• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Masyarakat Penyintas Gunung Sinabung terhadap Relokasi Pemukiman Baru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi Masyarakat Penyintas Gunung Sinabung terhadap Relokasi Pemukiman Baru"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Masalah

Kepulauan Indonesia terbentuk oleh rangkaian gunung api yang berjumlah

lebih 500 buah. Dari jumlah ini, sekitar 129 diantaranya adalah gunung api yang

aktif atau 13% dari jumlah gunung api yang aktif tersebut tersebar mulai dari

kawasan Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, perairan Maluku sampai kawasan

Sulawesi Utara. Hadirnya gunung api dengan beragam pesonanya seperti tanah

yang subur, alam yang indah, telah mendatangkan manfaat bagi masyarakat sekitar.

Penduduk yang tinggal sekitar gunung api senantiasa memanfaatkan lahan

sekitarnya untuk menunjung kehidupan sehari-hari dan berupaya meningkatkan

taraf kehidupannya dengan bertani, bercocok tanam, berternak dan lain sebagainya.

(dalam Tjetjep, 2002). Selain memiliki mendatangkan manfaat seperti tanah yang

subur, keberadaan gunung api yang masih aktif, juga dapat menimbukan bencana di

kemudian harinya, dalam hal ini gunung meletus.

Gunung Sinabung yang terletak di Kabupaten Karo merupakan salah satu

gunung yang masih aktif di Indonesia. Nama lain dari gunung Sinabung adalah

Sinaboeng, yang memiliki 4 buah kawah utama, terletak dibagian puncak yakni

kawah 1, sepanjang kawah tua, terdiri dari leleran lava, terletak pada arah selatan

timur, sepanjang 150 m, Kawah II dan III, merupakan kawah kembar yang terletak

disebelah selatan atau ditengah selatan, dan kawan IV terletak dibagian utara barat

(2)

bertipe strato volcano, Gunung Sinabung terletak di Kabupaten Karo dengan Ibu

Kota Kabupaten adalah Kabanjahe, Provinsi Sumatera Utara dan Ibu Kota Provinsi

yaitu Medan.

Pada tanggal 27 Agustus 2010, Gunung Sinabung telah mengalami

beberapa kali erupsi dan mengeluarkan asap serta abu vulkanik dan disusul dengan

keluarnya lava pada dua hari kemudian. Erupsi pada tahun 2010 berlangsung

hingga tanggal 7 September 2010. Setelah jeda selama hampir tiga tahun, Gunung

Sinabung kembali erupsi pada tanggal 18 september 2013 dan terus berlangsung

hingga sekarang. Keberadaan Gunung Sinabung yang masih aktif dan sering

mengalami erupsi telah membahayakan masyarakat sekitar. Pada saat meletus

gunung berapi akan mengeluarkan awan panas dan debu vulkanik. Debu vulkanik

dalam jumlah banyak sangat membahayakan sistem pernafasan manusia. Pada

tingkat gangguan ringan, penduduk dapat terkena penyakit batuk akibat iritasi

saluran nafas. Efek jangka panjang yang sangat berbahaya adalah terjadinya

penumpukan unsur slika yang berasal dari debu vulkanik yang terhirup pada saat

bernafas. Letusan gunung berapi pada kekuatan tinggi dapat menyebabkan gempa

yang menyebabkan runtuhnya bangunan. Awan panas yang keluar dari kepundan

gunung berapi akan mematikan seluruh mahkluk hidup yang terkena. Lava pijar

yang keluar dalam jumlah banyak akan menghancurkan seluruh pemukiman serta

ladang pertanian dan peternakan. Tempat-tempat yang terkena lava pijar dan awan

panas membutuhkan waktu yang lama untuk ditinggali. (Sadana, 2014). Hal ini

(3)

Sejak tahun 2010-2014-2015, ketika Gunung Sinabung Erupsi beberapa

desa di Kabupaten Karo yang rumahnya berada tidak jauh dari Gunung Sinabung

harus mengungsi ke daerah lain yang tidak terkena dampak Erupsi Gunung

Sinabung. Data yang dilansir dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana

(BNPB) terdapat 1.081 KK pengungsi akibat Gunung Sinabung yang terdiri atas

3.284 jiwa. Mereka ditempatkan di 12 titik pengungsian. Para pengungsi ini berasal

dari beberapa desa di antaranya Desa Sukameriah, Desa Berastepu, Desa Gamber,

Desa Bekerah dan juga Desa Simacem, yang mana lokasi semua desa tersebut yaitu

radius 5 km dari Kawah Gunung Sinabung, khususnya untuk Desa Sukameriah

radius 2,4 km dari Kawah Gunung Sinabung.

Para pengungsi Gunung Sinabung antara lain ditempatkan di Universitas

Karo yang terletak di Kabupaten Karo, alasan penyintas Sinabung yang masih

tinggal di Universitas Karo. Pernyataan yang disampaikan oleh Rosmawati Br.

Tarigan (63 tahun) yang menyatakan bahwa:

“adi UKA enda denga kami tading ma lit denga bantuan sitik-sitik reh, tah mon-mon bage ma terakap bas kami, adi newa rumah kami labo bias langa ka uang listrikna uang lau na ma gom kap ndu kami nambahi enca dahin kami pe gemo kujuma kalak, e pe adi lit ingan gemo. Adi UKA enda kami tading gom lit sumur bor untuk kebutuhen lau bersih kami adi uang listrik 40ribu bagi-bagi kami galarisa. Me pangen kap ndu tading i UKA enda walaupun menderita, dari pada newa rumah ma pejago-jagoken kap kita e adi bagenda ibas zaman gundari susah darami serpi”.

(4)

Sebagian penyintas Sinabung lebih memilih menyewa rumah atau

mengontrak rumah alasanya ialah sempit dan tidak nyaman dan ada juga lebih

memilih menumpang ditempat saudara agar lebih irit. Sambil menunggu relokasi

warga Desa Sukameriah diberikan bantuan oleh Pemerintah yang disalurkan oleh

Badan Penanggulangan Bencana Daerah, biaya sewa rumah Rp. 300.000/bulan/KK

dan untuk sewa lahan Rp. 2000.000/tahun/KK, penyintas mendapatkan bantuan

tersebut enam bulan sekali jadi total Rp. 3,800.000/ 6Bulan ( Drs. Jhonson Tarigan

sebagai sekretaris BPBD).

Para pengungsi tersebut harus hidup bersama dan berbagi dan para

penyintas Gunung Sinabung lainnya. Masyarakat harus hidup di pengungsian

dengan beratapkan tenda dan beralaskan tikar. Selain itu, mata pencaharian

sebagian masyarakat penyintas Sinabung, yang menggantungkan hidupnya pada

pertanian, tidak dapat berjalan seperti biasa, disebabkan ladang mereka yang

tertutupi oleh debu Gunung Sinabung. Dan beberapa tanaman pertanian mereka

banyak juga yang rusak akibat debu Gunung Sinabung. Akibatnya para penyintas

Gunung Sinabung hanya menggantungkan hidupnya dari bantuan para dermawan.

Selain itu, aktivitas yang cenderung sama membuat para pengungsi merasa

merasa bosan stress dan jenuh. Aktivitas mereka umumnya hanya tidur, bercerita,

memasak dan juga makan. Tidak jarang untuk menghilangkan kejenuhan, para

pengungsi juga membuat ketrampilan kecil-kecilan seperti membuat sabun cuci

piring, membuat bunga dari kertas dan membuat kue dan itu pun tidak sepenuhnya

mengatasi ketidak betahan masyarakat tinggal dipengungsian. Hal ini berbanding

terbalik dengan aktivitas masyarakat sebelum Gunung Sinabung meletus. Mereka

(5)

sendiri, punya uang sendiri dan bisa membiayai anak sekolah mereka sendiri. Tidak

seperti sekarang hanya bisa tergantung pada bantuan-bantuan yang datang dari

dermawan dan juga penghasilan yang tidak menentu dari berkerja diladang orang.

Kondisi yang demikian sangat memprihatikan bagi masyarakat penyintas

Gunung Sinabung. Jika hal tersebut dibiarkan, hal itu akan merugikan dari berbagai

pihak mulai dari masyarakat yang mengungsi, pemerintah setempat bahkan dari

masyarakat sekitar, tempat mereka yang mengungsi. Oleh sebab itu, muncul

rencana pemerintah untuk merelokasi tempat tinggal pengungsi yang berada di kaki

gunung, untuk meninggali lokasi tempat tinggal yang baru yang berada jauh dari

kaki Gunung Sinabung.

Masyarakat penyintas Gunung Sinabung direlokasi secara berangsur-angsur

untuk tiga Desa yaitu Desa Bekerah, Desa Simacem, dan Desa Sukameriah Badan

Nasional Penangulangan Bencana pusat langsung mengadakan pendamping, mulai

direlokasi pada tanggal 10 Desember 2015, Mira Guci Sos 2010 (2016). Tanggal

efektif penyintas Sinabung direlokasi pada tanggal 24-25 Desember 2015 untuk

tiga Desa tersebut.

Relokasi pemukiman yang direncanakan oleh pemerintah, merupakan salah

satu tindakan yang harus dilakukan pasca bencana. Dalam Skripsi Harry (2005)

tertuliskan ada tiga tahapan tindakan yang harus dilakukan pasca bencana yaitu

tindakan penanganan darurat, penanganan antara, sertakan tindakan

restorasi-rehabiitasi-rekonstruksi. Tindakan penanganan darurat merupakan tindakan

pertama yang dilakukan seketika terjadi bencana. Dalam hal ini tindakanan yang

(6)

evakuasi jenazah, menyediakan air bersih dan juga tempat pembuangan serta bahan

makanan yang dibutuhan para penyintas bencana.

Sedangkan tindakan penanganan antara adalah tindakan yang bertujuan

memulihkan kondisi masyarakat penyintas Gunung Sinabung agar bisa secepatnya

menjalani kehidupan normal. Penanganan antara ini bisa berlangsung selama 6-1,5

tahun. Sementara penangangan jangka panjang pada tahap ketiga yaitu merestorasi,

merekontruksi dan merehabilitasi wilayah yang terkena dan membutuhkan

pemikirian yang cepat. Relokasi pemukiman yang dibuat pemerintah merupakan

salah satu bentuk penanganan bencana jangka panjang dengan membuat tempat

tinggal permanen bagi para penyintas Gunung Sinabung.

Upaya relokasi jangka panjang yang dimaksudkan oleh pemerintah adalah

dengan memindah hunian masyarkat ke daerah yang berbeda, dengan cara

membuka hutan dan membuat tempat pemukiman bagi para penyintas Gunung

Sinabung dan hutan lindung yang rencananya akan dibuka sebagai tempat

pemukiman baru adalah Hutan Lindung Siosar. Hutan lindung itu berada di Lintas

Utara dari Desa Kati Nambun menuju Siosar, Kecamatan Merek. Rencananya

pemerintah akan membuka lokasi jalan sepanjang 6,5 km, sebagai akses baru

perjalanan menuju pemukiman dihutan Siosar. Hutan lindung yang akan dibuka

untuk pembangunan jalan menuju pemukiman baru adalah 11 hektare. Selain itu,

ada 30 hektare yang dibuka untuk pengungsian penduduk, di mana jumlah

pengungsi yang direlokaasi sebanyak 1.700 Keluarga. Di perkirakan dana yang

dikeluarkan untuk membelah hutan sebesar RP 11,5 miliar. Sementara untuk

pembangunan rumah, pemerintah akan mengeluarkan dana sebesar Rp.80 miliar,

(7)

realisasi terhadap rencana relokasi pemukiman penyintas bencana Gunung

Sinabung pemerintah telah memberikan dana sebesar 11,5 miliar kepada Pangdam

yaitu Mayjen TNI Winston P, Simanjuntak. (Koran Sindo, 2014)

Relokasi pemukiman bagi para penyintas Gunung Sinabung merupakan

rencana penanggulangan bencana jangka panjang yang ditawarkan pemerintah.

Dimana, Desa Sukameriah merupakan salah satu desa yang akan direlokasi oleh

pemerintah. Mengingat desa ini merupakan salah satu desa yang paling parah

terkena dampak gunung meletus. Banyak warga Desa Sukameriah yang mengungsi

kebeberapa titik pengungsian, salah satunya adalah di Universitas Karo. Total

pengungsi warga Desa Sukameriah yang berada di Universitas Karo berjumlah 22

KK (Data tahun 2015). Rencana relokasi pemukiman yang ditawarkan Pemerintah

memiliki tanggapan yang berbeda dari para pengungsi yang berasal dari Desa

Sukameriah, mengingat mereka telah lama menempati desa tersebut bahkan ada

yang lahir di sana.

Selain itu terdapat beberapa penelitian mengenai relokasi pemukiman

diantaranya Fanny Harliani (2014) dengan judul persepsi masyarakat terhadap

rencana relokasi Kampung Cienteung. Dimana dalam penelitian ini masyarakat

Kampung Cienteung menolak untuk melakukan relokasi pemukiman bedanya

dengan penelitian ini ialah masyarakat penyintas Sinabung tidak menolak direlokasi

oleh Pemerintah (Data tahun 2015). Selain itu, Drajat Suhardjo (2010) mengenai

relokasi pemukiman pasca bencana merapi di Bantaran Kali Code. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa dari 30 respon terdapat 7 KK yang berminat untuk melakukan

relokasi dan sisanya menolak direlokasi. Perbedaanya ialah masyarakat kampung

(8)

KK yang berminat untuk direlokasi sedangkan masyarakat penyintas Gunung

Sinabung tidak menolak direlokasi.

Berdasarkan hal di atas, menjadi menarik bagi peneliti untuk melihat

persepsi masyarakat penyintas Gunung Sinabung yang berasal dari Desa

Sukameriah yang berada di Universitas Karo Jln. Jamin Ginting Kab.Karo terhadap

rencana relokasi pemukiman bagi para penyintas Gunung Sinabung.

1.2 Rumusan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan penelitian

yaitu:

1. Bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat penyintas erupsi Gunung

Sinabung Di Pengungsian?

2. Bagaimana Persepsi pengungsi penyintas bencana erupsi gunung sinabung

terhadap relokasi pemukiman yang baru untuk mereka?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas tujuan penulisan penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat penyintas erupsi

Gunung Sinabung dipengungsian.

2. Untuk mengetahui presepsi pengungsi penyintas bencana erupsi gunung

(9)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kajian ilmiah

bagi mahasiswa khususnya mahasiswa di Departemen Sosiologi Fakultas

Fisip Universitas Sumatera Utara serta dapat memberikan sumbangan

pengetahuan khususnya dibidang kajian perubahan sosial dan mobilitas

sosial.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapakan dapat meningkatkan kemampuan penulis

serta dapat menambah pengetahuan masyarakat penyintas Erupsi Gunung

Sinabung dan pengambilan keputusan mengenai relokasi pemukiman yang

baru untuk masyarakat penyintas Erupsi Gunung Sinabung. Penelitian ini

juga dapat menambah pengetahuan bagi pembaca dan Pemerintah Daerah

khususnya dalam menetapkan kebijakan bagi para pengungsi Gunung

Sinabung.

1.5Defenisi Konsep

1. Persepsi sosial adalah sesuatu yang berhubungan dengan bagaimana seseorang

memahami orang lain. Dalam hal peneliti ingin melihat bagaimana persepsi

penyintas Gunung Sinabung dalam memahami kebijakan pemerintah untuk

(10)

2. Relokasi Pemukiman adalah pemindahan pemukiman dari suatu tempat ke

tempat lain dikarenakan daerah tempat asalanya sudah tidak menunjang lagi. Dalam

penelitian ini yaitu melihat relokasi pemukiman penyintas Gunung Sinabung. Dari

tempat tinggal yang sebelumnya berjarak tidak jauh dari kaki Gunung Sinabung

menuju tempat pemukiman baru yang berada jauh dari kaki Gunung Sinabung.

3. Penyintas Sinabung adalah masyarakat yang terkena bencana erupsi Gunung

Sinabung telah mengalami keterpurukan dalam segi psikologi dan material namun

masyarakat penyintas Sinabung masih bisa bangkit dengan adanya rencana

Pemerintah untuk merelokasi para penyintas Sinabung. Dengan adanya relokasi

masyarakat penyintas mendapatkan semangat baru dan bangkit dari

keterpurukannya selama di pengungsian.

4. Erupsi Gunung Sinabung adalah merupakan letusan Gunung vulkanik, dan

gunung api ini dataran tinggi Karo Kab. Karo Sumatera Utara Indonesia.Akibat

Erupsi Gunung Sinabung telah merusak permukiman penduduk di sekitar kaki

Gunung Sinabung.

5. Pengungsi adalah kata benda yang berarti orang yang mengungsi merupakan

penduduk yang pergi mengungsi (menyingkirkan) diri dari bahaya atau

menyelamatkan diri ketempat yang memberi rasa aman dari bahaya.Dan pengungsi

terjadi karena adanya bencana, misalnya bencana alam seperti banjir, gempa,

gunung meletus dan sebagainya.

6. Kondisi sosial ekonomi adalah suatu kedudukan yang diatur secara sosial dan

(11)

Ekonomi dalam hal ini diartikan sebagai keadaan para pengungsi ditinjau dari segi

sosial dan ekonomi akibat meletusnya Gunung Sinabung.

7. Perubahan sosial menurut Kingsley Davis mengartikan perubahan sosial sebagai

perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya,

timbulnya pengorganisasian buruh dalam masyarakat kapitalis, menyebabkan

perubahan-perubahan dalam hubungan antara buruh dan majikan yang kemudian

menyebabkan perubahan-peruhan dalam organisasi politik (dalam Setiadi, 2011).

8. Mobilitas sosial adalah suatu gerak perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas

sosial lainya.Mobilitas sosial ini bisa berupa peningkatan atau penurunan dalam

segi status sosial termasuk segi penghasilan yang dapat dialami individu atau oleh

keseluruhan anggota kelompok.

9. Penanggulangan bencana adalah upaya sistematis dan konferhensif untuk

menanggulangi semua kejadian bencana secara cepat, tepat dan akurat, untuk

meminimalisasi korban dan kerugian yang ditimbulkan.

10. Mitigasi adalah usaha untuk menggurangi, meniadakan korban dan kerugian

yang mungkin timbul, maka titik berat perlu diberikan pada tahap sebelum

terjadinya bencana. Serta serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana baik

melalui pembangunan fisik maupun penyadaran peningkatan kemampuan

Referensi

Dokumen terkait

Widyastuti

Ajat

bahwa untuk mencapai daya guna dan hasil guna pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Bantul Tahun Anggaran 2016, perlu menunjuk Pengguna Anggaran,

Membuat laporan memang gampang- gampang susah, bagi pemula yang baru pertama kali mendapat tugas memang terasa membingungkan karena terdapat aturan yang mengatur dalam pembuatan

Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan ESDM Kabupaten

Penelitian yang dilakukansebelumnyaterkait keberadaan logam berat Kadmium (Cd) di wilayah mangrove Percut Sei Tuan adalah kandungan logam berat Kadmium (Cd) pada air yang

Kotler, Philip dan Gary Amsrong, 2001, Prinsip – Prinsip Pemasaran , Jilid 2, Edisi Kedelapan, Jakarta, Erlangga.. Manajemen Pemasaran, jilid 1, edisi milenium,

Kedua poin tersebut memeroleh sekor dengan presentase 75 %, sehingga, sistematika penyajian dikategorikan cukup layak dan perlu dilakukan revisi.Setelah dilakukan