuk mendidik dan

mem-bentuk karakter positif. Kesadaran saat

pembelajaran ini harus benar diperha-

ti-kan dari awal oleh guru agar pencapaian

tujuan pembentukan karakter dapat dicapai

dengan baik. Bagaimanapun juga, bahwa

aktivitas gerak dan olahraga pada dasarnya

belum memberi makna apa-apa, tanpa guru

yang memberi makna. Sebagai guru

pendi-dikan jasmani dan olahraga harus

meman-faat aktivitas jasmani dan olahraga sebagai

media/alat yang baik untuk dipergunakan

sebagai pembangun kepriba- dian, watak

dan sifat yang baik dan unggul dalam

men-ciptakan sumber daya manusia yang siap

berkompetisi dalam tataran goblal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cosentino, A. C., & Solano, A. C. Character strengths: A study of Argentinean sol-diers. The Spanish journal of psychol-ogy, 15(01), 199- 215, (2012).

1. Destani, F., Hannon, J. C., Podlog, L., & Brusseau, T. A. Promoting Character Devel-opment through Teaching Wrestling in Physical Education. Journal of Physical Ed-ucation, Recreation and Dance, 85(5), 23-29, (2014).

2. Ebbeck, V., & Gibbons, S. L. Explaining the self-conception of per- ceived conduct using indicators of moral functioning in physical education. Research Quarterly for Exercise and Sport, 74(3), 284-91, (2003).

3. Feng, Z. H. E. N. G. The Relationship be-tween Leisure Physical Education and

Col-lege Students' Character Traits. Journal of Bijie University, 3, 028, (2007).

4. Gaines, S. A. Theory into practice: Develop-ing individual and team character in sport.Strategies, 25(8), 30-33, (2012). 5. http://fisip.ilearn.unand.ac.id/pluginfile.php/87

9/mod_resource/content/1/Desain-Induk-Pen-didikan-Karakter-Kemdiknas.pdf

6. Jones, C. Character, virtue and physical ed-ucation. European Physical Education Re-view, 11(2), 139-151, (2005).

(7)

8. Kemendiknas, R. I. Pedoman Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini, (2011). 9. Lopes, J., Oliveira, C., Reed, L., & Gable, R.

A. Character education in Portugal. Child-hood Education,89, (2013).

10. Lu, C., & Buchanan, A. Developing students' EMOTIONAL WELL-BEING in physical education. Journal of Physical Education, Recreation & Dance, 85(4), 28-33, (2014). 11. Lumpkin, A. Teachers as role models

teach-ing character and moral virtues. Journal of Physical Education, Recreation & Dance, 79(2), 45-50, (2008).

12. Mathison, C. How teachers feel about char-acter education: A descriptive study. Action in Teacher Education,20(4), 29-38, (1999). 13. Noverino, R., Pendidikan Karakter Bangsa

di Sekolah melalui Pembiasaan. (2012). 14. Parker, D. C., Nelson, J. S., & Burns, M. K.

Comparison of correlates of classroom be-havior problems in schools with and with-out a school‐wide character education pro-gram.Psychology in the Schools, 47(8), 817-827, (2010).

15. Power, F. C., & Khmelkov, V. T. Character development and self-esteem: Psychological foundations and educational implications.

International Journal of Educational Re-search, 27(7), 539-551, (1998).

16. Retno Susanti, L. R. Membangun Pen-didikan Karakter Di Sekolah: Melalui Kearifan Lokal. Membangun Pendidikan Karakter Di Sekolah: Melalui Kearifan Lokal, (2011).

17. Rohmansyah, N. A. Peran guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan dalam up-aya pembentukan karakter kewarga ne-garaan.Civis, 5(2/juli), (2016).

18. Rudd, A. Which" character" should sport develop?.Physical Educator,62(4), 205, (2005).

19. Rus, C. M., & Radu, L. E. The implications of physical education and sport in the moral education of high school stu-dents. Revista de Cercetare si Interventie So-ciala, 45, 45, . (2014).

20. Ryan, K., & Bohlin, K). Building character in schools.San Francisco: Journey-Bass, . (1999)

21. Salamuddin, N., & Harun, M. T. The Effect Of The Intervention Program In Physical Education Classes On Students' Personal And Social Development. International Journal Of Arts & Sciences, 4(11), 353-361, (2011).

22. Solomon, G. Does physical education affect character development in students?. Journal of Physical Education, Recreation & Dance, 68(9), 38-41, . (1997).

23. Suldo, S. M., McMahan, M. M., Chappel, A. M., & Loker, T. Relationships between per-ceived school climate and adolescent mental health across genders.School Mental Health, 4(2), 69-80, (2012).

Gambar

Tabel 1. Pembentukan Karakter Secara Eksplisit dalam Aktivitas Pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Olahraga.

Referensi

Dokumen terkait

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar- besarnya kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan laporan ini untuk setiap

Sehingga penulisan sejarah yang membahas mengenai perjuangan kemerdekaan RI tidak banyak ditulis oleh para sejarawan, terutama yang berkaitan dengan peran

Pengharapan adalah sauh (jangkar) yang kuat bagi jiwa kita. Dengan pengharapan dan iman, orang percaya tetap menanti kedatangan Yesus Kristus. Sebab Dia akan datang untuk

Pergeseran pola komunikasi pada dua keluarga urban karena media baru adalah dari yang semula penggunaan media baru tidak intens (frekuensi penggunaan nya

Dalam hal ini yang dapat dijadikan sebagai ujung tombak dari jaminan yang lebih mencerminkan terhadap kepuasan pelanggan adalah indikator jaminan yang mempunyai bobot

Dari Gambar 2 dan Gambar 3 pada kondisi muka air tanah di atas dasar fondasi terlihat bahwa bertambahnya beban pada fondasi maka akan bertambah juga penurunannya, hal

Iklan Baris Iklan Baris Mobil Dijual HYUNDAI ISUZU HONDA.. HONDA ODDYSEY 2005 MdlBr Hi-

PURWOREJO, FP – Satu jam setelah melakukan penggrebegan permainan judi ceki di rumah Tri Suharto (49) warga Desa Jatingarang, Kecamatan Bayan Jumat (29/1/2016) lalu,