BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kosmetik
2.1.1. Sejarah Kosmetik
Kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19,
pemakain kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga kesehatan.
Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya baru dimulai secara besar-besaran pada abad ke-20. Kosmetik menjadi salah satu bagian dunia usaha. Bahkan sekarang teknologi kosmetik begitu maju dan merupakan paduan antara
kosmetik dan obat (pharmaceutical) atau yang disebut kosmetik medik (cosmeceuticals) (Tranggono, 2007).
Menurut PERMENKES N0.220 THN 1976 : KOSMETIKA adalah: Bahan/campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau di semprotkan pada, dimasukkan dalam, dipergunakan pada badan atau
bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa tetapi tidak termasuk obat.
Syarat Kosmetik Secara Umum.
1. Tidak kotor dan rusak.
3. Tidak terdapat zat renik berbahaya. 4. Tidak menggangu kesehatan manusia.
5. Wadah, pembungkus dan penandaan harus menurut persyaratan.
Apakah setiap bahan yang dipakai untuk mempercantik diri disebut sebagai kosmetika? Sejak tahun 1938, di Amerika Serikat dibuat Akta tentang definisi kosmetika yang kemudian menjadi acuan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
220/Menkes/Per/X/76 tanggal 6 September 1976 yang menyatakan bahwa :
Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, diletakkan,
dipercikkan, atau disemprotkan pada, dimasukkan ke dalam dipergunakkan pada badan
atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara,
menambah daya tarik atau mengubah rupa, dan tidak termasuk golongan obat
Definisi tersebut jelas menunjukkan bahwa kosmetika bukan satu obat yang dipakai untuk diagnosis, pengobatan maupun pencegahan penyakit. Obat bekerja
lebih kuat dan dalam, sehingga dapat mempengaruhi struktur tubuh (Wasitaatmadja, 1997).
Industri kosmetik terus mengalami perkembangan. Demikian pula dengan industri bahan kimia yang menyediakan bahan baku kosmetik. Selain bahan bahan kimia, digunakan juga bahan lain seperti bahan-bahan biologi yang kualitas dan
kuantitasnya terus meningkat. Mereka yang terjun dalam profesi kedokteran semakin meningkat. Mereka yang terjun dalam profesi kedokteran semangkin
baku dan bahan jadi, dan penyusunan formula berdasarkan konsepsi dermatolgi atau kesehatan.
Bahan pengawet antikuman (preservatif) biasanya dipakai dalam kosmetika
untuk mencegah dekomposisi bahan oleh bakteri, jamur atau jasad renik lain yang dapat menimbulkan kerusakan warna dab bau (tengik). Namun dalam kosmetik medik, penggunaan bahan ini ditujukan untuk membunuh mikroorganisme
penyebab kelainan kulit umpamanya pada bau badan yang disebabkan antara lain oleh faktor kuman. Antiseptik penghambat pertumbuhan kuman yang lazim
digunakan dalam kosmetika medik adalah heksaklorofen, triklosan, yodium, seng piriton (Wasitaatmadja, 1997).
2.1.2. Penggolongan Kosmetika
Dewasa ini terdapat ribuan kosmetika di pasar bebas. Kosmetika tersebut adalah
produk pabrik kosmetika di dalam dan luar negeri yang jumlahnya telah mencapai angka ribuan. Data terakhir menunjukkan lebih dari 300 pabrik kosmetika terdaftar secara resmi di Indonesia, dan diperkirakan ada sejumlah dua kali lipat
pabrik kosmetika yang tidak terdaftar secara resmi yang berupa usaha rumahan atau salon kecantikan. Jumlah yang demikian banyak memerlukan usaha
penyederhanaan kosmetika, baik untuk tujuan pengaturan maupun pemakaian. Usaha tersebut berupa penggolongan kosmetika.
Jellinek (1959) dalam Formulation and Function of Cosmetics membuat
1. preparat pembersih
2. preparat deodoran dan antiperspirasi 3. preparat protektif
4. emolien
5. preparat dengan efek dalam
6. preparat dekoratif / superfisial 7. preparat dekoratif / dalam 8. preparat buat kesenangan
Adapun Wells FV dan Lubowe-II (Cosmetic and The Skin, 1964), mengelompokkan kosmetika menjadi :
1. preparat untuk kulit muka 2. preparat untuk higienis mulut 3. preparat untuk tangan dan kaki
4. kosmetika badan 5. preparat untuk rambut
6. kosmetika untuk pria dan toilet
7. kosmetika lain
Brauer EW dan Principles of Cosmetics for The Dermatologist membuat
klasifikasi sebagai berikut :
1. toiletries: sabun, sampo, pengkilap rambut, kondisioner rambut, penata, pewarna, pengeriting, pelurus rambut, deodoran, antiperspirasi dan tabir surya
3. Make up: foundation, eye make up, lipstick, rouges, blusher, enamel kuku 4. Fragrance: perfumes, colognes, toilet waters, body silk, bath powders, after
shave agent.
Direktorat Jenderal POM Departemen Kesehatan RI yang dikutip dari berbagai karangan ilmiah tentang kosmetika, membagi kosmetika dalam :
1. preparat untuk bayi 2. preparat untuk mandi 3. preparat untuk mata
4. preparat wangi-wangian 5. preparat untuk rambut
6. preparat untuk rias (make up) 7. preparat untuk pewarna rambut 8. preparat untuk kebersihan mulut
9. preparat untuk kebersihan badan 10. preparat untuk kuku
11. preparat untuk cukur
12. preparat untuk perawatan kulit 13. preparat untuk proteksi sinar matahari
Sub bagian Kosmetika Medik Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, membagi kosmetika atas:
1. Kosmetika pemeliharaan dan perawatan, yang terdiri atas:
c. Kosmetika pelindung (protecting) d. Kosmetika penipis (thinning)
2. Kosmetika rias / dekoratif, yang terdiri atas:
a. Kosmetika rias kulit terutama wajah b. Kosmetika rias rambut
c. Kosmetika rias kuku d. Kosmetika rias bibir e. Kosmetika rias mata
3. Kosmetika pewangi / parfum. Termasuk dalam golongan ini: a. deodoran dan antiperspiran
b. after shave lotion
c. parfum dan eau de toilette
Dengan penggolongan yang sangat sederhana ini, setiap jenis kosmetika akan
dapat dikenal kegunaannya dan akan menjadi bahan acuan bagi konsumen di dalam bidang kosmetologi. Penggolongan ini juga dapat menampung setiap jenis sediaan kosmetika (bedak, cairan, krim, pasta, semprotan, dan lainnya) dan setiap
tempat pemakaian kosmetika (kulit, mata, kuku, rambut, seluruh badan, alat kelamin, dan lainnya) (Wasitaatmadja, 1997).
2.2. Antiseptik
Antiseptik berasal dari bahasa Yunani (sepsis=busuk) adalah zat-zat yang dapat
jaringan-jaringan hidup, khususnya di atas kulit atau selaput lendir seperti mulut, tenggorokan, vagina, hidung, telinga, dan lain-lain.
Bahan atau zat yang digunakan untuk mencegah pertumbuhan atau aktivitas
mikroorganisme dengan cara menghambat atau mematikan pertumbuhan mikroorganisme disebut antiseptik.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada efektivitas antiseptik antara lain antara
lain ialah sebagai berikut :
1. Konsentrasi
2. Lamanya paparan antiseptik
3. Tipe populasi mikroba yang akan dibunuh
4. Kondisi lingkungan seperti suhu, pH, dan tipe dari material dimana bakteri berada
Secara umum antiseptik adalah desinfektan yang nontoksik haruslah memiliki
persyaratan di antaranya :
1. Memiliki spektrum luas yang artinya efektif untuk membunuh bakteri, virus, jamur, dan sebagainya
2. Tidak merangsang kulit ataupun mukosa
3. Toksisitas atau daya absorpsi melalui kulit dan mukosa rendah
4. Efek kerjanya cepat dan bertahan lama
5. Efektivitasnya tidak berpengaruh oleh adanya darah
Bahan tersebut harus bersifat homogen, tidak mudah dinetralisir atau
kemampuan penetrasi. Saat ini belum ada antieptik yang ideal, tidak jarang bersifat toksik bagi jaringan, menghambat penyembuhan luka dan menimbulkan sensivitas. Khasiatnya sering kali berkurang oleh adanya cairan tubuh seperti
darah. Adapun jenis larutan antiseptik seperti alkohol 60%-90%, savlon, heksalorofen 3%, triklosan, iodin 1-3% serta iodofor berbagai konsentrasi atau
betadin. Antiseptik juga dapat terkontaminasi dan mikroorganisme yang mengkontaminasi dapat menyebabkan infeksi berantai jika diguanakan untuk mencuci tangan. Cara untuk mencegah kontaminasi tersebut seperti menggunakan
air matang untuk mengencerkan jika diperlukan pengenceran, hati-hati pada saat menuangkan larutan ke wadah yang lebih kecil, mengosongkan dan mencuci
wadah sabun dan air serta membiarkannya kering dengan cara diangin-anginkan minimal sekali dalam seminggu, tempelkan label bertuliskan tanggal pengisian ulang, serta menyimpan larutan di tempat yang diinginkan dan gelap
(http://scribd.com/doc/50741093/jack-dewa).
Triclosan adalah antiseptik yang efektif dan populer, bisa ditemui dalam sabun, obat kumur, deodoran, dan lain-lain. Triclosan mempunyai daya anti
mikroba dengan spektrum luas (dapat melawan berbagai macam bakteri) dan mempunyai sifat toksisitas minim. Mekanisme kerja triclosan adalah dengan
menghambat biosintesis lipid sehingga membran mikroba kehilangan kekuatan dan fungsinya (http://www.slideshare.net/07051994/antiseptik).
Triklosan adalah suatu difenil eter organik yang bekerja dengan merusak dinding sel mikroba. Zat ini memiliki spektrum aktivitas yang luas terhadap bakteri gram-positif dan sebagian besar gram negatif (kecuali mungkin Pseudomonas),
beberapa aktivitas terhadap basil turbekulosis, tetapi kurang virusidal. Triklosan adalah bahan campuran yang sering terdapat pada sabun pengurang bau badan
serta diserap melalui kulit yang utuh (Gruendemann, 2007).
Agen antibakteri atau antiseptik merupakan senyawa atau agen yang dapat membunuh atau menekan pertumbuhan bakteri. Berbeda dengan antibiotik, target
aksi antibiotik adalah mikroorganisme yang terdapat dalam tubuh, sedangkan antiseptik ditujukan untuk membunuh bakteri di luar tubuh. Berbeda pula dengan disinfektan, di mana disinfektan digunakan untuk benda mati, misalnya ditujukan
untuk sterilisasi ruangan terhadap mikroorganisme tertentu.
Saat ini terdapat banyak pilihan antiseptik yang ada di pasaran. Bentuk dari
sediaan yang ada contohnya antara lain bentuk gel, lotion, sabun cair, atau sabun batang. Pada beberapa sediaan antiseptik, tidak hanya antiseptik pembersih tangan, zat aktif yang umumnya digunakan yaitu Triklosan. Triklosan atau irgasan
DP300 merupakan suatu agen kimia antibakteri yang banyak digunakan dalam berbagai produk sepeti sabun, deodorant, kosmetik, lotion pembersih, pasta gigi.
Triklosan yang banyak digunakan dalam beberapa produk tersebut diketahui banyak mencemari air. Antara tahun 1999 dan 2000, triklosan banyak ditemukan dalam jumlah konsentrasi paling tinggi dalam pemeriksaan dari air sungai yang
tercemar.
Triklosan dapat diserap kulit, dan hidung dalam waktu beberapa menit saja setelah pemakaian. Manusia juga dapat tercemari melalui makanan terutama ikan
atau hewan air lainnya. Triklosan akan terakumulatif (Bennet ER,2009) (http://profetik.farmasi.ugm.ac.id/archives/73 07/05/2013 16:13:49).
Triklosan bersifat tidak larut dalam air kecuali pH alkali. Antiseptik ini larut dalam hampir semua pelarut organik. Secara kimiawi triklosan bersifat stabil dan
tahan dalam pemanasan hingga 200oC selama 2 jam. Aktivitas triklosan dalam produk pencuci tangan dipengaruhi oleh pH, adanya surfaktan, dan sifat ionik suatu formulasi. Triklosan mempunyai spketrum aktivitas yang luas mencakup
hampir semua gram positif lebih besar daripada gram negatif dan antiseptik ini efektif melawan Methicilinresistant staphylococus aureus (MRSA).
2.3.1. Perlunya Pengawasan Pada Penggunaan Triklosan
Triklosan sebagai bahan tambahan sejumlah kosmetik diduga merupakan senyawa
yang dapat menurunkan fungsi otot. Namun fungsi triklosan sebagai bahan anti bakteri dalam kosmetik masih belum dapat dihindari sepenunnnya. Jika digunakan dalam jangka panjang, senyawa triklosan pada sabun memicu kerusakan sel otot
di antaranya obat kumur, pasta gigi, sabun cuci tangan bahkan mainan. Triklosan alias bahan antibakteri bisa merusak dua protein di dalam otot. Gangguan ini akan
melemahkan otot saat berkontraksi.
Ilmuwan dari Universitas California, Davis dan Universitas Colorado melakukan penelitian dengan mengamati sel otot jantung dan serat otot rangka yang terpapar triklosan dalam tabung uji. Peneliti mengemukakan rangsangan
elektrik yang akan membuat otot-otot berkontraksi (http://www.ipotnews.com/index.php?jdl=Triklosan_Pada_Sabun_Pencuci_Tanga
n_dan_Pasta_Gigi04/06/2013 14:33).
Namun, senyawa triklosan ternyata merusak dua protein yang terlibat dalam kontraksi, sehingga otot rangka dan otot jantung tak mampu berfungsi dalam level
sel. Demikian pula tes kepada ikan lau kecil yang terpapar bahan triklosan. Peneliti menemukan fakta bahwa efek triklosan di lingkungan laut selama tujuh
hari terdapat penurunan kemampuan renang si ikan dibandingkan ikan yang di kelompok bebas triklosan.
Secara langsung, triklosan yang digunakan dalam beberapa produk sabun dan
pasta gigi bisa memicu gangguan kesehatan saat bereaksi dengan lingkungan aquatik atau berair. Salah satunya adalah gangguan pada keseimbangan hormon
tiroid. Penggunaan triklosan secara berlebihan juga memicu dampak tidak langsung bagi kesehatan, yakni dengan memicu resistensi atau kekebalan kuman terhadap antibiotik. Dampaknya adalah kemunculan kuman-kuman super
2.4. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Asas. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi memisahkan komponen campuran senyawa kimia terlarut dengan sistem adsorpsi pada fase diam padat atau sistem
partisi di antara fase diam cair yang terikat pada penyangga padat, dan fase gerak cair.
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dapat memisahkan makromolekul, ion, bahan alam yang tidak stabil, polimer, dan berbagai gugus polifungsi dengan berat molekul tinggi. Berbeda dengan kromatografi gas, pemisahan pada KCKT adalah
hasil antariksa spesifik antara molekul senyawa dengan fase diam dan fase gerak.
Kinerja kolom. Beberapa perangkat kondisi eksperimen dapat digunakan untuk mendapatkan pemisahan yang diinginkan dari komponen sampel dan ada
perangkat yang lebih praktis daripada yang lainnya, sehingga perlu mencapai optimasi.
Pertama-tama harus dipilih sistem KCKT yag tepat, karena itu semua parameter dalam persamaan yang tergantung kepada sistem atau kepada sifat fase
diam dan fase gerak ditentukan dan tidak dapat dirubah.
Parameter tersebut adalah retensi relatif α, koefisien partisi dari senyawa yang
paling lama ditahan k’, dan bilangan pelat. Senyawa yang dianalisis biasanya
memerlukan waktu dua sampai sepuluh kali lebih lama untuk melewati kolom, dibandingkan dengan senyawa yang tidak diretensi tM. Perlu diperhatikan juga viskositas fase gerak dan koefisien difusi senyawa dalam fase gerak. Selain itu
tinggi), mempengaruhi panjang kolom dan ukuran partikelnya (Satiadarma dkk, 2004).
Menyiapkan cuplikan untuk KCKT bergantung pada sumber dan sifat
cuplikan. Dalam beberapa kasus, cuplikan dapat diubah secara kimia untuk menghasilkan senyawa yang lebih mudah dipisahkan atau lebih mudah dideteksi
setelah pemisahan.
Akan tetapi, pada umumnya cuplikan dilarutkan di dalam pelarut sedikit, disaring, dan disuntikkan ke dalam aliran pelarut. Secara ideal, pelarut yang
dipakai untuk melarutkan cuplikan seharusnya sama dengan fase gerak. Untuk pekerjaan analitik, biasanya konsentrasi cuplikan dalam jangka 1µg/µl (1mg/ml). Untuk pekerjaan preparatif, konsentrasi lebih besar. Jika cuplikan tidak melarut
dengan cukup dalam pelarut yang dipakai untuk kromatografi, harus dipilih pelarut yang kepolarannya lebih rendah daripada pelarut pengelusi. Jika kita
memakai pelarut yang lebih polar, kromatografi dapat sangat terganggu (Gritter dkk, 1991)
Ada dua jenis kolom pada KCKT yaitu kolom konvensional dan kolom
mikrobor. Kolom mikrobor mempunyai tiga keuntungan yang utama dibandingkan dengan kolom konvensional, yaitu :
1. Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil dibandingkan dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10-100 µl/menit)
3. Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel klinis.
Fase gerak pada KCKT
Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat
bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih
polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada
fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut.
Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fase gerak tetap selama elusi) atau dengan cara bergradien (komposisi fase gerak berubah-ubah
selama elusi). Elusi bergradien digunakan untuk meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran polaritas yang luas.
Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase
terbalik adalah campuran larutan buffer dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril. Untuk pemisahan dengan fase normal, fase gerak dengan yang paling
sering digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol. Pemisahan
Fase diam pada KCKT
Kebanyakan fase diam pada KCKT berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, atau polimer-polimer stiren dan divinil benzen. Permukaan silika adalah
polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH).
Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan reagen-reagen seperti klorosilan. Reagen-reagen ini akan bereaksi dengan gugus silanol dan
menggantinya dengan gugus-gugus fungsional yang lain. Hasil reaksi yang diperoleh disebut dengan silika fase terikat yang stabil terhadap hidrolisis karena
terbentuk ikatan-ikatan siloksan (Si-O-O-Si). Silika yang dimodifikasi ini mempunyai karakteristik kromatografik dan selektifitas yang berbeda jika
dibandingkan dengan silika yang tida dimodifikasi.
Pompa pada KCKT
Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat,
teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan
alir 3 mL/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 mL/menit.
Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah
reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan. Ada 2 jenis pompa dalam KCKT yaitu: pompa dengan tekanan konstan, dan pompa dengan aliran fase gerak yang kosntan. Tipe pompa dengan aliran fase gerak yang konstan sejauh ini lebih
umum dibandingkan dengan tipe pompa dengan tekanan konstan.
Penyuntikan sampel pada KCKT
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase
gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi
dengan keluk sampel internal atau eksternal.
Pada saat pengisian sampel, sampel digelontor melewati keluk sampel dan
kelebihannya dikeluarkan ke pembuang. Pada saat penyuntukkan, katup diputar sehingga fase mengalir melewati keluk sampel dan menggelontor sampel ke
kolom.
Detektor KCKT
Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu: detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan
tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektofotometri massa; dan golongan detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit
secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia.
Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakeristik sebagai berikut:
2. Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang sangat.
3. Stabil dalam pengoprasiannya
4. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita. Untuk kolom konvensional, selnya bervolume 8 µl atau lebih kecil lagi
5. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas (kisaran dinamis linier)